LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang ini disusun sebagai tugas akhir menyelesaikan Praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang dan salah satu syarat lulus mata kuliah Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang. Malang, 01 Desember 2011 Arda Siri M. Sumiran P NIM. 0810860003 NIM. 0910860082 Giovanni Candhika Aji Dwiantoro H NIM. 0810860011 NIM. 0910860063 Nidhom Fahmi Ria Dwi Padmala NIM. 0910860041 NIM. 0910860086 Jimmy Paradista S R. M. Putra Mahardika NIM. 0910860078 NIM. 0910860047 Hanisya P. K. M NIM. 0910860024 i Menyetujui, Koordinator Asisten Asisten Laporan Endrik Herdiyan Joni Johanda P NIM. 0810860005 NIM. 0910860079 Mengetahui, Dosen Penanggung Jawab Praktikum, M. Arif Zainul Fuad, S.Kel, M.Sc NIP. 19710904 199903 1 001 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenaan-Nya Nya Laporan Praktikum Mata Kuliah Manajemen Ilmu dan Terumbu Karang dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan Praktikum Mata Kuliah Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang ini dimaksudkan untuk sebagai acuan referensi dan sumber infomasi yang akurat bagi mahasiswa tentang seluk beluk terumbun karang.. Selain itu juga akan dibahas metode-metode metode praktikum dan hasil dari pelaksanaan praktikum itu sendiri. Tidak lupa juga, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses pembuatan laporan ini, khususnya kepada orangtua kami, mi, para dosen, asisten praktikum, teman-teman, teman serta pihak-pihak pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Harapan kami sebagai penulis, semoga adanya Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Tiada iada sesuatu di dunia ini yang sempurna, kami selaku penulis mengharapkan segala macam kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki kembali karya kami ini sehingga menjadikannya lebih baik lagi. Dan juga kami minta maaf sebesar-besarnya sebesar jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam karya kami. Malang, 01 Desember Des 2011 Tim Penyusun iii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………… PENGESAHAN………………………………………………………….….... i KATA PENGANTAR…………………………………………………………… PENGANTAR……………………………………………………………...…….. iii DAFTRA ISI………… ISI……………………..………………………………………………..……… …………………………..……… iv BAB 1 PENDAHULUAN……..……………………………………………………… PENDAHULUAN……..………………………………………………………..… 01 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………… PUSTAKA…………………………………………………………... 03 BAB 3 METODOLOGI………………………………………………………………….. METODOLOGI………………………………………………………………….. 21 BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………………………… PEMBAHASAN………………………………………………………………….. 24 BAB 5 PENUTUP……………………………………………………………………… PENUTUP……………………………………………………………………….. 36 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak ekosistem yang dimiliki Indonesia adalah ekosistem Terumbu Karang (coral reef).. Kurang lebih 14% terumbu karang berada di Indonesia yakni mencapai luas sekitar 75.000 km2. Terumbu Karang memiliki fungsi yang penting, antara lain adalah sebagai penahan ombak dan melindungi pantai dari abrasi, tempat berkumpul dan berkembangbiaknya ikan ikan-ikan ikan dan biota laut lain yang merupakan sumber protein dan sumber bahan obat dari laut. Terumbu Karang juga memiliki fungsi sebagai tempat rekr rekreasi easi bawah air dengan panorama keindahan bawah air yang menarik yang berbeda dengan di darat. Oleh karena itu, Terumbu Karang memiliki nilai ekonomis yang sangat penting bagi Indonesia (Giyanto, 2007). 20 Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas k pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, g, dan kerang mutiara (Ayu, 201 2011). 1.2 Maksud dan Tujuan Tujuan dari pratikum pratikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang ini agar mahasiswa dapat mengetahui langsung apa yang dimaksud dengan terumbu karang,, dapat mengidentifikasi berbagai jenis karang hidup dilapang, dan membedakan berbagai bentuk polip. Manfaat dari praktikum ini mahasiswa mahasiswa dapat mengerti, memahami tentang terumbu mbu karang dan bagian-bagiannya, bagian , dan dapat mempelajari taksonomi polip karang secara mendetail didalam laboratorium. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 5 1.3 Waktu dan Tempat Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang dilaksanakan pada . Hari Minggu, tanggal 20 November 2011 dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 15.00 WIB di Kondang Buntung, Kabupaten Malang . Dan hari Selasa, tanggal 15 November 2011 dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 11.00 WIB di Laboratorium Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 6 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang adalah endapan – endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria, kelas anthozoa, ordo Madreporaria) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme – organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Meskipun karang ditemukan di seluruh lautan dunia, baik perairan kutub maupun perairan ugahari, seperti yang ada di daerah tropik, tetapi hanya di perairan tropik terumbu dapat berkembang. Hal ini disebabkan oleh adanya dua kelompok karang yang berbeda, yang satu dinamakan Hermatipik dan yang lain ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan ahermatipik tidak. Karang ahermatipik tersebar diseluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di wilayah tropik. Perbedaan yang mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel – sel tumbuhan yang bersimbiosis yang dinamakan zooxanthellae, sedangkan karang ahermatipik tidak (Nybakken,1992). Terumbu karang adalah suatu kumpulan hewan bersel satu yang membentuk koloni dan mempunyai rumah yang terbuat dari bahan kapur (CaCO3). Mengingat dalam ekosistem terumbu karang terdapat berbagai jenis organisme maka dapat pula dikatakan sebagai berikut: terumbu karang merupakan sebuah komunitas biologis yang berada di dasar perairan laut yang membentuk struktur padat yang kokoh dan terbuat dari bahan kapur. Organisme utamanya kebanyakan terdiri dari koral dan algae. Terumbu karang terdiri dari berbagai ragam jenis binatang karang yang termasuk ordo scleractinia (Anthozoa/Coelenterata). Untuk terselenggaranya pertumbuhan karang tersebut diperlukan beberapa syarat lingkunmgan ideal antara lain: 1. Perairan harus cukup cerah dan tidak dipengaruhi erosi dari muara sungai. 2. Salinitas cukup 30-32 0/00 . 3. Fluktuasi suhu meksimum dan minimum dari air laut tidak besar 270C ± 20C. 4. Cukup makanan, baik zat hara maupun plankton. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 7 5. Pertumbuhan optimal pada kedalaman kurang dari 35m. Walaupun masih mungkin tumbuh sampai pada kedalaman kurang dari 100m tergantung dari tingkat kecerahan (Wibisono, 2005). Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (Coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dapat dijumpai pada karang yang soliter (Terangi, 2011). 2.1.1 Anatomi Karang Karena anggota – anggota terumbu karang yang dominan adalah karang, maka perlu dimengerti sedikit mengenai anatominya. Karang adalah anggota filum Cnidaria, yang termasuk mempunyai bermacam – macam bentuk seperti ubur–ubur, hydroid, hydra air tawar dan anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas yang sama, yaitu anthozoa. Perbedaan yang utama adalah bahwa karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang hermatipik merupakan koloni, dengan berbagai individu hewan karang atau polip mempunyai mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka yang masif. Tiap mangkuk atau koralit mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan bebrbentuk daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda – beda setiap spesies dan merupakan dasar dalam pembagian spesies karang (Nybakken, 1992). Ditinjau dari segi anatomisnya secara singkat dapat diuraikan bahwa karang tersusun atas unit – unit organisme yang sangat kecil atau disebut polip. Polip tersusun atas 2 lapis jaringan yakni : lapisan epidermis dan gastrodermis yang menempel pada suatu rangka sedangkan antara dua lapisan tersebut dibatasi oleh Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 8 lapisan mesoglea. Hewan polip juga mempunyai senjata untuk menangkap massa berupa benang (mesentery filaments) yang mengandung nematocyst. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, tenggorok, dan columella (bagian tengah dari corralite dibawah mulut). Corralite merupakan bagian rangka yang diendapkan oleh satu hewan polip. Dinding rangka yang mengelilingi masing – masing polip disebut theca. Sedangkan bahan rangka yang mengelilingi koralit disebut coenosteum. Antar polip dihubungkan oleh jaringan yang disebut coenosarc. Tiap koralit terdapat septa yang merupakan struktur menyerupai lempeng dari bahan kapur tersusun radier dari dinding rangka menuju ke titik tengah koralit (Wibisono, 2005). Bentuk mulut lonjong, pada salah satu atau kedua ujung terdapat alur bercilia yang terus memanjang pada sisi pharynx, untuk mengalirkan air ke rongga gastrovaskuler. Alur bercilia pada sea anemone disebut siphonoglyph. Bentuk mulut yang memanjang dan adanya siphonoglyph menyebabkan sea anemone tidak simetri radial tapi simetri bilateral. Mesoglea tebal berisi serabut dan sel amoeboid bebas. Epidermis banyak mengandung lender kadang-kadang mempunyai flagella. Ostia pada septa untuk mengalirkan air antar kamar-kamar. Filament dan acontia kaya nematokis dan sel kelenjar acontia dapat keluar melalui dinding tubuh atau mulut sebagai alat penangkis. Bila sea anemone mengkerut mengecil, permukaan batang tubuh dekat oral akan menutupseluruh tubuh bagian atas (Suwignyo, 2000). Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 9 2.1.2 Morfologi Polip Karang Menurut Terotaowa (2011), Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari: 1. mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri. 2. rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular). 3. dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur). Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan. Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke dalam rangka (Coremap, 2011). Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas), yang merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan (Zonaikan, 2011). Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 10 2.1.3 Bentuk Polip Karang Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding (percabangan) dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit juga berbedabeda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan tentang habitat serta cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor dominan yang menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang (polip) yang berbeda-beda. Menurut Terangi (2011), pembagian bentuk koralit sebagai berikut : Placoid, masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan dipisahkan oleh konesteum. Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk permukaan yang datar. Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga mempunyai koralit dengan dinding masing-masing. Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang koralit disatukan oleh dindingalur-alur membentuk lembah dan dinding yang saling menyatu dan membentuk seperti sungai. Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama. Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai pohon yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya dijumpai kalik utama. Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh permukaan sehingga sangat mudah untuk dikenal. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 11 2.1.4 Cara Makan Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu : 1. Menangkap zooplankton yang melayang dalam air. 2. Menerima hasil fotosintesis zooxanthellae. Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahwa hasil fotosintesis zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi karang tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan sumber makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae. Menurut Tucked (2002) Ada dua mekanisme bagaimana mangsa yang ditangkap karang dapat mencapai mulut: 1. Mangsa ditangkap lalu tentakel membawa mangsa ke mulut. 2. Mangsa ditangkap lalu terbawa ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakel. Pada tentakel polip terdapat racun yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut yang sangat kecil atau disebut plankton sebagai makanan tambahan. Tentaakel karang terbuka pada malam hari dan digunakan untuk menangkap plankton yang melayang-melayang terbawa arus. Karang batu mendapatkan makan dari zooxanthellae (Agatha, 2011). 2.1.5 Asosiasi Karang dan Zoozanthela Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya. Sebagian besar zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta sel/cm2 permukaan karang, ada yang mengatakan antara 1-5 juta sel/cm2. Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis (Konservasilaut, 2011). Dalam simbiosis mutualisme ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa : 1. Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen 2. Mempercepat proses pembentukan kerangka kapur (kalsifikasi) yang menurut Johnston terjadi melalui skema. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 12 Fotosintesis akan menaikkan pH perairan dan menyediakan ion karbonat lebih banyak (ion karbonat sebagai bahan dasar pembentukan kalsium karbonat). Zooxanthellae juga dapat menyingkirkan ion P yang menjadi faktor penghambat proses kalsifikasi, sehingga proses kalsifikasi oleh karang dapat berjalan dengan lancar. Menurut Terang (2011) Zooxanthellae mendapat keuntungan: 1. Memperoleh bahan anorganik dari karang untuk bahan fotosintesis. Bahan anorganik ini merupakan sisa metabolisme karang. 2. Mendapatkan tempat untuk berlindung di dalam jaringan tubuh karang, sehingga terhindar dari pemangsa. 2.1.6 Pertumbuhan dan Reproduksi Karang Menurut Nirmanmunir (2011) Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan). Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat meninggalkan skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh menjadi koloni baru PartenogenesisLarva tumbuh dari telur yang tidak mengalami fertilisasi (Zonaikan, 2011). Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 13 2.2 Klasifikasi Terumbu Karang Terumbu karang. Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenisjenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis Plankton dan jenis-jenis nekton (Shear, 2011). Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat ditemukan di 1 09 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami kerusakan (Ekosistem, 2011). 2.2.1 Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan / Life Form Menurut Timotius (2011), Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan non- Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit. Skeleton Acropora Skeleton non-Acropora Bentuk Pertumbuhan Karang nonAcropora terdiri atas : A. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 14 B. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu. C. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang. D. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain. E. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut. F. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil G. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 15 H. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada rangkanya Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut : A. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting pohon. B. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar. C. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya terjadi pada Acropora yang belum sempurna. D. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh. E. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 16 2.2.2 Berdasarkan Letak / Geomorfologi Menurut Mufti (2007) geomorffologi pada terumbukarang dibagi tiga bagian, yaitu: • Karang tepi (fringing reefs) adalah tipe yang paling umum dijumpai, merupakan terumbu yang tumbuh mengelilingi pulau, jarak dari pantai bervariasi dari 3-300 m. • Karang penghalang (barier reefs), adalah terumbu yang terletak sejajar pantai pulau utama namun dipisahkan oleh laut. Lebar laut pemisah tersebut dapat mencapai enam kilometer dan kedalamannya puluhan meter. • Karang cincin (atoll) adalah terumbu karang yang melingkar atau oval mengelilingi goba. Pada terumbu tersebut terdapat satu atau dua pulau kecil. Karang cincin terbentuk dari tenggelamnya pulau vulkanik yang dikelilingi oleh karang tepi. Saat ini kurang lebih ada 300 atoll di daerah Indo-Pasifik, dan hanya 10 atoll di Karibia. 2.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Karang 2.3.1 Suhu Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi dan perombakan bentuk luar dari karang. Suhu paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar 23 30° C. Temperatur dibawah 18C dapat menghambat pert umbuhan karangbahkan dapat mengakibatkan kematian. Temperatur diatas 33° C dapat menyebabkan gejala pemutihan (bleaching), yaitu keluarnya zooxanthella dari polip karang dan akibat selanjutnya dapat mematikan karang (Abdullohmukhtar, 2011). Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20° C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18° C. Terumbu karang tumbuh dan berkemb ang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25° C, dan dapat menol eransi suhu sampai dengan 36-40° C (Makwin, 2010). Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 17 2.3.2 Salinitas Secara fisiologis, salinitas mempengaruhi kehidupan hewan karang karena adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimal bagi kehidupan karang berkisar 30-35 ‰. Karena itu karang jarang ditemukan hidup di daerah muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan salinitas yang tinggi (Abdullohmukhtar, 2011). Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32¬35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Disisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 ‰ (Makwin, 2010). 2.3.3 Kecerahan Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula (Makwin, 2010). Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula (IPB, 2011). 2.3.4 Sedimen Tekanan sedimen dapat disebabkan oleh aktivitas yang terjadi secara langsung pengeboman pada untuk daerahterumbu, pembangunan terutama pelabuhan, penggalian ataumelalui dan akibat sekunder yang dihasilkan dari perubahan fisik terumbu. Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairantertentu melalui media air yang kemudian mengalami proses pemisahan padatan oleh gayagravitasi. Pada Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang umumnya proses Page 18 Sedimentasi dilakukan setelah proses Koagulasi danFlokulasi dimana tujuannya adalah menjadilebih untuk berat memperbesar dan dapat partikel tenggelam padatan dalam sehingga waktu lebih singkat. Terdapat empat tipe tekanan sedimentasi yaitu : smothering, abrasion, shading,inhibition of recruitment. W alaupun sedimentasi juga memberikan keuntungan karenamenambah lahan pesisir ke arah laut, namun tekanan sedimentasi pada ekosistem karangdapat menyebabkan kematian pada karang dan biota lain yang sensitif terhadap tekanansedimentasi. Kandungan sedimentasi pada kolom perairan dapat mengurangi intensitascahaya yang masuk ke perairan Pengendapan kapur. Pengendapan kapur dapat berasal daripenebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawakelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen. Akibat yang terjadi juga tingkat pertumbuhankarang, mempengaruhi akan mengurangi pola zonasi alami karang. Sedimentasi dapat juga menginvasi daerahkarang karena planula dan hewan karang butuh hidup pada substrat yang keras. Bila hal initerjadi dalam kurun waktu yang sangat lama akan meyebabkan kematian pada karang danbiota lainnya. Kematian pada karang dapat terjadi karena kondisi lingkungan dengan pengaruhtekanan sedimentasi tidak sesuai lagi dengan lingkungan yang cocok bagi algaeZooxanthellae yang hidup pada meninggalkankarang karang, sehingga sehingga terjadi algae pemutihan Zooxanthellae pada akan karang. Bila kondisi perairan tidak sembuh makaalga tersebut akan mencari habitat perairan yang cocok baginya, sehingga pemasok oksigenbagi karang akan terhenti, hal ini pada umumnya menyebabkan kematian pada karang(SyaikhulMahmud,2011). Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya grafitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 19 sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan (Ojanmaul's, 2010). 2.3.5 Sirkulasi Air Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang (Abdullohmukhtar, 2011). Perubahan sirkulasi arus laut. Hampir semua terumbu karang di latitude tinggi (>350) tumbuh pada area dimana arus membawa air hangat dari kawasan tropis. Perubahan alur dan kekuatan arus menyebabkan perbedaan suhu yang dapat mengakibatkan pemutihan karang (Buddemeier et al., 2004). 