defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan

advertisement
DEFISIT FISKAL, DEFISIT PERDAGANGAN DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA-NEGARA
DI KAWASAN ASEAN+3
NURINA PARAMITASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan
Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Nurina Paramitasari
NRP. H151104334
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
ABSTRACT
NURINA PARAMITASARI. Fiscal Deficit, Trade Deficit and Growth in
ASEAN+3. Under direction of HERMANTO SIREGAR and LUKYTAWATI
ANGGRAENI.
The ambiguity of expansionary fiscal policy raises interest among
researchers to explore further about the relationship between fiscal deficit, trade
deficit, and economic growth. Several studies on the relationship between fiscal
deficit and trade deficit, which also known as twin deficits, have different
conclusions in every country. Likewise the impact of fiscal deficits on economic
growth. This research aims to comprehensively examine the relationships between
those three variables, starting with analyzing the impact of fiscal deficits on the
trade deficit and continued by determining both impact of these deficits on
economic growth in ASEAN +3 countries. By using a dynamic panel data
analysis of the eight countries during 1993-2010, there are three findings i.e. 1)
twin deficits hypothesis (TDH) holds only for China, 2) fiscal deficit has a
positive impact on growth, and 3) trade deficit has a negative impact on the
growth of countries in ASEAN +3.
Keywords : fiscal deficit, trade deficit, dynamic panel data, ASEAN+3
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
RINGKASAN
NURINA PARAMITASARI. Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan
Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3. Dibimbing oleh
HERMANTO SIREGAR dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Isu defisit fiskal menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya di
negara-negara ASEAN+3, sejak krisis ekonomi melanda kawasan ini pada tahun
1997/1998. Ketika defisit fiskal telah mencapai nilai yang relatif besar dan terjadi
dalam jangka waktu yang relatif lama, hal ini dapat memengaruhi variabel
moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan kondisi
makroekonomi suatu negara. Stimulus fiskal yang semestinya diharapkan dapat
meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi dengan kebijakan
moneter yang akomodatif, justru dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif.
Peranan kebijakan fiskal ekspansif menjadi ambigu dalam sebuah perekonomian.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis keterkaitan antara defisit fiskal,
defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3, 2)
menganalisis dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara di
kawasan ASEAN+3 dan 3) menganalisis dampak kedua defisit tersebut terhadap
pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010.
Ketika benar bahwa defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan, maka
dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi akan jauh lebih besar.
Keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan
ekonomi pada masing-masing negara di kawasan ASEAN+3 dianalisis
menggunaan plot regresi, koefisien korelasi Pearson dan uji kausalitas Granger.
Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan mendapatkan hasil
bahwa defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan pada semua negara di
kawasan ASEAN+3 kecuali di China. Defisit fiskal di negara ini menyebabkan
terjadinya defisit perdagangan atau berlaku twin deficits hypothesis (TDH),
dengan didukung koefisien korelasi Pearson yang bertanda positif dan signifikan
pada á sebesar 1 persen. Hasil plot regresi kedua defisit dengan pertumbuhan
ekonomi yaitu defisit fiskal memberikan efek positif terhadap pertumbuhan
ekonomi semua negara di kawasan ASEAN+3 sementara defisit perdagangan
memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kecuali di negara
Singapura dan China. Uji kausalitas Granger menemukan hasil tidak ada
hubungan antara kedua defisit atau defisit fiskal tidak menyebabkan defisit
perdagangan pada tiga negara yaitu Philipina, Singapura dan Thailand, sedangkan
pola hubungan antara kedua defisit dengan pertumbuhan ekonomi adalah dua arah
atau saling menyebabkan.
Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan 2 dan 3 adalah metode data
panel dinamis baik secara keseluruhan delapan negara di kawasan ASEAN+3
maupun secara terpisah menurut kelompok, mengacu pada hasil penelitian
Achsani dan Siregar (2010). Untuk model defisit perdagangan metode yang
terbaik adalah FD GMM, sedangkan metode terbaik untuk model pertumbuhan
ekonomi adalah Sys-GMM. Berdasarkan hasil eksplorasi awal dengan metode
plot regresi dan uji kausalitas Granger yang menyatakan berlakunya TDH di
negara China, untuk memperkuat temuan tersebut maka dilakukan pengujian
dengan pemodelan data panel dinamis. Hasil yang didapatkan benar bahwa TDH
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
hanya berlaku pada negara China. Rezim fixed exchange rate yang dianut negara
ini membuat permintaan impor melambung, terbesar diantara negara-negara di
kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu mencapai besaran 1,52 triliun US$. Tingkat
investasi yang lebih tinggi dari tingkat tabungan, juga mendorong fenomena TDH
berlaku di China.
Kedua defisit memberikan dampak yang berbeda terhadap pertumbuhan
ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Defisit perdagangan memberikan
dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0028 persen, ceteris
paribus, sedangkan defisit fiskal memberikan dampak positif dengan besaran
yang sama yaitu sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus. Hubungan negatif antara
defisit fiskal dan tingkat suku bunga riil, berimplikasi pada dua hal yaitu
terjadinya efek crowding-in investment dan tidak terganggunya neraca
perdagangan, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sinkronisasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter negara-negara di
kawasan ASEAN+3 semakin memperkuat dampak positif defisit fiskal terhadap
pertumbuhan.
Kata kunci : Defisit fiskal, defisit perdagangan, data panel dinamis, ASEAN+3
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DEFISIT FISKAL, DEFISIT PERDAGANGAN DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA-NEGARA
DI KAWASAN ASEAN+3
NURINA PARAMITASARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Judul Penelitian
Nama
NRP
Program Studi
: Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan
Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3
: Nurina Paramitasari
: H151104334
: Ilmu Ekonomi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec.
Ketua
Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 18 Juli 2012
Tanggal Lulus:
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. KepadaMu-lah segala
sesuatu bergantung dan kepadaMu-lah segala sesuatu sepatutnya berserah diri.
Sholawat serta salam akan selalu tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga,dan
para sahabatnya yang sholih. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan
Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3”.
Rangkaian ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:
1.
Ir. Nanan Sunandi, M.Sc, selaku Kepala BPS Provinsi Banten dan Din Komarudin
W, B.St, selaku Kepala BPS Kabupaten Serang yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB.
2.
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si
selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada
penulis
dengan
penuh
kesabaran
dan
kesungguhan
sampai
terselesaikannya tesis ini.
3.
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai penguji
atas saran dan kritik yang berharga untuk penyempurnaan tulisan ini.
4.
Bapak Ibundaku atas kasih sayang, doa, nasehat dan kesabarannya dalam
mengajarkan arti kehidupan, walaupun anakmu ini sudah berumah tangga.
5.
Suamiku tercinta, Achmad Jaelani, SH, M. Hum atas segala kasih sayang, doa,
semangat dan pengorbanan yang tulus. Dua bidadari kecilku, kakak Ayesha
Salma Syahida dan adek Kensae Afwani Maulida yang membuat rasa letih itu
sirna, memotivasi penulis untuk tetap semangat dalam menjalani hidup.
6.
Rekan-rekan se-angkatan BPS Batch 3 atas sumbangan ide, pikiran serta saran
dalam menyempurnakan penulisan tesis.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, 12 Juli 2012
Nurina Paramitasari
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nurina Paramitasari lahir pada tanggal 13 Mei 1984 di
Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Penulis adalah putri pertama dari tiga
bersaudara pasangan Bapak H. Mulyadi, S.Pd, M.Pd dan Ibu Hj. Maryanti, S.Pd.
Penulis dibesarkan di Klaten, dan menyelesaikan pendidikan formal dari
tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah umum di kota tersebut.
Pendidikan dasar penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri Tonggalan I dan lulus
pada tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri II Klaten lulus pada
tahun 1998, dan Sekolah Menengah Umum Negeri I Klaten diselesaikan pada tahun
2001. Pendidikan tinggi penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jurusan
Statistik Ekonomi dan lulus pada tahun 2005, mendapatkan gelar Sarjana Sains
Terapan (S.ST). Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan
pasca sarjana penulis menjalani program alih jenjang Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB dan meraih gelar Sarjana Ekonomi pada tahun yang sama.
Penulis diangkat sebagai CPNS pada Badan Pusat Statistik terhitung mulai
tanggal 1 Desember 2005 dan ditempatkan sebagai staf di bidang Neraca Wilayah
dan Analisis Statistik BPS Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Selama
kurang lebih dua tahun penulis mengabdi di sana dan sejak Juli 2008 sampai
dengan saat ini penulis bertugas di BPS Kabupaten Serang Provinsi Banten.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvi
I.
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................
7
1.4 Kegunaan Penelitian.....................................................................
7
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.................................
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN...............
9
2.1 Peranan Pemerintah .....................................................................
9
2.2 Defisit Fiskal ...............................................................................
10
2.3 Defisit perdagangan .............. .......................................................
13
2.4 Hubungan Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan ........................
15
2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Keynesian ..............................
18
2.6 Hubungan Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi .....................
20
2.6.1 Kelompok Keynessian ..........................................................
20
2.6.2 Kelompok Neoklasik ............................................................
21
2.7 Hubungan Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi ..........
22
2.8 Hubungan PDB Negara Lain dan Defisit Perdagangan...................
23
2.9 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi ............................... .
23
2.10 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi
25
2.11 Penelitian Terdahulu ......................................................................
26
2.11.1 Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan ............................ .
27
2.11.2 Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi ..........................
29
2.11.3 Defisit Perdagangann dan Pertumbuhan Ekonomi ... .......
30
2.12 Kerangka Pemikiran ........ ..........................................................
31
2.13 Hipothesis ...................................................................... ..............
33
II.
III. METODE PENELITIAN ...................................................................
35
xi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................
35
3.2 Metode Analisis ...........................................................................
35
3.2.1 Analisis Deskriptif ...............................................................
36
3.3.2 Analisis Data Panel ..............................................................
36
3.3 Spesifikasi Model ........................................................................
49
3.4 Definisi Variabel Operasional ......................................................
51
3.6 Prosedur Analisis .............................................................................
52
IV. ANALISIS DESKRIPTIF ..................................................................
55
4.1 Kerjasama Regional Kawasan ASEAN+3 .......................................
55
4.2 Potensi Ekonomi Kawasan ASEAN+3 ............................................
57
4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Defisit Fiskal,
Defisit Perdagangan dan Faktor-Faktor Pendukungnya .................
61
4.4 Keterkaitan Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan
V.
dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 ..............
71
ANALISIS PANEL DINAMIS ..........................................................
69
5.1 Uji Stasioneritas Data Panel .............................................................
69
5.2 Hasil Estimasi ...................................................................................
80
5.2.1 Dampak Defisit Fiskal terhadap Defisit Perdagangan
Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 ..............................
84
5.2.2 Dampak Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara
di Kawasan ASEAN+3 ........................................................
89
5.3 Implikasi Kebijakan ..........................................................................
92
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
97
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
99
LAMPIRAN ..................................................................................................
104
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR TABEL
Tabel
1
Halaman
Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode
periode 2000-2010 (persen terhadap PDB) .........................................
4
2
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta sumbernya .. 36
3
Potensi ekonomi kawasan ASEAN+3 tahun 2010................................
58
4
Kondisi fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1998 .......
63
5
Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan defisit perdagangan
di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010...................................
6
Uji kausalitas Granger antara defisit perdagangan dan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010...................
7
73
75
Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010...................
77
8
Hasil panel unit root test untuk masing-masing variabel ...................... 79
9
Perbandingan hasil estimasi koefisien ’Model Defisit Perdagangan’
dengan metode data penel statis, dinamis dan OLS ............................ .
10
Perbandingan hasil estimasi koefisien ’Model Pertumbuhan Ekonomi’
dengan metode data penel statis, dinamis dan OLS ............................ .
11
81
82
Hasil estimasi koefisien ’Model Defisit Perdagangan’
dan ’Model Pertumbuhan Ekonomi’ menurut kelompok negara ..........
83
xiii
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1
Halaman
Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) .......................................
2
Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3
tahun 2010 (persen terhadap PDB)....................................................
3
3
Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 2000-2010 (persen) .........................
4
1
5
Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dengan
kurs mengambang ............................................................................
16
5
Empat kemungkinan tipe hubungan twin deficits...............................
18
6
Penurunan kurva permintaan agregat ................................................
25
7
Kerangka pemikiran .............................................................................
32
8
PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993 dan 2010
(US$ miliar) ..........................................................................................
9
Pangsa PDB negara-negara ASEAN+3 terhadap total PDB kawasan
ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen) ……………………………..
10
64
Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ………………………….
16
62
Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993,
1998 dan 2010 (persen terhadap PDB) ……………………………….
15
61
Pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen) …………….……………….. ................
14
60
Struktur perekonomian negara sedang berkembang di kawasan
ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB)…….
13
59
Struktur perekonomian negara maju di kawasan ASEAN+3
menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB)...........................
12
59
Pendapatan riil per kapita negara-negara di kawasan ASEAN+3
tahun 1993-2010 (US$) ……………………………………………...
11
58
64
Pertumbuhan volume impor negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ………………………….
65
xv
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
17
PDB negara tujuan ekspor utama negara-negara di kawasan
ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ……… .........
18
Suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen) ………………………………………….
19
87
Plot regresi antara defisit fiskal dan investasi negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 …………………………
30
85
Plot regresi antara defisit fiskal dan suku bunga riil negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 …………………………
29
76
Perkembangan tingkat tabungan dan investasi negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 …………………………
28
74
Plot regresi antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi
di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ……………………
27
72
Plot regresi antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi
di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 …………………….
26
71
Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di
negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ……………………….
25
70
Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit perdagangan
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB)….
24
69
Keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) …………………………..
23
68
Tingkat inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode
1993-2010 (persen) …………………………………………………...
22
68
Nilai tukar riil negara Indonesia dan Korea periode 1993-2010
(terhadap US$) ……………………………………………………….
21
63
Nilai tukar riil enam negara di kawasan ASEAN+3 periode
1993-2010 (terhadap US$) …………………………………………..
20
62
91
Perkembangan suku bunga riil dan pertumbuhan PDB negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 …………………………
PDF Creator - PDF4Free v2.0
95
http://www.pdf4free.com
LAMPIRAN
Lampiran
1
Halaman
Ringkasan hasil penelitian sebelumnya tentang defisit fiskal, defisit
perdagangan dan pertumbuhan ekonomi ..........................................
89
2
Hasil panel unit root test ..................................................................
95
3
Hasil Estimasi ..................................................................................
102
xvii
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu defisit fiskal menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya di
negara-negara ASEAN+3, sejak krisis ekonomi melanda kawasan ini pada tahun
1997/1998. Terdepresiasinya nilai mata uang yang membuat cicilan pokok dan
bunga utang luar negeri membengkak, menurunnya pendapatan riil masyarakat
akibat terjadinya inflasi yang mengharuskan pemerintah memberikan subsidi
untuk membantu masyarakat miskin serta berkurangnya penerimaan negara dari
pajak akibat melemahnya sektor riil menjadi pemicu terjadinya defisit fiskal yang
Keseimbangan Fiskal
(% terhadap PDB)
cukup parah di negara-negara ASEAN+3 (World Bank, 2000).
25
Indonesia
20
Malaysia
15
Philipina
10
Singapura
5
Thailand
0
China
-5
-10
Jepang
-15
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Angka negatif menunjukkan defisit fiskal
Gambar 1
Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode
1993-2010 (persen terhadap PDB).
Terlihat pada Gambar 1, seluruh negara-negara di kawasan ASEAN+3
mengalami pertumbuhan keseimbangan fiskal yang negatif rata-rata sebesar -127,81
persen pada tahun 1998. Kecuali Singapura yang mampu mempertahankan posisi
surplus fiskalnya, ketujuh negara lainnya mengalami defisit fiskal yang cukup parah.
Defisit fiskal terparah dialami oleh Jepang hingga mencapai 10,6 persen yang pada
akhirnya menyebabkan resesi berkepanjangan di negara ini. Thailand yang menjadi
sumber penyebab terjadinya krisis ekonomi menempati posisi kedua dengan defisit
fiskal sebesar 7,1 persen. Sedangkan Singapura walaupun tidak mengalami defisit,
tetapi krisis ini menyebabkan berkurangnya surplus fiskal sebesar 71 persen.
Pada dasarnya kebijakan fiskal ekspansif atau defisit fiskal dimaksudkan
untuk memberikan lebih banyak kelonggaran dana kepada masyarakat dalam
rangka mendorong perekonomian. Namun, kebijakan ini seringkali menjadi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2
kurang efektif ketika tidak didukung oleh situasi atau kondisi yang tepat dan
kebijakan lain yang konsisten, bahkan tidak mustahil kebijakan stimulus fiskal
justru dapat menghambat laju perekonomian. Stimulus fiskal yang semestinya
diharapkan dapat meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi
dengan kebijakan moneter yang akomodatif serta telah mencapai nilai yang relatif
besar dan terjadi dalam jangka panjang, justru dapat menyebabkan hasil yang
kontraproduktif. Defisit fiskal akan menjadi penyebab timbulnya inflasi, defisit
perdagangan, beban utang yang besar dan hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi
yang rendah. Peranan kebijakan fiskal ekspansif menjadi ambigu dalam sebuah
perekonomian (Abimanyu, 2003).
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan suatu negara dalam membiayai
defisit fiskal. Pembiayaan defisit fiskal dengan utang merupakan cara yang paling
banyak digunakan oleh negara-negara dalam upaya mempertahankan kelangsungan
fiskalnya. Selain dengan utang, pembiayaan defisit dapat ditempuh dengan cara
menjual aset negara dan memperoleh bantuan atau grant. Utang pemerintah untuk
menutup defisit tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dampak
dari masing-masing utang tersebut akan berbeda efeknya pada kinerja makro
ekonomi. Karena beban utang meliputi pembayaran atas bunga utang dan cicilan
pokoknya, maka semakin besar utang justru akan semakin membebani anggaran
fiskal yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Pengalaman negara-negara ASEAN+3 yang sebagian besar merupakan Negara
Sedang Berkembang (NSB) ternyata hampir kesemuanya menggunakan utang sebagai
komponen utama pembiayaan defisit. Peranan utang menjadi sangat penting pasca
krisis ekonomi melanda kawasan ini dan berlanjut hingga saat ini dengan persentase
yang lebih kecil. Seperti misalnya utang pemerintah Indonesia meningkat dengan
sangat tajam dari US$55,3 miliar sebelum krisis menjadi US$134 miliar (83 persen
dari PDB) di awal tahun 2000 dan pada tahun 2010 utang tersebut semakin berkurang
yaitu hanya sebesar 27 persen dari PDB.
Mengacu pada salah satu syarat dalam Maastricht Treaty Criterion bahwa
rasio utang terhadap PDB negara-negara Uni Eropa yang ingin menjadi anggota
Economic and Monetary Union (EMU) tidak boleh melebihi 60 persen. Dari
syarat tersebut terdapat dua negara di kawasan ASEAN+3 berada pada kondisi
fiskal yang tidak sustainable yaitu negara Singapura dan Jepang. Seperti terlihat
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
3
pada Gambar 2, rasio utang pemerintah terhadap PDB Jepang sudah berada pada
tingkat yang mengkhawatirkan yaitu sebesar 220,35 persen. IMF menyatakan
bahwa sebenarnya kebijakan utang sangat relevan digunakan untuk mengatasi
permasalahan fiskal khususnya di Negara Sedang Berkembang (NSB), selama masih
berada pada level aman. Level utang yang aman bagi sebuah negara didefinisikan
sebagai level utang yang tidak rentan (vulnerable) terhadap krisis, tidak mengancam
pertumbuhan ekonomi, dan tidak mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability).
utang pemerintah
(% terhadap PDB)
250
220,35
200
150
98,88
100
50
55,13
26,71
46,35
45,52
32,14
19,15
0
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
m
Malaysia
e.
co
Indonesia
re
Sumber : World Bank (2012)
w
.p
df
4f
Gambar 2 Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 2010
(persen terhadap PDB).
w
w
Kondisi defisit fiskal yang berkepanjangan disuatu negara akan berdampak
tp
://
pada beberapa variabel makro, salah satunya adalah terhadap neraca perdagangan.
ht
Mekanisme yang terjadi adalah ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskal
ekspansioner dengan mengurangi tingkat pajak, maka pendapatan disposibel
masyarakat akan meningkat, sehingga konsumsi pun akan ikut meningkat.
Peningkatan konsumsi membuat permintaan uang oleh masyarakat bertambah, tingkat
suku bunga meningkat dan mata uang negara yang bersangkutan mengalami
apresiasi. Terapresiasinya suatu mata uang akan menyebabkan permintaan impor
melambung melebihi ekspornya yang pada akhirnya akan memperburuk neraca
perdagangan atau biasa disebut dengan defisit perdagangan (Krugman dan Obstfeld,
2005).
v2
.0
Neraca perdagangan menggambarkan kegiatan perdagangan barang dan jasa
ee
suatu negara dengan negara lain. Semakin besar volume transaksi perdagangan suatu
PD
F
C
re
at
or
-
PD
F4
Fr
negara, baik ekspor maupun impor, maka dapat dikatakan tingkat keterbukaan negara
tersebut semakin tinggi. Dalam dekade terakhir tingkat keterbukaan ekonomi dan
kinerja perdagangan di negara-negara ASEAN+3 terus mengalami peningkatan yang
4
signifikan. Pangsa perdagangan terhadap PDB pada tahun 2008 telah mencapai ratarata sebesar 142,09 persen (World Bank, 2010). Tingkat keterbukaan ekonomi yang
tinggi, membuat neraca perdagangan di negara-negara ASEAN+3 menjadi variabel
yang sangat penting untuk diperhatikan. Seperti terlihat pada Tabel 1 kondisi neraca
perdagangan negara-negara ASEAN+3 mengalami fluktuasi yang cukup besar dari
tahun ke tahun. Ketika terjadi guncangan terhadap neraca ini, sangat dimungkinkan
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Tabel 1 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 2000-2010 (persen terhadap PDB)
Tahun
Negara
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Indonesia
9,8
8,1
10,5
8,3
6,3
7,3
4,7
4,2
5,4
4,0
1,1
2,8
1,6
Malaysia
22,0
25,1
19,2
17,4
17,3
19,7
20,4
22,8
22,6
20,6
23,2
21,5
17,8
Philipina
-9,1
-3,9
-2,0
-6,7
-8,9
-7,5
-5,5
-5,6
-1,8
-0,1
-2,5
-1,1
-1,8
Singapura
21,7
17,2
12,9
15,6
17,5
27,9
25,7
29,4
29,8
32,3
20,9
23,6
28,1
Thailand
15,9
12,6
8,6
6,5
6,7
6,8
4,9
-1,1
3,5
8,4
2,6
10,6
7,4
China
4,3
2,7
2,4
2,1
2,6
2,2
2,6
5,5
7,7
8,8
7,7
4,4
3,9
Jepang
1,9
1,6
1,5
0,6
1,3
1,6
1,9
1,4
1,3
1,7
0,2
0,3
1,2
Korea
12,9
6,7
2,9
2,3
1,5
2,3
4,2
2,7
1,4
1,5
-1,2
3,7
2,8
Sumber : World Bank (2012)
Angka negatif menunjukkan defisit perdagangan.
Perekonomian dunia kembali mendapatkan guncangan ketika terjadi krisis
keuangan global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008. Hanya dalam
hitungan bulan, dampak krisis tersebut langsung dapat dirasakan oleh hampir
seluruh negara di dunia, tak terkecuali negara-negara ASEAN+3. Kebijakan
negara-negara maju berupa himbauan penggunaan produk-produk dalam negeri
berdampak pada penurunan permintaan produk ekspor negara-negara yang
menjadi mitra dagangnya, sehingga mengakibatkan terganggunya neraca
perdagangan. Terlihat pada Gambar 3, pertumbuhan volume ekspor barang dan
jasa seluruh negara-negara ASEAN+3 mengalami penurunan yang cukup tajam
pada tahun 2009. Diantara negara-negara ASEAN+3, Jepang mengalami
penurunan pertumbuhan volume ekspor yang paling signifikan yaitu sebesar 33,10
persen. Hal ini disebabkan kemajuan perekonomian Jepang yang memang
sebagian besar bertumpu pada kegiatan ekspor, khususnya produk mesin, terutama
ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
5
Pertumbuhan volume ekspor
(%)
40
Indonesia
30
Malaysia
20
Philipina
10
Singapura
0
Thailand
-10
China
-20
Jepang
-30
Korea
-40
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 3 Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara di kawasan
ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen).
1.2 Rumusan Masalah
Hubungan defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia.
Terdapat sebuah persepsi yang menyatakan bahwa defisit fiskal yang terlalu besar
dan dalam waktu yang relatif lama dapat memengaruhi variabel moneter yang
kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan kondisi makro ekonomi
suatu negara seperti inflasi yang tinggi, defisit perdagangan, kewajiban utang yang
besar dan pertumbuhan ekonomi yang rendah (Abimanyu, 2003).
Beberapa penelitian mengenai pola hubungan defisit fiskal dan defisit
perdagangan, yang lebih dikenal dengan istilah twin deficit menemukan hasil yang
berbeda pada masing-masing negara. Secara teori terdapat empat kemungkinan pola
hubungan kedua defisit tersebut. Pertama, pola hubungan yang menyatakan bahwa
defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan, yang berarti mendukung twin
deficit hypothesis (TDH). Pola hubungan yang kedua bahwa kedua defisit tersebut
tidak berkaitan satu sama lain, saling terpisah atau lebih dikenal dengan istilah
Ricardian equivalence hypothesis (REH). Pola hubungan ini biasanya ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang bertanda negatif. Pola hubungan ketiga arahnya
berkebalikan dengan pola hubungan pertama, yaitu defisit perdagangan menyebabkan
defisit fiskal, dapat dikatakan bahwa negara tersebut menganut trade targeting.
Sedangkan pola hubungan terakhir menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas
dua arah atau bi-directional antara defisit fiskal dan defisit perdagangan.
Ketidakpastian pola hubungan kedua defisit tersebut bergantung pada
kebijakan yang sedang dijalankan, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
6
moneter serta kondisi perekonomian masing-masing negara. Langkah apa yang
digunakan dalam pembiayaan defisit, rezim nilai tukar yang sedang dianut serta
target inflasi yang ditetapkan adalah contoh beberapa kebijakan yang diterapkan
oleh suatu negara. Ketika pola hubungan kedua defisit sudah dapat dipastikan,
maka perumusan kebijakan yang tepat dapat dilakukan. Hal ini diperlukan karena
kehadiran
kedua
defisit
tersebut
dalam
perekonomian
dianggap
dapat
mengganggu kestabilan kondisi perekonomian suatu negara dalam jangka panjang
(Edwards, 2001).
Beberapa penelitian mengenai masalah ini diantaranya dilakukan oleh Corsetti
dan Muller pada tahun 2005. Penelitian ini menguji hubungan antara kedua defisit
dengan data triwulanan periode 1979:1-2005:3 pada empat negara maju yaitu
Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris. Kesimpulan yang didapatkan, defisit
fiskal pada tiga negara yaitu Kanada, Australia dan Inggris tidak menyebabkan defisit
perdagangan. Sedangkan pola hubungan satu arah yaitu defisit perdagangan
menyebabkan defisit fiskal terjadi di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan
pemerintah Amerika Serikat menggunakan penerimaan fiskal mereka untuk menutupi
defisit perdagangan atau disebut trade targeting. Sedangkan Baharumshah, Lau dan
khlid mengadakan penelitian tentang fenomena twin deficit di ASEAN-4 pada tahun
2006 dengan metode VAR. Didapatkan hasil bahwa pola hubungan antara kedua
defisit berbeda di masing-masing negara. Di Thailand defisit fiskal menyebabkan
defisit perdagangan, sementara di Indonesia defisit perdagangan menyebabkan defisit
fiskal. Sedangkan hubungan dua arah atau bi-directional antara defisit fiskal dan
defisit perdagangan terjadi di negara Malaysia dan Filipina.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatima, Ahmed dan Rehman
(2011) mengenai dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan
menemukan hasil bahwa defisit fiskal di negara ini menyebabkan penurunan
pertumbuhan
ekonomi.
Sedangkan
penelitian
mengenai
hubungan
defisit
perdagangan dan krisis mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dengan sampel 67
negara telah dilakukan oleh Abmann pada tahun 2008. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut ditemukan bahwa kedua krisis, yaitu defisit perdagangan dan krisis mata
uang, mempunyai efek yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai pola
hubungan antara defisit fiskal dengan defisit perdagangan, serta dampak keduanya
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
7
terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 mutlak diperlukan agar
kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Penelitian ini
melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan menguji
dampak kedua defisit sekaligus terhadap pertumbuhan ekonomi dengan faktorfaktor pendukung lainnya. Kajian-kajian ilmiah tentang negara-negara ASEAN+3
diperlukan untuk menambah literatur yang ada sehingga dapat mendorong
pencapaian stabilitas kawasan yang semakin kokoh dan integrasi ekonomi yang
semakin kuat. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan
pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3?
2.
Bagaimana dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara
di kawasan ASEAN+3?
3.
Bagaimana dampak defisit fiskal dan defisit perdagangan terhadap
pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Menganalisis keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3;
2.
Menganalisis dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negaranegara di kawasan ASEAN+3;
3.
Menganalisis dampak defisit fiskal dan defisit perdagangan terhadap
pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.
Memperoleh gambaran dan informasi yang lebih jelas mengenai dampak
defisit fiskal terhadap defisit perdagangan, serta dampak kedua defisit
terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3;
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
8
2.
Menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat
untuk menanggulangi dampak dari defisit fiskal dan defisit perdagangan bagi
perekonomian di masa yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup delapan negara di kawasan
ASEAN+3 yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand,
China, Jepang dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari tahun
1993-2010. Periode penelitian ini diambil untuk mengetahui dampak krisis
ekonomi dan krisis keuangan global terhadap pertumbuhan ekonomi negaranegara ASEAN+3. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab
permasalahan penelitian, dari kombinasi data tahunan (time series) di negaranegara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel
untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Mengacu pada hasil penelitian Achsani dan Siregar (2010), maka kedelapan
negara tersebut diatas dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1.
Kelompok I (the big economy) : Singapura, China, Jepang dan Korea;
2.
Kelompok II (the new industrialized countries) : Malaysia dan Thailand;
3.
Kelompok III (the new Asian tiger) : Indonesia dan Filipina.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan Pemerintah
Pemerintah adalah satu institusi yang dapat melakukan beberapa hal lebih
baik dari swasta atau individu. Pemerintah melalui kebijakan fiskal mempunyai
tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi, fungsi stabilisasi dan fungsi distribusi.
Fungsi alokasi berkaitan dengan cara pemerintah membelanjakan anggarannya
secara efektif dan efisien ditinjau dari sudut sektoral maupun daerah. Fungsi
stabilisasi berkaitan dengan penentuan arah pertumbuhan dalam mencapai
kestabilan perekonomian nasional yang mengarah pada pemanfaatan sumberdaya
secara penuh (full employment).
