analisis tematik dan skematik pemberitaan the

advertisement
ANALISIS TEMATIK DAN SKEMATIK PEMBERITAAN THE
JAKARTA POST MENGENAI PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI
ACEH
Nuryadi1)
1
Fakultas Komunikasi, Sastra dan Bahasa, Universitas Islam “45” Bekasi
Email : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini menganalisis pandangan koranThe Jakarta Postmengenai penerapan
syariat Islam di Aceh. Mengacu kepadaUndang-Undang No. 11 tahun 2006, Pemerintah
Aceh memiliki wewenang dan otonomi luas di bidang hukum Islam.Wewenang itu tidak
hanya mengurusi masalah ibadah sepertiahwal syakhiyah(hokum keluarga dalam Islam),
dan muamalah(hukum tentang perdagangan dan pernikahan)tetapi juga mengurusi hukum
pidana (jinayat).Sehubungan dengan hukum pidana, Pemerintah Aceh mengeluarkan
peraturan daerah yang dikenal sebagai perda syariah Islam untuk mengatur keamanan dan
ketertiban di masyarakat. Perda ini mendapat penolakan dari sebagian warga Aceh terutama
warga non muslim. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk
menganalisis pandangan koranThe Jakarta Postmengenai kasus ini. Data yang dianalisis
adalah empat editorial koranThe Jakarta Post mengenai penerapan perda syariah Islam di
Aceh. Data dianalisis menggunakan teori Analisis Wacana Kritis dari Teun A van Dijk
terutama pada aspek tematik dan skematik. Berdasarkan hasil analisis, koranThe Jakarta
Post menolak penerapan syariat Islam di Aceh. Hal itu dilakukan dengan membangun tema
atau makna yang merujuk pada penolakan perda syariah dengan memanfaatkan elemen
wacana yang meliputi pemanfaatan judul, pengembangan tema (tematik), dan
pengembangan pola urutan (skematik).
Kata Kunci: Analisis Wacana Kritis, Struktur makro, Superstruktur, Editorial, Tematik, Skematik
Abstract
This study analyzes the views of The Jakarta Post on the implementation of Islamic
law in Aceh. According to Act No. 11/2006, the Aceh government has an authority and a
greater autonomy in the field of Islamic law. The authority of Aceh government does not
only deal with the worshipping issue,ahwal syakhsiyah (Islamic family law), and
muamalah(worldly affairs such as tradeand marriage)but also the criminal law (jinayat). In
regards to the criminal law, the Aceh governmentissueda set of law known as the Islamic
sharia law to regulate the security and order in society. This law is objected by some Aceh
residents, especially non-Muslim residents. This study uses qualitative descriptive method to
analyse the views of The Jakarta Post in regards to the implementation of Aceh Sharia Law.
Four editorials of The Jakarta Post which discussed the implementation ofAceh Sharia Law
were used as data in this study. Data were analyzed by using the theory of Critical
Discourse Analysis of Teun A van Dijk, especially in terms of thematic and schematic.
Based on the analysis, The Jakarta Postrejected the implementation of Islamic law in Aceh.
Such rejection can be seen in the building of a theme or meaning which refers to the
rejection of Islamic sharia law by utilizing the elements of discourse that includes the use of
the title, theme development (thematic), and the development of sequences pattern
(schematic).
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
40
Keywords: Critical Discourse Analysis, the Macro Structure, Superstructure, Editorial,
Thematic, Schematic
PENDAHULUAN
Dalam
memberitakan
suatu
peristiwa, surat kabar tidak sekedar
mengabarkan kejadian begitu saja, tetapi
juga memasukkan pandangannya ke
dalam pemberitaan. Surat kabar bukanlah
saluran yang bebas nilai, ia juga subjek
yang mengkontruksi realitas, lengkap
dengan
pandangan,
bias,
dan
pemihakannya. Teks media tidak selalu
merupakan pencerminan realitas. Hal
tersebut berarti surat kabar berusaha
mempengaruhi pembaca dalam melihat
suatu kejadian. Pembaca diajak melihat
suatu kejadian melalui sudut pandang
surat kabar tersebut. Berita yang
dipandang menarik oleh redaksi akan
ditempatkan
sebagai
berita
utama(headline news) atau diulas dalam
tajuk rencana (editorial) lengkap dengan
keberpihkan media.