2.4 Ekosistem Terumbu Karang Konservasi sumberdaya terumbu karang merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem terumbu karang dari kerusakan akibat aktivitas manusia. Kawasan konserbvasi ini biasanya dilindungi oleh hukum sehingga sering disebut Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 20 sebagai kawasan lindung. Secara definisi kawasan konservasi terumbu karang dalam hal ini adalah kawasan lindung laut merupakan suatu kawasan intertidal atau subtidal termasuk didalamnya air dan biota yang berasosiasi, nilai-nilai sejarah dan budaya yang dilindungi oleh hukum atau peraturan lainnya yang dimaksudkan untuk melindungi seluruh lingkungan di sekitarnya. Untuk mencegah semakin rusaknya sumber daya laut khususnya ekosistem terumbu karang disamping telah menerapkan peraturan diperundangan, pemerintah Indonesia melalui Dephut juga telah menetapkan kawasan konservasi kelautan. Inti dari konservasi terumbu karang tersebut ada 3, yaitu: a. Perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta system-sistem penyangga kehidupan. b. Pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah yanmg dilakukan dalam dan luar kawasan serta pengaturan terhadap jenis-jenis yang terancam punahdemnghan memberikan status perlindungan. c. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistemnya melalui: - Pengendalian ekspl.oitasisesuai dengan prinsip kelestarian; - Memajukan usaha-usah penelitian, pendidikan, dan pariwisata. - Pengaturan perdaganagn flora dan fauna (Supriharyono,2007). 2.4.1 Konservasi dan Rehabilitasi Menurut Sarbodo dan Santoso (2008). Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang agar dapat menikmati sumberdaya yang ada sekarang, dengan demikian pengelolaan terumbu karang haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pertama melestarikan,melindungi,mengembangkan,memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbukarang dan sumberdaya yang terkandung didalamnya. Kedua mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat setempat. Ketiga mendorong kesadaran,partisipasi dan kerjasama dari pemerintah daerah, masyarakat setempat Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 21 dalam pelaksanaan dan pengelolaan terumb ukarang. Maka dari itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung terjun dalam pemberdayaan terumbu karang. 2. Mengurangi laju degradasi terumbu karang yang terjadi saat ini. 3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya. 2.4.2 Monitoring Terumbu Karang Pendekatan pelatihan memberikan penekanan pada cara atau metode pembelajaran yang dapat dengan memperhatikan kondisi local atau kemampuan peserta. Pemberian materi diruangan diberikan dengan perkuliahan langsung. Pengembangan dan eksploetasi materi lebih luas dilakukan dengan cara diskusi dan Tanya jawab dngan menggunakan istilah atau bahasa local. Porsi lebih besar dalam penguasaan materi diberikan dalam bentuk simulasi dan praktek lapang disbanding perkuliahan yaitu 60:40. Pendekatan pembelajaran dalam pelatihan juga menggunakan alat bantu dan alat peraga seperti computer dan proyektor, buku pengenalan biota dan sampel biota, dan laminating biota (LIPI,2008). 2.5 Fungsi Dan Manfaat Terumbu Karang Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yang antara lain : Sebagai gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan, tempat berlindung, bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung mapupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan kontruksi (Suharsono, 2004). Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 22 Menurut Dinas Kelautan (2010), manfaat dan Fungsi Terumbu karang dari segi Pariwisata, Perikanan dan Biodiversity. Manfaat Terumbu Karang Terumbu Karang dan segala kehidupan yang terdapat didalamnya merupakan kekayaan alaym yang ernilai tinggi, diantaranya meliputi tempat menangkap ikan, pelindung pantai secara alami, pariwisata dan tempat keanekaragaman hayati Fungsi Pariwisata Keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat rekreasi. Skin Diving atau Snorkeling, SCUBA dan fotografi sebagai kegiatan bawah laut yang sangat tergantung pada keindahan dan pelestarian terumbu karang. Fungsi Perikanan Sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga aktifitas penangkapan ikan oleh nelayan cukup tinggi dikawasan ini. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan perikanan dunia Fungsi Perlindungan Pantai Terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah gelombang alami yang melindungi pantai dari erosi, banjir pantai dan peristiwa perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air lau. Terumbu karang juga memberikan kontribusi untuk akresi (penumpukan) pantai dengan memberikan pasir untuk pantai dan memberikan perlindungan terhadap desa-desa dan infrastruktur daerah pesisir seperti jalan dan bangunan-bangunan lainnya yang berada disepanjang pantai. Apabila dirusak, maka diperlukan milyaran rupiah untuk membuat penghalang buatan yang setara dengan terumbu karang ini. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 23 Fungsi Biodiversity Ekosistem ini mempunyai porduktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi. Keanekaragaman hidup di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau lebih besar dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis. Terumbu karang ini dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi untuk bahan obat-obatan, anti virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat tingi. Manfaat yang terkandung dalam ekosistem terumbu karang seperti pemanfaatan ikan dan biota lainnya pariwisata bahari dan lain-lain. Manfaat lain yang terkandung yaitu penahanan abrasi pantai, pemecah gelombang tempat mengasuh. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 24 3. METODOLOGI 3.1 PRAKTIKUM LABORATORIUM Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum mata kuliah Manajemen Ilmu dan Terumbu Karang di laboratorium adalah sebagai berikut, antara lain ; 3.1.1 Alat Beserta Fungsinya Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang dan fungsinya adalah: • Lup : untuk membantu mengamati polip. • Kamera digital : untuk mengambil gambar obyek yang diamati 3.1.2 Bahan Beserta Fungsinya Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang dan fungsinya adalah: • Karang mati : digunakan sebagai obyek pengamatan 3.2 PRAKTIKUM LAPANG Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum lapang mata kuliah Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang di Pantai Kondang Buntung, Malang antara lain : 3.2.1 Alat Beserta Fungsinya Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang dan fungsinya adalah: • Kamera Digital • Sabak dan pensil 2B : untuk mencatat data hasil pengamatan. • Roll meter 20 m : untuk membuat transek garis • Roster : untuk menempelkan karang : untuk mengambil gambar obyek yang diamati Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 25 • Kabel Tis : untuk mengikatkan karang pada roster • Spidol Permanen : untuk member tanda di kertas taging • Kertas Taging : untuk menandai karang yang ditransplantasi • Alat selam Dasar : untuk bantu waktu transplantasi didalam air 3.2.2 Bahan Beserta Fungsinya Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang dan fungsinya adalah: • Karang mati • Karang hidup : digunakan untuk transplantasi : digunakan sebagai obyek pengamatan Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 26 3.3 SKEMA KERJA 3.3.1 Praktikum Laboratorium Karang mati - diamati dengan kaca pembesar - digambar secara utuh,difoto dengan kamera - digambar bagian polipnya dan septanya lingkar satu, dua , dan difoto. Hasil 3.3.2 Praktikum Lapang Transek garis - dibentangkan di daerah terumbu karang sepanjang 20 meter - diamati terumbu karang dan biota yang ada disekitar area transek garis - dihitung prosentase tutupan karangnya - dicatat data yang didapat Hasil Transplantasi Karang - ditempelkan di roaster - diberi kertas tagging - dinamai/diberi tanda - diikat menggunakan kabel tis - diletakkan didasar laut Hasil Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 27 4. PEMBAHASAN 4.1 Praktikum Laboratorium 4.1.1 Analisa Prosedur Praktikum Manejemen dan Ilmu Terumbu Karang tentang anatomi dan perkembangan formasi karang, langkah pertama adalah disiapkan alat dan bahan. Alat digunakan yaitu kaca pembesar (lup) untuk membantu mengamati polip karang dan kamera digital untuk memfoto karang. Sedangkan bahan yang digunakan adalah karang mati sebagai obyek yang akan diamati polipnya. Langkah kedua, diambil karang mati pertama yang sudah dibagi perkelompok kemudian digambar karang secara utuh lalu diamati bentuk polipnya menggunakan lup agar polip tampak lebih jelas saat pengamatan. Selanjutnya digambar bentuk polip di buku pengamatan. Digambar septa, kosta, dinding, maupun konesteumnya. Dilakukan langkah-langkah tersebut pada sample karang mati yang lain. 4.1.2 Analisa Hasil Analisa hasil dari praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang yaitu ; Materi I Anatomi Karang Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 28 a. Karang masroom non-acropora Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding, septa, koesteum dan septa-costea. Karang masroom termasuk jenis karang non-acropora karena karang acropora hanya memilki radial. b. Karang massive non-acropora Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding, septa, koestuem dan septa-coesta. Karang massive termasuk jenis karang non-acropra karena karang acropora hanya memiliki radial c. Karang tabulate acropora Hasil yang didapakan dari pengamatan praktikum terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding, septa, koasteum, costae dan septa-costea. Karang tabulate termasuk jenis karang acrpora, karena karang acropora memiliki axial dan radial. d. Karang brancing acropora Hasil yang dipadatkan dari pengamatan praktikum terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding, septa, koesteun dan septa-costea. Karang brancing termasuk jenis karang acropora, karena karang aacropora memiliki axial dan radial. e. Karang encrusting non-acropora Hasil yang didapatkan dari pengamatan praktikum terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding, septa, koestem dan septa-cosrea. Karang encrusting termasuk jenis karang acropora karena karang acropora memiliki radial. f. Karang sub-massive non-acropora Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding, septa, koestreum