ANALISIS TEMATIK DAN SKEMATIK PEMBERITAAN THE JAKARTA POST MENGENAI PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH Nuryadi1) 1 Fakultas Komunikasi, Sastra dan Bahasa, Universitas Islam “45” Bekasi Email : [email protected] Abstrak Penelitian ini menganalisis pandangan koranThe Jakarta Postmengenai penerapan syariat Islam di Aceh. Mengacu kepadaUndang-Undang No. 11 tahun 2006, Pemerintah Aceh memiliki wewenang dan otonomi luas di bidang hukum Islam.Wewenang itu tidak hanya mengurusi masalah ibadah sepertiahwal syakhiyah(hokum keluarga dalam Islam), dan muamalah(hukum tentang perdagangan dan pernikahan)tetapi juga mengurusi hukum pidana (jinayat).Sehubungan dengan hukum pidana, Pemerintah Aceh mengeluarkan peraturan daerah yang dikenal sebagai perda syariah Islam untuk mengatur keamanan dan ketertiban di masyarakat. Perda ini mendapat penolakan dari sebagian warga Aceh terutama warga non muslim. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menganalisis pandangan koranThe Jakarta Postmengenai kasus ini. Data yang dianalisis adalah empat editorial koranThe Jakarta Post mengenai penerapan perda syariah Islam di Aceh. Data dianalisis menggunakan teori Analisis Wacana Kritis dari Teun A van Dijk terutama pada aspek tematik dan skematik. Berdasarkan hasil analisis, koranThe Jakarta Post menolak penerapan syariat Islam di Aceh. Hal itu dilakukan dengan membangun tema atau makna yang merujuk pada penolakan perda syariah dengan memanfaatkan elemen wacana yang meliputi pemanfaatan judul, pengembangan tema (tematik), dan pengembangan pola urutan (skematik). Kata Kunci: Analisis Wacana Kritis, Struktur makro, Superstruktur, Editorial, Tematik, Skematik Abstract This study analyzes the views of The Jakarta Post on the implementation of Islamic law in Aceh. According to Act No. 11/2006, the Aceh government has an authority and a greater autonomy in the field of Islamic law. The authority of Aceh government does not only deal with the worshipping issue,ahwal syakhsiyah (Islamic family law), and muamalah(worldly affairs such as tradeand marriage)but also the criminal law (jinayat). In regards to the criminal law, the Aceh governmentissueda set of law known as the Islamic sharia law to regulate the security and order in society. This law is objected by some Aceh residents, especially non-Muslim residents. This study uses qualitative descriptive method to analyse the views of The Jakarta Post in regards to the implementation of Aceh Sharia Law. Four editorials of The Jakarta Post which discussed the implementation ofAceh Sharia Law were used as data in this study. Data were analyzed by using the theory of Critical Discourse Analysis of Teun A van Dijk, especially in terms of thematic and schematic. Based on the analysis, The Jakarta Postrejected the implementation of Islamic law in Aceh. Such rejection can be seen in the building of a theme or meaning which refers to the rejection of Islamic sharia law by utilizing the elements of discourse that includes the use of the title, theme development (thematic), and the development of sequences pattern (schematic). Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 40 Keywords: Critical Discourse Analysis, the Macro Structure, Superstructure, Editorial, Thematic, Schematic PENDAHULUAN Dalam memberitakan suatu peristiwa, surat kabar tidak sekedar mengabarkan kejadian begitu saja, tetapi juga memasukkan pandangannya ke dalam pemberitaan. Surat kabar bukanlah saluran yang bebas nilai, ia juga subjek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Teks media tidak selalu merupakan pencerminan realitas. Hal tersebut berarti surat kabar berusaha mempengaruhi pembaca dalam melihat suatu kejadian. Pembaca diajak melihat suatu kejadian melalui sudut pandang surat kabar tersebut. Berita yang dipandang menarik oleh redaksi akan ditempatkan sebagai berita utama(headline news) atau diulas dalam tajuk rencana (editorial) lengkap dengan keberpihkan media. Pemberitaan The Jakarta Post mengenai pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan tema