Sikap Mahasiswa terhadap Scientific Field Trips

advertisement
Sikap Mahasiswa terhadap Scientific Field Trips pada Perkuliahan
Biologi Konservasi Berbasis Kearifan Lokal
Suroso Mukti Leksono1,2 , Nuryani Rustaman3 dan Sri Redjeki3
E-mail: [email protected], No HP: 081213133855
1
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNTIRTA
2
Mahasiswa Program Studi IPA, Program Pascasarjana UPI
3
Guru Besar Pendidikan IPA, Program Pascasarjana UPI
Kerusakan biodiversitas akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Ketidakpedulian
masyarakat terhadap biodiversiatas ini disebabkan oleh sistem pembelajaran yang tidak
sesuai. Pembelajaran konservasi biodiversitas seharusnya dilakukan dengan strategi
mengajar yang melibatkan mahasiswa secara aktif, seperti pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis proyek dan kegiatan belajar di alam terbuka dengan materi
pembelajaran yang dikenal oleh mahasiswa. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sikap mahasiswa terhadap model Scientific Field Trips pada perkuliahan
Biologi Konservasi berbasis kearifan lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif dengan menggunakan angket untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap
Scientific Field Trips. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sikap mahasiwa
terhadap Scientific Field Trips adalah 78,75% termasuk katagori cukup baik. Mahasiswa
bersikap bahwa Scientific Field Trips 88,75% sebagai alat pembelajaran; 74,25% memacu
pembelajaran individual, 72,50% mengandung aspek sosial, 74,75% mengandung aspek
petualangan, dan 83,25% mengandung aspek lingkungan. Dengan model pembelajaran
Scientific Field Trips diharapkan mampu meningkatkan kepedulian mahasiswa dengan
biodiversitas disekitarnya.
Kata Kunci : Sikap Mahasiswa, Scientific Field Trips, Biologi Konservasi
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas yang tinggi. Tingginya
keanekaragaman hayati didukung oleh keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem yang
melimpah di alam. Potensi biodiversitas tersebut yang menjadikan bangsa Indonesia
mendapat julukan negara megabiodiversity (Suhartini, 2009).
Indonesia mempunyai
38.000 jenis tumbuhan termasuk 27.500 spesies tumbuhan berbunga, 515 spesies mamalia,
511 spesies reptil, 121 spesies kupu-kupu, 480 spesies koral, 1400 spesies ikan air tawar,
270 spesies amphibi, 1531 spesies burung, 240 spesies langka, 477 tumbuhan palma dan ±
3.000 jenis spesies tumbuhan penghasil bahan berkhasiat obat (Indrawan, et al, 2007).
Namun tingkat ancaman terhadap keanekaragaman hayati juga tinggi yang disebabkan
1
kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang makna keanekaragaman hayati bagi
kehidupan sehari-hari dan sebagai aset pembangunan.
Rendahnya kesadaran dan pemahaman terhadap makna biodiversitas disebabkan
oleh sistem pembelajaran yang tidak sesuai. Leksono & Rustaman (2012) mengidentifikasi
bahwa pembelajaran konservasi biodiversitas di Indonesia masih menekankan pada
penguasaan konsep biodiversitas, dan belum menekankan pada literasi biodiversitas.
Untuk dapat sampai pada tujuan literasi biodiversitas, pembelajaran biodiversitas tidak
hanya belajar the number of biodiversity, tetapi hendaknya diperluas sampai value
biodiversity agar mahasiswa mampu memahami hakekat konservasi biodiversitas. Oleh
sebab itu diperlukan perbaikan model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan
literasi biodiversitas. Hal ini juga diperkuat hasil penelitian Dikmenli (2010) yang
menyarankan bahwa pembelajaran konservasi biodiversitas sebaiknya menggunakan
keterampilan dan strategi mengajar yang melibatkan mahasiswa secara aktif dengan materi
pembelajaran yang dikenal oleh mahasiswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat
meningkatkan lieterasi biodiversitas.
Menurut Ramadoss & Moli (2011) pembelajaran biodiversitas dimaksudkan untuk
mengubah pandangan masyarakat tentang arti penting biodiversitas. Oleh sebab itu model
pembelajaran yang digunakan harus melibatkan peserta didik secara aktif. Model
pembelajaran yang dikembangkan Ramadoss & Moli (2011) dalam penelitiannya untuk
pembelajaran biodiversitas adalah memadukan pembelajaran di kelas dan pembelajaran di
lapangan. Pembelajaran di kelas bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik tentang isuisu dan merancang investigasi yang akan dilakukan di lapangan. Sedangkan Okur et al.