Pemberitaan The Jakarta Post
mengenai pemberlakuan syariat Islam di
Aceh merupakan tema yang akan dibahas
dalam tulisan ini. Pemberlakuan syariat
Islam merupakan hasil kesepakatan damai
setelah konflik berkepanjangan selama
kurang lebih 30 tahun antara pemerintah
RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Untuk mengakhiri konflik tersebut,
pemberlakuan syariat Islam di Aceh
disepakati sebagai jalan tengah (solusi)
dengan syarat Aceh tetap menjadi bagian
dari NKRI. Berdasarkan kesepakatan
damai
tersebut,
pemerintah
pusat
(Presiden dan DPR) mengesahkan
Undang-Undang No. 11 tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dalam
Undang-Undang
tersebut,
pemerintahan Aceh diberi wewenang dan
otonomi luas di bidang hukum Islam.
Wewenang yang dimiliki oleh
pemerintah Aceh itu tidak sebatas
mengurusi masalah ibadah, ahwal
syakhsiyah (hukum keluarga), dan
muamalah (hukum jual beli, dan
kemasyarakatan) tetapi juga mengurusi
hukum pidana (jinayat). Sebagai realisasi
dari wewenang tersebut, pemerintah kota
dan kabupaten di Aceh mengeluarkan
perda yang dikenal sebagai perda syariat
islam. Sebagai implementasi dari
kesepakatan damai itu, pemerintah Aceh
mengeluarkan peraturan daerah yang
dilandasi oleh hukum Islam yang disebut
sebagai perda syariat Islam atau dikenal
sebagai perda syariah atau qanun. Perda
syariah ini dikeluarkan oleh pemerintah
kota atau kabupaten setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh (DPRA).
Dalam lingkup kecil, persoalan
syariat Islam di Aceh barangkali hanyalah
perumusan hukum syariat Islam dalam
qanun serta penyesuaiannya dengan
peraturan perundang-undangan nasional.
Dalam spektrum yang lebih luas, realitas
Indonesia sebagai negara bangsa (nationstate) menganut sistem hukum nasional
yang merupakan warisan Belanda (Bahiej,
2006). Hal itu tidak disetujui oleh
sebagian
warga
Aceh
mengingat
sejarahnya dan statusnya sebagai daerah
istimewa
yang
menginginkan
pemberlakuan hukum Islam. Sementara
itu, pemerintah RI tetap menginginkan
Aceh menjadi bagian dari NKRI sehingga
kedua belah pihak bersepakat mengakhiri
perselisihan dan bersepakat bahwa Aceh
mendapat status otonomi yang lebih luas
atau khusus yang berbeda dengan propinsi
lain di Indonesia.
Penerapan
syariat
Islam
ini
menimbulkan kontroversi di kalangan
masyarakat (Shadiqin, 2010). Pihak
pemerintah Aceh menyatakan bahwa
pemberlakuan perda syariah atau qanun
dimaksudkan untuk menjaga ketertiban
dan keamanan masyarakat. Sementara itu,
pihak-pihak yang keberatan, berupaya
menentang atau menyatakan penolakan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
41
pemberlakukan qanun dengan berbagai
alasan seperti pelanggaran Haki Asasi
Manusia (HAM). Kontroversi ini menjadi
polemik
di
masyarakat
karena
menyangkut hal yang sangat sensitif yaitu
agama atau keyakinan. Topik seputar
penerapan hukum Islam tidak hanya
menjadi berita utama (headline news), dan
opini tetapi juga diulas dirubrik editorial
sampai beberapa kali terutama setiap ada
masalah yang muncul di masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pandangan Koran The
Jakarta Post terhadap penerapan syariat
Islam di Aceh. The Jakarta Post adalah
Koran berbahasa Inggris yang terbit di
Indonesia dengan target pembaca orang
asing yang tinggal di Indonesia karena
orang asing yang tinggal di Indonesia
tidak semuanya dapat berbahasa Inggris.
Dengan mengangkat masalah penerapan
syariat
Islam
di
Aceh
dalam
pemberitaanya, The Jakarta Post tentu
mempunyai kepentingan yang dapat
mendukung atau menolak penerapan
syariat Islam di Aceh berkaitan dengan
ideologi yang dianut surat kabar tersebut.
Sikap tersebut dapat diketahui melalui
analisis berita-berita yang ditampilkan
koran tersebut.