yang akan dibahas dalam tulisan ini. Pemberlakuan syariat Islam merupakan hasil kesepakatan damai setelah konflik berkepanjangan selama kurang lebih 30 tahun antara pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Untuk mengakhiri konflik tersebut, pemberlakuan syariat Islam di Aceh disepakati sebagai jalan tengah (solusi) dengan syarat Aceh tetap menjadi bagian dari NKRI. Berdasarkan kesepakatan damai tersebut, pemerintah pusat (Presiden dan DPR) mengesahkan Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dalam Undang-Undang tersebut, pemerintahan Aceh diberi wewenang dan otonomi luas di bidang hukum Islam. Wewenang yang dimiliki oleh pemerintah Aceh itu tidak sebatas mengurusi masalah ibadah, ahwal syakhsiyah (hukum keluarga), dan muamalah (hukum jual beli, dan kemasyarakatan) tetapi juga mengurusi hukum pidana (jinayat). Sebagai realisasi dari wewenang tersebut, pemerintah kota dan kabupaten di Aceh mengeluarkan perda yang dikenal sebagai perda syariat islam. Sebagai implementasi dari kesepakatan damai itu, pemerintah Aceh mengeluarkan peraturan daerah yang dilandasi oleh hukum Islam yang disebut sebagai perda syariat Islam atau dikenal sebagai perda syariah atau qanun. Perda syariah ini dikeluarkan oleh pemerintah kota atau kabupaten setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Dalam lingkup kecil, persoalan syariat Islam di Aceh barangkali hanyalah perumusan hukum syariat Islam dalam qanun serta penyesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan nasional. Dalam spektrum yang lebih luas, realitas Indonesia sebagai negara bangsa (nationstate) menganut sistem hukum nasional yang merupakan warisan Belanda (Bahiej, 2006). Hal itu tidak disetujui oleh sebagian warga Aceh mengingat sejarahnya dan statusnya sebagai daerah istimewa yang menginginkan pemberlakuan hukum Islam. Sementara itu, pemerintah RI tetap menginginkan Aceh menjadi bagian dari NKRI sehingga kedua belah pihak bersepakat mengakhiri perselisihan dan bersepakat bahwa Aceh mendapat status otonomi yang lebih luas atau khusus yang berbeda dengan propinsi lain di Indonesia. Penerapan syariat Islam ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat (Shadiqin, 2010). Pihak pemerintah Aceh menyatakan bahwa pemberlakuan perda syariah atau qanun dimaksudkan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Sementara itu, pihak-pihak yang keberatan, berupaya menentang atau menyatakan penolakan Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 41 pemberlakukan qanun dengan berbagai alasan seperti pelanggaran Haki Asasi Manusia (HAM). Kontroversi ini menjadi polemik di masyarakat karena menyangkut hal yang sangat sensitif yaitu agama atau keyakinan. Topik seputar penerapan hukum Islam tidak hanya menjadi berita utama (headline news), dan opini tetapi juga diulas dirubrik editorial sampai beberapa kali terutama setiap ada masalah yang muncul di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan Koran The Jakarta Post terhadap penerapan syariat Islam di Aceh. The Jakarta Post adalah Koran berbahasa Inggris yang terbit di Indonesia dengan target pembaca orang asing yang tinggal di Indonesia karena orang asing yang tinggal di Indonesia tidak semuanya dapat berbahasa Inggris. Dengan mengangkat masalah penerapan syariat Islam di Aceh dalam pemberitaanya, The Jakarta Post tentu mempunyai kepentingan yang dapat mendukung atau menolak penerapan syariat Islam di Aceh berkaitan dengan ideologi yang dianut surat kabar tersebut. Sikap tersebut dapat diketahui melalui analisis berita-berita yang ditampilkan koran tersebut. KAJIAN LITERATUR Editorial Juroto (2002:77) menyatakan bahwa tajuk rencana atau editorial merupakan ungkapan keteguhan dan keyakinan surat kabar. Editorial memuat opini pengelola media terhadap peristiwa penting yang terjadi di masyarakat. Lebih lanjut dikatakan bahwa editorial menjadi saluran utama untuk mengungkapkan opini redaksi. Hal tersebut berarti sikap, pandangan, penilaian, pendirian dan keberpihakan redaksi terkait suatu peristiwa yang sedang menjadi perbincangan di masyarakat