BAB II TELAAH PUSTAKA

advertisement
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Bursa Efek Indonesia
Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan
kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan
obligasi. Alokasi dana yang produktif terjadi jika individu yang mempunyai
kelebihan dana dapat meminjamkannya ke individu lain yang lebih produktif dan
sedang membutuhkan dana (Hartono, 2010). Pasar modal di Indonesia adalah
PT Bursa Efek Indonesia disingkat BEI atau Indonesia Stock Exchange (IDX)
yang merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi,
Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar
saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa
Efek hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
Bursa Efek Indonesia merupakan tempat atau wadah bagi para pelaku
pasar atau investor untuk memperdagangkan atau memperjualbelikan setiap
saham/efek yang mereka miliki dan ingin dibeli. Bursa Efek Indonesia terletak di
Jakarta dan memperdagangkan efek di seluruh Indonesia. Bursa Efek Indonesia
menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System
(JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan
sebelumnya. Sejak 02 Maret 2009 sistem JATS ini telah digantikan dengan
1
sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX. Bursa Efek Indonesia
berpusat di Gedung Bursa Efek Indonesia, Kawasan Niaga Sudirman, Jalan
Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Bursa Efek Indonesia dalam praktiknya memiliki visi yaitu menjadi bursa
yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia, serta memiliki misi yaitu
menciptakan
daya
saing
untuk
menarik
investor
dan
emiten,
melalui
pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi
biaya, serta penerapan good governance. Bursa Efek Indonesia juga memiliki
core values yaitu teamwork, integrity, professionalism, and service excellence;
serta memiliki core competencies yaitu building trust, integrity, strive for
excellence, and customer focus. Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap
tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan
harga saham melalui media cetak dan elektronik. Salah satu diantaranya adalah
yang kita kenal dengan indikator Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa jenis indeks pasar
diantaranya 15 jenis indeks konstituen dan 10 jenis indeks sektoral. Indeks
Konstituen yang telah terdaftar diantaranya Indeks Harga Saham Gabungan
(JAKARTA COMPOSITE INDEX atau JCI), Indeks Papan Utama (Main Board
Index atau MBX), Indeks KOMPAS-100, Indeks LQ-45, Indeks Papan
Pengembangan (Development Board Index atau DBX), Jakarta Islamic Index
(JII), Indeks INFOBANK-15, Indeks IDX-30, Indeks PEFINDO-25, Indeks BISNIS27, Indeks Investor-33, Indeks SMInfra-18, Indeks SRI-KEHATI, Indeks MNC-36,
dan Indonesia Sharia Stock Index (ISSI). Sedangkan Indeks Sektoral yang telah
terdaftar diantaranya CONSUMER, AGRI, MANUFACTUR, MISC-IND, MINING,
INFRASTRUCTUR, TRADE, FINANCE, PROPERTY, dan BASIC-IND.
2
2. Saham Indeks LQ-45
Pasar modal di Indonesia masih tergolong sebagai pasar modal yang
sebagian besar sekuritasnya kurang aktif diperdagangkan dan transaksinya tipis
(thin market) di bursa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencakup
semua saham yang tercatat dianggap kurang tepat sebagai indikator kegiatan
pasar modal karena sebagian besar sahamnya kurang aktif diperdagangkan.
Oleh karena itu, diperkenalkan alternatif indeks yang lain yaitu Indeks Likuid-45
(ILQ-45). Indeks LQ-45 adalah termasuk indeks yang diunggulkan oleh Bursa
Efek Indonesia (BEI) dikarenakan didalamnya terdapat saham perusahaanperusahaan yang memiliki tingkatan rasio paling likuid dan memiliki nilai
kapitalisasi yang besar diantara saham perusahaan-perusahaan lainnya dimana
hal itu merupakan indikator likuidasi. Indeks LQ-45, menggunakan 45 saham
yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham yang disesuaikan setiap
enam bulan sekali (setiap bulan Februari dan Agustus) sehingga daftar saham
perusahaan yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah.
Beberapa kriteria seleksi untuk menentukan suatu emiten dapat masuk
dalam indeks LQ-45 diantaranya adalah kriteria yang pertama yaitu berada di top
95 % atau masuk dalam ranking 60 besar dari total rata-rata tahunan nilai
transaksi saham selama 12 bulan terakhir di pasar reguler dan juga berada di top
90 % dari rata-rata tahunan berdasarkan kapitalisasi pasar selama 12 bulan
terakhir, serta kriteria yang kedua yaitu merupakan saham urutan tertinggi yang
mewakili sektornya dalam klasifikasi industri Bursa Efek Indonesia (BEI) sesuai
dengan nilai kapitalisasi pasarnya dan merupakan urutan tertinggi berdasarkan
tingkat frekuensi transaksi yang diperdagangkan di bursa (Jogiyanto, 2008).
Selain itu, saham-saham yang terdaftar dalam indeks LQ-45 juga harus
3
memenuhi kriteria dan melewati seleksi yang telah ditetapkan seperti keadaan
keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi perdagangan,
dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler serta tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) minimum selama 3 bulan sejak Initial Public Offering (IPO).
Saham-saham yang termasuk didalam LQ-45 juga terus dipantau dan
setiap enam bulan akan diadakan review (awal bulan Februari, dan Agustus).
Apabila ada saham yang sudah tidak masuk kriteria maka akan digantikan
dengan saham lain yang memenuhi syarat. Pemilihan saham-saham LQ-45
harus wajar, oleh karena itu Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai komite
penasehat yang terdiri dari beberapa para ahli di yang tergabung dalam Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), Universitas, dan profesional di bidang pasar modal.
Faktor-faktor yang berperan dan berpengaruh terhadap pergerakan
Indeks LQ-45 diantaranya tingkatan Suku Bunga Indonesia (SBI) sebagai
patokan portofolio investasi di pasar keuangan Indonesia, laju tingkat inflasi,
tingkat toleransi investor terhadap risiko, fluktuasi saham-saham penggerak
indeks (index mover stocks) yang notabene merupakan saham berkapitalisasi
pasar besar di Bursa Efek Indonesia (BEI), fluktuasi indeks bursa global maupun
regional, serta nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain yang mana
dapat mempengaruhi pergerakan indeks LQ-45 ke zona tertentu.
Tujuan adanya indeks LQ-45 adalah sebagai sarana indikator pelengkap
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan khususnya untuk menyediakan
sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi,
investor, trader, speculator, dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor
pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa.