KAJIAN LITERATUR
Editorial
Juroto (2002:77) menyatakan
bahwa tajuk rencana atau editorial
merupakan ungkapan keteguhan dan
keyakinan surat kabar. Editorial memuat
opini pengelola media terhadap peristiwa
penting yang terjadi di masyarakat. Lebih
lanjut dikatakan bahwa editorial menjadi
saluran utama untuk mengungkapkan
opini redaksi. Hal tersebut berarti sikap,
pandangan, penilaian, pendirian dan
keberpihakan redaksi terkait suatu
peristiwa
yang
sedang
menjadi
perbincangan di masyarakat dapat di
ketahui melalui editorial. Dengan
mengangkat suatu kejadian sebagai ulasan
dalam editorial berarti redaksi atau
pengelola surat kabar sedang menyatakan
sikap, pandangan, penilaian, pendirian
dan juga keberpihakannya terhadap suatu
peristiwa penting yang sedang hangat di
masyarakat. Sikap, pandangan dan
penilaian itu dapat berupa dukungan atau
penentangan terhadap suatu peristiwa
yang terjadi di masyarakat.
Analisis Wacana
Menurut
Fairclough
(1988:7)
wacana adalah pemakaian bahasa dilihat
sebagai suatu bentuk praktek sosial dan
analisis wacana adalah analisis tentang
bagaimana teks berfungsi dalam praktek
sosial
budaya.
Halliday
memberi
perspektif baru bahwa bahasa harus juga
dilihat dari fungsinya bukan hanya
bentuknya.
Halliday
menginspirasi
Fairclough, seorang ahli bahasa kritis
yang pendapatnya menjadi rintisan bagi
kajian bahasa secara kritis yang kita kenal
sebagai Analisis Wacana Kritis (AWK).
Fairclough menunjukkan bahwa kuasa
dan ideologi tercermin dalam bahasa yang
digunakan (2002:99). Fairclough juga
menyatakan bahwa dalam masyarakat
modern, pelaksanaan kuasa dicapai
melalui ideologi yang secara khusus
dilakukan melalui perantara bahasa
(1995:12-15). AWK adalah analisis yang
bertujuan melihat penggunaan bahasa
secara kritis melalui aspek linguistik
dengan pendekatan yang multidisipliner
(Wodak and Meyer, 2008:1-7).
Menurut Teun A van Dijk, teks
terdiri dari tiga bagian yaitu struktur
makro (macrostructur), superstruktur
(superstructure), dan struktur mikro
(microstructur).
Struktur
makro
merupakan makna global sebuah teks
yang dapat dipahami melalui topiknya.
Topik (wacana) direpresentasikan ke
dalam satu atau beberapa kalimat yang
merupakan gagasan utama atau ide pokok
wacana. Van Dijk (1995:69) menyebut
topik sebagai struktur makro makna
(semantic macrostructur). Hal tersebut
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
42
karena ketika berbicara mengenai topik
atau tema dalam teks, kita akan
berhadapan dengan makna dan referensi
atau acuan.
Superstruktur merupakan struktur
yang digunakan untuk mendeskripsikan
skema (schemata), yang mana topik atau
isi global berita diselipkan. Superstruktur
ini mengorganisasikan topik dengan cara
menyusun kalimat atau unit-unit berita
berdasarkan urutan atau hierarki yang
diinginkan.
Menurut
van
Dijk,
superstruktur
merupakan
sejumlah
kategori skema berita atau bagian-bagian
yang membangun skema sebuah berita
yaitu
summary dan story. Summary
terdiri atas headline dan lead. Elemen
skema ini dipandang merupakan elemen
yang penting. Judul dan lead umumnya
menunjukkan
tema
yang
ingin
ditampilkan dalam berita.
Lead berisi pengantar sebelum
masuk ke berita secara lengkap sedangkan
story merupakan isi berita secara
keseluruhan yang terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama berupa situasi jalanya
peristiwa dan yang kedua adalah
komentar yang ditampilkan dalam teks
(Eriyanto, 2006:232). Lebih lanjut
Eriyanto menjelaskan, jalannya peristiwa
terdiri dari kisah utama dan latar yang
mendukung peristiwa. Latar digunakan
untuk memberi konteks sehingga jelas
saat disajikan kepada khalayak. Komentar
menggambarkan
pihak-pihak
yang
dimintai komentar yang terdiri dari
komentar verbal dari para tokoh dan
simpulan yang diberikan oleh watawan.