Sedangkan fungsi distribusi bertujuan untuk menghasilkan distribusi
kekayaan dan pendapatan yang merata antar golongan ekonomi dalam
masyarakat, karena kekuatan dan mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah
dapat mewujudkannya. Distribusi pendapatan yang relatif merata merupakan satu
fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara umum. Tugas pemerintah
adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih merata di
antara kelompok-kelompok masyarakat. Analisis Keynes dalam The General
Theory, mengemukakan
perpajakan dan
bahwa pemerintah dapat menggunakan kekuatan
pengeluaran untuk meningkatkan pengeluaran agregat dalam
resesi dan depresi. Pemerintah dapat memengaruhi perekonomian makro melalui
dua saluran kebijakan: kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal
merujuk kepada perilaku pemerintah di bidang pengeluaran dan perpajakan,
dengan kata lain kebijakan anggarannya. Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas
tiga kategori, yaitu:
a.
kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atau barang dan jasa;
b.
kebijakan yang menyangkut perpajakan, dan
c.
kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer (seperti kompensasi
pengangguran, tunjangan keamanan sosial, pembayaran kesejahteraan, dan
tunjangan veteran) kepada rumah tangga.
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai
pelaku sektor publik. Pada prinsipnya kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
10
mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal dalam hal
penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengukur mobilisasi
sumber dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Perpajakan
mempunyai tujuan ganda, yaitu menyediakan dana untuk kepentingan umum dan
memengaruhi tingkah laku ekonomi. Tingkat pajak dapat ditingkatkan untuk
menurunkan permintaan apabila ekonomi sedang baik dan diturunkan kalau ingin
meningkatkan permintaan pada waktu resesi. Berdasarkan sisi pengeluaran, dilihat
penggunaan dari dana yang diperoleh, yang ditujukan untuk mendukung
tercapainya sasaran dan tujuan negara.
Sumber-sumber penerimaan negara antara lain dari pajak, penerimaan
bukan pajak serta bantuan/pinjaman dari luar negeri. Pengeluaran dibagi menjadi
dua kelompok besar yakni pengeluaran yang bersifat rutin seperti membayar gaji
pegawai dan belanja barang serta pengeluaran yang bersifat pembangunan. Secara
umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan
terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang
tercantum dalam APBN (Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara).
2.2 Defisit Fiskal
Selisih antara penerimaan dan belanja pemerintah akan membentuk
tabungan ataupun defisit yang tergantung besaran nilai selisihnya. Tabungan
terbentuk apabila penerimaan pemerintah lebih besar daripada belanjanya. Jika
belanja pemerintah lebih besar daripada penerimaannya maka negara tersebut
akan mengalami defisit fiskal. Secara identitas, menurut Musgrave (1980) konsep
surlus/defisit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
GB = [R + G] – [E + (L – Re)] …………………………………………….. (2.1)
dimana :
GB
= Government Balance, defisit jika (-) dan surplus jika (+);
R
= Revenue (penerimaan/pendapatan pemerintah);
G
= Grant (hibah);
E
= Expenditure (pengeluaran/belanja pemerintah);
L
= Lending (pemberian pinjaman/piutang);
Re
= Repayment (pembayaran kembali utang).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
11
Pembiayaan defisit fiskal dapat dilakukan melalui dua sumber, yaitu
pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Pembiayaan dalam negeri adalah
semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan non perbankan dalam negeri
yang meliputi penerbitan obligasi pemerintah atau surat utang negara, privatisasi
BUMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan luar negeri bersih
adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri
yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan
pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.
Efek yang ditimbulkan dari kedua sumber pembiayaan tersebut akan
berbeda. Pertama, ketika defisit fiskal didanai melalui pinjaman yang bersumber
dari sistem perbankan dalam negeri, maka sistem perbankan akan dipaksa untuk
mengurangi pemberian kredit kepada sektor swasta sebagai akibat dari pemberian
kredit kepada pemerintah. Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah “crowding
out effect”. Kedua, pinjaman dalam negeri non-perbankan dengan cara
mengeluarkan obligasi pemerintah atau surat utang negara (SUN) yang dijual
kepada masyarakat atau dunia usaha di dalam negeri. Melalui metode pembiayaan
ini, pemerintah dapat memperoleh dana pinjaman tanpa menimbulkan dampak
peningkatan uang primer yang dapat menimbulkan inflasi. Tetapi seperti halnya
dengan pinjaman dari sistem perbankan, metode pembiayaan yang demikian
dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif (crowding out effect) terhadap
dunia usaha, karena pemerintah akan berkompetisi dengan dunia usaha dalam
mencari pembiayaan untuk investasi pada sumber yang sama. Pemerintah juga
harus menawarkan tingkat bunga yang kompetitif agar masyarakat dan dunia
usaha tertarik untuk membeli dan memegang obligasi yang dikeluarkan
pemerintah. Hal ini cenderung akan mendorong suku bunga pasar semakin
meningkat. Untuk dapat memanfaatkan metode pembiayaan ini secara optimal,
sebagai prasyarat, diperlukan faktor penunjang yaitu tersedianya pasar keuangan
atau pasar obligasi yang memadai (Widodo, 2003).
Dan ketika defisit perdagangan dibiayai oleh pinjaman dari luar negeri maka
efek yang ditimbulkan akan berbeda. Walaupun tidak bersifat non-nflationary dan
tidak menyebabkan crowding-out, pembiayaan dengan pinjaman luar negeri dapat
menjadi pemicu terjadinya krisis neraca pembayaran. Kenaikan suku bunga
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
12
pinjaman di luar negeri dan terdepresiasinya nilai tukar domestik akan
mengakibatkan pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri dalam
mata uang domestik akan semakin membengkak.
Menurut Barro (1989) ada beberapa sebab terjadinya defisit fiskal, yaitu :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana
yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara
melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari
pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan
pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan
kesejahteraan warga negaranya.
2. Pemerataan pendapatan masyarakat.
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di
seluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk
pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke
wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah tersebut dapat
menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang
lebih maju.
3. Melemahnya nilai tukar.
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut
akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini
disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara
peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah mengalami depresiasi
terhadap mata uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga
pinjaman yang akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan
pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa
yang dianggarkan semula.
4. Pengeluaran akibat krisis ekonomi.
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sementara
penerimaan pajak akan menurun akibat melemahnya sektor-sektor perekonomian
sebagai dampak krisis tersebut, padahal negara harus bertanggung jawab untuk
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
13
menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara
terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin.
5. Realisasi yang menyimpang dari rencana.
Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah
direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat
mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan
proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah,
karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek
tidak bisa berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan proyek lain. Jika hal ini terjadi,
negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai
sesuai dengan rencana semula.
6. Pengeluaran karena inflasi.
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar
harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun
anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan
tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun.
Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga barang berarti biaya
pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggaran tetap sama.
Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program,
sehingga
anggaran
negara
perlu
direvisi.
Akibatnya,
negara
terpaksa
mengeluarkan dana dalam rangka menambah standar harga.
Dampak negatif yang ditimbulkan defisit fiskal terhadap kondisi makro
ekonomi saling terkait satu dengan yang lain. Diantaranya adalah (1) tingkat
bunga akan meningkat, (2) memburuknya neraca perdagangan akibat turunnya
kinerja ekspor, (3) menimbulkan terjadinya inflasi, (4) berkurangnya pendapatan
riil masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya tingkat tabungan dan
konsumsi, (5) pengangguran meningkat, dan (6) turunnya investasi yang disusul
dengan rendahnya pertumbuhan.
2.3 Defisit Perdagangan
Neraca perdagangan hanya terdapat pada negara yang menganut sistem
perekonomian terbuka, karena transaksi-transaksi yang tercakup didalamnya
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
14
merupakan transaksi domestik suatu negara dengan negara lain atau sering disebut
dengan istilah perdagangan internasional. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab
yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber
daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber
daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sementara
menurut Teorema Heckser-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah
negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap
faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu
yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber
daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut.
Neraca perdagangan (trade balance) atau sering disingkat transaksi berjalan
merupakan sebuah neraca khusus yang mencatat transaksi barang dan jasa
internasional serta transfer unilateral bersih dari negara lain. Secara matematis,
definisi CA adalah :
CA = EX – IM + Net …………………………………………………….. (2.2)
dimana:
CA = Current Account atau neraca perdagangan
EX = Ekspor
IM = Impor
Net = Pendapatan dan transfer bersih dari luar negeri
Untuk menyederhanakan, pendapatan dan transfer dari luar negeri diasumsikan
tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap neraca perdagangan. Sehingga
persamaan diatas dapat ditulis ulang menjadi:
CA = EX – IM ……………………………………………………….….. (2.3)
Berdasarkan persamaan (2.8), neraca perdagangan merupakan selisih antara
nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Apabila nilai impor suatu negara
melebihi nilai ekspornya, maka maka negara tersebut mengalami defisit
perdagangan. Suatu negara disebut mengalami surplus transaksi berjalan jika nilai
ekspor lebih besar daripada nilai impornya.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
15
2.4 Hubungan Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan
Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan dapat dijelaskan secara
lengkap melalui persamaan pendapatan nasional pada perekonomian terbuka.
Persamaan tersebut dapat dituliskan :
Y = C + I + G + X – M …………………………………………… (2.4)
dimana Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi swasta, I adalah
investasi swasta, G adalah pengeluaran pemerintah, X adalah ekspor barang dan
jasa serta M adalah impor barang dan jasa. Pada sisi lain tabungan swasta
merupakan bagian dari pendapatan disposibel yang tidak digunakan untuk
membiayai konsumsi.
S = Y – T – C …………………………………………………….. (2.5)
dimana T adalah tingkat pajak. Dengan pengaturan ulang kedua persamaan diatas,
didapatkan persamaaan :
Y – T – C = I + G – T + X – M ………………………………….. (2.6)
S = I + G – T + X – M ………………....……………...... (2.7)
(X – M) = (S – I) + (T – G) …………………....………………. (2.8)
Persamaan diatas menunjukkan neraca perdagangan berhubungan dengan
keseimbangan fiskal melalui perbedaan tabungan dan investasi swasta. Ketika
pemerintah mengalami defisit fiskal (T–G < 0), dengan asumsi gap antara
tabungan dan investasi swasta tetap, maka akan menghasilkan defisit perdagangan
(X–M < 0). Tetapi ketika defisit fiskal dapat dibiayai dengan surplus sektor
swasta, dengan tingkat tabungan lebih besar dari investasi, maka hal ini tidak akan
menimbulkan defisit perdagangan (Afonso dan Rault, 2008). Sementara surplus
transaksi berjalan terjadi ketika tabungan nasional lebih besar dari investasinya.
Ketika terjadi defisit fiskal yang mengurangi tabungan nasional, maka akan
mengurangi investasi atau mengurangi ekspor neto ataupun mengurangi
keduanya. Terdapat empat kemungkinan pola hubungan twin deficits, yaitu :
1. Tidak terdapat hubungan antara defisit fiskal dan defisit perdagangan.
Pandangan ini sering disebut dengan Ricardian Equivalence Hypothesis
(REH). Mengacu pada persamaan (2.8) bahwa penurunan tingkat pajak sekarang
akan diasumsikan sebagai penundaan tingkat pajak pada masa depan. Sehingga
masyarakat akan menambah tingkat tabungan dengan mengurangi konsumsi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
16
sekarang untuk membayar peningkatan pajak di masa depan. Penurunan tabungan
pemerintah akan di offside dengan peningkatan tabungan swasta, sehingga
tabungan nasional tidak akan mengalami perubahan. Kehadiran defisit fiskal tidak
akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan ketika negara tersebut mempunyai
tingkat tabungan yang tinggi (Barro, 1989).
2. Defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan.
Dengan asumsi gap tabungan dan investasi tetap, maka defisit fiskal akan
menyebabkan defisit perdagangan. Pandangan ini lebih dikenal dengan
Keynessian Proposition. Defisit fiskal akan meningkatkan penyerapan domestik,
sehingga akan memperluas impor dan memperburuk defisit perdagangan. Jadi
defisit fiskal akan menyebabkan peningkatan pengeluaran domestik terhadap
barang luar negeri, akan menekan ekspor ke bawah dan meningkatkan impor.
Pandangan ini disebut dengan Twin Deficit Hypothesis.
Hal ini juga dapat dijelaskan menggunakan analisis Mundell-Fleming
framework, pada rezim nilai tukar mengambang dengan asumsi perekonomian
terbuka kecil dan mobilitas modal sempurna. Defisit fiskal akibat peningkatan
pengeluaran pemerintah atau penurunan tingkat pajak, akan mendorong ke atas
tingkat suku bunga, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
(a) Model IS-LM
r
(b) Aliran Modal Keluar Neto
r
LM
1
2
CF (r)
4
3
Aliran modal
keluar netto, CF
Output, Y
(c) Pasar Valuta Asing
Kurs, e
5
6
Sumber: Mankiw (2006)
NX (e)
Ekspor neto, NX
Gambar 4 Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dan kurs mengambang.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
17
Peningkatan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan terjadinya arus
modal masuk (capital inflows) dan membuat nilai tukar terapresiasi, dan
berdampak pada penurunan daya saing produk domestik di pasar internasional,
impor akan lebih besar daripada ekspor menyebabkan terjadinya defisit
perdagangan. Di bawah rezim nilai tukar tetap, defisit fiskal akan menghasilkan
pendapatan riil yang lebih tinggi dan akan memperburuk kondisi keseimbangan
neraca perdagangan. Pada intinya, kehadiran defisit fiskal akan menyebabkan
defisit perdagangan baik dibawah rezim nilai tukar tetap maupun mengambang
dengan mekanisme yang berbeda (Bose dan Jha, 2011).
Selain itu, twin deficit hypothesis juga akan terjadi ketika institusi fiskal
yaitu pemerintah di masing-masing negara kurang tanggap dalam merespon setiap
surplus atau defisit fiskal yang terjadi. Kebijakan fiskal yang tidak responsif akan
menyebabkan defisit fiskal memengaruhi tingkat suku bunga dan akan berdampak
pada nilai tukar. Perubahan nilai tukar inilah yang rentan menyebabkan defisit
perdagangan (Artana, et.al, 2003).
3. Defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal.
Terjadi ketika defisit perdagangan yang memperlambat pertumbuhan
ekonomi dibiayai dengan peningkatan pengeluaran pemerintah sehingga
menyebabkan defisit fiskal. Sering disebut dengan “trade targeting”. Kasus ini
terutama terjadi pada perekonomian suatu negara yang sangat bergantung pada
aliran modal asing (foreign direct investment) dan posisi anggarannya dipengaruhi
oleh akumulasi hutang yang tinggi. Atau hal ini dialami oleh negara dengan
tingkat keterbukaan yang besar atau tengah melakukan ekspansi pasar sehingga
pemerintah negara yang bersangkutan merasa bahwa neraca perdagangan sangat
penting dan diperlukan suntikan dana yang besar dari pemerintah untuk menutupi
defisit perdagangan yang dialami negara tersebut (Chang dan Hsu, 2009).
4. Hubungan kausalitas dua arah (bi-directional) antara defisit fiskal dan defisit
perdagangan.
Ketika masing-masing defisit saling dependen, dapat saling menyebabkan
satu sama lain, sering disebut dengan Feldstein-Horioka Puzzle. Empat
kemungkinan tipe hubungan twin deficits dapat dilihat pada Gambar 5.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
18
Sumber : Chang dan Hsu (2009)
Gambar 5 Empat kemungkinan tipe hubungan twin deficits.
2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Keynesian
Peran investasi yang merupakan komponen pengeluran pemerintah yang
bersifat pembangunan dapat dipisahkan atas perannya sebagai komponen
pengeluaran agregat dan perannya dalam proses produksi. Investasi merupakan
bagian dari komponen pengeluaran agregat, sedangkan stok kapital fisik
merupakan bagian dari faktor produksi dalam fungsi produksi sektoral atau
agregat. Berdasarkan katagori tersebut, penjelasan teoritis mengenai peran
investasi akan dilihat dari sisi permintaan dalam sebuah model makroekonomi dan
sisi penawaran yang direpresentasikan oleh model pertumbuhan ekonomi. Pada
bagian ini akan diuraikan teori sisi permintaan yaitu model ekonomi makro
Keynesian.
Model ekonomi makro Keynesian merupakan teori yang menjelaskan
fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek dengan menfokuskan perhatiannya pada
sisi pengeluaran agregat. Identitas Produk Nasional Bruto (PNB) standar
Keynesian, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
C + I + G + (X-M) = PNB = C + S + T + Rf …………………… (2.9)
Keterangan:
C
:
total pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap barang dan jasa
I
:
investasi
G :
pengeluaran pemerintah
(X – M) : ekspor bersih barang dan jasa
S
:
tabungan swasta bruto
T
:
penerimaan pajak bersih
Rf :
total pembayaran transfer ke luar negeri
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
19
Identitas di atas menunjukkan bahwa kondisi ekuilibrium dicapai ketika total
pengeluaran agregat sama dengan total pendapatan agregat dan keduanya sama
dengan total nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu
perekonomian. Pada posisi keseimbangan, nilai ekspor bersih sama dengan total
pembayaran ke luar negeri, sehingga kedua komponen ini dapat dikeluarkan untuk
penyederhanaan identitas pendapatan nasional, sebagai berikut:
C + I + G = PNB = C + S + T …………………………………… (2.10)
Seluruh komponen pengeluaran dan pendapatan agregat apabila dideflasikan
terhadap tingkat harga umum yang berlaku, diperoleh identitas pendapatan
nasional dalam nilai riil sebagai berikut:
c + i + g = y = c + s + t ………………………………………… (2.11)
Keterangan:
t = t’y;
t‘ > 0
c = c’yd;
c’ > 0
s = s’yd ;
s’ > 0
i =i ;
g =g;
yd = y – ty;
Pada persamaan penerimaan pajak (t), total pengeluaran konsumsi (c) dan
total tabungan (s) semuanya merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, dengan
kecenderungan tambahan pajak (t’) atau marginal propensity to tax (MPT),
kecenderungan tambahan konsumsi (c’) atau marginal propensity to consume
(MPC) dan kecenderungan tambahan tabungan (s’) atau marginal propensity to
save (MPS) positif tetapi lebih kecil dari satu. Pada persamaan investasi swasta (i)
dan pengeluaran pemerintah (g) diasumsikan sebagai peubah eksogen.
Seluruh komponen pengeluaran agregat apabila disubstitusikan ke sisi
pengeluaran pada persamaan asal akan diperoleh pengeluaran agregat riil sebagai
berikut:
y = c( y − ty) + i + g ........................................................................ (2.12)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
20
Derivasi total pendapatan nasional, y, terhadap komponen-komponen c, t, g dan i
pada persamaan diatas dan menyusunnya kembali akan menghasilkan efek
pengganda (multiplier) pendapatan dari perubahan peubah eksogen investasi
swasta dan pengeluaran pemerintah sebagai berikut:
dy =
1
(di + dg ) ................................................................. (2.13)
1 − c (1 − t )
Pada persamaan diatas, setiap perubahan peubah eksogen investasi swasta
dan pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan perubahan pendapatan nasional
sebesar hasil kali angka pengganda dengan kenaikan komponen pengeluaran
tersebut. Besarnya dampak kenaikan investasi dan pengeluaran pemerintah
tergantung pada MPC dan MPT. Semakin besar MPC dan semakin kecil MPT
maka semakin besar dampak perubahan investasi dan pengeluaran pemerintah
terhadap pendapatan nasional.
2.6 Hubungan Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi
Ada dua kelompok besar yang berbeda pendapat mengenai dampak defisit
fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua kelompok tersebut adalah kaum
Keynesian dan Neoklasik.
2.6.1 Kelompok Keynesian
Kelompok pertama adalah kaum Keynesian yang berpendapat bahwa defisit
fiskal berpengaruh secara positif terhadap perekonomian. Kelompok Keynesian
mengasumsikan bahwa pelaku ekonomi mempunyai pandangan jangka pendek
(myopic), hubungan antar generasi tidak erat, serta tidak semua pasar selalu dalam
posisi keseimbangan. Salah satu ketidakseimbangan terjadi di pasar tenaga kerja,
dan dalam perekonomian selalu terjadi pengangguran. Menurut kaum Keynesian,
defisit anggaran akan menigkatkan pendapatan dan kesejahteraan, dan konsumsi
pada giliran berikutnya. Defisit anggaran yang dibiayai utang, yang berarti beban
pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, akan menyebabkan
peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan yang
siap dibelanjakan akan meningkatkan konsumsi dan sisi permintaaan secara
keseluruhan. Jika perekonomian belum dalam kondisi kesempatan penuh,
peningkatan sisi permintaan akan mendorong produksi dan selanjutnya
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
21
peningkatan pendapatan nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan
pendapatan nasional akan mendorong perekonomian melalui efek multiplier
Keynesian. Karena defisit anggaran meningkatkan konsumsi dan tingkat
pendapatan sekaligus, tingkat tabungan dan akumulasi kapital juga akan
meningkat. Menurut kaum Keynesian secara keseluruhan, defisit fiskal dalam
jangka pendek akan menguntungkan perekonomian.
2.6.2 Kelompok Neoklasik
Kelompok Neoklasik mengkritisi pendapat dari kelompok Keynesian
dengan melakukan perluasan lebih lanjut pada model Keynes, melihat dampak
defisit fiskal dalam jangka panjang. Kelompok ini berpendapat bahwa setiap
individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan
tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit
anggaran dengan
pemotongan pajak akan meningkatkan tingkat konsumsi sepanjang waktu
hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka
panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika seluruh
sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan
menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku
bunga akan mendorong permintaan investasi swasta menurun, sehingga kaum
Neoklasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi kesempatan kerja penuh, defisit
anggaran yang permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur (crowdingout). Sehinggan besaran pengganda pada model Keynes akan berkurang karena
adanya crowding out. Secara umum kaum Neoklasik berpendapat bahwa defisit
anggaran akan merugikan perekonomian dengan mengurangi tingkat pertumbuhan
ekonomi.
Menurut Abimanyu (2003) besaran turunnya dampak pengganda akan
tergantung pada hal-hal berikut:
1.
Sensitivitas investasi terhadap tingkat bunga, naiknya sensitivitas investasi
terhadap tingkat bunga akan menurunkan koefisien pengganda. Namun
demikian, apabila investasi merupakan fungsi positif dari pendapatan, maka
angka pengganda tidak terlalu berpengaruh.
2.
Hubungan antara permintaan uang dengan tingkat bunga dan pendapatan.
Semakin besar pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan uang, akan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
22
semakin menekan besarnya dampak pengganda, sebaliknya dengan kenaikan
pendapatan.
3.
Tingkat keterbukaan ekonomi dan sistem nilai tukar yang digunakan.
Keterbukaan ekonomi menimbulkan peluang substitusi permintaan, dari
domestik menjadi impor, sehingga memperkecil dampak kebijakan fiskal
yang diharapkan. Terkait dengan sistem nilai tukar, sistem nilai tukar
fleksibel yang digunakan dapat meningkatkan crowding out, sehingga
menurunkan efektivitas stimulus fiskal.
4.
Flesibelitas harga berpengaruh secara negatif terhadap besarnya pengganda.
5.
Rational expectation, apabila kebijakan stimulus fiskal ditempuh secara
permanen, maka hal tersebut akan menimbulkan harapan naiknya tingkat
bunga dan menguatnya nilai tukar. Sehingga stimulus fiskal menjadi kurang
efektif, karena mempunyai crowding out yang cukup besar.
2.7 Hubungan Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan nasional dalam sebuah perekonomian terbuka merupakan
penjumlahan belanja domestik dan pengeluaran pihak luar negeri atas barang dan
jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi domestik, dapat dituliskan :
Y = C + I + G + EX – IM ……………………………………………… (2.14)
Persamaan diatas menunjukkan salah satu alasan mengapa transaksi berjalan
penting bagi perekonomian suatu negara. Karena sisi kanan persamaan merupakan
pengeluaran total atas output domestik, maka perubahan-perubahan dalam
transaksi berjalan dapat merubah output atau merubah pendapatan nasional.
Transaksi berjalan juga penting karena ia mengukur arah dan besarnya
pinjaman internasional. Ketika suatu negara mengimpor lebih banyak daripada
mengekspor, maka ia membeli dari pihak-pihak luar negeri lebih banyak daripada
jumlah yang ia jual kepada mereka. Akibatnya negara tersebut mengalami defisit
perdagangan, dan akan membayar impornya dengan menarik pinjaman dari
negara yang mengekspor. Akibatnya suatu negara yang mengalami defisit
perdagangan akan menambah utang luar negerinya sebanyak jumlah defisitnya
tersebut. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kestabilan perekonomian
negara yang bersangkutan (Krugman dan Obstfeld, 2005).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
23
2.8 Hubungan PDB Negara Lain dan Defisit perdagangan
Dengan mengasumsikan bahwa impor suatu negara adalah konstan, maka
variabel yang menentukan kondisi neraca perdagangan hanyalah ekspor. Ekspor
merupakan bagian dari permintaan luar negeri atas barang dan jasa yang
diproduksi domestik. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu variabel yang
memengaruhi ekspor adalah pendapatan atau output negara lain, terutama negara
yang menjadi tujuan utama ekspor negara tersebut. Semakin besar pendapatan
negara tujuan ekspor maka permintaan atas barang dan jasa domestik akan
meningkat. Ketika terjadi peningkatan ekspor, hal ini berarti bahwa neraca
perdagangan akan mengalami surplus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pendapatan atau output negara lain akan memberikan dampak positif terhadap
neraca perdagangan, atau pendapatan negara lain akan mengurangi defisit
perdagangan. Selain pendapatan negara lain, variabel yang memengaruhi ekspor
adalah nilai tukar riil. Yaitu perbandingan harga barang domestik dengan harga
barang di negara lain. Semakin rendah nilai tukar riil, atau mata uang domestik
terdepresiasi, maka semakin murah harga barang domestik sementara harga
barang negara lain semakin mahal, sehingga akan terjadi peningkatan ekspor
(Blanchard, 2005). Persamaan fungsi ekspor dapat dituliskan:
EX = EX ( Y*, ) ………………………………………………………… (2.15)
(+, - )
dimana EX adalah ekspor, Y* adalah output atau pendapatan negara lain dan
adalah nilai tukar riil.
2.9 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan melalui kurva
permintaan agregat. Kurva ini diturunkan dari kondisi keseimbangan pasar barang
dan pasar uang. Keseimbangan pasar barang (kurva IS):
Y = C(Y-T) + I(Y,i) + G ………………………………………………. (2.16)
Keseimbangan ini menunjukkan bahwa total output akan sama dengan total
permintaan barang yaitu jumlah dari konsumsi, investasi dan pengeluaran
pemerintah.
Keseimbangan pasar uang (kurva LM):
………………………………………………………….….. (2.17)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
24
Keseimbangan pasar uang menunjukkan bahwa penawaran uang akan sama
dengan permintaan uang. Pada sisi kiri persamaan kurva LM adalah real money
stock, M/P. Perubahan real money stock dapat disebabkan oleh perubahan uang
nominal, M, yang dilakukan oleh bank sentral dan juga dapat disebabkan karena
perubahan tingkat harga P. Kenaikan tingkat harga sebesar 10 persen akan sama
dampaknya terhadap real money stock dengan penurunan uang nominal sebesar
10 persen. Menggunakan relasi kurva IS dan LM, kita dapatkan hubungan antara
tingkat harga dan tingkat output dari keseimbangan pasar barang dan pasar uang.
Kurva IS downward sloping, peningkatan suku bunga akan menyebabkan
pengurangan output. Sementara kurva LM upward sloping, dengan nilai real
money stock yang telah ditentukan, peningkatan output akan meningkatkan
permintaan uang dan suku bunga akan naik untuk menjaga jumlah permintaan
uang sama dengan penawaran uang. Sehingga keseimbangan awal kedua pasar
adalah dititik A.
Kita lihat efek yang akan ditimbulkan ketika terjadi kenaikan tingkat harga
dari P ke P’. Dengan stok uang nominal yang tetap, peningkatan harga akan
mengurangi real money stock. Hal ini akan menggeser kurva LM ke kiri
disepanjang kurva IS, dan akan mengakibatkan peningkatan suku bunga dari i ke
i’ serta penurunan output dari Y ke Y’. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan
tingkat harga dari P ke P’ akan menyebabkan penurunan output dari Y ke Y’,
sehingga titik keseimbangan bergeser dari A ke A’. Terdapat hubungan negatif
antara output dan tingkat harga, yang ditunjukkan dengan kurva permintaan
agregat downward sloping. Prosesnya dapat dilihat pada Gambar 6.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
25
Sumber: Blanchard (2005)
Gambar 6 Penurunan kurva permintaan agregat.
2.10 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Perdagangan antar negara atau lebih dikenal dengan perdagangan
internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang
yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling
percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli
antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebabsebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi
sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources),
sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.
Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan
dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.
Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat
dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776
dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore,
1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah
negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas
(memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain
dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua
negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
26
melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.
Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative
advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka
kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua
belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam
memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih
kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki
kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif.
Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factorproportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan
proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam
penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema HecksherOhlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor
komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor
komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan
mahal di negara tersebut.
Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan
harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari
teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem)
menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya
penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di
antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan
internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen,
demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan
produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan (Salvatore, 1997).
2.11 Penelitian Terdahulu
Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan sebenarnya telah menjadi
isu yang menarik bagi para peneliti sejak dekade 1980-an ketika terjadi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
27
ketidakseimbangan neraca perdagangan di Amerika Serikat dan Jepang yang
sangat besar. Sementara defisit perdagangan Amerika Serikat mencapai titik
terendah, di lain pihak surplus transaksi berjalan Jepang mencapai titik
puncaknya. Yang menjadi masalah adalah karena surplus ekspor Jepang sebagian
besar bersumber dari pasar Amerika Serikat, sehingga Jepang menjadi sasaran
utama kemarahan penduduk Amerika Serikat.
Beberapa pembuat kebijakan internasional menuding ketidakseimbangan
transaksi berjalan tersebut sebagai penyebab utama meningkatnya defisit anggaran
pemerintah di Amerika Serikat dan mengurangi defisit anggaran pemerintah
Jepang. Dari hasil kajian teori berdasarkan data-data yang tersedia, tanpa
dilakukan pengujian empiris, disimpulkan bahwa di Amerika Serikat defisit fiskal
bukan merupakan penyebab terjadinya defisit perdagangan, tetapi karena ada
faktor lain yaitu lonjakan investasi domestik akibat pemberlakuan keputusan
pemotongan pajak yang memberikan banyak insentif investasi. Sedangkan untuk
kasus negara Jepang didapatkan kesimpulan bahwa perubahan-perubahan dalam
defisit anggaran pemerintah Jepang merupakan faktor penting yang sangat
memengaruhi posisi transaksi berjalannya (Krugman dan Obstfeld, 2005).
