DEFISIT FISKAL, DEFISIT PERDAGANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA-NEGARA DI KAWASAN ASEAN+3 NURINA PARAMITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2012 Nurina Paramitasari NRP. H151104334 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com ABSTRACT NURINA PARAMITASARI. Fiscal Deficit, Trade Deficit and Growth in ASEAN+3. Under direction of HERMANTO SIREGAR and LUKYTAWATI ANGGRAENI. The ambiguity of expansionary fiscal policy raises interest among researchers to explore further about the relationship between fiscal deficit, trade deficit, and economic growth. Several studies on the relationship between fiscal deficit and trade deficit, which also known as twin deficits, have different conclusions in every country. Likewise the impact of fiscal deficits on economic growth. This research aims to comprehensively examine the relationships between those three variables, starting with analyzing the impact of fiscal deficits on the trade deficit and continued by determining both impact of these deficits on economic growth in ASEAN +3 countries. By using a dynamic panel data analysis of the eight countries during 1993-2010, there are three findings i.e. 1) twin deficits hypothesis (TDH) holds only for China, 2) fiscal deficit has a positive impact on growth, and 3) trade deficit has a negative impact on the growth of countries in ASEAN +3. Keywords : fiscal deficit, trade deficit, dynamic panel data, ASEAN+3 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com RINGKASAN NURINA PARAMITASARI. Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan LUKYTAWATI ANGGRAENI. Isu defisit fiskal menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya di negara-negara ASEAN+3, sejak krisis ekonomi melanda kawasan ini pada tahun 1997/1998. Ketika defisit fiskal telah mencapai nilai yang relatif besar dan terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama, hal ini dapat memengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan kondisi makroekonomi suatu negara. Stimulus fiskal yang semestinya diharapkan dapat meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang akomodatif, justru dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif. Peranan kebijakan fiskal ekspansif menjadi ambigu dalam sebuah perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3, 2) menganalisis dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 dan 3) menganalisis dampak kedua defisit tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010. Ketika benar bahwa defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan, maka dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi akan jauh lebih besar. Keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing negara di kawasan ASEAN+3 dianalisis menggunaan plot regresi, koefisien korelasi Pearson dan uji kausalitas Granger. Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan mendapatkan hasil bahwa defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan pada semua negara di kawasan ASEAN+3 kecuali di China. Defisit fiskal di negara ini menyebabkan terjadinya defisit perdagangan atau berlaku twin deficits hypothesis (TDH), dengan didukung koefisien korelasi Pearson yang bertanda positif dan signifikan pada á sebesar 1 persen. Hasil plot regresi kedua defisit dengan pertumbuhan ekonomi yaitu defisit fiskal memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi semua negara di kawasan ASEAN+3 sementara defisit perdagangan memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kecuali di negara Singapura dan China. Uji kausalitas Granger menemukan hasil tidak ada hubungan antara kedua defisit atau defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan pada tiga negara yaitu Philipina, Singapura dan Thailand, sedangkan pola hubungan antara kedua defisit dengan pertumbuhan ekonomi adalah dua arah atau saling menyebabkan. Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan 2 dan 3 adalah metode data panel dinamis baik secara keseluruhan delapan negara di kawasan ASEAN+3 maupun secara terpisah menurut kelompok, mengacu pada hasil penelitian Achsani dan Siregar (2010). Untuk model defisit perdagangan metode yang terbaik adalah FD GMM, sedangkan metode terbaik untuk model pertumbuhan ekonomi adalah Sys-GMM. Berdasarkan hasil eksplorasi awal dengan metode plot regresi dan uji kausalitas Granger yang menyatakan berlakunya TDH di negara China, untuk memperkuat temuan tersebut maka dilakukan pengujian dengan pemodelan data panel dinamis. Hasil yang didapatkan benar bahwa TDH PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com hanya berlaku pada negara China. Rezim fixed exchange rate yang dianut negara ini membuat permintaan impor melambung, terbesar diantara negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu mencapai besaran 1,52 triliun US$. Tingkat investasi yang lebih tinggi dari tingkat tabungan, juga mendorong fenomena TDH berlaku di China. Kedua defisit memberikan dampak yang berbeda terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Defisit perdagangan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus, sedangkan defisit fiskal memberikan dampak positif dengan besaran yang sama yaitu sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus. Hubungan negatif antara defisit fiskal dan tingkat suku bunga riil, berimplikasi pada dua hal yaitu terjadinya efek crowding-in investment dan tidak terganggunya neraca perdagangan, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sinkronisasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter negara-negara di kawasan ASEAN+3 semakin memperkuat dampak positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan. Kata kunci : Defisit fiskal, defisit perdagangan, data panel dinamis, ASEAN+3 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com © Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com DEFISIT FISKAL, DEFISIT PERDAGANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA-NEGARA DI KAWASAN ASEAN+3 NURINA PARAMITASARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com Judul Penelitian Nama NRP Program Studi : Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 : Nurina Paramitasari : H151104334 : Ilmu Ekonomi Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. Ketua Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 18 Juli 2012 Tanggal Lulus: PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. KepadaMu-lah segala sesuatu bergantung dan kepadaMu-lah segala sesuatu sepatutnya berserah diri. Sholawat serta salam akan selalu tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga,dan para sahabatnya yang sholih. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3”. Rangkaian ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Ir. Nanan Sunandi, M.Sc, selaku Kepala BPS Provinsi Banten dan Din Komarudin W, B.St, selaku Kepala BPS Kabupaten Serang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB. 2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kesungguhan sampai terselesaikannya tesis ini. 3. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai penguji atas saran dan kritik yang berharga untuk penyempurnaan tulisan ini. 4. Bapak Ibundaku atas kasih sayang, doa, nasehat dan kesabarannya dalam mengajarkan arti kehidupan, walaupun anakmu ini sudah berumah tangga. 5. Suamiku tercinta, Achmad Jaelani, SH, M. Hum atas segala kasih sayang, doa, semangat dan pengorbanan yang tulus. Dua bidadari kecilku, kakak Ayesha Salma Syahida dan adek Kensae Afwani Maulida yang membuat rasa letih itu sirna, memotivasi penulis untuk tetap semangat dalam menjalani hidup. 6. Rekan-rekan se-angkatan BPS Batch 3 atas sumbangan ide, pikiran serta saran dalam menyempurnakan penulisan tesis. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, 12 Juli 2012 Nurina Paramitasari PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nurina Paramitasari lahir pada tanggal 13 Mei 1984 di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Mulyadi, S.Pd, M.Pd dan Ibu Hj. Maryanti, S.Pd. Penulis dibesarkan di Klaten, dan menyelesaikan pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah umum di kota tersebut. Pendidikan dasar penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri Tonggalan I dan lulus pada tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri II Klaten lulus pada tahun 1998, dan Sekolah Menengah Umum Negeri I Klaten diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan tinggi penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jurusan Statistik Ekonomi dan lulus pada tahun 2005, mendapatkan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST). Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan pasca sarjana penulis menjalani program alih jenjang Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dan meraih gelar Sarjana Ekonomi pada tahun yang sama. Penulis diangkat sebagai CPNS pada Badan Pusat Statistik terhitung mulai tanggal 1 Desember 2005 dan ditempatkan sebagai staf di bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Selama kurang lebih dua tahun penulis mengabdi di sana dan sejak Juli 2008 sampai dengan saat ini penulis bertugas di BPS Kabupaten Serang Provinsi Banten. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah...................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 7 1.4 Kegunaan Penelitian..................................................................... 7 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian................................. 8 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN............... 9 2.1 Peranan Pemerintah ..................................................................... 9 2.2 Defisit Fiskal ............................................................................... 10 2.3 Defisit perdagangan .............. ....................................................... 13 2.4 Hubungan Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan ........................ 15 2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Keynesian .............................. 18 2.6 Hubungan Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi ..................... 20 2.6.1 Kelompok Keynessian .......................................................... 20 2.6.2 Kelompok Neoklasik ............................................................ 21 2.7 Hubungan Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi .......... 22 2.8 Hubungan PDB Negara Lain dan Defisit Perdagangan................... 23 2.9 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi ............................... . 23 2.10 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi 25 2.11 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 26 2.11.1 Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan ............................ . 27 2.11.2 Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi .......................... 29 2.11.3 Defisit Perdagangann dan Pertumbuhan Ekonomi ... ....... 30 2.12 Kerangka Pemikiran ........ .......................................................... 31 2.13 Hipothesis ...................................................................... .............. 33 II. III. METODE PENELITIAN ................................................................... 35 xi PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 35 3.2 Metode Analisis ........................................................................... 35 3.2.1 Analisis Deskriptif ............................................................... 36 3.3.2 Analisis Data Panel .............................................................. 36 3.3 Spesifikasi Model ........................................................................ 49 3.4 Definisi Variabel Operasional ...................................................... 51 3.6 Prosedur Analisis ............................................................................. 52 IV. ANALISIS DESKRIPTIF .................................................................. 55 4.1 Kerjasama Regional Kawasan ASEAN+3 ....................................... 55 4.2 Potensi Ekonomi Kawasan ASEAN+3 ............................................ 57 4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Faktor-Faktor Pendukungnya ................. 61 4.4 Keterkaitan Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan V. dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 .............. 71 ANALISIS PANEL DINAMIS .......................................................... 69 5.1 Uji Stasioneritas Data Panel ............................................................. 69 5.2 Hasil Estimasi ................................................................................... 80 5.2.1 Dampak Defisit Fiskal terhadap Defisit Perdagangan Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 .............................. 84 5.2.2 Dampak Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 ........................................................ 89 5.3 Implikasi Kebijakan .......................................................................... 92 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 97 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 99 LAMPIRAN .................................................................................................. 104 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com DAFTAR TABEL Tabel 1 Halaman Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode periode 2000-2010 (persen terhadap PDB) ......................................... 4 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta sumbernya .. 36 3 Potensi ekonomi kawasan ASEAN+3 tahun 2010................................ 58 4 Kondisi fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1998 ....... 63 5 Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010................................... 6 Uji kausalitas Granger antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010................... 7 73 75 Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010................... 77 8 Hasil panel unit root test untuk masing-masing variabel ...................... 79 9 Perbandingan hasil estimasi koefisien ’Model Defisit Perdagangan’ dengan metode data penel statis, dinamis dan OLS ............................ . 10 Perbandingan hasil estimasi koefisien ’Model Pertumbuhan Ekonomi’ dengan metode data penel statis, dinamis dan OLS ............................ . 11 81 82 Hasil estimasi koefisien ’Model Defisit Perdagangan’ dan ’Model Pertumbuhan Ekonomi’ menurut kelompok negara .......... 83 xiii PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Halaman Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ....................................... 2 Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 2010 (persen terhadap PDB).................................................... 3 3 Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 2000-2010 (persen) ......................... 4 1 5 Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dengan kurs mengambang ............................................................................ 16 5 Empat kemungkinan tipe hubungan twin deficits............................... 18 6 Penurunan kurva permintaan agregat ................................................ 25 7 Kerangka pemikiran ............................................................................. 32 8 PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993 dan 2010 (US$ miliar) .......................................................................................... 9 Pangsa PDB negara-negara ASEAN+3 terhadap total PDB kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen) …………………………….. 10 64 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) …………………………. 16 62 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993, 1998 dan 2010 (persen terhadap PDB) ………………………………. 15 61 Pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen) …………….……………….. ................ 14 60 Struktur perekonomian negara sedang berkembang di kawasan ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB)……. 13 59 Struktur perekonomian negara maju di kawasan ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB)........................... 12 59 Pendapatan riil per kapita negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993-2010 (US$) ……………………………………………... 11 58 64 Pertumbuhan volume impor negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) …………………………. 65 xv PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 17 PDB negara tujuan ekspor utama negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ……… ......... 18 Suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen) …………………………………………. 19 87 Plot regresi antara defisit fiskal dan investasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ………………………… 30 85 Plot regresi antara defisit fiskal dan suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ………………………… 29 76 Perkembangan tingkat tabungan dan investasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ………………………… 28 74 Plot regresi antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 …………………… 27 72 Plot regresi antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ……………………. 26 71 Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ………………………. 25 70 Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB)…. 24 69 Keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ………………………….. 23 68 Tingkat inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen) …………………………………………………... 22 68 Nilai tukar riil negara Indonesia dan Korea periode 1993-2010 (terhadap US$) ………………………………………………………. 21 63 Nilai tukar riil enam negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (terhadap US$) ………………………………………….. 20 62 91 Perkembangan suku bunga riil dan pertumbuhan PDB negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ………………………… PDF Creator - PDF4Free v2.0 95 http://www.pdf4free.com LAMPIRAN Lampiran 1 Halaman Ringkasan hasil penelitian sebelumnya tentang defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi .......................................... 89 2 Hasil panel unit root test .................................................................. 95 3 Hasil Estimasi .................................................................................. 102 xvii PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu defisit fiskal menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya di negara-negara ASEAN+3, sejak krisis ekonomi melanda kawasan ini pada tahun 1997/1998. Terdepresiasinya nilai mata uang yang membuat cicilan pokok dan bunga utang luar negeri membengkak, menurunnya pendapatan riil masyarakat akibat terjadinya inflasi yang mengharuskan pemerintah memberikan subsidi untuk membantu masyarakat miskin serta berkurangnya penerimaan negara dari pajak akibat melemahnya sektor riil menjadi pemicu terjadinya defisit fiskal yang Keseimbangan Fiskal (% terhadap PDB) cukup parah di negara-negara ASEAN+3 (World Bank, 2000). 25 Indonesia 20 Malaysia 15 Philipina 10 Singapura 5 Thailand 0 China -5 -10 Jepang -15 Korea Sumber : World Bank (2012) Angka negatif menunjukkan defisit fiskal Gambar 1 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB). Terlihat pada Gambar 1, seluruh negara-negara di kawasan ASEAN+3 mengalami pertumbuhan keseimbangan fiskal yang negatif rata-rata sebesar -127,81 persen pada tahun 1998. Kecuali Singapura yang mampu mempertahankan posisi surplus fiskalnya, ketujuh negara lainnya mengalami defisit fiskal yang cukup parah. Defisit fiskal terparah dialami oleh Jepang hingga mencapai 10,6 persen yang pada akhirnya menyebabkan resesi berkepanjangan di negara ini. Thailand yang menjadi sumber penyebab terjadinya krisis ekonomi menempati posisi kedua dengan defisit fiskal sebesar 7,1 persen. Sedangkan Singapura walaupun tidak mengalami defisit, tetapi krisis ini menyebabkan berkurangnya surplus fiskal sebesar 71 persen. Pada dasarnya kebijakan fiskal ekspansif atau defisit fiskal dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak kelonggaran dana kepada masyarakat dalam rangka mendorong perekonomian. Namun, kebijakan ini seringkali menjadi PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 2 kurang efektif ketika tidak didukung oleh situasi atau kondisi yang tepat dan kebijakan lain yang konsisten, bahkan tidak mustahil kebijakan stimulus fiskal justru dapat menghambat laju perekonomian. Stimulus fiskal yang semestinya diharapkan dapat meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang akomodatif serta telah mencapai nilai yang relatif besar dan terjadi dalam jangka panjang, justru dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif. Defisit fiskal akan menjadi penyebab timbulnya inflasi, defisit perdagangan, beban utang yang besar dan hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang rendah. Peranan kebijakan fiskal ekspansif menjadi ambigu dalam sebuah perekonomian (Abimanyu, 2003). Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan suatu negara dalam membiayai defisit fiskal. Pembiayaan defisit fiskal dengan utang merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dalam upaya mempertahankan kelangsungan fiskalnya. Selain dengan utang, pembiayaan defisit dapat ditempuh dengan cara menjual aset negara dan memperoleh bantuan atau grant. Utang pemerintah untuk menutup defisit tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dampak dari masing-masing utang tersebut akan berbeda efeknya pada kinerja makro ekonomi. Karena beban utang meliputi pembayaran atas bunga utang dan cicilan pokoknya, maka semakin besar utang justru akan semakin membebani anggaran fiskal yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pengalaman negara-negara ASEAN+3 yang sebagian besar merupakan Negara Sedang Berkembang (NSB) ternyata hampir kesemuanya menggunakan utang sebagai komponen utama pembiayaan defisit. Peranan utang menjadi sangat penting pasca krisis ekonomi melanda kawasan ini dan berlanjut hingga saat ini dengan persentase yang lebih kecil. Seperti misalnya utang pemerintah Indonesia meningkat dengan sangat tajam dari US$55,3 miliar sebelum krisis menjadi US$134 miliar (83 persen dari PDB) di awal tahun 2000 dan pada tahun 2010 utang tersebut semakin berkurang yaitu hanya sebesar 27 persen dari PDB. Mengacu pada salah satu syarat dalam Maastricht Treaty Criterion bahwa rasio utang terhadap PDB negara-negara Uni Eropa yang ingin menjadi anggota Economic and Monetary Union (EMU) tidak boleh melebihi 60 persen. Dari syarat tersebut terdapat dua negara di kawasan ASEAN+3 berada pada kondisi fiskal yang tidak sustainable yaitu negara Singapura dan Jepang. Seperti terlihat PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 3 pada Gambar 2, rasio utang pemerintah terhadap PDB Jepang sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan yaitu sebesar 220,35 persen. IMF menyatakan bahwa sebenarnya kebijakan utang sangat relevan digunakan untuk mengatasi permasalahan fiskal khususnya di Negara Sedang Berkembang (NSB), selama masih berada pada level aman. Level utang yang aman bagi sebuah negara didefinisikan sebagai level utang yang tidak rentan (vulnerable) terhadap krisis, tidak mengancam pertumbuhan ekonomi, dan tidak mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). utang pemerintah (% terhadap PDB) 250 220,35 200 150 98,88 100 50 55,13 26,71 46,35 45,52 32,14 19,15 0 Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea m Malaysia e. co Indonesia re Sumber : World Bank (2012) w .p df 4f Gambar 2 Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 2010 (persen terhadap PDB). w w Kondisi defisit fiskal yang berkepanjangan disuatu negara akan berdampak tp :// pada beberapa variabel makro, salah satunya adalah terhadap neraca perdagangan. ht Mekanisme yang terjadi adalah ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskal ekspansioner dengan mengurangi tingkat pajak, maka pendapatan disposibel masyarakat akan meningkat, sehingga konsumsi pun akan ikut meningkat. Peningkatan konsumsi membuat permintaan uang oleh masyarakat bertambah, tingkat suku bunga meningkat dan mata uang negara yang bersangkutan mengalami apresiasi. Terapresiasinya suatu mata uang akan menyebabkan permintaan impor melambung melebihi ekspornya yang pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan atau biasa disebut dengan defisit perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 2005). v2 .0 Neraca perdagangan menggambarkan kegiatan perdagangan barang dan jasa ee suatu negara dengan negara lain. Semakin besar volume transaksi perdagangan suatu PD F C re at or - PD F4 Fr negara, baik ekspor maupun impor, maka dapat dikatakan tingkat keterbukaan negara tersebut semakin tinggi. Dalam dekade terakhir tingkat keterbukaan ekonomi dan kinerja perdagangan di negara-negara ASEAN+3 terus mengalami peningkatan yang 4 signifikan. Pangsa perdagangan terhadap PDB pada tahun 2008 telah mencapai ratarata sebesar 142,09 persen (World Bank, 2010). Tingkat keterbukaan ekonomi yang tinggi, membuat neraca perdagangan di negara-negara ASEAN+3 menjadi variabel yang sangat penting untuk diperhatikan. Seperti terlihat pada Tabel 1 kondisi neraca perdagangan negara-negara ASEAN+3 mengalami fluktuasi yang cukup besar dari tahun ke tahun. Ketika terjadi guncangan terhadap neraca ini, sangat dimungkinkan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tabel 1 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 2000-2010 (persen terhadap PDB) Tahun Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Indonesia 9,8 8,1 10,5 8,3 6,3 7,3 4,7 4,2 5,4 4,0 1,1 2,8 1,6 Malaysia 22,0 25,1 19,2 17,4 17,3 19,7 20,4 22,8 22,6 20,6 23,2 21,5 17,8 Philipina -9,1 -3,9 -2,0 -6,7 -8,9 -7,5 -5,5 -5,6 -1,8 -0,1 -2,5 -1,1 -1,8 Singapura 21,7 17,2 12,9 15,6 17,5 27,9 25,7 29,4 29,8 32,3 20,9 23,6 28,1 Thailand 15,9 12,6 8,6 6,5 6,7 6,8 4,9 -1,1 3,5 8,4 2,6 10,6 7,4 China 4,3 2,7 2,4 2,1 2,6 2,2 2,6 5,5 7,7 8,8 7,7 4,4 3,9 Jepang 1,9 1,6 1,5 0,6 1,3 1,6 1,9 1,4 1,3 1,7 0,2 0,3 1,2 Korea 12,9 6,7 2,9 2,3 1,5 2,3 4,2 2,7 1,4 1,5 -1,2 3,7 2,8 Sumber : World Bank (2012) Angka negatif menunjukkan defisit perdagangan. Perekonomian dunia kembali mendapatkan guncangan ketika terjadi krisis keuangan global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008. Hanya dalam hitungan bulan, dampak krisis tersebut langsung dapat dirasakan oleh hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali negara-negara ASEAN+3. Kebijakan negara-negara maju berupa himbauan penggunaan produk-produk dalam negeri berdampak pada penurunan permintaan produk ekspor negara-negara yang menjadi mitra dagangnya, sehingga mengakibatkan terganggunya neraca perdagangan. Terlihat pada Gambar 3, pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa seluruh negara-negara ASEAN+3 mengalami penurunan yang cukup tajam pada tahun 2009. Diantara negara-negara ASEAN+3, Jepang mengalami penurunan pertumbuhan volume ekspor yang paling signifikan yaitu sebesar 33,10 persen. Hal ini disebabkan kemajuan perekonomian Jepang yang memang sebagian besar bertumpu pada kegiatan ekspor, khususnya produk mesin, terutama ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 5 Pertumbuhan volume ekspor (%) 40 Indonesia 30 Malaysia 20 Philipina 10 Singapura 0 Thailand -10 China -20 Jepang -30 Korea -40 Sumber : World Bank (2012) Gambar 3 Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen). 1.2 Rumusan Masalah Hubungan defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia. Terdapat sebuah persepsi yang menyatakan bahwa defisit fiskal yang terlalu besar dan dalam waktu yang relatif lama dapat memengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan kondisi makro ekonomi suatu negara seperti inflasi yang tinggi, defisit perdagangan, kewajiban utang yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang rendah (Abimanyu, 2003). Beberapa penelitian mengenai pola hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan, yang lebih dikenal dengan istilah twin deficit menemukan hasil yang berbeda pada masing-masing negara. Secara teori terdapat empat kemungkinan pola hubungan kedua defisit tersebut. Pertama, pola hubungan yang menyatakan bahwa defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan, yang berarti mendukung twin deficit hypothesis (TDH). Pola hubungan yang kedua bahwa kedua defisit tersebut tidak berkaitan satu sama lain, saling terpisah atau lebih dikenal dengan istilah Ricardian equivalence hypothesis (REH). Pola hubungan ini biasanya ditunjukkan dengan koefisien regresi yang bertanda negatif. Pola hubungan ketiga arahnya berkebalikan dengan pola hubungan pertama, yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal, dapat dikatakan bahwa negara tersebut menganut trade targeting. Sedangkan pola hubungan terakhir menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah atau bi-directional antara defisit fiskal dan defisit perdagangan. Ketidakpastian pola hubungan kedua defisit tersebut bergantung pada kebijakan yang sedang dijalankan, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 6 moneter serta kondisi perekonomian masing-masing negara. Langkah apa yang digunakan dalam pembiayaan defisit, rezim nilai tukar yang sedang dianut serta target inflasi yang ditetapkan adalah contoh beberapa kebijakan yang diterapkan oleh suatu negara. Ketika pola hubungan kedua defisit sudah dapat dipastikan, maka perumusan kebijakan yang tepat dapat dilakukan. Hal ini diperlukan karena kehadiran kedua defisit tersebut dalam perekonomian dianggap dapat mengganggu kestabilan kondisi perekonomian suatu negara dalam jangka panjang (Edwards, 2001). Beberapa penelitian mengenai masalah ini diantaranya dilakukan oleh Corsetti dan Muller pada tahun 2005. Penelitian ini menguji hubungan antara kedua defisit dengan data triwulanan periode 1979:1-2005:3 pada empat negara maju yaitu Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris. Kesimpulan yang didapatkan, defisit fiskal pada tiga negara yaitu Kanada, Australia dan Inggris tidak menyebabkan defisit perdagangan. Sedangkan pola hubungan satu arah yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal terjadi di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan pemerintah Amerika Serikat menggunakan penerimaan fiskal mereka untuk menutupi defisit perdagangan atau disebut trade targeting. Sedangkan Baharumshah, Lau dan khlid mengadakan penelitian tentang fenomena twin deficit di ASEAN-4 pada tahun 2006 dengan metode VAR. Didapatkan hasil bahwa pola hubungan antara kedua defisit berbeda di masing-masing negara. Di Thailand defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan, sementara di Indonesia defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal. Sedangkan hubungan dua arah atau bi-directional antara defisit fiskal dan defisit perdagangan terjadi di negara Malaysia dan Filipina. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatima, Ahmed dan Rehman (2011) mengenai dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan menemukan hasil bahwa defisit fiskal di negara ini menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan penelitian mengenai hubungan defisit perdagangan dan krisis mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dengan sampel 67 negara telah dilakukan oleh Abmann pada tahun 2008. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa kedua krisis, yaitu defisit perdagangan dan krisis mata uang, mempunyai efek yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai pola hubungan antara defisit fiskal dengan defisit perdagangan, serta dampak keduanya PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 7 terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 mutlak diperlukan agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan menguji dampak kedua defisit sekaligus terhadap pertumbuhan ekonomi dengan faktorfaktor pendukung lainnya. Kajian-kajian ilmiah tentang negara-negara ASEAN+3 diperlukan untuk menambah literatur yang ada sehingga dapat mendorong pencapaian stabilitas kawasan yang semakin kokoh dan integrasi ekonomi yang semakin kuat. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3? 2. Bagaimana dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3? 3. Bagaimana dampak defisit fiskal dan defisit perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3; 2. Menganalisis dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negaranegara di kawasan ASEAN+3; 3. Menganalisis dampak defisit fiskal dan defisit perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memperoleh gambaran dan informasi yang lebih jelas mengenai dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan, serta dampak kedua defisit terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3; PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 8 2. Menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menanggulangi dampak dari defisit fiskal dan defisit perdagangan bagi perekonomian di masa yang akan datang. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup delapan negara di kawasan ASEAN+3 yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari tahun 1993-2010. Periode penelitian ini diambil untuk mengetahui dampak krisis ekonomi dan krisis keuangan global terhadap pertumbuhan ekonomi negaranegara ASEAN+3. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitian, dari kombinasi data tahunan (time series) di negaranegara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Mengacu pada hasil penelitian Achsani dan Siregar (2010), maka kedelapan negara tersebut diatas dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Kelompok I (the big economy) : Singapura, China, Jepang dan Korea; 2. Kelompok II (the new industrialized countries) : Malaysia dan Thailand; 3. Kelompok III (the new Asian tiger) : Indonesia dan Filipina. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Pemerintah Pemerintah adalah satu institusi yang dapat melakukan beberapa hal lebih baik dari swasta atau individu. Pemerintah melalui kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi, fungsi stabilisasi dan fungsi distribusi. Fungsi alokasi berkaitan dengan cara pemerintah membelanjakan anggarannya secara efektif dan efisien ditinjau dari sudut sektoral maupun daerah. Fungsi stabilisasi berkaitan dengan penentuan arah pertumbuhan dalam mencapai kestabilan perekonomian nasional yang mengarah pada pemanfaatan sumberdaya secara penuh (full employment). Sedangkan fungsi distribusi bertujuan untuk menghasilkan distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata antar golongan ekonomi dalam masyarakat, karena kekuatan dan mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah dapat mewujudkannya. Distribusi pendapatan yang relatif merata merupakan satu fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara umum. Tugas pemerintah adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih merata di antara kelompok-kelompok masyarakat. Analisis Keynes dalam The General Theory, mengemukakan perpajakan dan bahwa pemerintah dapat menggunakan kekuatan pengeluaran untuk meningkatkan pengeluaran agregat dalam resesi dan depresi. Pemerintah dapat memengaruhi perekonomian makro melalui dua saluran kebijakan: kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal merujuk kepada perilaku pemerintah di bidang pengeluaran dan perpajakan, dengan kata lain kebijakan anggarannya. Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu: a. kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atau barang dan jasa; b. kebijakan yang menyangkut perpajakan, dan c. kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer (seperti kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, pembayaran kesejahteraan, dan tunjangan veteran) kepada rumah tangga. Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor publik. Pada prinsipnya kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 10 mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal dalam hal penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengukur mobilisasi sumber dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Perpajakan mempunyai tujuan ganda, yaitu menyediakan dana untuk kepentingan umum dan memengaruhi tingkah laku ekonomi. Tingkat pajak dapat ditingkatkan untuk menurunkan permintaan apabila ekonomi sedang baik dan diturunkan kalau ingin meningkatkan permintaan pada waktu resesi. Berdasarkan sisi pengeluaran, dilihat penggunaan dari dana yang diperoleh, yang ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran dan tujuan negara. Sumber-sumber penerimaan negara antara lain dari pajak, penerimaan bukan pajak serta bantuan/pinjaman dari luar negeri. Pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok besar yakni pengeluaran yang bersifat rutin seperti membayar gaji pegawai dan belanja barang serta pengeluaran yang bersifat pembangunan. Secara umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN (Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara). 2.2 Defisit Fiskal Selisih antara penerimaan dan belanja pemerintah akan membentuk tabungan ataupun defisit yang tergantung besaran nilai selisihnya. Tabungan terbentuk apabila penerimaan pemerintah lebih besar daripada belanjanya. Jika belanja pemerintah lebih besar daripada penerimaannya maka negara tersebut akan mengalami defisit fiskal. Secara identitas, menurut Musgrave (1980) konsep surlus/defisit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : GB = [R + G] – [E + (L – Re)] …………………………………………….. (2.1) dimana : GB = Government Balance, defisit jika (-) dan surplus jika (+); R = Revenue (penerimaan/pendapatan pemerintah); G = Grant (hibah); E = Expenditure (pengeluaran/belanja pemerintah); L = Lending (pemberian pinjaman/piutang); Re = Repayment (pembayaran kembali utang). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 11 Pembiayaan defisit fiskal dapat dilakukan melalui dua sumber, yaitu pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan non perbankan dalam negeri yang meliputi penerbitan obligasi pemerintah atau surat utang negara, privatisasi BUMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri. Efek yang ditimbulkan dari kedua sumber pembiayaan tersebut akan berbeda. Pertama, ketika defisit fiskal didanai melalui pinjaman yang bersumber dari sistem perbankan dalam negeri, maka sistem perbankan akan dipaksa untuk mengurangi pemberian kredit kepada sektor swasta sebagai akibat dari pemberian kredit kepada pemerintah. Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah “crowding out effect”. Kedua, pinjaman dalam negeri non-perbankan dengan cara mengeluarkan obligasi pemerintah atau surat utang negara (SUN) yang dijual kepada masyarakat atau dunia usaha di dalam negeri. Melalui metode pembiayaan ini, pemerintah dapat memperoleh dana pinjaman tanpa menimbulkan dampak peningkatan uang primer yang dapat menimbulkan inflasi. Tetapi seperti halnya dengan pinjaman dari sistem perbankan, metode pembiayaan yang demikian dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif (crowding out effect) terhadap dunia usaha, karena pemerintah akan berkompetisi dengan dunia usaha dalam mencari pembiayaan untuk investasi pada sumber yang sama. Pemerintah juga harus menawarkan tingkat bunga yang kompetitif agar masyarakat dan dunia usaha tertarik untuk membeli dan memegang obligasi yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini cenderung akan mendorong suku bunga pasar semakin meningkat. Untuk dapat memanfaatkan metode pembiayaan ini secara optimal, sebagai prasyarat, diperlukan faktor penunjang yaitu tersedianya pasar keuangan atau pasar obligasi yang memadai (Widodo, 2003). Dan ketika defisit perdagangan dibiayai oleh pinjaman dari luar negeri maka efek yang ditimbulkan akan berbeda. Walaupun tidak bersifat non-nflationary dan tidak menyebabkan crowding-out, pembiayaan dengan pinjaman luar negeri dapat menjadi pemicu terjadinya krisis neraca pembayaran. Kenaikan suku bunga PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 12 pinjaman di luar negeri dan terdepresiasinya nilai tukar domestik akan mengakibatkan pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri dalam mata uang domestik akan semakin membengkak. Menurut Barro (1989) ada beberapa sebab terjadinya defisit fiskal, yaitu : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. 2. Pemerataan pendapatan masyarakat. Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah tersebut dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. 3. Melemahnya nilai tukar. Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. 4. Pengeluaran akibat krisis ekonomi. Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sementara penerimaan pajak akan menurun akibat melemahnya sektor-sektor perekonomian sebagai dampak krisis tersebut, padahal negara harus bertanggung jawab untuk PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 13 menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin. 5. Realisasi yang menyimpang dari rencana. Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan proyek lain. Jika hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula. 6. Pengeluaran karena inflasi. Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga barang berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggaran tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Akibatnya, negara terpaksa mengeluarkan dana dalam rangka menambah standar harga. Dampak negatif yang ditimbulkan defisit fiskal terhadap kondisi makro ekonomi saling terkait satu dengan yang lain. Diantaranya adalah (1) tingkat bunga akan meningkat, (2) memburuknya neraca perdagangan akibat turunnya kinerja ekspor, (3) menimbulkan terjadinya inflasi, (4) berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya tingkat tabungan dan konsumsi, (5) pengangguran meningkat, dan (6) turunnya investasi yang disusul dengan rendahnya pertumbuhan. 2.3 Defisit Perdagangan Neraca perdagangan hanya terdapat pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, karena transaksi-transaksi yang tercakup didalamnya PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 14 merupakan transaksi domestik suatu negara dengan negara lain atau sering disebut dengan istilah perdagangan internasional. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sementara menurut Teorema Heckser-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Neraca perdagangan (trade balance) atau sering disingkat transaksi berjalan merupakan sebuah neraca khusus yang mencatat transaksi barang dan jasa internasional serta transfer unilateral bersih dari negara lain. Secara matematis, definisi CA adalah : CA = EX – IM + Net …………………………………………………….. (2.2) dimana: CA = Current Account atau neraca perdagangan EX = Ekspor IM = Impor Net = Pendapatan dan transfer bersih dari luar negeri Untuk menyederhanakan, pendapatan dan transfer dari luar negeri diasumsikan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap neraca perdagangan. Sehingga persamaan diatas dapat ditulis ulang menjadi: CA = EX – IM ……………………………………………………….….. (2.3) Berdasarkan persamaan (2.8), neraca perdagangan merupakan selisih antara nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Apabila nilai impor suatu negara melebihi nilai ekspornya, maka maka negara tersebut mengalami defisit perdagangan. Suatu negara disebut mengalami surplus transaksi berjalan jika nilai ekspor lebih besar daripada nilai impornya. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 15 2.4 Hubungan Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan dapat dijelaskan secara lengkap melalui persamaan pendapatan nasional pada perekonomian terbuka. Persamaan tersebut dapat dituliskan : Y = C + I + G + X – M …………………………………………… (2.4) dimana Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi swasta, I adalah investasi swasta, G adalah pengeluaran pemerintah, X adalah ekspor barang dan jasa serta M adalah impor barang dan jasa. Pada sisi lain tabungan swasta merupakan bagian dari pendapatan disposibel yang tidak digunakan untuk membiayai konsumsi. S = Y – T – C …………………………………………………….. (2.5) dimana T adalah tingkat pajak. Dengan pengaturan ulang kedua persamaan diatas, didapatkan persamaaan : Y – T – C = I + G – T + X – M ………………………………….. (2.6) S = I + G – T + X – M ………………....……………...... (2.7) (X – M) = (S – I) + (T – G) …………………....………………. (2.8) Persamaan diatas menunjukkan neraca perdagangan berhubungan dengan keseimbangan fiskal melalui perbedaan tabungan dan investasi swasta. Ketika pemerintah mengalami defisit fiskal (T–G < 0), dengan asumsi gap antara tabungan dan investasi swasta tetap, maka akan menghasilkan defisit perdagangan (X–M < 0). Tetapi ketika defisit fiskal dapat dibiayai dengan surplus sektor swasta, dengan tingkat tabungan lebih besar dari investasi, maka hal ini tidak akan menimbulkan defisit perdagangan (Afonso dan Rault, 2008). Sementara surplus transaksi berjalan terjadi ketika tabungan nasional lebih besar dari investasinya. Ketika terjadi defisit fiskal yang mengurangi tabungan nasional, maka akan mengurangi investasi atau mengurangi ekspor neto ataupun mengurangi keduanya. Terdapat empat kemungkinan pola hubungan twin deficits, yaitu : 1. Tidak terdapat hubungan antara defisit fiskal dan defisit perdagangan. Pandangan ini sering disebut dengan Ricardian Equivalence Hypothesis (REH). Mengacu pada persamaan (2.8) bahwa penurunan tingkat pajak sekarang akan diasumsikan sebagai penundaan tingkat pajak pada masa depan. Sehingga masyarakat akan menambah tingkat tabungan dengan mengurangi konsumsi PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 16 sekarang untuk membayar peningkatan pajak di masa depan. Penurunan tabungan pemerintah akan di offside dengan peningkatan tabungan swasta, sehingga tabungan nasional tidak akan mengalami perubahan. Kehadiran defisit fiskal tidak akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan ketika negara tersebut mempunyai tingkat tabungan yang tinggi (Barro, 1989). 2. Defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan. Dengan asumsi gap tabungan dan investasi tetap, maka defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan. Pandangan ini lebih dikenal dengan Keynessian Proposition. Defisit fiskal akan meningkatkan penyerapan domestik, sehingga akan memperluas impor dan memperburuk defisit perdagangan. Jadi defisit fiskal akan menyebabkan peningkatan pengeluaran domestik terhadap barang luar negeri, akan menekan ekspor ke bawah dan meningkatkan impor. Pandangan ini disebut dengan Twin Deficit Hypothesis. Hal ini juga dapat dijelaskan menggunakan analisis Mundell-Fleming framework, pada rezim nilai tukar mengambang dengan asumsi perekonomian terbuka kecil dan mobilitas modal sempurna. Defisit fiskal akibat peningkatan pengeluaran pemerintah atau penurunan tingkat pajak, akan mendorong ke atas tingkat suku bunga, seperti yang terlihat pada Gambar 4. (a) Model IS-LM r (b) Aliran Modal Keluar Neto r LM 1 2 CF (r) 4 3 Aliran modal keluar netto, CF Output, Y (c) Pasar Valuta Asing Kurs, e 5 6 Sumber: Mankiw (2006) NX (e) Ekspor neto, NX Gambar 4 Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dan kurs mengambang. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 17 Peningkatan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan terjadinya arus modal masuk (capital inflows) dan membuat nilai tukar terapresiasi, dan berdampak pada penurunan daya saing produk domestik di pasar internasional, impor akan lebih besar daripada ekspor menyebabkan terjadinya defisit perdagangan. Di bawah rezim nilai tukar tetap, defisit fiskal akan menghasilkan pendapatan riil yang lebih tinggi dan akan memperburuk kondisi keseimbangan neraca perdagangan. Pada intinya, kehadiran defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan baik dibawah rezim nilai tukar tetap maupun mengambang dengan mekanisme yang berbeda (Bose dan Jha, 2011). Selain itu, twin deficit hypothesis juga akan terjadi ketika institusi fiskal yaitu pemerintah di masing-masing negara kurang tanggap dalam merespon setiap surplus atau defisit fiskal yang terjadi. Kebijakan fiskal yang tidak responsif akan menyebabkan defisit fiskal memengaruhi tingkat suku bunga dan akan berdampak pada nilai tukar. Perubahan nilai tukar inilah yang rentan menyebabkan defisit perdagangan (Artana, et.al, 2003). 3. Defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal. Terjadi ketika defisit perdagangan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi dibiayai dengan peningkatan pengeluaran pemerintah sehingga menyebabkan defisit fiskal. Sering disebut dengan “trade targeting”. Kasus ini terutama terjadi pada perekonomian suatu negara yang sangat bergantung pada aliran modal asing (foreign direct investment) dan posisi anggarannya dipengaruhi oleh akumulasi hutang yang tinggi. Atau hal ini dialami oleh negara dengan tingkat keterbukaan yang besar atau tengah melakukan ekspansi pasar sehingga pemerintah negara yang bersangkutan merasa bahwa neraca perdagangan sangat penting dan diperlukan suntikan dana yang besar dari pemerintah untuk menutupi defisit perdagangan yang dialami negara tersebut (Chang dan Hsu, 2009). 4. Hubungan kausalitas dua arah (bi-directional) antara defisit fiskal dan defisit perdagangan. Ketika masing-masing defisit saling dependen, dapat saling menyebabkan satu sama lain, sering disebut dengan Feldstein-Horioka Puzzle. Empat kemungkinan tipe hubungan twin deficits dapat dilihat pada Gambar 5. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 18 Sumber : Chang dan Hsu (2009) Gambar 5 Empat kemungkinan tipe hubungan twin deficits. 2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Keynesian Peran investasi yang merupakan komponen pengeluran pemerintah yang bersifat pembangunan dapat dipisahkan atas perannya sebagai komponen pengeluaran agregat dan perannya dalam proses produksi. Investasi merupakan bagian dari komponen pengeluaran agregat, sedangkan stok kapital fisik merupakan bagian dari faktor produksi dalam fungsi produksi sektoral atau agregat. Berdasarkan katagori tersebut, penjelasan teoritis mengenai peran investasi akan dilihat dari sisi permintaan dalam sebuah model makroekonomi dan sisi penawaran yang direpresentasikan oleh model pertumbuhan ekonomi. Pada bagian ini akan diuraikan teori sisi permintaan yaitu model ekonomi makro Keynesian. Model ekonomi makro Keynesian merupakan teori yang menjelaskan fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek dengan menfokuskan perhatiannya pada sisi pengeluaran agregat. Identitas Produk Nasional Bruto (PNB) standar Keynesian, dapat diilustrasikan sebagai berikut: C + I + G + (X-M) = PNB = C + S + T + Rf …………………… (2.9) Keterangan: C : total pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap barang dan jasa I : investasi G : pengeluaran pemerintah (X – M) : ekspor bersih barang dan jasa S : tabungan swasta bruto T : penerimaan pajak bersih Rf : total pembayaran transfer ke luar negeri PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 19 Identitas di atas menunjukkan bahwa kondisi ekuilibrium dicapai ketika total pengeluaran agregat sama dengan total pendapatan agregat dan keduanya sama dengan total nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu perekonomian. Pada posisi keseimbangan, nilai ekspor bersih sama dengan total pembayaran ke luar negeri, sehingga kedua komponen ini dapat dikeluarkan untuk penyederhanaan identitas pendapatan nasional, sebagai berikut: C + I + G = PNB = C + S + T …………………………………… (2.10) Seluruh komponen pengeluaran dan pendapatan agregat apabila dideflasikan terhadap tingkat harga umum yang berlaku, diperoleh identitas pendapatan nasional dalam nilai riil sebagai berikut: c + i + g = y = c + s + t ………………………………………… (2.11) Keterangan: t = t’y; t‘ > 0 c = c’yd; c’ > 0 s = s’yd ; s’ > 0 i =i ; g =g; yd = y – ty; Pada persamaan penerimaan pajak (t), total pengeluaran konsumsi (c) dan total tabungan (s) semuanya merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, dengan kecenderungan tambahan pajak (t’) atau marginal propensity to tax (MPT), kecenderungan tambahan konsumsi (c’) atau marginal propensity to consume (MPC) dan kecenderungan tambahan tabungan (s’) atau marginal propensity to save (MPS) positif tetapi lebih kecil dari satu. Pada persamaan investasi swasta (i) dan pengeluaran pemerintah (g) diasumsikan sebagai peubah eksogen. Seluruh komponen pengeluaran agregat apabila disubstitusikan ke sisi pengeluaran pada persamaan asal akan diperoleh pengeluaran agregat riil sebagai berikut: y = c( y − ty) + i + g ........................................................................ (2.12) PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 20 Derivasi total pendapatan nasional, y, terhadap komponen-komponen c, t, g dan i pada persamaan diatas dan menyusunnya kembali akan menghasilkan efek pengganda (multiplier) pendapatan dari perubahan peubah eksogen investasi swasta dan pengeluaran pemerintah sebagai berikut: dy = 1 (di + dg ) ................................................................. (2.13) 1 − c (1 − t ) Pada persamaan diatas, setiap perubahan peubah eksogen investasi swasta dan pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan perubahan pendapatan nasional sebesar hasil kali angka pengganda dengan kenaikan komponen pengeluaran tersebut. Besarnya dampak kenaikan investasi dan pengeluaran pemerintah tergantung pada MPC dan MPT. Semakin besar MPC dan semakin kecil MPT maka semakin besar dampak perubahan investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional. 2.6 Hubungan Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Ada dua kelompok besar yang berbeda pendapat mengenai dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua kelompok tersebut adalah kaum Keynesian dan Neoklasik. 2.6.1 Kelompok Keynesian Kelompok pertama adalah kaum Keynesian yang berpendapat bahwa defisit fiskal berpengaruh secara positif terhadap perekonomian. Kelompok Keynesian mengasumsikan bahwa pelaku ekonomi mempunyai pandangan jangka pendek (myopic), hubungan antar generasi tidak erat, serta tidak semua pasar selalu dalam posisi keseimbangan. Salah satu ketidakseimbangan terjadi di pasar tenaga kerja, dan dalam perekonomian selalu terjadi pengangguran. Menurut kaum Keynesian, defisit anggaran akan menigkatkan pendapatan dan kesejahteraan, dan konsumsi pada giliran berikutnya. Defisit anggaran yang dibiayai utang, yang berarti beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan akan meningkatkan konsumsi dan sisi permintaaan secara keseluruhan. Jika perekonomian belum dalam kondisi kesempatan penuh, peningkatan sisi permintaan akan mendorong produksi dan selanjutnya PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 21 peningkatan pendapatan nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian melalui efek multiplier Keynesian. Karena defisit anggaran meningkatkan konsumsi dan tingkat pendapatan sekaligus, tingkat tabungan dan akumulasi kapital juga akan meningkat. Menurut kaum Keynesian secara keseluruhan, defisit fiskal dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian. 2.6.2 Kelompok Neoklasik Kelompok Neoklasik mengkritisi pendapat dari kelompok Keynesian dengan melakukan perluasan lebih lanjut pada model Keynes, melihat dampak defisit fiskal dalam jangka panjang. Kelompok ini berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran dengan pemotongan pajak akan meningkatkan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan investasi swasta menurun, sehingga kaum Neoklasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi kesempatan kerja penuh, defisit anggaran yang permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur (crowdingout). Sehinggan besaran pengganda pada model Keynes akan berkurang karena adanya crowding out. Secara umum kaum Neoklasik berpendapat bahwa defisit anggaran akan merugikan perekonomian dengan mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi. Menurut Abimanyu (2003) besaran turunnya dampak pengganda akan tergantung pada hal-hal berikut: 1. Sensitivitas investasi terhadap tingkat bunga, naiknya sensitivitas investasi terhadap tingkat bunga akan menurunkan koefisien pengganda. Namun demikian, apabila investasi merupakan fungsi positif dari pendapatan, maka angka pengganda tidak terlalu berpengaruh. 2. Hubungan antara permintaan uang dengan tingkat bunga dan pendapatan. Semakin besar pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan uang, akan PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 22 semakin menekan besarnya dampak pengganda, sebaliknya dengan kenaikan pendapatan. 3. Tingkat keterbukaan ekonomi dan sistem nilai tukar yang digunakan. Keterbukaan ekonomi menimbulkan peluang substitusi permintaan, dari domestik menjadi impor, sehingga memperkecil dampak kebijakan fiskal yang diharapkan. Terkait dengan sistem nilai tukar, sistem nilai tukar fleksibel yang digunakan dapat meningkatkan crowding out, sehingga menurunkan efektivitas stimulus fiskal. 4. Flesibelitas harga berpengaruh secara negatif terhadap besarnya pengganda. 5. Rational expectation, apabila kebijakan stimulus fiskal ditempuh secara permanen, maka hal tersebut akan menimbulkan harapan naiknya tingkat bunga dan menguatnya nilai tukar. Sehingga stimulus fiskal menjadi kurang efektif, karena mempunyai crowding out yang cukup besar. 2.7 Hubungan Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan nasional dalam sebuah perekonomian terbuka merupakan penjumlahan belanja domestik dan pengeluaran pihak luar negeri atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi domestik, dapat dituliskan : Y = C + I + G + EX – IM ……………………………………………… (2.14) Persamaan diatas menunjukkan salah satu alasan mengapa transaksi berjalan penting bagi perekonomian suatu negara. Karena sisi kanan persamaan merupakan pengeluaran total atas output domestik, maka perubahan-perubahan dalam transaksi berjalan dapat merubah output atau merubah pendapatan nasional. Transaksi berjalan juga penting karena ia mengukur arah dan besarnya pinjaman internasional. Ketika suatu negara mengimpor lebih banyak daripada mengekspor, maka ia membeli dari pihak-pihak luar negeri lebih banyak daripada jumlah yang ia jual kepada mereka. Akibatnya negara tersebut mengalami defisit perdagangan, dan akan membayar impornya dengan menarik pinjaman dari negara yang mengekspor. Akibatnya suatu negara yang mengalami defisit perdagangan akan menambah utang luar negerinya sebanyak jumlah defisitnya tersebut. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kestabilan perekonomian negara yang bersangkutan (Krugman dan Obstfeld, 2005). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 23 2.8 Hubungan PDB Negara Lain dan Defisit perdagangan Dengan mengasumsikan bahwa impor suatu negara adalah konstan, maka variabel yang menentukan kondisi neraca perdagangan hanyalah ekspor. Ekspor merupakan bagian dari permintaan luar negeri atas barang dan jasa yang diproduksi domestik. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu variabel yang memengaruhi ekspor adalah pendapatan atau output negara lain, terutama negara yang menjadi tujuan utama ekspor negara tersebut. Semakin besar pendapatan negara tujuan ekspor maka permintaan atas barang dan jasa domestik akan meningkat. Ketika terjadi peningkatan ekspor, hal ini berarti bahwa neraca perdagangan akan mengalami surplus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan atau output negara lain akan memberikan dampak positif terhadap neraca perdagangan, atau pendapatan negara lain akan mengurangi defisit perdagangan. Selain pendapatan negara lain, variabel yang memengaruhi ekspor adalah nilai tukar riil. Yaitu perbandingan harga barang domestik dengan harga barang di negara lain. Semakin rendah nilai tukar riil, atau mata uang domestik terdepresiasi, maka semakin murah harga barang domestik sementara harga barang negara lain semakin mahal, sehingga akan terjadi peningkatan ekspor (Blanchard, 2005). Persamaan fungsi ekspor dapat dituliskan: EX = EX ( Y*, ) ………………………………………………………… (2.15) (+, - ) dimana EX adalah ekspor, Y* adalah output atau pendapatan negara lain dan adalah nilai tukar riil. 2.9 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Hubungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan melalui kurva permintaan agregat. Kurva ini diturunkan dari kondisi keseimbangan pasar barang dan pasar uang. Keseimbangan pasar barang (kurva IS): Y = C(Y-T) + I(Y,i) + G ………………………………………………. (2.16) Keseimbangan ini menunjukkan bahwa total output akan sama dengan total permintaan barang yaitu jumlah dari konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah. Keseimbangan pasar uang (kurva LM): ………………………………………………………….….. (2.17) PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 24 Keseimbangan pasar uang menunjukkan bahwa penawaran uang akan sama dengan permintaan uang. Pada sisi kiri persamaan kurva LM adalah real money stock, M/P. Perubahan real money stock dapat disebabkan oleh perubahan uang nominal, M, yang dilakukan oleh bank sentral dan juga dapat disebabkan karena perubahan tingkat harga P. Kenaikan tingkat harga sebesar 10 persen akan sama dampaknya terhadap real money stock dengan penurunan uang nominal sebesar 10 persen. Menggunakan relasi kurva IS dan LM, kita dapatkan hubungan antara tingkat harga dan tingkat output dari keseimbangan pasar barang dan pasar uang. Kurva IS downward sloping, peningkatan suku bunga akan menyebabkan pengurangan output. Sementara kurva LM upward sloping, dengan nilai real money stock yang telah ditentukan, peningkatan output akan meningkatkan permintaan uang dan suku bunga akan naik untuk menjaga jumlah permintaan uang sama dengan penawaran uang. Sehingga keseimbangan awal kedua pasar adalah dititik A. Kita lihat efek yang akan ditimbulkan ketika terjadi kenaikan tingkat harga dari P ke P’. Dengan stok uang nominal yang tetap, peningkatan harga akan mengurangi real money stock. Hal ini akan menggeser kurva LM ke kiri disepanjang kurva IS, dan akan mengakibatkan peningkatan suku bunga dari i ke i’ serta penurunan output dari Y ke Y’. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan tingkat harga dari P ke P’ akan menyebabkan penurunan output dari Y ke Y’, sehingga titik keseimbangan bergeser dari A ke A’. Terdapat hubungan negatif antara output dan tingkat harga, yang ditunjukkan dengan kurva permintaan agregat downward sloping. Prosesnya dapat dilihat pada Gambar 6. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 25 Sumber: Blanchard (2005) Gambar 6 Penurunan kurva permintaan agregat. 2.10 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Perdagangan antar negara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebabsebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776 dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore, 1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas (memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 26 melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut. Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif. Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factorproportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema HecksherOhlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore, 1997). 2.11 Penelitian Terdahulu Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan sebenarnya telah menjadi isu yang menarik bagi para peneliti sejak dekade 1980-an ketika terjadi PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 27 ketidakseimbangan neraca perdagangan di Amerika Serikat dan Jepang yang sangat besar. Sementara defisit perdagangan Amerika Serikat mencapai titik terendah, di lain pihak surplus transaksi berjalan Jepang mencapai titik puncaknya. Yang menjadi masalah adalah karena surplus ekspor Jepang sebagian besar bersumber dari pasar Amerika Serikat, sehingga Jepang menjadi sasaran utama kemarahan penduduk Amerika Serikat. Beberapa pembuat kebijakan internasional menuding ketidakseimbangan transaksi berjalan tersebut sebagai penyebab utama meningkatnya defisit anggaran pemerintah di Amerika Serikat dan mengurangi defisit anggaran pemerintah Jepang. Dari hasil kajian teori berdasarkan data-data yang tersedia, tanpa dilakukan pengujian empiris, disimpulkan bahwa di Amerika Serikat defisit fiskal bukan merupakan penyebab terjadinya defisit perdagangan, tetapi karena ada faktor lain yaitu lonjakan investasi domestik akibat pemberlakuan keputusan pemotongan pajak yang memberikan banyak insentif investasi. Sedangkan untuk kasus negara Jepang didapatkan kesimpulan bahwa perubahan-perubahan dalam defisit anggaran pemerintah Jepang merupakan faktor penting yang sangat memengaruhi posisi transaksi berjalannya (Krugman dan Obstfeld, 2005). Perbedaan hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan di kedua negara inilah yang menjadi awal kemunculan penelitian-penelitian berikutnya. Penelitian yang akan dilakukan ini tidak hanya menguji secara empiris hubungan kedua defisit pada masing-masing negara ASEAN+3, tetapi melakukan pengujian lebih lanjut tentang dampak yang ditimbulkan oleh kedua defisit terhadap pertumbuhan ekonomi, secara ringkas kajian penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk lebih memperjelas, tinjauan penelitian terdahulu dibagi menjadi tiga bagian: 2.11.1 Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan Penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah, Lau dan Khalid (2006) menguji fenomena twin deficits hypothesis di empat negara ASEAN menggunakan metode VAR dengan data triwulanan dari tahun 1976:1-2000:4. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara defisit fiskal dan defisit perdagangan dalam jangka panjang, hubungan tersebut dijelaskan melalui variabel suku bunga dan nilai tukar. Di Thailand hubungan PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 28 yang terjadi adalah defisit fiskal memengaruhi defisit perdagangan, sedangkan di Indonesia arah hubungan adalah sebaliknya Indonesia menganut trade targeting. Sementara di Malaysia dan Filipina kedua defisit mempunyai hubungan kausalitas dua arah atau saling menyebabkan satu sama lain. Ardiyanto (2006) melakukan penelitian mengenai hubungan defisit perdagangan dan defisit fiskal di Indonesia. Hasil analisis dengan metode VAR selama periode 1981-2004 menunjukkan bahwa suku bunga signifikan memengaruhi kedua defisit. Di Indonesia terdapat hubungan satu arah antara kedua defisit yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal, sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah, Lau dan Khalid pada tahun 2006. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Bartolini dan Lahiri (2006) dengan menggunakan metode data panel Fixed Effect Model (FEM) pada negaranegara OECD tahun 1972-2003. Variabel yang digunakan adalah defisit fiskal, defisit perdagangan, konsumsi, tabungan, pertumbuhan penduduk dan hutang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan defisit fiskal yang terjadi pada negaranegara OECD akan meningkatkan tingkat konsumsi dan mengurangi tabungan nasional. Selanjutnya peningkatan defisit fiskal sebesar 1 persen akan menyebabkan defisit perdagangan di negara yang bersangkutan meningkat sebesar 0,6 persen. Chang dan Hsu (2006) melakukan studi “Causality Relationships Between the Twin Deficits in the Regional Economy”. Studi ini mengambil 5 negara Eropa (Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, Swedia), 4 negara macan Asia (Hongkong, Korea, Singapura, Taiwan) dan Amerika Serikat. Twin deficit hypothesis terbukti di semua negara yang diteliti, dengan kekuatan hubungan yang berbeda di masing-masing negara. Dengan obyek penelitian yang jauh lebih banyak yaitu 176 negara, Abbas et al (2010) melakukan pengujian dengan menggunakan dua metode ekonometrik yang berbeda sekaligus yaitu VAR dan panel data. Penelitian ini menggunakan lima variabel yaitu defisit fiskal, defisit perdagangan, PDB riil per kapita, keterbukaan perdagangan serta keterbukaan finansial dengan periode waktu dari tahun 1980-2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan dua metode ekonometrik yang berbeda ternyata PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 29 memberikan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kedua defisit. Kenaikan defisit fiskal 1 persen akan meningkatkan defisit perdagangan sebesar 0,2-0,3 persen. 2.11.2 Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Fatima, Ahmed dan Rehman (2011) melakukan penelitian tentang dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Pakistan dengan menggunakan data tahunan 1980-2009. Metode yang digunakan adalah persamaan simultan dan 2 Stage Least Square (SLS) dengan beberapa variabel penelitian yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor, impor, defisit fiskal, suku bunga, tingkat inflasi dan pertumbuhan populasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa defisit fiskal menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah di negara Pakistan. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Adam dan Bevan pada tahun 2002 menggunakan metode data panel pada 45 Negara Sedang Berkembang (NSB). Variabel yang diteliti meliputi beberapa karakteristik pertumbuhan ekonomi seperti pertumbuhan pendapatan per kapita, pertumbuhan populasi, rasio investasi terhadap PDB dan beberapa karakteristik variabel fiskal seperti penerimaan pajak dan bukan pajak, bunga utang, utang neto, defisit fiskal, seigniorage. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang non linier antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan akan meng offside defisit fiskal dan dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan bergantung pada cara pembiayaan defisitnya, apakah dengan utang atau dengan seigniorage. Keho (2010) juga melakukan penelitian tentang hubungan kausalitas antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara di Afrika Barat (WAEMU Countries). Penelitian ini menggunakan metode Granger Causality seperti yang digunakan oleh Toda dan Yamamoto (1995) dengan data tahunan dari tahun 1980-2005. Hasil yang didapatkan bahwa pada 3 negara yaitu Cote d’Ivore, Senegal dan Togo tidak terdapat hubungan kausal antara defisit dan pertumbuhan (neutrality hypothesis), sementara di Niger terdapat hubungan kausal satu arah yaitu defisit fiskal menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Di tiga negara lainnya, Benin, Burkina faso dan Mali, terdapat hubungan kausalitas dua arah antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi serta defisit fiskal mempunyai efek yang negatif terhadap pertumbuhan. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 30 Gupta et.al (2005) dalam studinya yang berjudul “Fiscal Policy, Expenditure Composition and Growth in Low Income Countries” dengan metode analisis Sys-GMM periode 1990-2000 mendapatkan hasil yang konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara penyesuaian fiskal dengan tingkat pertumbuhan per kapita. Penurunan 1 persen rasio defisit fiskal terhadap PDB akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi per kapita sebesar 0.5 persen. 2.11.3 Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Penelitian yang dilakukan oleh Abmann pada tahun 2008 mengenai dampak defisit perdagangan dan krisis mata uang di negara-negara OECD memberikan hasil bahwa kedua variabel yaitu defisit perdagangan dan krisis mata uang mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu Tolo (2011) yang melakukan studi tentang “The Determinants of Economic Growth in the Philippines: a New Look” membandingkan kondisi perekonomian Filipina dengan 23 negara emerging markets ternyata memperoleh kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode panel GMM dan data tahunan dari tahun 19802009, beberapa variabel independen yang diteliti terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik di Filipina maupun di 23 negara lainnya. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah investasi, pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, pertumbuhan populasi, trade openness, defisit fiskal, defisit perdagangan, ketidakpastian politik, serta frekuensi krisis. Secara khusus defisit fiskal dan defisit perdagangan mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Sedangkan pola pikir yang berbeda dikembangkan oleh Calderon dan Chong (2002) dengan meneliti apakah pertumbuhan ekonomi suatu negara mempunyai pengaruh terhadap kondisi defisit perdagangan di negara tersebut. Dua orang peneliti ini melakukan penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 44 NSB dengan menggunakan metode ekonometrik GMM dari tahun 1966-1994. Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yaitu defisit perdagangan hadir secara persisten, peningkatan pertumbuhan output domestik akan meningkatkan defisit perdagangan dan apresiasi mata uang juga akan meningkatkan defisit perdagangan. Sementara PDF Creator - PDF4Free v2.0 tingkat pertumbuhan yang tinggi di negara http://www.pdf4free.com 31 kaya/industrialis justru akan mengurangi defisit perdagangan, karena bertambahnya permintaan produk ekspor dari negara kaya tersebut. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Aristovnik (2006) dengan melakukan pengujian pada negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet tentang hubungan antara defisit perdagangan dan pertumbuhan output domestik. Hasil yang didapat sejalan dengan penelitian sebelumnya, yaitu bahwa defisit perdagangan akan meningkat jika output domestik dan pengeluaran pemerintah meningkat melebihi batas kewajarannya. Bussiere, Fratzscher dan Muller (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Current Account Dynamic in OECD and EU Acceding Countries – an Intertemporal Approach” dengan metode panel GMM juga menyatakan bahwa negara-negara dengan pendapatan riil per kapita dan rasio investasi terhadap PDB yang tinggi justru akan meningkatkan defisit perdagangan. 2.12 Kerangka Pemikiran Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 7. Bermula dari dampak kebijakan fiskal ekspansif terhadap perekonomian yang ambigu. Disatu sisi peningkatan pengeluaran pemerintah akan mendorong agregat demand mengalami peningkatan dan akan meningkatkan output. Sementara disisi lain ketika pengeluaran pemerintah meningkat secara drastis dalam waktu yang relatif lama tanpa disertai peningkatan penerimaan pajak justru akan menghambat perekonomian (Abimanyu, 2003). Perdebatan ini semakin menarik, setelah krisis ekonomi 1997 melanda kawasan Asia. Ketika penanggulangan krisis memerlukan biaya yang sangat tinggi sementara penerimaan negara mulai berkurang, itulah yang menjadi sumber permasalahan. Kondisi keseimbangan fiskal terganggu dan menyebabkan terjadinya defisit fiskal yang cukup parah, khususnya di negara-negara ASEAN+3. Defisit fiskal yang berkelanjutan akan berdampak terhadap beberapa variabel makroekonomi diantaranya adalah neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Pengujian terhadap hubungan ketiga variabel tersebut dilakukan menggunakan dua model. Model pertama untuk menguji pola hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan atau dikenal dengan istilah twin deficit, dengan PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 32 variabel tambahan yaitu PDB negara lain, suku bunga dan nilai tukar yang kesemuanya dalam nilai riil. Ambiguitas Kebijakan Fiskal Ekspansif Menstimulasi Perekonomian Menghambat Perekonomian Aktifitas Perekonomian Negara-Negara ASEAN+3 Defisit Fiskal Defisit perdagangan Tahun Sebelumnya Keseimbangan Fiskal Terganggu G>T Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya PDB Negara Lain Inflasi Suku Bunga Utang Pemerintah Nilai Tukar Dummy Krisis Defisit perdagangan Pertumbuhan Ekonomi Implikasi Kebijakan Kondisi pasca krisis ekonomi Gambar 7 Kerangka Pemikiran. Pengujian dengan model kedua untuk melihat dampak kedua defisit tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika benar bahwa defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan (twin deficit hypothesis), maka dampak negatifnya akan jauh PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 33 lebih besar. Hal ini berarti sumber-sumber pendanaan negara baik dari sisi fiskal maupun sisi perdagangan internasional sudah tidak lagi mampu mencukupi pembiayaan pembangunan, yang mengindikasikan terganggunya kestabilan perekonomian di negara yang bersangkutan. Dengan penambahan beberapa variabel pendukung yaitu inflasi, rasio utang terhadap PDB dan dummy krisis, dilakukan pengujian dampak kedua defisit terhadap pertumbuhan ekonomi yang di proksi dengan PDB riil pada masing-masing negara. Setelah dilakukan pengujian, diharapkan penyusunan kebijakan akan lebih tepat, efektif dan efisien untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan kedua defisit tersebut terhadap perekonomian suatu negara. 2.13 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Defisit fiskal berpengaruh positif terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN +3. 2. Defisit fiskal dan defisit perdagangan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari World Bank (World Development Indicators, WDI), International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB) dan sumber-sumber lainnya. Untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan serta sumber, penulis menggunakan literatur yang ada di beberapa perpustakaan. Jurnal-jurnal serta beberapa buku pedoman juga digunakan untuk menambah wawasan mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Data yang dikumpulkan merupakan data panel yaitu gabungan antara data time series yang merupakan data tahunan dari periode 1993 sampai 2010 dan data cross section negara-negara ASEAN+3 meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, Jepang dan Korea Selatan. Penggunaan data tahunan mempunyai keuntungan antara lain: (1) informasi tentang variasi dalam periode digunakan dalam estimasi; (2) stabilitas parameter estimasi dari waktu ke waktu dapat diuji; (3) struktur dinamis dari masalah dapat dianalisis dengan menggunakan variabel lag. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta sumbernya No. Variabel Keterangan Sumber 1. 2. 3. 4. PDB Riil (GDP) Defisit Fiskal (FD) Defisit perdagangan (TD) PDB riil negara lain (GDP*) Suku Bunga Riil (RIR) Nilai Tukar Riil (RER) Indeks Harga Konsumen (CPI) Keterbukaan Perdagangan (TO) International $ (PPP 2005=100) Persentase (T-G) terhadap PDB Persentase (X-M) terhadap PDB International $ (PPP 2005=100) World Bank World Bank World Bank World Bank Persen Terhadap US$ Tahun dasar 2005, 2005=100 IMF IMF IMF Persentase terhadap PDB ADB 4. 5. 6. 7. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 36 3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran. Analisis deskriptif memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, gambar grafik, plot regresi serta uji kausalitas Granger. Dalam penelitian ini, analisis dengan tabel dan grafik digunakan untuk memberikan gambaran mengenai potensi kawasan ASEAN+3, perkembangan defisit fiskal, defisit perdagangan, pertumbuhan ekonomi dan beberapa variabel pendukung lainnya seperti suku bunga riil, nilai tukar riil, inflasi dan keterbukaan perdagangan di negara-negara ASEAN+3 selama periode 1993-2010. Sedangkan plot regresi dan uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat keterkaitan ketiga variabel yaitu defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing negara ASEAN+3. 3.2.2 Analisis Data Panel Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang dan waktu, yang merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series). Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) lebih baik dalam studi dynamics of adjustment; (iv) lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi oleh data cross section atau time series murni; dan (v) dapat digunakan untuk mengonstruksi danmenguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni (Baltagi, 2005). Kendati demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Permasalahan tersebut antara PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 37 lain: (i) relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah desain survei, pengumpulan dan manajemen data, di antaranya coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara; (ii) distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon, seperti pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain; (iii) masalah selektivitas, yakni selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survei lanjutan); dan (iv) cross section dependence yang dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (missleading inference). Analisis data panel umumnya menggunakan data dalam bentuk level dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian penelitian menggunakan data dengan series yang mengandung tren, maka perlu dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level, maka harus dilakukan first differencing untuk menghindari hasil yang misleading. Perlu diingat bahwa karena data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel, maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode yang biasa, tetapi menggunakan panel unit root test. Pengujian ini disarankan oleh Baltagi (2005) untuk data panel dengan N dan T yang relatif tidak besar. Hipotesis nol yang digunakan dalam panel unit root test sama seperti pada pengujian unit root untuk data time series murni, hanya saja statistik yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP). Statistik uji yang digunakan dalam panel unit root test terdiri dari dua jenis, yaitu common unit root yang terdiri dari statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung’s test, serta individual unit root yang terdiri dari statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS), ADF-Fisher test dan PP-Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang menyatakan bahwa series data panel tidak mengandung unit root yang berarti sudah stasioner maka langkah selanjutnya yaitu estimasi model dapat dilaksanakan. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 38 Data Panel Statis Data panel dapat didefinisikan sebagai observasi berulang pada setiap unit cross section yang sama, yang memiliki karakteristik di mana N > 1 dan T > 1. Misalkan yit merupakan nilai varabel dependen untuk unit cross section ke-i pada waktu ke-t dengan i = 1, 2,…, N dan t = 1, 2,…,T. Misalkan terdapat K variabel penjelas yang masing-masing diberi indeks j = 1, 2,…,K serta dinotasikan sebagai X , yang menyatakan nilai variabel penjelas ke-j untuk unit ke-i pada waktu ke-t. Cara yang sering digunakan untuk mengorganisir data panel adalah dengan menuliskannya ke dalam bentuk matriks sebagai berikut: = ; = ; = ………………… (3.1) ÿ dengan å menyatakan gangguan acak untuk unit ke-i pada waktu ke-t. Selanjutnya data tersebut disederhanakan dalam bentuk stack sebagai berikut: = ; = ; = …………………………………… (3.2) dengan y adalah matriks berukuran NTx1, X adalah matriks berukuran NTxK, dan å adalah matriks berukuran NTx1. Model standar data panel linier dapat diekspresikan sebagai y = X 'â + å …………………………………………………………. (3.3) dengan â adalah matriks berukuran NT x 1 yang diekspresikan sebagai = …………………………………………………………… (3.4) Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk mengestimasi parameter model data panel statis. Metode sederhana yang sering digunakan adalah pooled estimator atau dikenal sebagai metode least square yang umumnya digunakan pada model cross section dan time series murni. Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time series murni. Akibatnya, ketika data PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 39 digabungkan menjadi pooled data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section dan time series murni. Akan tetapi, dengan mengabungkan data maka variasi atau perbedaan, baik antara individu dan waktu, tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan tujuan dari digunakannya data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pemodelan data panel, yaitu metode efek tetap (fixed effects model) dan metode efek random (random effects model). Persamaan berikut: y= + ……………………………………………………… (3.5) dengan gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai berikut: = + …………………………………………………….. (3.6) dan diasumsikan bahwa uit merupakan gangguan acak yang tidak berkorelasi dengan Xit. Sedangkan á i disebut sebagai efek individual (time invariant person specific effect). Beberapa aplikasi empiris data panel umumnya melibatkan satu di antara asumsi mengenai efek individual.Pertama, bila á i diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi antar i = 1,2,…, N , maka model ini disebut sebagai fixed effects model (FEM). Model efek tetap umumnya digunakan ketika terdapat korelasi antara intersep individual dan variabel independen, dan atau ketika N relatif kecil dan T relative besar. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai = + + ……………………………………………. (3.7) dengan asumsi bahwa uit ~ iid (0,ó ). Penduga dari model ini mampu menjelaskan perbedaan atau variasi antar individu (differences within individual), karena model ini memungkinkan adanya perbedaan intersep á pada setiap i. Penduga dari model ini ditentukan sebagaimana penduga least square dalam regresi namun dalam bentuk deviasi rata-rata individual. Menurut Verbeek (2000), dugaan untuk paremeter â dengan menggunakan FEM dapat diformulasikan sebagai = ó PDF Creator - PDF4Free v2.0 ó ( ) ó ó ( … (3.8) http://www.pdf4free.com 40 Sedangkan estimasi untuk intersep á dituliskan sebagai = ; = 1, . . , ……………………………………... (3.9) Matriks kovarian untuk fixed effect estimatorâ , dengan uit~ iid (0,ó ) diberikan oleh: [ ó ]= ó ( )( ) ……………….. (3.10) dengan = ( ) ó ó ( ) ……………… (3.11) Pada dasarnya, FEM lebih menekankan pada perbedaan di antara individu, yakni menjelaskan bagaimana y berbeda dari y , dan tidak menjelaskan kenapa y berbeda dari y . Di sisi lain, asumsi parametrik mengenai â menekankan bahwa perubahan yang terjadi dalam X memiliki pengaruh yang sama, apakah perubahan dari satu periode ke periode lainnya atau perubahan dari satu individu ke individu lainnya. Kedua, bila á diperlakukan sebagai parameter random maka model disebut sebagai random effects model (REM). Dalam REM, perbedaan karakeristik individu diakomodasi oleh error dalam model. REM umumnya digunakan bila N relatif besar dan T relatif kecil. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai: = + + + ……………………………………….. (3.12) dengan á = á + ô dan memiliki rata-rata nol. Di sini, ô merepresentasikan gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Beberapa asumsi yang melekat dalam REM antara lain: = 0 ………………………………………………………. (3.13) = …………………………………………………….. (3.14) = 0; , ………………………………………………... (3.15) = ……………………………………………………. (3.16) = 0; , , ………………………………………………. (3.17) = 0; = 0; PDF Creator - PDF4Free v2.0 …………………………………… (3.18) , , ………………………………………………. (3.19) http://www.pdf4free.com 41 Untuk menduga REM umumnya digunakan metode generalized least square (GLS). Misalkan kombinasi error pada Persamaan (3.12) dituliskan menjadi w = u + ô , dengan = 0 …………………………………………………………. (3.20) = + = ; , …………………………………………... (3.21) ; …………………………………………... (3.22) = 0; …………………………... (3.23) Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk vektor w = (w , w , … , w )’ maka dapat dituliskan bahwa = Ù ………………………………………………………. (3.24) dengan + + Ù= + ………………… (3.25) + Untuk keseluruhan observasi panel, matriks kovarian error w = (w , w , … , w ) dapat diturunkan sebagai: = Ù 0 0 0 Ù 0 0 0 Ù 0 0 0 0 Ù 0 0 = Ù ................................... (3.26) dengan I menyatakan matriks identitas berdimensi N dan merepresentasikan Kronecker product. Misalkan Y pada Persamaan (3.19) direpresentasikan sebagai vektor stack dari y yang dibentuk dengan pola yang sama dengan w (dengan struktur yang sama untuk X). Selanjutnya keseluruhan sistem yang dituliskan sebagai Y = Xâ + w ……………………………………………………….... (3.27) dapat diestmasi dengan menggunaan metode GLS. Secara umum pendugaan GLS untuk persamaan regresi (3.27) memerlukan transformasi untuk menghilangkan struktur yang tidak baku dari matriks kovarian w w = V. Kemudian dengan mendefinisikan matriks penimbang P = V / dan mengalikannya ke kedua ruas diperoleh hasil transformasi sebagai berikut: PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 42 = + …………………………………………………… (3.28) atau = + sekarang ( …………………………………………………….. (3.29) ) = ( )= PE (ww’)P= PVP= Sehingga, penduga GLS pada persamaan regresi (3.27) dapat dituliskan sebagai =( ) ……………………………………… (3.30) Data Panel Dinamis Relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis data panel dapat digunakan pada model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lagvariabel dependen di antara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, model data panel dinamis adalah sebagai berikut: = , + + ; = 1, … , ; = 1, . . , ………………. (3.31) dengan ä menyatakan suatu skalar, x menyatakan matriks berukuran 1xK dan â matriks berukuran Kx1. Dalam hal ini, u diasumsikan mengikuti model oneway error component sebagai berikut: = + ………………………………………………………. (3.32) dengan µ ~ iid (0, ó ) menyatakan pengaruh individu dan v ~ iid (0, ó ) menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa literatur disebut sebagai transient error. Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan efisiensi, baik pada FEM dan REM, terkait perlakuan terhadap µ . Dalam model dinamis, situasi ini secara substansi sangat berbeda karena y merupakan fungsi dari µ maka y , juga merupakan fungsi dari µ . Karena µ adalah fungsi dari u maka akan terjadi korelasi antara variabel regresor y , dengan u . Hal ini akan menyebabkan penduga least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias dan inkonsisten, bahkan bila v tidak berkorelasi serial sekalipun. Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel autoregresif (AR(1)) tanpa menyertakan variabel eksogen: PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 43 = + , ; < 1; = 1, . . , …………………………… (3.33) dengan u = µ + v di mana µ ~ iid (0, ó ) dan v ~ iid (0, ó ) saling bebas satu sama lain. Penduga fixed effect bagi ä diberikan oleh = ó ó ( ó ó dengan y = 1/T ó )( , ( , , , ) ) y dan y , ………………………………….. (3.34) = 1/T ó y, . Untuk menganalis sifat dari ä , dapat disubstitusi Persamaan (3.43) ke (3.44) untuk memperoleh: = + )ó ( ( ó )ó ( ó )( , ( , ) , , ) …………………………. (3.35) Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk N dan T tetap, bentuk pembagian pada Persamaan (3.42) tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak konvergen menuju nol bila N . Secara khusus, hal ini dapat ditunjukkan bahwa: ó ó , , = ( ) 0.. (3.36) sehingga, untuk T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat digunakan. Arrelano dan Bond menyarankan suatu pendekatan generalized method of moments (GMM). Pendekatan GMM merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari, yaitu: (i) GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian; dan (ii) GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood. Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan. Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) penduga GMM adalah asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar, tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang terbatas (finite); dan (ii) penduga ini terkadang memerlukan sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak (software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM. Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk mengestimasi model linear autoregresif, yakni: 1. First-difference GMM (FD-GMM) atau Arrelano and Bond GMM (ABGMM) PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 44 2. System GMM (SYS-GMM) First-differences GMM (FD-GMM) Untuk mendapatkan estimasi ä yang konsisten di mana N tertentu, akan dilakukan first-difference pada Persamaan dengan T (3.33) untuk mengeliminasi pengaruh individual (µ ) sebagai berikut: = , , + , , ; = 2, . . , …….. (3.37) namun, pendugaan dengan least square akan menghasilkan penduga ä yang inkonsisten karena y , T dan v , berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan bila . Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh, y , digunakan sebagai instrumen. Di sini, y , tetapi tidak berkorelasi dengan v , berkorelasi dengan y , , dan v akan y, tidak berkorelasi serial. Di sini, penduga variabel instrumen bagi ä disajikan sebagai =ó ó ó ( , ó , ) , ( , , ) ……………………………………. (3.38) syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah ( ) ó ó , = 0 ……………….. (3.39) , Penduga (3.38) merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh Anderson dan Hsiao dalam Verbeek (2000). Mereka juga mengajukan penduga alternatif di mana y , y, digunakan sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen bagi ä disajikan sebagai ( ) =ó ó ó ó ( , , ( , , )( ) , )( , , ) ………………………….. (3.40) syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah ( ) ó ó , ( , , ) = 0 ……. (3.41) Penduga variabel instrumen yang kedua memerlukan tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu periode sampel “hilang”). Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat menyatukan penduga dan PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 45 mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa 1 ( , 1) = , , =0 , ……………………………………………………………………………. (3.42) yang merupakan kondisi momen (moment condition). Dengan cara yang sama dapat diperoleh: ( [ ( , ó ) ó , ( , )( , , , )= )] = 0 …………………………………. (3.43) yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator selanjutnya dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan lebih banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga. Arellano dan Bond menyatakan bahwa daftar instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, mereka mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh = 0, untuk t=2 =0 = 0, untuk t=3 = 0, =0 , untuk t=4 Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya, untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan = ………………………………………………. (3.44) , , sebagai vektor tranformasi error, dan = 0 0 , 0 0 0 0 ,…, PDF Creator - PDF4Free v2.0 …………………….. (3.45) , ÿ http://www.pdf4free.com 46 sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Z berisi instrumen yang valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai = 0 …………………………………………………….... (3.46) yang merupakan kondisi bagi 1+2+…+T-1. Untuk menurunkan penduga GMM, Persamaan (3.46) dituliskan sebagai ( ) = 0 ………………………………………….. (3.47) , Karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang belum diketahui, ä akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel yang bersesuaian, yakni min [1/ ó dengan W ( , [1/ ó )] ( , )].. (3.48) adalah adalah matriks penimbang definit positif yang simetris. Dengan mendifrensiasikan Persamaan (3.58) terhadap ä akan diperoleh penduga GMM sebagai ((ó ) , (ó , )) ((ó , ) (ó )) .......................................................................................................... (3.49) Sifat dari penduga GMM (3.56) bergantung pada pemilihan W yang konsisten selama W definit positif, sebagai contoh W = 1 yang merupakan matriks identitas. Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan penduga yang paling efisien asimtotikterkecil bagi ä karena menghasilkan matriks kovarian . Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM, diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks kovarian invers dari momen sampel (Verbeek,2000). Dalam hal ini, matriks penimbang optimal seharusnya memenuhi = [ ] = [ ] ……………………… (3.50) Dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks kovarian v , matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step consistent estimator bagi ä dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata sampel, yakni (two step estimator) = [1/ ó PDF Creator - PDF4Free v2.0 ] ………………………………… (3.51) http://www.pdf4free.com 47 Dengan v menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent estimator. Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa v ~ iid pada seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat dianjurkan bagi sampel autokorelasi pada v berukuran kecil) menekankan ketidakberadaan dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis. Dengan catatan di bawah restriksi = 2 1 0 = 1 2 0 … 0 …………………….. (3.52) 1 0 1 2 matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai one step estimator = [1/ ó ] ………………………………………. (3.53) Sebagai catatan bahwa (3.53) tidak mengandung parameter yang tidak diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila error v diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi. Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka Persamaan (3.40) dapat dituliskan kembali menjadi = + , + + ……………………………………. (3.54) Parameter persamaan (3.54) juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat terhadap x , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila x strictly exogenous dalam artian bahwa x tidak berkorelasi dengan sembarang error v , akan diperoleh [ , ] = 0; untuk setiap s dan t ……………………………… (3.55) sehingga x , … , x dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan first difference setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada Z menjadi besar. Selanjutnya, dengan mengenakan kondisi momen [ , ] = 0; untuk setiap t …………………………………… (3.56) Matriks instrumen dapat dituliskan sebagai PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 48 , 0 0 = , 0 0 , 0 ,…, 0 , ……. (3.57) , ÿ Bila variabel x tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus di mana x dan lag x tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan diperoleh E[x , v ] = 0, untuk s x, t. Dalam kasus dimana hanya , … , x instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat dikenakan sebagai = 0; = 1, … , , 1, ……………………………… (3.58) Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Z kemudian dapat disesuaikan. System GMM (SYS-GMM) Ide dasar dari penggunaan metode Sys-GMM adalah untuk mengestimasi sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada level,dimana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences dari deret. Blundell dan Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel dinamis ketika T berukuran kecil. Misalkan diberikan model autoregresif data panel dinamis tanpa regresor eksogen sebagai berikut: = , + + …………………………………………… (3.59) dengan E(µ ) = 0, E(v ) = 0 dan E(µ v ) = 0 untuk i =1, 2,…, N; t = 1, 2,…,T. Dalam hal ini, Blundel dan Bond memfokuskan pada T = 3, oleh karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh E(y v )=0 sedemikian sehingga ä tepat teridentifikasi (just identified). Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan meregresikan y pada y . Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari Persamaan (3.59) yang dievaluasi pada saat t=2 dengan mengurangi kedua ruas pada persamaan tersebut, yakni: =( 1) PDF Creator - PDF4Free v2.0 , + + ……………………………………… (3.60) http://www.pdf4free.com 49 Dikarenakan ekspektasi E(y µ ) > 0, maka (ä 1) akan bias ke atas (upward biased) dengan 1 =( dengan c = (1 1) ( / ) ………………………………….. (3.61) ä)/ 1 + ä . Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari variabel instrumen y mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi variabel intsrumen tahap pertama akan konvergen ke ÷ dengan parameter noncentrality = Karena ô ( ) 0, dengan ä 1 …………………………………… (3.62) 0 maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga FD-GMM dengan masalah lemahnya instrumen, yang mana dicirikan dari parameter konsentrasi ô. 3.3 Spesifikasi Model Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka spesifikasi model panel dinamis dalam penelitian ini mengacu pada dua model utama, yaitu model yang digunakan oleh Bussiere, Fratzscher dan Muller (2004) dan Tolo (2011). Model Bussiere, Fratzscher dan Muller mendefinisikan keseimbangan neraca perdagangan sebagai fungsi dari pertumbuhan output, keseimbangan fiskal, pendapatan relatif, investasi, konsumsi dan suku bunga. Model tersebut digunakan dalam penelitiannya “Current Accounts Dynamics in OECD and EU Acceding Countries, an Intertemporal Approach”” untuk 33 negara di Kawasan Uni Eropa periode 1980-2002. Sementara itu, model Tolo yang digunakan dalam penelitiannya “The Determinants of Economic Growth in the Philippines: A New Look” mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai fungsi dari defisit fiskal, defisit perdagangan, keterbukaan perdagangan, investasi, ketidakpastian politik dan frekuensi krisis. Berdasarkan baseline model tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan dan penambahan beberapa variabel yang disesuaikan dengan obyek dan fokus penelitian serta pertimbangan pada ketersediaan data. Akhirnya, model yang digunakan dalam penelitian ini direpresentasikan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari dua persamaan berikut ini: PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 50 1. Model defisit perdagangan ÄTD = á ÄTD + á ÄFD á ÄGDP + á ÄRIR á ÄRER + å …. (3.63) 2. Model pertumbuhan ekonomi ÄGDP = â ÄGDP â ÄTD â ÄFD â ÄCPI â ÄTO â DK1 â DK2 + µ ………………………………………………………. (3.64) Untuk melihat dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi per kelompok negara, maka digunakan model sebagai berikut : 1. Model defisit perdagangan ÄTD = á ÄTD + á ÄFD + á ÄFD xD1 + á ÄFD xD2 +á ÄRIR á ÄGDP á ÄRER + å ……………………………………..….. (3.65) 2. Model pertumbuhan ekonomi ÄGDP = â ÄGDP â ÄCPI â ÄTD â ÄTO â ÄFD â DK1 â ÄFD xD1 â ÄFD xD2 â DK2 + µ …………..…..… (3.66) Keterangan: GDP = Nilai PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 (international $ PPP 2005=100), dalam bentuk logaritma natural (ln); GDP* = Nilai PDB riil negara lain (international $ PPP 2005=100), dalam bentuk logaritma natural (ln); TD = Defisit perdagangan (persentase terhadap PDB); TD = Dugaan defisit perdagangan pada persamaan (3.63), untuk menghindari adanya simultaneous equations bias; FD = Defisit fiskal (persentase terhadap PDB); RIR = Suku bunga riil (persen); RER = Nilai tukar riil (terhadap US $); CPI = Indeks harga konsumen (IHK, 2005=100), dalam bentuk logaritma natural (ln); TO = Keterbukaan perdagangan (persentase terhadap PDB); DK1 = Dummy krisis 1998 (1= tahun 1998, 0 = selain tahun 1998); DK2 = Dummy krisis 2009 (1= tahun 2009, 0 = selain tahun 2009); D1 = Dummy kelompok I (1= Singapura, China, Jepang dan Korea, 0 = negara lainnya; D2 = Dummy kelompok II (1= Malaysia dan Thailand, 0= negara lainnya); PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 51 i = negara (i = 1, 2, 3, ..., 8); t = tahun (t = 1993 - 2010); Tanda +/- dalam persamaan diatas menyatakan hipotesis awal. 3.4 Definisi Variabel Operasional Definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam model sebagai berikut: 1. Produk Domestik Bruto (PDB) riil merupakan total nilai tambah bruto yang dihasilkan unit produksi yang beroperasi disuatu wilayah negara dalam jangka waktu tertentu. PDB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB yang digunakan dalam penelitian ini sudah disesuaikan dengan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) menggunakan dolar internasional dengan tahun dasar 2005. 2. Produk Domestik Bruto (PDB) riil negara lain yang menjadi tujuan ekspor utama masing-masing negara ASEAN+3 tahun 1993-2010. Dengan mengasumsikan bahwa impor tetap, maka salah satu variabel yang memengaruhi ekspor suatu negara adalah PDB riil negara lain. Negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah Jepang, negara tujuan ekspor utama China dan Philipina adalah Amerika Serikat, negara tujuan ekspor utama Malaysia, Thailand, Jepang dan Korea adalah China sedangkan negara tujuan ekspor utama Singapura adalah Malaysia. 3. Defisit perdagangan adalah keadaan dimana nilai impor suatu negara melebihi nilai ekspornya. Nilai ekspor dihitung berdasarkan nilai FOB (freight on board) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti, lisensi, dan jasa lainnya. Nilai impor dihitung berdasarkan nilai CIF (cost insurance and freight) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti, lisensi, dan jasa lainnya. 4. Defisit fiskal adalah keadaan dimana tingkat pengeluaran suatu negara yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan lebih besar dari penerimaannya (baik dari pajak maupun non pajak). 5. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah disesuaikan dengan inflasi yaitu suku bunga nominal dikurangi inflasi. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 52 6. Nilai tukar riil merupakan perkalian nilai tukar nominal dengan rasio harga barang dan jasa dalam US$ dibanding harga barang dan jasa domestik. Sedangkan nilai tukar nominal sendiri adalah harga mata uang negara-negara ASEAN+3 terhadap mata uang US$. Peningkatan nilai tukar riil berarti mata uang domestik mengalami apresiasi, daya saing produk domestik di pasar internasional turun sehingga menyebabkan penurunan output atau PDB (Blanchard, 2009). 7. Indeks harga konsumen (IHK) perbandingan nilai konsumsi bulan berjalan dengan nilai konsumsi pada tahun dasar dikalikan dengan 100. Pada tahun dasar, IHK akan bernilai 100. Dalam penelitian ini tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2005. IHK dipakai untuk mengukur rata-rata perubahan harga dari suatu paket komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat/rumah tangga di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. IHK digunakan sebagai proksi variabel inflasi. Sedangkan inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dalam perekonomian yang berlangsung terus-menerus. 8. Keterbukaan perdagangan dihitung berdasarkan proporsi perdagangan luar negeri (nilai ekspor ditambah nilai impor) terhadap PDB. 3.6 Prosedur Analisis Keempat model pada persamaan diatas akan diestimasi dengan menggunakan metode data panel statis maupun dinamis. Metode data panel statis meliputi pooled LS (OLS), fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM). Tahap pertama yang dilakukan adalah uji Chow untuk memilih model terbaik antara OLS dan FEM. Uji dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dan F-statistik. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : á 1 = á 2 = … = á i (memiliki nilai intercept sama) H1 : sekurang-kurangnya ada 1(satu) intercept yang berbeda Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil uji, dengan melihat kondisi sebagai berikut: • Jika F-hitung F-tabel maka dikatakan terima H0 (tidak signifikan), artinya model PLS lebih baik daripada FEM. • Jika F-hitung > F-tabel maka dikatakan tolak H0 (signifikan), artinya FEM lebih baik daripada OLS. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 53 Tahap Kedua adalah uji Hausman untuk menentukan model yang lebih baik antara FEM dan REM. Uji dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0: E(ôi | xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H1: E(ôi | xit) 0 atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H0 digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square (÷2). Jika nilai ÷2 hitung hasil pengujian lebih besar dari ÷2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga pendekatan yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Ketika lag dari peubah dependen dimasukkan sebagai regresor dalam regresi, akan mengakibatkan munculnya masalah endogeneity. Sehingga bila model tersebut diestimasi dengan menggunakan metode data panel statis (FEM atau REM) akan menghasilkan penduga yang bias dan tidak konsisten. Untuk memecahkan masalah ini, Arellano dan Bond mengusulkan pendekatan methods of moments atau yang biasa disebut dengan Generalized method of moments (GMM) sebagai metode data panel dinamis, yang terdiri dari first differencesgeneralized method of moments (FD-GMM) dan system-generalized method of moments (Sys-GMM). Pertama, estimasi dilakukan dengan metode FD-GMM, kemudian dilakukan uji ketidakbiasan, validitas dan konsistensi instrumen yang digunakan. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa estimasi bias dan tidak memperoleh instrumen yang valid sekaligus konsisten pada metode ini, maka akan dilanjutkan dengan penggunaan metode Sys-GMM. Uji validitas dan konsistensi juga dilakukan pada metode Sys-GMM. Hasil estimasi tidak bias ketika nilai estimator koefisien lag variabel dependen berada diantara nilai estimator dengan metode PLS dan FEM. Untuk menguji validitas instrumen digunakan uji Sargan. Uji Sargan untuk overidentifying restriction merupakan suatu pendekatan untuk mendeteksi apakah ada masalah dengan validitas instrumen. Hipotesis nol untuk uji ini menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan validitas instrumen (instrumen valid) dalam artian bahwa instrumen tersebut tidak berkorelasi dengan error pada model. Hasil uji yang diharapkan adalah terima H0 pada taraf nyata 5 persen. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 54 Sementara itu, untuk melihat konsistensi hasil estimasi yang dihasilkan model dapat dilakukan dengan uji autokorelasi menggunakan statistik uji Arrellano-Bond m1 dan m2. Hipotesis nol dari uji Arelano-Bond adalah terjadi autokorelasi pada error, dengan hipotesis untuk m1 menyatakan bahwa rata-rata autocovariance dari error pada ordo 1 adalah nol sedangkan hipotesis untuk m2 adalah rata-rata autocovariance dari error pada ordo 2 adalah nol. Konsistensi hasil estimasi model ditunjukkan oleh nilai statistik m1 yang signifikan dan nilai statistik m2 yang tidak signifikan. Seluruh pengolahan data, baik pada model data panel statis maupun dinamis, akan dilakukan dengan bantuan program komputer STATA v10.0 dan Eviews 6.0. Pemilihan program ini dikarenakan ketersedian tools untuk pengolahan data sekaligus pengujian berbagai asumsi yang disyaratkan. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com IV. ANALISIS DESKRIPTIF 4.1 Kerjasama Regional Kawasan ASEAN+3 Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi di berbagai belahan dunia, khususnya dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Kisah sukses integrasi kawasan dicontohkan oleh Uni Eropa (UE) yang mampu menyatukan 15 negara Eropa Barat ke dalam satu kesatuan pasar, yang ditandai dengan diciptakannya mata uang bersama Euro. Keberhasilan EU membentuk satu pasar tunggal mengilhami ASEAN untuk melakukan hal yang sama. Pada KTT ASEAN oktober 2002 di Kamboja, PM Singapura Goh Cok Tong mengusulkan agar tahun 2020 dibentuk apa yang disebutnya sebagai pasar tunggal ASEAN mencontoh keberhasilan pembentukan pasar tunggal Eropa yang diberlakukan di kawasan Uni Eropa. Ide ini akhirnya terwujud dengan ditandatanganinya Bali Concorde II pada tanggal 7 Oktober 2003, yang menyepakati terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2020 dengan tiga pilar utama: ASEAN Security Community, ASEAN Economic dan ASEAN SocioCulture Community. Penyatuan ASEAN ke dalam ASEAN Community ini tentunya akan membawa dampak yang luar biasa besar, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dalam segala aspek kehidupan lainnya. Dari sisi ekonomi misalnya, penyatuan ini akan menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,5 juta km dengan populasi sekitar 500 juta jiwa, total perdagangan lebih dari US$ 720 miliar per tahun serta PDB lebih dari US$ 737 miliar. Sebagai gambaran, kesepakatan perdagangan bebas ASEAN mampu meningkatkan perdagangan intra ASEAN dari US$ 43,26 miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 80 miliar pada tahun 1996, atau dengan rata-rata pertumbuhan 28,3 persen per tahun (ADB, 2007). Lebih jauh lagi, Mr. Osamu Watanabe (Presiden Organisasi Perdagangan Luar Negeri Jepang JETRO) memimpikan terjadinya integrasi ekonomi ASEAN+3 yaitu negara ASEAN ditambah China, Jepang dan Korea. ASEAN+3 akan menghasilkan pasar yang jauh lebih besar dengan populasi lebih dari 3 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 56 milyar manusia, sehingga dampaknya pun akan jauh lebih dahsyat. Berdasarkan proyeksi Bank Dunia, pada tahun 2020 kelak, delapan dari sepuluh ekonomi terbesar dunia akan berada di Asia Pasifik. Pernyataan tersebut seakan memberikan gambaran tentang betapa besarnya pengaruh Asia Pasifik pada percaturan ekonomi dunia di tahun-tahun mendatang. Hal ini tidaklah mengherankan, apalagi jika melihat Amerika Serikat sebagai negara yang begitu besar kekuatan ekonominya, kini mulai menunjukkan keterpurukannya, sementara China yang memang berpenduduk lebih besar dari Amerika Serikat, terus menunjukkan kemajuan dalam bidang ekonominya. Langkah China ini juga diikuti oleh negara-negara Asia Pasifik lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan, yang tingkat perekonomiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan perekonomian Cina, Jepang dan Korea Selatan juga dibuktikan melalui proyeksi ekonomi yang dilakukan The Economist pada 1994 lalu. Menurut The Economist, pada 2020 diperkirakan GDP Cina akan menjadi 140%, melebihi AS (100%) yang pada 1994 menempati posisi pertama. Peringkat berikutnya akan diduduki oleh Jepang (42%), India (30%), Indonesia (25%), Jerman (23%), Korea Selatan (21%), Thailand (20%), Perancis (19%), dan Taiwan (18%). Hal yang menarik ialah bahwa di antara lima besar negara peraih GDP tertinggi terdapat empat negara Asia (Cina, Jepang, India dan Indonesia) dan di antara sepuluh besar terdapat tujuh negara Asia. Perkembangan ekonomi Cina, Jepang, dan Korea Selatan yang dapat dikatakan cukup menjanjikan ini, mendorong Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya untuk melakukan perluasan integrasi ekonomi dengan ketiga negara tersebut, melalui suatu wadah yang dinamakan ASEAN+3. Proses ke arah sana sudah dimulai dengan ditandatanganinya kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada 29 November 2004, ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) pada 26 Agustus 2006 serta ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) pada 1 Maret 2008. Untuk keperluan analisis lebih lanjut dalam penelitian ini, negara-negara ASEAN+3 yang terdiri dari 5 negara anggota ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan dibagi menjadi 3 kelompok, mengacu pada hasil penelitian Achsani dan Hermanto (2010). Kelompok pertama beranggotakan negara-negara big-economy PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 57 di kawasan Asia Timur, yaitu Singapura, Jepang, Korea Selatan dan China. Singapura, Jepang dan Korea adalah negara-negara paling kaya yang bisa menjadi sumber investasi bagi negara lainnya. Sebaliknya China meskipun bukan negara kaya, tetapi ia merupakan negara paling menjanjikan di dunia saat ini. China tumbuh secara konsisten selama dekade terakhir, nyaris tidak terimbas krisis ekonomi 1998 dan bahkan merupakan tujuan utama foreign direct investment (FDI) saat ini. Kelompok II terdiri dari Thailand dan Malaysia, yang keduanya adalah negara new industrialized countries Asia (NIC). Ekonomi mereka relatif stabil dan mereka pun relatif cepat keluar dari krisis ekonomi 1998. Sedangkan kelompok yang ketiga beranggotakan Indonesia dan Philipina, dikenal dengan new Asian tiger. Keduanya juga termasuk ke dalam kategori NIC. Akan tetapi kedua negara ini terkena krisis berkepanjangan sejak tahun 1997 dan sampai saat ini belum juga pulih. Kedua negara juga menghadapi masalah ekonomi yang sangat besar yang ditandai dengan tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya infrastruktur. 4.2 Potensi Ekonomi Kawasan ASEAN+3 Kawasan ASEAN+3 dengan luas wilayah 13,1 juta km dan jumlah penduduk mencapai 1,95 miliar orang atau hampir sepertiga penduduk dunia pada tahun 2010, mempunyai potensi ekonomi yang cukup besar. Salah satu indikasinya adalah dari nilai total PDB kawasan ASEAN+3 yakni sebesar US$ 9,96 trilliun dengan laju pertumbuhan rata-rata 8 persen, jauh diatas laju pertumbuhan rata-rata dunia yang hanya sebesar 4,2 persen. Potensi ekonomi masing-masing negara ASEAN+3 selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Jumlah penduduk yang relatif besar di kawasan ini, selain menciptakan output yang besar, juga berpotensi sebagai pasar barang dan jasa yang menjanjikan. Sehingga tidak mengherankan jika tingkat keterbukaan ekonomi dan kinerja perdagangan di kawasan ini mengalami peningkatan yang signifikan, dapat terlihat dari rata-rata pangsa total perdagangan terhadap PDB cukup tinggi yaitu sebesar 126,44 persen pada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan internasional. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 58 Tabel 3 Potensi ekonomi kawasan ASEAN+3 tahun 2010 Negara Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea Luas Wilayah (ribu km ) 1.905 331 300 1 513 9.600 378 100 Penduduk (juta jiwa) 240 28 93 5 69 1.338 127 49 PDB (miliar US$) 274,37 147,25 129,02 165,18 187,49 3.246,01 5.010,03 800,21 Growth (%) 6,1 7,2 7,6 14,5 7,8 10,4 4,0 6,2 Perdagangan (% PDB) 47,59 176,80 71,42 394,07 135,14 55,23 29,29 101,99 13.128 1.949 9.959,56 8,0 126,44 134.222 6.895 48.242,1 4,2 58,60 ASEAN+3 Dunia Sumber : World Bank (2012). Dari Gambar 8 dapat kita ketahui bahwa perkembangan PDB negara-negara ASEAN+3 selama kurun waktu 1993-2010 mengalami kenaikan yang signifikan yaitu rata-rata 144,04 persen dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 5,22 persen. Hal ini berarti dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun, PDB negaranegara ASEAN+3 rata-rata meningkat hampir satu setengah kali lipat. Pertumbuhan PDB tertinggi selama periode tersebut dialami oleh Philipina sebesar 413,56 persen, kemudian tiga negara lainnya yang juga mengalami pertumbuhan PDB diatas 100 persen adalah Thailand (170,96%), Jepang (137,96%), Indonesia (120,22%), China (107,29%) dan Korea (100,67%). Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea 2010 1993 0 1000 2000 3000 4000 5000 PDB konstan 2000 (milyar US$) Sumber : World Bank (2012) Gambar 8 PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993 dan 2010 (US$ miliar). Selama kurun waktu tersebut di atas negara Jepang adalah negara dengan pangsa PDB terbesar, yakni mencapai 62,86 persen dari total PDB kawasan ASEAN+3 atau nilainya sebesar US$ 5,01 triliun pada tahun 2010. Walaupun PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 59 mempunyai nilai PDB terbesar diantara negara-negara ASEAN+3, tetapi justru laju pertumbuhan Jepang adalah yang terendah yaitu hanya sebesar 1,69 persen per tahun. Posisi kedua ditempati China dengan pangsa PDB sebesar 21,13 persen, kemudian Korea Selatan (7,67%) dan terkecil adalah Philipina (1,20%) seperti terlihat pada Gambar 9. Jepang 62,86 Korea 7,67 Indonesia 2,54 Malaysia 1,36 Philipina 1,20 Singapura 1,39 Thailand 1,86 China 21,13 Sumber : World Bank (2012) Gambar 9 Pangsa PDB negara-negara ASEAN+3 terhadap total PDB kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen). Dari sisi pendapatan per kapita, terdapat variasi yang besar di antara negara ASEAN+3. Singapura merupakan negara dengan pendapatan per kapita tertinggi yaitu mencapai US$ 51.966 atau lebih dari 13 kali lipat pendapatan per kapita Philipina dan Indonesia yang hanya sebesar US$ 3.560 dan US$ 3.880 pada tahun 2010. Secara umum peringkat masing-masing negara tidak mengalami perubahan selama kurun waktu 1993-2010, kecuali peringkat China yang tahun-tahun sebelumnya berada di bawah Philipina dan Indonesia, sejak tahun 2001 mulai melesat meninggalkan keduanya. Pendapatan per kapita masing-masing negara ASEAN+3 selengkapnya disajikan pada Gambar 10. 60000 Indonesia 50000 Malaysia 40000 30000 20000 10000 0 Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 10 Pendapatan riil per kapita negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993-2010 (US$) PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 60 Selama kurun waktu 1993-2010 terlihat bahwa seluruh negara ASEAN+3 memiliki tren pendapatan per kapita yang meningkat setiap tahun, yaitu rata-rata meningkat sebesar 96,56 persen. Kenaikan pendapatan per kapita tertinggi dimiliki oleh China yakni dari US$ 1.507 pada tahun 1993 menjadi US$ 6.816 di tahun 2010 atau naik sebesar 352,21 persen. Posisi kedua ditempati oleh Korea Selatan, dengan peresentase kenaikan sebesar 98,51 persen. Kenaikan pendapatan per kapita di negara ASEAN+3 lainnya cukup signifikan yakni diatas 40 persen selama periode tersebut, kecuali Jepang yang hanya meningkat sebesar 13,04 persen. Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 menurut sektor lapangan usaha menunjukkan bahwa sektor jasa merupakan sektor penyumbang terbesar pada perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN+3 yakni rata-rata mencapai 53,25 persen dari total PDB tahun 2010, kemudian diikuti oleh sektor industri (38,75%) dan sektor pertanian (8%). Terlihat pada Gambar 11 kelompok negara maju (kelompok I) struktur perekonomiannya sebagian besar didominasi oleh sektor jasa yaitu sebesar 61,25 persen (khususnya pada negara Singapura dan Jepang), sementara kontribusi sektor pertanian sangat kecil hanya sekitar 3,5 persen, bahkan di Singapura kegiatan sektor pertanian sudah tidak ada. 100% 50% 0% 72 28 Singapura 43 47 27 1 Jepang 10 China Pertanian 58 72 Industri 39 3 Korea Jasa Sumber : World Bank (2012) Gambar 11 Struktur perekonomian negara maju di kawasan ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB). Pada negara-negara kelompok II dan III (negara sedang berkembang) memiliki struktur perekonomian yang hampir sama, yaitu didominasi oleh sektor industri atau sektor jasa dengan kontribusi sektor pertanian yang relatif masih cukup besar. Kontribusi sektor industri dan sektor jasa hampir berimbang yaitu masing-masing sebesar 42,25 persen dan 45,25 persen, sedangkan sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 61 negara-negara pada kelompok ini yaitu rata-rata sebesar 12,5 persen. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumbangan sektor pertanian yang paling besar diantara negara sedang berkembang di kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu sebesar 15 persen (Gambar 12). 100% 50% 0% 38 45 55 43 47 44 33 45 15 11 12 12 Indonesia Malaysia Philipina Pertanian Industri Jasa Thailand Sumber : World Bank (2012) Gambar 12 Struktur perekonomian negara sedang berkembang di kawasan ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB). 4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Faktor-Faktor Pendukungnya Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu 1993-2010, sebagaiman disajikan pada Gambar 13, terlihat bahwa negara-negara ASEAN+3 mengalami tingkat pertumbuhan yang bervariasi. Tingkat pertumbuhan tertinggi adalah China dengan rata-rata mencapai 10,33 persen per tahun, diikuti Singapura (6,43%), Malaysia (5,57%), Korea Selatan (4,91%), Indonesia (4,46%), Philipina (4,27%), Thailand (4,07%) dan terakhir adalah Jepang (1,69%). Pada dekade 1970-an hingga pertengahan 1990-an, negara-negara di kawasan Asia mempunyai kinerja perekonomian yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata laju pertumbuhan PDB yang tinggi, sehingga membuat banyak investor asing yang tergiur untuk menanamkan modalnya di kawasan Asia. Namun yang sangat disayangkan, sebagian besar modal asing yang masuk dalam bentuk investasi jangka pendek dengan tingkat suku bunga yang tinggi. Tingkat ketergantungan impor dan ketergantungan atas pinjaman luar negeri termasuk penanaman modal asing yang tinggi membuat perekonomian negaranegara Asia pada umumnya rapuh terhadap guncangan dari pihak luar. Hal inilah yang menjadi akar permasalahan terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun 19971998. Krisis ini bermula dari negara Thailand, terjadinya capital outflow dalam PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 62 jumlah yang besar yang diikuti dengan terdepresiasinya mata uang Baht, membuat perekonomian Thailand collapse (Tambunan, 2011). Dalam jangka waktu yang tidak lama, imbas dari krisis ini menyebar di hampir seluruh negara-negara di kawasan Asia, termasuk didalamnya negaranegara ASEAN+3. Dampak dari krisis tersebut serta derajat keparahannya bervariasi antarnegara, tergantung pada banyak faktor khususnya faktor internal seperti misalnya kesiapan pemerintah maupun bank sentral serta kondisi sektor perbankan nasional. Seperti terlihat pada Gambar 13, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 mencapai level terendah dan bahkan bernilai negatif pada tahun 1998 yakni sebesar -4,35 persen. Hampir semua negara mengalami pertumbuhan yang negatif, kecuali China. Pertumbuhan ekonomi China selama periode tersebut paling kokoh dan terus menempati posisi teratas di kawasan ASEAN+3. Hal ini disebabkan, pertumbuhan ekonomi China ditopang oleh investasi asing dan kinerja ekspor yang meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Sedangkan negara yang paling parah terkena imbas krisis ekonomi tersebut adalah Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi sebesar -13,1 persen. Penyebabnya adalah selain dilanda krisis ekonomi, negara ini juga dilanda krisis multidimensi yaitu gabungan antara krisis perbankan, krisis kepercayaan serta krisis sosial politik dan keamanan, sehingga efek yang ditimbulkan menjadi Pertumbuhan Ekonomi (%) sangat besar. 20 Indonesia 15 Malaysia 10 Philipina 5 Singapura 0 Thailand -5 China -10 Jepang -15 Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 13 Pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 63 Kebijakan fiskal ekspansif yang ditujukan untuk menstimulasi perekonomian pasca krisis ekonomi dilakukan oleh negara-negara di kawasan ASEAN +3. Sebagai contoh pemerintah Indonesia menghabiskan dana sebesar 50 persen dari PDB untuk tujuan tersebut. Hanya Singapura yang masih mampu mempertahankan keseimbangan fiskalnya dalam posisi surplus pada tahun 1998 yaitu sebesar 4.712 miliar, seperti terlihat pada Tabel 4, dan kondisi surplus fiskal tersebut berlanjut sampai sekarang. Tabel 4 Kondisi fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1998 (miliar) Negara Penerimaan - Pajak IND MAL PHI SIN THA CHI JPN KOR 156.470 56.710 462,5 43.073 732,4 987,6 58.224 96.673 102.394 45.336 416,6 20.131 641,6 926,3 51.229 78.310 54.014 11.374 45,5 22.942 86,3 61,3 6.995 18.363 - Non Pajak - Hibah/Bantuan 62 0 0,4 0 4.5 0 0 0 Pengeluaran 172.669 61.713 512,5 38.361 1.034,5 1.188,2 111.926 115.430 - Belanja Rutin 117.527 44.585 467,9 17.256 757,6 909,8 68.559 70.631 - Belanja Modal 55.142 17.128 44,2 10.225 276,9 278,4 43.367 20.359 0 0 0,3 10.880 0 0 0 24.441 -16.199 -5.002 -50 4.712 -328,8 -200,6 -53.702 -18.757 - Net Lending Surplus/ ( ) Sumber : ASEAN Development Bank (2011). Singapura memanfaatkan surplus pendapatan dari setiap periode siklus bisnis untuk menstabilkan neraca fiskal dan neraca perdagangannya. Penerimaan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah digunakan untuk pembangunan-pembangunan barang publik yang esensial bagi masyarakat dan pelaku bisnis di negara ini. Selain itu, sebanyak 46 persen dari pengeluaran pemerintah digunakan untuk pembangunan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas SDM dan 44 persen pengeluaran pemerintah Singapura ditujukan untuk keamanan dan hubungan eksternal yang dimaksudkan untuk menjaga agar iklim bisnis di Singapura tetap kondusif. Kebijakan pemerintah ini mendukung neraca fiskal dan neraca perdagangan di Singapura terjaga kestabilannya dan tetap pada kondisi surplus (Ministry of Trade and Industry Singapore, 2010). Dibandingkan tahun 1993, keseimbangan fiskal semua negara-negara di kawasan ASEAN+3 pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang negatif kecuali Korea, yang pertumbuhan fiskalnya meningkat sebesar 133,33 persen PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 64 selama kurun waktu tersebut diatas. Sementara negara Singapura walaupun mengalami pertumbuhan fiskal yang negatif, tetapi negara ini masih mampu mempertahankan posisi surplus fiskalnya pada tahun 2010. Surplus fiskal yang terjadi pada kedua negara yaitu Singapura dan Korea pada tahun 2010, salah satunya dihasilkan dari pendapatan pajak bahan bakar minyak yang cukup tinggi (Purwanti, 2011). Keseimbangan Fiskal (% terhadap PDB) 20 15 10 1993 5 1998 0 -5 Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea 2010 -10 -15 Sumber : World Bank (2012) Gambar 14 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993, 1998 dan 2010 (persen terhadap PDB) Defisit fiskal terparah dialami negara-negara di kawasan ASEAN+3 pada tahun 1998 ketika dilanda krisis ekonomi. Pada tahun 2010, kelima negara yaitu Indonesia, Thailand, China, Jepang dan Korea telah mampu mengurangi defisit fiskalnya dengan laju pengurangan sebesar 75,83 persen. Thailand adalah negara yang berhasil mengurangi defisit fiskal terbesar pada kurun waktu 1998-2010 yaitu sebesar 91,55 persen. Sementara tiga negara lainnya yaitu Malaysia, Philipina dan Singapura terus mengalami peningkatan defisit hingga tahun 2010 (% terhadap PDB) seperti terlihat pada Gambar 14. 40 Indonesia 30 Malaysia Philipina 20 10 0 -10 Singapura Thailand China Jepang Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 15 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 65 Tingkat keterbukaan perdagangan yang tinggi pada negara-negara di kawasan ASEAN+3 membuat neraca perdagangan, neraca yang mencatat semua transaksi perdagangan luar negeri, menjadi penting untuk diperhatikan. Selama kurun waktu 1993-2010, neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 mengalami fluktuasi yang cukup tinggi terutama pada negara-negara dengan pangsa perdagangan yang tinggi seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Korea (Gambar 15). Tren pergerakan neraca perdagangan Singapura terlihat paling fluktuatif dibandingkan dengan negara ASEAN+3 lainnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh tingginya tingkat keterbukaan ekonomi yang dimilikinya, baik keterbukaan dalam perdagangan maupun finansial, sehingga kinerja perekonomian negara ini sangat dipengaruhi oleh gejolak perekonomian di tingkat global. Sementara itu, defisit perdagangan selama kurun waktu tersebut dialami oleh negara Philipina yang memang sangat bergantung pada produk impor dari Pertumbuhan volume impor (%) negara lain. 80 Indonesia 60 Malaysia 40 Philipina 20 Singapura 0 Thailand -20 China -40 Jepang -60 Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 16 Pertumbuhan volume impor negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB). Neraca perdagangan kembali mendapatkan guncangan pada tahun 2009 ketika dunia dilanda krisis keuangan global. Dampak dari krisis ini ternyata tidak hanya mengurangi volume ekspor barang dan jasa, tetapi juga mengurangi volume impor barang dan jasa negara-negara di kawasan ASEAN+3 (Gambar 16). Pertumbuhan ekonomi yang lesu membuat daya beli masyarakat melemah, sehingga permintaan barang dan jasa domestik maupun impor juga menurun. Indonesia adalah yang mengalami penurunan pertumbuhan volume impor terbesar yaitu dari 73,50 persen pada tahun 2008 menjadi -25,10 persen pada tahun 2009 atau turun sebesar 134 persen. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 66 Perkembangan perdagangan yang memukau selama kurun waktu 1993-2010 ditunjukkan oleh negara China. Tren perdagangan negara ini mengalami peningkatan paling pesat dibandingkan negara ASEAN+3 lainnya. Nilai ekspor China mengalami kenaikan sebesar 1.924,72 persen yakni dari sebesar US$ 86,56 miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 1,75 triliun pada tahun 2010, dan sejak tahun 2004 merupakan negara pengekspor terbesar di kawasan ASEAN+3 menggantikan posisi Jepang. Selain ketiga variabel diatas yaitu defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, perkembangan variabel-variabel pendukung lainnya pada periode1993-2010 dibahas secara khusus dibawah ini. 1. PDB Negara Lain Dengan mengasumsikan impor konstan, maka hanya kegiatan ekspor yang menentukan neraca perdagangan suatu negara pada posisi surplus atau defisit. Salah satu variabel yang memengaruhi ekspor adalah pendapatan nasional negara lain yang menjadi tujuan ekspor utama masing-masing negara di kawasan ASEAN+3. Negara tujuan ekspor utama Indonesia selama periode 1993-2010 adalah Jepang, negara tujuan ekspor utama Philipina dan China adalah Amerika Serikat, negara tujuan ekspor utama Singapura adalah Malaysia, sedangkan negara tujuan ekspor utama keempat negara yang lain (Malaysia, Thailand, Korea dan Jepang) adalah China. Ketika pendapatan nasional negara yang menjadi tujuan ekspor utama meningkat, maka permintaan produk ekspor dari negara tersebut juga akan meningkat, sehingga akan mengurangi defisit perdagangan di negara- 15000 10000 Amerika Serikat Jepang 5000 China 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 PDB konstan 2000 (milliar US$) negara kawasan ASEAN+3. Malaysia Sumber : World Bank (2012) Gambar 17 PDB negara tujuan ekspor utama negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 67 Pendapatan nasional yang diukur dengan PDB pada keempat negara yang menjadi tujuan ekspor utama negara-negara ASEAN+3 mempunyai tren yang meningkat pada periode 1993-2010, terlihat pada Gambar 17. Negara China mempunyai pertumbuhan PDB paling pesat yaitu sebesar 640,65 persen, disusul oleh Malaysia sebesar 247,71 persen, Amerika Serikat 124,84 persen dan Jepang 65,63 persen. Hal ini memberikan dampak positif pada meningkatnya nilai ekspor negara-negara di kawasan ASEAN+3 selama periode tersebut. 2. Suku Bunga Riil Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh pihak otoritas moneter dalam mencapai tujuan yang diinginkan adalah suku bunga. Penelitian ini menggunakan variabel suku bunga riil yang telah mempertimbangkan faktor inflasi didalamnya. Terlihat pada Gambar 18, suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 relatif stabil kecuali Indonesia. Inflasi yang tinggi di Indonesia akibat krisis ekonomi pada tahun 1998 yaitu sebesar 58,39 persen membuat suku bunga riil bernilai negatif yaitu sebesar -25,6 persen. 15 Suku bunga riil (%) 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25 Indonesia Malaysia Phiilipina Singapura Thailand China Jepang Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 18 Suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 19932010 (persen). 3. Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil adalah harga relatif barang-barang di kedua negara, dalam penelitian ini yaitu antara negara-negara di kawasan ASEAN+3 dengan negara Amerika Serikat. Dengan demikian, semakin tinggi nilai tukar riil berarti harga barang-barang luar negeri relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang domestik. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya transaksi impor di negara tersebut sehingga memicu terjadinya defisit perdagangan. Nilai tukar riil negaranegara di kawasan ASEAN+3 mempunyai kisaran angka yang berbeda-beda. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 68 Negara Malaysia, Singapura dan China berada pada kisaran angka 1 digit, Philipina dan Thailand pada kisaran angka 2 digit, Jepang pada kisaran angka 3 digit, Korea mencapai kisaran angka 4 digit atau ribuan sementara nilai tukar riil yang ekstrim terjadi di Indonesia yaitu pada kisaran angka 5 digit (Gambar 19 dan Gambar 20). Nilai tukar riil (terhadap US$) 150 Malaysia 100 Philipina Singapura 50 Thailand 0 China Jepang Sumber : World Bank (2012) 18000 15000 12000 9000 6000 3000 0 Indonesia Korea 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Nilai tukar riil (terhadap US$) Gambar 19 Nilai tukar riil enam negara di kawasan ASEAN+3 periode 19932010 (terhadap US$). Sumber : World Bank (2012) Gambar 20 Nilai tukar riil negara Indonesia dan Korea periode 1993-2010 (terhadap US$). Perkembangan nilai tukar riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 terlihat cukup stabil pada periode 1993-1997. Krisis ekonomi tahun 1998 menyebabkan pergerakan nilai tukar riil berfluktuasi. Nilai tukar riil semua negara-negara di kawasan ASEAN+3 melemah atau mengalami depresiasi. Depresiasi terbesar dialami oleh mata uang rupiah Indonesia dari sebesar Rp 7.381,2/US$ pada tahun sebelumnya menjadi Rp 16.298,9/US$ pada tahun 2008. Di satu sisi, depresiasi akan meningkatkan nilai ekspor suatu negara sehingga menciptakan surplus perdagangan. Tetapi di sisi lain depresiasi membuat cicilan pokok dan bunga utang luar negeri membengkak sehingga membebani anggaran fiskal negara tersebut. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 69 4. Inflasi Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, cadangan devisa, utang luar negeri dan kestabilan nilai tukar. Sebelum krisis ekonomi melanda Asia pada tahun 1998, inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 relatif stabil dan cenderung menurun, kecuali China yang tingkat inflasinya pada tahun 1994 sebesar 24,2 persen akibat dari kebijakan pematokan nilai Yuan yang dimulai pada tahun tersebut, terlihat pada Gambar 21. Kestabilan inflasi memberikan efek positif antara lain berupa kepastian usaha bagi investor asing yang akan menanamkan modalnya di negara-negara kawasan Inflasi (%) ASEAN+3 yang dinilai sangat menjanjikan. 60 Indonesia 50 Malaysia 40 30 20 10 0 -10 Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 21 Tingkat inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 19932010 (persen). Kondisi tersebut diatas bertolak belakang setelah kawasan ASEAN+3 dilanda krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar mata uang negara-negara di kawasan ASEAN+3 terhadap dolar Amerika (US$) berdampak pada terus membanjirnya jumlah mata uang domestik yang dilepas di pasaran secara bersamaan oleh para spekulan, sehingga menyebabkan tingkat inflasi meningkat tajam rata-rata sebesar 11,01 persen pada tahun 1998 (Junaidi, 2010). Inflasi terparah lagi-lagi dialami oleh Indonesia yaitu dari 6,2 persen pada tahun 1997 menjadi 58,39 persen tahun 1998. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya tingkat inflasi di negara ini terus mengalami fluktuasi, sementara inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya relatif stabil dengan kisaran angka dibawah 10 persen. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 70 5. Keterbukaan Perdagangan Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan keuntungan bagi semua negara yang terlibat didalamnya. Keuntungan dari perdagangan internasional diantaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar (Salvatore, 1997). Pangsa perdagangan di kawasan ASEAN+3 mencapai rata-rata tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 142,09 persen dimana rata-rata pangsa perdagangan dunia hanya sebesar 61,93 persen. Pada tahun 2009, akibat dari krisis keuangan global, kinerja perdagangan kawasan Keterbukaan Perdagangan (% terhadap PDB) ASEAN+3 mengalami penurunan yaitu mencapai rata-rata sebesar 119,30 persen. 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea Sumber : World Bank (2012) Gambar 22 Keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB). Gambar 22 menunjukkan seiring dengan mulai membaiknya perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN+3 pada tahun 2010, pangsa perdagangan juga meningkat kembali rata-rata sebesar 126,44 persen. Selama kurun waktu 1993-2010, pangsa perdagangan terhadap PDB (sebagai indikator keterbukaan perdagangan) di kawasan ini mengalami kenaikan sebesar 28,93 persen. Tren perdagangan luar negeri yang positif tersebut menunjukkan semakin lancarnya arus barang dan jasa antarnegara di kawasan ini seiring dengan semakin berkurangnya hambatan-hambatan dalam perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif. Singapura adalah negara yang memiliki derajat keterbukaan tertinggi diantara negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya. Manfaat dari perdagangan luar negeri dapat digunakan oleh negara ini untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah, sehingga posisi surplus fiskal tetap dapat dipertahankan, PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 71 dalam kondisi sedang dilanda krisis ekonomi maupun krisis keuangan global sekalipun (Ministry of Trade and Industry Singapore, 2010). 4.4 Keterkaitan Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 Keterkaitan defisit fiskal dengan defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dapat ditunjukkan dengan plot regresi maupun uji kausalitas Granger di masing-masing negara ASEAN+3. Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di kawasan ASEAN+3, seperti terlihat pada Gambar 23, menunjukkan seolah-olah tidak ada keterkaitan antara kedua defisit. Pada tahun 1998 ketika kawasan ASEAN+3 dilanda krisis ekonomi, terlihat bahwa arah pergerakan kedua defisit tidak sama. Biaya penanggulangan krisis yang besar menimbulkan anggaran pemerintah mengalami defisit, sedangkan disisi lain depresiasi nilai tukar membuat kinerja ekspor masing-masing negara membaik dan mampu menciptakan surplus perdagangan sebesar 9,9 persen. Begitupun ketika krisis keuangan global pada tahun 2009, defisit fiskal yang terjadi ternyata (% terhadap PDB) tidak diikuti dengan defisit perdagangan. 15 10 5 0 -5 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Defisit Perdagangan Defisit Fiskal Sumber : World Bank (2012) Gambar 23 Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit perdagangan kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB). Keterkaitan defisit fiskal terhadap defisit perdagangan di masing-masing negara ASEAN+3 digambarkan melalui plot regresi kedua variabel selama periode penelitian (1993-2010). Hasil plot regresi kedua defisit, seperti terlihat pada Gambar 24, memiliki tanda negatif yang berarti defisit fiskal justru akan mengurangi defisit perdagangan di semua negara-negara ASEAN+3, kecuali di negara China. Defisit fiskal di negara ini menyebabkan terjadinya defisit perdagangan atau berlaku twin deficits hypothesis (TDH). Hubungan positif kedua defisit di China juga ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi Pearson (yang PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 72 dinyatakan dengan simbol r) bertanda positif dan signifikan pada á 1 persen sebesar 0,596. Kesignifikanan koefisien ini dapat diartikan bahwa kedua defisit mempunyai kekuatan hubungan yang erat. Defisit Perdagangan Philipina -5 0 Defisit Fiskal -4 -2 2 4 0 2 0 -6 -5 -10 r = -0,529* -15 Defisit Fiskal Defisit Perdagangan Thailand 20 10 0 -10 -5 -10 Defisit Fiskal -15 0 5 4 3 2 1 0 r = -0,088 -10 -5 Defisit Fiskal 20 10 r = -0,837** -10 -5 0 -10 0 Defisit Fiskal 40 30 20 10 0 5 r = -0,466* 0 10 20 30 Defisit Fiskal r = -0,821** -15 30 Defisit Perdagangan Malaysia -2 Defisit Perdagangan Singapura 0 -4 Defisit Perdagangan Jepang r = -0,804** 5 0 5 Defisit Perdagangan China 10 10 r = 0,596** -6 5 0 -4 Defisit Perdagangan Korea Defisit Perdagangan Indonesia 15 -2 -5 Defisit Fiskal 0 2 15 10 r = -0,121** 5 0 -4 -2 -5 0 2 4 Defisit Fiskal Sumber : World Bank (2012) Keterangan : ** : signifikan pada á 1 % * : signifikan pada á 5% Gambar 24 Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di negaranegara ASEAN+3 periode 1993-2010. Rezim fixed exchange rate yang dianut negara China membuat defisit fiskal akan menghasilkan pendapatan riil yang jauh lebih tinggi, sehingga permintaan baik pada barang domestik maupun impor meningkat yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi neraca perdagangan (Bose dan Jha, 2011). Nilai impor PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 73 barang dan jasa negara China merupakan yang terbesar diantara negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu mencapai besaran 1,52 triliun US$, sementara nilai impor negara-negara lainnya hanya mencapai kisaran miliar US$ (World Bank, 2012). Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan di masing-masing negara ASEAN+3 pada periode 1993-2010 juga ditunjukkan dengan uji kausalitas Granger. Dari kedelapan negara anggota ASEAN+3, tiga negara diantaranya yaitu Philipina, Singapura dan Thailand mempunyai pola hubungan defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan. Pola hubungan dua arah atau saling menyebabkan antara kedua defisit terjadi di negara Indonesia, Malaysia, China dan Korea, sementara pola hubungan satu arah yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal terjadi di negara Jepang (Tabel 5). Tabel 5 Lag 1 2 3 4 5 Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 H Indonesia FD TD TD FD FD TD Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea 0,2143 1,0650 0,4250 1,5331 0,7273 0,9451 0,5622 6,3343** 1,4119 6,2790** 1,1727 0,0011 1,5782 3,9306* 1,7714 8,3287** 0,1411 0,3959 0,1674 0,8111 0,4141 0,2547 2,3685 2,0176 TD FD 1,1642 3,0128* 0,0565 1,0215 1,1926 0,5996 2,1899 3,0133* FD TD 3,6929* 1,4955 0,2293 0,6555 0,4709 0,0171 2,5799 1,1977 TD FD 2,9402* 1,3977 0,1481 1,2095 0,8277 1,1506 1,7327 4,6849** FD TD 1,9391 4,5526* 0,2795 0,2686 0,3111 0,7974 2,7926 0,5161 TD FD 0,9774 4,0216* 0,3147 0,4181 0,3781 0,6978 1,5765 1,9768 FD TD 0,8938 3,0058 3,2753 3,4515 0,3846 16,1772* 1,3462 1,8538 TD FD 2,3207 23,9901** 0,1913 0,5773 0,4577 3,4327 39,7284** 2,3585 Keterangan : F statistik yang ditampilkan ** : signifikan pada á 5% * : signifikan pada á 10% Jepang dalam politik luar negerinya menjadikan hubungan ekonomi sebagai prioritas utama. Jumlah ekspor Jepang yang tinggi terutama produk-produk elektronik serta sebagai penyedia sumberdaya kelautan terbesar di dunia membuat perdagangan luar negeri Jepang meningkat pesat. Tingkat keterbukaan yang tinggi membuat pemerintah Jepang sangat memerhatikan kondisi neraca perdagangan sehingga diperlukan suntikan dana dari pemerintah untuk menutup setiap defisit yang terjadi, sehingga dapat dikatakan negara Jepang menganut trade targeting (Hook et al, 2005). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 74 15 0 -5 -10 0 5 10 15 -10 r = -0,589** Defisit Perdagangan 10 Pertumbuhan Ekonomi Philipina r = -0,289 pertumbuhan Ekonomi Singapura -20 5 0 -15 Pertumbuhan Ekonomi Malaysia Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 10 -10 -5 0 -5 5 r = -0,537* 10 5 0 -5 0 10 20 -10 Defisit Perdagangan 20 15 10 5 0 -5 0 r = 0,033 10 Defisit Perdagangan -10 0 10 20 5 r = 0,054 0 -5 0 5 10 Defisit Perdagangan 20 r = -0,426* 5 0 0 1 2 Defisit Perdagangan 3 Pertumbuhan Ekonomi Korea 10 Pertumbuhan Ekonomi Jepang 40 10 -20 Defisit Perdagangan -5 30 15 Pertumbuhan Ekonomi China Pertumbuhan Ekonomi Thailand r = -0,600* 0 -10 20 Defisit Perdagangan 20 10 30 -5 10 r = -0,607** 0 -10 0 5 10 15 Defisit Perdagangan Sumber : World Bank (2012) Keterangan : ** : signifikan pada á 1 % * : signifikan pada á 5% Gambar 25 Plot regresi antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara- negara ASEAN+3 periode 1993-2010. Sama seperti sebelumnya, hubungan antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara ASEAN+3 dapat dilihat melalui plot regresi maupun uji kausalitas Granger. Permintaan impor yang lebih besar daripada ekspor atau kondisi defisit perdagangan, sesuai dengan hipotesis awal, akan mengurangi pertumbuhan ekonomi semua negara di kawasan ASEAN+3 kecuali di negara Singapura dan China. Namun begitu, hubungan positif antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut memiliki kekuatan yang sangat lemah, ditunjukkan dengan besaran koefisien korelasi PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 75 Pearson sebesar 0,033 untuk Singapura dan 0,054 untuk China yang secara statistik tidak signifikan. Uji kausalitas Granger pada kedua variabel menemukan pola hubungan dua arah atau saling memengaruhi. Selain defisit perdagangan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebaliknya juga pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 memengaruhi defisit perdagangan. Salah satu faktor yang menentukan impor suatu negara adalah pendapatan nasional negara tersebut. Ketika pendapatan suatu negara tinggi yang berarti mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka permintaan barang dan jasa negara tersebut baik terhadap produk domestik maupun produk impor juga akan meningkat. Sehingga benar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara akan memengaruhi kondisi neraca perdagangannya. Tabel 6 Lag 1 2 3 4 5 Uji kausalitas Granger antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 H Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea G TD 1,0415 0,5586 0,3249 0,0013 6,4045** 4,9101** 0,6983 2,0435 TD G 1,4304 0,1618 0,5371 0,4418 1,8235 0,1523 1,6116 3,8786* G TD 3,5424* 0,2591 1,2484 0,3632 2,9021* 2,0702 0,7397 0,3927 TD G 0,4846 0,4069 0,4285 3,1477* 0,7181 0,0063 3,4756* 1,6011 G TD 0,2967 0,6579 0,6872 0,1884 1,5144 2,0507 0,2352 0,1297 TD G 1,0116 2,9043* 0,3606 1,8132 1,7823 0,0076 10,8469** 1,3136 G TD 0,1031 0,3111 0,4887 2,9250* 0,9071 1,4993 0,4554 0,6739 TD G 0,6642 0,3441 0,8387 3,5037* 2,0634 0,4592 6,4192** 0,7428 G TD 0,4989 3,2885* 3,1158* 0,2018 1,7401 0,2316 3,1647* 3,4162* TD G 2,9775* 0,3199 2,9347* 16,4960* 7,8384** 3,0069* 2,0395 7,1748** Keterangan : F statistik yang ditampilkan ** : signifikan pada á 5% * : signifikan pada á 10% Pandangan kaum Keynesian yang menyatakan bahwa kebijakan fiskal ekspansif dalam jangka pendek ditujukan untuk meningkatkan agregate demand untuk mendorong perekonomian berlaku pada semua negara-negara di kawasan ASEAN+3. Dalam batas yang aman, defisit fiskal yang dilakukan oleh masingmasing negara terbukti efektif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil plot regresi dan koefisien korelasi Pearson antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara ASEAN+3 kesemuanya bertanda positif. Hubungan yang sangat erat antara dua variabel, PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 76 yang ditunjukkan dengan tingkat signifikansi, terjadi di empat negara yaitu 10 0 -4 -2 -10 0 2 4 -20 Defisit Fiskal 0 -4 -2 0 -5 Defisit Fiskal Pertumbuhan Ekonomi Thailand r = 0,535* -5 10 -5 -10 0 -5 0 20 15 10 5 0 -5 0 r = 0,554** 10 5 -4 -5 Defisit Fiskal 0 5 Pertumbuhan Ekonomi Korea Pertumbuhan Ekonomi Jepang 0 -2 0 2 15 5 -5 5 r = 0,682** Defisit Fiskal 0 -10 30 10 10 -15 20 15 -20 Defisit Fiskal r = 0,105 5 -10 Defisit Fiskal Defisit Fiskal 0 -10 -10 2 20 -15 0 Pertumbuhan Ekonomi Singapura Pertumbuhan Ekonomi Philipina -6 5 10 5 10 r = 0,146 15 r = 0,392 Pertumbuhan Ekonomi China Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 20 r = 0,462* Pertumbuhan Ekonomi Malaysia Indonesia, Singapura, Thailand, China dan Korea. -6 r = 0,422* 10 5 0 -4 -5 0 -10 Defisit Fiskal -2 2 4 Sumber : World Bank (2012) Keterangan : ** : signifikan pada á 1 % * : signifikan pada á 5% Gambar 26 Plot regresi antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara ASEAN+3 periode 1993-2010. Uji kausalitas Granger antara variabel defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 juga menemukan hasil yang sama, yaitu terdapat pola hubungan dua arah atau saling menyebabkan antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Defisit fiskal akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara dan sebaliknya tingkat pertumbuhan ekonomi akan memengaruhi kondisi kesimbangan fiskal suatu negara. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 77 Tabel 7 Lag 1 2 3 4 5 Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 H Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea G FD 2,1229 1,0426 0,6543 0,4721 24,7009** 3,5354* 0,0224 2,9052* FD G 0,4076 0,0041 1,1053 0,1597 0,8564 0,2463 0,0983 0,5858 G FD 0,8814 1,2722 0,3660 1,1953 10,5962** 11,5074** 0,0328 1,2172 FD G 0,2745 0,0629 0,4598 0,7890 0,0973 1,1668 0,3346 0,5849 G FD 4,8333** 0,8923 0,4747 1,1564 6,1502** 7,3186** 0,0524 1,0348 FD G 6,8498** 0,5228 0,9742 1,3914 0,5239 0,8065 1,4647 3,3867* G FD 1,8315 0,4534 0,1758 0,5884 8,0187** 3,9775* 0,2658 1,0139 FD G 4,4851* 0,8719 1,9567 3,9893* 2,9942* 0,3445 3,4028* 0,1813 G FD 3,5813* 2,9871* 2,9568* 3,6532* 2,7994 0,8973 3,6412* 0,9565 FD G 2,3659 6,6343** 4,4607** 47,0496** 0,7654 3,1141 1,3944 1,7805 Keterangan : F statistik yang ditampilkan ** : signifikan pada á 5% * : signifikan pada á 10% PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com V. ANALISIS PANEL DINAMIS 5.1 Uji Stasioneritas Data Panel Pengujian stasioneritas data merupakan salah satu tahap yang penting dalam menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung diantara variabel, sehingga hubungan diantara variabel menjadi valid. Pengujian panel unit root yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada tingkat level dan first differencing dan didasarkan pada beberapa statistik uji seperti Levin, Lin & Chu (LLC), Breitung t-stat, Im, Pesaran &Shin W-stat (IPS), ADF-Fisher Chi-square, dan PP-Fisher Chi-square seperti yang terlihat pada Tabel 8. Pengujian panel unit root dilakukan pada semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang dinyatakan dalam persentase: defisit fiskal (FD), defisit perdagangan (TD), suku bunga riil (RIR), nilai tukar riil (RER), keterbukaan perdagangan (TO). Sedangkan variabel-variabel lainnya dinyatakan dalam bentuk logaritma natural: PDB riil (GDP), PDB riil negara lain (GDP*) dan indeks harga konsumen (CPI). Tabel 8 Hasil panel unit root test untuk masing-masing variabel Variabel Diff ) Metode p-Value Statistik Uji ) LLC ) Breitung ) IPS ) ADF Fisher ) PP Fisher TD 0 1 0.0063 0.0253 0.0942 0.0943 0.5633 ÄTD 1 2 0.0000 - 0.0000 0.0000 0.0000 FD 0 1 0.0614 0.0005 0.3130 0.4345 0.6424 ÄFD 1 2 0.0000 - 0.0000 0.0000 0.0000 GDP* 0 1 0.0572 0.7588 0.2621 0.4087 0.9997 ÄGDP* 1 2 0.0442 - 0.0060 0.0138 0.0100 RIR 0 1 0.0009 0.0803 0.0182 0.0416 0.0000 ÄRIR 1 2 0.0439 - 0.0000 0.0000 0.0000 RER 0 1 0.9471 0.7892 0.9921 0.9919 0.4574 ÄRER 1 2 0.0003 - 0.0000 0.0001 0.0000 GDP 0 1 0.0627 0.2440 0.1327 0.1486 0.5186 ÄGDP 1 2 0.0000 - 0.0000 0.0000 0.0000 CPI 0 1 0.0000 0.0129 0.0193 0.0278 0.0000 ÄCPI 1 2 0.0000 - 0.0000 0.0000 0.0000 TO 0 1 0.0306 0.0137 0.2989 0.3884 0.8410 ÄTO 1 2 0.0000 - 0.0000 0.0001 0.0000 Keterangan : A ) Differencing : 0 1 1 2 A ) Metode : A A ) Common unit root Individual unit root ) PDF Creator - PDF4Free v2.0 = = = = data level data first differencing dengan intersep, dengan tren dengan intersep, tanpa tren http://www.pdf4free.com ) 80 Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan plotting terhadap data level untuk melihat metode pengujian panel unit root yang akan dilakukan. Jika plotting menunjukkan adanya tren terhadap data tersebut maka metode yang digunakan adalah metode dengan intersep-dengan tren, sebaliknya ketika plotting data tidak menunjukkan adanya tren maka metode yang digunakan adalah dengan intersep-tanpa tren. Berdasarkan plotting seluruh variabel pada data level, metode yang akan digunakan dalam panel unit root adalah dengan intersep-dengan tren. Hasilnya menunjukkan hampir semua variabel mengandung common unit root maupun individual unit root, kecuali variabel CPI. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya spurious regression, data level yang tidak stasioner perlu distasionerkan terlebih dahulu dalam bentuk first differencing, termasuk variabel CPI tetap dilakukan first differencing sebagaimana variabel lainnya demi menjaga robustness hasil penelitian. Setelah dilakukan first differencing pada semua variabel, hasil pengujian dengan menggunakan metode dengan intersep tanpa tren menunjukkan baik statistik uji common unit root maupun individual unit root seluruhnya signifikan pada tingkat kesalahan 5%. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan first differencing, seluruh variabel sudah stasioner. 5.2 HASIL ESTIMASI Menindaklanjuti hasil pengujian panel unit root test yang menyatakan semua variabel yang akan diteliti harus distasionerkan terlebih dahulu untuk menghindari spurious regression, maka model dasar yang diestimasi adalah model first differencing sebagaimana dapat dilihat pada persamaan (3.63) untuk regresi model defisit perdagangan, sementara untuk model pertumbuhan ekonomi mengacu pada persamaan (3.64). Setiap persamaan akan diestimasi dengan panel data statis dan dinamis untuk melihat continuum dari parameter model. Hasil estimasi untuk masing-masing persamaan kemudian akan dirangkum dalam bentuk tabel yang dirinci menurut metode yang digunakan dan disajikan beberapa statistik uji yang diperlukan dalam memperoleh penduga terbaik. Metode data panel dinamis digunakan dalam penelitian ini mengingat kelebihan metode data panel dinamis yang sanggup mengatasi endogeneity problem terkait dengan penggunaan lag variabel dependen, dimana pada metode panel data statis penggunaan lag variabel dependen menyebabkan hasil estimasi menjadi bias dan tidak konsisten. Terdapat tiga kriteria yang digunakan untuk menemukan model dinamis terbaik yaitu kevalidan, kekonsistenan dan ketidakbiasan. Validitas instrumen diuji menggunakan uji Sargan. Instrumen akan valid bila uji Sargan tidak signifikan atau tidak dapat menolak hipotesis nol. Kriteria yang kedua adalah kekonsistenan. Sifat konsistensi dari estimator PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 81 yang diperoleh dapat diperiksa dari statistik Arellano-Bond dan yang dihitung secara otomatis pada beberapa perangkat lunak. Estimator akan konsisten bila statistik menunjukkan hipotesis nol ditolak dan menunjukkan hipotesis nol tidak ditolak. Sedangkan kriteria ketidakbiasan terpenuhi ketika nilai hasil estimasi lag variabel dependen berada diantara nilai hasil estimasi dari FEM dan OLS. Hasil estimasi dari model defisit perdagangan seperti dinyatakan dalam persamaan (3.63) dapat dilihat pada Tabel 9, dengan menampilkan tiga metode estimasi untuk data panel statis, yaitu FEM, REM dan pooled LS (OLS) serta dua metode data panel dinamis yaitu FD-GMM dan Sys-GMM. Berdasarkan ketiga metode data panel statis, estimasi terbaik diberikan oleh REM dibanding dua metode lainnya. Hal ini bisa dilihat dari uji Hausman yang mengindikasikan metode REM lebih baik dari FEM (p-value = 0,9423); dan uji Breusch-Pagan LM juga menyatakan REM jauh lebih baik dari pooled LS (pvalue = 0,0024). Selain kedua uji tersebut, hasil uji kebaikan suai (goodness of fit) juga menunjukkan hasil estimasi dari model REM cukup baik, mengingat Wald chi-test signifikan pada taraf 5%. Tabel 9 Perbandingan hasil estimasi koefisien ‘Model Defisit Perdagangan’ dengan metode data panel statis, dinamis dan OLS Variabel OLS FEM REM FD-GMM Sys-GMM lag ÄTD -0,0295 (0,0866) -0,3951*** (0,1480) 3,4873 (8,0313) 0,0012 (0,0717) 0,0011 * (0,0006) -0,0283 -0,0402 (0,0893) -0,3633 ** (0,1585) -3,3121 (13,9506) 0,0029 (0,0747) 0,0012 * (0,0007) 0,5430 -0,0291 (0,0866) -0,4035 *** (0,1484) 3,5374 (8,0232) 0,0004 (0,0736) 0,0011 * (0,0006) -0,0348 -0,0336 (0,0919) -0,3946 * (0,1667) 3,8637 (15,1365) 0,0145 (0,0786) 0,0015 ** (0,0007) -0,0784 -0,0281 (0,0708) -0,3919 ** (0,1565) 0,4849 (13,3560) 0,0413 (0,0723) 0,0017 ** (0,0006) 0,1900 2,87[0,0174] 2,82[0,0192] -2,19[0,0282] -2,21[0,0271] -1,54[0,1232] -1,59[0,1116] 88,85[0,5442] 96,35[0,7382] ÄFD ÄGDP* ÄRIR ÄRER Konstanta F-Test Wald-Test Chow F-Test 14,63[0,0120] 0,22[0,9800] Breusch-Pagan Test 9,25[0,0024] Hausman Test 0,77[0,9423] Arelano-Bond Sargan Test Keterangan: *** : signifikan pada á 1% ** : signifikan pada á 5% * : signifikan pada á 10% ( ) : standard error [ ] : p-value PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 82 Untuk dua metode data panel dinamis, hasil estimasi metode FD-GMM menunjukkan hasil terbaik, karena telah memenuhi ketiga syarat perlu yang harus dipenuhi metode data panel dinamis. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Arellano-Bond (m dan m ) yaitu m signifikan pada taraf nyata 5 persen dan m tidak signifikan. Sedangkan validitas dari instrumen yang digunakan untuk estimasi model ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Sargan yang tidak signifikan (pvalue = 0,5442). Syarat ketidakbiasan juga terpenuhi yaitu dari nilai koefisien estimasi lag variabel dependen berada pada rentang nilai estimasi dari FEM dan OLS. Tabel 10 Perbandingan hasil estimasi koefisien ‘Model Pertumbuhan Ekonomi’ dengan metode data panel statis, dinamis dan OLS Variabel OLS FEM REM lag ÄGDP 0,4626 *** (0,0670) -0,0055 *** (0,0016) 0,0010 (0,0015) -0,0049 * (0,0030) 0,0001 (0,0002) -0,0856 *** (0,0115) -0,0368 *** (0,0126) 0,0320 0,1549 ** (0,0738) -0,0021 (0,0015) 0,0024 * (0,0013) -0,0034 (0,0026) -0,0001 (0,0002) -0,0879 *** (0,0100) -0,0427 *** (0,0110) 0,0475 0,4626 (0,0670) -0,0055 (0,0016) 0,0010 (0,0015) -0,0049 (0,0030) -0,0001 (0,0002) -0,0856 (0,0115) -0,0368 (0,0126) 0,0320 24,34[0,0000] 23,82[0,0000] ÄTD ÄFD ÄCPI ÄTO DK1 DK2 Konstanta F-Test Wald-Test Chow F-Test Hausman Test Arelano-Bond Sargan Test *** *** * *** ** FD-GMM Sys-GMM 0,11428 * (0,0762) -0,0019 0,1971 *** (0,0654) -0,0028 * (0,0015) 0,0026 * (0,0014) -0,0042 (0,0027) -0,0001 (0,0002) -0,0891 *** (0,0102) -0,0431 *** (0,0110) 0,0481 (0,0015) 0,0028 ** (0,0013) -0,0041 (0,0026) -0,0001 (0,0002) -0,0980 *** (0,0092) -0,0395 *** (0,0100) 0,0459 170,40[0,0000] 6,68[0,0000] 98,61[0,0000] -2,49[0,0129] -2,41[0,0158] 0,25[0,8061] 0,67[0,5060] 88,50[0,5249] 104,80[0,4872] Keterangan: *** : signifikan pada á 1% ** : signifikan pada á 5% * : signifikan pada á 10% ( ) : standard error [ ] : p-value Sementara model pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persamaan (3.64) diperoleh hasil bahwa uji Hausman dan uji Chow dari metode data panel statis menunjukkan Fixed Efek Model adalah metode terbaik. Sedangkan pada metode data panel dinamis menunjukkan bahwa metode Sys-GMM memenuhi ketiga kriteria yang diperlukan untuk menjadi model terbaik seperti terlihat pada Tabel 10. Karena PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 83 kelebihannya dalam memecahkan masalah endogeneity yang ditimbulkan oleh metode data panel statis, ketika metode data panel dinamis telah mampu memenuhi ketiga syarat perlu yang dibutuhkan maka metode data panel dinamis yang dipilih untuk menjadi model terbaik. Ketidakpastian dampak defisit fiskal baik terhadap defisit perdagangan maupun terhadap pertumbuhan ekonomi seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, memberikan ide untuk melakukan analisa secara keseluruhan negara-negara ASEAN+3 maupun secara terpisah menurut masing-masing kelompok. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Achsani dan Siregar (2010) negara-negara ASEAN+3 dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni kelompok I the big economy dengan anggota negara Singapura, China, Jepang, dan Korea, kelompok II the new industrialized countries meliputi negara Thailand dan Malaysia, kemudian yang terakhir adalah kelompok III the new Asian tiger dengan anggotanya negara Indonesia dan Philipina. Tabel 11 Hasil estimasi koefisien ‘Model Defisit Perdagangan’ dan ‘Model Pertumbuhan Ekonomi’ menurut kelompok negara Model Defisit Perdagangan Model Pertumbuhan Ekonomi Variabel FD-GMM Variabel Sys-GMM lag ÄTD -0,0231 (0,0954) -0,3270 * (0,1803) -0,3031 (0,2917) -0,0054 (0,2981) 8,5690 (16,5649) 0,0176 (0,0800) 0,0016 ** (0,0007) -0,4463 lag ÄGDP 0,1187 (0,0781) -0,0022 (0,0015) 0,0022 * (0,0013) 0,0015 (0,0014) 0,0028 (0,0019) -0,0039 (0,0027) 1,0700 (0,0002) -0,0966 *** (0,0092) -0,0392 *** (0,0099) 0,0512 -2,44[0,0146] 0,51[0,6098] 108,38[0,3911] ÄFD (ÄFD x D1) (ÄFD x D2) ÄGDP* ÄRIR ÄRER Konstanta ÄTD ÄFD (ÄFD x D1) (ÄFD x D2) ÄCPI ÄTO DK1 DK2 Konstanta Arelano-Bond Sargan Test -2,16[0,0307] -1,21[0,2252] 85,91[0,6311] Keterangan: *** : signifikan pada á 1% ** : signifikan pada á 5% * : signifikan pada á 10% ( ) : standard error [ ] : p-value PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 84 Pengujian per kelompok negara dilakukan dengan menggunakan dua variabel dummy. Dummy pertama (D1) bernilai satu untuk kelompok I dan bernilai nol untuk kelompok lainnya, kemudian dummy kedua (D2) bernilai satu untuk kelompok II dan bernilai nol untuk kelompok lainnya. Metode yang digunakan adalah metode terbaik untuk masing-masing model, model defisit perdagangan dengan metode FD-GMM sedangkan model pertumbuhan ekonomi menggunakan metode Sys-GMM. Masingmasing dummy tersebut akan dikalikan dengan variabel defisit fiskal untuk melihat dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kelompok negara. Seperti terlihat pada Tabel 11, hasil estimasi menurut kelompok negara menyatakan terpenuhinya syarat perlu dengan menggunakan uji Sargan dan uji ArellanoBond, baik untuk model defisit perdagangan dengan metode FD-GMM maupun model pertumbuhan ekonomi dengan metode Sys-GMM. Meski demikian, terdapat beberapa catatan terkait dengan estimasi yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut, terkait konsistensi dengan hasil estimasi model dasar. Pada model defisit perdagangan yang dibedakan menurut kelompok negara, estimasi dengan metode FD-GMM menunjukkan hasil yang sama dengan model dasar, baik arah maupun signifikansi dari seluruh variabel yang memengaruhi defisit perdagangan. Sedangkan untuk model pertumbuhan ekonomi per kelompok negara dengan metode Sys-GMM memperlihatkan arah dan signifikansi yang sama pada hampir semua variabel, kecuali pengaruh dari defisit perdagangan yang pangaruhnya signifikan pada á sebesar 10% di model dasar, pada model ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan. 5.2.1 Dampak Defisit Fiskal terhadap Defisit Perdagangan Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 Berdasarkan model defisit perdagangan pada persamaan (3.63) dengan metode FD- GMM, didapatkan hasil bahwa perubahan defisit fiskal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3. Arah koefisien yang negatif mengandung arti bahwa peningkatan defisit fiskal sebesar 1 persen ternyata tidak menyebabkan defisit perdagangan, justru akan mengurangi defisit perdagangan sebesar 0,3946 persen, ceteris paribus. Hasil estimasi ini mengindikasikan tidak berlakunya twin deficit hypothesis (TDH) pada negara-negara di kawasan ASEAN+3, tetapi lebih mengarah pada pandangan Ricardian equivalence hypothesis (REH). Kesimpulan yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Bussiere, Fratzscher dan Muller (2005) yang menjadi jurnal acuan pada penelitian ini, dengan menggunakan metode data panel menyatakan bahwa kecil kemungkinan terjadinya TDH PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 85 pada 21 negara OECD. Arah hubungan yang negatif antara kedua defisit juga dialami oleh beberapa negara diantaranya Jepang, Belgia, Selandia Baru, Perancis, Finlandia, Islandia, Jerman, Italia dan Spanyol berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afonso dan Rault (2008) dengan metode SUR estimation. Hubungan antara defisit fiskal dan defisit perdagangan yang bertanda negatif juga sesuai dengan hasil plot regresi kedua variabel di semua negara ASEAN+3 kecuali China, seperti ditunjukkan Gambar 24 pada Bab 4. Uji kausalitas Granger pada tiga negara yaitu Philipina, Singapura dan Thailand menunjukkan hasil yang sama bahwa defisit fiskal di negara-negara tersebut tidak menyebabkan timbulnya defisit perdagangan. Kekonsistenan arah hubungan kedua defisit ini juga terlihat ketika model defisit perdagangan diuji dengan membagi negara-negara di kawasan ASEAN+3 kedalam tiga kelompok, walaupun secara statistik pengaruh pengelompokan tersebut tidak signifikan. Tabel 13 menyatakan bahwa defisit fiskal pada ketiga kelompok negara ASEAN+3 kesemuanya tidak menyebabkan timbulnya defisit perdagangan, namun besarnya koefisien untuk masing-masing kelompok tersebut berbeda. Perubahan defisit fiskal di empat negara kelompok I mampu mengurangi defisit perdagangan dengan persentase terbesar diantara dua kelompok lainnya. Sedangkan defisit fiskal di negara Indonesia dan Philipina (kelompok III) mengurangi defisit perdagangan dengan persentase paling kecil. Berdasarkan hasil eksplorasi mengenai hubungan kedua defisit menggunakan plot regresi lengkap dengan koefisien korelasi Pearson dan uji kausalitas Granger seperti telah dijabarkan pada Bab IV, hasil yang menarik adalah berlakunya fenomena TDH pada negara China. Untuk membuktikan dan memperkuat hasil tersebut, maka dilakukan pengujian model defisit perdagangan (persamaan 3.63) dengan menambahkan variabel dummy untuk negara China. Dengan metode panel dinamis FD-GMM ditemukan bahwa hubungan kedua defisit bertanda positif, defisit fiskal sebesar 1 persen di negara China akan menyebabkan defisit perdagangan sebesar 0,7955 persen, ceteris paribus (Lampiran 3). Yang membedakan negara ini dengan negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya adalah rezim fixed exchange rate yang dianut serta kondisi defisit fiskal yang terus berlangsung selama periode pengamatan, kecuali tahun 1997 yang mengalami surplus fiskal sebesar 0,6 persen. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com persen terhadap PDB Indonesia 50 persen terhadap PDB Korea persen terhadap PDB Jepang persen terhadap PDB China persen terhadap PDB Thailand persen terhadap PDB Singapura persen terhadap PDB Philipina 40 20 0 persen terhadap PDB Malaysia 86 Tabungan 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Investasi Tabungan 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 40 20 0 Investasi Tabungan 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 100 Investasi Tabungan 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Investasi 50 Tabungan 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Investasi 100 Tabungan 50 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Investasi 50 Tabungan 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 50 Investasi Tabungan 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Investasi Sumber : World Bank (2012) Gambar 27 Perkembangan tingkat tabungan swasta dan investasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen). REH menyatakan bahwa kehadiran defisit fiskal di suatu negara tidak akan menyebabkan defisit perdagangan ketika negara tersebut mempunyai tingkat tabungan swasta yang lebih tinggi dari tingkat investasinya (Barro, 1989). Tingkat tabungan yang tinggi dapat digunakan untuk membiayai defisit fiskal, sehingga kehadiran defisit fiskal tidak mengganggu neraca perdagangan. Terlihat pada PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 87 Gambar 27, kecuali China, negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya mempunyai tingkat tabungan melebihi investasinya, sehingga defisit fiskal dapat di offside dengan tabungan swasta dan tidak menimbulkan terjadinya defisit perdagangan. Kondisi yang berbeda dialami oleh negara China. Walaupun mempunyai tingkat tabungan yang paling tinggi diantara negara-negara di kawasan ASEAN+3 lainnya yaitu rata-rata sebesar 44,72 persen terhadap PDB pada setiap tahunnya, namun kegiatan industri yang meningkat pesat di negara ini mampu menciptakan investasi yang sangat besar, melebihi tingkat tabungan yang tersedia (World Bank, 2012). Sehingga defisit fiskal yang terjadi tidak dapat didanai oleh tingkat tabungan dan menjadi pemicu timbulnya defisit perdagangan. Perubahan suku bunga riil berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap defisit perdagangan. Defisit fiskal dan suku bunga mempunyai arah hubungan yang berbeda dalam memengaruhi defisit perdagangan. Hal ini mengindikasikan bahwa hubungan antara defisit fiskal dan suku bunga adalah negatif atau defisit fiskal tidak membuat suku bunga riil meningkat seperti terlihat pada Gambar 28. Nilai koefisien korelasi Pearson yang tidak signifikan berarti kedua variabel tidak mempunyai hubungan linier, mekanisme TDH terputus sampai disini. Suku Bunga Riil (%) 20 10 0 -15 -10 -5 -10 0 -20 5 r = -0,049 10 15 20 25 -30 Defisit Fiskal (% terhadap PDB) Sumber : World Bank (2012) Gambar 28 Plot regresi antara defisit fiskal dan suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010. Temuan ini konsisten dengan hasil sebelumnya yang mendukung pandangan REH bahwa penurunan tabungan pemerintah akan diimbangi dengan peningkatan tabungan swasta, dan oleh karena itu tabungan nasional tetap. Karena tabungan nasional tidak mengalami perubahan maka suku bunga riil pun tidak akan terpengaruh. Penelitian dengan hasil yang sama yaitu defisit fiskal tidak membuat PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 88 naiknya tingkat suku bunga telah dilakukan oleh Findlay (1990) dan Monadjemi (1989). Sedangkan variabel selanjutnya yaitu nilai tukar riil ternyata memberikan pengaruh positif terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hipotesis awal. Teori umum tentang hubungan nilai tukar riil dengan defisit perdagangan menyatakan bahwa ketika nilai tukar riil meningkat atau mata uang domestik mengalami depresiasi akan membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri dan sebaliknya harga barang-barang luar negeri menjadi lebih mahal, sehingga impor akan berkurang dan ekspor akan meningkat. Neraca perdagangan berada dalam posisi surplus. Pola perilaku neraca perdagangan sebagai akibat perubahan nilai tukar dapat digambarkan dengan kurva J. Neraca perdagangan akan mengalami defisit untuk beberapa periode setelah mata uang domestik terdepresiasi. Perubahan dalam harga terjadi lebih cepat daripada perubahan dalam kuantitas perdagangan. Pada awalnya, perubahan kuantitas perdagangan adalah kecil karena pembeli memerlukan waktu dalam mengubah perilaku mereka. Perjanjian kontrak yang telah dilakukan sebelumnya tidak mungkin diubah dalam waktu singkat. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, depresiasi memberikan dampak yang positif bagi neraca perdagangan. Intinya dalam jangka pendek depresiasi akan memperburuk neraca perdagangan sebaliknya dalam jangka panjang akan menciptakan surplus. Berdasarkan uraian tersebut diatas, hasil yang tidak sesuai teori dapat dijelaskan karena periode penelitian yang kurang panjang sehingga efek positif depresiasi terhadap neraca perdagangan tidak dapat terlihat. Menurut Zuhroh dan Kaluge (2007), proses pembentukan kurva J khususnya di negaranegara Asia dapat terlihat secara jelas ketika penelitian menggunakan data triwulanan dengan series yang panjang. Depresiasi yang menyebabkan defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 juga disebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor yang besarnya melebihi 50 persen dari total barang impor. Negara pengimpor bahan baku industri terbesar adalah Malaysia yaitu mencapai 74,23 persen dari total barang impor pada tahun 2010, diikuti Thailand (70,01%), PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 89 Philipina (67,31%), Singapura (65,69%), Indonesia (64,51%), China (61,45%), Korea (56,83%) dan terakhir adalah Jepang (50,58%) (World Bank, 2011). Akibatnya depresiasi yang terjadi akan membuat pengeluaran impor negaranegara di kawasan ASEAN+3 meningkat dan menjadi penyebab timbulnya defisit perdagangan. Variabel lainnya yang tidak signifikan memengaruhi defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 adalah lag pertama dari variabel dependen (defisit perdagangan tahun sebelumnya) yang mempunyai koefisien bertanda negatif. Ketidaksignifikanannya lag variabel dependen menunjukkan bahwa kondisi neraca perdagangan saat ini tidak dipengaruhi oleh kondisi neraca perdagangan pada tahun sebelumnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh variabel lain (defisit fiskal dan suku bunga riil) maupun kebijakan perdagangan serta kondisi perekonomian di masing-masing negara ASEAN+3. Perubahan laju pertumbuhan PDB negara lain yang menjadi tujuan ekspor utama masing-masing negara ASEAN+3 juga berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan defisit perdagangan. Selain PDB negara lain dan nilai tukar, faktor lain yang memengaruhi permintaan produk ekspor suatu negara adalah selera. Ketika pendapatan suatu negara bertambah maka selera akan ikut menyesuaikan, ada keinginan untuk mengganti produk dengan kualitas yang lebih baik yang mungkin berasal dari negara bukan anggota ASEAN+3 meskipun dengan harga yang relatif lebih mahal. Ketika PDB negara lain yang menjadi tujuan ekspor utama masing-masing negara ASEAN+3 mengalami peningkatan belum tentu akan membuat nilai ekspor negara-negara tersebut ikut meningkat. 