Menurut van Dijk, superstruktur
merupakan satu kesauan yang padu yang
akan diikuti oleh bagian-bagian lain
dalam berita. Apa yang diungkapkan
dalam lead akan diikuti dan didukung
oleh bagian skema. Skematik sebagai
strategi untuk mendukung topik tertentu
dengan susunan (urutan) tertentu.
Skematik memberikan tekanan bagian
mana yang harus didahulukan sebagai
strategi
menyembunyikan
informasi
penting. Bagian yang dianggap tidak
penting biasanya diletakkan di bagian
akhir teks berita.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah sebuah analisis
teks empat editorial Koran The Jakarta
Post mengenai penerapan syariah Islam di
Aceh dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif dengan telaah analisis
isi. Melalui pendekatan deskriptif
kualitatif, penelitian ini bertujuan
membuat deskripsi atau gambaran tentang
pandangan The Jakarta Post mengenai
penerapan syariat Islam di Aceh. Data
penelitian berupa empat editorial The
Jakarta Post yang mengulas penerapan
syariat Islam di Aceh. Keempat editorial
tersebut masing-masing dengan judul
Stupid and Indecent Proposal, An
Unwelcoming Verandah, Misleading
Qanun, dan Protective curfew? Data
dianalisis menggunakan teori Analisis
Wacana Kritis Teun A van Dijk terutama
pada struktur makro teks untuk
mengetahui tema pemberitaan (tematik)
dan pada superstruktur teks untuk
mengetahui bagaimana skema berita
disusun (skematik). Secara garis besar
elemen wacana menurut van Dijk dapat
digambarkan sebagai berikut.
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
43
Elemen Wacana van Dijk
Struktur Wacana
Struktur Makro
Makna global dari sutau teks
yang dapat diamati dari
topik/tema yang diangkat oleh
suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks seperti
pendahuluan, isi, penutup dan
kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks
yang dapat diamati dari
pilihan kata, kalimat dan gaya
yang dipakai suatu teks
Hal yang diamati
Elemen
Tematik
Tema/topik yang
dikedepankan dalam suatu
teks
Topik
Skematik
Bagaimana bagian dan
urutan berita diskemakan
dalam teks berita utuh
Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam teks
berita seperti dengan
memberikan detail pada
satu sisi atau membuat
eksplisit satu sisi dan
mengurangi detail sisi lain
Skema
Sintaksis
Bentuk susunan kalimat
yang dipilih dalam berita
Stilistik
Pilihan kata yang dipakai
dalam berita
Retoris
Cara ekspresi dilakukan
Latar, detail, maksud,
praanggapan, nominalisasi
Bentuk kalimat, koherensi, dan
kata ganti
leksikon
Grafis, metafora, ekspresi
Sumber : Eriyanto, 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN
Editorial 1
Struktur Makro (Tematik)
Tema yang diusung pada editorial adalah
tindakan yang tidak hanya bodoh (stupid)
tetapi biadab (indeecent) yang dilakukan
oleh
Walikota Lhokseumawe karena
mengusulkan perda syariah
untuk
mengatur wanita berboncengan sepeda
motor (wanita tidak boleh mengangkang).
The Jakarta Post menilai bahwa tindakan
walikota mengabaikan aspek keselamatan
dan lebih mengutamakan aspek moral
yang ditafsirkan secara keliru. Bahkan
dikatakan pembaca yang setuju dengan
rencana itu dikatakan mempunyai pikiran
yang kotor, sakit, dan tidak beradab.
Dibalik tema yang demikian terkandung
maksud menolak atau menentang usulan
perda syariah dengan menyatakan usulan
yang bodoh dan biadab.
Superstruktur (Skematik)
Judul editorial ini cukup emosional
yaitu usulan yang bodoh (stupid) dan
biadab (indecent). Di bagian pendahuluan,
editorial mengatakan bahwa tindakan
Walikota Lhokseumawe itu bodoh dan
biadab karena perda syariah yang
diusulkan mengabaikan keselamatan dan
berdasarkan pertimbangan moral yang
ditafsirkan
sendiri
secara
keliru
walaupaun dibagian isi editorial, tindakan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
44
walikota tersebut
banyak mendapat
dukungan termasuk dari ulama.
