BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Bursa Efek Indonesia Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi. Alokasi dana yang produktif terjadi jika individu yang mempunyai kelebihan dana dapat meminjamkannya ke individu lain yang lebih produktif dan sedang membutuhkan dana (Hartono, 2010). Pasar modal di Indonesia adalah PT Bursa Efek Indonesia disingkat BEI atau Indonesia Stock Exchange (IDX) yang merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa Efek hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. Bursa Efek Indonesia merupakan tempat atau wadah bagi para pelaku pasar atau investor untuk memperdagangkan atau memperjualbelikan setiap saham/efek yang mereka miliki dan ingin dibeli. Bursa Efek Indonesia terletak di Jakarta dan memperdagangkan efek di seluruh Indonesia. Bursa Efek Indonesia menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya. Sejak 02 Maret 2009 sistem JATS ini telah digantikan dengan 1 sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX. Bursa Efek Indonesia berpusat di Gedung Bursa Efek Indonesia, Kawasan Niaga Sudirman, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bursa Efek Indonesia dalam praktiknya memiliki visi yaitu menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia, serta memiliki misi yaitu menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya, serta penerapan good governance. Bursa Efek Indonesia juga memiliki core values yaitu teamwork, integrity, professionalism, and service excellence; serta memiliki core competencies yaitu building trust, integrity, strive for excellence, and customer focus. Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Salah satu diantaranya adalah yang kita kenal dengan indikator Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa jenis indeks pasar diantaranya 15 jenis indeks konstituen dan 10 jenis indeks sektoral. Indeks Konstituen yang telah terdaftar diantaranya Indeks Harga Saham Gabungan (JAKARTA COMPOSITE INDEX atau JCI), Indeks Papan Utama (Main Board Index atau MBX), Indeks KOMPAS-100, Indeks LQ-45, Indeks Papan Pengembangan (Development Board Index atau DBX), Jakarta Islamic Index (JII), Indeks INFOBANK-15, Indeks IDX-30, Indeks PEFINDO-25, Indeks BISNIS27, Indeks Investor-33, Indeks SMInfra-18, Indeks SRI-KEHATI, Indeks MNC-36, dan Indonesia Sharia Stock Index (ISSI). Sedangkan Indeks Sektoral yang telah terdaftar diantaranya CONSUMER, AGRI, MANUFACTUR, MISC-IND, MINING, INFRASTRUCTUR, TRADE, FINANCE, PROPERTY, dan BASIC-IND. 2 2. Saham Indeks LQ-45 Pasar modal di Indonesia masih tergolong sebagai pasar modal yang sebagian besar sekuritasnya kurang aktif diperdagangkan dan transaksinya tipis (thin market) di bursa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencakup semua saham yang tercatat dianggap kurang tepat sebagai indikator kegiatan pasar modal karena sebagian besar sahamnya kurang aktif diperdagangkan. Oleh karena itu, diperkenalkan alternatif indeks yang lain yaitu Indeks Likuid-45 (ILQ-45). Indeks LQ-45 adalah termasuk indeks yang diunggulkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan didalamnya terdapat saham perusahaanperusahaan yang memiliki tingkatan rasio paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar diantara saham perusahaan-perusahaan lainnya dimana hal itu merupakan indikator likuidasi. Indeks LQ-45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham yang disesuaikan setiap enam bulan sekali (setiap bulan Februari dan Agustus) sehingga daftar saham perusahaan yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Beberapa kriteria seleksi untuk menentukan suatu emiten dapat masuk dalam indeks LQ-45 diantaranya adalah kriteria yang pertama yaitu berada di top 95 % atau masuk dalam ranking 60 besar dari total rata-rata tahunan nilai transaksi saham selama 12 bulan terakhir di pasar reguler dan juga berada di top 90 % dari rata-rata tahunan berdasarkan kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir, serta kriteria yang kedua yaitu merupakan saham urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi industri Bursa Efek Indonesia (BEI) sesuai dengan nilai kapitalisasi pasarnya dan merupakan urutan tertinggi berdasarkan tingkat frekuensi transaksi yang diperdagangkan di bursa (Jogiyanto, 2008). Selain itu, saham-saham yang terdaftar dalam indeks LQ-45 juga harus 3 memenuhi kriteria dan melewati seleksi yang telah ditetapkan seperti keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi perdagangan, dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler serta tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) minimum selama 3 bulan sejak Initial Public Offering (IPO). Saham-saham yang termasuk didalam LQ-45 juga terus dipantau dan setiap enam bulan akan diadakan review (awal bulan Februari, dan Agustus). Apabila ada saham yang sudah tidak masuk kriteria maka akan digantikan dengan saham lain yang memenuhi syarat. Pemilihan saham-saham LQ-45 harus wajar, oleh karena itu Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai komite penasehat yang terdiri dari beberapa para ahli di yang tergabung dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Universitas, dan profesional di bidang pasar modal. Faktor-faktor yang berperan dan berpengaruh terhadap pergerakan Indeks LQ-45 diantaranya tingkatan Suku Bunga Indonesia (SBI) sebagai patokan portofolio investasi di pasar keuangan Indonesia, laju tingkat inflasi, tingkat toleransi investor terhadap risiko, fluktuasi saham-saham penggerak indeks (index mover stocks) yang notabene merupakan saham berkapitalisasi pasar besar di Bursa Efek Indonesia (BEI), fluktuasi indeks bursa global maupun regional, serta nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain yang mana dapat mempengaruhi pergerakan indeks LQ-45 ke zona tertentu. Tujuan adanya indeks LQ-45 adalah sebagai sarana indikator