Laporan Praktikim Ilmu dan Manajemen Terumbuh Karang

advertisement
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang ini disusun
sebagai tugas akhir menyelesaikan Praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu
Karang dan salah satu syarat lulus mata kuliah Ilmu dan Manajemen Terumbu
Karang.
Malang, 01 Desember 2011
Arda Siri
M. Sumiran P
NIM. 0810860003
NIM. 0910860082
Giovanni Candhika
Aji Dwiantoro H
NIM. 0810860011
NIM. 0910860063
Nidhom Fahmi
Ria Dwi Padmala
NIM. 0910860041
NIM. 0910860086
Jimmy Paradista S
R. M. Putra Mahardika
NIM. 0910860078
NIM. 0910860047
Hanisya P. K. M
NIM. 0910860024
i
Menyetujui,
Koordinator Asisten
Asisten Laporan
Endrik Herdiyan
Joni Johanda P
NIM. 0810860005
NIM. 0910860079
Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
Praktikum,
M. Arif Zainul Fuad, S.Kel, M.Sc
NIP. 19710904 199903 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
perkenaan-Nya
Nya Laporan Praktikum Mata Kuliah Manajemen Ilmu dan Terumbu
Karang dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Laporan Praktikum Mata Kuliah Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang ini
dimaksudkan untuk sebagai acuan referensi dan sumber infomasi yang akurat bagi
mahasiswa tentang seluk beluk terumbun karang.. Selain itu juga akan dibahas
metode-metode
metode praktikum dan hasil dari pelaksanaan praktikum itu sendiri.
Tidak lupa juga, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam proses pembuatan laporan ini, khususnya kepada orangtua
kami,
mi, para dosen, asisten praktikum, teman-teman,
teman
serta pihak-pihak
pihak lain yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu. Harapan kami sebagai penulis, semoga adanya
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya.
Tiada
iada sesuatu di
dunia ini
yang sempurna, kami
selaku penulis
mengharapkan segala macam kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
memperbaiki kembali karya kami ini sehingga menjadikannya lebih baik lagi. Dan
juga kami minta maaf sebesar-besarnya
sebesar
jika terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam karya kami.
Malang, 01 Desember
Des
2011
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………
PENGESAHAN………………………………………………………….….... i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
PENGANTAR……………………………………………………………...…….. iii
DAFTRA ISI…………
ISI……………………..………………………………………………..………
…………………………..……… iv
BAB 1 PENDAHULUAN……..………………………………………………………
PENDAHULUAN……..………………………………………………………..… 01
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………
PUSTAKA…………………………………………………………... 03
BAB 3 METODOLOGI…………………………………………………………………..
METODOLOGI………………………………………………………………….. 21
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………………………
PEMBAHASAN………………………………………………………………….. 24
BAB 5 PENUTUP………………………………………………………………………
PENUTUP……………………………………………………………………….. 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu dari sekian banyak ekosistem yang dimiliki Indonesia adalah
ekosistem Terumbu Karang (coral reef).. Kurang lebih 14% terumbu karang berada di
Indonesia yakni mencapai luas sekitar 75.000 km2. Terumbu Karang memiliki fungsi
yang penting, antara lain adalah sebagai penahan ombak dan melindungi pantai dari
abrasi, tempat berkumpul dan berkembangbiaknya ikan
ikan-ikan
ikan dan biota laut lain yang
merupakan sumber protein dan sumber bahan obat dari laut. Terumbu Karang juga
memiliki fungsi sebagai tempat rekr
rekreasi
easi bawah air dengan panorama keindahan
bawah air yang menarik yang berbeda dengan di darat. Oleh karena itu, Terumbu
Karang memiliki nilai ekonomis yang sangat penting bagi Indonesia (Giyanto, 2007).
20
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas
k
pesisir tropis
yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis.
Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik,
tempat pemijahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota.
Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk
yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang
karang, alga, teripang,
g, dan kerang mutiara (Ayu, 201
2011).
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari pratikum
pratikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang ini agar
mahasiswa dapat mengetahui langsung apa yang dimaksud dengan terumbu
karang,, dapat mengidentifikasi berbagai jenis karang hidup dilapang, dan
membedakan berbagai bentuk polip.
Manfaat dari praktikum ini mahasiswa
mahasiswa dapat mengerti, memahami tentang
terumbu
mbu karang dan bagian-bagiannya,
bagian
, dan dapat mempelajari taksonomi polip
karang secara mendetail didalam laboratorium.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 5
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang dilaksanakan pada . Hari
Minggu, tanggal 20 November 2011 dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 15.00 WIB
di Kondang Buntung, Kabupaten Malang . Dan hari Selasa, tanggal 15 November
2011 dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 11.00 WIB di Laboratorium Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terumbu Karang
Terumbu karang adalah endapan – endapan masif yang penting dari kalsium
karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria, kelas anthozoa, ordo
Madreporaria) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme –
organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Meskipun karang ditemukan di
seluruh lautan dunia, baik perairan kutub maupun perairan ugahari, seperti yang ada
di daerah tropik, tetapi hanya di perairan tropik terumbu dapat berkembang. Hal ini
disebabkan oleh adanya dua kelompok karang yang berbeda, yang satu dinamakan
Hermatipik dan yang lain ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan
terumbu sedangkan ahermatipik tidak. Karang ahermatipik tersebar diseluruh dunia,
tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di wilayah tropik. Perbedaan yang
mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang
hermatipik terdapat sel – sel tumbuhan yang bersimbiosis yang dinamakan
zooxanthellae, sedangkan karang ahermatipik tidak (Nybakken,1992).