Aceh juga dipandang menjadi
provinsi yang berani melawan negara
karena mengeluarkan perda yang tidak
sejalan dan bahkan bertentangan dengan
konstitusi. Selain itu, editorial juga juga
memprovokasi
perempuan
dengan
mengatakan bahwa perempuan menjadi
target hampir dari semua perda yang
deskriminatif dan represif terhadap
perempuan. Aceh juga dinilai berani
memperkenalkan hukuman cambuk atau
hukum rajam bagi pelanggar perda yang
digelar di muka umum setelah
sembahyang Jum’at.
Selanjutnya dikatakan bahwa
pemerintah pusat cuci tangan atas nama
otonomi khusus meskipun perda syariah
sebenarnya bertentangan dengan hukum
nasional. Di samping itu editorial juga
menyatakan bahwa perda-perda syariah
ini deskriminatif
terhdap kelompok
minotitas. Dibagian akhir, editorial
mencoba
mengadu
domba
antara
Walikota Lhokseumawe dan umat Islam
dengan mengatakan bahwa tindakan
Walikota Lhokseumawe membawa nama
Islam dan dalih agama sehingga
membawa pemahaman bahwa Islam
menindas
perempuan.
Dengan
pemberitaan yang demikian, editorial
memberi kesan seolah-olah penerapan
syariah Islam hanya merupakan keinginan
walikota yang dibingkai dengan perda
syariah.
Berdasarkan
analisis
pada
superstruktur, dapat disimpulkan bahwa
editorial menyatakan keberatan terhadap
penerapan perda syariah dengan beberapa
alasan. Pertama, mengggiring opini
bahwa perda itu hanya merupakan
keinginan walikota. Kedua, menggadu
domba pemerintah Aceh dengan Jakarta
dengan menyatakan bahwa perda itu
bertentangan dengan konstitusi. Ketiga,
diskriminasi terhadap perempuan atau
perempuan menjadi target dari perda
syariah. Keempat, hukuman yang
diterapkan dikesankan tidak etis yaitu
hukuman cambuk yang dilakukan di
muka umum.
Editorial 2
Struktur Makro (Tematik)
Tema pada editorial ini adalah
Serambi (Mekah) yang sudah tidak lagi
ramah. Hal itu disampaikan untuk
mengomentari berbagai perda syariah di
Aceh. Dengan kata lain, penerapan perda
syariah menyebabkan Aceh tidak ramah
lagi bagi pendatang. Padahal Aceh
dulunya adalah daerah yang sangat ramah
terbukti
sepanjang
sejarah,
Aceh
dikunjungi oleh berbagai macam etnis dan
suku bangsa, diantaranya untuk keperluan
berdagang. Perda syariah juga dipandang
sebagai sebuah ironi ditengah penegakan
hukum yang menyedihkan, misalnya pada
kasus korupsi di Aceh yang justru
dilarang dalam Islam tetapi tidak
ditegakkan dengan sungguh-sungguh dan
mengapa pemerintah daerah justru
mengeluarkan perda syariah. Jadi
sebenarnya tema yang diusung adalah
penolakan secara implisit penerapan perda
syariah karena menyebabkan Aceh tidak
lagi ramah.
Superstruktur (Skematik)
Judul editorial ini An unwelcoming
Verandah. Judul di atas menyampaikan
pesan kepada pembaca bahwa Serambi
Mekah yang sudah tidak ramah lagi bagi
pendatang karena penerapan perda syariah
Islam. Di bagian awal, editorial
menggambarkan sejarah Aceh yang
selama berabad-abad sebagai tempat yang
sangat ramah bagi pendatang dari
berbagai mancanegara. Hal tersebut dapat
dimaknai
bahwa
toleransi
atau
penghargaan terhadap perbedaan waktu
itu sangat baik, namun hal tersebut
berbeda dengan sekarang ketika ada perda
syariah. Dengan kata lain, perda syariah
sebagai penyebab Aceh tidak ramah lagi.
Secara keseluruhan isi editorial
adalah
mengungkapkan
berbagai
argumentasi yang mendukung bahwa
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
45
Aceh sudah tidak lagi ramah dan yang
dijadikan alasan adalah perda syariah.