pelengkap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor, trader, speculator, dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa. 4 3. Harga Saham Pengertian harga saham adalah harga yang terbentuk di pasar jual beli saham. Harga saham berbeda dengan nilai saham. Ukuran harga saham adalah harga saham di bursa saham pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar melalui proses permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham seharihari di Bursa Efek ditunjukkan oleh semakin maraknya fluktuasi harga saham. Semakin meningkatnya harga saham merupakan kondisi ekonomi baik sehingga para pemodal menilai investasi dalam bentuk saham akan sangat menguntungkan, karena tidak menghadapi risiko. Sebaliknya dalam kondisi ekonomi buruk, harga saham akan merosot jatuh dan keadaan demikian tidak menguntungkan dan para pemodal akan berhadapan dengan risiko lebih besar, sebab berhubungan dengan ketidakpastian yang semakin besar. Naik dan turunnya harga saham merupakan cermin dari fluktuasi harga saham yang setiap detik mengalami perubahan. Harga saham yang cenderung naik, akan menciptakan capital gain. Harga saham yang cenderung turun akan menciptakan capital loss. Perubahan harga saham secara kumulatif akan membentuk kumulasi neto harga saham dengan arah positive atau negative. Naiknya harga saham yang lebih besar dari turunnya harga saham, secara cumulative membentuk kumulasi neto harga saham bertanda positif. Sebaliknya turunnya harga saham yang lebih besar dari naiknya harga saham, secara cumulative membentuk kumulasi neto harga saham bertanda negatif. Fluktuasi harga saham dicerminkan oleh adanya naik dan turunnya harga saham, karena perubahan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar modal. Tentunya sang pembeli saham menginginkan harga saham yang semurah-murahnya dari sang 5 penjual. Sementara yang diharapakan dari sang penjual adalah harga saham yang setinggi-tingginya terhadap saham yang mereka jual di bursa saham. Pasar Modal merupakan salah satu bentuk instrumen dari investasi. Pembentukan harga saham tergantung pada emiten sebagi kekuatan penawaran dan para pialang sebagai kekuatan permintaan karenanya harga saham menunjukkan gerakan naik dan turun. Sedangkan pembentukan harga wajar berdasarkan prospektus yang dibuat emiten tanpa mark up dan pialang tidak menggoreng sebuah saham agar harganya naik dan investor menyerbu pasar modal. Jadi pembentukan harga saham harus fair price, untuk semua saham yang diperdagangkan di Bursa Efek (Soejoto, 2002). Harga saham dipengaruh oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi harga saham berkaitan dengan sifat spesifik atas saham tersebut seperti bagaimana kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak. Di samping itu, juga dipengaruhi faktor eksternal yang sifatnya macro meliputi kondisi macro ekonomi atau kondisi teknis pasar seperti kondisi kurs rupiah dan tingkat inflasi, sosial dan politik, rumor-rumor yang berkembang, maupun adanya regulasi termasuk diantaranya kebijaksanaan baru yaitu multi fraksi harga perdagangan saham di PT Bursa Efek Indonesia (BEI). 4. Lot Size Berdasarkan Ketetapan dan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. KEP-00071/BEI/.11-2013 yang ditetapkan pada bulan November 2013, maka mulai tanggal 06 Januari 2014 terjadi perubahan satuan perdagangan (lot size) 1 lot saham dan fraksi harga (tick price) saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). 6 Jika berdasarkan Ketetapan dan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) No. KEP-00005/BEI/.01-2011, bahwasanya satuan perdagangan 1 lot saham ditetapkan sejumlah 500 (lima ratus) lembar saham. Maka mulai tanggal 06 Januari 2014, satuan perdagangan 1 lot saham adalah sejumlah 100 (seratus) lembar saham dan berlaku untuk kelipatannya. Sebagai contoh: 1 lot sama dengan 100 (seratus) lembar saham (1 lot = 100 lembar) 2 lot sama dengan 200 (dua ratus) lembar saham (2 lot = 200 lembar) 5 lot sama dengan 500 (lima ratus) lembar saham (5 lot = 500 lembar) Perdagangan di Pasar Reguler maupun Pasar Tunai diharuskan dalam satuan perdagangan (round lot) Efek atau kelipatannya, yaitu 100 (seratus) Efek. Perdagangan di Pasar Negosiasi tidak menggunakan satuan perdagangan. 5. Tick Price Pengertian fraksi harga (tick price) adalah batasan nilai tawar-menawar atas suatu efek yang ditentukan oleh Bursa Efek. Salah satu protokol terpenting dalam perdagangan pasar sekuritas adalah besarnya kenaikan harga minimum (tick) dimana para pelaku pasar melakukan transaksi dan menetapkan harga. Jika besarnya harga minimum terlalu tinggi, maka akan ada perbedaan penawaran, dan perbedaan itu akan mencapai level yang sangat kompetitif. Jika besarnya harga minimum terlalu kecil, maka dapat mengurangi tingkat kedalaman pasar (depth) dan dapat memperbesar biaya negosiasi, sehingga akan memperlambat proses penentuan harga. 7 Ukuran harga minimum yang kecil dapat mengubah kekuatan pasar, dari investor publik menjadi pelaku perdagangan profesional yang akan memuluskan jalannya para profesional melewati batasan publik yang ada. (Darmadji dan Fakhruddin, 2001). Penggunaan besaran fraksi harga dan maksimum perubahan sebagai acuan dalam tawar-menawar saham di Bursa Efek terhadap suatu saham yang berada dalam suatu rentang harga, apabila pada akhir perdagangan bursa harga suatu saham (close price) melalui batasan rentang harga, maka penggunaan maksimum perubahan sesuai dengan batasan rentang harga dari saham yang bersangkutan mulai berlaku pada hari bursa berikutnya. Perubahan fraksi harga atas suatu saham sebagai akibat perubahan rentang harga saham tersebut mengakibatkan harga saham tersebut harus merupakan kelipatan dari fraksi harga yang baru yang berlaku pada rentang harga tersebut. Dengan demikian, harga saham yang menjadi patokan untuk menentukan fraksi harga (tick price) adalah harga penutupan hari sebelumnya. Fraksi dan jenjang maksimum perubahan harga berlaku untuk satu hari bursa penuh dan disesuaikan pada hari bursa berikutnya jika close price berada pada rentang harga yang berbeda. Jenjang maksimum perubahan harga dapat dilakukan sepanjang tidak melampaui batasan persentase auto rejection. Harga penawaran jual dan atau permintaan beli yang dimasukkan ke dalam Jakarta Automated Trading System (JATS) adalah harga penawaran yang masih berada di dalam rentang harga tertentu. Bila Anggota Bursa memasukkan harga diluar rentang harga tersebut maka secara otomatis akan ditolak (auto rejection) oleh Jakarta Automated Trading System (JATS). 