Perbedaan hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan di kedua negara
inilah yang menjadi awal kemunculan penelitian-penelitian berikutnya. Penelitian
yang akan dilakukan ini tidak hanya menguji secara empiris hubungan kedua
defisit pada masing-masing negara ASEAN+3, tetapi melakukan pengujian lebih
lanjut tentang dampak yang ditimbulkan oleh kedua defisit terhadap pertumbuhan
ekonomi, secara ringkas kajian penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran
1. Untuk lebih memperjelas, tinjauan penelitian terdahulu dibagi menjadi tiga
bagian:
2.11.1 Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan
Penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah, Lau dan Khalid (2006)
menguji fenomena twin deficits hypothesis di empat
negara ASEAN
menggunakan metode VAR dengan data triwulanan dari tahun 1976:1-2000:4.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara defisit
fiskal dan defisit perdagangan dalam jangka panjang, hubungan tersebut
dijelaskan melalui variabel suku bunga dan nilai tukar. Di Thailand hubungan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
28
yang terjadi adalah defisit fiskal memengaruhi defisit perdagangan, sedangkan di
Indonesia arah hubungan adalah sebaliknya Indonesia menganut trade targeting.
Sementara di Malaysia dan Filipina kedua defisit mempunyai hubungan kausalitas
dua arah atau saling menyebabkan satu sama lain.
Ardiyanto (2006) melakukan penelitian mengenai hubungan defisit
perdagangan dan defisit fiskal di Indonesia. Hasil analisis dengan metode VAR
selama periode 1981-2004 menunjukkan bahwa suku bunga signifikan
memengaruhi kedua defisit. Di Indonesia terdapat hubungan satu arah antara
kedua defisit yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal, sama dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah, Lau dan Khalid pada tahun
2006.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Bartolini dan Lahiri (2006)
dengan menggunakan metode data panel Fixed Effect Model (FEM) pada negaranegara OECD tahun 1972-2003. Variabel yang digunakan adalah defisit fiskal,
defisit perdagangan, konsumsi, tabungan, pertumbuhan penduduk dan hutang.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan defisit fiskal yang terjadi pada negaranegara OECD akan meningkatkan tingkat konsumsi dan mengurangi tabungan
nasional. Selanjutnya peningkatan defisit fiskal sebesar 1 persen akan
menyebabkan defisit perdagangan di negara yang bersangkutan meningkat sebesar
0,6 persen.
Chang dan Hsu (2006) melakukan studi “Causality Relationships Between
the Twin Deficits in the Regional Economy”. Studi ini mengambil 5 negara Eropa
(Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, Swedia), 4 negara macan Asia
(Hongkong, Korea, Singapura, Taiwan) dan Amerika Serikat. Twin deficit
hypothesis terbukti di semua negara yang diteliti, dengan kekuatan hubungan yang
berbeda di masing-masing negara. Dengan obyek penelitian yang jauh lebih
banyak yaitu 176 negara, Abbas et al (2010) melakukan pengujian dengan
menggunakan dua metode ekonometrik yang berbeda sekaligus yaitu VAR dan
panel data. Penelitian ini menggunakan lima variabel yaitu defisit fiskal, defisit
perdagangan, PDB riil per kapita, keterbukaan perdagangan serta keterbukaan
finansial dengan periode waktu dari tahun 1980-2007. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan dua metode ekonometrik yang berbeda ternyata
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
29
memberikan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan yang signifikan
antara kedua defisit. Kenaikan defisit fiskal 1 persen akan meningkatkan defisit
perdagangan sebesar 0,2-0,3 persen.
2.11.2 Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi
Fatima, Ahmed dan Rehman (2011) melakukan penelitian tentang dampak
defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Pakistan dengan
menggunakan data tahunan 1980-2009. Metode yang digunakan adalah persamaan
simultan dan 2 Stage Least Square (SLS) dengan beberapa variabel penelitian
yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor, impor, defisit fiskal, suku bunga,
tingkat inflasi dan pertumbuhan populasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
defisit fiskal menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah di negara
Pakistan. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Adam dan Bevan pada tahun
2002 menggunakan metode data panel pada 45 Negara Sedang Berkembang
(NSB). Variabel yang diteliti meliputi beberapa karakteristik pertumbuhan
ekonomi seperti pertumbuhan pendapatan per kapita, pertumbuhan populasi, rasio
investasi terhadap PDB dan beberapa karakteristik variabel fiskal seperti
penerimaan pajak dan bukan pajak, bunga utang, utang neto, defisit fiskal,
seigniorage. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang non
linier antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan akan meng offside defisit fiskal dan dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan bergantung
pada cara pembiayaan defisitnya, apakah dengan utang atau dengan seigniorage.
Keho (2010) juga melakukan penelitian tentang hubungan kausalitas antara
defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara di Afrika Barat
(WAEMU Countries). Penelitian ini menggunakan metode Granger Causality
seperti yang digunakan oleh Toda dan Yamamoto (1995) dengan data tahunan
dari tahun 1980-2005. Hasil yang didapatkan bahwa pada 3 negara yaitu Cote
d’Ivore, Senegal dan Togo tidak terdapat hubungan kausal antara defisit dan
pertumbuhan (neutrality hypothesis), sementara di Niger terdapat hubungan
kausal satu arah yaitu defisit fiskal menyebabkan penurunan pertumbuhan
ekonomi. Di tiga negara lainnya, Benin, Burkina faso dan Mali, terdapat
hubungan kausalitas dua arah antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi serta
defisit fiskal mempunyai efek yang negatif terhadap pertumbuhan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
30
Gupta et.al (2005) dalam studinya yang berjudul “Fiscal Policy,
Expenditure Composition and Growth in Low Income Countries” dengan metode
analisis Sys-GMM periode 1990-2000 mendapatkan hasil yang konsisten dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara
penyesuaian fiskal dengan tingkat pertumbuhan per kapita. Penurunan 1 persen
rasio defisit fiskal terhadap PDB akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi per
kapita sebesar 0.5 persen.
2.11.3 Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Penelitian yang dilakukan oleh Abmann pada tahun 2008 mengenai dampak
defisit perdagangan dan krisis mata uang di negara-negara OECD memberikan
hasil bahwa kedua variabel yaitu defisit perdagangan dan krisis mata uang
mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu Tolo
(2011) yang melakukan studi tentang “The Determinants of Economic Growth in
the Philippines: a New Look” membandingkan kondisi perekonomian Filipina
dengan 23 negara emerging markets ternyata memperoleh kesimpulan yang sama.
Dengan menggunakan metode panel GMM dan data tahunan dari tahun 19802009, beberapa variabel independen yang diteliti terbukti berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik di Filipina maupun di 23 negara
lainnya. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah investasi, pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan, pertumbuhan populasi, trade openness,
defisit fiskal, defisit perdagangan, ketidakpastian politik, serta frekuensi krisis.
Secara khusus defisit fiskal dan defisit perdagangan mempunyai dampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut.
Sedangkan pola pikir yang berbeda dikembangkan oleh Calderon dan Chong
(2002) dengan meneliti apakah pertumbuhan ekonomi suatu negara mempunyai
pengaruh terhadap kondisi defisit perdagangan di negara tersebut. Dua orang
peneliti ini melakukan penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 44 NSB
dengan menggunakan metode ekonometrik GMM dari tahun 1966-1994.
Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yaitu defisit perdagangan hadir
secara persisten, peningkatan pertumbuhan output domestik akan meningkatkan
defisit perdagangan dan apresiasi mata uang juga akan meningkatkan defisit
perdagangan.
Sementara
PDF Creator - PDF4Free v2.0
tingkat
pertumbuhan
yang
tinggi
di
negara
http://www.pdf4free.com
31
kaya/industrialis
justru
akan
mengurangi
defisit
perdagangan,
karena
bertambahnya permintaan produk ekspor dari negara kaya tersebut.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh Aristovnik (2006) dengan melakukan
pengujian pada negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet tentang hubungan
antara defisit perdagangan dan pertumbuhan output domestik. Hasil yang didapat
sejalan dengan penelitian sebelumnya, yaitu bahwa defisit perdagangan akan
meningkat jika output domestik dan pengeluaran pemerintah meningkat melebihi
batas kewajarannya. Bussiere, Fratzscher dan Muller (2004) dalam penelitiannya
yang berjudul “Current Account Dynamic in OECD and EU Acceding Countries
– an Intertemporal Approach” dengan metode panel GMM juga menyatakan
bahwa negara-negara dengan pendapatan riil per kapita dan rasio investasi
terhadap PDB yang tinggi justru akan meningkatkan defisit perdagangan.
2.12 Kerangka Pemikiran
Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir
sebagaimana disajikan pada Gambar 7. Bermula dari dampak kebijakan fiskal
ekspansif terhadap perekonomian yang ambigu. Disatu sisi peningkatan
pengeluaran
pemerintah
akan
mendorong
agregat
demand
mengalami
peningkatan dan akan meningkatkan output. Sementara disisi lain ketika
pengeluaran pemerintah meningkat secara drastis dalam waktu yang relatif lama
tanpa disertai peningkatan penerimaan pajak
justru akan menghambat
perekonomian (Abimanyu, 2003).
Perdebatan ini semakin menarik, setelah krisis ekonomi 1997 melanda
kawasan Asia. Ketika penanggulangan krisis memerlukan biaya yang sangat
tinggi sementara penerimaan negara mulai berkurang, itulah yang menjadi sumber
permasalahan. Kondisi keseimbangan fiskal terganggu dan menyebabkan
terjadinya defisit fiskal yang cukup parah, khususnya di negara-negara
ASEAN+3.
Defisit fiskal yang berkelanjutan akan berdampak terhadap beberapa
variabel makroekonomi diantaranya adalah neraca perdagangan dan pertumbuhan
ekonomi. Pengujian terhadap hubungan ketiga variabel tersebut dilakukan
menggunakan dua model. Model pertama untuk menguji pola hubungan defisit
fiskal dan defisit perdagangan atau dikenal dengan istilah twin deficit, dengan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
32
variabel tambahan yaitu PDB negara lain, suku bunga dan nilai tukar yang
kesemuanya dalam nilai riil.
Ambiguitas
Kebijakan Fiskal Ekspansif
Menstimulasi
Perekonomian
Menghambat
Perekonomian
Aktifitas Perekonomian Negara-Negara ASEAN+3
Defisit Fiskal
Defisit perdagangan
Tahun Sebelumnya
Keseimbangan
Fiskal Terganggu
G>T
Pertumbuhan Ekonomi
Tahun Sebelumnya
PDB Negara Lain
Inflasi
Suku Bunga
Utang Pemerintah
Nilai Tukar
Dummy Krisis
Defisit
perdagangan
Pertumbuhan
Ekonomi
Implikasi Kebijakan
Kondisi pasca krisis ekonomi
Gambar 7 Kerangka Pemikiran.
Pengujian dengan model kedua untuk melihat dampak kedua defisit tersebut
terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika benar bahwa defisit fiskal menyebabkan
defisit perdagangan (twin deficit hypothesis), maka dampak negatifnya akan jauh
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
33
lebih besar. Hal ini berarti sumber-sumber pendanaan negara baik dari sisi fiskal
maupun sisi perdagangan internasional sudah tidak lagi mampu mencukupi
pembiayaan pembangunan, yang mengindikasikan terganggunya kestabilan
perekonomian di negara yang bersangkutan. Dengan penambahan beberapa
variabel pendukung yaitu inflasi, rasio utang terhadap PDB dan dummy krisis,
dilakukan pengujian dampak kedua defisit terhadap pertumbuhan ekonomi yang
di proksi dengan PDB riil pada masing-masing negara. Setelah dilakukan
pengujian, diharapkan penyusunan kebijakan akan lebih tepat, efektif dan efisien
untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan kedua defisit tersebut terhadap
perekonomian suatu negara.
2.13 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.
Defisit fiskal berpengaruh positif terhadap defisit perdagangan negara-negara
di kawasan ASEAN +3.
2.
Defisit fiskal dan defisit perdagangan berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari World Bank (World Development Indicators, WDI), International
Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB) dan sumber-sumber
lainnya. Untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan serta sumber, penulis
menggunakan literatur yang ada di beberapa perpustakaan. Jurnal-jurnal serta
beberapa buku pedoman juga digunakan untuk menambah wawasan mengenai
permasalahan yang sedang diteliti.
Data yang dikumpulkan merupakan data panel yaitu gabungan antara data
time series yang merupakan data tahunan dari periode 1993 sampai 2010 dan data
cross section negara-negara ASEAN+3 meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, Filipina, China, Jepang dan Korea Selatan. Penggunaan data tahunan
mempunyai keuntungan antara lain: (1) informasi tentang variasi dalam periode
digunakan dalam estimasi; (2) stabilitas parameter estimasi dari waktu ke waktu
dapat diuji; (3) struktur dinamis dari masalah dapat dianalisis dengan
menggunakan variabel lag. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta sumbernya
No.
Variabel
Keterangan
Sumber
1.
2.
3.
4.
PDB Riil (GDP)
Defisit Fiskal (FD)
Defisit perdagangan (TD)
PDB riil negara lain
(GDP*)
Suku Bunga Riil (RIR)
Nilai Tukar Riil (RER)
Indeks Harga Konsumen
(CPI)
Keterbukaan Perdagangan
(TO)
International $ (PPP 2005=100)
Persentase (T-G) terhadap PDB
Persentase (X-M) terhadap PDB
International $ (PPP 2005=100)
World Bank
World Bank
World Bank
World Bank
Persen
Terhadap US$
Tahun dasar 2005, 2005=100
IMF
IMF
IMF
Persentase terhadap PDB
ADB
4.
5.
6.
7.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
36
3.2 Metode Analisis
3.2.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan
mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran. Analisis deskriptif memberikan
pemaparan dalam bentuk tabel, gambar grafik, plot regresi serta uji kausalitas
Granger. Dalam penelitian ini, analisis dengan tabel dan grafik digunakan untuk
memberikan gambaran mengenai potensi kawasan ASEAN+3, perkembangan
defisit fiskal, defisit perdagangan, pertumbuhan ekonomi dan beberapa variabel
pendukung lainnya seperti suku bunga riil, nilai tukar riil, inflasi dan keterbukaan
perdagangan di negara-negara ASEAN+3 selama periode 1993-2010. Sedangkan
plot regresi dan uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat keterkaitan ketiga
variabel yaitu defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada
masing-masing negara ASEAN+3.
3.2.2 Analisis Data Panel
Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang dan waktu, yang
merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu
(time series). Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series
yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah
observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.
Keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara
lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi
yang
lebih
banyak
dan
beragam,
meminimalkan
masalah
kolinieritas
(collinearity), meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) lebih baik
dalam studi dynamics of adjustment; (iv) lebih baik dalam mengidentifikasi dan
mengukur efek yang tidak dapat dideteksi oleh data cross section atau time series
murni; dan (v) dapat digunakan untuk mengonstruksi danmenguji model perilaku
yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni
(Baltagi, 2005).
Kendati demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan
dan keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya apabila data panel
dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Permasalahan tersebut antara
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
37
lain: (i) relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan
time series menimbulkan masalah desain survei, pengumpulan dan manajemen
data, di antaranya coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden
(recall), frekuensi, dan waktu wawancara; (ii) distorsi kesalahan pengamatan
(measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon, seperti
pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain; (iii) masalah
selektivitas, yakni selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang
terus berkurang pada survei lanjutan); dan (iv) cross section dependence yang
dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (missleading
inference).
Analisis data panel umumnya menggunakan data dalam bentuk level dengan
tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian penelitian
menggunakan data dengan series yang mengandung tren, maka perlu dilakukan
pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara variabel dependen
dan variabel independen tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil
pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level, maka harus
dilakukan first differencing untuk menghindari hasil yang misleading. Perlu
diingat bahwa karena data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel,
maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode yang
biasa, tetapi menggunakan panel unit root test. Pengujian ini disarankan oleh
Baltagi (2005) untuk data panel dengan N dan T yang relatif tidak besar.
Hipotesis nol yang digunakan dalam panel unit root test sama seperti pada
pengujian unit root untuk data time series murni, hanya saja statistik yang
digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP). Statistik uji yang digunakan dalam
panel unit root test terdiri dari dua jenis, yaitu common unit root yang terdiri dari
statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung’s test, serta individual unit
root yang terdiri dari statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS), ADF-Fisher test dan
PP-Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang menyatakan bahwa series
data panel tidak mengandung unit root yang berarti sudah stasioner maka langkah
selanjutnya yaitu estimasi model dapat dilaksanakan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
38
Data Panel Statis
Data panel dapat didefinisikan sebagai observasi berulang pada setiap unit
cross section yang sama, yang memiliki karakteristik di mana N > 1 dan T > 1.
Misalkan yit merupakan nilai varabel dependen untuk unit cross section ke-i pada
waktu ke-t dengan i = 1, 2,…, N dan t = 1, 2,…,T. Misalkan terdapat K variabel
penjelas yang masing-masing diberi indeks j = 1, 2,…,K serta dinotasikan sebagai
X , yang menyatakan nilai variabel penjelas ke-j untuk unit ke-i pada waktu ke-t.
Cara yang sering digunakan untuk mengorganisir data panel adalah dengan
menuliskannya ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:
=
;
=
;
=
………………… (3.1)
ÿ
dengan å
menyatakan gangguan acak untuk unit ke-i pada waktu ke-t.
Selanjutnya data tersebut disederhanakan dalam bentuk stack sebagai berikut:
=
;
=
; =
…………………………………… (3.2)
dengan y adalah matriks berukuran NTx1, X adalah matriks berukuran NTxK, dan
å adalah matriks berukuran NTx1. Model standar data panel linier dapat
diekspresikan sebagai
y = X 'â + å …………………………………………………………. (3.3)
dengan â adalah matriks berukuran NT x 1 yang diekspresikan sebagai
=
…………………………………………………………… (3.4)
Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk mengestimasi parameter
model data panel statis. Metode sederhana yang sering digunakan adalah pooled
estimator atau dikenal sebagai metode least square yang umumnya digunakan
pada model cross section dan time series murni. Sebagaimana dibahas
sebelumnya bahwa data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak
dibandingkan data cross section dan time series murni. Akibatnya, ketika data
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
39
digabungkan menjadi pooled data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik
dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section dan time series murni.
Akan tetapi, dengan mengabungkan data maka variasi atau perbedaan, baik antara
individu dan waktu, tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan
tujuan dari digunakannya data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus
penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan
spesifikasi data.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua metode yang biasanya
digunakan dalam pemodelan data panel, yaitu metode efek tetap (fixed effects
model) dan metode efek random (random effects model). Persamaan berikut:
y=
+
……………………………………………………… (3.5)
dengan gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model
sebagai berikut:
=
+
…………………………………………………….. (3.6)
dan diasumsikan bahwa uit merupakan gangguan acak yang tidak berkorelasi
dengan Xit. Sedangkan á i disebut sebagai efek individual (time invariant person
specific effect).
Beberapa aplikasi empiris data panel umumnya melibatkan satu di antara
asumsi mengenai efek individual.Pertama, bila á i diperlakukan sebagai parameter
tetap, namun bervariasi antar i = 1,2,…, N , maka model ini disebut sebagai fixed
effects model (FEM). Model efek tetap umumnya digunakan ketika terdapat
korelasi antara intersep individual dan variabel independen, dan atau ketika N
relatif kecil dan T relative besar. Secara umum model ini dapat diekspresikan
sebagai
=
+
+
……………………………………………. (3.7)
dengan asumsi bahwa uit ~ iid (0,ó ). Penduga dari model ini mampu menjelaskan
perbedaan atau variasi antar individu (differences within individual), karena model
ini memungkinkan adanya perbedaan intersep á pada setiap i. Penduga dari model
ini ditentukan sebagaimana penduga least square dalam regresi namun dalam
bentuk deviasi rata-rata individual. Menurut Verbeek (2000), dugaan untuk
paremeter â dengan menggunakan FEM dapat diformulasikan sebagai
= ó
PDF Creator - PDF4Free v2.0
ó
(
)
ó
ó
(
… (3.8)
http://www.pdf4free.com
40
Sedangkan estimasi untuk intersep á dituliskan sebagai
=
; = 1, . . ,
……………………………………... (3.9)
Matriks kovarian untuk fixed effect estimatorâ , dengan uit~ iid (0,ó ) diberikan
oleh:
[
ó
]=
ó
(
)(
)
……………….. (3.10)
dengan
=
(
)
ó
ó
(
) ……………… (3.11)
Pada dasarnya, FEM lebih menekankan pada perbedaan di antara individu,
yakni menjelaskan bagaimana y berbeda dari y , dan tidak menjelaskan kenapa
y berbeda dari y . Di sisi lain, asumsi parametrik mengenai â menekankan bahwa
perubahan yang terjadi dalam X memiliki pengaruh yang sama, apakah perubahan
dari satu periode ke periode lainnya atau perubahan dari satu individu ke individu
lainnya.
Kedua, bila á diperlakukan sebagai parameter random maka model disebut
sebagai random effects model (REM). Dalam REM, perbedaan karakeristik
individu diakomodasi oleh error dalam model. REM umumnya digunakan bila N
relatif besar dan T relatif kecil. Secara umum model ini dapat diekspresikan
sebagai:
=
+
+
+
……………………………………….. (3.12)
dengan á = á + ô dan memiliki rata-rata nol. Di sini, ô merepresentasikan
gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Beberapa
asumsi yang melekat dalam REM antara lain:
= 0 ………………………………………………………. (3.13)
=
…………………………………………………….. (3.14)
= 0;
, ………………………………………………... (3.15)
=
……………………………………………………. (3.16)
= 0;
, , ………………………………………………. (3.17)
= 0;
= 0;
PDF Creator - PDF4Free v2.0
…………………………………… (3.18)
, , ………………………………………………. (3.19)
http://www.pdf4free.com
41
Untuk menduga REM umumnya digunakan metode generalized least
square (GLS). Misalkan kombinasi error pada Persamaan (3.12) dituliskan
menjadi w = u + ô , dengan
= 0 …………………………………………………………. (3.20)
=
+
=
;
, …………………………………………... (3.21)
;
…………………………………………... (3.22)
= 0;
…………………………... (3.23)
Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk vektor
w = (w , w , … , w )’ maka dapat dituliskan bahwa
= Ù ………………………………………………………. (3.24)
dengan
+
+
Ù=
+
………………… (3.25)
+
Untuk keseluruhan observasi panel, matriks kovarian error w = (w , w , … , w )
dapat diturunkan sebagai:
=
Ù 0 0
0 Ù 0
0 0 Ù
0
0
0
0
Ù
0
0
=
Ù ................................... (3.26)
dengan I menyatakan matriks identitas berdimensi N dan
merepresentasikan
Kronecker product. Misalkan Y pada Persamaan (3.19) direpresentasikan sebagai
vektor stack dari y yang dibentuk dengan pola yang sama dengan w (dengan
struktur yang sama untuk X). Selanjutnya keseluruhan sistem yang dituliskan
sebagai
Y = Xâ + w ……………………………………………………….... (3.27)
dapat diestmasi dengan menggunaan metode GLS. Secara umum pendugaan GLS
untuk persamaan regresi (3.27) memerlukan transformasi untuk menghilangkan
struktur yang tidak baku dari matriks kovarian w w = V. Kemudian dengan
mendefinisikan matriks penimbang P = V
/
dan mengalikannya ke kedua ruas
diperoleh hasil transformasi sebagai berikut:
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
42
=
+
…………………………………………………… (3.28)
atau
=
+
sekarang (
…………………………………………………….. (3.29)
) = (
)= PE (ww’)P= PVP=
Sehingga, penduga GLS pada persamaan regresi (3.27) dapat dituliskan sebagai
=(
)
………………………………………
(3.30)
Data Panel Dinamis
Relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang
bersifat dinamis. Analisis data panel dapat digunakan pada model yang bersifat
dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of
adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lagvariabel
dependen di antara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, model data panel
dinamis adalah sebagai berikut:
=
,
+
+
;
= 1, … , ; = 1, . . ,
………………. (3.31)
dengan ä menyatakan suatu skalar, x menyatakan matriks berukuran 1xK dan â
matriks berukuran Kx1. Dalam hal ini, u diasumsikan mengikuti model oneway
error component sebagai berikut:
=
+
………………………………………………………. (3.32)
dengan µ ~ iid (0, ó ) menyatakan pengaruh individu dan v ~ iid (0, ó )
menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa
literatur disebut sebagai transient error.
Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan
efisiensi, baik pada FEM dan REM, terkait perlakuan terhadap µ . Dalam model
dinamis, situasi ini secara substansi sangat berbeda karena y merupakan fungsi
dari µ maka y ,
juga merupakan fungsi dari µ . Karena µ adalah fungsi dari
u maka akan terjadi korelasi antara variabel regresor y ,
dengan u . Hal ini
akan menyebabkan penduga least square (sebagaimana digunakan pada model
data panel statis) menjadi bias dan inkonsisten, bahkan bila v tidak berkorelasi
serial sekalipun.
Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel
autoregresif (AR(1)) tanpa menyertakan variabel eksogen:
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
43
=
+
,
;
< 1; = 1, . . ,
…………………………… (3.33)
dengan u = µ + v di mana µ ~ iid (0, ó ) dan v ~ iid (0, ó ) saling bebas
satu sama lain. Penduga fixed effect bagi ä diberikan oleh
=
ó
ó
(
ó
ó
dengan y = 1/T ó
)( ,
( ,
,
,
)
)
y dan y ,
………………………………….. (3.34)
= 1/T ó
y,
. Untuk menganalis sifat dari
ä , dapat disubstitusi Persamaan (3.43) ke (3.44) untuk memperoleh:
=
+
)ó
(
(
ó
)ó
(
ó
)( ,
( ,
)
,
,
)
…………………………. (3.35)
Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk N
dan T tetap, bentuk
pembagian pada Persamaan (3.42) tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak
konvergen menuju nol bila N
. Secara khusus, hal ini dapat ditunjukkan
bahwa:
ó
ó
,
,
=
(
)
0.. (3.36)
sehingga, untuk T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten.
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat
digunakan. Arrelano dan Bond menyarankan suatu pendekatan generalized
method of moments (GMM). Pendekatan GMM merupakan salah satu yang
populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari, yaitu: (i) GMM merupakan
common estimator dan memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk
perbandingan dan penilaian; dan (ii) GMM memberikan alternatif yang sederhana
terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood.
Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan.
Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) penduga GMM adalah
asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar, tetapi kurang efisien dalam
ukuran contoh yang terbatas (finite); dan (ii) penduga ini terkadang memerlukan
sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak
(software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM.
Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk
mengestimasi model linear autoregresif, yakni:
1. First-difference GMM (FD-GMM) atau Arrelano and Bond GMM (ABGMM)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
44
2. System GMM (SYS-GMM)
First-differences GMM (FD-GMM)
Untuk mendapatkan estimasi ä yang konsisten di mana N
tertentu,
akan
dilakukan
first-difference
pada
Persamaan
dengan T
(3.33)
untuk
mengeliminasi pengaruh individual (µ ) sebagai berikut:
=
,
,
+
,
,
; = 2, . . ,
…….. (3.37)
namun, pendugaan dengan least square akan menghasilkan penduga ä yang
inkonsisten karena y ,
T
dan v ,
berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan bila
. Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat
menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh, y ,
digunakan sebagai instrumen. Di sini, y ,
tetapi tidak berkorelasi dengan v ,
berkorelasi dengan y ,
, dan v
akan
y,
tidak berkorelasi serial. Di sini,
penduga variabel instrumen bagi ä disajikan sebagai
=ó
ó
ó
(
,
ó
,
)
,
( ,
,
)
……………………………………. (3.38)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah
(
)
ó
ó
,
= 0 ……………….. (3.39)
,
Penduga (3.38) merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh Anderson dan
Hsiao dalam Verbeek (2000). Mereka juga mengajukan penduga alternatif di
mana y ,
y,
digunakan sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen
bagi ä disajikan sebagai
( )
=ó
ó
ó
ó
( ,
,
( ,
,
)(
)
,
)( ,
,
)
………………………….. (3.40)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah
(
)
ó
ó
,
(
,
,
) = 0 ……. (3.41)
Penduga variabel instrumen yang kedua memerlukan tambahan lag variabel
untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan efektif yang digunakan
untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu periode sampel “hilang”).
Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat menyatukan penduga dan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
45
mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari
pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa
1
(
,
1)
=
,
,
=0
,
……………………………………………………………………………. (3.42)
yang merupakan kondisi momen (moment condition). Dengan cara yang sama
dapat diperoleh:
(
[
(
,
ó
)
ó
,
(
,
)(
,
,
,
)=
)] = 0 …………………………………. (3.43)
yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator selanjutnya dikenakan
kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan lebih
banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga. Arellano dan Bond
menyatakan bahwa daftar instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah
kondisi momen dan membiarkan jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu,
mereka mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh
= 0, untuk t=2
=0
= 0, untuk t=3
= 0,
=0
, untuk
t=4
Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya, untuk
memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel yang
lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan
=
………………………………………………. (3.44)
,
,
sebagai vektor tranformasi error, dan
=
0
0
,
0
0
0
0
,…,
PDF Creator - PDF4Free v2.0
…………………….. (3.45)
,
ÿ
http://www.pdf4free.com
46
sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Z berisi instrumen yang
valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh
kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai
= 0 …………………………………………………….... (3.46)
yang merupakan kondisi bagi 1+2+…+T-1. Untuk menurunkan penduga GMM,
Persamaan (3.46) dituliskan sebagai
(
) = 0 ………………………………………….. (3.47)
,
Karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang
belum diketahui, ä akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel
yang bersesuaian, yakni
min [1/ ó
dengan W
(
,
[1/ ó
)]
(
,
)].. (3.48)
adalah adalah matriks penimbang definit positif yang simetris.
Dengan mendifrensiasikan Persamaan (3.58) terhadap ä akan diperoleh penduga
GMM sebagai
((ó
)
,
(ó
,
))
((ó
,
)
(ó
))
.......................................................................................................... (3.49)
Sifat dari penduga GMM (3.56) bergantung pada pemilihan W yang konsisten
selama W
definit positif, sebagai contoh W = 1 yang merupakan matriks
identitas.
Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan
penduga
yang
paling
efisien
asimtotikterkecil bagi ä
karena
menghasilkan
matriks
kovarian
. Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM,
diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks
kovarian invers dari momen sampel (Verbeek,2000). Dalam hal ini, matriks
penimbang optimal seharusnya memenuhi
= [
]
= [
]
……………………… (3.50)
Dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks
kovarian v , matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step
consistent estimator bagi ä dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata
sampel, yakni (two step estimator)
= [1/ ó
PDF Creator - PDF4Free v2.0
]
………………………………… (3.51)
http://www.pdf4free.com
47
Dengan v menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent
estimator.
Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa v ~ iid pada
seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi
tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi
dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan
matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat
dianjurkan
bagi
sampel
autokorelasi pada v
berukuran
kecil)
menekankan
ketidakberadaan
dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis.
Dengan catatan di bawah restriksi
=
2
1
0
=
1
2
0
…
0
…………………….. (3.52)
1
0
1 2
matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai one step estimator
= [1/ ó
]
………………………………………. (3.53)
Sebagai catatan bahwa (3.53) tidak mengandung parameter yang tidak diketahui,
sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila
error v diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi.
Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka
Persamaan (3.40) dapat dituliskan kembali menjadi
=
+
,
+
+
……………………………………. (3.54)
Parameter persamaan (3.54) juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi
variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat
terhadap x , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila
x strictly exogenous dalam artian bahwa x tidak berkorelasi dengan sembarang
error v , akan diperoleh
[
,
] = 0; untuk setiap s dan t ……………………………… (3.55)
sehingga x , … , x
dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan
first difference setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada Z menjadi
besar. Selanjutnya, dengan mengenakan kondisi momen
[
,
] = 0; untuk setiap t …………………………………… (3.56)
Matriks instrumen dapat dituliskan sebagai
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
48
,
0
0
=
,
0
0
,
0
,…,
0
,
……. (3.57)
,
ÿ
Bila variabel x tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus
di mana x
dan lag x
tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan
diperoleh E[x , v ] = 0, untuk s
x,
t. Dalam kasus dimana hanya
, … , x instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t,
kondisi momen dapat dikenakan sebagai
= 0; = 1, … ,
,
1,
……………………………… (3.58)
Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan
predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Z kemudian dapat
disesuaikan.
System GMM (SYS-GMM)
Ide dasar dari penggunaan metode Sys-GMM adalah untuk mengestimasi
sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada level,dimana instrumen
yang digunakan pada level adalah lag first-differences dari deret. Blundell dan
Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial condition dalam
menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel dinamis ketika T
berukuran kecil. Misalkan diberikan model autoregresif data panel dinamis tanpa
regresor eksogen sebagai berikut:
=
,
+
+
…………………………………………… (3.59)
dengan E(µ ) = 0, E(v ) = 0 dan E(µ v ) = 0 untuk i =1, 2,…, N; t = 1, 2,…,T.
Dalam hal ini, Blundel dan Bond memfokuskan pada T = 3, oleh karenanya
hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh E(y
v )=0
sedemikian sehingga ä tepat teridentifikasi (just identified). Dalam kasus ini,
tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan meregresikan y
pada y . Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari Persamaan (3.59) yang
dievaluasi pada saat t=2 dengan mengurangi kedua ruas pada persamaan tersebut,
yakni:
=(
1)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
,
+
+
……………………………………… (3.60)
http://www.pdf4free.com
49
Dikarenakan ekspektasi E(y µ ) > 0, maka (ä
1) akan bias ke atas (upward
biased) dengan
1 =(
dengan c = (1
1)
(
/
)
………………………………….. (3.61)
ä)/ 1 + ä . Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari
variabel instrumen y
mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi
variabel intsrumen tahap pertama akan konvergen ke ÷ dengan parameter noncentrality
=
Karena ô
(
)
0, dengan ä
1 …………………………………… (3.62)
0 maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell
dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga FD-GMM dengan
masalah lemahnya instrumen, yang mana dicirikan dari parameter konsentrasi ô.
3.3
Spesifikasi Model
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka spesifikasi model panel
dinamis dalam penelitian ini mengacu pada dua model utama, yaitu model yang
digunakan oleh Bussiere, Fratzscher dan Muller (2004) dan Tolo (2011). Model
Bussiere,
Fratzscher
dan
Muller
mendefinisikan
keseimbangan
neraca
perdagangan sebagai fungsi dari pertumbuhan output, keseimbangan fiskal,
pendapatan relatif, investasi, konsumsi dan suku bunga. Model tersebut digunakan
dalam penelitiannya “Current Accounts Dynamics in OECD and EU Acceding
Countries, an Intertemporal Approach”” untuk 33 negara di Kawasan Uni Eropa
periode 1980-2002. Sementara itu, model Tolo yang digunakan dalam
penelitiannya “The Determinants of Economic Growth in the Philippines: A New
Look” mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai fungsi dari defisit fiskal,
defisit perdagangan, keterbukaan perdagangan, investasi, ketidakpastian politik
dan frekuensi krisis.
Berdasarkan baseline model tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan dan
penambahan beberapa variabel yang disesuaikan dengan obyek dan fokus
penelitian serta pertimbangan pada ketersediaan data. Akhirnya, model yang
digunakan dalam penelitian ini direpresentasikan ke dalam suatu sistem yang
terdiri dari dua persamaan berikut ini:
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
50
1. Model defisit perdagangan
ÄTD = á ÄTD
+ á ÄFD
á ÄGDP + á ÄRIR
á ÄRER + å …. (3.63)
2. Model pertumbuhan ekonomi
ÄGDP = â ÄGDP
â ÄTD
â ÄFD
â ÄCPI
â ÄTO
â DK1
â DK2 + µ ………………………………………………………. (3.64)
Untuk melihat dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi per kelompok negara, maka digunakan model sebagai
berikut :
1. Model defisit perdagangan
ÄTD = á ÄTD
+ á ÄFD + á ÄFD xD1 + á ÄFD xD2
+á ÄRIR
á ÄGDP
á ÄRER + å ……………………………………..….. (3.65)
2. Model pertumbuhan ekonomi
ÄGDP = â ÄGDP
â ÄCPI
â ÄTD
â ÄTO
â ÄFD
â DK1
â ÄFD xD1
â ÄFD xD2
â DK2 + µ …………..…..… (3.66)
Keterangan:
GDP
= Nilai PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 (international
$ PPP 2005=100), dalam bentuk logaritma natural (ln);
GDP*
= Nilai PDB riil negara lain (international $ PPP 2005=100), dalam
bentuk logaritma natural (ln);
TD
= Defisit perdagangan (persentase terhadap PDB);
TD
= Dugaan defisit perdagangan pada persamaan (3.63), untuk
menghindari adanya simultaneous equations bias;
FD
= Defisit fiskal (persentase terhadap PDB);
RIR
= Suku bunga riil (persen);
RER
= Nilai tukar riil (terhadap US $);
CPI
= Indeks harga konsumen (IHK, 2005=100), dalam bentuk logaritma
natural (ln);
TO
= Keterbukaan perdagangan (persentase terhadap PDB);
DK1
= Dummy krisis 1998 (1= tahun 1998, 0 = selain tahun 1998);
DK2
= Dummy krisis 2009 (1= tahun 2009, 0 = selain tahun 2009);
D1
= Dummy kelompok I (1= Singapura, China, Jepang dan Korea, 0 = negara
lainnya;
D2
= Dummy kelompok II (1= Malaysia dan Thailand, 0= negara lainnya);
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
51
i
= negara (i = 1, 2, 3, ..., 8);
t
= tahun (t = 1993 - 2010);
Tanda +/- dalam persamaan diatas menyatakan hipotesis awal.
3.4 Definisi Variabel Operasional
Definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam model sebagai
berikut:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) riil merupakan total nilai tambah bruto yang
dihasilkan unit produksi yang beroperasi disuatu wilayah negara dalam jangka
waktu tertentu. PDB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai dasar. PDB yang digunakan dalam penelitian ini sudah
disesuaikan dengan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP)
menggunakan dolar internasional dengan tahun dasar 2005.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) riil negara lain yang menjadi tujuan ekspor utama
masing-masing negara ASEAN+3 tahun 1993-2010. Dengan mengasumsikan
bahwa impor tetap, maka salah satu variabel yang memengaruhi ekspor suatu
negara adalah PDB riil negara lain. Negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah
Jepang, negara tujuan ekspor utama China dan Philipina adalah Amerika Serikat,
negara tujuan ekspor utama Malaysia, Thailand, Jepang dan Korea adalah China
sedangkan negara tujuan ekspor utama Singapura adalah Malaysia.
3. Defisit perdagangan adalah keadaan dimana nilai impor suatu negara melebihi
nilai ekspornya. Nilai ekspor dihitung berdasarkan nilai FOB (freight on
board) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti, lisensi,
dan jasa lainnya. Nilai impor dihitung berdasarkan nilai CIF (cost insurance
and freight) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti,
lisensi, dan jasa lainnya.
4. Defisit fiskal adalah keadaan dimana tingkat pengeluaran suatu negara yang
terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan lebih besar dari
penerimaannya (baik dari pajak maupun non pajak).
5. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah disesuaikan dengan inflasi yaitu
suku bunga nominal dikurangi inflasi.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
52
6. Nilai tukar riil merupakan perkalian nilai tukar nominal dengan rasio harga
barang dan jasa dalam US$ dibanding harga barang dan jasa domestik.
Sedangkan nilai tukar nominal sendiri adalah harga mata uang negara-negara
ASEAN+3 terhadap mata uang US$. Peningkatan nilai tukar riil berarti mata
uang domestik mengalami apresiasi, daya saing produk domestik di pasar
internasional turun sehingga menyebabkan penurunan output atau PDB
(Blanchard, 2009).
7. Indeks harga konsumen (IHK) perbandingan nilai konsumsi bulan berjalan
dengan nilai konsumsi pada tahun dasar dikalikan dengan 100. Pada tahun dasar,
IHK akan bernilai 100. Dalam penelitian ini tahun dasar yang digunakan adalah
tahun 2005. IHK dipakai untuk mengukur rata-rata perubahan harga dari suatu
paket komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat/rumah tangga di suatu
wilayah dalam kurun waktu tertentu. IHK digunakan sebagai proksi variabel
inflasi. Sedangkan inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dalam
perekonomian yang berlangsung terus-menerus.
8. Keterbukaan perdagangan dihitung berdasarkan proporsi perdagangan luar
negeri (nilai ekspor ditambah nilai impor) terhadap PDB.
3.6 Prosedur Analisis
Keempat
model
pada
persamaan
diatas
akan
diestimasi
dengan
menggunakan metode data panel statis maupun dinamis. Metode data panel statis
meliputi pooled LS (OLS), fixed effect model (FEM) dan random effect model
(REM). Tahap pertama yang dilakukan adalah uji Chow untuk memilih model
terbaik antara OLS dan FEM. Uji dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dan F-statistik. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : á 1 = á 2 = … = á i (memiliki nilai intercept sama)
H1 : sekurang-kurangnya ada 1(satu) intercept yang berbeda
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil uji, dengan melihat kondisi sebagai
berikut:
• Jika F-hitung
F-tabel maka dikatakan terima H0 (tidak signifikan), artinya
model PLS lebih baik daripada FEM.
• Jika F-hitung > F-tabel maka dikatakan tolak H0 (signifikan), artinya FEM
lebih baik daripada OLS.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
53
Tahap Kedua adalah uji Hausman untuk menentukan model yang lebih baik
antara FEM dan REM. Uji dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai
berikut:
H0: E(ôi | xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat
H1: E(ôi | xit)
0 atau FEM adalah model yang tepat
Sebagai dasar penolakan H0 digunakan statistik Hausman dan membandingkannya
dengan Chi square (÷2). Jika nilai ÷2 hitung hasil pengujian lebih besar dari ÷2
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga
pendekatan yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya.
Ketika lag dari peubah dependen dimasukkan sebagai regresor dalam
regresi, akan mengakibatkan munculnya masalah endogeneity. Sehingga bila
model tersebut diestimasi dengan menggunakan metode data panel statis (FEM
atau REM) akan menghasilkan penduga yang bias dan tidak konsisten. Untuk
memecahkan masalah ini, Arellano dan Bond mengusulkan pendekatan methods
of moments atau yang biasa disebut dengan Generalized method of moments
(GMM) sebagai metode data panel dinamis, yang terdiri dari first differencesgeneralized method of moments (FD-GMM) dan system-generalized method of
moments (Sys-GMM). Pertama, estimasi dilakukan dengan metode FD-GMM,
kemudian dilakukan uji ketidakbiasan, validitas dan konsistensi instrumen yang
digunakan. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa estimasi bias dan tidak
memperoleh instrumen yang valid sekaligus konsisten pada metode ini, maka
akan dilanjutkan dengan penggunaan metode Sys-GMM. Uji validitas dan
konsistensi juga dilakukan pada metode Sys-GMM.
Hasil estimasi tidak bias ketika nilai estimator koefisien lag variabel
dependen berada diantara nilai estimator dengan metode PLS dan FEM. Untuk
menguji validitas instrumen digunakan uji Sargan. Uji Sargan untuk
overidentifying restriction merupakan suatu pendekatan untuk mendeteksi apakah
ada masalah dengan validitas instrumen. Hipotesis nol untuk uji ini menyatakan
bahwa tidak ada masalah dengan validitas instrumen (instrumen valid) dalam
artian bahwa instrumen tersebut tidak berkorelasi dengan error pada model. Hasil
uji yang diharapkan adalah terima H0 pada taraf nyata 5 persen.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
54
Sementara itu, untuk melihat konsistensi hasil estimasi yang dihasilkan
model dapat dilakukan dengan uji autokorelasi menggunakan statistik uji
Arrellano-Bond m1 dan m2. Hipotesis nol dari uji Arelano-Bond adalah terjadi
autokorelasi pada error, dengan hipotesis untuk m1 menyatakan bahwa rata-rata
autocovariance dari error pada ordo 1 adalah nol sedangkan hipotesis untuk m2
adalah rata-rata autocovariance dari error pada ordo 2 adalah nol. Konsistensi
hasil estimasi model ditunjukkan oleh nilai statistik m1 yang signifikan dan nilai
statistik m2 yang tidak signifikan. Seluruh pengolahan data, baik pada model data
panel statis maupun dinamis, akan dilakukan dengan bantuan program komputer
STATA v10.0 dan Eviews 6.0. Pemilihan program ini dikarenakan ketersedian
tools untuk pengolahan data sekaligus pengujian berbagai asumsi yang
disyaratkan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
IV. ANALISIS DESKRIPTIF
4.1 Kerjasama Regional Kawasan ASEAN+3
Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi di
berbagai belahan dunia, khususnya dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini
penting dilakukan masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan
lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia.
Kisah sukses integrasi kawasan dicontohkan oleh Uni Eropa (UE) yang mampu
menyatukan 15 negara Eropa Barat ke dalam satu kesatuan pasar, yang ditandai
dengan diciptakannya mata uang bersama Euro. Keberhasilan EU membentuk
satu pasar tunggal mengilhami ASEAN untuk melakukan hal yang sama. Pada
KTT ASEAN oktober 2002 di Kamboja, PM Singapura Goh Cok Tong
mengusulkan agar tahun 2020 dibentuk apa yang disebutnya sebagai pasar tunggal
ASEAN mencontoh keberhasilan pembentukan pasar tunggal Eropa yang
diberlakukan di kawasan Uni Eropa. Ide ini akhirnya terwujud dengan
ditandatanganinya Bali Concorde II pada tanggal 7 Oktober 2003, yang
menyepakati terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2020 dengan tiga pilar
utama: ASEAN Security Community, ASEAN Economic dan ASEAN SocioCulture Community.
Penyatuan ASEAN ke dalam ASEAN Community ini tentunya akan
membawa dampak yang luar biasa besar, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga
dalam segala aspek kehidupan lainnya. Dari sisi ekonomi misalnya, penyatuan ini
akan menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,5 juta km dengan
populasi sekitar 500 juta jiwa, total perdagangan lebih dari US$ 720 miliar per
tahun serta PDB lebih dari US$ 737 miliar. Sebagai gambaran, kesepakatan
perdagangan bebas ASEAN mampu meningkatkan perdagangan intra ASEAN
dari US$ 43,26 miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 80 miliar pada tahun 1996,
atau dengan rata-rata pertumbuhan 28,3 persen per tahun (ADB, 2007).
Lebih jauh lagi, Mr. Osamu Watanabe (Presiden Organisasi Perdagangan
Luar Negeri Jepang JETRO) memimpikan terjadinya integrasi ekonomi
ASEAN+3 yaitu negara ASEAN ditambah China, Jepang dan Korea. ASEAN+3
akan menghasilkan pasar yang jauh lebih besar dengan populasi lebih dari 3
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
56
milyar manusia, sehingga dampaknya pun akan jauh lebih dahsyat. Berdasarkan
proyeksi Bank Dunia, pada tahun 2020 kelak, delapan dari sepuluh ekonomi
terbesar dunia akan berada di Asia Pasifik. Pernyataan tersebut seakan
memberikan gambaran tentang betapa besarnya pengaruh Asia Pasifik pada
percaturan ekonomi dunia di tahun-tahun
mendatang.
Hal ini tidaklah
mengherankan, apalagi jika melihat Amerika Serikat sebagai negara yang begitu
besar kekuatan ekonominya, kini mulai menunjukkan keterpurukannya, sementara
China yang memang berpenduduk lebih besar dari Amerika Serikat, terus
menunjukkan kemajuan dalam bidang ekonominya. Langkah China ini juga
diikuti oleh negara-negara Asia Pasifik lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan,
yang tingkat perekonomiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Perkembangan perekonomian Cina, Jepang dan Korea Selatan juga
dibuktikan melalui proyeksi ekonomi yang dilakukan The Economist pada 1994
lalu. Menurut The Economist, pada 2020 diperkirakan GDP Cina akan menjadi
140%, melebihi AS (100%) yang pada 1994 menempati posisi pertama. Peringkat
berikutnya akan diduduki oleh Jepang (42%), India (30%), Indonesia (25%),
Jerman (23%), Korea Selatan (21%), Thailand (20%), Perancis (19%), dan
Taiwan (18%). Hal yang menarik ialah bahwa di antara lima besar negara peraih
GDP tertinggi terdapat empat negara Asia (Cina, Jepang, India dan Indonesia) dan
di antara sepuluh besar terdapat tujuh negara Asia. Perkembangan ekonomi Cina,
Jepang, dan Korea Selatan yang dapat dikatakan cukup menjanjikan ini,
mendorong Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya untuk melakukan
perluasan integrasi ekonomi dengan ketiga negara tersebut, melalui suatu wadah
yang dinamakan ASEAN+3. Proses ke arah sana sudah dimulai dengan
ditandatanganinya kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada
29 November 2004, ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) pada 26 Agustus
2006 serta ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) pada 1
Maret 2008.
Untuk keperluan analisis lebih lanjut dalam penelitian ini, negara-negara
ASEAN+3 yang terdiri dari 5 negara anggota ASEAN, China, Jepang dan Korea
Selatan dibagi menjadi 3 kelompok, mengacu pada hasil penelitian Achsani dan
Hermanto (2010). Kelompok pertama beranggotakan negara-negara big-economy
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
57
di kawasan Asia Timur, yaitu Singapura, Jepang, Korea Selatan dan China.
Singapura, Jepang dan Korea adalah negara-negara paling kaya yang bisa menjadi
sumber investasi bagi negara lainnya. Sebaliknya China meskipun bukan negara
kaya, tetapi ia merupakan negara paling menjanjikan di dunia saat ini. China
tumbuh secara konsisten selama dekade terakhir, nyaris tidak terimbas krisis
ekonomi 1998 dan bahkan merupakan tujuan utama foreign direct investment
(FDI) saat ini.
Kelompok II terdiri dari Thailand dan Malaysia, yang keduanya adalah
negara new industrialized countries Asia (NIC). Ekonomi mereka relatif stabil
dan mereka pun relatif cepat keluar dari krisis ekonomi 1998. Sedangkan
kelompok yang ketiga beranggotakan Indonesia dan Philipina, dikenal dengan
new Asian tiger. Keduanya juga termasuk ke dalam kategori NIC. Akan tetapi
kedua negara ini terkena krisis berkepanjangan sejak tahun 1997 dan sampai saat
ini belum juga pulih. Kedua negara juga menghadapi masalah ekonomi yang
sangat besar yang ditandai dengan tingginya tingkat kemiskinan dan
pengangguran serta kurangnya infrastruktur.
4.2 Potensi Ekonomi Kawasan ASEAN+3
Kawasan ASEAN+3 dengan luas wilayah 13,1 juta km
dan jumlah
penduduk mencapai 1,95 miliar orang atau hampir sepertiga penduduk dunia pada
tahun 2010, mempunyai potensi ekonomi yang cukup besar. Salah satu
indikasinya adalah dari nilai total PDB kawasan ASEAN+3 yakni sebesar US$
9,96 trilliun dengan laju pertumbuhan rata-rata 8 persen, jauh diatas laju
pertumbuhan rata-rata dunia yang hanya sebesar 4,2 persen. Potensi ekonomi
masing-masing negara ASEAN+3 selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Jumlah penduduk yang relatif besar di kawasan ini, selain menciptakan
output yang besar, juga berpotensi sebagai pasar barang dan jasa yang
menjanjikan. Sehingga tidak mengherankan jika tingkat keterbukaan ekonomi dan
kinerja perdagangan di kawasan ini mengalami peningkatan yang signifikan,
dapat terlihat dari rata-rata pangsa total perdagangan terhadap PDB cukup tinggi
yaitu sebesar 126,44 persen pada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan aktifnya
kawasan ini dalam perdagangan internasional.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
58
Tabel 3 Potensi ekonomi kawasan ASEAN+3 tahun 2010
Negara
Indonesia
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
Luas Wilayah
(ribu km )
1.905
331
300
1
513
9.600
378
100
Penduduk
(juta jiwa)
240
28
93
5
69
1.338
127
49
PDB
(miliar US$)
274,37
147,25
129,02
165,18
187,49
3.246,01
5.010,03
800,21
Growth
(%)
6,1
7,2
7,6
14,5
7,8
10,4
4,0
6,2
Perdagangan
(% PDB)
47,59
176,80
71,42
394,07
135,14
55,23
29,29
101,99
13.128
1.949
9.959,56
8,0
126,44
134.222
6.895
48.242,1
4,2
58,60
ASEAN+3
Dunia
Sumber : World Bank (2012).
Dari Gambar 8 dapat kita ketahui bahwa perkembangan PDB negara-negara
ASEAN+3 selama kurun waktu 1993-2010 mengalami kenaikan yang signifikan
yaitu rata-rata 144,04 persen dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 5,22
persen. Hal ini berarti dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun, PDB negaranegara ASEAN+3 rata-rata meningkat hampir satu setengah kali lipat.
Pertumbuhan PDB tertinggi selama periode tersebut dialami oleh Philipina
sebesar 413,56 persen, kemudian tiga negara lainnya yang juga mengalami
pertumbuhan PDB diatas 100 persen adalah Thailand (170,96%), Jepang
(137,96%), Indonesia (120,22%), China (107,29%) dan Korea (100,67%).
Indonesia
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
2010
1993
0
1000
2000
3000
4000
5000
PDB konstan 2000 (milyar US$)
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 8 PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993 dan 2010
(US$ miliar).
Selama kurun waktu tersebut di atas negara Jepang adalah negara dengan
pangsa PDB terbesar, yakni mencapai 62,86 persen dari total PDB kawasan
ASEAN+3 atau nilainya sebesar US$ 5,01 triliun pada tahun 2010. Walaupun
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
59
mempunyai nilai PDB terbesar diantara negara-negara ASEAN+3, tetapi justru
laju pertumbuhan Jepang adalah yang terendah yaitu hanya sebesar 1,69 persen
per tahun. Posisi kedua ditempati China dengan pangsa PDB sebesar 21,13
persen, kemudian Korea Selatan (7,67%) dan terkecil adalah Philipina (1,20%)
seperti terlihat pada Gambar 9.
Jepang 62,86
Korea 7,67
Indonesia 2,54
Malaysia 1,36
Philipina 1,20
Singapura 1,39
Thailand 1,86
China 21,13
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 9 Pangsa PDB negara-negara ASEAN+3 terhadap total PDB kawasan
ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen).
Dari sisi pendapatan per kapita, terdapat variasi yang besar di antara negara
ASEAN+3. Singapura merupakan negara dengan pendapatan per kapita tertinggi
yaitu mencapai US$ 51.966 atau lebih dari 13 kali lipat pendapatan per kapita
Philipina dan Indonesia yang hanya sebesar US$ 3.560 dan US$ 3.880 pada tahun
2010. Secara umum peringkat masing-masing negara tidak mengalami perubahan
selama kurun waktu 1993-2010, kecuali peringkat China yang tahun-tahun
sebelumnya berada di bawah Philipina dan Indonesia, sejak tahun 2001 mulai
melesat meninggalkan keduanya. Pendapatan per kapita masing-masing negara
ASEAN+3 selengkapnya disajikan pada Gambar 10.
60000
Indonesia
50000
Malaysia
40000
30000
20000
10000
0
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 10 Pendapatan riil per kapita negara-negara di kawasan ASEAN+3
tahun 1993-2010 (US$)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
60
Selama kurun waktu 1993-2010 terlihat bahwa seluruh negara ASEAN+3
memiliki tren pendapatan per kapita yang meningkat setiap tahun, yaitu rata-rata
meningkat sebesar 96,56 persen. Kenaikan pendapatan per kapita tertinggi
dimiliki oleh China yakni dari US$ 1.507 pada tahun 1993 menjadi US$ 6.816 di
tahun 2010 atau naik sebesar 352,21 persen. Posisi kedua ditempati oleh Korea
Selatan, dengan peresentase kenaikan sebesar 98,51 persen. Kenaikan pendapatan
per kapita di negara ASEAN+3 lainnya cukup signifikan yakni diatas 40 persen
selama periode tersebut, kecuali Jepang yang hanya meningkat sebesar 13,04
persen.
Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 menurut sektor lapangan
usaha menunjukkan bahwa sektor jasa merupakan sektor penyumbang terbesar
pada
perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN+3 yakni rata-rata
mencapai 53,25 persen dari total PDB tahun 2010, kemudian diikuti oleh sektor
industri (38,75%) dan sektor pertanian (8%). Terlihat pada Gambar 11 kelompok
negara maju (kelompok I) struktur perekonomiannya sebagian besar didominasi
oleh sektor jasa yaitu sebesar 61,25 persen (khususnya pada negara Singapura dan
Jepang), sementara kontribusi sektor pertanian sangat kecil hanya sekitar 3,5
persen, bahkan di Singapura kegiatan sektor pertanian sudah tidak ada.
100%
50%
0%
72
28
Singapura
43
47
27
1
Jepang
10
China
Pertanian
58
72
Industri
39
3
Korea
Jasa
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 11 Struktur perekonomian negara maju di kawasan ASEAN+3
menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB).
Pada negara-negara kelompok II dan III (negara sedang berkembang)
memiliki struktur perekonomian yang hampir sama, yaitu didominasi oleh sektor
industri atau sektor jasa dengan kontribusi sektor pertanian yang relatif masih
cukup besar. Kontribusi sektor industri dan sektor jasa hampir berimbang yaitu
masing-masing sebesar 42,25 persen dan 45,25 persen, sedangkan sektor
pertanian masih memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
61
negara-negara pada kelompok ini yaitu rata-rata sebesar 12,5 persen. Indonesia
merupakan negara agraris dengan sumbangan sektor pertanian yang paling besar
diantara negara sedang berkembang di kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu sebesar
15 persen (Gambar 12).
100%
50%
0%
38
45
55
43
47
44
33
45
15
11
12
12
Indonesia
Malaysia
Philipina
Pertanian
Industri
Jasa
Thailand
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 12 Struktur perekonomian negara sedang berkembang di kawasan
ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB).
4.3
Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan
dan Faktor-Faktor Pendukungnya
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu 1993-2010,
sebagaiman disajikan pada Gambar 13, terlihat bahwa negara-negara ASEAN+3
mengalami tingkat pertumbuhan yang bervariasi. Tingkat pertumbuhan tertinggi
adalah China dengan rata-rata mencapai 10,33 persen per tahun, diikuti Singapura
(6,43%), Malaysia (5,57%), Korea Selatan (4,91%), Indonesia (4,46%), Philipina
(4,27%), Thailand (4,07%) dan terakhir adalah Jepang (1,69%).
Pada dekade 1970-an hingga pertengahan 1990-an, negara-negara di
kawasan Asia mempunyai kinerja perekonomian yang sangat baik. Hal ini
ditunjukkan oleh rata-rata laju pertumbuhan PDB yang tinggi, sehingga membuat
banyak investor asing yang tergiur untuk menanamkan modalnya di kawasan
Asia. Namun yang sangat disayangkan, sebagian besar modal asing yang masuk
dalam bentuk investasi jangka pendek dengan tingkat suku bunga yang tinggi.
Tingkat ketergantungan impor dan ketergantungan atas pinjaman luar negeri
termasuk penanaman modal asing yang tinggi membuat perekonomian negaranegara Asia pada umumnya rapuh terhadap guncangan dari pihak luar. Hal inilah
yang menjadi akar permasalahan terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun 19971998. Krisis ini bermula dari negara Thailand, terjadinya capital outflow dalam
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
62
jumlah yang besar yang diikuti dengan terdepresiasinya mata uang Baht, membuat
perekonomian Thailand collapse (Tambunan, 2011).
Dalam jangka waktu yang tidak lama, imbas dari krisis ini menyebar di
hampir seluruh negara-negara di kawasan Asia, termasuk didalamnya negaranegara ASEAN+3. Dampak dari krisis tersebut serta derajat keparahannya
bervariasi antarnegara, tergantung pada banyak faktor khususnya faktor internal
seperti misalnya kesiapan pemerintah maupun bank sentral serta kondisi sektor
perbankan nasional.
Seperti terlihat pada Gambar 13, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
negara-negara ASEAN+3 mencapai level terendah dan bahkan bernilai negatif
pada tahun 1998 yakni sebesar -4,35 persen. Hampir semua negara mengalami
pertumbuhan yang negatif, kecuali China. Pertumbuhan ekonomi China selama
periode tersebut paling kokoh dan terus menempati posisi teratas di kawasan
ASEAN+3. Hal ini disebabkan, pertumbuhan ekonomi China ditopang oleh
investasi asing dan kinerja ekspor yang meningkat secara signifikan dari tahun ke
tahun. Sedangkan negara yang paling parah terkena imbas krisis ekonomi tersebut
adalah
Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi sebesar
-13,1
persen.
Penyebabnya adalah selain dilanda krisis ekonomi, negara ini juga dilanda krisis
multidimensi yaitu gabungan antara krisis perbankan, krisis kepercayaan serta
krisis sosial politik dan keamanan, sehingga efek yang ditimbulkan menjadi
Pertumbuhan Ekonomi
(%)
sangat besar.
20
Indonesia
15
Malaysia
10
Philipina
5
Singapura
0
Thailand
-5
China
-10
Jepang
-15
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 13 Pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode
1993-2010 (persen).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
63
Kebijakan
fiskal
ekspansif
yang
ditujukan
untuk
menstimulasi
perekonomian pasca krisis ekonomi dilakukan oleh negara-negara di kawasan
ASEAN +3. Sebagai contoh pemerintah Indonesia menghabiskan dana sebesar 50
persen dari PDB untuk tujuan tersebut. Hanya Singapura yang masih mampu
mempertahankan keseimbangan fiskalnya dalam posisi surplus pada tahun 1998
yaitu sebesar 4.712 miliar, seperti terlihat pada Tabel 4, dan kondisi surplus fiskal
tersebut berlanjut sampai sekarang.