dapat di ketahui melalui editorial. Dengan mengangkat suatu kejadian sebagai ulasan dalam editorial berarti redaksi atau pengelola surat kabar sedang menyatakan sikap, pandangan, penilaian, pendirian dan juga keberpihakannya terhadap suatu peristiwa penting yang sedang hangat di masyarakat. Sikap, pandangan dan penilaian itu dapat berupa dukungan atau penentangan terhadap suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat. Analisis Wacana Menurut Fairclough (1988:7) wacana adalah pemakaian bahasa dilihat sebagai suatu bentuk praktek sosial dan analisis wacana adalah analisis tentang bagaimana teks berfungsi dalam praktek sosial budaya. Halliday memberi perspektif baru bahwa bahasa harus juga dilihat dari fungsinya bukan hanya bentuknya. Halliday menginspirasi Fairclough, seorang ahli bahasa kritis yang pendapatnya menjadi rintisan bagi kajian bahasa secara kritis yang kita kenal sebagai Analisis Wacana Kritis (AWK). Fairclough menunjukkan bahwa kuasa dan ideologi tercermin dalam bahasa yang digunakan (2002:99). Fairclough juga menyatakan bahwa dalam masyarakat modern, pelaksanaan kuasa dicapai melalui ideologi yang secara khusus dilakukan melalui perantara bahasa (1995:12-15). AWK adalah analisis yang bertujuan melihat penggunaan bahasa secara kritis melalui aspek linguistik dengan pendekatan yang multidisipliner (Wodak and Meyer, 2008:1-7). Menurut Teun A van Dijk, teks terdiri dari tiga bagian yaitu struktur makro (macrostructur), superstruktur (superstructure), dan struktur mikro (microstructur). Struktur makro merupakan makna global sebuah teks yang dapat dipahami melalui topiknya. Topik (wacana) direpresentasikan ke dalam satu atau beberapa kalimat yang merupakan gagasan utama atau ide pokok wacana. Van Dijk (1995:69) menyebut topik sebagai struktur makro makna (semantic macrostructur). Hal tersebut Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 42 karena ketika berbicara mengenai topik atau tema dalam teks, kita akan berhadapan dengan makna dan referensi atau acuan. Superstruktur merupakan struktur yang digunakan untuk mendeskripsikan skema (schemata), yang mana topik atau isi global berita diselipkan. Superstruktur ini mengorganisasikan topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit berita berdasarkan urutan atau hierarki yang diinginkan. Menurut van Dijk, superstruktur merupakan sejumlah kategori skema berita atau bagian-bagian yang membangun skema sebuah berita yaitu summary dan story. Summary terdiri atas headline dan lead. Elemen skema ini dipandang merupakan elemen yang penting. Judul dan lead umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan dalam berita. Lead berisi pengantar sebelum masuk ke berita secara lengkap sedangkan story merupakan isi berita secara keseluruhan yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa situasi jalanya peristiwa dan yang kedua adalah komentar yang ditampilkan dalam teks (Eriyanto, 2006:232). Lebih lanjut Eriyanto menjelaskan, jalannya peristiwa terdiri dari kisah utama dan latar yang mendukung peristiwa. Latar digunakan untuk memberi konteks sehingga jelas saat disajikan kepada khalayak. Komentar menggambarkan pihak-pihak yang dimintai komentar yang terdiri dari komentar verbal dari para tokoh dan simpulan yang diberikan oleh watawan. Menurut van Dijk, superstruktur merupakan satu kesauan yang padu yang akan diikuti oleh bagian-bagian lain dalam berita. Apa yang diungkapkan dalam lead akan diikuti dan didukung oleh bagian skema. Skematik sebagai strategi untuk mendukung topik tertentu dengan susunan (urutan) tertentu. Skematik memberikan tekanan bagian mana yang harus didahulukan sebagai strategi menyembunyikan informasi penting. Bagian yang dianggap tidak penting biasanya diletakkan di bagian akhir teks berita. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah sebuah analisis teks empat editorial Koran The Jakarta Post mengenai penerapan syariah Islam di Aceh dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan telaah analisis isi. Melalui pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini bertujuan membuat deskripsi atau gambaran tentang pandangan The Jakarta Post mengenai penerapan syariat Islam di Aceh. Data penelitian berupa empat editorial The Jakarta Post yang mengulas penerapan syariat Islam di Aceh. Keempat editorial tersebut masing-masing dengan judul Stupid and Indecent Proposal, An Unwelcoming Verandah, Misleading Qanun, dan Protective curfew? Data dianalisis menggunakan teori Analisis Wacana Kritis Teun A van Dijk terutama pada struktur makro teks untuk mengetahui tema pemberitaan (tematik) dan pada superstruktur teks untuk mengetahui bagaimana skema berita disusun (skematik). Secara garis besar elemen wacana menurut van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut. Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 43 Elemen Wacana van Dijk Struktur Wacana Struktur Makro Makna global dari sutau teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks Superstruktur Kerangka suatu teks seperti pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai suatu teks Hal yang diamati Elemen Tematik Tema/topik yang dikedepankan dalam suatu teks Topik Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita seperti dengan memberikan detail pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detail sisi lain Skema Sintaksis Bentuk susunan kalimat yang dipilih dalam berita Stilistik Pilihan kata yang dipakai dalam berita Retoris Cara ekspresi dilakukan Latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi Bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti leksikon Grafis, metafora, ekspresi Sumber : Eriyanto, 2006 HASIL DAN PEMBAHASAN Editorial 1 Struktur Makro (Tematik) Tema yang diusung pada editorial adalah tindakan yang tidak hanya bodoh (stupid) tetapi biadab (indeecent) yang dilakukan oleh Walikota Lhokseumawe karena mengusulkan perda syariah untuk mengatur wanita berboncengan sepeda motor (wanita tidak boleh mengangkang). The Jakarta Post menilai bahwa tindakan walikota mengabaikan aspek keselamatan dan lebih mengutamakan aspek moral yang ditafsirkan secara keliru. Bahkan dikatakan pembaca yang setuju dengan rencana itu dikatakan mempunyai pikiran yang kotor, sakit, dan tidak beradab. Dibalik tema yang demikian terkandung maksud menolak atau menentang usulan perda syariah dengan menyatakan usulan yang bodoh dan biadab. Superstruktur (Skematik) Judul editorial ini cukup emosional yaitu usulan yang bodoh (stupid) dan biadab (indecent). Di bagian pendahuluan, editorial mengatakan bahwa tindakan Walikota Lhokseumawe itu bodoh dan biadab karena perda syariah yang diusulkan mengabaikan keselamatan dan berdasarkan pertimbangan moral yang ditafsirkan sendiri secara keliru walaupaun dibagian isi editorial, tindakan Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 44 walikota tersebut banyak mendapat dukungan termasuk dari ulama. Aceh juga dipandang menjadi provinsi yang berani melawan negara karena mengeluarkan perda yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, editorial juga juga memprovokasi perempuan dengan mengatakan bahwa perempuan menjadi target hampir dari semua perda yang deskriminatif dan represif terhadap perempuan. Aceh juga dinilai berani memperkenalkan hukuman cambuk atau hukum rajam bagi pelanggar perda yang digelar di muka umum setelah sembahyang Jum’at. Selanjutnya dikatakan bahwa pemerintah pusat cuci tangan atas nama otonomi khusus meskipun perda syariah sebenarnya bertentangan dengan hukum nasional. Di samping itu editorial juga menyatakan bahwa perda-perda syariah ini deskriminatif terhdap kelompok minotitas. Dibagian akhir, editorial mencoba mengadu domba antara Walikota Lhokseumawe dan umat Islam dengan mengatakan bahwa tindakan Walikota Lhokseumawe membawa nama Islam dan dalih agama sehingga membawa pemahaman bahwa Islam menindas perempuan. Dengan pemberitaan yang demikian, editorial memberi kesan seolah-olah penerapan syariah Islam hanya merupakan keinginan walikota yang dibingkai dengan perda syariah. Berdasarkan analisis pada superstruktur, dapat disimpulkan bahwa editorial menyatakan keberatan terhadap