8 Batasan auto rejection yang berlaku saat ini adalah bila harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih kecil dari Rp 50,- (lima puluh rupiah); harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 35 % (tiga puluh lima perseratus) di atas atau di bawah Acuan Harga untuk Saham dengan rentang harga Rp 50,- (lima puluh rupiah) sampai dengan dari Rp 200,- (dua ratus rupiah); harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 25 % (dua puluh lima perseratus) di atas atau di bawah Acuan Harga untuk Saham dengan rentang harga Rp 200,- (dua ratus rupiah) sampai dengan dari Rp 5.000,- (lima ribu rupiah); harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 20 % (dua puluh perseratus) di atas atau di bawah Acuan Harga untuk Saham dengan rentang harga di atas Rp 5.000,- (lima ribu rupiah). Penerapan auto rejection terhadap harga di atas untuk perdagangan saham hasil penawaran umum yang pertama kalinya diperdagangkan di bursa (perdagangan perdana), ditetapkan sebesar 2 (dua) kali dari persentase batasan auto rejection harga sebagaimana dimaksud dalam butir di atas. Acuan Harga yang digunakan untuk pembatasan harga penawaran tertinggi atau terendah atas saham yang dimasukkan ke Jakarta Automated Trading System dalam perdagangan saham di Pasar Reguler dan Pasar Tunai adalah sebagai berikut: Menggunakan harga pembukaan (Opening Price) yang terbentuk pada sesi PraPembukaan; atau menggunakan harga penutupan (Closing Price) di Pasar Reguler pada Hari Bursa sebelumnya (Previous Price) apabila Opening Price tidak terbentuk. Dalam hal Perusahaan Tercatat melakukan tindakan korporasi maka selama 3 (tiga) Hari Bursa berturut-turut setelah berakhirnya perdagangan saham yang memuat hak (periode cum) di Pasar Reguler, Acuan Harga di atas menggunakan Previous Price dari masing-masing Pasar (Reguler atau Tunai). 9 Pelaksanaan perdagangan di Pasar Reguler dimulai dengan Prapembukaan. Anggota Bursa dapat memasukkan penawaran jual dan atau permintaan beli sesuai dengan ketentuan satuan perdagangan, satuan perubahan harga (fraksi) dan ketentuan auto rejection. Harga Pembukaan terbentuk berdasarkan akumulasi jumlah penawaran jual dan permintaan beli terbanyak yang dapat dialokasikan oleh Jakarta Automated Trading System (JATS) pada harga tertentu pada periode Pra-pembukaan. Seluruh penawaran jual dan atau permintaan beli yang tidak teralokasi di Pra-pembukaan, akan diproses secara langsung (tanpa memasukkan kembali penawaran jual dan atau permintaan beli) pada sesi I perdagangan, kecuali Harga penawaran jual dan atau permintaan beli tersebut melampaui batasan auto rejection. Memasuki Pasar Reguler, Penawaran jual dan atau permintaan beli dimasukkan ke dalam JATS dan diproses oleh JATS dengan memperhatikan: Prioritas harga (price priority) yaitu permintaan beli pada harga yang lebih tinggi memiliki prioritas terhadap permintaan beli pada harga yang lebih rendah, sedangkan penawaran jual pada harga yang lebih rendah memiliki prioritas terhadap penawaran jual pada harga yang lebih tinggi. Prioritas waktu (time priority) yaitu bila penawaran jual atau permintaan beli diajukan pada harga yang sama, JATS memberikan prioritas kepada permintaan beli atau penawaran jual yang diajukan terlebih dahulu. Pengurangan jumlah Efek pada JATS baik pada penawaran jual maupun permintaan beli untuk tingkat harga yang sama tidak mengakibatkan hilangnya prioritas waktu. Transaksi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai terjadi dan mengikat saat penawaran jual dijumpakan (match) dengan permintaan beli oleh JATS. 10 Perdagangan Efek di Pasar Negosiasi dilakukan melalui proses tawar menawar secara individual (negosiasi secara langsung) antara Anggota Bursa, nasabah melalui satu Anggota Bursa, atau Nasabah dengan Anggota Bursa dan selanjutnya hasil kesepakatan dari tawar menawar diproses melalui Jakarta Automated Trading System (JATS). Anggota Bursa dapat menyampaikan penawaran jual dan atau permintaan beli melalui papan tampilan informasi (advertising) dan bisa diubah atau dibatalkan sebelum kesepakatan dilaksanakan di Jakarta Automated Trading System (JATS). Kesepakatan akan mulai mengikat pada saat terjadi penjumpaan antara penawaran jual dan permintaan beli di Jakarta Automated Trading System (JATS). 6. Abnormal Return Pengertian abnormal return adalah kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap normal return yang merupakan return yang diharapkan (expected return) (Hartono, 2010). Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung (Rachmawati, 2005). Studi peristiwa menganalisis return tidak normal dari sekuritas yang mungkin terjadi disekitar pengumuman dari suatu peristiwa. Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa abnormal return terjadi karena dipicu oleh adanya kejadian atau peristiwa tertentu, misalnya kebijakan bursa, hari libur nasional, suasana politik, kejadian-kejadian luar biasa, stock split, penawaran perdana, suspend dan lain-lain (Hartono, 2005). 