Tabel 4 Kondisi fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1998 (miliar)
Negara
Penerimaan
- Pajak
IND
MAL
PHI
SIN
THA
CHI
JPN
KOR
156.470
56.710
462,5
43.073
732,4
987,6
58.224
96.673
102.394
45.336
416,6
20.131
641,6
926,3
51.229
78.310
54.014
11.374
45,5
22.942
86,3
61,3
6.995
18.363
- Non Pajak
- Hibah/Bantuan
62
0
0,4
0
4.5
0
0
0
Pengeluaran
172.669
61.713
512,5
38.361
1.034,5
1.188,2
111.926
115.430
- Belanja Rutin
117.527
44.585
467,9
17.256
757,6
909,8
68.559
70.631
- Belanja Modal
55.142
17.128
44,2
10.225
276,9
278,4
43.367
20.359
0
0
0,3
10.880
0
0
0
24.441
-16.199
-5.002
-50
4.712
-328,8
-200,6
-53.702
-18.757
- Net Lending
Surplus/
(
)
Sumber : ASEAN Development Bank (2011).
Singapura memanfaatkan surplus pendapatan dari setiap periode siklus
bisnis untuk menstabilkan neraca fiskal dan neraca perdagangannya. Penerimaan
pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah digunakan untuk
pembangunan-pembangunan barang publik yang esensial bagi masyarakat dan
pelaku bisnis di negara ini. Selain itu, sebanyak 46 persen dari pengeluaran
pemerintah digunakan untuk pembangunan sosial yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas SDM dan 44 persen pengeluaran pemerintah Singapura
ditujukan untuk keamanan dan hubungan eksternal yang dimaksudkan untuk
menjaga agar iklim bisnis di Singapura tetap kondusif. Kebijakan pemerintah ini
mendukung neraca fiskal dan neraca perdagangan di Singapura terjaga
kestabilannya dan tetap pada kondisi surplus (Ministry of Trade and Industry
Singapore, 2010).
Dibandingkan tahun 1993, keseimbangan fiskal semua negara-negara di
kawasan ASEAN+3 pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang negatif
kecuali Korea, yang pertumbuhan fiskalnya meningkat sebesar 133,33 persen
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
64
selama kurun waktu tersebut diatas. Sementara negara Singapura walaupun
mengalami pertumbuhan fiskal yang negatif, tetapi negara ini masih mampu
mempertahankan posisi surplus fiskalnya pada tahun 2010. Surplus fiskal yang
terjadi pada kedua negara yaitu Singapura dan Korea pada tahun 2010, salah
satunya dihasilkan dari pendapatan pajak bahan bakar minyak yang cukup tinggi
(Purwanti, 2011).
Keseimbangan Fiskal
(% terhadap PDB)
20
15
10
1993
5
1998
0
-5
Indonesia Malaysia
Philipina Singapura Thailand
China
Jepang
Korea
2010
-10
-15
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 14 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun
1993, 1998 dan 2010 (persen terhadap PDB)
Defisit fiskal terparah dialami negara-negara di kawasan ASEAN+3 pada
tahun 1998 ketika dilanda krisis ekonomi. Pada tahun 2010, kelima negara yaitu
Indonesia, Thailand, China, Jepang dan Korea telah mampu mengurangi defisit
fiskalnya dengan laju pengurangan sebesar 75,83 persen. Thailand adalah negara
yang berhasil mengurangi defisit fiskal terbesar pada kurun waktu 1998-2010
yaitu sebesar 91,55 persen. Sementara tiga negara lainnya yaitu Malaysia,
Philipina dan Singapura terus mengalami peningkatan defisit hingga tahun 2010
(% terhadap PDB)
seperti terlihat pada Gambar 14.
40
Indonesia
30
Malaysia
Philipina
20
10
0
-10
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 15 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode
1993-2010 (persen terhadap PDB).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
65
Tingkat keterbukaan perdagangan yang tinggi pada negara-negara di
kawasan ASEAN+3 membuat neraca perdagangan, neraca yang mencatat semua
transaksi perdagangan luar negeri, menjadi penting untuk diperhatikan. Selama
kurun waktu 1993-2010, neraca perdagangan negara-negara di kawasan
ASEAN+3 mengalami fluktuasi yang cukup tinggi terutama pada negara-negara
dengan pangsa perdagangan yang tinggi seperti Singapura, Malaysia, Thailand
dan Korea (Gambar 15). Tren pergerakan neraca perdagangan Singapura terlihat
paling fluktuatif dibandingkan dengan negara ASEAN+3 lainnya. Hal ini antara
lain disebabkan oleh tingginya tingkat keterbukaan ekonomi yang dimilikinya,
baik keterbukaan dalam perdagangan maupun finansial, sehingga kinerja
perekonomian negara ini sangat dipengaruhi oleh gejolak perekonomian di tingkat
global. Sementara itu, defisit perdagangan selama kurun waktu tersebut dialami
oleh negara Philipina yang memang sangat bergantung pada produk impor dari
Pertumbuhan volume impor
(%)
negara lain.
80
Indonesia
60
Malaysia
40
Philipina
20
Singapura
0
Thailand
-20
China
-40
Jepang
-60
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 16 Pertumbuhan volume impor negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen terhadap PDB).
Neraca perdagangan kembali mendapatkan guncangan pada tahun 2009
ketika dunia dilanda krisis keuangan global. Dampak dari krisis ini ternyata tidak
hanya mengurangi volume ekspor barang dan jasa, tetapi juga mengurangi volume
impor barang dan jasa negara-negara di kawasan ASEAN+3 (Gambar 16).
Pertumbuhan ekonomi yang lesu membuat daya beli masyarakat melemah,
sehingga permintaan barang dan jasa domestik maupun impor juga menurun.
Indonesia adalah yang mengalami penurunan pertumbuhan volume impor terbesar
yaitu dari 73,50 persen pada tahun 2008 menjadi -25,10 persen pada tahun 2009
atau turun sebesar 134 persen.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
66
Perkembangan perdagangan yang memukau selama kurun waktu 1993-2010
ditunjukkan oleh negara China. Tren perdagangan negara ini mengalami
peningkatan paling pesat dibandingkan negara ASEAN+3 lainnya. Nilai ekspor
China mengalami kenaikan sebesar 1.924,72 persen yakni dari sebesar US$ 86,56
miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 1,75 triliun pada tahun 2010, dan sejak tahun
2004
merupakan
negara
pengekspor
terbesar
di
kawasan
ASEAN+3
menggantikan posisi Jepang.
Selain ketiga variabel diatas yaitu defisit fiskal, defisit perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi, perkembangan variabel-variabel pendukung lainnya pada
periode1993-2010 dibahas secara khusus dibawah ini.
1. PDB Negara Lain
Dengan mengasumsikan impor konstan, maka hanya kegiatan ekspor yang
menentukan neraca perdagangan suatu negara pada posisi surplus atau defisit.
Salah satu variabel yang memengaruhi ekspor adalah pendapatan nasional negara
lain yang menjadi tujuan ekspor utama masing-masing negara di kawasan
ASEAN+3. Negara tujuan ekspor utama Indonesia selama periode 1993-2010
adalah Jepang, negara tujuan ekspor utama Philipina dan China adalah Amerika
Serikat, negara tujuan ekspor utama Singapura adalah Malaysia, sedangkan negara
tujuan ekspor utama keempat negara yang lain (Malaysia, Thailand, Korea dan
Jepang) adalah China. Ketika pendapatan nasional negara yang menjadi tujuan
ekspor utama meningkat, maka permintaan produk ekspor dari negara tersebut
juga akan meningkat, sehingga akan mengurangi defisit perdagangan di negara-
15000
10000
Amerika Serikat
Jepang
5000
China
0
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
PDB konstan 2000
(milliar US$)
negara kawasan ASEAN+3.
Malaysia
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 17 PDB negara tujuan ekspor utama negara-negara di kawasan
ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
67
Pendapatan nasional yang diukur dengan PDB pada keempat negara yang
menjadi tujuan ekspor utama negara-negara ASEAN+3 mempunyai tren yang
meningkat pada periode 1993-2010, terlihat pada Gambar 17. Negara China
mempunyai pertumbuhan PDB paling pesat yaitu sebesar 640,65 persen, disusul
oleh Malaysia sebesar 247,71 persen, Amerika Serikat 124,84 persen dan Jepang
65,63 persen. Hal ini memberikan dampak positif pada meningkatnya nilai ekspor
negara-negara di kawasan ASEAN+3 selama periode tersebut.
2. Suku Bunga Riil
Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh pihak otoritas moneter
dalam mencapai tujuan yang diinginkan adalah suku bunga. Penelitian ini
menggunakan variabel suku bunga riil yang telah mempertimbangkan faktor
inflasi didalamnya. Terlihat pada Gambar 18, suku bunga riil negara-negara di
kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 relatif stabil kecuali Indonesia. Inflasi
yang tinggi di Indonesia akibat krisis ekonomi pada tahun 1998 yaitu sebesar
58,39 persen membuat suku bunga riil bernilai negatif yaitu sebesar -25,6 persen.
15
Suku bunga riil (%)
10
5
0
-5
-10
-15
-20
-25
Indonesia
Malaysia
Phiilipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 18 Suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 19932010 (persen).
3. Nilai Tukar Riil
Nilai tukar riil adalah harga relatif barang-barang di kedua negara, dalam
penelitian ini yaitu antara negara-negara di kawasan ASEAN+3 dengan negara
Amerika Serikat. Dengan demikian, semakin tinggi nilai tukar riil berarti harga
barang-barang luar negeri relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang
domestik. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya transaksi impor di negara
tersebut sehingga memicu terjadinya defisit perdagangan. Nilai tukar riil negaranegara di kawasan ASEAN+3 mempunyai kisaran angka yang berbeda-beda.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
68
Negara Malaysia, Singapura dan China berada pada kisaran angka 1 digit,
Philipina dan Thailand pada kisaran angka 2 digit, Jepang pada kisaran angka 3
digit, Korea mencapai kisaran angka 4 digit atau ribuan sementara nilai tukar riil
yang ekstrim terjadi di Indonesia yaitu pada kisaran angka 5 digit (Gambar 19 dan
Gambar 20).
Nilai tukar riil
(terhadap US$)
150
Malaysia
100
Philipina
Singapura
50
Thailand
0
China
Jepang
Sumber : World Bank (2012)
18000
15000
12000
9000
6000
3000
0
Indonesia
Korea
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Nilai tukar riil
(terhadap US$)
Gambar 19 Nilai tukar riil enam negara di kawasan ASEAN+3 periode 19932010 (terhadap US$).
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 20
Nilai tukar riil negara Indonesia dan Korea periode 1993-2010
(terhadap US$).
Perkembangan nilai tukar riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 terlihat
cukup stabil pada periode 1993-1997. Krisis ekonomi tahun 1998 menyebabkan
pergerakan nilai tukar riil berfluktuasi. Nilai tukar riil semua negara-negara di
kawasan ASEAN+3 melemah atau mengalami depresiasi. Depresiasi terbesar
dialami oleh mata uang rupiah Indonesia dari sebesar Rp 7.381,2/US$ pada tahun
sebelumnya menjadi Rp 16.298,9/US$ pada tahun 2008. Di satu sisi, depresiasi
akan meningkatkan nilai ekspor suatu negara sehingga menciptakan surplus
perdagangan. Tetapi di sisi lain depresiasi membuat cicilan pokok dan bunga
utang luar negeri membengkak sehingga membebani anggaran fiskal negara
tersebut.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
69
4. Inflasi
Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu
negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
ekspor-impor, cadangan devisa, utang luar negeri dan kestabilan nilai tukar.
Sebelum krisis ekonomi melanda Asia pada tahun 1998, inflasi negara-negara di
kawasan ASEAN+3 relatif stabil dan cenderung menurun, kecuali China yang
tingkat inflasinya pada tahun 1994 sebesar 24,2 persen akibat dari kebijakan
pematokan nilai Yuan yang dimulai pada tahun tersebut, terlihat pada Gambar 21.
Kestabilan inflasi memberikan efek positif antara lain berupa kepastian usaha bagi
investor asing yang akan menanamkan modalnya di negara-negara kawasan
Inflasi (%)
ASEAN+3 yang dinilai sangat menjanjikan.
60
Indonesia
50
Malaysia
40
30
20
10
0
-10
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 21 Tingkat inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 19932010 (persen).
Kondisi tersebut diatas bertolak belakang setelah kawasan ASEAN+3
dilanda krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar mata uang negara-negara di
kawasan ASEAN+3 terhadap dolar Amerika (US$) berdampak pada terus
membanjirnya jumlah mata uang domestik yang dilepas di pasaran secara
bersamaan oleh para spekulan, sehingga menyebabkan tingkat inflasi meningkat
tajam rata-rata sebesar 11,01 persen pada tahun 1998 (Junaidi, 2010). Inflasi
terparah lagi-lagi dialami oleh Indonesia yaitu dari 6,2 persen pada tahun 1997
menjadi 58,39 persen tahun 1998. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya tingkat
inflasi di negara ini terus mengalami fluktuasi, sementara inflasi negara-negara di
kawasan ASEAN+3 lainnya relatif stabil dengan kisaran angka dibawah 10
persen.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
70
5. Keterbukaan Perdagangan
Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan keuntungan bagi semua
negara yang terlibat didalamnya. Keuntungan dari perdagangan internasional
diantaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat
efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi serta peluang penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar (Salvatore, 1997). Pangsa perdagangan di kawasan
ASEAN+3 mencapai rata-rata tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 142,09
persen dimana rata-rata pangsa perdagangan dunia hanya sebesar 61,93 persen.
Pada tahun 2009, akibat dari krisis keuangan global, kinerja perdagangan kawasan
Keterbukaan Perdagangan
(% terhadap PDB)
ASEAN+3 mengalami penurunan yaitu mencapai rata-rata sebesar 119,30 persen.
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Indonesia
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 22
Keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3
periode 1993-2010 (persen terhadap PDB).
Gambar
22
menunjukkan
seiring
dengan
mulai
membaiknya
perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN+3 pada tahun 2010, pangsa
perdagangan juga meningkat kembali rata-rata sebesar 126,44 persen. Selama
kurun waktu 1993-2010, pangsa perdagangan terhadap PDB (sebagai indikator
keterbukaan perdagangan) di kawasan ini mengalami kenaikan sebesar 28,93
persen. Tren perdagangan luar negeri yang positif tersebut menunjukkan semakin
lancarnya arus barang dan jasa antarnegara di kawasan ini seiring dengan semakin
berkurangnya hambatan-hambatan dalam perdagangan, baik berupa tarif maupun
non-tarif. Singapura adalah negara yang memiliki derajat keterbukaan tertinggi
diantara negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya. Manfaat dari perdagangan
luar negeri dapat digunakan oleh negara ini untuk membiayai berbagai
pengeluaran pemerintah, sehingga posisi surplus fiskal tetap dapat dipertahankan,
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
71
dalam kondisi sedang dilanda krisis ekonomi maupun krisis keuangan global
sekalipun (Ministry of Trade and Industry Singapore, 2010).
4.4 Keterkaitan Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan
Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3
Keterkaitan defisit fiskal dengan defisit perdagangan dan pertumbuhan
ekonomi dapat ditunjukkan dengan plot regresi maupun uji kausalitas Granger di
masing-masing negara ASEAN+3. Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit
perdagangan di kawasan ASEAN+3, seperti terlihat pada Gambar 23,
menunjukkan seolah-olah tidak ada keterkaitan antara kedua defisit. Pada tahun
1998 ketika kawasan ASEAN+3 dilanda krisis ekonomi, terlihat bahwa arah
pergerakan kedua defisit tidak sama. Biaya penanggulangan krisis yang besar
menimbulkan anggaran pemerintah mengalami defisit, sedangkan disisi lain
depresiasi nilai tukar membuat kinerja ekspor masing-masing negara membaik
dan mampu menciptakan surplus perdagangan sebesar 9,9 persen. Begitupun
ketika krisis keuangan global pada tahun 2009, defisit fiskal yang terjadi ternyata
(% terhadap PDB)
tidak diikuti dengan defisit perdagangan.
15
10
5
0
-5
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Defisit Perdagangan
Defisit Fiskal
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 23 Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit perdagangan kawasan
ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB).
Keterkaitan defisit fiskal terhadap defisit perdagangan di masing-masing
negara ASEAN+3 digambarkan melalui plot regresi kedua variabel selama
periode penelitian (1993-2010). Hasil plot regresi kedua defisit, seperti terlihat
pada Gambar 24, memiliki tanda negatif yang berarti defisit fiskal justru akan
mengurangi defisit perdagangan di semua negara-negara ASEAN+3, kecuali di
negara China. Defisit fiskal di negara ini menyebabkan terjadinya defisit
perdagangan atau berlaku twin deficits hypothesis (TDH). Hubungan positif kedua
defisit di China juga ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi Pearson (yang
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
72
dinyatakan dengan simbol r) bertanda positif dan signifikan pada á 1 persen
sebesar 0,596. Kesignifikanan koefisien ini dapat diartikan bahwa kedua defisit
mempunyai kekuatan hubungan yang erat.
Defisit Perdagangan
Philipina
-5 0
Defisit Fiskal
-4
-2
2
4
0
2
0
-6
-5
-10
r = -0,529*
-15
Defisit Fiskal
Defisit Perdagangan
Thailand
20
10
0
-10
-5
-10
Defisit Fiskal
-15
0
5
4
3
2
1
0
r = -0,088
-10
-5
Defisit Fiskal
20
10
r = -0,837**
-10
-5
0
-10 0
Defisit Fiskal
40
30
20
10
0
5
r = -0,466*
0
10
20
30
Defisit Fiskal
r = -0,821**
-15
30
Defisit Perdagangan
Malaysia
-2
Defisit Perdagangan
Singapura
0
-4
Defisit Perdagangan
Jepang
r = -0,804**
5
0
5
Defisit Perdagangan
China
10
10
r = 0,596**
-6
5
0
-4
Defisit Perdagangan
Korea
Defisit Perdagangan
Indonesia
15
-2
-5
Defisit Fiskal
0
2
15
10
r = -0,121**
5
0
-4
-2
-5 0
2
4
Defisit Fiskal
Sumber : World Bank (2012)
Keterangan :
**
: signifikan pada á 1 %
*
: signifikan pada á 5%
Gambar 24
Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di negaranegara ASEAN+3 periode 1993-2010.
Rezim fixed exchange rate yang dianut negara China membuat defisit fiskal
akan menghasilkan pendapatan riil yang jauh lebih tinggi, sehingga permintaan
baik pada barang domestik maupun impor meningkat yang pada akhirnya akan
memperburuk kondisi neraca perdagangan (Bose dan Jha, 2011). Nilai impor
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
73
barang dan jasa negara China merupakan yang terbesar diantara negara-negara di
kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu mencapai besaran 1,52 triliun US$, sementara
nilai impor negara-negara lainnya hanya mencapai kisaran miliar US$ (World
Bank, 2012).
Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan di masing-masing negara
ASEAN+3 pada periode 1993-2010 juga ditunjukkan dengan uji kausalitas
Granger. Dari kedelapan negara anggota ASEAN+3, tiga negara diantaranya yaitu
Philipina, Singapura dan Thailand mempunyai pola hubungan defisit fiskal tidak
menyebabkan defisit perdagangan. Pola hubungan dua arah atau saling
menyebabkan antara kedua defisit terjadi di negara Indonesia, Malaysia, China
dan Korea, sementara pola hubungan satu arah yaitu defisit perdagangan
menyebabkan defisit fiskal terjadi di negara Jepang (Tabel 5).
Tabel 5
Lag
1
2
3
4
5
Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di
negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010
H
Indonesia
FD TD
TD FD
FD TD
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
0,2143
1,0650
0,4250
1,5331
0,7273
0,9451
0,5622
6,3343**
1,4119
6,2790**
1,1727
0,0011
1,5782
3,9306*
1,7714
8,3287**
0,1411
0,3959
0,1674
0,8111
0,4141
0,2547
2,3685
2,0176
TD FD
1,1642
3,0128*
0,0565
1,0215
1,1926
0,5996
2,1899
3,0133*
FD TD
3,6929*
1,4955
0,2293
0,6555
0,4709
0,0171
2,5799
1,1977
TD FD
2,9402*
1,3977
0,1481
1,2095
0,8277
1,1506
1,7327
4,6849**
FD TD
1,9391
4,5526*
0,2795
0,2686
0,3111
0,7974
2,7926
0,5161
TD FD
0,9774
4,0216*
0,3147
0,4181
0,3781
0,6978
1,5765
1,9768
FD TD
0,8938
3,0058
3,2753
3,4515
0,3846
16,1772*
1,3462
1,8538
TD FD
2,3207
23,9901**
0,1913
0,5773
0,4577
3,4327
39,7284**
2,3585
Keterangan : F statistik yang ditampilkan
**
: signifikan pada á 5%
*
: signifikan pada á 10%
Jepang dalam politik luar negerinya menjadikan hubungan ekonomi sebagai
prioritas utama. Jumlah ekspor Jepang yang tinggi terutama produk-produk
elektronik serta sebagai penyedia sumberdaya kelautan terbesar di dunia membuat
perdagangan luar negeri Jepang meningkat pesat. Tingkat keterbukaan yang tinggi
membuat pemerintah Jepang sangat memerhatikan kondisi neraca perdagangan
sehingga diperlukan suntikan dana dari pemerintah untuk menutup setiap defisit
yang terjadi, sehingga dapat dikatakan negara Jepang menganut trade targeting
(Hook et al, 2005).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
74
15
0
-5
-10
0
5
10
15
-10
r = -0,589**
Defisit Perdagangan
10
Pertumbuhan
Ekonomi
Philipina
r = -0,289
pertumbuhan
Ekonomi
Singapura
-20
5
0
-15
Pertumbuhan
Ekonomi
Malaysia
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia
10
-10
-5
0
-5
5
r = -0,537*
10
5
0
-5 0
10
20
-10
Defisit Perdagangan
20
15
10
5
0
-5 0
r = 0,033
10
Defisit Perdagangan
-10 0
10
20
5
r = 0,054
0
-5
0
5
10
Defisit Perdagangan
20
r = -0,426*
5
0
0
1
2
Defisit Perdagangan
3
Pertumbuhan
Ekonomi
Korea
10
Pertumbuhan
Ekonomi
Jepang
40
10
-20
Defisit Perdagangan
-5
30
15
Pertumbuhan
Ekonomi
China
Pertumbuhan
Ekonomi
Thailand
r = -0,600*
0
-10
20
Defisit Perdagangan
20
10
30
-5
10
r = -0,607**
0
-10
0
5
10
15
Defisit Perdagangan
Sumber : World Bank (2012)
Keterangan :
**
: signifikan pada á 1 %
*
: signifikan pada á 5%
Gambar 25 Plot regresi antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di
negara- negara ASEAN+3 periode 1993-2010.
Sama seperti sebelumnya, hubungan antara defisit perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara ASEAN+3 dapat dilihat melalui
plot regresi maupun uji kausalitas Granger. Permintaan impor yang lebih besar
daripada ekspor atau kondisi defisit perdagangan, sesuai dengan hipotesis awal,
akan mengurangi pertumbuhan ekonomi semua negara di kawasan ASEAN+3
kecuali di negara Singapura dan China. Namun begitu, hubungan positif antara
defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut memiliki
kekuatan yang sangat lemah, ditunjukkan dengan besaran koefisien korelasi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
75
Pearson sebesar 0,033 untuk Singapura dan 0,054 untuk China yang secara
statistik tidak signifikan.
Uji kausalitas Granger pada kedua variabel menemukan pola hubungan dua
arah atau saling memengaruhi. Selain defisit perdagangan memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, sebaliknya juga pertumbuhan ekonomi di negara-negara
ASEAN+3 memengaruhi defisit perdagangan. Salah satu faktor yang menentukan
impor suatu negara adalah pendapatan nasional negara tersebut. Ketika
pendapatan suatu negara tinggi yang berarti mengalami peningkatan pertumbuhan
ekonomi, maka permintaan barang dan jasa negara tersebut baik terhadap produk
domestik maupun produk impor juga akan meningkat. Sehingga benar bahwa
pertumbuhan ekonomi suatu negara akan memengaruhi kondisi neraca
perdagangannya.
Tabel 6
Lag
1
2
3
4
5
Uji kausalitas Granger antara defisit perdagangan dan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010
H
Indonesia
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
G TD
1,0415
0,5586
0,3249
0,0013
6,4045**
4,9101**
0,6983
2,0435
TD G
1,4304
0,1618
0,5371
0,4418
1,8235
0,1523
1,6116
3,8786*
G TD
3,5424*
0,2591
1,2484
0,3632
2,9021*
2,0702
0,7397
0,3927
TD G
0,4846
0,4069
0,4285
3,1477*
0,7181
0,0063
3,4756*
1,6011
G TD
0,2967
0,6579
0,6872
0,1884
1,5144
2,0507
0,2352
0,1297
TD G
1,0116
2,9043*
0,3606
1,8132
1,7823
0,0076
10,8469**
1,3136
G TD
0,1031
0,3111
0,4887
2,9250*
0,9071
1,4993
0,4554
0,6739
TD G
0,6642
0,3441
0,8387
3,5037*
2,0634
0,4592
6,4192**
0,7428
G TD
0,4989
3,2885*
3,1158*
0,2018
1,7401
0,2316
3,1647*
3,4162*
TD G
2,9775*
0,3199
2,9347*
16,4960*
7,8384**
3,0069*
2,0395
7,1748**
Keterangan : F statistik yang ditampilkan
**
: signifikan pada á 5%
*
: signifikan pada á 10%
Pandangan kaum Keynesian yang menyatakan bahwa kebijakan fiskal
ekspansif dalam jangka pendek ditujukan untuk meningkatkan agregate demand
untuk mendorong perekonomian berlaku pada semua negara-negara di kawasan
ASEAN+3. Dalam batas yang aman, defisit fiskal yang dilakukan oleh masingmasing negara terbukti efektif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil plot regresi dan koefisien korelasi Pearson antara defisit
fiskal dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara ASEAN+3
kesemuanya bertanda positif. Hubungan yang sangat erat antara dua variabel,
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
76
yang ditunjukkan dengan tingkat signifikansi, terjadi di empat negara yaitu
10
0
-4
-2
-10 0
2
4
-20
Defisit Fiskal
0
-4
-2
0
-5
Defisit Fiskal
Pertumbuhan
Ekonomi
Thailand
r = 0,535*
-5
10
-5
-10 0
-5 0
20
15
10
5
0
-5 0
r = 0,554**
10
5
-4
-5
Defisit Fiskal
0
5
Pertumbuhan
Ekonomi
Korea
Pertumbuhan
Ekonomi
Jepang
0
-2
0
2
15
5
-5
5
r = 0,682**
Defisit Fiskal
0
-10
30
10
10
-15
20
15
-20
Defisit Fiskal
r = 0,105
5
-10
Defisit Fiskal
Defisit Fiskal
0
-10
-10
2
20
-15
0
Pertumbuhan
Ekonomi
Singapura
Pertumbuhan
Ekonomi
Philipina
-6
5
10
5
10
r = 0,146
15
r = 0,392
Pertumbuhan
Ekonomi
China
Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia
20
r = 0,462*
Pertumbuhan Ekonomi
Malaysia
Indonesia, Singapura, Thailand, China dan Korea.
-6
r = 0,422*
10
5
0
-4
-5 0
-10
Defisit Fiskal
-2
2
4
Sumber : World Bank (2012)
Keterangan :
**
: signifikan pada á 1 %
*
: signifikan pada á 5%
Gambar 26 Plot regresi antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara ASEAN+3 periode 1993-2010.
Uji kausalitas Granger antara variabel defisit fiskal dan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3 juga menemukan hasil yang sama, yaitu
terdapat pola hubungan dua arah atau saling menyebabkan antara defisit fiskal dan
pertumbuhan ekonomi. Defisit fiskal akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi
suatu negara dan sebaliknya tingkat pertumbuhan ekonomi akan memengaruhi
kondisi kesimbangan fiskal suatu negara.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
77
Tabel 7
Lag
1
2
3
4
5
Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di
negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010
H
Indonesia
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
China
Jepang
Korea
G FD
2,1229
1,0426
0,6543
0,4721
24,7009**
3,5354*
0,0224
2,9052*
FD G
0,4076
0,0041
1,1053
0,1597
0,8564
0,2463
0,0983
0,5858
G FD
0,8814
1,2722
0,3660
1,1953
10,5962**
11,5074**
0,0328
1,2172
FD G
0,2745
0,0629
0,4598
0,7890
0,0973
1,1668
0,3346
0,5849
G FD
4,8333**
0,8923
0,4747
1,1564
6,1502**
7,3186**
0,0524
1,0348
FD G
6,8498**
0,5228
0,9742
1,3914
0,5239
0,8065
1,4647
3,3867*
G FD
1,8315
0,4534
0,1758
0,5884
8,0187**
3,9775*
0,2658
1,0139
FD G
4,4851*
0,8719
1,9567
3,9893*
2,9942*
0,3445
3,4028*
0,1813
G FD
3,5813*
2,9871*
2,9568*
3,6532*
2,7994
0,8973
3,6412*
0,9565
FD G
2,3659
6,6343**
4,4607**
47,0496**
0,7654
3,1141
1,3944
1,7805
Keterangan : F statistik yang ditampilkan
**
: signifikan pada á 5%
*
: signifikan pada á 10%
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
V. ANALISIS PANEL DINAMIS
5.1 Uji Stasioneritas Data Panel
Pengujian stasioneritas data merupakan salah satu tahap yang penting dalam
menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung
diantara variabel, sehingga hubungan diantara variabel menjadi valid. Pengujian panel
unit root yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada tingkat level dan first
differencing dan didasarkan pada beberapa statistik uji seperti Levin, Lin & Chu (LLC),
Breitung t-stat, Im, Pesaran &Shin W-stat (IPS), ADF-Fisher Chi-square, dan PP-Fisher
Chi-square seperti yang terlihat pada Tabel 8. Pengujian panel unit root dilakukan pada
semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang dinyatakan dalam persentase:
defisit fiskal (FD), defisit perdagangan (TD), suku bunga riil (RIR), nilai tukar riil (RER),
keterbukaan perdagangan (TO). Sedangkan variabel-variabel lainnya dinyatakan dalam
bentuk logaritma natural: PDB riil (GDP), PDB riil negara lain (GDP*) dan indeks harga
konsumen (CPI).