(2011) telah meneliti model yang digunakan dalam pembelajaran biodiversitas di sekolah
dasar di Turki. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model yang paling umum
digunakan dalam pembelajaran adalah model tanya jawab, pemecahan masalah, dan
ceramah. Rekomendasi dari penelitian Okur et al. (2011) adalah bagaimana mengubah
pembelajaran biodiversitas bagi calon guru di universitas yang bersifat aktif, sehingga
nantinya calon guru tersebut akan mengajarkan biodiversitas kepada siswa dengan metode
aktif juga. Pembelajaran konservasi biodiversitas seharusnya dilakukan dengan strategi
mengajar yang melibatkan mahasiswa secara aktif, seperti pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis proyek dan kegiatan belajar di alam terbuka dengan materi
pembelajaran yang dikenal oleh mahasiswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini menggunakan model field trips
pada pembelajaran Biologi Konservasi. Menurut Suryobroto (1986) field trip diberi
2
batasan sebagai kegiatan belajar mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya
yang ada hubungannya dengan pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Sumaatmadja &
Nursid (1984) filed trip adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar lingkungan
sekolah, yang ada di bawah bimbingan dosen yang bertujuan untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu. Dalam penelitian ini field trip berarti suatu kunjungan ke obyek
tertentu di luar lingkungan kampus untuk memberikan pengalaman nyata pada mahasiswa,
sehingga
mahasiswa
mampu
memahami
konsep
konservasi
biodiversitas
dan
penerapannya dalam kehidupan sehari hari.
Menurut Roestiyah (2001), tujuan field trip adalah mahasiswa dapat (1)
memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya, (2) mampu bekerja sama
dengan orang lain, mampu berdiskusi dan tanya jawab sehingga mampu memecahkan
persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran, (3) mendengar, meneliti dan mencoba apa
yang dihadapinya, sehingga dapat mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu
yang sama ia bisa mempelajari beberapa mata pelajaran dan (4) mendorong mengenal
lingkungan dengan baik, dan membangkitkan penghargaan dan cinta terhadap lingkungan
atau tanah airnya Sedangkan menurut Orion & Hofstein (1991a), field trip berfungsi (1)
sebagai alat pembelajaran; (2) memacu pembelajaran individual, (3) mengandung aspek
sosial, (4) aspek petualangan, dan (5) aspek lingkungan. Oleh sebab itu penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap model Scientific Field Trips pada
perkuliahan Biologi Konservasi berbasis kearifan lokal.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.. Penelitian dilakukan
pada mata kuliah biologi konservasi yang diajarkan pada semester VI pada Program Studi
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penelitian dilaksanakan
pada semester Genap 2011/2012. Field trip dilaksanakan pada tanggal 26 – 28 April 2012,
dengan lokasi di Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul, yang terletak di Desa
Cisungsang, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak Banten. Mayarakat Kasepuhan Banten
Kidul mempunyai kearifan lokal yang berhubungan dengan konservasi biodiversitas,
antara lain kearifan dalam bertani padi lokal, pemanfaatan tumbuhan sebagai tanaman
obat, kerajinan dan bahan pangan lainnya, sehingga lokasi ini cocok untuk proses
pembelajaran lapangan (field trip).
Data untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap Scientific Field Trips, diperoleh
dengan menggunakan angket. Angket yang digunakan adalah angket modifikasi yang
3
dikembangkan oleh Orion dan Hofstein (1991a). Angket sikap dibuat menggunakan skala
likert dengan katagori sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Indikator
angket sikap mahasiswa terhadap Scientific Field Trips adalah (1) sebagai alat
pembelajaran; (2) memacu pembelajaran individual, (3) mengandung aspek sosial, (4)
aspek petualangan, dan (5) aspek lingkungan.
Data-data yang diperoleh dianalisis dengan statitisktik deskriptif dan ditampilkan
dalam bentuk grafik. Data yang diperoleh dari angket skala sikap yang berskala 4 diubah
menjadi skala 100. Kreteria yang digunakan untuk mengkatagorikan sikap adalah sebagai
berikut :
Nilai
91 -100
80 - 89
70 -79
60 -69
Kategori
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang
Sumber : Arifin, 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembelajaran sains menurut Rahman. & Spafford (2009) dapat dilaksanakan
di ruang kelas, di laboratorium dan di lapangan (di luar kelas). Pada proses pembelajaran
biologi, pembelajaran di lapangan merupakan komponen kunci dalam kurikulum.
Kombinasi antara pembelajaran di kelas, di laboratoriun dan di lapangan merupakan bekal
yang penting bagi mahasiswa dalam mencapai kesuksesan di masa yang akan datang.