Terumbu karang adalah suatu kumpulan hewan bersel satu yang membentuk
koloni dan mempunyai rumah yang terbuat dari bahan kapur (CaCO3). Mengingat
dalam ekosistem terumbu karang terdapat berbagai jenis organisme maka dapat
pula dikatakan sebagai berikut: terumbu karang merupakan sebuah komunitas
biologis yang berada di dasar perairan laut yang membentuk struktur padat yang
kokoh dan terbuat dari bahan kapur. Organisme utamanya kebanyakan terdiri dari
koral dan algae. Terumbu karang terdiri dari berbagai ragam jenis binatang karang
yang termasuk ordo scleractinia (Anthozoa/Coelenterata). Untuk terselenggaranya
pertumbuhan karang tersebut diperlukan beberapa syarat lingkunmgan ideal antara
lain:
1. Perairan harus cukup cerah dan tidak dipengaruhi erosi dari muara sungai.
2. Salinitas cukup 30-32 0/00 .
3. Fluktuasi suhu meksimum dan minimum dari air laut tidak besar 270C ± 20C.
4. Cukup makanan, baik zat hara maupun plankton.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 7
5. Pertumbuhan optimal pada kedalaman kurang dari 35m. Walaupun masih
mungkin tumbuh sampai pada kedalaman kurang dari 100m tergantung dari
tingkat kecerahan (Wibisono, 2005).
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan
tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berongga)
atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (Coral) mencakup karang dari Ordo
Scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa.
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai
dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm.
Namun pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar
dapat dijumpai pada karang yang soliter (Terangi, 2011).
2.1.1 Anatomi Karang
Karena anggota – anggota terumbu karang yang dominan adalah karang,
maka perlu dimengerti sedikit mengenai anatominya. Karang adalah anggota filum
Cnidaria, yang termasuk mempunyai bermacam – macam bentuk seperti ubur–ubur,
hydroid, hydra air tawar dan anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota
taksonomi kelas yang sama, yaitu anthozoa. Perbedaan yang utama adalah bahwa
karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon
tidak. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang hermatipik
merupakan koloni, dengan berbagai individu hewan karang atau polip mempunyai
mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka yang masif. Tiap mangkuk atau koralit
mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan bebrbentuk daun yang keluar dari
dasar. Pola septa berbeda – beda setiap spesies dan merupakan dasar dalam
pembagian spesies karang (Nybakken, 1992).
Ditinjau dari segi anatomisnya secara singkat dapat diuraikan bahwa karang
tersusun atas unit – unit organisme yang sangat kecil atau disebut polip. Polip
tersusun atas 2 lapis jaringan yakni : lapisan epidermis dan gastrodermis yang
menempel pada suatu rangka sedangkan antara dua lapisan tersebut dibatasi oleh
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 8
lapisan mesoglea. Hewan polip juga mempunyai senjata untuk menangkap massa
berupa benang (mesentery filaments) yang mengandung nematocyst. Sistem
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorok, dan columella (bagian tengah dari corralite
dibawah mulut). Corralite merupakan bagian rangka yang diendapkan oleh satu
hewan polip. Dinding rangka yang mengelilingi masing – masing polip disebut theca.
Sedangkan bahan rangka yang mengelilingi koralit disebut coenosteum. Antar polip
dihubungkan oleh jaringan yang disebut coenosarc. Tiap koralit terdapat septa yang
merupakan struktur menyerupai lempeng dari bahan kapur tersusun radier dari
dinding rangka menuju ke titik tengah koralit (Wibisono, 2005).
Bentuk mulut lonjong, pada salah satu atau kedua ujung terdapat alur bercilia
yang terus memanjang pada sisi pharynx, untuk mengalirkan air ke rongga
gastrovaskuler. Alur bercilia pada sea anemone disebut siphonoglyph. Bentuk mulut
yang memanjang dan adanya siphonoglyph menyebabkan sea anemone tidak
simetri radial tapi simetri bilateral. Mesoglea tebal berisi serabut dan sel amoeboid
bebas. Epidermis banyak mengandung lender kadang-kadang mempunyai flagella.
Ostia pada septa untuk mengalirkan air antar kamar-kamar. Filament dan acontia
kaya nematokis dan sel kelenjar acontia dapat keluar melalui dinding tubuh atau
mulut sebagai alat penangkis. Bila sea anemone mengkerut mengecil, permukaan
batang tubuh dekat oral akan menutupseluruh tubuh bagian atas (Suwignyo, 2000).
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 9
2.1.2 Morfologi Polip Karang
Menurut Terotaowa (2011), Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian
tubuh terdiri dari:
1. mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari
perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan
(gastrovascular).
3. dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut
gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara
kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea.
Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada
sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna
membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat
(kapur).
Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari
kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan.
Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif
dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari
tentekel ditarik masuk ke dalam rangka (Coremap, 2011).
Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas), yang
merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat
(nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan
akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada
zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun
akan dikeluarkan (Zonaikan, 2011).
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 10
2.1.3 Bentuk Polip Karang
Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding (percabangan)
dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit juga berbedabeda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan tentang habitat serta
cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor dominan yang
menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang (polip) yang
berbeda-beda.
Menurut Terangi (2011), pembagian bentuk koralit sebagai berikut :
Placoid,
masing-masing
koralit
memiliki
dindingnya
masing-masing
dan
dipisahkan oleh konesteum.
Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan
membentuk
permukaan
yang datar.
Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung
dan
juga
mempunyai koralit dengan dinding masing-masing.
Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang
koralit disatukan oleh dindingalur-alur
membentuk lembah dan
dinding yang saling menyatu dan membentuk
seperti sungai.
Flabello-meandroid,
seperti
meandroid,
membentuk
lembah-lembah
memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama.
Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai pohon
yang dijumpai cabang-cabang dan di
ujung cabang biasanya dijumpai kalik
utama.
Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh permukaan
sehingga sangat mudah untuk dikenal.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 11
2.1.4 Cara Makan
Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu :
1. Menangkap zooplankton yang melayang dalam air.
2. Menerima hasil fotosintesis zooxanthellae.
Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahwa hasil fotosintesis
zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi
kebutuhan proses respirasi karang tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001).
Sebagian ahli lagi mengatakan sumber makanan karang 75-99% berasal dari
zooxanthellae. Menurut Tucked (2002) Ada dua mekanisme bagaimana mangsa
yang ditangkap karang dapat mencapai mulut:
1. Mangsa ditangkap lalu tentakel membawa mangsa ke mulut.
2. Mangsa ditangkap lalu terbawa ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakel.
Pada tentakel polip terdapat racun yang digunakan untuk menangkap
berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut yang sangat kecil atau disebut plankton
sebagai makanan tambahan. Tentaakel karang terbuka pada malam hari dan
digunakan untuk menangkap plankton yang melayang-melayang terbawa arus.
Karang batu mendapatkan makan dari zooxanthellae (Agatha, 2011).
2.1.5 Asosiasi Karang dan Zoozanthela
Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis
pada hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya. Sebagian besar
zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang
diperkirakan > 1 juta sel/cm2 permukaan karang, ada yang mengatakan antara 1-5
juta sel/cm2. Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar zooxanthellae
melakukan simbiosis (Konservasilaut, 2011).
Dalam simbiosis mutualisme ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan
berupa :
1.
Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
2.
Mempercepat proses pembentukan kerangka kapur (kalsifikasi) yang
menurut Johnston terjadi melalui skema.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 12
Fotosintesis akan menaikkan pH perairan dan menyediakan ion karbonat
lebih banyak (ion karbonat sebagai bahan dasar pembentukan kalsium karbonat).
Zooxanthellae juga dapat menyingkirkan ion P yang menjadi faktor penghambat
proses kalsifikasi, sehingga proses kalsifikasi oleh karang dapat berjalan dengan
lancar.
Menurut Terang (2011) Zooxanthellae mendapat keuntungan:
1. Memperoleh bahan anorganik dari karang untuk bahan fotosintesis. Bahan
anorganik ini merupakan sisa metabolisme karang.
2. Mendapatkan tempat untuk berlindung di dalam jaringan tubuh karang,
sehingga terhindar dari pemangsa.
2.1.6 Pertumbuhan dan Reproduksi Karang
Menurut
Nirmanmunir
(2011)
Seperti
hewan
lain,
karang
memiliki
kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual.
Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan
gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini,
polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan
potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada
pembentukan koloni baru.
Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan
sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena
selain
terjadi
fertilisasi,
juga
melalui
sejumlah
tahap
lanjutan
(pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan
pematangan).
Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup
dapat meninggalkan skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian
menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh
menjadi koloni baru PartenogenesisLarva tumbuh dari telur yang tidak mengalami
fertilisasi (Zonaikan, 2011).
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 13
2.2 Klasifikasi Terumbu Karang
Terumbu karang. Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh
biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga
berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenisjenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta
biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis
Plankton dan jenis-jenis nekton (Shear, 2011).
Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000
km2, dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30
°LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat ditemukan di 1 09 negara di seluruh
dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami
kerusakan (Ekosistem, 2011).
2.2.1 Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan / Life Form
Menurut Timotius (2011), Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni
yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk
pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis
(gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure
dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas
karang Acropora dan non-Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora
dengan non- Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian
yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki
radial koralit.
Skeleton Acropora Skeleton non-Acropora Bentuk Pertumbuhan Karang nonAcropora terdiri atas :
A. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih
panjang daripada diameter yang dimiliki, banyak terdapat
di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng,
terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat
banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan
invertebrata tertentu.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 14
B. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi
serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu.
Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya
ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan
bagian atas lereng terumbu.
C. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai
dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan
keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat
pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama
mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat
memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan
kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
D.
Bentuk
lembaran
(foliose),
merupakan
lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu,
berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar,
terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang
terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan
dan hewan lain.
E. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak
seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung
bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
F. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh
dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil
G. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang
dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung
koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 15
H. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan
adanya warna biru pada rangkanya
Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut :
A. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora),
bentuk bercabang seperti ranting pohon.
B.
Acropora
meja
(Tabulate
Acropora),
bentuk
bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti
meja. Karang ini ditopang dengan batang yang
berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk
sudut atau datar.
C. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk
merayap, biasanya terjadi pada Acropora yang belum
sempurna.
D.
Acropora
Submasif
(Submassive
Acropora),
percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
E. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk
percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari
tangan
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 16
2.2.2 Berdasarkan Letak / Geomorfologi
Menurut Mufti (2007) geomorffologi pada terumbukarang dibagi tiga bagian,
yaitu:
•
Karang tepi (fringing reefs) adalah tipe yang paling umum dijumpai,
merupakan terumbu yang tumbuh mengelilingi pulau, jarak dari pantai
bervariasi dari 3-300 m.
•
Karang penghalang (barier reefs), adalah terumbu yang terletak sejajar
pantai pulau utama namun dipisahkan oleh laut. Lebar laut pemisah
tersebut dapat mencapai enam kilometer dan kedalamannya puluhan
meter.