Tabel 8 Hasil panel unit root test untuk masing-masing variabel
Variabel
Diff
)
Metode
p-Value Statistik Uji
)
LLC
)
Breitung
)
IPS
)
ADF
Fisher
)
PP
Fisher
TD
0
1
0.0063
0.0253
0.0942
0.0943
0.5633
ÄTD
1
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0000
FD
0
1
0.0614
0.0005
0.3130
0.4345
0.6424
ÄFD
1
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0000
GDP*
0
1
0.0572
0.7588
0.2621
0.4087
0.9997
ÄGDP*
1
2
0.0442
-
0.0060
0.0138
0.0100
RIR
0
1
0.0009
0.0803
0.0182
0.0416
0.0000
ÄRIR
1
2
0.0439
-
0.0000
0.0000
0.0000
RER
0
1
0.9471
0.7892
0.9921
0.9919
0.4574
ÄRER
1
2
0.0003
-
0.0000
0.0001
0.0000
GDP
0
1
0.0627
0.2440
0.1327
0.1486
0.5186
ÄGDP
1
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0000
CPI
0
1
0.0000
0.0129
0.0193
0.0278
0.0000
ÄCPI
1
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0000
TO
0
1
0.0306
0.0137
0.2989
0.3884
0.8410
ÄTO
1
2
0.0000
-
0.0000
0.0001
0.0000
Keterangan :
A ) Differencing :
0
1
1
2
A
)
Metode :
A
A
)
Common unit root
Individual unit root
)
PDF Creator - PDF4Free v2.0
=
=
=
=
data level
data first differencing
dengan intersep, dengan tren
dengan intersep, tanpa tren
http://www.pdf4free.com
)
80
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan plotting terhadap data
level untuk melihat metode pengujian panel unit root yang akan dilakukan. Jika plotting
menunjukkan adanya tren terhadap data tersebut maka metode yang digunakan adalah
metode dengan intersep-dengan tren, sebaliknya ketika plotting data tidak menunjukkan
adanya tren maka metode yang digunakan adalah dengan intersep-tanpa tren. Berdasarkan
plotting seluruh variabel pada data level, metode yang akan digunakan dalam panel unit
root adalah dengan intersep-dengan tren. Hasilnya menunjukkan hampir semua variabel
mengandung common unit root maupun individual unit root, kecuali variabel CPI.
Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya spurious regression, data level yang
tidak stasioner perlu distasionerkan terlebih dahulu dalam bentuk first differencing,
termasuk variabel CPI tetap dilakukan first differencing sebagaimana variabel lainnya
demi menjaga robustness hasil penelitian. Setelah dilakukan first differencing pada semua
variabel, hasil pengujian dengan menggunakan metode dengan intersep tanpa tren
menunjukkan baik statistik uji common unit root maupun individual unit root seluruhnya
signifikan pada tingkat kesalahan 5%. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa setelah dilakukan first differencing, seluruh variabel sudah stasioner.
5.2 HASIL ESTIMASI
Menindaklanjuti hasil pengujian panel unit root test yang menyatakan semua
variabel yang akan diteliti harus distasionerkan terlebih dahulu untuk menghindari
spurious regression, maka model dasar yang diestimasi adalah model first differencing
sebagaimana dapat dilihat pada persamaan (3.63) untuk regresi model defisit
perdagangan, sementara untuk model pertumbuhan ekonomi mengacu pada persamaan
(3.64). Setiap persamaan akan diestimasi dengan panel data statis dan dinamis untuk
melihat continuum dari parameter model. Hasil estimasi untuk masing-masing persamaan
kemudian akan dirangkum dalam bentuk tabel yang dirinci menurut metode yang
digunakan dan disajikan beberapa statistik uji yang diperlukan dalam memperoleh
penduga terbaik.
Metode data panel dinamis digunakan dalam penelitian ini mengingat kelebihan
metode data panel dinamis yang sanggup mengatasi endogeneity problem terkait dengan
penggunaan lag variabel dependen, dimana pada metode panel data statis penggunaan lag
variabel dependen menyebabkan hasil estimasi menjadi bias dan tidak konsisten.
Terdapat tiga kriteria yang digunakan untuk menemukan model dinamis terbaik yaitu
kevalidan, kekonsistenan dan ketidakbiasan. Validitas instrumen diuji menggunakan uji
Sargan. Instrumen akan valid bila uji Sargan tidak signifikan atau tidak dapat menolak
hipotesis nol. Kriteria yang kedua adalah kekonsistenan. Sifat konsistensi dari estimator
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
81
yang diperoleh dapat diperiksa dari statistik Arellano-Bond
dan
yang dihitung
secara otomatis pada beberapa perangkat lunak. Estimator akan konsisten bila statistik
menunjukkan hipotesis nol ditolak dan
menunjukkan hipotesis nol tidak ditolak.
Sedangkan kriteria ketidakbiasan terpenuhi ketika nilai hasil estimasi lag variabel
dependen berada diantara nilai hasil estimasi dari FEM dan OLS.
Hasil estimasi dari model defisit perdagangan seperti dinyatakan dalam persamaan
(3.63) dapat dilihat pada Tabel 9, dengan menampilkan tiga metode estimasi untuk data
panel statis, yaitu FEM, REM dan pooled LS (OLS) serta dua metode data panel dinamis
yaitu FD-GMM dan Sys-GMM. Berdasarkan ketiga metode data panel statis, estimasi
terbaik diberikan oleh REM dibanding dua metode lainnya. Hal ini bisa dilihat dari uji
Hausman yang mengindikasikan metode REM lebih baik dari FEM (p-value = 0,9423);
dan uji Breusch-Pagan LM juga menyatakan REM jauh lebih baik dari pooled LS (pvalue = 0,0024). Selain kedua uji tersebut, hasil uji kebaikan suai (goodness of fit) juga
menunjukkan hasil estimasi dari model REM cukup baik, mengingat Wald chi-test
signifikan pada taraf 5%.
Tabel 9
Perbandingan hasil estimasi koefisien ‘Model Defisit Perdagangan’ dengan
metode data panel statis, dinamis dan OLS
Variabel
OLS
FEM
REM
FD-GMM
Sys-GMM
lag ÄTD
-0,0295
(0,0866)
-0,3951***
(0,1480)
3,4873
(8,0313)
0,0012
(0,0717)
0,0011 *
(0,0006)
-0,0283
-0,0402
(0,0893)
-0,3633 **
(0,1585)
-3,3121
(13,9506)
0,0029
(0,0747)
0,0012 *
(0,0007)
0,5430
-0,0291
(0,0866)
-0,4035 ***
(0,1484)
3,5374
(8,0232)
0,0004
(0,0736)
0,0011 *
(0,0006)
-0,0348
-0,0336
(0,0919)
-0,3946 *
(0,1667)
3,8637
(15,1365)
0,0145
(0,0786)
0,0015 **
(0,0007)
-0,0784
-0,0281
(0,0708)
-0,3919 **
(0,1565)
0,4849
(13,3560)
0,0413
(0,0723)
0,0017 **
(0,0006)
0,1900
2,87[0,0174]
2,82[0,0192]
-2,19[0,0282]
-2,21[0,0271]
-1,54[0,1232]
-1,59[0,1116]
88,85[0,5442]
96,35[0,7382]
ÄFD
ÄGDP*
ÄRIR
ÄRER
Konstanta
F-Test
Wald-Test
Chow F-Test
14,63[0,0120]
0,22[0,9800]
Breusch-Pagan Test
9,25[0,0024]
Hausman Test
0,77[0,9423]
Arelano-Bond
Sargan Test
Keterangan:
*** : signifikan pada á 1%
**
: signifikan pada á 5%
*
: signifikan pada á 10%
( )
: standard error
[ ]
: p-value
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
82
Untuk dua metode data panel dinamis, hasil estimasi metode FD-GMM
menunjukkan hasil terbaik, karena telah memenuhi ketiga syarat perlu yang harus
dipenuhi metode data panel dinamis. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh
hasil nilai statistik uji Arellano-Bond (m dan m ) yaitu m signifikan pada taraf nyata 5
persen dan m tidak signifikan. Sedangkan validitas dari instrumen yang digunakan untuk
estimasi model ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Sargan yang tidak signifikan (pvalue = 0,5442). Syarat ketidakbiasan juga terpenuhi yaitu dari nilai koefisien estimasi
lag variabel dependen berada pada rentang nilai estimasi dari FEM dan OLS.
Tabel 10 Perbandingan hasil estimasi koefisien ‘Model Pertumbuhan Ekonomi’ dengan
metode data panel statis, dinamis dan OLS
Variabel
OLS
FEM
REM
lag ÄGDP
0,4626 ***
(0,0670)
-0,0055 ***
(0,0016)
0,0010
(0,0015)
-0,0049 *
(0,0030)
0,0001
(0,0002)
-0,0856 ***
(0,0115)
-0,0368 ***
(0,0126)
0,0320
0,1549 **
(0,0738)
-0,0021
(0,0015)
0,0024 *
(0,0013)
-0,0034
(0,0026)
-0,0001
(0,0002)
-0,0879 ***
(0,0100)
-0,0427 ***
(0,0110)
0,0475
0,4626
(0,0670)
-0,0055
(0,0016)
0,0010
(0,0015)
-0,0049
(0,0030)
-0,0001
(0,0002)
-0,0856
(0,0115)
-0,0368
(0,0126)
0,0320
24,34[0,0000]
23,82[0,0000]
ÄTD
ÄFD
ÄCPI
ÄTO
DK1
DK2
Konstanta
F-Test
Wald-Test
Chow F-Test
Hausman Test
Arelano-Bond
Sargan Test
***
***
*
***
**
FD-GMM
Sys-GMM
0,11428 *
(0,0762)
-0,0019
0,1971 ***
(0,0654)
-0,0028 *
(0,0015)
0,0026 *
(0,0014)
-0,0042
(0,0027)
-0,0001
(0,0002)
-0,0891 ***
(0,0102)
-0,0431 ***
(0,0110)
0,0481
(0,0015)
0,0028 **
(0,0013)
-0,0041
(0,0026)
-0,0001
(0,0002)
-0,0980 ***
(0,0092)
-0,0395 ***
(0,0100)
0,0459
170,40[0,0000]
6,68[0,0000]
98,61[0,0000]
-2,49[0,0129]
-2,41[0,0158]
0,25[0,8061]
0,67[0,5060]
88,50[0,5249]
104,80[0,4872]
Keterangan:
*** : signifikan pada á 1%
**
: signifikan pada á 5%
*
: signifikan pada á 10%
( )
: standard error
[ ]
: p-value
Sementara model pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persamaan (3.64)
diperoleh hasil bahwa uji Hausman dan uji Chow dari metode data panel statis
menunjukkan Fixed Efek Model adalah metode terbaik. Sedangkan pada metode data
panel dinamis menunjukkan bahwa metode Sys-GMM memenuhi ketiga kriteria yang
diperlukan untuk menjadi model terbaik seperti terlihat pada Tabel 10. Karena
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
83
kelebihannya dalam memecahkan masalah endogeneity yang ditimbulkan oleh metode
data panel statis, ketika metode data panel dinamis telah mampu memenuhi ketiga syarat
perlu yang dibutuhkan maka metode data panel dinamis yang dipilih untuk menjadi
model terbaik.
Ketidakpastian dampak defisit fiskal baik terhadap defisit perdagangan maupun
terhadap pertumbuhan ekonomi seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya,
memberikan ide untuk melakukan analisa secara keseluruhan negara-negara ASEAN+3
maupun secara terpisah menurut masing-masing kelompok. Merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Achsani dan Siregar (2010) negara-negara ASEAN+3 dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yakni kelompok I the big economy dengan anggota negara
Singapura, China, Jepang, dan Korea, kelompok II the new industrialized countries
meliputi negara Thailand dan Malaysia, kemudian yang terakhir adalah kelompok III the
new Asian tiger dengan anggotanya negara Indonesia dan Philipina.
Tabel 11 Hasil estimasi koefisien ‘Model Defisit Perdagangan’ dan ‘Model Pertumbuhan
Ekonomi’ menurut kelompok negara
Model Defisit Perdagangan
Model Pertumbuhan Ekonomi
Variabel
FD-GMM
Variabel
Sys-GMM
lag ÄTD
-0,0231
(0,0954)
-0,3270 *
(0,1803)
-0,3031
(0,2917)
-0,0054
(0,2981)
8,5690
(16,5649)
0,0176
(0,0800)
0,0016 **
(0,0007)
-0,4463
lag ÄGDP
0,1187
(0,0781)
-0,0022
(0,0015)
0,0022 *
(0,0013)
0,0015
(0,0014)
0,0028
(0,0019)
-0,0039
(0,0027)
1,0700
(0,0002)
-0,0966 ***
(0,0092)
-0,0392 ***
(0,0099)
0,0512
-2,44[0,0146]
0,51[0,6098]
108,38[0,3911]
ÄFD
(ÄFD x D1)
(ÄFD x D2)
ÄGDP*
ÄRIR
ÄRER
Konstanta
ÄTD
ÄFD
(ÄFD x D1)
(ÄFD x D2)
ÄCPI
ÄTO
DK1
DK2
Konstanta
Arelano-Bond
Sargan Test
-2,16[0,0307]
-1,21[0,2252]
85,91[0,6311]
Keterangan:
*** : signifikan pada á 1%
**
: signifikan pada á 5%
*
: signifikan pada á 10%
( )
: standard error
[ ]
: p-value
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
84
Pengujian per kelompok negara dilakukan dengan menggunakan dua variabel
dummy. Dummy pertama (D1) bernilai satu untuk kelompok I dan bernilai nol untuk
kelompok lainnya, kemudian dummy kedua (D2) bernilai satu untuk kelompok II dan
bernilai nol untuk kelompok lainnya. Metode yang digunakan adalah metode terbaik
untuk masing-masing model, model defisit perdagangan dengan metode FD-GMM
sedangkan model pertumbuhan ekonomi menggunakan metode Sys-GMM. Masingmasing dummy tersebut akan dikalikan dengan variabel defisit fiskal untuk melihat
dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada
masing-masing kelompok negara.
Seperti terlihat pada Tabel 11, hasil estimasi menurut kelompok negara
menyatakan terpenuhinya syarat perlu dengan menggunakan uji Sargan dan uji ArellanoBond, baik untuk model defisit perdagangan dengan metode FD-GMM maupun model
pertumbuhan ekonomi dengan metode Sys-GMM. Meski demikian, terdapat beberapa
catatan terkait dengan estimasi yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut, terkait
konsistensi dengan hasil estimasi model dasar. Pada model defisit perdagangan yang
dibedakan menurut kelompok negara, estimasi dengan metode FD-GMM menunjukkan
hasil yang sama dengan model dasar, baik arah maupun signifikansi dari seluruh variabel
yang memengaruhi defisit perdagangan. Sedangkan untuk model pertumbuhan ekonomi
per kelompok negara dengan metode Sys-GMM memperlihatkan arah dan signifikansi
yang sama pada hampir semua variabel, kecuali pengaruh dari defisit perdagangan yang
pangaruhnya signifikan pada á sebesar 10% di model dasar, pada model ini tidak
memberikan pengaruh yang signifikan.
5.2.1
Dampak Defisit Fiskal terhadap Defisit Perdagangan Negara-Negara di
Kawasan ASEAN+3
Berdasarkan model defisit perdagangan pada persamaan (3.63) dengan metode FD-
GMM, didapatkan hasil bahwa perubahan defisit fiskal berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap perubahan defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3.
Arah koefisien yang negatif mengandung arti bahwa peningkatan defisit fiskal sebesar 1
persen ternyata tidak menyebabkan defisit perdagangan, justru akan mengurangi defisit
perdagangan sebesar 0,3946 persen, ceteris paribus. Hasil estimasi ini mengindikasikan
tidak berlakunya twin deficit hypothesis (TDH) pada negara-negara di kawasan
ASEAN+3, tetapi lebih mengarah pada pandangan Ricardian equivalence hypothesis
(REH). Kesimpulan yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Bussiere,
Fratzscher dan Muller (2005) yang menjadi jurnal acuan pada penelitian ini, dengan
menggunakan metode data panel menyatakan bahwa kecil kemungkinan terjadinya TDH
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
85
pada 21 negara OECD. Arah hubungan yang negatif antara kedua defisit juga dialami
oleh beberapa negara diantaranya Jepang, Belgia, Selandia Baru, Perancis, Finlandia,
Islandia, Jerman, Italia dan Spanyol berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afonso
dan Rault (2008) dengan metode SUR estimation.
Hubungan antara defisit fiskal dan defisit perdagangan yang bertanda
negatif juga sesuai dengan hasil plot regresi kedua variabel di semua negara
ASEAN+3 kecuali China, seperti ditunjukkan Gambar 24 pada Bab 4. Uji
kausalitas Granger pada tiga negara yaitu Philipina, Singapura dan Thailand
menunjukkan hasil yang sama bahwa defisit fiskal di negara-negara tersebut tidak
menyebabkan timbulnya defisit perdagangan. Kekonsistenan arah hubungan
kedua defisit ini juga terlihat ketika model defisit perdagangan diuji dengan
membagi negara-negara di kawasan ASEAN+3 kedalam tiga kelompok, walaupun
secara statistik pengaruh pengelompokan tersebut tidak signifikan. Tabel 13
menyatakan bahwa defisit fiskal pada ketiga kelompok negara ASEAN+3
kesemuanya tidak menyebabkan timbulnya defisit perdagangan, namun besarnya
koefisien untuk masing-masing kelompok tersebut berbeda. Perubahan defisit
fiskal di empat negara kelompok I mampu mengurangi defisit perdagangan
dengan persentase terbesar diantara dua kelompok lainnya. Sedangkan defisit
fiskal di negara Indonesia dan Philipina (kelompok III) mengurangi defisit
perdagangan dengan persentase paling kecil.
Berdasarkan
hasil
eksplorasi
mengenai
hubungan
kedua
defisit
menggunakan plot regresi lengkap dengan koefisien korelasi Pearson dan uji
kausalitas Granger seperti telah dijabarkan pada Bab IV, hasil yang menarik
adalah berlakunya fenomena TDH pada negara China. Untuk membuktikan dan
memperkuat hasil tersebut, maka dilakukan pengujian model defisit perdagangan
(persamaan 3.63) dengan menambahkan variabel dummy untuk negara China. Dengan
metode panel dinamis FD-GMM ditemukan bahwa hubungan kedua defisit bertanda
positif, defisit fiskal sebesar 1 persen di negara China akan menyebabkan defisit
perdagangan sebesar 0,7955 persen, ceteris paribus (Lampiran 3). Yang membedakan
negara ini dengan negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya adalah rezim fixed
exchange rate yang dianut serta kondisi defisit fiskal yang terus berlangsung selama
periode pengamatan, kecuali tahun 1997 yang mengalami surplus fiskal sebesar 0,6
persen.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
persen
terhadap PDB
Indonesia
50
persen
terhadap PDB
Korea
persen
terhadap PDB
Jepang
persen
terhadap PDB
China
persen
terhadap PDB
Thailand
persen
terhadap PDB
Singapura
persen
terhadap PDB
Philipina
40
20
0
persen
terhadap PDB
Malaysia
86
Tabungan
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Investasi
Tabungan
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
40
20
0
Investasi
Tabungan
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
100
Investasi
Tabungan
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Investasi
50
Tabungan
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Investasi
100
Tabungan
50
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Investasi
50
Tabungan
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
50
Investasi
Tabungan
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Investasi
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 27 Perkembangan tingkat tabungan swasta dan investasi negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen).
REH menyatakan bahwa kehadiran defisit fiskal di suatu negara tidak akan
menyebabkan defisit perdagangan ketika negara tersebut mempunyai tingkat
tabungan swasta yang lebih tinggi dari tingkat investasinya (Barro, 1989). Tingkat
tabungan yang tinggi dapat digunakan untuk membiayai defisit fiskal, sehingga
kehadiran defisit fiskal tidak mengganggu neraca perdagangan. Terlihat pada
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
87
Gambar 27, kecuali China, negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya
mempunyai tingkat tabungan melebihi investasinya, sehingga defisit fiskal dapat
di offside dengan tabungan swasta dan tidak menimbulkan terjadinya defisit
perdagangan. Kondisi yang berbeda dialami oleh negara China. Walaupun
mempunyai tingkat tabungan yang paling tinggi diantara negara-negara di
kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu rata-rata sebesar 44,72 persen terhadap PDB
pada setiap tahunnya, namun kegiatan industri yang meningkat pesat di negara ini
mampu menciptakan investasi yang sangat besar, melebihi tingkat tabungan yang
tersedia (World Bank, 2012). Sehingga defisit fiskal yang terjadi tidak dapat
didanai oleh tingkat tabungan dan menjadi pemicu timbulnya defisit perdagangan.
Perubahan suku bunga riil berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap defisit perdagangan. Defisit fiskal dan suku bunga mempunyai arah
hubungan yang berbeda dalam memengaruhi defisit perdagangan. Hal ini
mengindikasikan bahwa hubungan antara defisit fiskal dan suku bunga adalah
negatif atau defisit fiskal tidak membuat suku bunga riil meningkat seperti terlihat
pada Gambar 28. Nilai koefisien korelasi Pearson yang tidak signifikan berarti
kedua variabel tidak mempunyai hubungan linier, mekanisme TDH terputus
sampai disini.
Suku Bunga Riil (%)
20
10
0
-15
-10
-5
-10 0
-20
5
r = -0,049
10
15
20
25
-30
Defisit Fiskal (% terhadap PDB)
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 28 Plot regresi antara defisit fiskal dan suku bunga riil negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010.
Temuan ini konsisten dengan hasil sebelumnya yang mendukung pandangan
REH bahwa penurunan tabungan pemerintah akan diimbangi dengan peningkatan
tabungan swasta, dan oleh karena itu tabungan nasional tetap. Karena tabungan
nasional tidak mengalami perubahan maka suku bunga riil pun tidak akan
terpengaruh. Penelitian dengan hasil yang sama yaitu defisit fiskal tidak membuat
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
88
naiknya tingkat suku bunga telah dilakukan oleh Findlay (1990) dan Monadjemi
(1989).
Sedangkan variabel selanjutnya yaitu nilai tukar riil ternyata memberikan
pengaruh positif terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan
ASEAN+3. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hipotesis awal. Teori
umum tentang hubungan nilai tukar riil dengan defisit perdagangan menyatakan
bahwa ketika nilai tukar riil meningkat atau mata uang domestik mengalami
depresiasi akan membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi
pihak luar negeri dan sebaliknya harga barang-barang luar negeri menjadi lebih
mahal, sehingga impor akan berkurang dan ekspor akan meningkat. Neraca
perdagangan berada dalam posisi surplus.
Pola perilaku neraca perdagangan sebagai akibat perubahan nilai tukar
dapat digambarkan dengan kurva J. Neraca perdagangan akan mengalami defisit
untuk beberapa periode setelah mata uang domestik terdepresiasi. Perubahan
dalam harga terjadi lebih cepat daripada perubahan dalam kuantitas perdagangan.
Pada awalnya, perubahan kuantitas perdagangan adalah kecil karena pembeli
memerlukan waktu dalam mengubah perilaku mereka. Perjanjian kontrak yang
telah dilakukan sebelumnya tidak mungkin diubah dalam waktu singkat.
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, depresiasi memberikan dampak
yang positif bagi neraca perdagangan. Intinya dalam jangka pendek depresiasi
akan memperburuk neraca perdagangan sebaliknya dalam jangka panjang akan
menciptakan surplus. Berdasarkan uraian tersebut diatas, hasil yang tidak sesuai
teori dapat dijelaskan karena periode penelitian yang kurang panjang sehingga
efek positif depresiasi terhadap neraca perdagangan tidak dapat terlihat. Menurut
Zuhroh dan Kaluge (2007), proses pembentukan kurva J khususnya di negaranegara Asia dapat terlihat secara jelas ketika penelitian menggunakan data
triwulanan dengan series yang panjang.
Depresiasi yang menyebabkan defisit perdagangan negara-negara di
kawasan ASEAN+3 juga disebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan
baku impor yang besarnya melebihi 50 persen dari total barang impor. Negara
pengimpor bahan baku industri terbesar adalah Malaysia yaitu mencapai 74,23
persen dari total barang impor pada tahun 2010, diikuti Thailand (70,01%),
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
89
Philipina (67,31%), Singapura (65,69%), Indonesia (64,51%), China (61,45%),
Korea (56,83%) dan terakhir adalah Jepang (50,58%) (World Bank, 2011).
Akibatnya depresiasi yang terjadi akan membuat pengeluaran impor negaranegara di kawasan ASEAN+3 meningkat dan menjadi penyebab timbulnya defisit
perdagangan.
Variabel lainnya yang tidak signifikan memengaruhi defisit perdagangan
negara-negara di kawasan ASEAN+3 adalah lag pertama dari variabel dependen
(defisit perdagangan tahun sebelumnya) yang mempunyai koefisien bertanda
negatif. Ketidaksignifikanannya lag variabel dependen menunjukkan bahwa
kondisi neraca perdagangan saat ini tidak dipengaruhi oleh kondisi neraca
perdagangan pada tahun sebelumnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh variabel lain
(defisit fiskal dan suku bunga riil) maupun kebijakan perdagangan serta kondisi
perekonomian di masing-masing negara ASEAN+3.
Perubahan laju pertumbuhan PDB negara lain yang menjadi tujuan ekspor
utama masing-masing negara ASEAN+3 juga berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap perubahan defisit perdagangan. Selain PDB negara lain dan
nilai tukar, faktor lain yang memengaruhi permintaan produk ekspor suatu negara
adalah selera. Ketika pendapatan suatu negara bertambah maka selera akan ikut
menyesuaikan, ada keinginan untuk mengganti produk dengan kualitas yang lebih
baik yang mungkin berasal dari negara bukan anggota ASEAN+3 meskipun
dengan harga yang relatif lebih mahal. Ketika PDB negara lain yang menjadi
tujuan ekspor utama masing-masing negara ASEAN+3 mengalami peningkatan
belum tentu akan membuat nilai ekspor negara-negara tersebut ikut meningkat.
5.2.2 Dampak
Defisit
Fiskal
dan
Defisit
Perdagangan
terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3
Terlihat pada Tabel 10, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3
ditentukan oleh beberapa variabel yaitu lag pertamanya, defisit perdagangan,
defisit fiskal, inflasi, keterbukaan perdagangan serta dummy krisis tahun 1998 dan
2009. Sys-GMM adalah metode terbaik yang mampu menjelaskan hubungan
tersebut. Berdasarkan hasil estimasi, lag pertama dari variabel dependen
(pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya) mempunyai koefisien yang bertanda
positif dan signifikan pada á sebesar 1 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
90
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Ketika pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya meningkat sebesar 1 persen, maka pada tahun berikutnya laju
pertumbuhannya akan meningkat sebesar 0,1971 persen, ceteris paribus.
Sesuai dengan hipotesis awal, variabel defisit perdagangan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap peningkatan defisit
perdagangan sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus. Ketika penduduk suatu negara
lebih menyukai produk impor daripada produk domestik maka itulah awal
kehancuran yang nyata pada suatu negara. Terjadi deindustrialisasi yang
menyebabkan pengangguran meningkat dan pada akhirnya akan menimbulkan
perekonomian yang lesu. Hubungan negatif antara defisit perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi juga ditunjukkan oleh plot regresi kedua variabel pada
seluruh negara ASEAN+3 kecuali Singapura dan China yang memiliki koefisien
korelasi sangat kecil seperti telah dibahas pada Bab sebelumnya.
Sementara defisit fiskal memberikan dampak positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Perubahan defisit
fiskal sebesar 1 persen akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar
0,0028 persen, ceteris paribus. Menurut Maastricht treaty criterion, level defisit
fiskal yang aman bagi suatu negara adalah tidak lebih dari 3 persen terhadap PDB.
Berdasarkan kriteria tersebut, dapat dikatakan bahwa defisit fiskal yang terjadi
pada negara-negara di kawasan ASEAN+3 masih dalam level aman, kecuali
Jepang. Defisit fiskal di Indonesia selama periode pengamatan tahun 1993-2010
rata-rata mencapai -0,61 persen per tahun, Malaysia (-2,77%), Philipina (-2,52%),
Thailand (-0,6%), China (-1,6%), dan Jepang (-5,84%). Sementara di Singapura
dan Korea mengalami surplus fiskal. Walaupun mengalami defisit fiskal cukup
besar, yaitu rata-rata -5,84 persen per tahun, Jepang yang menganut trade
targeting dapat membiayai defisitnya dengan surplus neraca perdagangan.
Dampak defisit fiskal yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi ini
merujuk pada pandangan kelompok Keynesian. Defisit fiskal yang terjadi akan
meningkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan dan peningkatan konsumsi serta
sisi permintaan secara keseluruhan. Jika perekonomian belum dalam kondisi
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
91
kesempatan kerja penuh (dalam jangka pendek), peningkatan sisi permintaan akan
mendorong produksi domestik dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan
nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan pendapatan nasional akan
mendorong perekonomian melalui efek multiplier Keynesian.
Multiplier tersebut akan bernilai besar jika kebocoran yang terjadi kecil,
kebijakan moneter akomodatif serta kondisi fiskal negara tersebut berada pada
kondisi sustainable. Ada beberapa hal yang menyebabkan kebocoran tersebut
minimal, yang pertama jika stimulus fiskal yang dikeluarkan lebih pada
peningkatan pengeluaran pemerintah daripada pemotongan pajak sehingga efek
putaran pertama adalah peningkatan agregate demand, sementara ketika
dikenakan pemotongan pajak dikhawatirkan individu akan lebih banyak
menabung. Yang selanjutnya adalah jika nilai marginal propensity to consume
besar sementara nilai marginal propensity to import kecil. Sementara kebijakan
moneter yang akomodatif yaitu ketika suku bunga riil tidak mengalami
peningkatan akibat defisit fiskal sehingga efek crowding-out investment tidak
terjadi. Sedangkan kondisi keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) akan
Investasi
(% terhadap PDB)
mengurangi efek dari tingkat hutang yang tinggi (Spillimbergo, et al, 2009).
-15
60
r = 0,254**
40
20
0
-10
-5
0
5
10
15
20
25
Defisit Fiskal (% terhadap PDB)
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 29 Plot regresi antara defisit fiskal dan investasi negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010.
Temuan sebelumnya yang menyatakan defisit fiskal tidak menyebabkan
naiknya suku bunga berimplikasi pada tidak terjadinya efek crowding-out
investment. Hubungan positif antara defisit fiskal dan investasi digambarkan
dengan plot regresi kedua variabel, terlihat pada Gambar 29, dengan koefisien
korelasi Pearson yang bertanda positif dan signifikan pada á sebesar 1 persen.
Efek crowding-in yang terjadi menyebabkan defisit fiskal memberikan pengaruh
yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil yang sama juga diperoleh
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
92
ketika dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat pada masingmasing kelompok negara, yang kesemuanya bertanda positif. Junaidi (2010)
melakukan penelitian tentang dampak pengeluaran pemerintah terhadap
perekonomian di negara-negara ASEAN+3 menggunakan metode VAR juga
menemukan kesimpulan yang sama bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah
direspon positif oleh PDB seluruh negara-negara ASEAN+3 kecuali Singapura
dan Jepang.