11 Abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi. Formulasinya ialah sebagai berikut (Hartono, 2010): Keterangan: ARi,t = abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. E [Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t. 7. Actual Return Pengertian actual return saham adalah hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Return merupakan salah satu faktor membuat investor termotivasi untuk terus berinvestasi dan sekaligus sebagai imbalan atas segala keberanian dalam berinvestasi dan menanggung risiko. Hubungan antara return dan risk yang diharapkan adalah hubungan yang searah atau linier dimana artinya semakin tinggi risk yang ditanggung semakin tinggi pula return yang mungkin akan diperoleh dari suatu aset, hal ini juga terjadi sebaliknya. Dalam karakteristik suatu investasi terdapat suatu aset investasi tertentu dimana terdapat return yang tetap namun bebas risk, titik ini disebut titik risk free (Hartono, 2010). Sumber-sumber return dari investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dan capital gain atau capital loss. Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh suatu investasi secara periodik. Dalam instrumen saham kita mengenalnya sebagai deviden 12 yang hanya akan berupa angka nol atau positif. Sedangkan capital gain atau capital loss merupakan kenaikan atau penurunan nilai dari suatu surat berharga yang dapat berupa angka minus, angka nol, dan angka positif. Return dapat berupa return realisasi atau sesungguhnya (realized return) yaitu return yang sudah terjadi dan return yang belum terjadi tetapi diharapkan terjadi di masa mendatang (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan dapat digunakan sebagai pengukur kinerja dari perusahaan, dan sebagai dasar penentu expected return serta risk di masa yang akan datang (Hartono, 2010). Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya. Return saham (Ri,t) sesungguhnya diperoleh dari harga saham harian sekuritas i pada periode t (Pi,t) dikurangi harga saham harian sekuritas i pada periode t-1 (Pi,t-1), dibagi harga saham harian sekuritas i pada periode t-1 (Pi,t-1). Agar lebih jelasnya dapat diformulasikan sebagai berikut (Hartono, 2010): Keterangan: Ri,t = return saham harian sekuritas i pada periode t Pi,t = harga saham harian sekuritas i pada periode t Pi,t-1 = harga saham harian sekuritas i pada periode t-1 13 8. Expected Return Pengertian expected return adalah return yang digunakan untuk pengambilam keputusan investasi. Expected return penting jika dibandingkan dengan return historis karena expected return merupakan return yang diharapkan dari investasi yang akan dilakukan (Hartono, 2010). Dengan kata lain expected return adalah return yang diharapkan investor yang akan diperoleh di masa yang akan datang dimana sifatnya belum terjadi. Terdapat 3 (tiga) model dalam mengestimasi expected return menurut (Brown dan Warner, 1985) dalam (Hartono, 2005) yaitu sebagai berikut: a. Mean-adjusted Model Model disesuaikan rata-rata (Mean-adjusted Model) menganggap bahwa return ekspektasi yang bernilai konstan sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi (estimation period): Keterangan: E [Ri,t] = expected return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t Ri,j = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j T = lamanya periode estimasi yaitu dari t-1 sampai dengan t-2 Periode estimasi (estimation period) umumnya merupakan periode sebelum periode peristiwa yang diamati minimal sebanyak 60 hari bursa. Periode peristiwa (event period) disebut juga periode pengamatan atau jendela peristiwa (event period). 14 b. Market Model Perhitungan dengan model pasar (market model) dilakukan dengan dua tahap, yaitu pertama membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi, dan kedua menggunakan model ekspektasi tersebut untuk mengestimasi expected return di periode jendela. Model ekspektasinya dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi melalui persamaan: Keterangan: Ri,j = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j αi = intercept untuk sekuritas ke-i βi = koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke-i RMj = return indeks pasar pada periode estimasi ke-j ei,j = kesalahan residu sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j c. Market-adjusted Model Model disesuaikan pasar (Market-adjusted Model) menganggap penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar. 15 Keterangan: E [Ri,t] = expected return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t RM,i,t = return pasar dari sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan Mean-adjusted Model karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan kemudian menggunakannya untuk mengestimasi expected return. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan peneliti bahwa reaksi yang terjadi adalah akibat dari peristiwa yang diamati dan bukan karena peristiwa lain yang bisa mempengaruhi peristiwa yang diamati tersebut. 9. Bid-Ask Spread Pengertian bid-ask spread adalah presentase selisih antara bid-price dengan ask-price atau bisa dikenal dengan istilah lainnya yaitu cost of transaction imediary to investor. Bid dan Offer adalah seperti layaknya proses tawar menawar dalam pembelian barang biasa sehari-hari. Bid-price mempunyai arti harga tertinggi yang diinginkan oleh pembeli untuk penjual, sedangkan askprice adalah harga terendah yang ditawarkan oleh penjual untuk pembeli (Fatmawati dan Asri, 1999). Spread merupakan selisih antara harga beli tertinggi yang menyebabkan investor bersedia untuk membeli saham tertentu dengan harga jual terendah yang menyebabkan investor bersedia untuk menjual sahamnya (Fabozzi dan Modigliani, 1996). Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa bid-ask spread merupakan 16 fungsi dari transaction cost, mempengaruhi perdagangan yang menyebabkan investor mengharapkan untuk menahan lebih panjang financial asset yang memiliki biaya transaksi yang lebih tinggi. Biaya transaksi tersebut meliputi biaya komisi, biaya pelaksanaan, dan biaya peluang yang dapat dikelompokkan menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel (Fabozzi, 1999). Bid-ask spread juga dapat diartikan sebagai selisih harga beli tertinggi yang ditawarkan trader (pedagang saham) untuk bersedia membeli suatu saham dengan harga jual terendah yang ditawarkan trader untuk bersedia menjual saham tersebut. Secara konseptual bid-ask spread adalah kompensasi ekonomi yang diberikan kepada market maker atas pelayanan atau jasanya. Bid-ask spread merupakan faktor yang dipertimbangkan investor untuk mengambil keputusan apakah menahan atau menjual saham tersebut. Hal yang harus diperhatikan investor untuk memutuskan membeli atau menjual pada harga tertentu yaitu mengetahui seberapa besar perbedaan (spread) antara permintaan beli (bid) dan harga tawaran jual (ask). Penentuan harga saham dari suatu saham yang diperdagangkan saat itu yang telah melalui proses transaksi jual-beli adalah harga saham yang berlaku pada saat itu juga. Bid-ask spread dibedakan menjadi 2 macam yaitu: quoted spread, yang merupakan perbedaan antara harga penawaran dan permintaan yang ditawarkan oleh market maker kepada pelanggan potensial, atau ada juga yang mengatakan perbedaan antara kuota permintaan dan penawaran oleh pelaku pasar pada waktu tertentu yang merupakan perbedaan yang terjadi ketika seorang market maker membayar dan menerima cadangan sekuritasnya atau perbedaan ratarata antara harga ketika pelaku pasar menjual pada suatu waktu dan ketika pelaku pasar membeli pada suatu waktu lebih awal. 17 10. Depth Pengertian depth adalah volume lembar saham pada harga order jual terendah dan harga order beli tertinggi. Perubahan depth adalah penting untuk mengevaluasi perubahan likuiditas secara menyeluruh (Purwoto, 2003). Secara logis, semakin banyak sekuritas yang diperdagangkan, semakin besar kedalaman pasar, kedalaman juga menggambarkan kemampuan pasar untuk menyerap order pembelian dan penjualan yang besar tanpa perubahan yang mencolok (Shook, 2002). Depth menunjukkan jumlah atau nilai traksaksi yang dapat segera diserap pasar tanpa mempengaruhi tingkat harga. Nilai depth yang naik berarti semakin baik tingkat likuiditas. Selanjutnya untuk mengukur depth menggunakan best bid depth dan best ask depth yaitu rata-rata volume lembar saham bid terbaik dan ask terbaik (Ekaputra dan Putri, 2006). 11. Trading Volume Activity Pengertian trading volume activity adalah jumlah lembar saham yang ditransaksikan oleh para investor atau pemodal di perdagangan saham. Semakin banyak dan semakin besar investor menginvestasikan modalnya pada saham akan menjadikan saham-saham yang diperdagangkan semakin likuid. Trading volume activity atau sering disebut kegiatan perdagangan saham merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Husnan, 1996). Jumlah saham yang diterbitkan dapat tercermin dalam jumlah lembar saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham. 18 Perkembangan trading volume activity mencerminkan kekuatan antara penawaran dan permintaan yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor. Naiknya trading volume merupakan kenaikan aktivitas jual beli oleh para investor di bursa. Semakin meningkat volume penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa. Semakin meningkat trading volume activity menunjukkan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap naiknya harga atau return saham (Chordia dan Bhaskaran, 2000). Pendekatan trading volume activity dapat digunakan sebagai proaksi reaksi pasar. Argumen yang dikemukakan adalah bahwa trading volume activity lebih merefleksikan aktivitas investor karena adanya suatu informasi baru melalui penjumlahan seluruh perdagangan saham. Pada pasar modal yang memiliki efisiensi pasar bentuk lemah, trading volume activity merupakan indikator kegiatan saham yang dapat diandalkan. Trading volume activity digunakan untuk mengetahui apakah investor individual melakukan penelitian terhadap informasi yang dimilikinya, dalam artian apakah informasi tersebut digunakan investor untuk membuat keputusan investasi (Husnan, 1996). Perubahan trading volume activity saham di pasar modal menunjukkan aktivitas perdagangan saham di bursa dan mencerminkan keputusan investasi oleh investor (Meidawati dan Harimawan, 2004). Trading volume activity adalah instrumen yang digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter perubahan volume perdagangan saham (Fatmawati dan Asri, 1999). Jumlah saham yang beredar dapat mempengaruhi tingkat trading volume. Jika suatu saham mempunyai trading volume yang besar maka saham tersebut dinyatakan sebagai saham yang aktif di pasar modal (Chordia dan Bhaskaran, 19 2000). Saham dengan trading volume yang besar akan menghasilkan return saham yang tinggi. Trading volume activity yang besar menunjukkan bahwa saham tersebut sangat diminati banyak investor. Kecenderungan investor adalah tertarik pada saham yang memberikan return yang tinggi walau beresiko, sehingga saham yang fluktuatif dan memiliki kecenderungan harga yang meningkat maka saham tersebut akan diburu investor begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal itu antara harga saham (stock price) dan trading volume activity bersifat positif. Hubungan ini bisa bersifat kausal, yaitu perubahan stock price dapat disebabkan oleh perubahan permintaan saham atau trading volume. Ditinjau dari fungsinya trading volume activity merupakan suatu variasi dari event study. Pendekatan trading volume activity ini juga dapat digunakan untuk menguji efficient market hypothesis bentuk lemah (weak-form efficiency). Hal ini dikarenakan pada pasar yang belum efisien atau efisien dalam bentuk lemah, perubahan harga belum dengan segera mencerminkan informasi yang ada sehingga investor hanya dapat mengamati reaksi pasar modal melalui pergerakan trading volume activity pasar modal yang diteliti. Kecepatan reaksi antara kejadian dan pengaruhnya terhadap harga saham di bursa tergantung pada kekuatan pasar. Semakin efisien suatu pasar, semakin cepat pula informasi terefleksikan dalam harga yang sama (Meidawati dan Harimawan, 2004). 