•
Karang cincin (atoll) adalah terumbu karang yang melingkar atau oval
mengelilingi goba. Pada terumbu tersebut terdapat satu atau dua pulau
kecil. Karang cincin terbentuk dari tenggelamnya pulau vulkanik yang
dikelilingi oleh karang tepi. Saat ini kurang lebih ada 300 atoll di daerah
Indo-Pasifik, dan hanya 10 atoll di Karibia.
2.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Karang
2.3.1 Suhu
Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi dan perombakan
bentuk luar dari karang. Suhu paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar 23 30° C. Temperatur dibawah 18C dapat menghambat pert umbuhan karangbahkan
dapat mengakibatkan kematian. Temperatur diatas 33° C dapat menyebabkan
gejala pemutihan (bleaching), yaitu keluarnya zooxanthella dari polip karang dan
akibat selanjutnya dapat mematikan karang (Abdullohmukhtar, 2011).
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut
yang isoterm pada suhu 20° C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di
bawah suhu 18° C. Terumbu karang tumbuh dan berkemb ang optimal pada perairan
bersuhu rata-rata tahunan 23-25° C, dan dapat menol eransi suhu sampai dengan
36-40° C (Makwin, 2010).
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 17
2.3.2 Salinitas
Secara fisiologis, salinitas mempengaruhi kehidupan hewan karang karena
adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimal bagi kehidupan
karang berkisar 30-35 ‰. Karena itu karang jarang ditemukan hidup di daerah
muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan salinitas yang tinggi
(Abdullohmukhtar, 2011).
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal
32¬35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang
mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti
penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Disisi lain,
terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia
yang salinitasnya 42 ‰ (Makwin, 2010).
2.3.3 Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi
berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan
yang tinggi pula (Makwin, 2010).
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi
berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan
yang tinggi pula (IPB, 2011).
2.3.4 Sedimen
Tekanan sedimen dapat disebabkan oleh aktivitas yang terjadi
secara
langsung
pengeboman
pada
untuk
daerahterumbu,
pembangunan
terutama
pelabuhan,
penggalian
ataumelalui
dan
akibat
sekunder yang dihasilkan dari perubahan fisik terumbu. Sedimentasi
adalah
masuknya
muatan
sedimen
ke
dalam
suatu
lingkungan
perairantertentu melalui media air yang kemudian mengalami proses
pemisahan
padatan
oleh
gayagravitasi.
Pada
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
umumnya
proses
Page 18
Sedimentasi dilakukan setelah proses Koagulasi danFlokulasi dimana
tujuannya
adalah
menjadilebih
untuk
berat
memperbesar
dan
dapat
partikel
tenggelam
padatan
dalam
sehingga
waktu
lebih
singkat. Terdapat empat tipe tekanan sedimentasi yaitu : smothering,
abrasion, shading,inhibition of recruitment. W alaupun sedimentasi juga
memberikan keuntungan karenamenambah lahan pesisir ke arah laut,
namun tekanan sedimentasi pada ekosistem karangdapat menyebabkan
kematian
pada
karang
dan
biota
lain
yang
sensitif
terhadap
tekanansedimentasi. Kandungan sedimentasi pada kolom perairan dapat
mengurangi intensitascahaya yang masuk ke perairan Pengendapan
kapur. Pengendapan kapur dapat berasal daripenebangan pohon yang
dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawakelaut
dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar
matahari tertutup oleh sedimen. Akibat yang terjadi
juga
tingkat
pertumbuhankarang,
mempengaruhi
akan mengurangi
pola
zonasi
alami
karang. Sedimentasi dapat juga menginvasi daerahkarang karena planula
dan hewan karang butuh hidup pada substrat yang keras. Bila hal
initerjadi dalam kurun waktu yang sangat lama akan meyebabkan
kematian pada karang danbiota lainnya. Kematian pada karang dapat
terjadi karena kondisi lingkungan dengan pengaruhtekanan sedimentasi
tidak sesuai lagi dengan lingkungan yang cocok bagi algaeZooxanthellae
yang
hidup
pada
meninggalkankarang
karang,
sehingga
sehingga
terjadi
algae
pemutihan
Zooxanthellae
pada
akan
karang.
Bila
kondisi perairan tidak sembuh makaalga tersebut akan mencari habitat
perairan yang cocok baginya, sehingga pemasok oksigenbagi karang
akan terhenti, hal ini pada umumnya menyebabkan kematian pada
karang(SyaikhulMahmud,2011).
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi,
vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang
mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya grafitasi.
Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju. Mekanisme
pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena
berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 19
sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang
mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem
yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya
channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas
bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di
suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar
kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah
sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari
sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati
cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan, maka
cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin
dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan
sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan
kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya
patahan (Ojanmaul's, 2010).
2.3.5 Sirkulasi Air
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila
membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan
zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di
perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada
kematian karang (Abdullohmukhtar, 2011).
Perubahan sirkulasi arus laut. Hampir semua terumbu karang di latitude
tinggi (>350) tumbuh pada area dimana arus membawa air hangat dari kawasan
tropis. Perubahan alur dan kekuatan arus menyebabkan perbedaan suhu yang
dapat mengakibatkan pemutihan karang (Buddemeier et al., 2004).
2.4 Ekosistem Terumbu Karang
Konservasi sumberdaya terumbu karang merupakan salah satu implementasi
pengelolaan ekosistem terumbu karang dari kerusakan akibat aktivitas manusia.