Dummy krisis ekonomi tahun 1998 maupun krisis keuangan global tahun
2009 terbukti memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
negara-negara di kawasan ASEAN+3 dengan tingkat signifikansi á sebesar 1
persen. Krisis ekonomi yang memang bersumber dari kawasan Asia memberikan
dampak penurunan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar yaitu 0,0980 persen,
ceteris paribus. Sementara dampak yang ditimbulkan krisis keuangan global
terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 lebih kecil
yakni hanya sebesar 0,0395 persen, ceteris paribus. Krisis keuangan global hanya
berefek kecil terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan
ASEAN+3, selain hanya sebagai imbas dari krisis keuangan di Amerika, negaranegara ini juga sudah lebih siap menghadapi krisis setelah krisis ekonomi 1998
menggempur kawasan ini dengan kekuatan yang cukup dahsyat.
Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi meskipun tidak
signifikan. Inflasi yang tinggi, seperti yang telah diakui oleh para ekonom,
berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi yang tinggi menyebabkan biaya sosial tinggi yang harus ditanggung oleh
pemerintah, pengusaha maupun masyarakat. Biaya sosial ini terdiri dari
shoeleather cost, menu cost, variabilitas harga relatif, besaran pajak yang
terdistorsi serta ketidaknyamanan hidup dengan harga yang berubah-ubah. Secara
umum, inflasi meningkatkan biaya produksi dan transportasi serta menurunkan
daya beli masyarakat sehingga berpengaruh negatif bagi perekonomian (Mankiw,
2006). Sementara tingkat keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan
ASEAN+3 ternyata memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
meskipun secara statistik pengaruhnya tidak signifikan. Kawasan ASEAN+3 yang
sebagian merupakan negara sedang berkembang (NSB) belum merasakan
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
93
sepenuhnya manfaat dari perdagangan internasional ditambah lagi tingkat
keterbukaan yang tinggi membuat negara-negara di kawasan ASEAN+3 sangat
rentan terhadap setiap gejolak perekonomian di dunia.
5.3 Implikasi Kebijakan
Sub bab ini bertujuan untuk mengulas implikasi kebijakan berdasarkan hasil
penelitian pada uraian sebelumnya yang cenderung memberi penjelasan secara
parsial. Pertama, hasil yang menyatakan bahwa defisit fiskal tidak menyebabkan
defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 disebabkan tingkat
tabungan swasta yang lebih tinggi daripada tingkat investasi kecuali pada negara
China. Pengurangan tabungan pemerintah dalam rangka kebijakan fiskal ekspansif
akan di offside oleh tabungan swasta yang tinggi, sehingga defisit fiskal yang
terjadi tidak mengganggu neraca perdagangan. Tidak berlakunya fenomena TDH
di tujuh negara kawasan ASEAN+3 juga disebabkan hubungan defisit fiskal dan
tingkat suku bunga riil yang bertanda negatif dan tidak signifikan. Defisit fiskal
tidak membuat naiknya tingkat suku bunga riil sehingga mekanisme TDH
terputus.
Kedua, defisit perdagangan terbukti secara signifikan memberikan dampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3.
Keterbukaan perdagangan tidak selalu memberikan keuntungan bagi suatu negara.
Ketika negara tidak mampu bersaing dalam pasar global maka selanjutnya hanya
akan dijadikan pasar yang menjanjikan bagi produk-produk olahan negara lain.
Nilai impor yang melebihi nilai ekspornya akan mengganggu neraca perdagangan,
yang akan berujung pada pertumbuhan ekonomi yang rendah.
Hasil selanjutnya, dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
negara-negara di kawasan ASEAN+3 adalah positif. Defisit fiskal yang terjadi di
kawasan ini dapat dikatakan masih berada pada level aman, sehingga efektif dan
tepat guna dalam menstimulasi perekonomian. Sesuai dengan pandangan
kelompok Keynesian yang menyatakan bahwa ketika perekonomian belum dalam
kondisi kesempatan kerja penuh, peningkatan sisi permintaan akibat defisit fiskal
yang dilakukan, akan mendorong produksi domestik dan pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan nasional. Jadi defisit fiskal dalam jangka pendek akan
menguntungkan perekonomian.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
94
Hubungan negatif antara defisit fiskal dan tingkat suku bunga atau dengan
kata lain defisit fiskal tidak menyebabkan naiknya tingkat suku bunga
berimplikasi pada dua hal penting. Pertama, tidak terganggunya iklim investasi
akibat terjadinya defisit fiskal atau lebih dikenal dengan istilah crowding-in effect.
Hubungan positif antara defisit fiskal dan investasi dapat dilihat dari hasil plot
regresi (Gambar 29) dengan koefisien korelasi Pearson yang signifikan pada á
sebesar 1 persen. Implikasi penting yang kedua, tidak naiknya tingkat suku bunga
akibat defisit fiskal menyebabkan mekanisme TDH terputus. Defisit fiskal tidak
mengganggu neraca perdagangan. Crowding-in effect dan tidak terganggunya
neraca perdagangan memperkuat efek positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan
ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3.
Selain itu, dampak positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi juga
mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal ekspansif telah didukung oleh kebijakan
moneter
yang akomodatif pada
negara-negara di kawasan ASEAN+3.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sriyana (2005), sinkronisasi kebijakan
fiskal dan moneter yang baik dapat dilihat dari perbandingan antara pertumbuhan
PDB dengan tingkat suku bunga riil. Jika suku bunga riil lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan PDB, maka terdapat indikasi kurang
sinkronnya hubungan antara kebijakan fiskal dan moneter, karena otoritas
moneter tidak dapat mempertahankan tingkat suku bunga. Terlihat pada Gambar
30, semua negara-negara di kawasan ASEAN+3 mempunyai rata-rata suku bunga
riil yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan PDB pada periode
1993-2010. Dan ketika suku bunga riil lebih tinggi dari pertumbuhan PDB,
nilainya tidak terlalu jauh dibandingkan nilai pertumbuhan PDB.
Sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter di negara China sudah sangat
baik dilakukan. Otoritas moneter negara ini sangat responsif terhadap posisi fiskal
yang terjadi. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata tingkat suku bunga riil sebesar
1,77 persen yang jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan PDB yang
mencapai 10,33 persen. Oleh karena itu, walaupun defisit fiskal di negara ini
dapat menyebabkan defisit perdagangan, tetapi karena didukung oleh kebijakan
moneter yang akomodatif maka dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan
ekonomi tetap positif.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
95
Indonesia
20
0
-20
RIR
GGDP
Singapura
Philipina
Malaysia
-40
20
0
-20
20
10
0
-10
RIR
GGDP
RIR
GGDP
20
0
-20
RIR
GGDP
Thailand
20
0
-20
RIR
GGDP
China
20
0
RIR
GGDP
Jepang
-20
10
5
0
-5
RIR
GGDP
Korea
20
10
0
-10
RIR
GGDP
Sumber : World Bank (2012)
Gambar 30 Perkembangan suku bunga riil dan pertumbuhan PDB negara-negara
di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
96
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai dampak defisit fiskal dan
pertumbuhan ekonomi. Seperti misalnya, Adam dan Bevan (2002) menemukan
hasil bahwa dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan di 45 negara sedang
berkembang bergantung pada cara pembiayaan defisitnya. Ketika defisit fiskal
dibiayai dengan mencetak uang (seigniorage) maka akan menciptakan inflasi dan
menghambat pertumbuhan ekonomi. Ketika defisit fiskal dibiayai dengan utang
domestik maka akan memberikan dampak yang sama yaitu mengurangi
pertumbuhan akibat adanya crowding-out effect. Sementara pembiayaan defisit
dengan utang luar negeri, dalam batas yang wajar akan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dan merujuk
pada tujuan dari penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ricardian equivalence hypotesis (REH) terbukti di tujuh negara kawasan
ASEAN+3 yaitu negara Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand,
Jepang dan Korea. Ketika pengurangan tabungan pemerintah akibat defisit
fiskal dapat di offside oleh surplus sektor swasta, tingkat tabungan swasta yang
lebih besar dari investasi, maka hal ini tidak akan menimbulkan defisit
perdagangan. Sementara twin deficits hypotesis (TDH) terbukti di negara China
yang menganut rezim fixed exchange rate dengan tingkat investasi yang lebih
besar daripada tingkat tabungan swastanya.
2. Defisit perdagangan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3.
3. Defisit fiskal memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi
negara-negara di kawasan ASEAN+3. Sesuai dengan pandangan kelompok
Keynesian, ketika defisit fiskal berada pada level aman dan berlangsung dalam
jangka pendek maka hasilnya akan menguntungkan perekonomian. Hubungan
negatif antara defisit fiskal dan tingkat suku bunga riil, berimplikasi pada dua
hal yaitu terjadinya efek crowding-in investment dan tidak terganggunya neraca
perdagangan, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sinkronisasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter negara-negara di
kawasan ASEAN+3 semakin memperkuat dampak positif defisit fiskal
terhadap pertumbuhan.
6.2
Saran
Merujuk pada hasil penelitian dan kesimpulan yang diuraikan sebelumnya,
beberapa arah kebijakan yang disarankan adalah sebagai berikut :
1. Walaupun kebijakan fiskal telah didukung oleh kebijakan moneter yang
akomodatif, tetap diperlukan sikap kehati-hatian dari pemerintah dalam
memutuskan besaran defisit agar fiscal sustainability tetap terjaga.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
98
2. Melihat urgensi tabungan untuk mencegah dampak negatif defisit fiskal
terhadap neraca perdagangan maka adalah penting mendorong kesadaran
masyarakat untuk menabung khususnya di lembaga keuangan formal.
Menjadikan gerakan menabung menjadi gerakan nasional yang didukung oleh
semua pihak, baik pemerintah maupun swasta.
3. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam upaya menjaga kestabilan
neraca perdagangan. Ketergantungan yang tinggi negara-negara di kawasan
ASEAN+3 terhadap bahan baku impor dapat diatasi dengan melakukan
subtitusi bahan baku dari bahan baku impor ke bahan baku lokal, himbauan
penggunaan produk domestik dan kewajiban setiap pelaku usaha yang ingin
membuat perizinan usaha baru untuk menggunakan bahan baku yang sebagian
besar merupakan prouduksi domestik. Untuk meningkatkan daya saing
khususnya negara-negara sedang berkembang di kawasan ASEAN+3
(Indonesia, Malaysia, Phlipina dan Thailand) dapat dikembangkan industri
yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge
based economy). Cara yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan riset
dan pengembangan (R&D) yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan
industri, serta menyediakan kualitas modal manusia yang terampil dan kreatif
diantaranya dengan pemberian insentif kepada peneliti dan lembaga-lembaga
riset serta penjaminan hak paten dan hak atas kekayaan intelektul lainnya.
6.3 Saran Penelitian Lebih Lanjut
Beberapa saran yang dapat dirumuskan untuk penelitian lebih lanjut adalah :
1. Penambahan jenis variabel yang digunakan baik pada model defisit
perdagangan maupun pertumbuhan ekonomi. Misalnya variabel tabungan,
dan investasi dalam model defisit perdagangan serta variabel infrastruktur
dan modal manusia dalam model pertumbuhan ekonomi.
2. Perluasan cakupan negara yang akan diteliti, misalnya ASEAN+6.
3. Perluasan variabel defisit perdagangan menjadi defisit transaksi berjalan
yang didalamnya memperhitungkan arus modal dari dan ke luar negeri.
4. Penggunaan series data yang lebih panjang, jika memungkinkan gunakan
data tiwulanan.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A, Hagbe, Fatas, Mauro, Velloso 2010. Fiscal Policy and the Current
Account. IMF Working Paper 10/12.
Abimanyu A. 2003. Kebijakan Fiskal dan Efektivitas Stimulus Fiskal di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Indonesia 1(1):1-35.
Abmann C. 2008. Assesing the Effect of Current Account and Currency Crisis on
Economic Growth. Economic Working Paper 01.
Aiginger K, Falk M. 2005. Explaining Differences in Economic Growth Among
OECD Countries. Empirica 32: 19-43.
Achsani NA, Siregar H. 2010. Classification of the ASEAN+3 Economies Using
Fuzzy Clustering Approach. European Journal of Scientific Research
39(4):489-497.
Adam C, Bevan D. 2002. Fiscal Deficits and Growth in Developing Countries.
Discussion Paper Series. Department of Economics Oxford.
Afonso A, Rault C. 2009. Budgetary and External Imbalances Relationship: A
Panel Data Diagnostic. Cesifo Working Paper. European Central Bank.
Ardiyanto F. 2006. Analysis of Current Account Deficits and Fiscal Deficits in
Indonesia: A VAR Approach. Jurnal Keuangan Publik 4(2):1-18.
Aristovnik A. 2006. The Determinants and Excessiveness of Current Account
Deficits in Eastern Europe and the Former Soviet Union. Working Paper
827.
Artana D, Muphy RL, Navajas F. 2003. A Fiscal Policy Agenda. Institute for
International Economics. Washington.
Bagnai A. 2007. Structural Breaks and the Twin Deficits Hypothesis. University
Gabriele D’Annunzio. Italia.
Baharumshah AZ, Ismail H, Lau E. 2009. Twin Deficits Hypothesis and Capital
Mobility: The ASEAN 5 Perspective. Jurnal Pengurusan 29:15-32.
Baharumshah AZ, Lau E, Khalid AM. 2006. Testing Twin Deficits Hypothesis
Using VARs and Variance Decomposition. Business Papers. Bond
University.
Baltagi BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data 3
& Sons Ltd.
Edition. John Wiley
Barro R. 1989. The Ricardian Approach to Budget Deficits. Journal of Economic
Perspectives 3(2):37-54.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
100
Bartolini L, Lahiri A. 2006. Twin Deficits, Twenty Years Later. Current Issues in
Economic and Finance. Federal Reserve Bank of New York.
Bernheim BD. 1989. A Neoclassical Perspective on Budget Deficits. Journal of
Economic Perspectives 3(2):55-72.
Blanchard O. 2005. Macroeconomics. New York: Prentice Hall Business
Publishing.
Bluedorn J, Leigh D. 2011. Revisiting the Twin Deficits Hypothesis: The Effect
of Fiscal Consolidation on the Current Account. IMF Economic Review 59.
Bose S, Jha S. 2011. India’s Twin Deficits: Some Fresh Empirical Evidence.
ICRA Bulletin.
Bussiere M, Fratzscher, Muller. 2004. Current Account Dynamic in OECD and
EU Acceding Countries-an Intertemporal Approach. Working Paper Series
311. European Central Bank.
Calderon CA, Chong A. Determinants of Current Account Deficits in Developing
Countries. Working Paper 2. Central Bank of Chile.
Catao L, Terrones M. 2001. Fiscal Deficits and Inflation: a New Look at the
Emerging Market Evidence. IMF Working Paper 74.
Chang JC, Hsu ZZ. 2009. Causality Relationships Between the Twin Deficits in
the Regional Economy. National Chi Nan University. Puli.
Chinn M, Prasad ES. 2000. Medium-Term Determinants of Current Accounts in
Industrial and Developing Countries: an Empirical Exploration. NBER
Working Paper Series 7581.
Clements, Bhattacharya, Nguyen. 2003. External Debt, Public Investment and
Growth in Low Income Countries. IMF Working Paper 249.
Corsetti G, Muller GJ. 2006. Twin Deficits: Squaring Theory, Evidence and
Common Sense. European Economic Area. European University Institute.
Florence.
Edward S. 2001. Does the Current Account Matter? National Bureau of Economic
Research. Durham NC.
Ehrhart D, Minea, Villieu. 2009. Deficit, Seigniorage, the Growth Laffer Curve in
Developing Countries. University of Auveregne. Auveregne.
Enders W. 2004. Applied Econometrics Time Series. Ed ke-2 New York: John
Willey and Sons, Inc.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
101
Fatima G, Ahmed AM, Rehman WU. 2011. Fiscal Deficit and Economic Growth:
An Analysis of Pakistan’s Economy. International Journal of Trade,
Economics and Finance 2(6):501-504.
Findlay DW. 1990. Budget Deficit, Expected Inflation and Short-Term Real
Interest Rates: Evidence from the US. International Economic Journal
4(3):41-53.
Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.
Penerbit PT IPB Press Bogor.
Fleegler E. 2006. The Twin Deficits Revisited: a Cross Country, Empirical
Approach. Duke University.
Ganchev GT. 2010. The Twin deficit Hypothesis: The Case of Bulgaria. Financial
Theory and Practice 34.
Gupta S, Clements B, Baldacci E, Granados CM. 2005. Fiscal Policy, Expenditure
Composition and Growth in Low Countries. Journal of International Money
and Finance 24(3):441-463.
Halwani RH. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Edisi 2.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Hook G. 2005. Japan’s International Relatons: Politics, Economics, and Security.
Oxon: Routledge.
Heng TK. 1997. Public Capital and Crowding-In. The Singapore Economic
Review 42:1-10.
Junaidi E. 2008. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perekonomian di
Negara-Negara ASEAN+3 [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Keho Y. 2010. Budget Deficits and Economic Growth: Causality Evidence and
Policy Implications for WAEMU Countries. European Journal of
Economics, Finance and Administrative Science 47(4):281-285.
Kulkarni KG, Erickson EL. 1998. Twin Deficit Revisited: Evidence from India,
Pakistan and Mexico. The Journal of Applied Business Research 17(2):97103.
Kumar MS, Woo J. 2010. Public Debt and Growth. IMF Working Paper 174.
Krugman PR, Obstfeld M. 2005. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Ed
ke-5 Basri FH, penerjemah; Jakarta: Penerbit PT. INDEKS Terjemahan
dari: International Economics.
Lau E, Haw CT. 2003. Transmission Mechanism of Twin Deficits Hypothesis:
Evidence from Two Neighboring Countries. INTI Journal 1(3):159-166.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
102
Lau E, Tang TC. 2009. Twin Deficits in Cambodia: Are there Reasons for
Concern? An Empirical Study. Discussion Paper 11. Monash University.
Lebe F, Kayhan S, Adiguzel U, Yigit B. The Empirical Analysis of the Effects of
Economic Growth and Exchange Rate on Current Account Deficits:
Romania and Turkey Samples. Journal of Applied Quantitative Methods
4(1):69-81.
Malahayati M. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara
ASEAN [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.
Malik S, Chaudhry IS, Sheikh MR, Farooqi MS. 2010. Tourism, Economic
Growth and Current Account Deficit in Pakistan: Evidence from Cointegration and Causal Analysis. European Journal of Economics, Finance
and Administrative Science 22:21-31.
Mankiw NG. 2007. Teori Makroekonomi, Ed ke-6 Liza F, penerjemah; Jakarta:
Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics theory.
Ministry of Trade and Industry Singapore. 2010. Economic Survey of Singapore.
http://www.mti .gov.sg
Monadjemi MS. 1989. Fiscal and Interest Rates: A Multy-Country Analysis.
Australian Economic Paper 28:85-95.
Mukhtar T, Zakaria M, Ahmed M. 2007. An Empirical for the Twin Deficits
Hypothesis in Pakistan. Journal of Economic Cooperation 28(4):63-80.
Musgrave. 1980. Public Finance in Theory and Practice. McGraw-Hill New
York.
Obi B, Nurudeen A. 2009. Do Fiscal Deficits Raise Interest Rates in Nigeria?
Vector Autoregression Approach. Journal of Applied Quantitative Methods
4(3):306-316.
Purwanto T. 2011. Dampak Keterbukaan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Radhi F. 2009. Beban Utang Luar Negeri dalam Perekonomian Indonesia.
Economic Review.
Saleh AS. 2003. The Budget Deficit and Economic : A Survey. University of
Wollongong, Research Online.
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Terjemahan. Penerbit
Erlangga Jakarta.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
103
Sekmen F, Calisir M. Is there a Trade-off between Current Account Deficits and
Economic Growth? The Case of Turkey. International Research Journal of
Finance and Economics 62:166-172.
Sriyana J. 2005. Ketahanan Fiskal : Studi Kasus Malaysia dan Indonesia. Jurnal
Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang 10(2):123132.
Spillimbergo et al. 2008. Fiscal Policy for the Crisis. IMF Staff Position Note.
Dcember 29.
Subekti A. 2011. Dinamika Inflasi Indonesia pada Tataran Provinsi [Tesis].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tolo W.B. 2011. The Determinants of Economic Growth in the Philippines: a
New Look. IMF Working Paper 288.
Zengin A. 2000. The Twin Deficits Hypothesis (The Turkish Case). Zonguldak
Karaelmas University.
Widodo BT. 2005. Implikasi Pembiayaan Defisit APBN terhadap Kesinambungan
Fiskal (Fiscal Sustainability) [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.
World Bank. 2000. World Development Indicators 1999. Washington D.C., USA.
World Bank. 2010. World Development Indicators 2009. Washington D.C., USA.
World Bank. 2012. World Development Indicators 2011. Washington D.C., USA.
Zuhroh I, Kaluge D. 2007. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap
Pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia (Suatu Aplikasi Model
Vector Autoregressive, VAR). Journal of Indonesian Applied
Economics 1(1):59-73.
http://data.worldbank.org/indicator [20 April 2012]
http://www.adb.org/documents/books/key_indicator [22 April 2012]
http://www.imfstatistics.org [25 April 2012]
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
105
n terdahulu tentang dengan defisit fiskal, defisit transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi.
LITI
PENERBIT
arums
van
,
halid
6)
Business
Papers Bond
University
METODE
VAR
VARIABEL
DATA
HASIL
FD, CAD, suku bunga,
nilai tukar
ASEAN 4,
data
triwulanan
dari tahun
1976:1-2000:4
Terdapat hubungan LR dan tidak
langsung antara FD dan CAD, di
Thailand FD mempengaruhi CAD, di
Indonesia CAD mempengaruhi FD, di
Malaysia & Filipina terdapat hubungan
dua arah.
FD, CAD, investasi
ASEAN 5,
data tahunan,
1960 - 2003
TDH terjadi di tiga negara yaitu
Malaysia, Thailand dan Filipina,
pengeluaran pemerintah meng crowdsout
investasi
swasta,
investsi
mempengaruhi CAD, investasi domestik
yang tinggi dibiayai oleh sumber dana
dari luar.
Terdapat hubungan dua arah antara FD
dan CAD, dengan hubungan yang lebih
kuat CAD menyebabkan FD. Hasil ini
diperkuat
ketika
harga
minyak
dimasukkan sebagai variabel kontrol.
Terdapat hubungan satu arah yaitu CAD
menyebabkan
FD,
suku
bunga
mempengaruhi kedua defisit.
arums
mizun
il,
Lau
9)
Jurnal
Pengurusan 29
(2009) 15-32
mita
dan
Jha,
1)
ICRA
BULLETIN,
Money and
Finance,
Des 2011
VAR/VECM
FD, CAD, suku bunga,
nilai tukar, harga minyak
India, data
triwulanan
1998:1-2011:1
y
nto,
6)
Jurnal
Keuangan
Publik, Vol 4
No 2
VAR
FD, CAD, suku bunga,
nilai tukar, PDB
Indonesia,
data tahunan
1981-2004
VECM
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
106
LITI
PENERBIT
rdo
i dan
ya
ri
Current Issues
in Economic
and Finance,
Federal
Reserve Bank
of New York
6)
uan
dan
u Hsu
9)
National Chi
Nan
University,
Dept of
Economics
arlo
dan
tJ
er
6)
European
University
Institute
METODE
VARIABEL
DATA
HASIL
Panel
FEM
FD, CAD, konsumsi
swasta, pengeluaran
pemerintah, PDB,
pertumbuhan penduduk,
hutang
OECD,
Data tahunan
dari tahun
1972 - 2003
Defisit fiskal akan meningkatkan
konsumsi atau mengurangi tabungan
nasional,
defisit
fiskal
akan
menyebabkan defisit transaksi berjalan
yang lebih besar.
VAR/VECM
FD, CAD, suku bunga,
nilai tukar
4 negara
Eropa, 5
negara macan
Asia, AS.
Data tahunan,
1980 - 2007
Di semua negara yang diteliti, terdapat
hubungan antara defisit fiskal dan defisit
transaksi berjalan, dengan kekuatan
hubungan yang berbeda di masingmasing negara
VAR
FD, CAD, net ekspor,
pengeluaran pemerintah,
investasi, konsumsi,
tabungan, suku bunga,
openness
Australia,
Canada, UK,
US. Data
1979:1-2005:3
Di Australia, Kanada dan Inggris defisit
fiskal tidak menyebabkan defisit
perdagangan. Di Amerika Serikat defisit
perdagangan menyebabkan defisit fiskal.
Amerika,
Korea Selatan,
mexico, Peru
dan Costa
Rica.
Fenomena twin deficits berkaitan dengan
waktu dan dipengaruhi oleh vaktor lain.
Pada negara maju pada LR terdapat
hubungan yang lebih kuat antara FD dan
CAD, daripada pada negara berkembang.
Data
triwulanan
1987:1-1998:1
Terdapat hubungan kausal yang langsung
dari defisit fiskal ke defisit perdagangan.
eegler
6)
Duke
University
VAR
FD, CAD, komposisi
ekspor impor, posisi
negara sebagai pengutang
atau pemberi utang
engin
0)
Zonguldak
Karaelmas
University
VAR
FD, TD, pendapatan LN,
pendapatan DN, nilai
tukar, inflasi, suku bunga,
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
107
LITI
PENERBIT
to
ai
ho
ov
ev
0)
edorn
niel
h
1)
METODE
VARIABEL
DATA
HASIL
University
Gabriele
D’Annunzio
VAR
FD, CAD, investasi
(semua dalam rasio
terhadap PDB)
OECD,
data tahunan
1960-2005
Dengan structural breaks defisit fiskal
secara signifikan mempengaruhi defisit
transaksi berjalan, investasi di OECD
meningkat dibiayai oleh modal dari luar.
Financial
Theory and
Practice 34 (4)
Granger
Causality,
VAR,
VECM
FD, CAD
Bulgaria, data
triwulanan
2005:1-2010:2
Dengan Granger causality terdapat
hubungan kausal antara 2 defisit, tetapi
dengan VAR maupun VECM keduanya
menolak twin deficit hypothesis pada
jangka pendek, tetapi mengindikasikan
hal ini akan terjadi pada jangka panjang.
VAR
CAD per GPD, ukuran
konsolidasi fiskal per
GDP, investasi per GDP,
nilai tukar
OECD
Peningkatan 1 persen konsolidasi fiskal
per PDB akan meningkatkan defisit
transaksi berjalan sebesar 0,6 perseh,
mendukung
adnya
twin
deficits
hypothesis.
IMF
Economic
Review
Vol 59 No 4
bas,
Fatas,
o,
so
0)
IMF Working
Paper
WP/10/12
VAR, panel,
pendekatan
naratif
FD, CAD, PDB riil per
kapita, trade openness,
financial openness
176 negara,
data tahunan
1980-2007
Baik menggunakan VAR maupun regresi
panel hasil yang didapat akan sama yaitu
bahwa
terdapat
hubungan
yang
signifikan antara kedua defisit. Kenaikan
FD 1 persen akan meningkatkan CAD
0,2-0,3 persen.
Lau,
eong
g
9)
Discussion
Paper 11/09
Monash
University
Granger
Causality
FD, CAD
Data
triwulanan
1996:1-2006:1
Mendukung twin deficits hypothesis,
defisit fiskal sebagai penyebab defisit
transaksi berjalan dalam jangka pendek.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
108
LITI
PENERBIT
ots J.
o
1)
IMF Working
Paper
WP/11/288
atima,
r
med,
Ur
an
1)
International
Journal of
Trade,
Economics
and Finance,
Vol. 2, No. 6
gusto
,
Chong
pher
David
n
2)
Contribution
to
Macroeconom
ics Vol 2,
Issue 1
Discussion
Paper Series,
Department of
Economics,
Oxford
METODE
VARIABEL
DATA
HASIL
Regresi
Panel
Pertumbuhan PDB riil per
kapita, ekspor produk
pertanian, investasi, R&D,
pertumbuhan populasi,
ketidakpastian politik,
defisit fiskal, trade
openness, CAD, frekuensi
krisis
23 negara
emerging
markets dan
Filipina
Tahun19652008
Semua variabel independen berpengaruh
secara signifikan terhadap pertumbuhan
di Filipina.
Simultan,
2 SLS
Pertumbuhan ekonomi,
investasi, ekspor, impor,
defisit fiskal, suku bunga
riil, tingkat inflasi,
pertumbuhan populasi
Pakistan, data
tahunan
1980-2009
Defisit fiskal di Pakistan akan
menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Reducedform
approach,
GMM
Persistensi (lag CAD),
pertumbuhan output
domestik, nilai tukar riil,
TOT, FD, suku bunga riil
dunia, pertumbuhan output
negara industrialis
44 negara
sedang
berkembang,
data tahunan
1966-1994
Defisit transaksi berjalan persisten secara
moderat, kenaikan pertumbuhan output
domestik akan meningkatkan defisit
transaksi berjalan, apresiase nilai tukar
meningkatkan defisit transaksi berjalan,
tingkat pertumbuhan yang tinggi di
negara industrialis atau tingginya suku
bunga internasional akan mengurangi
defisit transaksi berjalan.
Panel
Karakteristik pertumbuhan
dan variabel fiskal masingmasing negara.
45 NSB, data
tahunan 19701999
Pertumbuhan meng off-side defisit
fiskal, dampak defisit fiskal terhadap
pertumbuhan bergantung pada cara
pembiayaan defisit (utang atau mencetak
uang).
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
109
LITI
PENERBIT
Chinn,
S.
d
0)
NBER
Working
Paper Series
7581
nder
vnik
6)
William
Davidson
Institute
Working
Paper (827)
harief
ry,
mad
an
kh
0)
European
Journal of
Economics,
Finance and
Aministrative
Sciences
eho
0)
European
Journal of
Economics,
Finance and
Administrative
Sciences
METODE
VARIABEL
DATA
HASIL
CrossSection and
Panel
Regression
CA/PDB, anggaran
pemerintah, pendapatan
relatif, rasio
ketergantungan, rata-rata
pertumbuhan PDB,
volatilitas TOT, derajat
keterbukaan, financial
deepening
Sejumlah
negara sedang
berkembang
dan negara
industri
Neraca transaksi berjalan berhubungan
positif dengan keseimbangan anggaran
pemerintah dan stok modal asing,
indikator openness berhubungan negatif
dengan neraca transaksi berjalan.
Panel, FEM,
REM
CA, pertumbuhan PDB
riil, pendpatan relatif,
anggaran pemerintah,
openness, hutang LN,
pertumbuhan PDB EU-15,
nilai tukar, dependensi
Negara2Eropa
Timur dan Uni
Soviet, Data
tahunan 19922003
Defisit transaksi berjalan akan meningkat
jika output domestik dan pengeluaran
pemerintah melebihi batas wajarnya.