4
3. Harga Saham
Pengertian harga saham adalah harga yang terbentuk di pasar jual beli
saham. Harga saham berbeda dengan nilai saham. Ukuran harga saham adalah
harga saham di bursa saham pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku
pasar melalui proses permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di
pasar modal. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham seharihari di Bursa Efek ditunjukkan oleh semakin maraknya fluktuasi harga saham.
Semakin meningkatnya harga saham merupakan kondisi ekonomi baik sehingga
para
pemodal
menilai
investasi
dalam
bentuk
saham
akan
sangat
menguntungkan, karena tidak menghadapi risiko. Sebaliknya dalam kondisi
ekonomi buruk, harga saham akan merosot jatuh dan keadaan demikian tidak
menguntungkan dan para pemodal akan berhadapan dengan risiko lebih besar,
sebab berhubungan dengan ketidakpastian yang semakin besar.
Naik dan turunnya harga saham merupakan cermin dari fluktuasi harga
saham yang setiap detik mengalami perubahan. Harga saham yang cenderung
naik, akan menciptakan capital gain. Harga saham yang cenderung turun akan
menciptakan capital loss. Perubahan harga saham secara kumulatif akan
membentuk kumulasi neto harga saham dengan arah positive atau negative.
Naiknya harga saham yang lebih besar dari turunnya harga saham, secara
cumulative membentuk kumulasi neto harga saham bertanda positif. Sebaliknya
turunnya harga saham yang lebih besar dari naiknya harga saham, secara
cumulative membentuk kumulasi neto harga saham bertanda negatif. Fluktuasi
harga saham dicerminkan oleh adanya naik dan turunnya harga saham, karena
perubahan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar modal. Tentunya sang
pembeli saham menginginkan harga saham yang semurah-murahnya dari sang
5
penjual. Sementara yang diharapakan dari sang penjual adalah harga saham
yang setinggi-tingginya terhadap saham yang mereka jual di bursa saham.
Pasar Modal merupakan salah satu bentuk instrumen dari investasi.
Pembentukan harga saham tergantung pada emiten sebagi kekuatan penawaran
dan para pialang sebagai kekuatan permintaan karenanya harga saham
menunjukkan gerakan naik dan turun. Sedangkan pembentukan harga wajar
berdasarkan prospektus yang dibuat emiten tanpa mark up dan pialang tidak
menggoreng sebuah saham agar harganya naik dan investor menyerbu pasar
modal. Jadi pembentukan harga saham harus fair price, untuk semua saham
yang diperdagangkan di Bursa Efek (Soejoto, 2002).
Harga saham dipengaruh oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi harga saham berkaitan dengan sifat spesifik atas
saham tersebut seperti bagaimana kinerja perusahaan dan industri dimana
perusahaan tersebut bergerak. Di samping itu, juga dipengaruhi faktor eksternal
yang sifatnya macro meliputi kondisi macro ekonomi atau kondisi teknis pasar
seperti kondisi kurs rupiah dan tingkat inflasi, sosial dan politik, rumor-rumor yang
berkembang, maupun adanya regulasi termasuk diantaranya kebijaksanaan baru
yaitu multi fraksi harga perdagangan saham di PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
4. Lot Size
Berdasarkan Ketetapan dan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia
No. KEP-00071/BEI/.11-2013 yang ditetapkan pada bulan November 2013, maka
mulai tanggal 06 Januari 2014 terjadi perubahan satuan perdagangan (lot size)
1 lot saham dan fraksi harga (tick price) saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
6
Jika berdasarkan Ketetapan dan Keputusan Direksi PT Bursa Efek
Indonesia (BEI) No. KEP-00005/BEI/.01-2011, bahwasanya satuan perdagangan
1 lot saham ditetapkan sejumlah 500 (lima ratus) lembar saham. Maka mulai
tanggal 06 Januari 2014, satuan perdagangan 1 lot saham adalah sejumlah 100
(seratus) lembar saham dan berlaku untuk kelipatannya. Sebagai contoh:
1 lot sama dengan 100 (seratus) lembar saham (1 lot = 100 lembar)
2 lot sama dengan 200 (dua ratus) lembar saham (2 lot = 200 lembar)
5 lot sama dengan 500 (lima ratus) lembar saham (5 lot = 500 lembar)
Perdagangan di Pasar Reguler maupun Pasar Tunai diharuskan dalam satuan
perdagangan (round lot) Efek atau kelipatannya, yaitu 100 (seratus) Efek.
Perdagangan di Pasar Negosiasi tidak menggunakan satuan perdagangan.
5. Tick Price
Pengertian fraksi harga (tick price) adalah batasan nilai tawar-menawar
atas suatu efek yang ditentukan oleh Bursa Efek. Salah satu protokol terpenting
dalam perdagangan pasar sekuritas adalah besarnya kenaikan harga minimum
(tick) dimana para pelaku pasar melakukan transaksi dan menetapkan harga.
Jika besarnya harga minimum terlalu tinggi, maka akan ada perbedaan
penawaran, dan perbedaan itu akan mencapai level yang sangat kompetitif. Jika
besarnya harga minimum terlalu kecil, maka dapat mengurangi tingkat
kedalaman pasar (depth) dan dapat memperbesar biaya negosiasi, sehingga
akan memperlambat proses penentuan harga.
7
Ukuran harga minimum yang kecil dapat mengubah kekuatan pasar, dari
investor publik menjadi pelaku perdagangan profesional yang akan memuluskan
jalannya para profesional melewati batasan publik yang ada. (Darmadji dan
Fakhruddin, 2001). Penggunaan besaran fraksi harga dan maksimum perubahan
sebagai acuan dalam tawar-menawar saham di Bursa Efek terhadap suatu
saham yang berada dalam suatu rentang harga, apabila pada akhir perdagangan
bursa harga suatu saham (close price) melalui batasan rentang harga, maka
penggunaan maksimum perubahan sesuai dengan batasan rentang harga dari
saham yang bersangkutan mulai berlaku pada hari bursa berikutnya. Perubahan
fraksi harga atas suatu saham sebagai akibat perubahan rentang harga saham
tersebut mengakibatkan harga saham tersebut harus merupakan kelipatan dari
fraksi harga yang baru yang berlaku pada rentang harga tersebut. Dengan
demikian, harga saham yang menjadi patokan untuk menentukan fraksi harga
(tick price) adalah harga penutupan hari sebelumnya.