5.2.2 Dampak Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 Terlihat pada Tabel 10, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 ditentukan oleh beberapa variabel yaitu lag pertamanya, defisit perdagangan, defisit fiskal, inflasi, keterbukaan perdagangan serta dummy krisis tahun 1998 dan 2009. Sys-GMM adalah metode terbaik yang mampu menjelaskan hubungan tersebut. Berdasarkan hasil estimasi, lag pertama dari variabel dependen (pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya) mempunyai koefisien yang bertanda positif dan signifikan pada á sebesar 1 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 90 pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Ketika pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya meningkat sebesar 1 persen, maka pada tahun berikutnya laju pertumbuhannya akan meningkat sebesar 0,1971 persen, ceteris paribus. Sesuai dengan hipotesis awal, variabel defisit perdagangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap peningkatan defisit perdagangan sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus. Ketika penduduk suatu negara lebih menyukai produk impor daripada produk domestik maka itulah awal kehancuran yang nyata pada suatu negara. Terjadi deindustrialisasi yang menyebabkan pengangguran meningkat dan pada akhirnya akan menimbulkan perekonomian yang lesu. Hubungan negatif antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi juga ditunjukkan oleh plot regresi kedua variabel pada seluruh negara ASEAN+3 kecuali Singapura dan China yang memiliki koefisien korelasi sangat kecil seperti telah dibahas pada Bab sebelumnya. Sementara defisit fiskal memberikan dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Perubahan defisit fiskal sebesar 1 persen akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus. Menurut Maastricht treaty criterion, level defisit fiskal yang aman bagi suatu negara adalah tidak lebih dari 3 persen terhadap PDB. Berdasarkan kriteria tersebut, dapat dikatakan bahwa defisit fiskal yang terjadi pada negara-negara di kawasan ASEAN+3 masih dalam level aman, kecuali Jepang. Defisit fiskal di Indonesia selama periode pengamatan tahun 1993-2010 rata-rata mencapai -0,61 persen per tahun, Malaysia (-2,77%), Philipina (-2,52%), Thailand (-0,6%), China (-1,6%), dan Jepang (-5,84%). Sementara di Singapura dan Korea mengalami surplus fiskal. Walaupun mengalami defisit fiskal cukup besar, yaitu rata-rata -5,84 persen per tahun, Jepang yang menganut trade targeting dapat membiayai defisitnya dengan surplus neraca perdagangan. Dampak defisit fiskal yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi ini merujuk pada pandangan kelompok Keynesian. Defisit fiskal yang terjadi akan meningkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan dan peningkatan konsumsi serta sisi permintaan secara keseluruhan. Jika perekonomian belum dalam kondisi PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 91 kesempatan kerja penuh (dalam jangka pendek), peningkatan sisi permintaan akan mendorong produksi domestik dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian melalui efek multiplier Keynesian. Multiplier tersebut akan bernilai besar jika kebocoran yang terjadi kecil, kebijakan moneter akomodatif serta kondisi fiskal negara tersebut berada pada kondisi sustainable. Ada beberapa hal yang menyebabkan kebocoran tersebut minimal, yang pertama jika stimulus fiskal yang dikeluarkan lebih pada peningkatan pengeluaran pemerintah daripada pemotongan pajak sehingga efek putaran pertama adalah peningkatan agregate demand, sementara ketika dikenakan pemotongan pajak dikhawatirkan individu akan lebih banyak menabung. Yang selanjutnya adalah jika nilai marginal propensity to consume besar sementara nilai marginal propensity to import kecil. Sementara kebijakan moneter yang akomodatif yaitu ketika suku bunga riil tidak mengalami peningkatan akibat defisit fiskal sehingga efek crowding-out investment tidak terjadi. Sedangkan kondisi keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) akan Investasi (% terhadap PDB) mengurangi efek dari tingkat hutang yang tinggi (Spillimbergo, et al, 2009). -15 60 r = 0,254** 40 20 0 -10 -5 0 5 10 15 20 25 Defisit Fiskal (% terhadap PDB) Sumber : World Bank (2012) Gambar 29 Plot regresi antara defisit fiskal dan investasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010. Temuan sebelumnya yang menyatakan defisit fiskal tidak menyebabkan naiknya suku bunga berimplikasi pada tidak terjadinya efek crowding-out investment. Hubungan positif antara defisit fiskal dan investasi digambarkan dengan plot regresi kedua variabel, terlihat pada Gambar 29, dengan koefisien korelasi Pearson yang bertanda positif dan signifikan pada á sebesar 1 persen. Efek crowding-in yang terjadi menyebabkan defisit fiskal memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil yang sama juga diperoleh PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 92 ketika dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat pada masingmasing kelompok negara, yang kesemuanya bertanda positif. Junaidi (2010) melakukan penelitian tentang dampak pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di negara-negara ASEAN+3 menggunakan metode VAR juga menemukan kesimpulan yang sama bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah direspon positif oleh PDB seluruh negara-negara ASEAN+3 kecuali Singapura dan Jepang. Dummy krisis ekonomi tahun 1998 maupun krisis keuangan global tahun 2009 terbukti memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 dengan tingkat signifikansi á sebesar 1 persen. Krisis ekonomi yang memang bersumber dari kawasan Asia memberikan dampak penurunan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar yaitu 0,0980 persen, ceteris paribus. Sementara dampak yang ditimbulkan krisis keuangan global terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 lebih kecil yakni hanya sebesar 0,0395 persen, ceteris paribus. Krisis keuangan global hanya berefek kecil terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3, selain hanya sebagai imbas dari krisis keuangan di Amerika, negaranegara ini juga sudah lebih siap menghadapi krisis setelah krisis ekonomi 1998 menggempur kawasan ini dengan kekuatan yang cukup dahsyat. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi meskipun tidak signifikan. Inflasi yang tinggi, seperti yang telah diakui oleh para ekonom, berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Inflasi yang tinggi menyebabkan biaya sosial tinggi yang harus ditanggung oleh pemerintah, pengusaha maupun masyarakat. Biaya sosial ini terdiri dari shoeleather cost, menu cost, variabilitas harga relatif, besaran pajak yang terdistorsi serta ketidaknyamanan hidup dengan harga yang berubah-ubah. Secara umum, inflasi meningkatkan biaya produksi dan transportasi serta menurunkan daya beli masyarakat sehingga berpengaruh negatif bagi perekonomian (Mankiw, 2006). Sementara tingkat keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 ternyata memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi meskipun secara statistik pengaruhnya tidak signifikan. Kawasan ASEAN+3 yang sebagian merupakan negara sedang berkembang (NSB) belum merasakan PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 93 sepenuhnya manfaat dari perdagangan internasional ditambah lagi tingkat keterbukaan yang tinggi membuat negara-negara di kawasan ASEAN+3 sangat rentan terhadap setiap gejolak perekonomian di dunia. 5.3 Implikasi Kebijakan Sub bab ini bertujuan untuk mengulas implikasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian pada uraian sebelumnya yang cenderung memberi penjelasan secara parsial. Pertama, hasil yang menyatakan bahwa defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 disebabkan tingkat tabungan swasta yang lebih tinggi daripada tingkat investasi kecuali pada negara China. Pengurangan tabungan pemerintah dalam rangka kebijakan fiskal ekspansif akan di offside oleh tabungan swasta yang tinggi, sehingga defisit fiskal yang terjadi tidak mengganggu neraca perdagangan. Tidak berlakunya fenomena TDH di tujuh negara kawasan ASEAN+3 juga disebabkan hubungan defisit fiskal dan tingkat suku bunga riil yang bertanda negatif dan tidak signifikan. Defisit fiskal tidak membuat naiknya tingkat suku bunga riil sehingga mekanisme TDH terputus. Kedua, defisit perdagangan terbukti secara signifikan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Keterbukaan perdagangan tidak selalu memberikan keuntungan bagi suatu negara. Ketika negara tidak mampu bersaing dalam pasar global maka selanjutnya hanya akan dijadikan pasar yang menjanjikan bagi produk-produk olahan negara lain. Nilai impor yang melebihi nilai ekspornya akan mengganggu neraca perdagangan, yang akan berujung pada pertumbuhan ekonomi yang rendah. Hasil selanjutnya, dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 adalah positif. Defisit fiskal yang terjadi di kawasan ini dapat dikatakan masih berada pada level aman, sehingga efektif dan tepat guna dalam menstimulasi perekonomian. Sesuai dengan pandangan kelompok Keynesian yang menyatakan bahwa ketika perekonomian belum dalam kondisi kesempatan kerja penuh, peningkatan sisi permintaan akibat defisit fiskal yang dilakukan, akan mendorong produksi domestik dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Jadi defisit fiskal dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 94 Hubungan negatif antara defisit fiskal dan tingkat suku bunga atau dengan kata lain defisit fiskal tidak menyebabkan naiknya tingkat suku bunga berimplikasi pada dua hal penting. Pertama, tidak terganggunya iklim investasi akibat terjadinya defisit fiskal atau lebih dikenal dengan istilah crowding-in effect. Hubungan positif antara defisit fiskal dan investasi dapat dilihat dari hasil plot regresi (Gambar 29) dengan koefisien korelasi Pearson yang signifikan pada á sebesar 1 persen. Implikasi penting yang kedua, tidak naiknya tingkat suku bunga akibat defisit fiskal menyebabkan mekanisme TDH terputus. Defisit fiskal tidak mengganggu neraca perdagangan. Crowding-in effect dan tidak terganggunya neraca perdagangan memperkuat efek positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Selain itu, dampak positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi juga mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal ekspansif telah didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif pada negara-negara di kawasan ASEAN+3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sriyana (2005), sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter yang baik dapat dilihat dari perbandingan antara pertumbuhan PDB dengan tingkat suku bunga riil. Jika suku bunga riil lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB, maka terdapat indikasi kurang sinkronnya hubungan antara kebijakan fiskal dan moneter, karena otoritas moneter tidak dapat mempertahankan tingkat suku bunga. Terlihat pada Gambar 30, semua negara-negara di kawasan ASEAN+3 mempunyai rata-rata suku bunga riil yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan PDB pada periode 1993-2010. Dan ketika suku bunga riil lebih tinggi dari pertumbuhan PDB, nilainya tidak terlalu jauh dibandingkan nilai pertumbuhan PDB. Sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter di negara China sudah sangat baik dilakukan. Otoritas moneter negara ini sangat responsif terhadap posisi fiskal yang terjadi. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata tingkat suku bunga riil sebesar 1,77 persen yang jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan PDB yang mencapai 10,33 persen. Oleh karena itu, walaupun defisit fiskal di negara ini dapat menyebabkan defisit perdagangan, tetapi karena didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif maka dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi tetap positif. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 95 Indonesia 20 0 -20 RIR GGDP Singapura Philipina Malaysia -40 20 0 -20 20 10 0 -10 RIR GGDP RIR GGDP 20 0 -20 RIR GGDP Thailand 20 0 -20 RIR GGDP China 20 0 RIR GGDP Jepang -20 10 5 0 -5 RIR GGDP Korea 20 10 0 -10 RIR GGDP Sumber : World Bank (2012) Gambar 30 Perkembangan suku bunga riil dan pertumbuhan PDB negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 96 Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai dampak defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Seperti misalnya, Adam dan Bevan (2002) menemukan hasil bahwa dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan di 45 negara sedang berkembang bergantung pada cara pembiayaan defisitnya. Ketika defisit fiskal dibiayai dengan mencetak uang (seigniorage) maka akan menciptakan inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Ketika defisit fiskal dibiayai dengan utang domestik maka akan memberikan dampak yang sama yaitu mengurangi pertumbuhan akibat adanya crowding-out effect. Sementara pembiayaan defisit dengan utang luar negeri, dalam batas yang wajar akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dan merujuk pada tujuan dari penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ricardian equivalence hypotesis (REH) terbukti di tujuh negara kawasan ASEAN+3 yaitu negara Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Jepang dan Korea. Ketika pengurangan tabungan pemerintah akibat defisit fiskal dapat di offside oleh surplus sektor swasta, tingkat tabungan swasta yang lebih besar dari investasi, maka hal ini tidak akan menimbulkan defisit perdagangan. Sementara twin deficits hypotesis (TDH) terbukti di negara China yang menganut rezim fixed exchange rate dengan tingkat investasi yang lebih besar daripada tingkat tabungan swastanya. 2. Defisit perdagangan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. 3. Defisit fiskal memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Sesuai dengan pandangan kelompok Keynesian, ketika defisit fiskal berada pada level aman dan berlangsung dalam jangka pendek maka hasilnya akan menguntungkan perekonomian. Hubungan negatif antara defisit fiskal dan tingkat suku bunga riil, berimplikasi pada dua hal yaitu terjadinya efek crowding-in investment dan tidak terganggunya neraca perdagangan, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sinkronisasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter negara-negara di kawasan ASEAN+3 semakin memperkuat dampak positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan. 6.2 Saran Merujuk pada hasil penelitian dan kesimpulan yang diuraikan sebelumnya, beberapa arah kebijakan yang disarankan adalah sebagai berikut : 1. Walaupun kebijakan fiskal telah didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif, tetap diperlukan sikap kehati-hatian dari pemerintah dalam memutuskan besaran defisit agar fiscal sustainability tetap terjaga. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 98 2. Melihat urgensi tabungan untuk mencegah dampak negatif defisit fiskal terhadap neraca perdagangan maka adalah penting mendorong kesadaran masyarakat untuk menabung khususnya di lembaga keuangan formal. Menjadikan gerakan menabung menjadi gerakan nasional yang didukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta. 3. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam upaya menjaga kestabilan neraca perdagangan. Ketergantungan yang tinggi negara-negara di kawasan ASEAN+3 terhadap bahan baku impor dapat diatasi dengan melakukan subtitusi bahan baku dari bahan baku impor ke bahan baku lokal, himbauan penggunaan produk domestik dan kewajiban setiap pelaku usaha yang ingin membuat perizinan usaha baru untuk menggunakan bahan baku yang sebagian besar merupakan prouduksi domestik. Untuk meningkatkan daya saing khususnya negara-negara sedang berkembang di kawasan ASEAN+3 (Indonesia, Malaysia, Phlipina dan Thailand) dapat dikembangkan industri yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge based economy). Cara yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan riset dan pengembangan (R&D) yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan industri, serta menyediakan kualitas modal manusia yang terampil dan kreatif diantaranya dengan pemberian insentif kepada peneliti dan lembaga-lembaga riset serta penjaminan hak paten dan hak atas kekayaan intelektul lainnya. 6.3 Saran Penelitian Lebih Lanjut Beberapa saran yang dapat dirumuskan untuk penelitian lebih lanjut adalah : 1. Penambahan jenis variabel yang digunakan baik pada model defisit perdagangan maupun pertumbuhan ekonomi. Misalnya variabel tabungan, dan investasi dalam model defisit perdagangan serta variabel infrastruktur dan modal manusia dalam model pertumbuhan ekonomi. 2. Perluasan cakupan negara yang akan diteliti, misalnya ASEAN+6. 3. Perluasan variabel defisit perdagangan menjadi defisit transaksi berjalan yang didalamnya memperhitungkan arus modal dari dan ke luar negeri. 4. Penggunaan series data yang lebih panjang, jika memungkinkan gunakan data tiwulanan. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com DAFTAR PUSTAKA Abbas A, Hagbe, Fatas, Mauro, Velloso 2010. Fiscal Policy and the Current Account. IMF Working Paper 10/12. Abimanyu A. 2003. Kebijakan Fiskal dan Efektivitas Stimulus Fiskal di Indonesia. Jurnal Ekonomi Indonesia 1(1):1-35. Abmann C. 2008. Assesing the Effect of Current Account and Currency Crisis on Economic Growth. Economic Working Paper 01. Aiginger K, Falk M. 2005. Explaining Differences in Economic Growth Among OECD Countries. Empirica 32: 19-43. Achsani NA, Siregar H. 2010. Classification of the ASEAN+3 Economies Using Fuzzy Clustering Approach. European Journal of Scientific Research 39(4):489-497. Adam C, Bevan D. 2002. Fiscal Deficits and Growth in Developing Countries. Discussion Paper Series. Department of Economics Oxford. Afonso A, Rault C. 2009. Budgetary and External Imbalances Relationship: A Panel Data Diagnostic. Cesifo Working Paper. European Central Bank. Ardiyanto F. 2006. Analysis of Current Account Deficits and Fiscal Deficits in Indonesia: A VAR Approach. Jurnal Keuangan Publik 4(2):1-18. Aristovnik A. 2006. The Determinants and Excessiveness of Current Account Deficits in Eastern Europe and the Former Soviet Union. Working Paper 827. Artana D, Muphy RL, Navajas F. 2003. A Fiscal Policy Agenda. Institute for International Economics. Washington. Bagnai A. 2007. Structural Breaks and the Twin Deficits Hypothesis. University Gabriele D’Annunzio. Italia. Baharumshah AZ, Ismail H, Lau E. 2009. Twin Deficits Hypothesis and Capital Mobility: The ASEAN 5 Perspective. Jurnal Pengurusan 29:15-32. Baharumshah AZ, Lau E, Khalid AM. 2006. Testing Twin Deficits Hypothesis Using VARs and Variance Decomposition. Business Papers. Bond University. Baltagi BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data 3 & Sons Ltd. Edition. John Wiley Barro R. 1989. The Ricardian Approach to Budget Deficits. Journal of Economic Perspectives 3(2):37-54. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 100 Bartolini L, Lahiri A. 2006. Twin Deficits, Twenty Years Later. Current Issues in Economic and Finance. Federal Reserve Bank of New York. Bernheim BD. 1989. A Neoclassical Perspective on Budget Deficits. Journal of Economic Perspectives 3(2):55-72. Blanchard O. 2005. Macroeconomics. New York: Prentice Hall Business Publishing. Bluedorn J, Leigh D. 2011. Revisiting the Twin Deficits Hypothesis: The Effect of Fiscal Consolidation on the Current Account. IMF Economic Review 59. Bose S, Jha S. 2011. India’s Twin Deficits: Some Fresh Empirical Evidence. ICRA Bulletin. Bussiere M, Fratzscher, Muller. 2004. Current Account Dynamic in OECD and EU Acceding Countries-an Intertemporal Approach. Working Paper Series 311. European Central Bank. Calderon CA, Chong A. Determinants of Current Account Deficits in Developing Countries. Working Paper 2. Central Bank of Chile. Catao L, Terrones M. 2001. Fiscal Deficits and Inflation: a New Look at the Emerging Market Evidence. IMF Working Paper 74. Chang JC, Hsu ZZ. 2009. Causality Relationships Between the Twin Deficits in the Regional Economy. National Chi Nan University. Puli. Chinn M, Prasad ES. 2000. Medium-Term Determinants of Current Accounts in Industrial and Developing Countries: an Empirical Exploration. NBER Working Paper Series 7581. Clements, Bhattacharya, Nguyen. 2003. External Debt, Public Investment and Growth in Low Income Countries. IMF Working Paper 249. Corsetti G, Muller GJ. 2006. Twin Deficits: Squaring Theory, Evidence and Common Sense. European Economic Area. European University Institute. Florence. Edward S. 2001. Does the Current Account Matter? National Bureau of Economic Research. Durham NC. Ehrhart D, Minea, Villieu. 2009. Deficit, Seigniorage, the Growth Laffer Curve in Developing Countries. University of Auveregne. Auveregne. Enders W. 2004. Applied Econometrics Time Series. Ed ke-2 New York: John Willey and Sons, Inc. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 101 Fatima G, Ahmed AM, Rehman WU. 2011. Fiscal Deficit and Economic Growth: An Analysis of Pakistan’s Economy. International Journal of Trade, Economics and Finance 2(6):501-504. Findlay DW. 1990. Budget Deficit, Expected Inflation and Short-Term Real Interest Rates: Evidence from the US. International Economic Journal 4(3):41-53. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Penerbit PT IPB Press Bogor. Fleegler E. 2006. The Twin Deficits Revisited: a Cross Country, Empirical Approach. Duke University. Ganchev GT. 2010. The Twin deficit Hypothesis: The Case of Bulgaria. Financial Theory and Practice 34. Gupta S, Clements B, Baldacci E, Granados CM. 2005. Fiscal Policy, Expenditure Composition and Growth in Low Countries. Journal of International Money and Finance 24(3):441-463. Halwani RH. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Edisi 2. Bogor: Ghalia Indonesia. Hook G. 2005. Japan’s International Relatons: Politics, Economics, and Security. Oxon: Routledge. Heng TK. 1997. Public Capital and Crowding-In. The Singapore Economic Review 42:1-10. Junaidi E. 2008. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perekonomian di Negara-Negara ASEAN+3 [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Keho Y. 2010. Budget Deficits and Economic Growth: Causality Evidence and Policy Implications for WAEMU Countries. European Journal of Economics, Finance and Administrative Science 47(4):281-285. Kulkarni KG, Erickson EL. 1998. Twin Deficit Revisited: Evidence from India, Pakistan and Mexico. The Journal of Applied Business Research 17(2):97103. Kumar MS, Woo J. 2010. Public Debt and Growth. IMF Working Paper 174. Krugman PR, Obstfeld M. 2005. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Ed ke-5 Basri FH, penerjemah; Jakarta: Penerbit PT. INDEKS Terjemahan dari: International Economics. Lau E, Haw CT. 2003. Transmission Mechanism of Twin Deficits Hypothesis: Evidence from Two Neighboring Countries. INTI Journal 1(3):159-166. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 102 Lau E, Tang TC. 2009. Twin Deficits in Cambodia: Are there Reasons for Concern? An Empirical Study. Discussion Paper 11. Monash University. Lebe F, Kayhan S, Adiguzel U, Yigit B. The Empirical Analysis of the Effects of Economic Growth and Exchange Rate on Current Account Deficits: Romania and Turkey Samples. Journal of Applied Quantitative Methods 4(1):69-81. Malahayati M. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara ASEAN [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Malik S, Chaudhry IS, Sheikh MR, Farooqi MS. 2010. Tourism, Economic Growth and Current Account Deficit in Pakistan: Evidence from Cointegration and Causal Analysis. European Journal of Economics, Finance and Administrative Science 22:21-31. Mankiw NG. 2007. Teori Makroekonomi, Ed ke-6 Liza F, penerjemah; Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics theory. Ministry of Trade and Industry Singapore. 2010. Economic Survey of Singapore. http://www.mti .gov.sg Monadjemi MS. 1989. Fiscal and Interest Rates: A Multy-Country Analysis. Australian Economic Paper 28:85-95. Mukhtar T, Zakaria M, Ahmed M. 2007. An Empirical for the Twin Deficits Hypothesis in Pakistan. Journal of Economic Cooperation 28(4):63-80. Musgrave. 1980. Public Finance in Theory and Practice. McGraw-Hill New York. Obi B, Nurudeen A. 2009. Do Fiscal Deficits Raise Interest Rates in Nigeria? Vector Autoregression Approach. Journal of Applied Quantitative Methods 4(3):306-316. Purwanto T. 2011. Dampak Keterbukaan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Radhi F. 2009. Beban Utang Luar Negeri dalam Perekonomian Indonesia. Economic Review. Saleh AS. 2003. The Budget Deficit and Economic : A Survey. University of Wollongong, Research Online. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Terjemahan. Penerbit Erlangga Jakarta. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 103 Sekmen F, Calisir M. Is there a Trade-off between Current Account Deficits and Economic Growth? The Case of Turkey. International Research Journal of Finance and Economics 62:166-172. Sriyana J. 2005. Ketahanan Fiskal : Studi Kasus Malaysia dan Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang 10(2):123132. Spillimbergo et al. 2008. Fiscal Policy for the Crisis. IMF Staff Position Note. Dcember 29. Subekti A. 2011. Dinamika Inflasi Indonesia pada Tataran Provinsi [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tolo W.B. 2011. The Determinants of Economic Growth in the Philippines: a New Look. IMF Working Paper 288. Zengin A. 2000. The Twin Deficits Hypothesis (The Turkish Case). Zonguldak Karaelmas University. Widodo BT. 2005. Implikasi Pembiayaan Defisit APBN terhadap Kesinambungan Fiskal (Fiscal Sustainability) [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia. World Bank. 2000. World Development Indicators 1999. Washington D.C., USA. World Bank. 2010. World Development Indicators 2009. Washington D.C., USA. World Bank. 2012. World Development Indicators 2011. Washington D.C., USA. Zuhroh I, Kaluge D. 2007. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia (Suatu Aplikasi Model Vector Autoregressive, VAR). Journal of Indonesian Applied Economics 1(1):59-73. http://data.worldbank.org/indicator [20 April 2012] http://www.adb.org/documents/books/key_indicator [22 April 2012] http://www.imfstatistics.org [25 April 2012] PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 105 n terdahulu tentang dengan defisit fiskal, defisit transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi. LITI PENERBIT arums van , halid 6) Business Papers Bond University METODE VAR VARIABEL DATA HASIL FD, CAD, suku bunga, nilai tukar ASEAN 4, data triwulanan dari tahun 1976:1-2000:4 Terdapat hubungan LR dan tidak langsung antara FD dan CAD, di Thailand FD mempengaruhi CAD, di Indonesia CAD mempengaruhi FD, di Malaysia & Filipina terdapat hubungan dua arah. FD, CAD, investasi ASEAN 5, data tahunan, 1960 - 2003 TDH terjadi di tiga negara yaitu Malaysia, Thailand dan Filipina, pengeluaran pemerintah meng crowdsout investasi swasta, investsi mempengaruhi CAD, investasi domestik yang tinggi dibiayai oleh sumber dana dari luar. Terdapat hubungan dua arah antara FD dan CAD, dengan hubungan yang lebih kuat CAD menyebabkan FD. Hasil ini diperkuat ketika harga minyak dimasukkan sebagai variabel kontrol. Terdapat hubungan satu arah yaitu CAD menyebabkan FD, suku bunga mempengaruhi kedua defisit. arums mizun il, Lau 9) Jurnal Pengurusan 29 (2009) 15-32 mita dan Jha, 1) ICRA BULLETIN, Money and Finance, Des 2011 VAR/VECM FD, CAD, suku bunga, nilai tukar, harga minyak India, data triwulanan 1998:1-2011:1 y nto, 6) Jurnal Keuangan Publik, Vol 4 No 2 VAR FD, CAD, suku bunga, nilai tukar, PDB Indonesia, data tahunan 1981-2004 VECM PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 106 LITI PENERBIT rdo i dan ya ri Current Issues in Economic and Finance, Federal Reserve Bank of New York 6) uan dan u Hsu 9) National Chi Nan University, Dept of Economics arlo dan tJ er 6) European University Institute METODE VARIABEL DATA HASIL Panel FEM FD, CAD, konsumsi swasta, pengeluaran pemerintah, PDB, pertumbuhan penduduk, hutang OECD, Data tahunan dari tahun 1972 - 2003 Defisit fiskal akan meningkatkan konsumsi atau mengurangi tabungan nasional, defisit fiskal akan menyebabkan defisit transaksi berjalan yang lebih besar. VAR/VECM FD, CAD, suku bunga, nilai tukar 4 negara Eropa, 5 negara macan Asia, AS. Data tahunan, 1980 - 2007 Di semua negara yang diteliti, terdapat hubungan antara defisit fiskal dan defisit transaksi berjalan, dengan kekuatan hubungan yang berbeda di masingmasing negara VAR FD, CAD, net ekspor, pengeluaran pemerintah, investasi, konsumsi, tabungan, suku bunga, openness Australia, Canada, UK, US. Data 1979:1-2005:3 Di Australia, Kanada dan Inggris defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan. Di Amerika Serikat defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal. Amerika, Korea Selatan, mexico, Peru dan Costa Rica. Fenomena twin deficits berkaitan dengan waktu dan dipengaruhi oleh vaktor lain. Pada negara maju pada LR terdapat hubungan yang lebih kuat antara FD dan CAD, daripada pada negara berkembang. Data triwulanan 1987:1-1998:1 Terdapat hubungan kausal yang langsung dari defisit fiskal ke defisit perdagangan. eegler 6) Duke University VAR FD, CAD, komposisi ekspor impor, posisi negara sebagai pengutang atau pemberi utang engin 0) Zonguldak Karaelmas University VAR FD, TD, pendapatan LN, pendapatan DN, nilai tukar, inflasi, suku bunga, PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 107 LITI PENERBIT to ai ho ov ev 0) edorn niel h 1) METODE VARIABEL DATA HASIL University Gabriele D’Annunzio VAR FD, CAD, investasi (semua dalam rasio terhadap PDB) OECD, data tahunan 1960-2005 Dengan structural breaks defisit fiskal secara signifikan mempengaruhi defisit transaksi berjalan, investasi di OECD meningkat dibiayai oleh modal dari luar. Financial Theory and Practice 34 (4) Granger Causality, VAR, VECM FD, CAD Bulgaria, data triwulanan 2005:1-2010:2 Dengan Granger causality terdapat hubungan kausal antara 2 defisit, tetapi dengan VAR maupun VECM keduanya menolak twin deficit hypothesis pada jangka pendek, tetapi mengindikasikan hal ini akan terjadi pada jangka panjang. VAR CAD per GPD, ukuran konsolidasi fiskal per GDP, investasi per GDP, nilai tukar OECD Peningkatan 1 persen konsolidasi fiskal per PDB akan meningkatkan defisit transaksi berjalan sebesar 0,6 perseh, mendukung adnya twin deficits hypothesis. IMF Economic Review Vol 59 No 4 bas, Fatas, o, so 0) IMF Working Paper WP/10/12 VAR, panel, pendekatan naratif FD, CAD, PDB riil per kapita, trade openness, financial openness 176 negara, data tahunan 1980-2007 Baik menggunakan VAR maupun regresi panel hasil yang didapat akan sama yaitu bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua defisit. Kenaikan FD 1 persen akan meningkatkan CAD 0,2-0,3 persen. Lau, eong g 9) Discussion Paper 11/09 Monash University Granger Causality FD, CAD Data triwulanan 1996:1-2006:1 Mendukung twin deficits hypothesis, defisit fiskal sebagai penyebab defisit transaksi berjalan dalam jangka pendek. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 108 LITI PENERBIT ots J. o 1) IMF Working Paper WP/11/288 atima, r med, Ur an 1) International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 2, No. 6 gusto , Chong pher David n 2) Contribution to Macroeconom ics Vol 2, Issue 1 Discussion Paper Series, Department of Economics, Oxford METODE VARIABEL DATA HASIL Regresi Panel Pertumbuhan PDB riil per kapita, ekspor produk pertanian, investasi, R&D, pertumbuhan populasi, ketidakpastian politik, defisit fiskal, trade openness, CAD, frekuensi krisis 23 negara emerging markets dan Filipina Tahun19652008 Semua variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan di Filipina. Simultan, 2 SLS Pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor, impor, defisit fiskal, suku bunga riil, tingkat inflasi, pertumbuhan populasi Pakistan, data tahunan 1980-2009 Defisit fiskal di Pakistan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Reducedform approach, GMM Persistensi (lag CAD), pertumbuhan output domestik, nilai tukar riil, TOT, FD, suku bunga riil dunia, pertumbuhan output negara industrialis 44 negara sedang berkembang, data tahunan 1966-1994 Defisit transaksi berjalan persisten secara moderat, kenaikan pertumbuhan output domestik akan meningkatkan defisit transaksi berjalan, apresiase nilai tukar meningkatkan defisit transaksi berjalan, tingkat pertumbuhan yang tinggi di negara industrialis atau tingginya suku bunga internasional akan mengurangi defisit transaksi berjalan. Panel Karakteristik pertumbuhan dan variabel fiskal masingmasing negara. 45 NSB, data tahunan 19701999 Pertumbuhan meng off-side defisit fiskal, dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan bergantung pada cara pembiayaan defisit (utang atau mencetak uang). PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 109 LITI PENERBIT Chinn, S. d 0) NBER Working Paper Series 7581 nder vnik 6) William Davidson Institute Working Paper (827) harief ry, mad an kh 0) European Journal of Economics, Finance and Aministrative Sciences eho 0) European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences METODE VARIABEL DATA HASIL CrossSection and Panel Regression CA/PDB, anggaran pemerintah, pendapatan relatif, rasio ketergantungan, rata-rata pertumbuhan PDB, volatilitas TOT, derajat keterbukaan, financial deepening Sejumlah negara sedang berkembang dan negara industri Neraca transaksi berjalan berhubungan positif dengan keseimbangan anggaran pemerintah dan stok modal asing, indikator openness berhubungan negatif dengan neraca transaksi berjalan. Panel, FEM, REM CA, pertumbuhan PDB riil, pendpatan relatif, anggaran pemerintah, openness, hutang LN, pertumbuhan PDB EU-15, nilai tukar, dependensi Negara2Eropa Timur dan Uni Soviet, Data tahunan 19922003 Defisit transaksi berjalan akan meningkat jika output domestik dan pengeluaran pemerintah melebihi batas wajarnya. Sebagian besar di negara Eropa Timur dan Uni Soviet mengalami defisit transaksi berjalan yang tinggi. Johansen test, ECM CAD, pertumbuhan PDB, tourist Data tahunan, 50 tahun terakhit Terdapat hubungan kausal antara tourism, CAD dan pertumbuhan ekonomi. Terdapat hubungan satu arah dari CAD ke pertumbuhan PDB. Granger Causality Pertumbuhan PDB, rasio pembentukan modal terhadap PDB, persentase defisit fiskal terhadap PDB Negara-negara di Afrika Barat, data tahunan 1980-2005 Tidak terdapat hubungan kausalitas antara defisit fiskal dan pertumbuhan, hanya pada 4 negara defisit fiskal menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 110 LITI PENERBIT men, afa ir 1) International Research Journal of Finance and Economics rt, Villieu 9) Document Derecherce, Laboratorie D’economie D’orleans nts, arya, en 3) a, nts, ci, dos 5) IMF Working Paper WP/03/249 Journal of International Money and Finance METODE ARDL Sys-GMM GMM GMM VARIABEL CAD, pertumbuhan PDB PDB per kapita, pajak, defisit fiskal, seigniorage, rasio investasi terhadap PDB, human capital, trade openness, pertumbuhan populasi PDB riil per kapita, tingkat pendidikan, investasi/PDB, FB/PDB, CAB/PDB, Terms of Trade, pertumbuhan populasi PDB per kapita, defisit/PDB, transfer, subsidi, upah, bunga pinjaman. PDF Creator - PDF4Free v2.0 DATA HASIL Data tahunan 1998-2009 Dalam jangka pendek terdapat hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan defisit transaksi berjalan. Tetapi dalam jangka panjang tidak terdapat hubungan antara dua variabel. 48 negara, data tahunan 1980-2006 Seigniorage dan defisit fiskal mempunyai efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. 55 negara low income, data tahunan 19701999 Pengurangan utang luar negeri akan meningkatkan investasi sehingga PDB per kapita juga akan meningkat Low income countries, data tahunan 1990-2000 Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, terdapat hubungan yang signifikan antara penyesuaian fiskal dan pertumbuhan per kapita. Penurunan 1 persen defisit fiskal/PDB akan meningkatkan pertumbuhan per kapita 0,5 persen. http://www.pdf4free.com 111 LITI PENERBIT , Falk 5) Empirica (2005) 32: 19-43 ian nn 8) Economic Working Paper re, her, er 4) Working Paper Series No. 311/ Februari 2004 Woo 0) IMF Working Paper WP/10/174 METODE VARIABEL DATA HASIL Sys-GMM Investasi/PDB, pengeluran R&D/PDB, human capital, pajak, konsumsi pemerintah/PDB, defisit fiskal/PDB, subsidi, openness, volatilitas output, indeks korupsi OECD, data tahunan 1960-2002 - R&D mempengaruhi PDB per kapita dengan elastisitas 0,22 - Defisit fiskal dan konsumsi pemerintah (persen terhadap PDB) dan volatilitas output signifikan mempengaruhi PDB per kapita secara negatif. Data panel CAB/PDB, investasi/PDB, trade openness, suku bunga US, PDB per kapita, M2 Negara OECD Kedua variabel, yaitu defisit transaksi berjalan dan krisis mata uang mempunyai efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. GMM Nilai tukar riil, pendapatan per kapita (ppp), investasi/PDB, konsumsi/PDB, FB/PDB, CAB/PDB 33 negara (21 OECD, 12 EU), tahun 1980-2002 Defisit fiskal mempengaruhi defisit transaksi berjalan, negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi akan meningkatkan defisit transaksi berjalan. GMM PDB riil per kapita, tingkat pendidikan, inflasi, TOT, utang pemerintah, defisit fiskal 38 negara, data tahunan 1970-2000 Hutang pemerintah dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang berkebalikan. Peningkatan 10 persen utang/PDB akan mengurangi PDB per kapita 0,2 persen per tahun. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 112 Lampiran 2 Hasil panel Unit Root Test Panel unit root test: Summary Series: FD Date: 06/19/12 Time: 19:48 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.73596 0.0413 Breitung t-stat -3.10249 0.0010 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -0.52574 0.2995 ADF - Fisher Chi-square 16.5367 0.4162 PP - Fisher Chi-square 14.3381 0.5735 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(FD) Date: 06/19/12 Time: 19:50 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -4.43718 0.0000 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.39700 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 58.3252 0.0000 PP - Fisher Chi-square 102.483 0.0000 PDF Creator - PDF4Free v2.0 Crosssections Obs 8 120 8 8 8 120 120 128 http://www.pdf4free.com 113 Panel unit root test: Summary Series: TD Date: 06/20/12 Time: 03:14 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -2.49504 0.0063 Breitung t-stat -1.95434 0.0253 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -1.31512 0.0942 ADF - Fisher Chi-square 23.7874 0.0943 PP - Fisher Chi-square 14.4760 0.5633 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(TD) Date: 06/20/12 Time: 03:15 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.97341 0.0000 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -4.90363 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 53.0742 0.0000 PP - Fisher Chi-square 96.3960 0.0000 Crosssections Obs 8 120 8 8 8 120 120 128 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 114 Panel unit root test: Summary Series: LNGDPF Date: 06/20/12 Time: 03:16 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.57908 0.0572 Breitung t-stat 0.70241 0.7588 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -0.63701 0.2621 ADF - Fisher Chi-square 16.6478 0.4087 PP - Fisher Chi-square 3.26313 0.9997 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(LNGDPF) Date: 06/20/12 Time: 03:17 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.70433 0.0442 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -2.51238 0.0060 ADF - Fisher Chi-square 30.9100 0.0138 PP - Fisher Chi-square 32.0163 0.0100 Crosssections Obs 8 120 8 8 8 120 120 128 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 115 Panel unit root test: Summary Series: RIR Date: 06/20/12 Time: 03:18 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -3.12276 0.0009 Breitung t-stat -1.40306 0.0803 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -2.09300 0.0182 ADF - Fisher Chi-square 26.9877 0.0416 PP - Fisher Chi-square 66.5516 0.0000 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(RIR) Date: 06/20/12 Time: 03:19 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.70703 0.0439 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -6.35300 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 68.1044 0.0000 PP - Fisher Chi-square 1012.97 0.0000 Crosssections Obs 8 120 8 8 8 120 120 128 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 116 Panel unit root test: Summary Series: RER Date: 06/20/12 Time: 03:28 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* 1.61707 0.9471 Breitung t-stat 0.80375 0.7892 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat 2.41391 0.9921 ADF - Fisher Chi-square 5.59689 0.9919 PP - Fisher Chi-square 15.9364 0.4574 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(RER) Date: 06/20/12 Time: 03:29 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: None User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -7.26704 0.0000 Null: Unit root (assumes individual unit root process) ADF - Fisher Chi-square 75.4071 0.0000 PP - Fisher Chi-square 110.389 0.0000 Crosssections Obs 8 120 8 8 120 128 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 117 Panel unit root test: Summary Series: LNGDP Date: 06/20/12 Time: 03:21 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.53248 0.0627 Breitung t-stat -0.69364 0.2440 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -1.11378 0.1327 ADF - Fisher Chi-square 21.8342 0.1486 PP - Fisher Chi-square 15.0822 0.5186 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(LNGDP) Date: 06/20/12 Time: 03:22 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.44718 0.0000 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.08045 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 55.1486 0.0000 PP - Fisher Chi-square 77.8608 0.0000 Crosssections Obs 8 120 8 8 8 120 120 128 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 118 Panel unit root test: Summary Series: LNCPI Date: 06/20/12 Time: 03:23 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -3.76054 0.0001 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -3.05145 0.0011 ADF - Fisher Chi-square 37.0526 0.0021 PP - Fisher Chi-square 51.1550 0.0000 Crosssections Obs 8 128 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 119 Panel unit root test: Summary Series: TO Date: 07/12/12 Time: 09:10 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -0.65371 0.2567 Breitung t-stat 0.24078 0.5951 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat 1.18794 0.8826 ADF - Fisher Chi-square 8.11491 0.9454 PP - Fisher Chi-square 12.8148 0.6862 Crosssections Obs 8 8 128 120 8 8 8 128 128 136 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Panel unit root test: Summary Series: D(TO) Date: 07/12/12 Time: 09:12 Sample: 1993 2010 Exogenous variables: Individual effects User specified lags at: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -3.48929 0.0002 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -3.45074 0.0003 ADF - Fisher Chi-square 38.9591 0.0011 PP - Fisher Chi-square 94.4061 0.0000 Crosssections Obs 8 120 8 8 8 120 120 128 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 120 Lampiran 3 Hasil pengolahan data panel 1. Model Defisit Perdagangan . xtabond D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer, lags(1) artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: neg Time variable: tahun Number of obs Number of groups Number of instruments = 97 cad LD. fd D1. lngdpf D1. rir D1. rer D1. _cons Coef. Std. Err. 120 8 min = avg = max = 15 15 15 Wald chi2(5) Prob > chi2 = = 15.50 0.0084 P>|z| [95% Conf. Interval] Obs per group: One-step results D.cad = = z -.0335534 .0919064 -0.37 0.715 -.2136866 .1465798 -.39464 .1666547 -2.37 0.018 -.7212771 -.0680028 3.863686 15.13649 0.26 0.799 -25.8033 33.53067 .0145227 .0786563 0.18 0.854 -.1396409 .1686863 .0015299 -.0784716 .0007102 1.315242 2.15 -0.06 0.031 0.952 .0001379 -2.656299 .0029219 2.499356 Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).D.cad Standard: D2.fd D2.lngdpf D2.rir D2.rer Instruments for level equation Standard: _cons . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(91) Prob > chi2 = = 88.84948 0.5442 . estat abond artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm) Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2 z -2.1939 -1.5413 Prob > z 0.0282 0.1232 H0: no autocorrelation PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 121 . x ta bo nd D .c ad D. fd D .l ng dp f D. r ir D .r er f d3 , la g s( 1) a rt es ts (2 ) v ce (r ) A re ll an o- Bo nd d y na mi c pa ne l- da ta es ti ma ti on G ro up v ar ia bl e: ne g T im e va ri ab le : t ah un Nu mb e r of o bs Nu mb e r of g ro up s N um be r of i ns tr u me nt s = Wa ld ch i2 (6 ) Pr ob > ch i2 Ob s p er g ro up : 90 O ne -s te p re su lt s D. ca d Co ef . ca d LD . fd D1 . l ng dp f D1 . ri r D1 . re r D1 . fd 3 _c on s R ob u st St d. Er r. z P > |z | = = 10 5 7 m in = a vg = m ax = 15 15 15 = = 33 03 .6 7 0 .0 00 0 [9 5% C on f . In te rv al ] -. 10 14 92 1 .0 43 7 12 3 - 2. 32 0 . 02 0 - .1 87 16 65 -. 01 58 17 6 -. 23 84 61 6 .2 44 3 66 8 - 0. 98 0 . 32 9 - .7 17 41 17 . 24 04 88 5 -5 .6 79 58 3 13 .4 3 67 7 - 0. 42 0 . 67 3 - 32 .0 15 16 2 0. 65 59 9 . 06 38 37 2 .0 65 8 90 5 0. 97 0 . 33 3 - .0 65 30 59 . 19 29 80 2 . 02 01 56 6 . 79 54 67 5 1 .1 25 38 4 .0 01 5 05 8 .2 84 5 01 4 1. 17 1 78 2 1 3. 39 2. 80 0. 96 0 . 00 0 0 . 00 5 0 . 33 7 .0 17 20 52 . 23 78 55 - 1. 17 12 67 . 02 31 07 9 1. 35 30 8 3 .4 22 03 6 I ns tr um en ts f or di ff er en ce d eq ua t io n G MM -t yp e : L( 2/ .) .D .c ad S ta nd ar d : D2 .f d D2 .l ng dp f D 2. ri r D2 .r er D . fd 3 I ns tr um en ts f or le ve l eq ua ti on S ta nd ar d : _c on s . e st at a bo nd a rt es ts n ot c om p ut ed f or o ne -s te p s ys te m es ti ma to r w it h vc e( gm m) A re ll an o- Bo nd t e st f or z er o au to c or re la ti on i n fi r st -d if fe re nc ed e r ro rs Or de r 1 2 z Pr ob > z - 2. 10 7 7 - 1. 43 1 5 0 .0 35 1 0 .1 52 3 H0 : no a ut oc o rr el at io n . xtabond D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer fd1 fd2, lags(1) artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: neg Time variable: tahun Number of obs Number of groups Number of instruments = Wald chi2(7) Prob > chi2 Obs per group: 99 One-step results D.cad Coef. cad LD. fd D1. lngdpf D1. rir D1. rer D1. fd1 fd2 _cons Std. Err. z P>|z| = = 120 8 min = avg = max = 15 15 15 = = 15.73 0.0277 [95% Conf. Interval] -.0230845 .0953953 -0.24 0.809 -.2100559 .1638869 -.3270266 .1802902 -1.81 0.070 -.6803889 .0263358 8.568967 16.56493 0.52 0.605 -23.89771 41.03564 .0176363 .0800382 0.22 0.826 -.1392356 .1745082 .0015886 -.3031361 -.0053988 -.4462616 .000725 .2917115 .2981512 1.456402 2.19 -1.04 -0.02 -0.31 0.028 0.299 0.986 0.759 .0001676 -.8748801 -.5897644 -3.300757 .0030095 .268608 .5789668 2.408234 Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).D.cad Standard: D2.fd D2.lngdpf D2.rir D2.rer D.fd1 D.fd2 Instruments for level equation Standard: _cons . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(91) Prob > chi2 = = 85.91049 0.6311 . estat abond artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm) Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2 z -2.1603 -1.2129 Prob > z 0.0307 0.2252 H0: no autocorrelation PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 122 . xtdpdsys D.cad D.fd D.lngdpf D.rer D.rir, lags(1) artest(2) System dynamic panel-data estimation Group variable: neg Time variable: tahun Number of obs Number of groups Number of instruments = Wald chi2(5) Prob > chi2 Obs per group: 112 One-step results D.cad cad LD. fd D1. lngdpf D1. rer D1. rir D1. _cons Coef. Std. Err. z P>|z| = = 128 8 min = avg = max = 16 16 16 = = 19.43 0.0016 [95% Conf. Interval] -.0281229 .0707959 -0.40 0.691 -.1668802 .1106345 -.3918517 .1565009 -2.50 0.012 -.6985877 -.0851157 .4849273 13.35597 0.04 0.971 -25.6923 26.66215 .0016895 .0006906 2.45 0.014 .0003359 .0030431 .0412866 .1900211 .0722697 1.171784 0.57 0.16 0.568 0.871 -.1003594 -2.106634 .1829326 2.486676 Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).D.cad Standard: D2.fd D2.lngdpf D2.rer D2.rir Instruments for level equation GMM-type: LD2.cad Standard: _cons . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(106) Prob > chi2 = = 96.34892 0.7382 . estat abond artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm) Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2 z Prob > z -2.21 0.0271 -1.5912 0.1116 H0: no autocorrelation . PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 123 . xtreg D.cad L.D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer, re Random-effects GLS regression Group variable: neg Number of obs Number of groups = = 128 8 R-sq: Obs per group: min = avg = max = 16 16.0 16 within = 0.1070 between = 0.1151 overall = 0.1071 Random effects u_i ~ Gaussian corr(u_i, X) = 0 (assumed) D.cad cad LD. fd D1. lngdpf D1. rir D1. rer D1. _cons Coef. Wald chi2(5) Prob > chi2 Std. Err. z P>|z| = = [95% Conf. Interval] -.0291439 .0865859 -0.34 0.736 -.4035064 .1484495 -2.72 3.537425 8.023249 0.44 .0004415 .0716314 .001135 -.034758 .000618 .7543484 0 3.925637 0 (fraction of variance due to u_i) sigma_u sigma_e rho 14.63 0.0120 -.1988492 .1405614 0.007 -.694462 -.1125508 0.659 -12.18786 19.2627 0.01 0.995 -.1399535 .1408365 1.84 -0.05 0.066 0.963 -.0000763 -1.513254 .0023463 1.443738 . xtreg D.cad L.D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: neg Number of obs Number of groups = = 128 8 R-sq: Obs per group: min = avg = max = 16 16.0 16 within = 0.1094 between = 0.0510 overall = 0.1011 corr(u_i, Xb) D.cad cad LD. fd D1. lngdpf D1. rir D1. rer D1. _cons sigma_u sigma_e rho F(5,115) Prob > F = -0.1294 Coef. Std. Err. t P>|t| = = 2.82 0.0192 [95% Conf. Interval] -.0402432 .0893409 -0.45 0.653 -.2172103 .1367239 -.3633333 .1585337 -2.29 0.024 -.677358 -.0493086 -3.312059 13.95056 -0.24 0.813 -30.94543 24.32132 .0028611 .07469 0.04 0.970 -.1450854 .1508076 .0011847 .5429779 .0006507 1.217176 1.82 0.45 0.071 0.656 -.0001041 -1.868013 .0024735 2.953969 .57022301 3.925637 .02066337 F test that all u_i=0: (fraction of variance due to u_i) F(7, 115) = 0.22 Prob > F = 0.9799 more . regress D.cad L.D.cad D.fd D.lngdpf D.rir D.rer Source SS df MS Model Residual 211.775166 1799.70432 5 122 42.3550333 14.7516748 Total 2011.47949 127 15.8384212 D.cad cad LD. fd D1. lngdpf D1. rir D1. rer D1. _cons Coef. Std. Err. t Number of obs F( 5, 122) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE P>|t| = = = = = = 128 2.87 0.0174 0.1053 0.0686 3.8408 [95% Conf. Interval] -.0295451 .0866735 -0.34 0.734 -.2011239 .1420337 -.3951384 .1480383 -2.67 0.009 -.6881951 -.1020817 3.487349 8.031303 0.43 0.665 -12.41142 19.38612 .0012213 .071711 0.02 0.986 -.1407377 .1431803 .0011404 -.0283482 .0006187 .7550775 1.84 -0.04 0.068 0.970 -.0000843 -1.523099 .0023651 1.466403 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 124 2. Model Pertumbuhan Ekonomi . x t dp d sy s D . ln g d p D .c a de s t D .f d D . ln c pi D. t ot dk 1 d k 2, la g s (1 ) a r te s ts ( 2) S ys t em dy n am i c p a ne l -d a ta es t im a ti o n G ro u p v ar i ab l e: n eg T im e v a ri a bl e : t a hu n N u mb e r o f o bs N u mb e r o f g ro u p s N um b er of in s tr u m en t s = W a ld ch i 2( 7 ) P r ob > c hi 2 O b s p er gr o up : 113 O ne - st e p r es u lt s D . ln g dp Co e f. ln g dp L D. c ad e st D 1. fd D 1. ln c pi D 1. t ot D 1. d k1 d k2 _c o ns S td . E r r. z P > |z | = = 12 8 8 mi n = av g = ma x = 16 16 16 = = 27 3 .8 6 0. 0 00 0 [ 9 5% Co n f. In t er v al ] .1 9 70 8 38 . 06 5 36 9 1 3. 0 1 0 . 00 3 . 0 68 9 62 7 . 3 25 2 04 9 - .0 0 28 4 74 . 00 1 50 9 7 - 1. 8 9 0 . 05 9 - . 0 05 8 06 3 . 0 00 1 11 5 .0 0 27 5 34 . 00 1 29 0 1 2. 1 3 0 . 03 3 . 0 00 2 24 8 . 00 5 28 2 - .0 0 41 1 45 . 00 2 65 1 3 - 1. 5 5 0 . 12 1 - . 0 09 3 10 9 . 0 01 0 81 8 - .0 0 00 1 25 - .0 9 80 4 88 - .0 3 95 3 45 .0 4 59 2 44 . 00 0 19 8 3 .0 0 91 7 8 . 01 0 00 3 7 . 00 4 23 3 7 - 0. 0 6 - 1 0. 6 8 - 3. 9 5 1 0. 8 5 0 . 95 0 0 . 00 0 0 . 00 0 0 . 00 0 - . 0 00 4 01 2 - . 1 16 0 37 4 - . 0 59 1 41 3 . 0 37 6 26 5 . 0 00 3 76 3 -. 0 80 0 60 2 -. 0 19 9 27 6 . 0 54 2 22 2 I ns t ru m en t s f or d if f er e nc e d e qu a ti o n G M M- t yp e : L ( 2/ . ). D .l n gd p S t an d ar d : D 2 .c a de s t D 2. f d D 2. l nc p i D 2. t ot D. d k1 D. d k 2 I ns t ru m en t s f or l ev e l e qu a ti o n G M M- t yp e : L D 2. l ng d p S t an d ar d : _ c on s . e s ta t s a rg a n S ar g an te s t o f o v er i de n ti f yi n g r es t ri c ti o ns H 0 : o ve r i de n ti f yi n g r es t ri c ti o ns ar e v a li d c h i2 ( 10 5 ) P r ob > c h i2 = = 1 0 4. 7 97 1 0. 4 87 2 . estat abond artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm) Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2 z -2.4132 .66504 Prob > z 0.0158 0.5060 H0: no autocorrelation PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 125 . xtdpdsys D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot fd1 fd2 dk1 dk2, lags(1) artests(2) System dynamic panel-data estimation Group variable: neg Time variable: tahun Number of obs Number of groups Number of instruments = Wald chi2(9) Prob > chi2 Obs per group: 115 One-step results D.lngdp Coef. lngdp LD. cadest D1. fd D1. lncpi D1. tot D1. fd1 fd2 dk1 dk2 _cons Std. Err. z P>|z| = = 128 8 min = avg = max = 16 16 16 = = 278.42 0.0000 [95% Conf. Interval] .1187074 .0780515 1.52 0.128 -.0342708 -.0021636 .0015233 -1.42 0.156 -.0051492 .2716855 .000822 .0021927 .0013122 1.67 0.095 -.0003791 .0047646 -.0038502 .002672 -1.44 0.150 -.0090873 .0013868 1.07e-06 .0015237 .0028101 -.0966466 -.039171 .0512095 .0001971 .0013508 .0019205 .0092091 .0099655 .0053123 0.01 1.13 1.46 -10.49 -3.93 9.64 0.996 0.259 0.143 0.000 0.000 0.000 -.0003853 -.0011239 -.000954 -.1146962 -.0587029 .0407976 .0003875 .0041712 .0065743 -.0785971 -.019639 .0616213 Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).D.lngdp Standard: D2.cadest D2.fd D2.lncpi D2.tot D.fd1 D.fd2 D.dk1 D.dk2 Instruments for level equation GMM-type: LD2.lngdp Standard: _cons . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(105) Prob > chi2 = = 108.3771 0.3911 . estat abond artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm) Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2 z -2.4419 .51036 Prob > z 0.0146 0.6098 H0: no autocorrelation PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com 126 . xtabond D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2, lags(1) artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: neg Time variable: tahun Number of obs Number of groups Number of instruments = Wald chi2(7) Prob > chi2 Obs per group: 98 One-step results D.lngdp Coef. lngdp LD. cadest D1. fd D1. lncpi D1. tot D1. dk1 dk2 _cons Std. Err. z P>|z| = = 120 8 min = avg = max = 15 15 15 = = 165.15 0.0000 [95% Conf. Interval] .1428428 .0762456 1.87 0.061 -.0065959 .2922815 -.0018694 .001524 -1.23 0.220 -.0048565 .0011177 .0025581 .0013584 1.88 0.060 -.0001043 .0052206 -.0042104 .0026335 -1.60 0.110 -.0093721 .0009512 -.0000546 -.089091 -.0430535 .0481295 .0002081 .0101826 .0110425 .0045662 -0.26 -8.75 -3.90 10.54 0.793 0.000 0.000 0.000 -.0004624 -.1090485 -.0646965 .0391799 .0003532 -.0691334 -.0214105 .0570791 Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).D.lngdp Standard: D2.cadest D2.fd D2.lncpi D2.tot D.dk1 D.dk2 Instruments for level equation Standard: _cons . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(90) Prob > chi2 = = 88.5015 0.5249 . estat abond artests not computed for one-step system estimator with vce(gmm) Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2 z Prob > z -2.4874 .24551 0.0129 0.8061 H0: no autocorrelation . xtr eg D.l ngd p L .D. lng dp D. cad est D. fd D.l ncp i D .to t d k1 dk2 , f e Fi xed -ef fec ts (wi thi n) re gre ssi on Gr oup va ria ble : n eg N umb er of obs N umb er of gro ups = = 1 28 8 R- sq: O bs per gr oup : m in = a vg = m ax = 16 16 .0 16 w ith in = 0.5 960 b etw een = 0.9 275 o ver all = 0.5 169 co rr( u_i , X b) D.l ngd p l ngd p LD . ca des t D1 . fd D1 . l ncp i D1 . to t D1 . dk 1 dk 2 _ con s sig ma_ u sig ma_ e rh o F (7, 113 ) P rob > F = 0.1 267 Coe f. .15 493 44 Std . E rr. t = = 23. 82 0 .00 00 P >|t | [95 % C onf . I nte rva l] .07 375 47 2. 10 0 .03 8 .00 881 31 .30 105 58 - .00 213 68 .0 014 76 -1. 45 0 .15 0 -.0 050 61 .00 078 75 .0 024 13 .00 130 53 1. 85 0 .06 7 -.0 001 73 .00 499 89 - .00 343 54 .00 258 25 -1. 33 0 .18 6 - .00 855 18 .00 168 09 - .00 006 39 - .08 792 79 - .04 270 51 .04 747 45 .00 020 33 .00 997 74 .01 095 06 .0 044 45 -0. 31 -8. 81 -3. 90 10. 68 0 .75 4 0 .00 0 0 .00 0 0 .00 0 - .00 046 67 - .10 769 49 - .06 440 03 .03 866 81 .0 003 39 - .06 816 08 - .02 100 99 .05 628 08 . 020 257 72 . 024 824 69 . 399 726 41 F tes t t hat al l u _i= 0: PDF Creator - PDF4Free v2.0 (fr act ion of va ria nce du e t o u _i) F (7, 11 3) = 6.6 3 Pro b > F = 0 .00 00 http://www.pdf4free.com 127 . xtreg D.lngdp L.D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2, re Random-effects GLS regression Group variable: neg Number of obs Number of groups = = 128 8 R-sq: Obs per group: min = avg = max = 16 16.0 16 within = 0.5459 between = 0.9901 overall = 0.5868 Random effects u_i ~ Gaussian corr(u_i, X) = 0 (assumed) D.lngdp lngdp LD. cadest D1. fd D1. lncpi D1. tot D1. dk1 dk2 _cons sigma_u sigma_e rho Coef. Wald chi2(7) Prob > chi2 Std. Err. z P>|z| = = 170.40 0.0000 [95% Conf. Interval] .462626 .0669671 6.91 0.000 .3313729 .5938791 -.0054832 .0015929 -3.44 0.001 -.0086052 -.0023612 .0009814 .0014599 0.67 0.501 -.00188 .0038429 -.0049294 .0029638 -1.66 0.096 -.0107384 .0008795 .0000767 -.0856151 -.0368313 .0319888 .0002293 .0114728 .0125609 .0043894 0.33 -7.46 -2.93 7.29 0.738 0.000 0.003 0.000 -.0003727 -.1081014 -.0614503 .0233857 .0005261 -.0631288 -.0122123 .0405918 0 .02482469 0 (fraction of variance due to u_i) . hausman fixed random Coefficients (b) (B) fixed random LD.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2 .1549344 -.0021368 .002413 -.0034354 -.0000639 -.0879279 -.0427051 (b-B) Difference .462626 -.0054832 .0009814 -.0049294 .0000767 -.0856151 -.0368313 sqrt(diag(V_b-V_B)) S.E. -.3076916 .0033464 .0014315 .001494 -.0001406 -.0023128 -.0058738 .0309058 . . . . . . b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test: Ho: difference in coefficients not systematic chi2(7) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 98.61 Prob>chi2 = 0.0000 (V_b-V_B is not positive definite) . regress D.lngdp L.D.lngdp D.cadest D.fd D.lncpi D.tot dk1 dk2 Source SS df MS Model Residual .139520472 .09825285 7 120 .019931496 .000818774 Total .237773321 127 .001872231 D.lngdp lngdp LD. cadest D1. fd D1. lncpi D1. tot D1. dk1 dk2 _cons Coef. Std. Err. t Number of obs F( 7, 120) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE = = = = = = 128 24.34 0.0000 0.5868 0.5627 .02861 P>|t| [95% Conf. Interval] .462626 .0669671 6.91 0.000 .3300358 .5952162 -.0054832 .0015929 -3.44 0.001 -.008637 -.0023294 .0009814 .0014599 0.67 0.503 -.0019092 .003872 -.0049294 .0029638 -1.66 0.099 -.0107976 .0009387 .0000767 -.0856151 -.0368313 .0319888 .0002293 .0114728 .0125609 .0043894 0.33 -7.46 -2.93 7.29 0.739 0.000 0.004 0.000 -.0003772 -.1083305 -.0617011 .0232981 .0005306 -.0628998 -.0119615 .0406795 PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com