Kawasan konserbvasi ini biasanya dilindungi oleh hukum sehingga sering disebut
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 20
sebagai kawasan lindung. Secara definisi kawasan konservasi terumbu karang
dalam hal ini adalah kawasan lindung laut merupakan suatu kawasan intertidal atau
subtidal termasuk didalamnya air dan biota yang berasosiasi, nilai-nilai sejarah dan
budaya yang dilindungi oleh hukum atau peraturan lainnya yang dimaksudkan untuk
melindungi seluruh lingkungan di sekitarnya.
Untuk mencegah semakin rusaknya sumber daya laut khususnya ekosistem
terumbu karang disamping telah menerapkan peraturan diperundangan, pemerintah
Indonesia melalui Dephut juga telah menetapkan kawasan konservasi kelautan. Inti
dari konservasi terumbu karang tersebut ada 3, yaitu:
a. Perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta system-sistem
penyangga kehidupan.
b. Pengawetan keanekaragaman sumber plasma
nutfah yanmg dilakukan
dalam dan luar kawasan serta pengaturan terhadap jenis-jenis yang
terancam punahdemnghan memberikan status perlindungan.
c. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistemnya melalui:
-
Pengendalian ekspl.oitasisesuai dengan prinsip kelestarian;
-
Memajukan usaha-usah penelitian, pendidikan, dan pariwisata.
-
Pengaturan perdaganagn flora dan fauna
(Supriharyono,2007).
2.4.1 Konservasi dan Rehabilitasi
Menurut Sarbodo dan Santoso (2008). Suatu pengelolaan yang baik adalah
yang memikirkan generasi mendatang agar dapat menikmati sumberdaya yang ada
sekarang, dengan demikian pengelolaan terumbu karang haruslah memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
Pertama
melestarikan,melindungi,mengembangkan,memperbaiki
dan
meningkatkan kondisi atau kualitas terumbukarang dan sumberdaya yang
terkandung didalamnya. Kedua mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk
menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai dengan
karakteristik
wilayah
dan
masyarakat
setempat.
Ketiga
mendorong
kesadaran,partisipasi dan kerjasama dari pemerintah daerah, masyarakat setempat
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 21
dalam pelaksanaan dan pengelolaan terumb ukarang. Maka dari itu perlu dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung terjun dalam
pemberdayaan terumbu karang.
2.
Mengurangi laju degradasi terumbu karang yang terjadi saat ini.
3.
Mengelola
terumbu
karang
berdasarkan
karakteristik,
potensi,
pemanfaatan dan status hukumnya.
2.4.2 Monitoring Terumbu Karang
Pendekatan pelatihan memberikan penekanan pada cara atau metode
pembelajaran yang dapat dengan memperhatikan kondisi local atau kemampuan
peserta. Pemberian materi diruangan diberikan dengan perkuliahan langsung.
Pengembangan dan eksploetasi materi lebih luas dilakukan dengan cara diskusi dan
Tanya jawab dngan menggunakan istilah atau bahasa local. Porsi lebih besar dalam
penguasaan materi diberikan dalam bentuk simulasi dan praktek lapang disbanding
perkuliahan
yaitu
60:40.
Pendekatan
pembelajaran
dalam
pelatihan
juga
menggunakan alat bantu dan alat peraga seperti computer dan proyektor, buku
pengenalan biota dan sampel biota, dan laminating biota (LIPI,2008).
2.5 Fungsi Dan Manfaat Terumbu Karang
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yang antara lain : Sebagai
gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau
tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan, tempat berlindung, bagi
hewan laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya
siklus biologi, kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas
yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung
mapupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan kontruksi
(Suharsono, 2004).
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 22
Menurut Dinas Kelautan (2010), manfaat dan Fungsi Terumbu karang dari
segi Pariwisata, Perikanan dan Biodiversity.
Manfaat Terumbu Karang
Terumbu
Karang
dan
segala
kehidupan
yang
terdapat
didalamnya
merupakan kekayaan alaym yang ernilai tinggi, diantaranya meliputi tempat
menangkap
ikan,
pelindung
pantai
secara
alami,
pariwisata
dan
tempat
keanekaragaman hayati
Fungsi Pariwisata
Keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan airnya membuat
kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat rekreasi. Skin Diving atau
Snorkeling, SCUBA dan fotografi sebagai kegiatan bawah laut yang sangat
tergantung pada keindahan dan pelestarian terumbu karang.
Fungsi Perikanan
Sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya ikan-ikan karang yang memiliki
nilai ekonomi tinggi sehingga aktifitas penangkapan ikan oleh nelayan cukup tinggi
dikawasan ini. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang
secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari
jumlah tangkapan perikanan dunia
Fungsi Perlindungan Pantai
Terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah gelombang alami
yang melindungi pantai dari erosi, banjir pantai dan peristiwa perusakan lainnya
yang diakibatkan oleh fenomena air lau. Terumbu karang juga memberikan
kontribusi untuk akresi (penumpukan) pantai dengan memberikan pasir untuk pantai
dan memberikan perlindungan terhadap desa-desa dan infrastruktur daerah pesisir
seperti jalan dan bangunan-bangunan lainnya yang berada disepanjang pantai.
Apabila dirusak, maka diperlukan milyaran rupiah untuk membuat penghalang
buatan yang setara dengan terumbu karang ini.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 23
Fungsi Biodiversity
Ekosistem ini mempunyai porduktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi.