Fraksi dan jenjang maksimum perubahan harga berlaku untuk satu hari
bursa penuh dan disesuaikan pada hari bursa berikutnya jika close price berada
pada rentang harga yang berbeda. Jenjang maksimum perubahan harga dapat
dilakukan sepanjang tidak melampaui batasan persentase auto rejection. Harga
penawaran jual dan atau permintaan beli yang dimasukkan ke dalam Jakarta
Automated Trading System (JATS) adalah harga penawaran yang masih berada
di dalam rentang harga tertentu. Bila Anggota Bursa memasukkan harga diluar
rentang harga tersebut maka secara otomatis akan ditolak (auto rejection) oleh
Jakarta Automated Trading System (JATS).
8
Batasan auto rejection yang berlaku saat ini adalah bila harga penawaran
jual atau penawaran beli saham lebih kecil dari Rp 50,- (lima puluh rupiah); harga
penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 35 % (tiga puluh lima
perseratus) di atas atau di bawah Acuan Harga untuk Saham dengan rentang
harga Rp 50,- (lima puluh rupiah) sampai dengan dari Rp 200,- (dua ratus
rupiah); harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 25 % (dua
puluh lima perseratus) di atas atau di bawah Acuan Harga untuk Saham dengan
rentang harga Rp 200,- (dua ratus rupiah) sampai dengan dari Rp 5.000,- (lima
ribu rupiah); harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 20 %
(dua puluh perseratus) di atas atau di bawah Acuan Harga untuk Saham dengan
rentang harga di atas Rp 5.000,- (lima ribu rupiah).
Penerapan auto rejection terhadap harga di atas untuk perdagangan
saham hasil penawaran umum yang pertama kalinya diperdagangkan di bursa
(perdagangan perdana), ditetapkan sebesar 2 (dua) kali dari persentase batasan
auto rejection harga sebagaimana dimaksud dalam butir di atas. Acuan Harga
yang digunakan untuk pembatasan harga penawaran tertinggi atau terendah
atas saham yang dimasukkan ke Jakarta Automated Trading System dalam
perdagangan saham di Pasar Reguler dan Pasar Tunai adalah sebagai berikut:
Menggunakan harga pembukaan (Opening Price) yang terbentuk pada sesi PraPembukaan; atau menggunakan harga penutupan (Closing Price) di Pasar
Reguler pada Hari Bursa sebelumnya (Previous Price) apabila Opening Price
tidak terbentuk. Dalam hal Perusahaan Tercatat melakukan tindakan korporasi
maka selama 3 (tiga) Hari Bursa berturut-turut setelah berakhirnya perdagangan
saham yang memuat hak (periode cum) di Pasar Reguler, Acuan Harga di atas
menggunakan Previous Price dari masing-masing Pasar (Reguler atau Tunai).
9
Pelaksanaan perdagangan di Pasar Reguler dimulai dengan Prapembukaan. Anggota Bursa dapat memasukkan penawaran jual dan atau
permintaan beli sesuai dengan ketentuan satuan perdagangan, satuan
perubahan harga (fraksi) dan ketentuan auto rejection. Harga Pembukaan
terbentuk berdasarkan akumulasi jumlah penawaran jual dan permintaan beli
terbanyak yang dapat dialokasikan oleh Jakarta Automated Trading System
(JATS) pada harga tertentu pada periode Pra-pembukaan. Seluruh penawaran
jual dan atau permintaan beli yang tidak teralokasi di Pra-pembukaan, akan
diproses secara langsung (tanpa memasukkan kembali penawaran jual dan atau
permintaan beli) pada sesi I perdagangan, kecuali Harga penawaran jual dan
atau permintaan beli tersebut melampaui batasan auto rejection.
Memasuki Pasar Reguler, Penawaran jual dan atau permintaan beli
dimasukkan ke dalam JATS dan diproses oleh JATS dengan memperhatikan:
Prioritas harga (price priority) yaitu permintaan beli pada harga yang lebih tinggi
memiliki prioritas terhadap permintaan beli pada harga yang lebih rendah,
sedangkan penawaran jual pada harga yang lebih rendah memiliki prioritas
terhadap penawaran jual pada harga yang lebih tinggi.
Prioritas waktu (time priority) yaitu bila penawaran jual atau permintaan beli
diajukan pada harga yang sama, JATS memberikan prioritas kepada permintaan
beli atau penawaran jual yang diajukan terlebih dahulu.
Pengurangan jumlah Efek pada JATS baik pada penawaran jual maupun
permintaan beli untuk tingkat harga yang sama tidak mengakibatkan hilangnya
prioritas waktu. Transaksi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai terjadi dan mengikat
saat penawaran jual dijumpakan (match) dengan permintaan beli oleh JATS.
10
Perdagangan Efek di Pasar Negosiasi dilakukan melalui proses tawar
menawar secara individual (negosiasi secara langsung) antara Anggota Bursa,
nasabah melalui satu Anggota Bursa, atau Nasabah dengan Anggota Bursa dan
selanjutnya hasil kesepakatan dari tawar menawar diproses melalui Jakarta
Automated Trading System (JATS). Anggota Bursa dapat menyampaikan
penawaran jual dan atau permintaan beli melalui papan tampilan informasi
(advertising) dan bisa diubah atau dibatalkan sebelum kesepakatan dilaksanakan
di Jakarta Automated Trading System (JATS). Kesepakatan akan mulai mengikat
pada saat terjadi penjumpaan antara penawaran jual dan permintaan beli di
Jakarta Automated Trading System (JATS).
6. Abnormal Return
Pengertian
abnormal
return
adalah
kelebihan
dari
return
yang
sesungguhnya terjadi terhadap normal return yang merupakan return yang
diharapkan (expected return) (Hartono, 2010). Selisih return akan positif jika
return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang
dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari
return yang diharapkan atau return yang dihitung (Rachmawati, 2005).
Studi peristiwa menganalisis return tidak normal dari sekuritas yang
mungkin terjadi disekitar pengumuman dari suatu peristiwa. Abnormal return atau
excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi
terhadap return normal. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa abnormal return
terjadi karena dipicu oleh adanya kejadian atau peristiwa tertentu, misalnya
kebijakan bursa, hari libur nasional, suasana politik, kejadian-kejadian luar biasa,
stock split, penawaran perdana, suspend dan lain-lain (Hartono, 2005).
