Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011 (Audited) Penyerapan tertinggi ada di bulan Juli (Rp9,86 triliun), September (Rp10,07 triliun), dan Desember (Rp10,64 triliun). Secara nominal, dengan rata-rata serapan per bulan sebesar Rp5,34 triliun . Dana otonomi khusus dan penyesuaian terserap sebesar Rp64,08 triliun, jauh lebih besar dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp28,02 triliun. 3. PEMBIAYAAN Dampak kebijakan stimulus fiskal terhadap defisit APBN Peningkatan defisit fiskal utamanya merupakan implikasi dari kebijakan stimulus fiskal dalam beberapa tahun terakhir. Walaupun kebijakan fiskal ekspansif memiliki kecenderungan terjadinya defisit, Pemerintah terus berupaya menjaga defisit fiskal pada tingkat yang relatif rendah. Di samping itu, upaya perhitungan besaran dan realisasi defisit ini dilakukan dengan memperhatikan kemampuan pembiayaan tanpa merusak indikator makroekonomi seperti inflasi. Defisit yang meningkat juga diseimbangkan dengan kebijakan di bidang pendapatan yang mengupayakan peningkatan pendapatan negara terutama yang berasal dari dalam negeri. Defisit anggaran meningkat secara tajam di tahun 2007 antara lain terkait erat dengan meningkatnya harga-harga komoditas internasional terutama harga minyak dunia yang mengakibatkan meningkatnya beban subsidi Pemerintah. Stimulus fiskal Pemerintah diberikan dalam bentuk (1) insentif perpajakan; (2) optimalisasi belanja negara untuk pembangunan; (3) pengalokasian belanja negara dalam rangka meningkatkan purchasing power dari masyarakat yang berpenghasilan rendah; dan (4) dukungan Pemerintah kepada swasta dalam pembangunan infrastruktur melalui Public-Private Partnership (PPP). Sumber-sumber pembiayaan Sumber-sumber pembiayaan terus digali untuk menutup defisit anggaran. Sumber pembiayaan itu sendiri berasal dari sumber pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri. Dalam rangka meningkatkan tingkat kemandirian, Pemerintah menekankan sumber pembiayaan dalam negeri sebagai sumber pembiayaan APBN. Adapun sumber pembiayaan luar negeri juga digali dengan memperhatikan dan mempertahankan penurunan rasio utang terhadap PDB secara berkesinambungan (debt sustainability). Seperti tahun-tahun sebelumnya, kebutuhan pembiayaan dipenuhi dari sumber-sumber pembiayaan utang dan non utang. Pada tahun 2011 sumber pembiayaan didominasi oleh sumber pembiayaan utang yang diakibatkan oleh terbatasnya sumber pembiayaan non utang yang antara lain dipengaruhi oleh kebijakan penerimaan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk sumber yang berasal dari utang, Pemerintah menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Utang Negara (SUN), serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai instrumen utama. Realisasi pembiayaan APBN Realisasi pembiayaan anggaran pada tahun 2011 mencapai Rp130,95 triliun, lebih rendah Rp19,88 triliun (13,18 persen) dari target APBN-P 2011 sebesar Rp150,8 triliun. Untuk realisasi pembiayaan dalam negeri mencapai Rp148,75 triliun, lebih rendah Rp4,86 triliun (3,16 persen) dari target APBN-P 2011 sebesar Rp153,6 triliun. Hal ini terutama disebabkan oleh pengurangan target penerbitan SBN neto sebesar Rp19,15 triliun, lebih rendahnya penarikan pinjaman dalam negeri, dan tidak ada realisasi untuk kewajiban penjaminan. Realisasi pembiayaan luar negeri mencapai negatif Rp17,80 triliun, turun Rp15,02 triliun dari target APBN-P 2011 sebesar negatif Rp2,78 triliun. Hal ini terutama berkaitan dengan pembatalan penarikan pinjaman program Low Carbon and Resilient Development Program, lebih rendahnya penarikan pinjaman proyek, dan lebih rendahnya penarikan penerusan pinjaman. Selain itu di tahun 2011 Pemerintah juga berusaha mengurangi jumlah pinjaman luar negerinya dengan cara melakukan debt swap, seperti realisasi pengalihan pinjaman untuk proyek Junior Secondary Education (23 juta Euro), Housing and Settlement (1,8 juta euro dan USD7,5 juta), Debt2Health (AUD7,5 juta), Global Fund to Fight AIDS, Tubercololosis and Malaria (10 juta Euro), dan Tropical Forest Conservation (USD6,4 juta). Catatan atas Laporan Keuangan -49-