Keanekaragaman hidup di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau
lebih besar dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis. Terumbu karang ini
dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi untuk bahan obat-obatan,
anti virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat tingi. Manfaat yang
terkandung dalam ekosistem terumbu karang seperti pemanfaatan ikan dan biota
lainnya pariwisata bahari dan lain-lain. Manfaat lain yang terkandung yaitu
penahanan abrasi pantai, pemecah gelombang tempat mengasuh.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 24
3. METODOLOGI
3.1 PRAKTIKUM LABORATORIUM
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum mata kuliah Manajemen Ilmu
dan Terumbu Karang di laboratorium adalah sebagai berikut, antara lain ;
3.1.1 Alat Beserta Fungsinya
Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang
dan fungsinya adalah:
•
Lup
: untuk membantu mengamati polip.
•
Kamera digital
: untuk mengambil gambar obyek yang diamati
3.1.2 Bahan Beserta Fungsinya
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu
Karang dan fungsinya adalah:
•
Karang mati
: digunakan sebagai obyek pengamatan
3.2 PRAKTIKUM LAPANG
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum lapang mata kuliah
Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang di Pantai Kondang Buntung, Malang antara
lain :
3.2.1 Alat Beserta Fungsinya
Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu Karang
dan fungsinya adalah:
•
Kamera Digital
•
Sabak dan pensil 2B : untuk mencatat data hasil pengamatan.
•
Roll meter 20 m
: untuk membuat transek garis
•
Roster
: untuk menempelkan karang
: untuk mengambil gambar obyek yang diamati
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 25
•
Kabel Tis
: untuk mengikatkan karang pada roster
•
Spidol Permanen
: untuk member tanda di kertas taging
•
Kertas Taging
: untuk menandai karang yang ditransplantasi
•
Alat selam Dasar
: untuk bantu waktu transplantasi didalam air
3.2.2 Bahan Beserta Fungsinya
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ilmu dan Manajemen Terumbu
Karang dan fungsinya adalah:
•
Karang mati
•
Karang hidup : digunakan untuk transplantasi
: digunakan sebagai obyek pengamatan
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 26
3.3 SKEMA KERJA
3.3.1 Praktikum Laboratorium
Karang mati
- diamati dengan kaca pembesar
- digambar secara utuh,difoto dengan kamera
- digambar bagian polipnya dan septanya lingkar satu, dua
, dan difoto.
Hasil
3.3.2 Praktikum Lapang
Transek garis
-
dibentangkan di daerah terumbu karang
sepanjang 20 meter
-
diamati terumbu karang dan biota yang ada disekitar
area transek garis
-
dihitung prosentase tutupan karangnya
-
dicatat data yang didapat
Hasil
Transplantasi Karang
-
ditempelkan di roaster
-
diberi kertas tagging
-
dinamai/diberi tanda
-
diikat menggunakan kabel tis
-
diletakkan didasar laut
Hasil
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 27
4. PEMBAHASAN
4.1 Praktikum Laboratorium
4.1.1 Analisa Prosedur
Praktikum Manejemen dan Ilmu Terumbu Karang tentang anatomi dan
perkembangan formasi karang, langkah pertama adalah disiapkan alat dan bahan.
Alat digunakan yaitu kaca pembesar (lup) untuk membantu mengamati polip karang
dan kamera digital untuk memfoto karang. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah karang mati sebagai obyek yang akan diamati polipnya. Langkah kedua,
diambil karang mati pertama yang sudah dibagi perkelompok kemudian digambar
karang secara utuh lalu diamati bentuk polipnya menggunakan lup agar polip
tampak lebih jelas saat pengamatan. Selanjutnya digambar bentuk polip di buku
pengamatan. Digambar septa, kosta, dinding, maupun konesteumnya. Dilakukan
langkah-langkah tersebut pada sample karang mati yang lain.
4.1.2 Analisa Hasil
Analisa hasil dari praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang yaitu ;
Materi I Anatomi Karang
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 28
a. Karang masroom non-acropora
Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip
terdapat dinding, septa, koesteum dan septa-costea. Karang masroom termasuk
jenis karang non-acropora karena karang acropora hanya memilki radial.
b. Karang massive non-acropora
Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip
terdapat dinding, septa, koestuem dan septa-coesta. Karang massive termasuk jenis
karang non-acropra karena karang acropora hanya memiliki radial
c. Karang tabulate acropora
Hasil yang didapakan dari
pengamatan praktikum terumbu karang yaitu
dalam polip terdapat dinding, septa, koasteum, costae dan septa-costea. Karang
tabulate termasuk jenis karang acrpora, karena karang acropora memiliki axial dan
radial.
d. Karang brancing acropora
Hasil yang dipadatkan dari pengamatan praktikum terumbu karang yaitu
dalam polip terdapat dinding, septa, koesteun dan septa-costea. Karang brancing
termasuk jenis karang acropora, karena karang aacropora memiliki axial dan radial.
e. Karang encrusting non-acropora
Hasil yang didapatkan dari pengamatan praktikum terumbu karang yaitu
dalam polip terdapat dinding, septa, koestem dan septa-cosrea. Karang encrusting
termasuk jenis karang acropora karena karang acropora memiliki radial.
f. Karang sub-massive non-acropora
Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip
terdapat dinding, septa, koestreum dan septa-costea. Karang sub-massive termasuk
jenis karang noin-acropora karena karang non-acropora hanya memiliki radial
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 29
g. Karang feliose non-acrpora
Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu dalam polip
terdapat dinding,septa, koesteum, dan septa-costea. Karang feliose termasuk jenis
karang non-acropora yang hanya memiliki radial.