11
Abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi
dengan return ekspektasi. Formulasinya ialah sebagai berikut (Hartono, 2010):
Keterangan:
ARi,t
= abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t.
Ri,t
= return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada
periode peristiwa ke-t.
E [Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t.
7. Actual Return
Pengertian actual return saham adalah hasil yang diperoleh dari suatu
investasi. Return merupakan salah satu faktor membuat investor termotivasi
untuk terus berinvestasi dan sekaligus sebagai imbalan atas segala keberanian
dalam berinvestasi dan menanggung risiko. Hubungan antara return dan risk
yang diharapkan adalah hubungan yang searah atau linier dimana artinya
semakin tinggi risk yang ditanggung semakin tinggi pula return yang mungkin
akan diperoleh dari suatu aset, hal ini juga terjadi sebaliknya. Dalam karakteristik
suatu investasi terdapat suatu aset investasi tertentu dimana terdapat return
yang tetap namun bebas risk, titik ini disebut titik risk free (Hartono, 2010).
Sumber-sumber return dari investasi terdiri dari dua komponen utama,
yaitu yield dan capital gain atau capital loss. Yield merupakan komponen return
yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh suatu investasi
secara periodik. Dalam instrumen saham kita mengenalnya sebagai deviden
12
yang hanya akan berupa angka nol atau positif. Sedangkan capital gain atau
capital loss merupakan kenaikan atau penurunan nilai dari suatu surat berharga
yang dapat berupa angka minus, angka nol, dan angka positif. Return dapat
berupa return realisasi atau sesungguhnya (realized return) yaitu return yang
sudah terjadi dan return yang belum terjadi tetapi diharapkan terjadi di masa
mendatang (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah
terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan dapat digunakan sebagai
pengukur kinerja dari perusahaan, dan sebagai dasar penentu expected return
serta risk di masa yang akan datang (Hartono, 2010).
Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t
yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya.
Return saham (Ri,t) sesungguhnya diperoleh dari harga saham harian sekuritas i
pada periode t (Pi,t) dikurangi harga saham harian sekuritas i pada periode t-1
(Pi,t-1), dibagi harga saham harian sekuritas i pada periode t-1 (Pi,t-1). Agar lebih
jelasnya dapat diformulasikan sebagai berikut (Hartono, 2010):
Keterangan:
Ri,t
= return saham harian sekuritas i pada periode t
Pi,t
= harga saham harian sekuritas i pada periode t
Pi,t-1
= harga saham harian sekuritas i pada periode t-1
13
8. Expected Return
Pengertian expected return adalah return yang digunakan untuk
pengambilam keputusan investasi. Expected return penting jika dibandingkan
dengan return historis karena expected return merupakan return yang
diharapkan dari investasi yang akan dilakukan (Hartono, 2010). Dengan kata lain
expected return adalah return yang diharapkan investor yang akan diperoleh di
masa yang akan datang dimana sifatnya belum terjadi.
Terdapat 3 (tiga) model dalam mengestimasi expected return menurut
(Brown dan Warner, 1985) dalam (Hartono, 2005) yaitu sebagai berikut:
a. Mean-adjusted Model
Model disesuaikan rata-rata (Mean-adjusted Model) menganggap bahwa
return ekspektasi yang bernilai konstan sama dengan rata-rata return
realisasi sebelumnya selama periode estimasi (estimation period):
Keterangan:
E [Ri,t] = expected return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Ri,j
= return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
T
= lamanya periode estimasi yaitu dari t-1 sampai dengan t-2
Periode estimasi (estimation period) umumnya merupakan periode
sebelum periode peristiwa yang diamati minimal sebanyak 60 hari bursa.
Periode peristiwa (event period) disebut juga periode pengamatan atau
jendela peristiwa (event period).
14
b. Market Model
Perhitungan dengan model pasar (market model) dilakukan dengan dua
tahap,
yaitu
pertama
membentuk
model
ekspektasi
dengan
menggunakan data realisasi selama periode estimasi, dan kedua
menggunakan model ekspektasi tersebut untuk mengestimasi expected
return di periode jendela. Model ekspektasinya dapat dibentuk dengan
menggunakan teknik regresi melalui persamaan:
Keterangan:
Ri,j
= return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
αi
= intercept untuk sekuritas ke-i
βi
= koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke-i
RMj
= return indeks pasar pada periode estimasi ke-j
ei,j
= kesalahan residu sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
c. Market-adjusted Model
Model disesuaikan pasar (Market-adjusted Model) menganggap penduga
yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return
indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka
tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model
estimasi karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan
return indeks pasar.
15
Keterangan:
E [Ri,t] = expected return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
RM,i,t
= return pasar dari sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan
Mean-adjusted Model karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan data
realisasi selama periode estimasi dan kemudian menggunakannya untuk
mengestimasi expected return. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan peneliti
bahwa reaksi yang terjadi adalah akibat dari peristiwa yang diamati dan bukan
karena peristiwa lain yang bisa mempengaruhi peristiwa yang diamati tersebut.
9. Bid-Ask Spread
Pengertian bid-ask spread adalah presentase selisih antara bid-price
dengan ask-price atau bisa dikenal dengan istilah lainnya yaitu cost of
transaction imediary to investor. Bid dan Offer adalah seperti layaknya proses
tawar menawar dalam pembelian barang biasa sehari-hari. Bid-price mempunyai
arti harga tertinggi yang diinginkan oleh pembeli untuk penjual, sedangkan askprice adalah harga terendah yang ditawarkan oleh penjual untuk pembeli
(Fatmawati dan Asri, 1999). Spread merupakan selisih antara harga beli tertinggi
yang menyebabkan investor bersedia untuk membeli saham tertentu dengan
harga jual terendah yang menyebabkan investor bersedia untuk menjual
sahamnya (Fabozzi dan Modigliani, 1996). Kesimpulan yang dapat dihasilkan
dari penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa bid-ask spread merupakan
16
fungsi dari transaction cost, mempengaruhi perdagangan yang menyebabkan
investor mengharapkan untuk menahan lebih panjang financial asset yang
memiliki biaya transaksi yang lebih tinggi. Biaya transaksi tersebut meliputi biaya
komisi, biaya pelaksanaan, dan biaya peluang yang dapat dikelompokkan
menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel (Fabozzi, 1999).