dan septa-costea. Karang sub-massive termasuk jenis karang noin-acropora karena karang non-acropora hanya memiliki radial Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 29 g. Karang feliose non-acrpora Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip terdapat dinding,septa, koesteum, dan septa-costea. Karang feliose termasuk jenis karang non-acropora yang hanya memiliki radial. Gambar Keterangan Karang non-acropora branching Karang non-acropora mushroom Karang non-acropora masif Karang acropora Tabulate Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 30 Karang acropora branching Karang non-acropora encrusting Karang non-acropora sub-massive Karang non-acropora foliose Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 31 Materi II Bentuk Formasi Koloni Karang a. Meandroid Hasil yang didapatkan dari poengamatan terumbu karang yaitu pertumbuhan karang jenis meandroid. Pertumbuhan meandroid lembah teratur. b. Phaceloid Hasil yang didapatkan dari pengamatan termbu karang yaitu pertmbuhan phaceloid. Pertumbuhan plocoid dinding antar polipnya terpisah satu sama lain dan dindingnya terpisah. c. Flabello-meandroid Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu pertumbuhan karang jenis flabello-meandroid. Pertumbuhan flabello-meandroid lembah tidak teratur. d. Cereoid Hasil yang didapatkan dari pengamatan termbu karang yaitu pertumbuhan katang jenis cereoid. Pertumbuhan cereoid dinding polip lebih teratur dan menjadi satu. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 32 Gambar Keterangan Bentuk pertumbuhan koloni karang Meandroid Bentuk pertumbuhan koloni karang Phaceloid Bentuk pertumbuhan koloni karang Flabello-Meandroid Bentuk pertumbuhan koloni karang Cerioid Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 33 4.2 Praktikum Lapang 4.2.1 Deskripsi Tempat Pada saat praktikum lapang yang dilaksanakan di Kondang buntung kondisi cuaca cerah. Pantainya cukup bersih alami, ombak maupun arus besar. Jalan untuk mencapai kondang merak cukup sulit karena harus melewati desa penduduk, hutan mangrove, dan estuari. Kondang Buntung terletak di 08⁰26’17”S lintang selatan dan 112⁰40’41”E bujur timur. 4.2.2 Analisa Prosedur Praktikum Lapang Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang tentang Identifikasi dan penutupan terumbu karang di pantai Sendang biru, Malang. Langkah pertama adalah disiapkan alat yang digunakan dalam praktikum, Alat yang digunakan antara lain , Roll meter 100 meter digunakan sebagai transek garis, sabak dan pensil digunakan untuk mencatat data hasil pengamatan yang didapatkan, kamera digital digunakan untuk mengambil data yang didapatkan, roster untuk menempelkan karang, Kabel Tis untuk mengikatkan karang pada roster, Kertas Taging untuk menandai karang yang ditransplantasi, Alat selam Dasar untuk bantu waktu transplantasi didalam air, Buku Panduan untuk membantu mengidentifikasi. Sedangkan bahannya adalah karang mati yang digunakan sebagai obyek yang akan diamati. Langkah kedua adalah membentangkan transek garis di daerah Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 34 sepanjang 20 meter yang yang akan digunakan, diamati terumbu karang dan segala sesuatu yang berada di bawah transek garis, dihitung nilai prosentase tutupan karangnya. Kemudian dicatat hasil yang didapatkan. 4.2.3 Analisa Hasil Analisa hasil dari praktikum lapang yang dilaksanakan di pantai kondang buntung yakni di dapat beberapa titik-titik yakni : Transition From Kategori To 0 7 CM 7 12 S 12 17 CS 17 22 CM 22 23 S 23 25 OT 25 41 OT 41 43 S 43 48 CM 48 118 S 118 129 ACT 129 193 S 193 200 CM 200 280 S 280 284 CM 284 285 S 285 287 CS 287 294 S 294 300 CM 300 306 S 306 315 CS 315 422 S 422 428 ACB 428 491 S Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 35 491 498 CS 876 884 CS 498 501 S 884 893 S 501 507 CS 893 899 CM 507 532 S 899 1000 S 532 536 CM 1000 1005 CS 536 537 S 1005 1065 S 1065 1072 CM 537 541 CM 1072 1139 S 541 726 S 1139 1151 CE 726 733 CM 1151 1167 S 733 772 S 1167 1182 OT 772 784 CM 1182 1235 CM 784 787 S 1235 1241 S 787 795 CS 1241 1243 CM 795 796 S 1243 1248 S 796 800 CS 1248 1342 CM 800 803 S 1342 1348 S 803 810 CM 1348 1351 CM 810 876 S 1351 1359 S Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 36 1359 1360 CM 1600 1605 S 1360 1366 S 1605 1626 OT 1366 1444 CM 1626 1705 S 1444 1449 S 1705 1714 CM 1449 1473 OT 1714 1826 S 1473 1480 S 1833 1836 S 1480 1481 CM 1836 1843 CM 1481 1489 S 1843 1912 S 1489 1530 CS 1912 1921 CM 1530 1533 S 1921 1924 S 1533 1550 CM 1924 1930 CS 1550 1555 S 1930 1980 S 1555 1578 CM 1980 1988 CS 1578 1587 S 1988 1993 S 1587 1600 CM 1993 2000 CM Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 37 Keterangan : Lokasi Sampel : Pantai Kondang Buntung Sendang Biru Malang Koordinat x : 112. 677 85º Y : 08.438 97º Salinitas : 8,15 ‰ Keterangan Lainnya : Lokasi dekat dengan pelabuhan perikanan. 