Editorial menyatakan bahwa perda
syariah sebenarnya dikritik oleh warga
Aceh sendiri seperti yang terjadi di
Lhokseumawe sebagai sesuatu yang
membingungkan. Editorial menyatakan
bahwa
pemerintah
di
Aceh
mengeluarkan perda syariah untuk
mengalihkan perhatian pada masalah
sehari-hari yang dihadapi rakyat Aceh
seperti pengangguran. Dengan kata lain
sebenarnya perda syariah tidak penting
dan ada yang lebih penting yang lepas
dari perhatian pemerintah setempat.
Editorial ini juga membuka
ingatan pembaca untuk waspada bahwa
pejabat Aceh adalah mantan petinggi
GAM yang bercita-cita mendirikan
Negara Islam terpisah dari Indonesia.
Tulisan tersebut dapat dimaknai sebagai
upaya mengingatkan rakyat Indonesia dan
juga mungkin Aceh bahwa pejabat Aceh
sebenarnya orang-orang yang tidak setia
terhadap Indonesia, dikesankan mereka
masih aktif memperjuangkan cita-cita
mereka,
yaitu
mendirikan
negara
merdeka. Dibagian akhir editorial,
diingatkan bahwa itu menjadi pekerjaan
rumah Jakarta, artinya pemerintah pusat
harus mencari cara untuk menghentikan
perda syariah. Dibagian akhir, editorial
menyatakan bahwa Jakarta mempunyai
banyak PR untuk Aceh. Ini dapat
dimaknai bahwa pemerintah pusat jangan
membiarkan atau diam saja berkaitan
dengan masalah perda syariah di Aceh.
Berdasarkan
analsis
pada
superstruktur dapat disimpulkan bahwa
The Jakarta Post keberatan terhadap
penerapan perda syariah dengan beberapa
alasan. Pertama, perda syariah diberitakan
membuat Aceh tidak lagi ramah. Kedua,
perda syariah dinilai membingungkan dan
tidak penting karena yang justru lebih
penting sebenarnya adalah menggatasi
pengangguran. Ketiga, memberi kesan
bahwa pejabat Aceh berbahaya karena
mantan pejuang GAM yang mempunyai
cita-cita tersembunyi.
Editorial 3
Struktur Makro (Tematik)
Tema
yang
diusung
adalah
pembatalan perda syariah (qanun) karena
dinilai menyesatkan. Permintaan itu
diajukan oleh oleh Komnas perempuan.
Namun sebenarnya redaksi The Jakarta
Post yang meminta agar perda syariah itu
dibatalkan.
Dalam
menyatakan
pendapatnya,
redaksi
surat
kabar
melakukannya dengan cara mengutip
pendapat yang dikemukakan oleh
kelompok-kelompok sosial atau pihak
yang sejalan dengan ide redaksi. Tidak
tanggung-tanggung,
permintaan
itu
ditujukan kepada Presiden SBY jika
Gubernur Aceh gagal melakukannya. Ini
suatu tekanan yang besar bagi bupati atau
walikota yang mengeluarkan perda
syariah karena dihadapkan kepada
Gubernur Aceh, bahkan Presiden RI yang
menjadi atasan langsung dan mempunyai
kekuasaan langsung mengenai itu.
Superstruktur (Skematik)
Judul editorial ini adalah perda
syariah yang menyesatkan karena
potensial menjadikan perempuan sebagai
korban. Di bagian awal, The Jakarta Post
merujuk
pernyataan
dari Komnas
Perempuan untuk membatalkan perda
yang menjadikan perempuan sebagai
korban bahkan mengkriminalkannya.
Dibagian isi disinggung tentang landasan
perda syariah yang merupakan hasil
kesepakatan antara RI dan GAM. Kata
GAM sengaja dimunculkan untuk
mengingatkan publik bahwa GAM adalah
gerakan separatis yang bermaksud
memisahkan diri dari NKRI. Itu bisa
dimaknai bahwa GAM tidak mau tunduk
pada hukum
Indonesia dan tetap
berupaya membentuk kekuatan melalui
perda syariah. Dengan kata lain,
masyarakat diminta waspada terhadap
pemerintah Aceh sekarang.
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
46
Kemudian
juga
disinggung
mengenai tsunami yang menewaskan
ratusan ribu orang sebagai alasan orang
Aceh mau menerima perda syariah. Jadi
redaksi bermaksud menyatakan bahwa
warga Aceh sendiri sebenarnya terpaksa
menerima perda syariah ini dengan
harapan dapat mendamaikan Aceh karena
sebagian warga Aceh meyakini kalau
tsunami adalah hukuman Tuhan atas
kesalahan-kesalahan
yang
mereka
lakukan.