Bid-ask spread juga dapat diartikan sebagai selisih harga beli tertinggi
yang ditawarkan trader (pedagang saham) untuk bersedia membeli suatu saham
dengan harga jual terendah yang ditawarkan trader untuk bersedia menjual
saham tersebut. Secara konseptual bid-ask spread adalah kompensasi ekonomi
yang diberikan kepada market maker atas pelayanan atau jasanya. Bid-ask
spread merupakan faktor yang dipertimbangkan investor untuk mengambil
keputusan apakah menahan atau menjual saham tersebut. Hal yang harus
diperhatikan investor untuk memutuskan membeli atau menjual pada harga
tertentu yaitu mengetahui seberapa besar perbedaan (spread) antara permintaan
beli (bid) dan harga tawaran jual (ask). Penentuan harga saham dari suatu
saham yang diperdagangkan saat itu yang telah melalui proses transaksi jual-beli
adalah harga saham yang berlaku pada saat itu juga.
Bid-ask spread dibedakan menjadi 2 macam yaitu: quoted spread, yang
merupakan perbedaan antara harga penawaran dan permintaan yang ditawarkan
oleh market maker kepada pelanggan potensial, atau ada juga yang mengatakan
perbedaan antara kuota permintaan dan penawaran oleh pelaku pasar pada
waktu tertentu yang merupakan perbedaan yang terjadi ketika seorang market
maker membayar dan menerima cadangan sekuritasnya atau perbedaan ratarata antara harga ketika pelaku pasar menjual pada suatu waktu dan ketika
pelaku pasar membeli pada suatu waktu lebih awal.
17
10. Depth
Pengertian depth adalah volume lembar saham pada harga order jual
terendah dan harga order beli tertinggi. Perubahan depth adalah penting untuk
mengevaluasi perubahan likuiditas secara menyeluruh (Purwoto, 2003).
Secara logis, semakin banyak sekuritas yang diperdagangkan, semakin
besar kedalaman pasar, kedalaman juga menggambarkan kemampuan pasar
untuk menyerap order pembelian dan penjualan yang besar tanpa perubahan
yang mencolok (Shook, 2002).
Depth menunjukkan jumlah atau nilai traksaksi yang dapat segera diserap
pasar tanpa mempengaruhi tingkat harga. Nilai depth yang naik berarti semakin
baik tingkat likuiditas. Selanjutnya untuk mengukur depth menggunakan best bid
depth dan best ask depth yaitu rata-rata volume lembar saham bid terbaik dan
ask terbaik (Ekaputra dan Putri, 2006).
11. Trading Volume Activity
Pengertian trading volume activity adalah jumlah lembar saham yang
ditransaksikan oleh para investor atau pemodal di perdagangan saham. Semakin
banyak dan semakin besar investor menginvestasikan modalnya pada saham
akan menjadikan saham-saham yang diperdagangkan semakin likuid.
Trading volume activity atau sering disebut kegiatan perdagangan saham
merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu
tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Husnan,
1996). Jumlah saham yang diterbitkan dapat tercermin dalam jumlah lembar
saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham.
18
Perkembangan trading volume activity mencerminkan kekuatan antara
penawaran dan permintaan yang merupakan manifestasi dari tingkah laku
investor. Naiknya trading volume merupakan kenaikan aktivitas jual beli oleh para
investor di bursa. Semakin meningkat volume penawaran dan permintaan suatu
saham, semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa.
Semakin meningkat trading volume activity menunjukkan semakin diminatinya
saham tersebut oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap
naiknya harga atau return saham (Chordia dan Bhaskaran, 2000).
Pendekatan trading volume activity dapat digunakan sebagai proaksi
reaksi pasar. Argumen yang dikemukakan adalah bahwa trading volume activity
lebih merefleksikan aktivitas investor karena adanya suatu informasi baru melalui
penjumlahan seluruh perdagangan saham. Pada pasar modal yang memiliki
efisiensi pasar bentuk lemah, trading volume activity merupakan indikator
kegiatan saham yang dapat diandalkan. Trading volume activity digunakan untuk
mengetahui apakah investor individual melakukan penelitian terhadap informasi
yang dimilikinya, dalam artian apakah informasi tersebut digunakan investor
untuk membuat keputusan investasi (Husnan, 1996). Perubahan trading volume
activity saham di pasar modal menunjukkan aktivitas perdagangan saham di
bursa dan mencerminkan keputusan investasi oleh investor (Meidawati dan
Harimawan, 2004). Trading volume activity adalah instrumen yang digunakan
untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter
perubahan volume perdagangan saham (Fatmawati dan Asri, 1999).
Jumlah saham yang beredar dapat mempengaruhi tingkat trading volume.
Jika suatu saham mempunyai trading volume yang besar maka saham tersebut
dinyatakan sebagai saham yang aktif di pasar modal (Chordia dan Bhaskaran,
19
2000). Saham dengan trading volume yang besar akan menghasilkan return
saham yang tinggi. Trading volume activity yang besar menunjukkan bahwa
saham tersebut sangat diminati banyak investor. Kecenderungan investor adalah
tertarik pada saham yang memberikan return yang tinggi walau beresiko,
sehingga saham yang fluktuatif dan memiliki kecenderungan harga yang
meningkat maka saham tersebut akan diburu investor begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hal itu antara harga saham (stock price) dan trading volume activity
bersifat positif. Hubungan ini bisa bersifat kausal, yaitu perubahan stock price
dapat disebabkan oleh perubahan permintaan saham atau trading volume.
Ditinjau dari fungsinya trading volume activity merupakan suatu variasi
dari event study. Pendekatan trading volume activity ini juga dapat digunakan
untuk menguji efficient market hypothesis bentuk lemah (weak-form efficiency).
Hal ini dikarenakan pada pasar yang belum efisien atau efisien dalam bentuk
lemah, perubahan harga belum dengan segera mencerminkan informasi yang
ada sehingga investor hanya dapat mengamati reaksi pasar modal melalui
pergerakan trading volume activity pasar modal yang diteliti. Kecepatan reaksi
antara kejadian dan pengaruhnya terhadap harga saham di bursa tergantung
pada kekuatan pasar. Semakin efisien suatu pasar, semakin cepat pula informasi
terefleksikan dalam harga yang sama (Meidawati dan Harimawan, 2004).