Pembelajaran di lapangan (di luar kelas) dapat berupa field trip.
Field trip merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran Sains, karena
dengan melaksanakan field trip mahasiswa memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
Selain itu, dengan field trip mahasiswa terbantu dalam memahami materi pembelajaran
melalui pengamatan lansung, sehingga proses pembelajaran lebih bermakna dan materi
yang dipelajari mudah diingat. Hal ini disebabkan karena prinsip utama dari field trip
adalah
penggunaan lingkungan alam untuk menjelajahi fenomena dan objek alam,
penggunaan metode ilmiah yang nyata (pengumpulan data, observasi, membuat hipotesis,
melakukan eksperimen), meningkatkan keterlibatan siswa aktif,
mengintegrasikan
pengetahuan alam dan memperkuat hubungan antar-disiplin, dan mendukung proses
pembelajaran sosial (diskusi, koperasi pembelajaran) (Zoldosova & Prokop, 2006).
Fungsi dari field trip menurut Orion dan Hofstein (1991) adalah (1) sebagai alat
pembelajaran; (2) memacu pembelajaran individual, (3) mengandung aspek sosial, (4)
4
aspek petualangan, dan (5) aspek lingkungan. Hasil penelitian tentang sikap mahasiswa
terhadap Scientific Field Trips, terlihat pada Gambar 1.
88.75
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
83.25
74.25
72.5
74.75
78.75
Gambar 1. Sikap mahasiswa terhadap Scientific Field Trips
Pada Gambar 1., terlihat bahwa rata-rata sikap mahasiswa terhadap Scientific Field
Trips adalah 78,75% dengan katagori cukup baik. Rata-rata tersebut diperoleh dari 5
indikator fungsi pembelajaran Scientific Field Trips menurut Orion dan Hofstein (1991a).
Scientific Field Trips sebagai alat pembelajaran.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap mahasiswa terhadap Scientific
Field Trips sebagai alat pembelajaran adalah 88,75% dengan kategori baik. Mahasiswa
setuju bahwa Scientific Field Trips dapat membantu memahami materi yang diajarkan di
kelas. Scientific Field Trips merupakan cara yang menyenangkan untuk belajar dan materi
yang di pelajari akan tetap teringat dalam jangka waktu yang lama. Selain itu Scientific
Field Trips meningkatkan motivasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman. & Spafford (2009) yang dilakukan
di The University of Western Australia (UWA), bahwa mayoritas mahasiswa percaya
bahwa Scientific Field Trips membantu dalam meningkatkan pengetahuanya . Demikian
pula, 97% mahasiswa sangat setuju bahwa Scientific Field Trips sangat diperlukan karena
dapat membantu memahami materi subyek yang lebih baik . Mahasiswa juga percaya
5
bahwa pengalaman mereka di perjalanan lapangan akan membantu karir mereka di masa
depan. Oleh sebab itu Scientific Field Trips oleh beberapa ahli pembelajaran dijadikan
model pembelajaran. Kelebihan model pembelajaran Field trip menurut Djamarah & Zain
(2002) adalah memberikan informasi teknis kepada peserta secara langsung, memberikan
kesempatan untuk melihat kegiatan dan praktik yang nyata atau pelaksanaan yang
sebenarnya, memberikan kesempatan untuk lebih menghayati apa yang dipelajari sehingga
lebih berhasil dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melihat perkembangan
dunia nyata.
Scientific Field Trips sebagai Pemacu Pembelajaran Individu.
Sikap mahasiswa terhadap Scientific Field Trips sebagai pemacu pembelajaran
individu adalah 74,25% dengan kategori cukup baik. Menurut mahasiswa Scientific Field
Trips merupakan kegiatan yang menyenangkan, walaupun memakan waktu yang lama,
mahasiswa beranggapan bahwa waktu tersebut tidak terbuang sia-sia. Scientific Field Trips
dapat meningkatkan wawasan tentang konservasi biodiversitas berdasarkan kearifan lokal,
dan dapat mengingat penjelasan nara sumber di lapangan. Pembuatan lembar kerja
membantu mahasiswa untuk melakukan pengamatan di lapangan. Walaupun bekerja dalam
kelompok, kemampuan bekerja mandiri sangat membantu dalam memahami materi
pembelajaran. Scientific Field Trips membantu motivasi mahasiswa dalam belajar,
sehingga informasi yang tidak lengkap selama Field Trips, mahasiswa berusaha mencari
informasi tambahan dari literature lain.