12. Tick Price dengan Bid-Ask Spread, Depth, dan Trading Volume Penurunan tick price menyebabkan terjadinya perubahan likuiditas yang berkorelasi terbalik dengan harga dan berkaitan langsung dengan trading volume activity, karena pada saham yang berharga rendah dan bervolume tinggi, tick price merupakan faktor yang berpengaruh pada likuiditas saham (Harris, 1994). 20 Beberapa penelitian menganalisa pengaruh pengumuman tick price baik secara teoritis maupun secara empiris seperti ada penelitian memperlihatkan ketika pergerakan saham stabil maka depth kumulatif akan menurun sesuai dengan penurunan tick price dan pelaku pasar tidak menyukai harga yang terlalu stabil atau harga yang terlalu bervariasi (Seppi, 1997). Ada yang menemukan bahwa penurunan tick price akan menurunkan likuiditas. Penurunan tick price akan mengurangi quoted spread pada saham tetapi juga mengurangi quoted depth karena menurunnya margin profitabilitas dari likuiditas. (Harris, 1994). Dampak penurunan tick price secara teoritis dapat positive ataupun negative karena berbagai faktor. Argumen pertama memperkirakan bahwa volatilitas akan meningkat akibat penurunan tick price, karena depth menurun, banyak traksaksi yang batal dan terjadi penurunan trading volume activity, hal ini akan meningkatkan variasi harga (Porter dan Weaver, 1997). Ada jua yang menemukan adanya hubungan terbalik antara quoted size dengan volatilitas, sehingga penurunan pada depth menyebabkan peningkatan varian harga. Pasar saham yang likuid ditunjukkan oleh kecilnya bid-ask spread, besarnya depth, serta tingginya trading volume activity (Harris, 1997). 13. Event Study Pengertian event study adalah bagaimana mengukur pengaruh suatu peristiwa tertentu terhadap suatu nilai perusahaan. Kegunaan event study adalah memberikan rasionalitas di dalam pasar bahwa efek suatu peristiwa akan segera dengan cepat terefleksikan pada harga suatu surat berharga di pasar modal (Mackinlay, 1997). Event study merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang infomasinya dipublikasikan sebagai suatu 21 pengumuman (Hartono, 2005). Event study juga dapat didefinisikan sebagai pengamatan mengenai harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah ada abnormal return yang diperoleh pemegang saham akibat dari suatu peristiwa tertentu (Peterson, 1998). Dengan adanya pengumuman yang mengandung informasi tersebut, diharapkan pasar dapat bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang bersangkutan dengan menggunakan pengukuran abnormal return, sehingga dapat dikatakan pengumuman yang memiliki kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar dan begitu juga dengan sebaliknya (Sant dan Ferris, 1994). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa event study dikembangkan untuk menganalisis reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan. Peristiwa tersebut meliputi peristiwa ekonomi maupun non ekonomi untuk mengetahui ada tidaknya abnormal return yang diperoleh pemegang saham. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu peristiwa atau pengumuman. Jika suatu peristiwa atau pengumuman mengandung informasi maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Lamasigi, 2002). Indikasi makin banyaknya penelitian yang berbasis event study yang mengambil kaitan antara perubahan indikator pergerakan nilai saham dengan berbagai peristiwa atau informasi yang terkait langsung dengan aktivitas ekonomi menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar modal serta menunjukkan makin terintegrasinya peran pasar modal dalam kehidupan sosial masyarakat dunia (Meidawati dan Harimawan, 2004). 22 14. Efficient Market Hypothesis Salah satu indikator dalam penilaian baik tidaknya suatu pasar modal adalah tingkat efisiensi. Pasar modal yang efisien adalah pasar modal yang mampu mencerminkan harga saham sesuai dengan nilai intrinsik saham yang bersangkutan, di samping itu efisiensi pasar modal juga berkaitan dengan kecepatan pergerakan pasar modal atas informasi yang datang. Fenomena di atas menggariskan bahwa untuk membentuk pasar modal yang efisien, perilaku para pelaku pasar modal merupakan hal penting apakah para pelaku pasar modal cukup mampu untuk bereaksi tepat dan cepat atas suatu informasi. (Hartono, 2005). Situasi efficient market hypothesis menunjukkan hubungan antara harga pasar dan bentuk pasar. Pengertian harga pasar adalah harga saham yang ditentukan dan dibentuk oleh mekanisme pasar modal. Sedang bentuk mekanisme pasar modal tidak mudah untuk didefinisikan, mengingat hal itu meliputi sejumlah aktivitas yang berpengaruh pada beberapa keadaan. Efisiensi pasar modal ditentukan oleh seberapa besar pengaruh informasi yang relevan, yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi. Adanya berbagai situasi maupun kondisi yang berbeda diantara negara yang satu dengan lainnya, menyebabkan efisiensi pasar pada suatu negara akan berbeda dengan negara yang lain. Dengan melihat latar belakang yang berbeda, maka tingkat efisiensi pasar modal pada beberapa negara juga akan berbeda. Kondisi pasar sempurna (perfect market) tidak akan pernah dicapai oleh pasar yang paling efisien di suatu negara. Di sisi lain, efficient market hypothesis merupakan alat guna mengoperasikan gagasan perfect market, dengan maksud agar para pelaku pasar dapat menyesuaikan diri, dalam rangka mengambil 23 keputusan. Hal ini tentu saja sangat membantu dan mempunyai arti sangat penting dalam menjalankan mekanisme pasar bebas. Jadi, dapat disimpulkan efficient market hypothesis menunjukkan tingkatan. (Sunariyah, 2004). Bentuk efisiensi pasar ditentukan oleh informasi yang tersedia. Informasi yang tercermin dalam harga saham akan menentukan bentuk pasar efisien yang dapat dicapai. Secara teori