12. Tick Price dengan Bid-Ask Spread, Depth, dan Trading Volume
Penurunan tick price menyebabkan terjadinya perubahan likuiditas yang
berkorelasi terbalik dengan harga dan berkaitan langsung dengan trading volume
activity, karena pada saham yang berharga rendah dan bervolume tinggi, tick
price merupakan faktor yang berpengaruh pada likuiditas saham (Harris, 1994).
20
Beberapa penelitian menganalisa pengaruh pengumuman tick price baik
secara teoritis maupun secara empiris seperti ada penelitian memperlihatkan
ketika pergerakan saham stabil maka depth kumulatif akan menurun sesuai
dengan penurunan tick price dan pelaku pasar tidak menyukai harga yang terlalu
stabil atau harga yang terlalu bervariasi (Seppi, 1997). Ada yang menemukan
bahwa penurunan tick price akan menurunkan likuiditas. Penurunan tick price
akan mengurangi quoted spread pada saham tetapi juga mengurangi quoted
depth karena menurunnya margin profitabilitas dari likuiditas. (Harris, 1994).
Dampak penurunan tick price secara teoritis dapat positive ataupun
negative karena berbagai faktor. Argumen pertama memperkirakan bahwa
volatilitas akan meningkat akibat penurunan tick price, karena depth menurun,
banyak traksaksi yang batal dan terjadi penurunan trading volume activity, hal ini
akan meningkatkan variasi harga (Porter dan Weaver, 1997). Ada jua yang
menemukan adanya hubungan terbalik antara quoted size dengan volatilitas,
sehingga penurunan pada depth menyebabkan peningkatan varian harga.
Pasar saham yang likuid ditunjukkan oleh kecilnya bid-ask spread,
besarnya depth, serta tingginya trading volume activity (Harris, 1997).
13. Event Study
Pengertian event study adalah bagaimana mengukur pengaruh suatu
peristiwa tertentu terhadap suatu nilai perusahaan. Kegunaan event study adalah
memberikan rasionalitas di dalam pasar bahwa efek suatu peristiwa akan segera
dengan cepat terefleksikan pada harga suatu surat berharga di pasar modal
(Mackinlay, 1997). Event study merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar
terhadap suatu peristiwa yang infomasinya dipublikasikan sebagai suatu
21
pengumuman (Hartono, 2005). Event study juga dapat didefinisikan sebagai
pengamatan mengenai harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah
ada abnormal return yang diperoleh pemegang saham akibat dari suatu peristiwa
tertentu (Peterson, 1998). Dengan adanya pengumuman yang mengandung
informasi tersebut, diharapkan pasar dapat bereaksi pada waktu pengumuman
tersebut diterima oleh pasar. Reaksi tersebut ditunjukkan dengan adanya
perubahan harga dari sekuritas yang bersangkutan dengan menggunakan
pengukuran abnormal return, sehingga dapat dikatakan pengumuman yang
memiliki kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar
dan begitu juga dengan sebaliknya (Sant dan Ferris, 1994).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa event study
dikembangkan untuk menganalisis reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang
informasinya dipublikasikan. Peristiwa tersebut meliputi peristiwa ekonomi
maupun non ekonomi untuk mengetahui ada tidaknya abnormal return yang
diperoleh pemegang saham. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menguji
kandungan informasi dari suatu peristiwa atau pengumuman. Jika suatu peristiwa
atau pengumuman mengandung informasi maka diharapkan pasar akan bereaksi
pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Lamasigi, 2002).
Indikasi makin banyaknya penelitian yang berbasis event study yang
mengambil kaitan antara perubahan indikator pergerakan nilai saham dengan
berbagai peristiwa atau informasi yang terkait langsung dengan aktivitas ekonomi
menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar modal serta
menunjukkan makin terintegrasinya peran pasar modal dalam kehidupan sosial
masyarakat dunia (Meidawati dan Harimawan, 2004).
22
14. Efficient Market Hypothesis
Salah satu indikator dalam penilaian baik tidaknya suatu pasar modal
adalah tingkat efisiensi. Pasar modal yang efisien adalah pasar modal yang
mampu mencerminkan harga saham sesuai dengan nilai intrinsik saham yang
bersangkutan, di samping itu efisiensi pasar modal juga berkaitan dengan
kecepatan pergerakan pasar modal atas informasi yang datang. Fenomena di
atas menggariskan bahwa untuk membentuk pasar modal yang efisien, perilaku
para pelaku pasar modal merupakan hal penting apakah para pelaku pasar
modal cukup mampu untuk bereaksi tepat dan cepat atas suatu informasi.
(Hartono, 2005).
Situasi efficient market hypothesis menunjukkan hubungan antara harga
pasar dan bentuk pasar. Pengertian harga pasar adalah harga saham yang
ditentukan dan dibentuk oleh mekanisme pasar modal. Sedang bentuk
mekanisme pasar modal tidak mudah untuk didefinisikan, mengingat hal itu
meliputi sejumlah aktivitas yang berpengaruh pada beberapa keadaan. Efisiensi
pasar modal ditentukan oleh seberapa besar pengaruh informasi yang relevan,
yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi. Adanya berbagai
situasi maupun kondisi yang berbeda diantara negara yang satu dengan lainnya,
menyebabkan efisiensi pasar pada suatu negara akan berbeda dengan negara
yang lain. Dengan melihat latar belakang yang berbeda, maka tingkat efisiensi
pasar modal pada beberapa negara juga akan berbeda.
Kondisi pasar sempurna (perfect market) tidak akan pernah dicapai oleh
pasar yang paling efisien di suatu negara. Di sisi lain, efficient market hypothesis
merupakan alat guna mengoperasikan gagasan perfect market, dengan maksud
agar para pelaku pasar dapat menyesuaikan diri, dalam rangka mengambil
23
keputusan. Hal ini tentu saja sangat membantu dan mempunyai arti sangat
penting dalam menjalankan mekanisme pasar bebas. Jadi, dapat disimpulkan
efficient market hypothesis menunjukkan tingkatan. (Sunariyah, 2004).