1. Persentase tutupan karang hidup berdasarkan pada rumus : Ni= (li/L) x 100 % CM (coral massive) : ACT (acropora tabulate) li = 178 cm → 1,78 m li = 11 cm → 0,11 m L = 2000 cm → 20 m L = 2000 cm → 20 m Ni = (1,78/20)x 100 % Ni = (0,11/20)x 100 % = 8,9 % CS (coral sub-massive) = 0.55 % ACB (acropora branching) : : li = 78 cm → 0,78 m li = 6 cm → 0,06 m L = 2000 cm → 20 m L = 2000 cm → 20 m Ni = (0,78/20)x 100 % Ni = (0,06/20)x 100 % = 3,9 % : = 0,3 % Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 38 CE (coral encrasting) li = 12 cm → 0,12 m L = 2000 cm → 20 m Ni = (0,12/20)x 100 % : = 0,6 % 2. Persentase tutupan substrat : S (pasir/sand) OT (others) : : li = 1675 cm → 16,75 m li = 40 cm → 0,40 m L = 2000 cm → 20 m L = 2000 cm → 20 m Ni = (16,75/20)x 100 % Ni = (0,40/20)x 100 % = 83,75 % =2% Transplantasi terumbu karang Pada praktikum tentang transplantasi terumbu karang, didapat hasil bahwa terumbu karang yang dapat ditransplan adalah terumbu jenis acropora branching, karena karang ini mudah beradaptasi, mudah diikat pada rooster, dan jumlah spesiesnya masih banyak pada Indonesia. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 39 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari praktikum Manajemen Ilmu Terumbu Karang antara lain: Terumbu karang adalah endapan – endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria, kelas anthozoa, ordo Madreporaria) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme – organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Polip tersusun atas 2 lapis jaringan yakni : lapisan epidermis dan gastrodermis yang menempel pada suatu rangka sedangkan antara dua lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan mesoglea. Morfologi terumbu karang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) dan terdiri atas lempeng dasar, epiteka, koralit, koralum, kalik, kosta, kolumela dan septa. Bentuk polip karang antara lain placoid, cerioid, phaceloid, meandroid, flabello-meandroid, dendroid dan hydnophoroid. Cara makan karang ada dua antara lain menangkap zooplankton yang melayang dalam air dan menerima hasil fotosintesis zooxanthellae. Karang mendapatkan sejumlah keuntungan dari asosiasi dengan zooxanthellae berupa hasil fotosintesis (gula, asam amino dan oksigen). Karang bereproduksi secara aseksual dengan fragmentasi dan budding juga bereproduksi secara seksual dengan fertilisasi. Kalsifikasi adalah adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan rangka karang. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik. Konservasi sumberdaya terumbu karang merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem terumbu karang dari kerusakan akibat aktivitas manusia. Kawasan konserbvasi ini biasanya dilindungi oleh hukum sehingga Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 40 sering disebut sebagai kawasan lindung. Secara definisi kawasan konservasi terumbu karang dalam hal ini adalah kawasan lindung laut merupakan suatu kawasan intertidal atau subtidal termasuk didalamnya air dan biota yang berasosiasi, nilai-nilai sejarah dan budaya yang dilindungi oleh hukum atau peraturan lainnya yang dimaksudkan untuk melindungi seluruh lingkungan di sekitarnya. Prosentase penutupan karang di Pantai Kondang Buntung, Malang : Kategori S (Sand) : 83,75 % Kategori OT (Others) :2% Kategori CM (Coral massive) : 8,9 % Kategori CS (Coral sub-massive) : 3,9 % Kategori ACT (acropora tabulate) : 0,55 % Kategori ACB (acropora branching) : 0,3 % Kategori CE (coral encrasting) : 0,6 % Jadi prosentase penutupan karang di Pantai Kondang Merak , Malang adalah didominasi oleh karang jenis coral massive (non-acropora). 5.2 Saran Diharapkan untuk praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang baik yang di lapang dan di laboratorium untuk praktikum selanjutnya waktunya jangan terlalu dekat dengan UAS kalo bisa diawal semester. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 41 DAFTAR PUSTAKA Ariani A, 2010. Pengaruh Kegiatan Pembangunan Terhadap Ekosistem Terumbu Karang. http://repoistory.UI.ac.id/contents/Pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2011. Giyanto, 2007. Perdagangan Karang hias Suatu ancaman terhadap Ekosistem Terumbu Karang.http://elib.pdii.LIPI.go.id/catalog/indexphp/pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2011. Suharsono, 2004. Jenis –jenis Karang di Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. Suwignyo, 2000. Avertebrata Air, oleh Sugiarti Suwignyo, Bambang Widigdo, Yusli Wardianto, Majariana Krisanti. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Terangi, 2011. http://www.terangi.or.id/publications/pdf/biologikarang.pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2011. Wibisono, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit Grasindo. Jakarta. Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 42 LAMPIRAN Anatomi Karang Gambar Keterangan Karang non-acropora branching Karang non-acropora mushroom Karang non-acropora masif Karang acropora Tabulate Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 43 Karang acropora branching Karang non-acropora encrusting Karang non-acropora sub-massive Karang non-acropora foliose Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 44 Bentuk Formasi Koloni Karang Gambar Keterangan Bentuk pertumbuhan koloni karang Meandroid Bentuk pertumbuhan koloni karang Phaceloid Bentuk pertumbuhan koloni karang Flabello-Meandroid Bentuk pertumbuhan koloni karang Cerioid Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 45 Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang Page 46