Selanjutnya dikatakan bahwa para
aktivis gagal meminta supaya perda
syariah ditunda. Penggunaan kata aktivis
juga dapat dimaknai bahwa perda itu
ditolak oleh banyak pihak, termasuk para
aktivis yang selama itu dikenal berjuang
untuk kepentingan bersama. Redaksi juga
memandang kalau perda syariah itu tidak
penting tetapi kenapa dipaksakan.
Menurut redaksi, masalah yang serius ada
di Aceh adalah kejahatan terhadap
kemanusiaan dan korupsi yang dilakukan
para pejabat. Redaksi juga merujuk pihakpihak yang tidak setuju yang menyatakan
bahwa perda syariah tidak mencerminkan
spirit Islam.
Editorial juga merujuk pernyataan
Asosiasi Perempuan Indonesia untuk
Keadilan yang
menyatakan korban
perempuan harus berani bersuara terhadap
kekerasan yang mereka terima, meskipun
perlakuan suami di rumah sebelumnya
tidak dianggap sebagai kejahatan.
Pencantuman ini bisa dimaknai memberi
dorongan bagi perempuan Aceh untuk
berani bersuara sekalipun melawan
dominasi yang tidak mudah dikalahkan,
yang dalam hal ini adalah pemerintah
daerah. Di bagian akhir editorial,
dikatakan bahwa orang-orang Aceh,
termasuk perempuan yang dikenal berani
berbicara akan terus menderita dalam
diam. Hal ini dapat dimaknai bahwa perda
syariah akan meneruskan penderitaan atau
kekerasan di Aceh yang seharusnya tidak
perlu terjadi karena perang telah berakhir.
Jadi perda syariah dikaitkan dengan
penderitaan
yang
menimbulkan
kesengsaraan dan kengerian yang pernah
terjadi di Aceh yaitu perang antara GAM
dan pemerintah RI yang berlangsung
sekitar 30 tahun.
Berdasarkan
analsis
pada
superstruktur dapat disimpulkan bahwa
The Jakarta Postkeberatan
terhadap
perda syariah karena dinilai menyesatkan
dengan beberapa alasan. Pertama,
berpotensi
menjadikan
perempuan
sebagai korban karena sasarannya
sebagain besar adalah perempuan. Kedua,
landasan perda syariah dinilai tidak sesuai
dengan sistem hukum di Indonesia karena
berdasarkan pada kesepakatan damai
dengan GAM. Ketiga, perda syariah
dinilai tidak penting dan lebih penting
sebenarnya adalah memberantas korupsi.
Keempat, perda syariah dinilai menyasar
perempuan sebagai target sehingga tidak
adil.
Editorial 4
Struktur Makro (Tematik)
Editorial 4 berjudul Protective
curfew?
yang
artinya
apakah
pemberlakuan
jam
malam
bisa
melindungi wanita dari tindak kejatahan?
Kalau dilihat dari konteksnya, editorial ini
mengulas penerapan perda syariah di
Banda Aceh yang melarang wanita keluar
rumah setelah jam 11 malam (kecuali
ditemani kerabat laki-laki). Perda ini
mengecualikan bagi pekerja di rumah
sakit, seperti dokter dan perawat. Menurut
Walikota Banda Aceh, Hj. Illiza
Sa'aduddin Djamal S.Eperda tersebut
dimaksudkan untuk melindungi wanita
dari tindak kejahatan dan pelecehan
seksual, khususnya di waktu malam.
Tema atau gagasan yang diusung dalam
editorial adalah keberatan terhadap
penerapan perda syariah secara implisit
karena dipandang tidak menyentuh halhal yang esensial berkaitan dengan
perlindungan terhadap wanita. Alasan lain
yang coba dibangun adalah bahwa
memberlakukan jam malam kurang
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
47
penting dan tidak mendesak, disamping
itu, efektivitasnya dipertanyakan.