Bentuk efisiensi pasar ditentukan oleh informasi yang tersedia. Informasi
yang tercermin dalam harga saham akan menentukan bentuk pasar efisien yang
dapat dicapai. Secara teori dikenal tiga macam bentuk utama dari efisiensi pasar
berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi, yaitu informasi masa lalu,
informasi sekarang yang sedang dipublikasikan, dan informasi privat menurut
(Fama, 1970) dalam (Hartono, 2010) sebagaimana penjelasan berikut:
Efficient market hypothesis bentuk lemah (The weak form efficient market
hypothesis) menggambarkan harga saham merefleksikan semua informasi harga
historis. Harga saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu lebih
lanjut informasi masa lalu dihubungkan kepada harga saham untuk membantu
menentukan harga saham sekarang. Berbagai kecenderungan harga saham
ditentukan oleh analisis kecenderungan informasi masa lalu, misalnya harga
saham dapat mengalami kenaikan setiap akhir bulan. Kadang harga saham
menguat pada harga tertentu karena kekuatan lain. Contohnya, harga saham
tampak mengalami kenaikan setiap awal bulan dan turun pada akhir bulan. Jadi,
pada pasar modal efisien bentuk lemah, harga saham mengikuti kecenderungan
tersebut, dan menggunakannya untuk menentukan harga saham.
Efficient Market Hypothesis bentuk setengah kuat (Semistrong form
efficient market hypothesis) dapat menggambarkan semua informasi yang
dipublikasikan sampai ke masyarakat, tujuannya adalah untuk meminimalkan
ketidaktahuan mengenai operasi keuangan perusahaan, dan dimaksudkan untuk
menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai dari suatu efek yang telah
24
dikeluarkan oleh suatu institusi. Jenis informasi yang dipublikasikan sudah
termasuk semua informasi dalam laporan keuangan, laporan tahunan atau
informasi yang disajikan dalam prospektus, informasi mengenai posisi dari
perusahaan pesaing, maupun harga saham historis. Data makro atau kebijakan
fiskal suatu negara mampu digambarkan dalam harga saham. Semua informasi
yang relevan dan dipublikasi menggambarkan harga yang relevan.
Efficient Market Hypothesis bentuk kuat (Strong form efficient market
hypothesis). Pasar modal yang efisien dalam bentuk kuat merupakan tingkat
efisiensi pasar yang tertinggi dimana mengandung arti bahwa semua informasi
direfleksikan dalam harga saham, baik informasi yang dipublikasikan maupun
informasi yang tidak dipublikasikan (non public atau private information). Private
information adalah informasi yang hanya diketahui oleh orang dalam dan bersifat
rahasia karena alasan strategi. Pasar semacam ini sulit dicapai bahkan di negara
maju. Pada efficient market hypothesis bentuk kuat berarti sudah mencapai
efisiensi bentuk yang sempurna, karena dalam pasar efisien ini mencakup semua
informasi, baik itu informasi historis, informasi yang dipublikasikan maupun
informasi yang belum diketahui. Tingkat efisiensi pasar dapat diukur dari
perubahan trading volume activity, perubahan harga saham, dan perubahan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diakibatkan oleh suatu peristiwa.
Dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian efficient market hypothesis
bentuk setengah kuat yang mana jika terdapat abnormal return maka pasar
harus bereaksi secara cepat untuk menyerap abnormal return dan menuju ke
harga keseimbangan yang baru. Efficient market hypothesis bentuk setengah
kuat hanya ditinjau dari informasi yang dipublikasikan yang disebut efesiensi
pasar secara informasi (informationally efficient market) (Hartono, 2010).
25
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu telah membuktikan beragam hal mengenai dampak
yang disebabkan dari adanya suatu kebijakan dalam bentuk informasi yang
mempengaruhi sikap investor dalam mengambil suatu keputusan. Peneliti akan
memberikan gambaran beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
aspek penelitian yang akan diteliti guna mendapatkan bahan perbandingan dan
acuan yang dapat memperjelas pembahasan sebagai berikut:
1. Penelitian berjudul “Analisis Perbandingan Abnormal Return Dan Trading
Volume Activity Sebelum Dan Setelah Suspend BEI (Studi Kasus pada
Saham LQ-45 di BEI Periode 6-15 Oktober 2008)” oleh (Munawarah,
2009) menyatakan bahwa bahwa terdapat rata-rata abnormal return tetapi
tidak signifikan sebelum dan setelah peristiwa suspend BEI.
2. Penelitian berjudul “Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Pergantian
Presiden Republik Indonesia 23 Juli 2001 (Kajian Terhadap Return
Saham LQ-45 di PT Bursa Efek Jakarta)” oleh (Treisye Ariance Lamasigi,
2002) menyatakan bahwa bahwa pasar modal Indonesia menunjukkan
reaksi terhadap peristiwa di luar kegiatan ekonomi walaupun secara
statistik tidak terdapat perkembangan yang signifikan antara abnormal
return sebelum dan setelah peristiwa.
3. Penelitian berjudul “Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Peristiwa
Politik dalam Negeri (Event Study pada Peristiwa 27 Juli 1996)” oleh
(Marwan Asri Suryawijaya dan Faizal Arief Setiawan, 1998) menyatakan
bahwa adanya abnormal return yang signifikan pada 2 hari pengamatan
dan terdapat perbedaan yang signifikan pada 2 hari pengamatan, juga
terdapat perbedaan rata-rata sebelum dan setelah peristiwa.
26
4. Penelitian berjudul “Analisis Perbedaan Sistem Fraksi Harga Saham
Terhadap Variabel Bid-Ask Spread, Depth, Dan Volume Perdagangan
(Studi pada Fraksi Harga Rp10,- Rp25,- Rp50,- di Bursa Efek Indonesia)”
oleh (Fitria Satiari, 2009) menyatakan bahwa adanya perbedaan yang
signifikan terhadap bid-ask spread, depth, dan trading volume activity
sejak pengumuman sistem tick price saham baru, dimana bid-ask spread
mengalami penurunan, depth dan trading volume activity mengalami
peningkatan. Dengan adanya perbedaan yang signifikan maka dapat
diidentifikasikan bahwa penerapan sistem tick price saham baru termasuk
peristiwa dimana informasi belum diantisipasi terlebih dulu oleh investor.