dikenal tiga macam bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi, yaitu informasi masa lalu, informasi sekarang yang sedang dipublikasikan, dan informasi privat menurut (Fama, 1970) dalam (Hartono, 2010) sebagaimana penjelasan berikut: Efficient market hypothesis bentuk lemah (The weak form efficient market hypothesis) menggambarkan harga saham merefleksikan semua informasi harga historis. Harga saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu lebih lanjut informasi masa lalu dihubungkan kepada harga saham untuk membantu menentukan harga saham sekarang. Berbagai kecenderungan harga saham ditentukan oleh analisis kecenderungan informasi masa lalu, misalnya harga saham dapat mengalami kenaikan setiap akhir bulan. Kadang harga saham menguat pada harga tertentu karena kekuatan lain. Contohnya, harga saham tampak mengalami kenaikan setiap awal bulan dan turun pada akhir bulan. Jadi, pada pasar modal efisien bentuk lemah, harga saham mengikuti kecenderungan tersebut, dan menggunakannya untuk menentukan harga saham. Efficient Market Hypothesis bentuk setengah kuat (Semistrong form efficient market hypothesis) dapat menggambarkan semua informasi yang dipublikasikan sampai ke masyarakat, tujuannya adalah untuk meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi keuangan perusahaan, dan dimaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai dari suatu efek yang telah 24 dikeluarkan oleh suatu institusi. Jenis informasi yang dipublikasikan sudah termasuk semua informasi dalam laporan keuangan, laporan tahunan atau informasi yang disajikan dalam prospektus, informasi mengenai posisi dari perusahaan pesaing, maupun harga saham historis. Data makro atau kebijakan fiskal suatu negara mampu digambarkan dalam harga saham. Semua informasi yang relevan dan dipublikasi menggambarkan harga yang relevan. Efficient Market Hypothesis bentuk kuat (Strong form efficient market hypothesis). Pasar modal yang efisien dalam bentuk kuat merupakan tingkat efisiensi pasar yang tertinggi dimana mengandung arti bahwa semua informasi direfleksikan dalam harga saham, baik informasi yang dipublikasikan maupun informasi yang tidak dipublikasikan (non public atau private information). Private information adalah informasi yang hanya diketahui oleh orang dalam dan bersifat rahasia karena alasan strategi. Pasar semacam ini sulit dicapai bahkan di negara maju. Pada efficient market hypothesis bentuk kuat berarti sudah mencapai efisiensi bentuk yang sempurna, karena dalam pasar efisien ini mencakup semua informasi, baik itu informasi historis, informasi yang dipublikasikan maupun informasi yang belum diketahui. Tingkat efisiensi pasar dapat diukur dari perubahan trading volume activity, perubahan harga saham, dan perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diakibatkan oleh suatu peristiwa. Dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian efficient market hypothesis bentuk setengah kuat yang mana jika terdapat abnormal return maka pasar harus bereaksi secara cepat untuk menyerap abnormal return dan menuju ke harga keseimbangan yang baru. Efficient market hypothesis bentuk setengah kuat hanya ditinjau dari informasi yang dipublikasikan yang disebut efesiensi pasar secara informasi (informationally efficient market) (Hartono, 2010). 25 B. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu telah membuktikan beragam hal mengenai dampak yang disebabkan dari adanya suatu kebijakan dalam bentuk informasi yang mempengaruhi sikap investor dalam mengambil suatu keputusan. Peneliti akan memberikan gambaran beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan aspek penelitian yang akan diteliti guna mendapatkan bahan perbandingan dan acuan yang dapat memperjelas pembahasan sebagai berikut: 1. Penelitian berjudul “Analisis Perbandingan Abnormal Return Dan Trading Volume Activity Sebelum Dan Setelah Suspend BEI (Studi Kasus pada Saham LQ-45 di BEI Periode 6-15 Oktober 2008)” oleh (Munawarah, 2009) menyatakan bahwa bahwa terdapat rata-rata abnormal return tetapi tidak signifikan sebelum dan setelah peristiwa suspend BEI. 2. Penelitian berjudul “Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Pergantian Presiden Republik Indonesia 23 Juli 2001 (Kajian Terhadap Return Saham LQ-45 di PT Bursa Efek Jakarta)” oleh (Treisye Ariance Lamasigi, 2002) menyatakan bahwa bahwa pasar modal Indonesia menunjukkan reaksi terhadap peristiwa di luar kegiatan ekonomi walaupun secara statistik tidak terdapat perkembangan yang signifikan antara abnormal return sebelum dan setelah peristiwa. 3. Penelitian berjudul “Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Peristiwa Politik dalam Negeri (Event Study pada Peristiwa 27 Juli 1996)” oleh (Marwan Asri Suryawijaya dan Faizal Arief Setiawan, 1998) menyatakan bahwa adanya abnormal return yang signifikan pada 2 hari pengamatan dan terdapat perbedaan yang signifikan pada 2 hari pengamatan, juga terdapat perbedaan rata-rata sebelum dan setelah peristiwa. 26 4. Penelitian berjudul “Analisis Perbedaan Sistem Fraksi Harga Saham Terhadap Variabel Bid-Ask Spread, Depth, Dan Volume Perdagangan (Studi pada Fraksi Harga Rp10,- Rp25,- Rp50,- di Bursa Efek Indonesia)” oleh (Fitria Satiari, 2009) menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap bid-ask spread, depth, dan trading volume activity sejak pengumuman sistem tick price saham baru, dimana bid-ask spread mengalami penurunan, depth dan trading volume activity mengalami peningkatan. Dengan adanya perbedaan yang signifikan maka dapat diidentifikasikan bahwa penerapan sistem tick price saham baru termasuk peristiwa dimana informasi belum diantisipasi terlebih dulu oleh investor. 