Superstruktur (Skematik)
Judul editorial adalah Protective
Curfew? apakah pemberlakuan jam
malam bisa melindungi wanita dari tindak
kejatahan. Jawaban dari judul editorial
yang berupa pertanyaan ada dalam
rangakaian paragraf yang isinya menolak
atau tidak setuju dengan perda syariah
yang memberlakukan jam malam. Di
bagian awal, editorial merujuk sikap
Komnas Perempuan. Komnas melalui
ketuanya yang juga perempuan Aceh
tidak setuju dengan alasan ada yang lebih
mendesak ditangani yaitu kekerasan
dalam rumah tangga. Pihak lain yang
dirujuk adalah orang Aceh sendiri yang
menanyakan urgensi perda. Dengan kata
lain sebagian orang Aceh menganggap
perda belum perlu.
Editorial juga mempermasalahkan
prosesnya keluarnya perda yang tidak
melibatkan kelompok-kelompok sosial
yang ada di Aceh. Dibagian akhir
editorial, dinyatakan bahwa perda tidak
bisa didasarkan asumsi kasar berkaitan
dengan sumber kekeraasan terhadap
perempuan. Editorial ditutup dengan
simpulan
bahwa
perda itu tidak
memberdayakan dan tidak melindungi
siapapun. Dengan kata lain perda syariah
tidak bermanfaat. Dengan mencermati
struktur editorial dari awal sampai akhir
dapat disimpulkan bahwa isi editorial
menolak perda syariah dengan pernyataan
yang cukup keras bahwa perda tidak
memberdayakan dan tidak melindungi
siapapun (but it is neither empowering
nor protecting anyone).
Berdasarkan
analsis
pada
superstruktur dapat disimpulkan bahwa
The Jakarta Post keberatan terhadap
perda syariah dengan beberapa alasan.
Pertama, perda syariah dinilai belum
mendesak, dan ada yang lebih penting dan
mendesak yang perlu ditangani yaitu
kekerasan daam rumah tangga. Kedua,
perda dinilai tidak mengakomodir suarasuara masyarakat. Ketiga, perda syariah
dinilai tidak memberdayakan dan
melindungi siapapun.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dari
keempat editorial, Koran The Jakarta
Post menyatakan keberatan penerapan
perda syariat Islam di Aceh. Hal itu
dilakukan dengan membangun tema atau
makna yang merujuk pada penolakan
perda syariah, dengan memanfaatkan
elemen
wacana
yang
meliputi
pemanfaatan judul, pengembangan tema
(tematik), dan pengembangan pola urutan
(skematik). Logika yang dibangun oleh
The Jakarta Post adalah bahwa perda
syariah
itu
bertentangan
dengan
konstitusi,
diskriminasi
terhadap
perempuan dan menjadikan perempuan
sebagai target sehingga meyesatkan dan
membingungkan masyarakat, hukuman
yang diberlakukan tidak etis (hukuman
cambuk), memperingatkan bahwa pejabat
Aceh adalah mantam angggota GAM (ada
bahaya tersembunyi), belum mendesak
untuk dilaksanakan, tidak mengakomodir
suara-suara
masyarakat,
tidak
memberdayakan dan melindungi siapapun
dan juga melanggar Hak Asasi Manusia
(HAM).
REFERENSI
Bahiej, Ahmad. (2006). Sejarah dan
Problematika
Hukum
Pidana
Materiel di Indonesia. Jurnal
Sosioreligi Indonesia, vol. 5 no.2
Eriyanto. (2006). Analisis Wacana :
Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta : LKIS.
Fairclough, Norman. (1995). Critical
Discourse Analysis : The Critical
Study of Language. London :
Longman.
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
48
Fairclough, Norman. 1998. Language and
Power. London : Longman.
untuk Masyarakat Modern?. Jurnal
Kontekstualitas, Vol. 25 No 1.
Fairclough, Norman. (2002). Analyzing
Discourse : Textual Analyziz for
Social
Research:
London:
Routledge
Wodak R, Michael M. (2008). Critical
Discourse Analysis : History,
Agenda, Theory, and Methodology.
London : Sage Publication.
Juroto, Totok. (2002). Manajemen
Penerbitan Pers. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Van
Shadiqin, Sehat Ihsan. (2010). Islam dan
Masyarakat
Kosmopolit
:
Relevankah Syari’at Islam Aceh
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
Dijk,
Teun
A.
(1995).
Macrostructures
:
An
Interdisciplinary Study of Global
Structures in Discourse, Interaction,
and Cognition. Hillsdale ; Lawrence
Erlbaum
49
Download