Sebagian besar di negara Eropa Timur
dan Uni Soviet mengalami defisit
transaksi berjalan yang tinggi.
Johansen
test, ECM
CAD, pertumbuhan PDB,
tourist
Data tahunan,
50 tahun
terakhit
Terdapat hubungan kausal antara
tourism, CAD dan
pertumbuhan
ekonomi. Terdapat hubungan satu arah
dari CAD ke pertumbuhan PDB.
Granger
Causality
Pertumbuhan PDB, rasio
pembentukan modal
terhadap PDB, persentase
defisit fiskal terhadap PDB
Negara-negara
di Afrika
Barat, data
tahunan
1980-2005
Tidak terdapat hubungan kausalitas
antara defisit fiskal dan pertumbuhan,
hanya pada 4 negara defisit fiskal
menyebabkan penurunan pertumbuhan
ekonomi.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
110
LITI
PENERBIT
men,
afa
ir
1)
International
Research
Journal of
Finance and
Economics
rt,
Villieu
9)
Document
Derecherce,
Laboratorie
D’economie
D’orleans
nts,
arya,
en
3)
a,
nts,
ci,
dos
5)
IMF Working
Paper
WP/03/249
Journal of
International
Money and
Finance
METODE
ARDL
Sys-GMM
GMM
GMM
VARIABEL
CAD, pertumbuhan PDB
PDB per kapita, pajak,
defisit fiskal, seigniorage,
rasio investasi terhadap
PDB, human capital, trade
openness, pertumbuhan
populasi
PDB riil per kapita, tingkat
pendidikan, investasi/PDB,
FB/PDB, CAB/PDB,
Terms of Trade,
pertumbuhan populasi
PDB per kapita,
defisit/PDB, transfer,
subsidi, upah, bunga
pinjaman.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
DATA
HASIL
Data tahunan
1998-2009
Dalam jangka pendek terdapat hubungan
yang positif antara pertumbuhan
ekonomi dan defisit transaksi berjalan.
Tetapi dalam jangka panjang tidak
terdapat hubungan antara dua variabel.
48 negara,
data tahunan
1980-2006
Seigniorage
dan
defisit
fiskal
mempunyai efek negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
55 negara low
income, data
tahunan 19701999
Pengurangan utang luar negeri akan
meningkatkan investasi sehingga PDB
per kapita juga akan meningkat
Low income
countries, data
tahunan
1990-2000
Konsisten dengan hasil penelitian
sebelumnya, terdapat hubungan yang
signifikan antara penyesuaian fiskal dan
pertumbuhan per kapita. Penurunan 1
persen
defisit
fiskal/PDB
akan
meningkatkan pertumbuhan per kapita
0,5 persen.
http://www.pdf4free.com
111
LITI
PENERBIT
, Falk
5)
Empirica
(2005)
32: 19-43
ian
nn
8)
Economic
Working
Paper
re,
her,
er
4)
Working
Paper Series
No. 311/
Februari 2004
Woo
0)
IMF Working
Paper
WP/10/174
METODE
VARIABEL
DATA
HASIL
Sys-GMM
Investasi/PDB, pengeluran
R&D/PDB, human capital,
pajak, konsumsi
pemerintah/PDB, defisit
fiskal/PDB, subsidi,
openness, volatilitas
output, indeks korupsi
OECD, data
tahunan
1960-2002
- R&D mempengaruhi PDB per kapita
dengan elastisitas 0,22
- Defisit fiskal dan konsumsi pemerintah
(persen terhadap PDB) dan volatilitas
output signifikan mempengaruhi PDB
per kapita secara negatif.
Data panel
CAB/PDB, investasi/PDB,
trade openness, suku
bunga US, PDB per kapita,
M2
Negara OECD
Kedua variabel, yaitu defisit transaksi
berjalan
dan krisis mata uang
mempunyai efek negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
GMM
Nilai tukar riil, pendapatan
per kapita (ppp),
investasi/PDB,
konsumsi/PDB, FB/PDB,
CAB/PDB
33 negara
(21 OECD,
12 EU), tahun
1980-2002
Defisit fiskal mempengaruhi defisit
transaksi berjalan, negara dengan
pendapatan per kapita yang tinggi akan
meningkatkan defisit transaksi berjalan.
GMM
PDB riil per kapita, tingkat
pendidikan, inflasi, TOT,
utang pemerintah, defisit
fiskal
38 negara,
data tahunan
1970-2000
Hutang pemerintah dan pertumbuhan
mempunyai
hubungan
yang
berkebalikan. Peningkatan 10 persen
utang/PDB akan mengurangi PDB per
kapita 0,2 persen per tahun.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
112
Lampiran 2 Hasil panel Unit Root Test
Panel unit root test: Summary
Series: FD
Date: 06/19/12 Time: 19:48
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-1.73596
0.0413
Breitung t-stat
-3.10249
0.0010
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-0.52574
0.2995
ADF - Fisher Chi-square
16.5367
0.4162
PP - Fisher Chi-square
14.3381
0.5735
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(FD)
Date: 06/19/12 Time: 19:50
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-4.43718
0.0000
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-5.39700
0.0000
ADF - Fisher Chi-square
58.3252
0.0000
PP - Fisher Chi-square
102.483
0.0000
PDF Creator - PDF4Free v2.0
Crosssections
Obs
8
120
8
8
8
120
120
128
http://www.pdf4free.com
113
Panel unit root test: Summary
Series: TD
Date: 06/20/12 Time: 03:14
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-2.49504
0.0063
Breitung t-stat
-1.95434
0.0253
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-1.31512
0.0942
ADF - Fisher Chi-square
23.7874
0.0943
PP - Fisher Chi-square
14.4760
0.5633
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(TD)
Date: 06/20/12 Time: 03:15
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-5.97341
0.0000
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-4.90363
0.0000
ADF - Fisher Chi-square
53.0742
0.0000
PP - Fisher Chi-square
96.3960
0.0000
Crosssections
Obs
8
120
8
8
8
120
120
128
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
114
Panel unit root test: Summary
Series: LNGDPF
Date: 06/20/12 Time: 03:16
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-1.57908
0.0572
Breitung t-stat
0.70241
0.7588
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-0.63701
0.2621
ADF - Fisher Chi-square
16.6478
0.4087
PP - Fisher Chi-square
3.26313
0.9997
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(LNGDPF)
Date: 06/20/12 Time: 03:17
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-1.70433
0.0442
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-2.51238
0.0060
ADF - Fisher Chi-square
30.9100
0.0138
PP - Fisher Chi-square
32.0163
0.0100
Crosssections
Obs
8
120
8
8
8
120
120
128
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
115
Panel unit root test: Summary
Series: RIR
Date: 06/20/12 Time: 03:18
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-3.12276
0.0009
Breitung t-stat
-1.40306
0.0803
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-2.09300
0.0182
ADF - Fisher Chi-square
26.9877
0.0416
PP - Fisher Chi-square
66.5516
0.0000
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(RIR)
Date: 06/20/12 Time: 03:19
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-1.70703
0.0439
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-6.35300
0.0000
ADF - Fisher Chi-square
68.1044
0.0000
PP - Fisher Chi-square
1012.97
0.0000
Crosssections
Obs
8
120
8
8
8
120
120
128
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
116
Panel unit root test: Summary
Series: RER
Date: 06/20/12 Time: 03:28
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
1.61707
0.9471
Breitung t-stat
0.80375
0.7892
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
2.41391
0.9921
ADF - Fisher Chi-square
5.59689
0.9919
PP - Fisher Chi-square
15.9364
0.4574
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(RER)
Date: 06/20/12 Time: 03:29
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: None
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-7.26704
0.0000
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
ADF - Fisher Chi-square
75.4071
0.0000
PP - Fisher Chi-square
110.389
0.0000
Crosssections
Obs
8
120
8
8
120
128
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
117
Panel unit root test: Summary
Series: LNGDP
Date: 06/20/12 Time: 03:21
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-1.53248
0.0627
Breitung t-stat
-0.69364
0.2440
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-1.11378
0.1327
ADF - Fisher Chi-square
21.8342
0.1486
PP - Fisher Chi-square
15.0822
0.5186
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(LNGDP)
Date: 06/20/12 Time: 03:22
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-5.44718
0.0000
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-5.08045
0.0000
ADF - Fisher Chi-square
55.1486
0.0000
PP - Fisher Chi-square
77.8608
0.0000
Crosssections
Obs
8
120
8
8
8
120
120
128
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
118
Panel unit root test: Summary
Series: LNCPI
Date: 06/20/12 Time: 03:23
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-3.76054
0.0001
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-3.05145
0.0011
ADF - Fisher Chi-square
37.0526
0.0021
PP - Fisher Chi-square
51.1550
0.0000
Crosssections
Obs
8
128
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
119
Panel unit root test: Summary
Series: TO
Date: 07/12/12 Time: 09:10
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-0.65371
0.2567
Breitung t-stat
0.24078
0.5951
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
1.18794
0.8826
ADF - Fisher Chi-square
8.11491
0.9454
PP - Fisher Chi-square
12.8148
0.6862
Crosssections
Obs
8
8
128
120
8
8
8
128
128
136
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Panel unit root test: Summary
Series: D(TO)
Date: 07/12/12 Time: 09:12
Sample: 1993 2010
Exogenous variables: Individual effects
User specified lags at: 1
Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel
Balanced observations for each test
Method
Statistic
Prob.**
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t*
-3.48929
0.0002
Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat
-3.45074
0.0003
ADF - Fisher Chi-square
38.9591
0.0011
PP - Fisher Chi-square
94.4061
0.0000
Crosssections
Obs
8
120
8
8
8
120
120
128
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
120
Lampiran 3 Hasil pengolahan data panel
1. Model Defisit Perdagangan
. xtabond D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer, lags(1) artests(2)
Arellano-Bond dynamic panel-data estimation
Group variable: neg
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Number of instruments =
97
cad
LD.
fd
D1.
lngdpf
D1.
rir
D1.
rer
D1.
_cons
Coef.
Std. Err.
120
8
min =
avg =
max =
15
15
15
Wald chi2(5)
Prob > chi2
=
=
15.50
0.0084
P>|z|
[95% Conf. Interval]
Obs per group:
One-step results
D.cad
=
=
z
-.0335534
.0919064
-0.37
0.715
-.2136866
.1465798
-.39464
.1666547
-2.37
0.018
-.7212771
-.0680028
3.863686
15.13649
0.26
0.799
-25.8033
33.53067
.0145227
.0786563
0.18
0.854
-.1396409
.1686863
.0015299
-.0784716
.0007102
1.315242
2.15
-0.06
0.031
0.952
.0001379
-2.656299
.0029219
2.499356
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).D.cad
Standard: D2.fd D2.lngdpf D2.rir D2.rer
Instruments for level equation
Standard: _cons
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(91)
Prob > chi2
=
=
88.84948
0.5442
. estat abond
artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm)
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
-2.1939
-1.5413
Prob > z
0.0282
0.1232
H0: no autocorrelation
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
121
. x ta bo nd D .c ad D. fd D .l ng dp f D. r ir D .r er f d3 , la g s( 1) a rt es ts (2 ) v ce (r )
A re ll an o- Bo nd d y na mi c pa ne l- da ta es ti ma ti on
G ro up v ar ia bl e: ne g
T im e va ri ab le : t ah un
Nu mb e r of o bs
Nu mb e r of g ro up s
N um be r of i ns tr u me nt s =
Wa ld ch i2 (6 )
Pr ob > ch i2
Ob s p er g ro up :
90
O ne -s te p re su lt s
D. ca d
Co ef .
ca d
LD .
fd
D1 .
l ng dp f
D1 .
ri r
D1 .
re r
D1 .
fd 3
_c on s
R ob u st
St d. Er r.
z
P > |z |
=
=
10 5
7
m in =
a vg =
m ax =
15
15
15
=
=
33 03 .6 7
0 .0 00 0
[9 5% C on f . In te rv al ]
-. 10 14 92 1
.0 43 7 12 3
- 2. 32
0 . 02 0
- .1 87 16 65
-. 01 58 17 6
-. 23 84 61 6
.2 44 3 66 8
- 0. 98
0 . 32 9
- .7 17 41 17
. 24 04 88 5
-5 .6 79 58 3
13 .4 3 67 7
- 0. 42
0 . 67 3
- 32 .0 15 16
2 0. 65 59 9
. 06 38 37 2
.0 65 8 90 5
0. 97
0 . 33 3
- .0 65 30 59
. 19 29 80 2
. 02 01 56 6
. 79 54 67 5
1 .1 25 38 4
.0 01 5 05 8
.2 84 5 01 4
1. 17 1 78 2
1 3. 39
2. 80
0. 96
0 . 00 0
0 . 00 5
0 . 33 7
.0 17 20 52
. 23 78 55
- 1. 17 12 67
. 02 31 07 9
1. 35 30 8
3 .4 22 03 6
I ns tr um en ts f or di ff er en ce d eq ua t io n
G MM -t yp e : L( 2/ .) .D .c ad
S ta nd ar d : D2 .f d D2 .l ng dp f D 2. ri r D2 .r er D . fd 3
I ns tr um en ts f or le ve l eq ua ti on
S ta nd ar d : _c on s
. e st at a bo nd
a rt es ts n ot c om p ut ed f or o ne -s te p s ys te m es ti ma to r w it h vc e( gm m)
A re ll an o- Bo nd t e st f or z er o au to c or re la ti on i n fi r st -d if fe re nc ed e r ro rs
Or de r
1
2
z
Pr ob > z
- 2. 10 7 7
- 1. 43 1 5
0 .0 35 1
0 .1 52 3
H0 : no a ut oc o rr el at io n
. xtabond D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer fd1 fd2, lags(1) artests(2)
Arellano-Bond dynamic panel-data estimation
Group variable: neg
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Number of instruments =
Wald chi2(7)
Prob > chi2
Obs per group:
99
One-step results
D.cad
Coef.
cad
LD.
fd
D1.
lngdpf
D1.
rir
D1.
rer
D1.
fd1
fd2
_cons
Std. Err.
z
P>|z|
=
=
120
8
min =
avg =
max =
15
15
15
=
=
15.73
0.0277
[95% Conf. Interval]
-.0230845
.0953953
-0.24
0.809
-.2100559
.1638869
-.3270266
.1802902
-1.81
0.070
-.6803889
.0263358
8.568967
16.56493
0.52
0.605
-23.89771
41.03564
.0176363
.0800382
0.22
0.826
-.1392356
.1745082
.0015886
-.3031361
-.0053988
-.4462616
.000725
.2917115
.2981512
1.456402
2.19
-1.04
-0.02
-0.31
0.028
0.299
0.986
0.759
.0001676
-.8748801
-.5897644
-3.300757
.0030095
.268608
.5789668
2.408234
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).D.cad
Standard: D2.fd D2.lngdpf D2.rir D2.rer D.fd1 D.fd2
Instruments for level equation
Standard: _cons
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(91)
Prob > chi2
=
=
85.91049
0.6311
. estat abond
artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm)
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
-2.1603
-1.2129
Prob > z
0.0307
0.2252
H0: no autocorrelation
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
122
.
xtdpdsys D.cad D.fd D.lngdpf D.rer D.rir, lags(1) artest(2)
System dynamic panel-data estimation
Group variable: neg
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Number of instruments =
Wald chi2(5)
Prob > chi2
Obs per group:
112
One-step results
D.cad
cad
LD.
fd
D1.
lngdpf
D1.
rer
D1.
rir
D1.
_cons
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
=
=
128
8
min =
avg =
max =
16
16
16
=
=
19.43
0.0016
[95% Conf. Interval]
-.0281229
.0707959
-0.40
0.691
-.1668802
.1106345
-.3918517
.1565009
-2.50
0.012
-.6985877
-.0851157
.4849273
13.35597
0.04
0.971
-25.6923
26.66215
.0016895
.0006906
2.45
0.014
.0003359
.0030431
.0412866
.1900211
.0722697
1.171784
0.57
0.16
0.568
0.871
-.1003594
-2.106634
.1829326
2.486676
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).D.cad
Standard: D2.fd D2.lngdpf D2.rer D2.rir
Instruments for level equation
GMM-type: LD2.cad
Standard: _cons
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(106)
Prob > chi2
=
=
96.34892
0.7382
. estat abond
artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm)
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
Prob > z
-2.21 0.0271
-1.5912 0.1116
H0: no autocorrelation
.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
123
. xtreg D.cad L.D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer, re
Random-effects GLS regression
Group variable: neg
Number of obs
Number of groups
=
=
128
8
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
16
16.0
16
within = 0.1070
between = 0.1151
overall = 0.1071
Random effects u_i ~ Gaussian
corr(u_i, X)
= 0 (assumed)
D.cad
cad
LD.
fd
D1.
lngdpf
D1.
rir
D1.
rer
D1.
_cons
Coef.
Wald chi2(5)
Prob > chi2
Std. Err.
z
P>|z|
=
=
[95% Conf. Interval]
-.0291439
.0865859
-0.34
0.736
-.4035064
.1484495
-2.72
3.537425
8.023249
0.44
.0004415
.0716314
.001135
-.034758
.000618
.7543484
0
3.925637
0
(fraction of variance due to u_i)
sigma_u
sigma_e
rho
14.63
0.0120
-.1988492
.1405614
0.007
-.694462
-.1125508
0.659
-12.18786
19.2627
0.01
0.995
-.1399535
.1408365
1.84
-0.05
0.066
0.963
-.0000763
-1.513254
.0023463
1.443738
. xtreg D.cad L.D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer, fe
Fixed-effects (within) regression
Group variable: neg
Number of obs
Number of groups
=
=
128
8
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
16
16.0
16
within = 0.1094
between = 0.0510
overall = 0.1011
corr(u_i, Xb)
D.cad
cad
LD.
fd
D1.
lngdpf
D1.
rir
D1.
rer
D1.
_cons
sigma_u
sigma_e
rho
F(5,115)
Prob > F
= -0.1294
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
=
=
2.82
0.0192
[95% Conf. Interval]
-.0402432
.0893409
-0.45
0.653
-.2172103
.1367239
-.3633333
.1585337
-2.29
0.024
-.677358
-.0493086
-3.312059
13.95056
-0.24
0.813
-30.94543
24.32132
.0028611
.07469
0.04
0.970
-.1450854
.1508076
.0011847
.5429779
.0006507
1.217176
1.82
0.45
0.071
0.656
-.0001041
-1.868013
.0024735
2.953969
.57022301
3.925637
.02066337
F test that all u_i=0:
(fraction of variance due to u_i)
F(7, 115) =
0.22
Prob > F = 0.9799
more
. regress D.cad L.D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer
Source
SS
df
MS
Model
Residual
211.775166
1799.70432
5
122
42.3550333
14.7516748
Total
2011.47949
127
15.8384212
D.cad
cad
LD.
fd
D1.
lngdpf
D1.
rir
D1.
rer
D1.
_cons
Coef.
Std. Err.
t
Number of obs
F( 5,
122)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
P>|t|
=
=
=
=
=
=
128
2.87
0.0174
0.1053
0.0686
3.8408
[95% Conf. Interval]
-.0295451
.0866735
-0.34
0.734
-.2011239
.1420337
-.3951384
.1480383
-2.67
0.009
-.6881951
-.1020817
3.487349
8.031303
0.43
0.665
-12.41142
19.38612
.0012213
.071711
0.02
0.986
-.1407377
.1431803
.0011404
-.0283482
.0006187
.7550775
1.84
-0.04
0.068
0.970
-.0000843
-1.523099
.0023651
1.466403
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
124
2. Model Pertumbuhan Ekonomi
. x t dp d sy s D . ln g d p D .c a de s t D .f d D . ln c pi D. t ot dk 1 d k 2, la g s (1 ) a r te s ts ( 2)
S ys t em dy n am i c p a ne l -d a ta es t im a ti o n
G ro u p v ar i ab l e: n eg
T im e v a ri a bl e : t a hu n
N u mb e r o f o bs
N u mb e r o f g ro u p s
N um b er of in s tr u m en t s =
W a ld ch i 2( 7 )
P r ob > c hi 2
O b s p er gr o up :
113
O ne - st e p r es u lt s
D . ln g dp
Co e f.
ln g dp
L D.
c ad e st
D 1.
fd
D 1.
ln c pi
D 1.
t ot
D 1.
d k1
d k2
_c o ns
S td . E r r.
z
P > |z |
=
=
12 8
8
mi n =
av g =
ma x =
16
16
16
=
=
27 3 .8 6
0. 0 00 0
[ 9 5% Co n f. In t er v al ]
.1 9 70 8 38
. 06 5 36 9 1
3. 0 1
0 . 00 3
. 0 68 9 62 7
. 3 25 2 04 9
- .0 0 28 4 74
. 00 1 50 9 7
- 1. 8 9
0 . 05 9
- . 0 05 8 06 3
. 0 00 1 11 5
.0 0 27 5 34
. 00 1 29 0 1
2. 1 3
0 . 03 3
. 0 00 2 24 8
. 00 5 28 2
- .0 0 41 1 45
. 00 2 65 1 3
- 1. 5 5
0 . 12 1
- . 0 09 3 10 9
. 0 01 0 81 8
- .0 0 00 1 25
- .0 9 80 4 88
- .0 3 95 3 45
.0 4 59 2 44
. 00 0 19 8 3
.0 0 91 7 8
. 01 0 00 3 7
. 00 4 23 3 7
- 0. 0 6
- 1 0. 6 8
- 3. 9 5
1 0. 8 5
0 . 95 0
0 . 00 0
0 . 00 0
0 . 00 0
- . 0 00 4 01 2
- . 1 16 0 37 4
- . 0 59 1 41 3
. 0 37 6 26 5
. 0 00 3 76 3
-. 0 80 0 60 2
-. 0 19 9 27 6
. 0 54 2 22 2
I ns t ru m en t s f or d if f er e nc e d e qu a ti o n
G M M- t yp e : L ( 2/ . ). D .l n gd p
S t an d ar d : D 2 .c a de s t D 2. f d D 2. l nc p i D 2. t ot D. d k1 D. d k 2
I ns t ru m en t s f or l ev e l e qu a ti o n
G M M- t yp e : L D 2. l ng d p
S t an d ar d : _ c on s
. e s ta t s a rg a n
S ar g an te s t o f o v er i de n ti f yi n g r es t ri c ti o ns
H 0 : o ve r i de n ti f yi n g r es t ri c ti o ns ar e v a li d
c h i2 ( 10 5 )
P r ob > c h i2
=
=
1 0 4. 7 97 1
0. 4 87 2
. estat abond
artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm)
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
-2.4132
.66504
Prob > z
0.0158
0.5060
H0: no autocorrelation
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
125
. xtdpdsys D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot fd1 fd2 dk1 dk2, lags(1) artests(2)
System dynamic panel-data estimation
Group variable: neg
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Number of instruments =
Wald chi2(9)
Prob > chi2
Obs per group:
115
One-step results
D.lngdp
Coef.
lngdp
LD.
cadest
D1.
fd
D1.
lncpi
D1.
tot
D1.
fd1
fd2
dk1
dk2
_cons
Std. Err.
z
P>|z|
=
=
128
8
min =
avg =
max =
16
16
16
=
=
278.42
0.0000
[95% Conf. Interval]
.1187074
.0780515
1.52
0.128
-.0342708
-.0021636
.0015233
-1.42
0.156
-.0051492
.2716855
.000822
.0021927
.0013122
1.67
0.095
-.0003791
.0047646
-.0038502
.002672
-1.44
0.150
-.0090873
.0013868
1.07e-06
.0015237
.0028101
-.0966466
-.039171
.0512095
.0001971
.0013508
.0019205
.0092091
.0099655
.0053123
0.01
1.13
1.46
-10.49
-3.93
9.64
0.996
0.259
0.143
0.000
0.000
0.000
-.0003853
-.0011239
-.000954
-.1146962
-.0587029
.0407976
.0003875
.0041712
.0065743
-.0785971
-.019639
.0616213
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).D.lngdp
Standard: D2.cadest D2.fd D2.lncpi D2.tot D.fd1 D.fd2 D.dk1 D.dk2
Instruments for level equation
GMM-type: LD2.lngdp
Standard: _cons
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(105)
Prob > chi2
=
=
108.3771
0.3911
. estat abond
artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm)
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
-2.4419
.51036
Prob > z
0.0146
0.6098
H0: no autocorrelation
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
126
. xtabond D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2, lags(1) artests(2)
Arellano-Bond dynamic panel-data estimation
Group variable: neg
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Number of instruments =
Wald chi2(7)
Prob > chi2
Obs per group:
98
One-step results
D.lngdp
Coef.
lngdp
LD.
cadest
D1.
fd
D1.
lncpi
D1.
tot
D1.
dk1
dk2
_cons
Std. Err.
z
P>|z|
=
=
120
8
min =
avg =
max =
15
15
15
=
=
165.15
0.0000
[95% Conf. Interval]
.1428428
.0762456
1.87
0.061
-.0065959
.2922815
-.0018694
.001524
-1.23
0.220
-.0048565
.0011177
.0025581
.0013584
1.88
0.060
-.0001043
.0052206
-.0042104
.0026335
-1.60
0.110
-.0093721
.0009512
-.0000546
-.089091
-.0430535
.0481295
.0002081
.0101826
.0110425
.0045662
-0.26
-8.75
-3.90
10.54
0.793
0.000
0.000
0.000
-.0004624
-.1090485
-.0646965
.0391799
.0003532
-.0691334
-.0214105
.0570791
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).D.lngdp
Standard: D2.cadest D2.fd D2.lncpi D2.tot D.dk1 D.dk2
Instruments for level equation
Standard: _cons
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(90)
Prob > chi2
=
=
88.5015
0.5249
. estat abond
artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm)
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
Prob > z
-2.4874
.24551
0.0129
0.8061
H0: no autocorrelation
. xtr eg D.l ngd p L .D. lng dp D. cad est D. fd D.l ncp i D .to t d k1 dk2 , f e
Fi xed -ef fec ts (wi thi n) re gre ssi on
Gr oup va ria ble : n eg
N umb er of obs
N umb er of gro ups
=
=
1 28
8
R- sq:
O bs per gr oup : m in =
a vg =
m ax =
16
16 .0
16
w ith in = 0.5 960
b etw een = 0.9 275
o ver all = 0.5 169
co rr( u_i , X b)
D.l ngd p
l ngd p
LD .
ca des t
D1 .
fd
D1 .
l ncp i
D1 .
to t
D1 .
dk 1
dk 2
_ con s
sig ma_ u
sig ma_ e
rh o
F (7, 113 )
P rob > F
= 0.1 267
Coe f.
.15 493 44
Std . E rr.
t
=
=
23. 82
0 .00 00
P >|t |
[95 % C onf . I nte rva l]
.07 375 47
2. 10
0 .03 8
.00 881 31
.30 105 58
- .00 213 68
.0 014 76
-1. 45
0 .15 0
-.0 050 61
.00 078 75
.0 024 13
.00 130 53
1. 85
0 .06 7
-.0 001 73
.00 499 89
- .00 343 54
.00 258 25
-1. 33
0 .18 6
- .00 855 18
.00 168 09
- .00 006 39
- .08 792 79
- .04 270 51
.04 747 45
.00 020 33
.00 997 74
.01 095 06
.0 044 45
-0. 31
-8. 81
-3. 90
10. 68
0 .75 4
0 .00 0
0 .00 0
0 .00 0
- .00 046 67
- .10 769 49
- .06 440 03
.03 866 81
.0 003 39
- .06 816 08
- .02 100 99
.05 628 08
. 020 257 72
. 024 824 69
. 399 726 41
F tes t t hat al l u _i= 0:
PDF Creator - PDF4Free v2.0
(fr act ion of va ria nce du e t o u _i)
F (7, 11 3) =
6.6 3
Pro b > F = 0 .00 00
http://www.pdf4free.com
127
. xtreg D.lngdp L.D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2, re
Random-effects GLS regression
Group variable: neg
Number of obs
Number of groups
=
=
128
8
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
16
16.0
16
within = 0.5459
between = 0.9901
overall = 0.5868
Random effects u_i ~ Gaussian
corr(u_i, X)
= 0 (assumed)
D.lngdp
lngdp
LD.
cadest
D1.
fd
D1.
lncpi
D1.
tot
D1.
dk1
dk2
_cons
sigma_u
sigma_e
rho
Coef.
Wald chi2(7)
Prob > chi2
Std. Err.
z
P>|z|
=
=
170.40
0.0000
[95% Conf. Interval]
.462626
.0669671
6.91
0.000
.3313729
.5938791
-.0054832
.0015929
-3.44
0.001
-.0086052
-.0023612
.0009814
.0014599
0.67
0.501
-.00188
.0038429
-.0049294
.0029638
-1.66
0.096
-.0107384
.0008795
.0000767
-.0856151
-.0368313
.0319888
.0002293
.0114728
.0125609
.0043894
0.33
-7.46
-2.93
7.29
0.738
0.000
0.003
0.000
-.0003727
-.1081014
-.0614503
.0233857
.0005261
-.0631288
-.0122123
.0405918
0
.02482469
0
(fraction of variance due to u_i)
. hausman fixed random
Coefficients
(b)
(B)
fixed
random
LD.lngdp
D.cadest
D.fd
D.lncpi
D.tot
dk1
dk2
.1549344
-.0021368
.002413
-.0034354
-.0000639
-.0879279
-.0427051
(b-B)
Difference
.462626
-.0054832
.0009814
-.0049294
.0000767
-.0856151
-.0368313
sqrt(diag(V_b-V_B))
S.E.
-.3076916
.0033464
.0014315
.001494
-.0001406
-.0023128
-.0058738
.0309058
.
.
.
.
.
.
b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg
B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg
Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic
chi2(7) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B)
=
98.61
Prob>chi2 =
0.0000
(V_b-V_B is not positive definite)
. regress D.lngdp L.D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2
Source
SS
df
MS
Model
Residual
.139520472
.09825285
7
120
.019931496
.000818774
Total
.237773321
127
.001872231
D.lngdp
lngdp
LD.
cadest
D1.
fd
D1.
lncpi
D1.
tot
D1.
dk1
dk2
_cons
Coef.
Std. Err.
t
Number of obs
F( 7,
120)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
=
=
=
=
=
=
128
24.34
0.0000
0.5868
0.5627
.02861
P>|t|
[95% Conf. Interval]
.462626
.0669671
6.91
0.000
.3300358
.5952162
-.0054832
.0015929
-3.44
0.001
-.008637
-.0023294
.0009814
.0014599
0.67
0.503
-.0019092
.003872
-.0049294
.0029638
-1.66
0.099
-.0107976
.0009387
.0000767
-.0856151
-.0368313
.0319888
.0002293
.0114728
.0125609
.0043894
0.33
-7.46
-2.93
7.29
0.739
0.000
0.004
0.000
-.0003772
-.1083305
-.0617011
.0232981
.0005306
-.0628998
-.0119615
.0406795
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Download