Hal ini sesuai dengan penelitian Rahman &
Spafford (2009), yang menyatakan bahwa Scientific Field Trips tidak ternilai untuk
mendapatkan wawasan tentang jenis hal yang sebenarnya berlangsung dan belajar
keterampilan praktis. Selain itu, Field Trips membuat mahasiswa lebih percaya diri dalam
kemampuan akademis sebagai hasil dari berpartisipasi dalam kunjungan lapangan. Lebih
lanjut penelitian Shakil, et. al. (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar guru berpikir
bahwa field trips di tingkat yang lebih tinggi sangat membantu untuk mengembangkan
kualitas
kepemimpinan,
kepercayaan diri.
meningkatkan
kerjasama,
rasa
disiplin,
meningkatkan
Mulyasa (2005) juga mengungkapkan bahwa field trips dilakukan
supaya peserta didik memperoleh pengalaman belajar, terutama pengalaman langsung dan
merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah. Meskipun field trips memiliki banyak
hal yang bersifat non akademis, tujuan umum pendidikan dapat segera dicapai, terutama
berkaitan dengan pengembangan wawasan pengalaman tentang dunia luar.
6
Scientific Field Trips Mengembangkan Keterampilan Aspek Sosial.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap mahasiswa terhadap Scientific
Field Trips untuk mengembangkan keterampilan aspek sosial adalah 72,5%, dengan
katagori cukup baik. Kegiatan Scientific Field Trips , menurut mahasiawa dapat lebih
mengenal karakter teman-teman sekelasnya, karena berinteraksi lebih lama di lapangan.
Mereka dapat menjalin kerja sama antar temen, bercerita, dan bercanda yang selama ini
jarang dilakukan di dalam kelas.
Scientific Field Trips juga dapat memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menjalin kerjasama, membuat jejaring dan relasi
dengan masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul untuk kepentingan di masa yang akan
datang. Hal ini sesuai dengan penelitian Orion & Hofstien (1991a) bahwa Scientific Field
Trips dapat melatih kemampuan berkomunkasi dengan masyarakat. Hal ini merupakan
bekal bekerja di masa yang akan datang bila mahasiswa telah menyelesaikan studinya.
Penelitian lain menunjukkan bahwa Scientific Field Trips mendorong kepercayaan diri
mahasiswa dalam belajar dan membantu meningkatkan keterampilan sosial (Rickinson et
al., 2004). Scientific Field Trips, juga berdampak positif pada memori jangka panjang
karena pembelajarannya yang bermakna, dan memperbaiki keterampilan sosial. Selain itu,
Scientific Field Trips, dapat memperkuat kemampuan afektif dan kognitif, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan belajar yang lebih tinggi (Shakil, et. al., 2011). Scientific Field
Trips juga dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan
hubungan sosial yang konstruktif, dan kemampuan bekerja kelompok. (Dikmenli, 2010)
Roestiyah (2001) juga mengunggapkan bahwa Field Trips memberikan pengalaman
langsung dari objek yang dilihatnya, dapat bertanya jawab dengan nara sumber di lapangan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Patrick (2010) juga
mengungkapkan bahwa Scientific Field Trips dapat meningkatkan kemampuan
interpersonal baik secara kognitif, psikomotorik dan afektif, serta meningkatkan tingkah
laku dan kepekaan untuk bekerjasama.
Scientific Field Trips Mengembangkan Aspek Petualangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap mahasiswa terhdap Scientific Field
Trips dapat mengembangkan aspek petualangan adalah 74,75% dengan kategori cukup
baik. Scientific Field Trips membuat mahasiswa tertantang dalam petualangan, seperti
berjalan kaki di pegunungan, menyebrang sungai, dan bejalan di pematang sawah, kebun
dan hutan sambil melakukan pengamatan. Walaupun banyak kendala yang dihadapi
dilapangan, mahasiswa menginginkan kegiatan Scientific Field Trips diadakan kembali.
7
Menurut Orion & Hofstein (1991b) Scientific Field Trips yang efektif harus dipersiapkan
dengan matang, karena belajar di luar ruangan mempunyai banyak kendala. Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar di luar ruangan adalah ketakutan dan kekhawatiran tentang
kesehatan dan keselamatan; kurangnya pengalaman guru dalam melakukan pembelajaran
di luar ruangan; waktu dan sumber daya yang tersedia; serta dukungan semua pihak, antara
lain guru, orang tua dan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu Scientific Field Trips perlu
dipersiapkan dengan matang. Menurut Herawati (2002), agar Field Trips bejalan efektif,
maka pelaksanaannya harus dipersiapkan dengan matang. Guru mempersiapkan dan
menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas, mempertimbangkan pemilihan teknik,
menghubungi tokoh masyarakat yang akan dikunjungi untuk berdiskusi, menyusun
rencana pelaksanaan, menyiapkan sarana dan prasarana.