5. Penelitian berjudul “Pengaruh Perbedaan Hubungan Fraksi Harga Saham Baru Terhadap Variabel Bid-Ask Spread, Depth, dan Volume Perdagangan (Studi pada Fraksi Harga 5, 10, 25, dan 50 di Bursa Efek Jakarta)” oleh (Bayu Agung Nugroho, 2006) menyatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan terhadap bid-ask spread dan depth setelah pengumuman sistem tick price saham baru. Bid-ask spread mampu membedakan perubahan tick price Rp5,- Rp10,- Rp25,- dan Rp50,artinya investor melakukan penawaran harga yang berkaitan dengan adanya tick price saham sedangkan depth dan trading volume activity tidak mampu membedakan tick price Rp5,- Rp10,- Rp25,- dan Rp50,-. 6. Penelitian berjudul “The impact of The tick size reduction On Liquidity: Empirical Evidence from Jakarta Stock Exchange” oleh (Lukas Purwoto dan Eduardus Tandelilin, 2004) menyatakan bahwa pengaruh sistem tick price saham baru membuat bid-ask spread menurun, depth menurun, dan trading volume activity mengalami peningkatan. 27 7. Penelitian berjudul “Perubahan Fraksi Harga di Bursa Efek Jakarta” oleh (Lukas Purwoto, 2003) menyatakan bahwa sistem tick price saham baru membuat bid-ask spread dan depth mengalami penurunan, dan trading volume activity mengalami penurunan. 8. Penelitian berjudul “Impact of Reduced Tick Sizes on the Hong Kong Stock Exchange” oleh (Dionigi Gerace dan Ciorstan Smark, 2012) menyatakan bahwa penurunan tick price berdampak signifikan terhadap bid-ask spread dan depth, namun kurang berdampak terhadap trading volume activity. 9. Penelitian berjudul “Tick Size Change on the Stock Exchange of Thailand” oleh (Pantisa Pavabutr dan Sukanya Prangwattananon, 2008) menyatakan bahwa perubahan tick price berdampak signifikan pada bidask spread, namun kurang berdampak terhadap trading volume activity. 10. Penelitian berjudul “Tick Size Change and Liquidity Provision on the Tokyo Stock Exchange” oleh (Hee-Joon Ahn, Jun Cai, Kalok Chan, dan Yasushi Hamao, 2001) menyatakan bahwa perubahan tick price berdampak efektif signifikan pada bid-ask spread, dan walaupun investor tampak lebih agresif dalam perdagangan saham namun nyatanya kurang berdampak signifikan terhadap trading volume activity. 11. Penelitian berjudul “Decimals and Liquidity: A Study of the NYSE” oleh (Sugato Chakravarty, Robert A. Wood, dan Robert A. Van Ness, 2000) menyatakan bahwa dampak perubahan tick price signifikan terhadap bidask spread dan juga signifikan terhadap trading volume activity pada saham berkapitalisasi pasar besar maupun kecil sehingga oleh karenanya pasar menjadi lebih efektif dan likuid diperdagangkan. 28 C. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengamati apakah sistem perubahan lot size dan tick price menimbulkan perbedaan terhadap abnormal return, bid-ask spread, depth, dan trading volume activity antara sebelum dan sesudah terjadinya pengumuman kebijakan perubahan satuan perdagangan (lot size) dan fraksi harga (tick price) yang telah ditetapkan dan diberlakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Oleh karenanya dilakukan analisis selama 21 hari dengan rincian 10 hari sebelum pengumuman, 10 hari sesudah pengumuman, dan 1 hari (06 Januari 2014) pada saat peristiwa pengumuman kebijakan perubahan tersebut diberlakukan dalam transaksi perdagangan saham di PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Sehingga akan dihasilkan suatu kesimpulan analisis mengenai perbedaan lot size dan tick price saham yang baru (Rp1,- Rp5,- dan Rp25,-) terhadap abnormal return, bid-ask spread, depth, dan trading volume activity. Sesudah mencermati, mempelajari, serta mendalami penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan, maka peneliti mencoba untuk memberikan model penelitian dalam bentuk kerangka pemikiran teoritis guna memberikan gambaran penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut: Model Penelitian: Satuan Perdagangan (Lot Size) Fraksi Harga (Tick Price) 29 Abnormal Return H1 Bid-Ask Spread H2 Depth H3 Trading Volume Activity Activity H4 D. Perumusan Hipotesis Untuk meningkatkan likuiditas di Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satu kebijakan yang diterapkan adalah dengan memberlakukan sistem lot size dan tick price yang baru. Pasar saham yang likuid ditunjukkan oleh tingginya return, kecilnya bid-ask spread, besarnya depth, serta tingginya trading volume activity. Dari skema model penelitian yang telah tergambarkan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: H1: Semakin kecil lot size yang ditetapkan, maka akan terdapat perbedaan average abnormal return pada saham Indeks LQ-45 sebelum dan sesudah sistem satuan perdagangan (lot size) yang baru diberlakukan pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). H2: Semakin kecil tick price yang ditetapkan, maka akan semakin menurun bid-ask spread pada saham Indeks LQ-45 dengan fraksi harga Rp1,Rp5,- dan Rp25,- saat sistem fraksi harga (tick price) yang baru diberlakukan pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). H3: Semakin kecil tick price yang ditetapkan, maka akan semakin meningkat depth pada saham Indeks LQ-45 dengan fraksi harga Rp1,- Rp5,- dan Rp25,- saat sistem fraksi harga (tick price) yang baru diberlakukan pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). H4: Semakin kecil tick price yang ditetapkan, maka akan semakin meningkat trading volume activity pada saham Indeks LQ-45 dengan fraksi harga Rp1,- Rp5,- dan Rp25,- saat sistem fraksi harga (tick price) yang baru diberlakukan pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). 30 Filename: Skripsi_Chandra Permana_F1213015 - Bab 2_5FA6A7F Directory: C:\Users\user\AppData\Local\Temp Template: C:\Users\user\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm Title: Subject: Author: @DanielChPermana Keywords: Comments: Creation Date: 17-Jan-16 15:03:00 Change Number: 15 Last Saved On: 03-Feb-16 13:14:00 Last Saved By: @DanielChPermana Total Editing Time: 74 Minutes Last Printed On: 03-Feb-16 13:39:00 As of Last Complete Printing Number of Pages: 30 Number of Words: 6,537 Number of Characters: 41,687