Gambar
Keterangan
Karang non-acropora branching
Karang non-acropora mushroom
Karang non-acropora masif
Karang acropora Tabulate
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 30
Karang acropora branching
Karang non-acropora encrusting
Karang non-acropora sub-massive
Karang non-acropora foliose
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 31
Materi II Bentuk Formasi Koloni Karang
a. Meandroid
Hasil yang didapatkan dari poengamatan terumbu karang yaitu pertumbuhan
karang jenis meandroid. Pertumbuhan meandroid lembah teratur.
b. Phaceloid
Hasil yang didapatkan dari pengamatan termbu karang yaitu pertmbuhan
phaceloid. Pertumbuhan plocoid dinding antar polipnya terpisah satu sama lain dan
dindingnya terpisah.
c. Flabello-meandroid
Hasil yang didapatkan dari pengamatan terumbu karang yaitu pertumbuhan
karang jenis flabello-meandroid. Pertumbuhan flabello-meandroid lembah tidak
teratur.
d. Cereoid
Hasil yang didapatkan dari pengamatan termbu karang yaitu pertumbuhan
katang jenis cereoid. Pertumbuhan cereoid dinding polip lebih teratur dan menjadi
satu.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 32
Gambar
Keterangan
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Meandroid
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Phaceloid
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Flabello-Meandroid
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Cerioid
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 33
4.2 Praktikum Lapang
4.2.1 Deskripsi Tempat
Pada saat praktikum lapang yang dilaksanakan di Kondang buntung kondisi
cuaca cerah. Pantainya cukup bersih alami, ombak maupun arus besar. Jalan untuk
mencapai kondang merak cukup sulit karena harus melewati desa penduduk, hutan
mangrove, dan estuari. Kondang Buntung terletak di 08⁰26’17”S lintang selatan dan
112⁰40’41”E bujur timur.
4.2.2 Analisa Prosedur
Praktikum Lapang Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang tentang Identifikasi
dan penutupan terumbu karang di pantai Sendang biru, Malang. Langkah pertama
adalah disiapkan alat yang digunakan dalam praktikum, Alat yang digunakan antara
lain , Roll meter 100 meter digunakan sebagai transek garis, sabak dan pensil
digunakan untuk mencatat data hasil pengamatan yang didapatkan, kamera digital
digunakan untuk mengambil data yang didapatkan, roster untuk menempelkan
karang, Kabel Tis untuk mengikatkan karang pada roster, Kertas Taging untuk
menandai karang yang ditransplantasi, Alat selam Dasar untuk bantu waktu
transplantasi didalam air, Buku Panduan untuk membantu mengidentifikasi.
Sedangkan bahannya adalah karang mati
yang digunakan sebagai obyek yang
akan diamati. Langkah kedua adalah membentangkan transek garis di daerah
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 34
sepanjang 20 meter yang yang akan digunakan, diamati terumbu karang dan segala
sesuatu yang berada di bawah transek garis, dihitung nilai
prosentase tutupan
karangnya. Kemudian dicatat hasil yang didapatkan.
4.2.3 Analisa Hasil
Analisa hasil dari praktikum lapang yang dilaksanakan di pantai kondang
buntung yakni di dapat beberapa titik-titik yakni :
Transition
From
Kategori
To
0
7
CM
7
12
S
12
17
CS
17
22
CM
22
23
S
23
25
OT
25
41
OT
41
43
S
43
48
CM
48
118
S
118
129
ACT
129
193
S
193
200
CM
200
280
S
280
284
CM
284
285
S
285
287
CS
287
294
S
294
300
CM
300
306
S
306
315
CS
315
422
S
422
428
ACB
428
491
S
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 35
491
498
CS
876
884
CS
498
501
S
884
893
S
501
507
CS
893
899
CM
507
532
S
899
1000
S
532
536
CM
1000
1005
CS
536
537
S
1005
1065
S
1065
1072
CM
537
541
CM
1072
1139
S
541
726
S
1139
1151
CE
726
733
CM
1151
1167
S
733
772
S
1167
1182
OT
772
784
CM
1182
1235
CM
784
787
S
1235
1241
S
787
795
CS
1241
1243
CM
795
796
S
1243
1248
S
796
800
CS
1248
1342
CM
800
803
S
1342
1348
S
803
810
CM
1348
1351
CM
810
876
S
1351
1359
S
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 36
1359
1360
CM
1600
1605
S
1360
1366
S
1605
1626
OT
1366
1444
CM
1626
1705
S
1444
1449
S
1705
1714
CM
1449
1473
OT
1714
1826
S
1473
1480
S
1833
1836
S
1480
1481
CM
1836
1843
CM
1481
1489
S
1843
1912
S
1489
1530
CS
1912
1921
CM
1530
1533
S
1921
1924
S
1533
1550
CM
1924
1930
CS
1550
1555
S
1930
1980
S
1555
1578
CM
1980
1988
CS
1578
1587
S
1988
1993
S
1587
1600
CM
1993
2000
CM
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 37
Keterangan :
Lokasi Sampel
: Pantai Kondang Buntung Sendang Biru Malang
Koordinat
x
: 112. 677 85º
Y
: 08.438 97º
Salinitas
: 8,15 ‰
Keterangan Lainnya : Lokasi dekat dengan pelabuhan perikanan.