Scientific Field Trips mengembangkan aspek Lingkungan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap mahasiswa terhadap Scientific Field
Trips dapat mengembangkan aspek lingkungan adalah 83,25% dengan kategori baik.
Menurut mahasiswa Scientific Field Trips merupakan cara yang baik untuk mempelajari
konservasi dan dapat lebih memahami lingkungan sekitar. Pendidikan konservasi alam
sebaikknya dilakukan dengan metode Scientific Field Trips, karena dapat lebih memahami
fenomena alam. Hal ini senada dengan pendapat Roestiyah (2001) bahwa Field Trips
mempunyai tujuan salah satunya adalah mendorong peserta didik untuk mengenal
lingkungan dengan baik, dan membangkitkan penghargaan dan cinta terhadap lingkungan
atau tanah airnya. Scientific Field Trips, yang dilaksanakan di Kaspuhan Banten Kidul
yang mempunyai banyak kearifan lokal membuka wawasan mahasiswa tentang rasa cinta
tehadap biodiversitas yang terdapat di Indonesia. Nenek moyang kita sebenarnya telah
memanfaatkan biodiversitas dengan arif. Hal inilah yang harus digali untuk pembelajaran
konservasi biodiversitas.
SIMPULAN
Sikap mahasiwa terhadap Scientific Field Trips rata-rata adalah 78,75% termasuk
katagori cukup baik. Scientific Field Trips dapat dipakai sebagai alat pembelajaran; dapat
memacu pembelajaran individual, mengandung aspek sosial, mengandung aspek
petualangan, dan mengandung aspek lingkungan. Dengan model pembelajaran Scientific
Field Trips diharapkan mampu meningkatkan kepedulian mahasiswa dengan biodiversitas
disekitarnya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. 2009. Evaluasi pembelajaran. PT Remaja Rosdakarya, Bandung
Dikmenli, M. (2010). “Biology Student Teachers Conceptual Frameworks Regarding
Biodiversity”. Education 130, (3), 479 – 489.
Djamarah,S. B. & Zain, A. 2002. Strategi belajar mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Indrawan, M., Primack, R.B. dan Supriatna, J. (2007). Biologi Konservasi. Jakarta:
Yayasan Obor
Leksono, S.M. & Rustaman, N. 2012. Pengembangan Literasi Biodiversitas sebagai
Tujuan Pembelajaran Biologi Konservasi bagi Calon Guru Biologi. Prosisding
Seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS-PTN B, Bidang Ilmi MIPA, Fakultas
MIPA UNIMED: 196 -201.
Okur, E. et al. (2011). “The Common Methods Used in Biodiversity Education By Primary
School Teachers (Çanakkale, Turkey)”. Journal of Theory and Practice in Education,
7, (1), 142-159.
Orion, N & Hofstein, A. (1991a). The Measurement of Students’ Attitudes Towards
Scientific Field Trips. Science Education 75 (5) : 513 -523.
Orion, N & Hofstein, A. (1991b). Factors Wich Influence Learning Ability During a
Scientific Field Trips in a Natural Enviromnent. Paper presented at annual meeting
of the national association for research in sicence teaching. Lake Geneva.
Patrick, A.O. (2010). Effect of field studies on learning outcome in biology. J. Hum. Ecol.
31(3): 171-177
Rahman, T. & Spafford, H. (2009). Value of field trips for student learning in the
biological sciences. In Teaching and learning for global graduates. Proceedings of
the 18th Annual Teaching Learning Forum, 29-30 January 2009. Perth: Curtin
University of Technology.
Ramados, A. dan Moli, G.P. (2011). “Biodiversity Conservation Through Environmental
Education for Sustainable Development - A Case Study From Puducherry, India”.
International Electronic Journal of Environmental Education, 1, (2), 97-111.
Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Shakil, A.F. et. al. (2011). The Need And Importance Of Field Trips At Higher Level In
Karachi, Pakistan. International Journal Of Academic Research In Business And
Social Sciences. 2 (1) : 1 – 16.
Suhartini, 2009. Peran konservasi keanekaragaman hayati Dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan Fakultas MIPA UNY: 199 –205
9
Sumaatmadja & Nursid. 1984. Metodelogi pengajaran ilmu pengetahuan sosial. Bandung
: Alumni.
Suryobroto. 1986. Mengenal metode pengajaran di sekolah dan pendekatan baru dalam
proses belajar mengajar. Yogyakarta
10
Download