5. Penelitian berjudul “Pengaruh Perbedaan Hubungan Fraksi Harga Saham
Baru
Terhadap
Variabel
Bid-Ask
Spread,
Depth,
dan
Volume
Perdagangan (Studi pada Fraksi Harga 5, 10, 25, dan 50 di Bursa Efek
Jakarta)” oleh (Bayu Agung Nugroho, 2006) menyatakan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan terhadap bid-ask spread dan depth setelah
pengumuman sistem tick price saham baru. Bid-ask spread mampu
membedakan perubahan tick price Rp5,- Rp10,- Rp25,- dan Rp50,artinya investor melakukan penawaran harga yang berkaitan dengan
adanya tick price saham sedangkan depth dan trading volume activity
tidak mampu membedakan tick price Rp5,- Rp10,- Rp25,- dan Rp50,-.
6. Penelitian berjudul “The impact of The tick size reduction On Liquidity:
Empirical Evidence from Jakarta Stock Exchange” oleh (Lukas Purwoto
dan Eduardus Tandelilin, 2004) menyatakan bahwa pengaruh sistem tick
price saham baru membuat bid-ask spread menurun, depth menurun, dan
trading volume activity mengalami peningkatan.
27
7. Penelitian berjudul “Perubahan Fraksi Harga di Bursa Efek Jakarta” oleh
(Lukas Purwoto, 2003) menyatakan bahwa sistem tick price saham baru
membuat bid-ask spread dan depth mengalami penurunan, dan trading
volume activity mengalami penurunan.
8. Penelitian berjudul “Impact of Reduced Tick Sizes on the Hong Kong
Stock Exchange” oleh (Dionigi Gerace dan Ciorstan Smark, 2012)
menyatakan bahwa penurunan tick price berdampak signifikan terhadap
bid-ask spread dan depth, namun kurang berdampak terhadap trading
volume activity.
9. Penelitian berjudul “Tick Size Change on the Stock Exchange of Thailand”
oleh
(Pantisa
Pavabutr
dan
Sukanya
Prangwattananon,
2008)
menyatakan bahwa perubahan tick price berdampak signifikan pada bidask spread, namun kurang berdampak terhadap trading volume activity.
10. Penelitian berjudul “Tick Size Change and Liquidity Provision on the
Tokyo Stock Exchange” oleh (Hee-Joon Ahn, Jun Cai, Kalok Chan, dan
Yasushi Hamao, 2001) menyatakan bahwa perubahan tick price
berdampak efektif signifikan pada bid-ask spread, dan walaupun investor
tampak lebih agresif dalam perdagangan saham namun nyatanya kurang
berdampak signifikan terhadap trading volume activity.
11. Penelitian berjudul “Decimals and Liquidity: A Study of the NYSE” oleh
(Sugato Chakravarty, Robert A. Wood, dan Robert A. Van Ness, 2000)
menyatakan bahwa dampak perubahan tick price signifikan terhadap bidask spread dan juga signifikan terhadap trading volume activity pada
saham berkapitalisasi pasar besar maupun kecil sehingga oleh karenanya
pasar menjadi lebih efektif dan likuid diperdagangkan.
28
C. Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini mengamati apakah sistem perubahan lot size dan tick price
menimbulkan perbedaan terhadap abnormal return, bid-ask spread, depth, dan
trading volume activity antara sebelum dan sesudah terjadinya pengumuman
kebijakan perubahan satuan perdagangan (lot size) dan fraksi harga (tick price)
yang telah ditetapkan dan diberlakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
Oleh karenanya dilakukan analisis selama 21 hari dengan rincian 10 hari
sebelum pengumuman, 10 hari sesudah pengumuman, dan 1 hari (06 Januari
2014) pada saat peristiwa pengumuman kebijakan perubahan tersebut
diberlakukan dalam transaksi perdagangan saham di PT Bursa Efek Indonesia
(BEI). Sehingga akan dihasilkan suatu kesimpulan analisis mengenai perbedaan
lot size dan tick price saham yang baru (Rp1,- Rp5,- dan Rp25,-) terhadap
abnormal return, bid-ask spread, depth, dan trading volume activity.
Sesudah mencermati, mempelajari, serta mendalami penelitian-penelitian
terdahulu yang telah dilakukan, maka peneliti mencoba untuk memberikan model
penelitian dalam bentuk kerangka pemikiran teoritis guna memberikan gambaran
penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:
Model Penelitian:
Satuan
Perdagangan
(Lot Size)
Fraksi Harga
(Tick Price)
29
Abnormal Return
H1
Bid-Ask Spread
H2
Depth
H3
Trading Volume Activity
Activity
H4
D. Perumusan Hipotesis
Untuk meningkatkan likuiditas di Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satu
kebijakan yang diterapkan adalah dengan memberlakukan sistem lot size dan
tick price yang baru. Pasar saham yang likuid ditunjukkan oleh tingginya return,
kecilnya bid-ask spread, besarnya depth, serta tingginya trading volume activity.
Dari skema model penelitian yang telah tergambarkan sebelumnya, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
H1:
Semakin kecil lot size yang ditetapkan, maka akan terdapat perbedaan
average abnormal return pada saham Indeks LQ-45 sebelum dan
sesudah sistem satuan perdagangan (lot size) yang baru diberlakukan
pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
H2:
Semakin kecil tick price yang ditetapkan, maka akan semakin menurun
bid-ask spread pada saham Indeks LQ-45 dengan fraksi harga Rp1,Rp5,- dan Rp25,- saat sistem fraksi harga (tick price) yang baru
diberlakukan pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
H3:
Semakin kecil tick price yang ditetapkan, maka akan semakin meningkat
depth pada saham Indeks LQ-45 dengan fraksi harga Rp1,- Rp5,- dan
Rp25,- saat sistem fraksi harga (tick price) yang baru diberlakukan pada
perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
H4:
Semakin kecil tick price yang ditetapkan, maka akan semakin meningkat
trading volume activity pada saham Indeks LQ-45 dengan fraksi harga
Rp1,- Rp5,- dan Rp25,- saat sistem fraksi harga (tick price) yang baru
diberlakukan pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
30
Filename:
Skripsi_Chandra Permana_F1213015 - Bab 2_5FA6A7F
Directory:
C:\Users\user\AppData\Local\Temp
Template:
C:\Users\user\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm
Title:
Subject:
Author:
@DanielChPermana
Keywords:
Comments:
Creation Date:
17-Jan-16 15:03:00
Change Number:
15
Last Saved On:
03-Feb-16 13:14:00
Last Saved By:
@DanielChPermana
Total Editing Time:
74 Minutes
Last Printed On:
03-Feb-16 13:39:00
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 30
Number of Words: 6,537
Number of Characters:
41,687
Download