1. Persentase tutupan karang hidup berdasarkan pada rumus :
Ni= (li/L) x 100 %
CM (coral massive) :
ACT (acropora tabulate)
li
= 178 cm → 1,78 m
li
= 11 cm → 0,11 m
L
= 2000 cm → 20 m
L
= 2000 cm → 20 m
Ni
= (1,78/20)x 100 %
Ni
= (0,11/20)x 100 %
= 8,9 %
CS (coral sub-massive)
= 0.55 %
ACB (acropora branching) :
:
li
= 78 cm → 0,78 m
li
= 6 cm → 0,06 m
L
= 2000 cm → 20 m
L
= 2000 cm → 20 m
Ni
= (0,78/20)x 100 %
Ni
= (0,06/20)x 100 %
= 3,9 %
:
= 0,3 %
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 38
CE (coral encrasting)
li
= 12 cm → 0,12 m
L
= 2000 cm → 20 m
Ni
= (0,12/20)x 100 %
:
= 0,6 %
2. Persentase tutupan substrat :
S (pasir/sand)
OT (others)
:
:
li
= 1675 cm → 16,75 m
li
= 40 cm → 0,40 m
L
= 2000 cm → 20 m
L
= 2000 cm → 20 m
Ni
= (16,75/20)x 100 %
Ni
= (0,40/20)x 100 %
= 83,75 %
=2%
Transplantasi terumbu karang
Pada praktikum tentang transplantasi terumbu karang, didapat hasil bahwa
terumbu karang yang dapat ditransplan adalah terumbu jenis acropora branching,
karena karang ini mudah beradaptasi, mudah diikat pada rooster, dan jumlah
spesiesnya masih banyak pada Indonesia.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 39
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum Manajemen Ilmu Terumbu Karang
antara lain:
Terumbu karang adalah endapan – endapan masif yang penting dari kalsium
karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria, kelas
anthozoa, ordo Madreporaria) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur
dan organisme – organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat.
Polip tersusun atas 2 lapis jaringan yakni : lapisan epidermis dan
gastrodermis yang menempel pada suatu rangka sedangkan antara dua
lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan mesoglea.
Morfologi terumbu karang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) dan
terdiri atas lempeng dasar, epiteka, koralit, koralum, kalik, kosta, kolumela
dan septa.
Bentuk polip karang antara lain placoid, cerioid, phaceloid, meandroid,
flabello-meandroid, dendroid dan hydnophoroid.
Cara makan karang ada dua antara lain menangkap zooplankton yang
melayang dalam air dan menerima hasil fotosintesis zooxanthellae.
Karang
mendapatkan
sejumlah
keuntungan
dari
asosiasi
dengan
zooxanthellae berupa hasil fotosintesis (gula, asam amino dan oksigen).
Karang bereproduksi secara aseksual dengan fragmentasi dan budding juga
bereproduksi secara seksual dengan fertilisasi.
Kalsifikasi adalah adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan
rangka karang.
Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas
cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan
makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik.
Konservasi sumberdaya terumbu karang merupakan salah satu implementasi
pengelolaan ekosistem terumbu karang dari kerusakan akibat aktivitas
manusia. Kawasan konserbvasi ini biasanya dilindungi oleh hukum sehingga
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 40
sering disebut sebagai kawasan lindung. Secara definisi kawasan konservasi
terumbu karang dalam hal ini adalah kawasan lindung laut merupakan suatu
kawasan intertidal atau subtidal termasuk didalamnya air dan biota yang
berasosiasi, nilai-nilai sejarah dan budaya yang dilindungi oleh hukum atau
peraturan lainnya yang dimaksudkan untuk melindungi seluruh lingkungan di
sekitarnya.
Prosentase penutupan karang di Pantai Kondang Buntung, Malang :
Kategori S (Sand)
: 83,75 %
Kategori OT (Others)
:2%
Kategori CM (Coral massive)
: 8,9 %
Kategori CS (Coral sub-massive)
: 3,9 %
Kategori ACT (acropora tabulate)
: 0,55 %
Kategori ACB (acropora branching)
: 0,3 %
Kategori CE (coral encrasting)
: 0,6 %
Jadi prosentase penutupan karang di Pantai Kondang Merak , Malang
adalah didominasi oleh karang jenis coral massive (non-acropora).
5.2 Saran
Diharapkan untuk praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang baik
yang di lapang dan di laboratorium untuk praktikum selanjutnya waktunya jangan
terlalu dekat dengan UAS kalo bisa diawal semester.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 41
DAFTAR PUSTAKA
Ariani A, 2010. Pengaruh Kegiatan Pembangunan Terhadap Ekosistem Terumbu
Karang. http://repoistory.UI.ac.id/contents/Pdf. Diakses pada tanggal
25 November 2011.
Giyanto, 2007. Perdagangan Karang hias Suatu ancaman terhadap Ekosistem
Terumbu
Karang.http://elib.pdii.LIPI.go.id/catalog/indexphp/pdf.
Diakses pada tanggal 25 November 2011.
Suharsono, 2004. Jenis –jenis Karang di Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI.
Supriharyono,
2007.
Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Suwignyo, 2000. Avertebrata Air, oleh Sugiarti Suwignyo, Bambang Widigdo, Yusli
Wardianto, Majariana Krisanti. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Terangi, 2011. http://www.terangi.or.id/publications/pdf/biologikarang.pdf. Diakses
pada tanggal 25 November 2011.
Wibisono, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit Grasindo. Jakarta.
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 42
LAMPIRAN
Anatomi Karang
Gambar
Keterangan
Karang non-acropora branching
Karang non-acropora mushroom
Karang non-acropora masif
Karang acropora Tabulate
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 43
Karang acropora branching
Karang non-acropora encrusting
Karang non-acropora sub-massive
Karang non-acropora foliose
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 44
Bentuk Formasi Koloni Karang
Gambar
Keterangan
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Meandroid
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Phaceloid
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Flabello-Meandroid
Bentuk pertumbuhan koloni karang
Cerioid
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 45
Laporan Praktikum Manajemen dan Ilmu Terumbu Karang
Page 46
Download