penerapan perda syariah dengan beberapa alasan. Pertama, mengggiring opini bahwa perda itu hanya merupakan keinginan walikota. Kedua, menggadu domba pemerintah Aceh dengan Jakarta dengan menyatakan bahwa perda itu bertentangan dengan konstitusi. Ketiga, diskriminasi terhadap perempuan atau perempuan menjadi target dari perda syariah. Keempat, hukuman yang diterapkan dikesankan tidak etis yaitu hukuman cambuk yang dilakukan di muka umum. Editorial 2 Struktur Makro (Tematik) Tema pada editorial ini adalah Serambi (Mekah) yang sudah tidak lagi ramah. Hal itu disampaikan untuk mengomentari berbagai perda syariah di Aceh. Dengan kata lain, penerapan perda syariah menyebabkan Aceh tidak ramah lagi bagi pendatang. Padahal Aceh dulunya adalah daerah yang sangat ramah terbukti sepanjang sejarah, Aceh dikunjungi oleh berbagai macam etnis dan suku bangsa, diantaranya untuk keperluan berdagang. Perda syariah juga dipandang sebagai sebuah ironi ditengah penegakan hukum yang menyedihkan, misalnya pada kasus korupsi di Aceh yang justru dilarang dalam Islam tetapi tidak ditegakkan dengan sungguh-sungguh dan mengapa pemerintah daerah justru mengeluarkan perda syariah. Jadi sebenarnya tema yang diusung adalah penolakan secara implisit penerapan perda syariah karena menyebabkan Aceh tidak lagi ramah. Superstruktur (Skematik) Judul editorial ini An unwelcoming Verandah. Judul di atas menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa Serambi Mekah yang sudah tidak ramah lagi bagi pendatang karena penerapan perda syariah Islam. Di bagian awal, editorial menggambarkan sejarah Aceh yang selama berabad-abad sebagai tempat yang sangat ramah bagi pendatang dari berbagai mancanegara. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa toleransi atau penghargaan terhadap perbedaan waktu itu sangat baik, namun hal tersebut berbeda dengan sekarang ketika ada perda syariah. Dengan kata lain, perda syariah sebagai penyebab Aceh tidak ramah lagi. Secara keseluruhan isi editorial adalah mengungkapkan berbagai argumentasi yang mendukung bahwa Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 45 Aceh sudah tidak lagi ramah dan yang dijadikan alasan adalah perda syariah. Editorial menyatakan bahwa perda syariah sebenarnya dikritik oleh warga Aceh sendiri seperti yang terjadi di Lhokseumawe sebagai sesuatu yang membingungkan. Editorial menyatakan bahwa pemerintah di Aceh mengeluarkan perda syariah untuk mengalihkan perhatian pada masalah sehari-hari yang dihadapi rakyat Aceh seperti pengangguran. Dengan kata lain sebenarnya perda syariah tidak penting dan ada yang lebih penting yang lepas dari perhatian pemerintah setempat. Editorial ini juga membuka ingatan pembaca untuk waspada bahwa pejabat Aceh adalah mantan petinggi GAM yang bercita-cita mendirikan Negara Islam terpisah dari Indonesia. Tulisan tersebut dapat dimaknai sebagai upaya mengingatkan rakyat Indonesia dan juga mungkin Aceh bahwa pejabat Aceh sebenarnya orang-orang yang tidak setia terhadap Indonesia, dikesankan mereka masih aktif memperjuangkan cita-cita mereka, yaitu mendirikan negara merdeka. Dibagian akhir editorial, diingatkan bahwa itu menjadi pekerjaan rumah Jakarta, artinya pemerintah pusat harus mencari cara untuk menghentikan perda syariah. Dibagian akhir, editorial menyatakan bahwa Jakarta mempunyai banyak PR untuk Aceh. Ini dapat dimaknai bahwa pemerintah pusat jangan membiarkan atau diam saja berkaitan dengan masalah perda syariah di Aceh. Berdasarkan analsis pada superstruktur dapat disimpulkan bahwa The Jakarta Post keberatan terhadap penerapan perda syariah dengan beberapa alasan. Pertama, perda syariah diberitakan membuat Aceh tidak lagi ramah. Kedua, perda syariah dinilai membingungkan dan tidak penting karena yang justru lebih penting sebenarnya adalah menggatasi pengangguran. Ketiga, memberi kesan bahwa pejabat Aceh berbahaya karena mantan pejuang GAM yang mempunyai cita-cita tersembunyi. Editorial 3 Struktur Makro (Tematik) Tema yang diusung adalah pembatalan perda syariah (qanun) karena dinilai menyesatkan. Permintaan itu diajukan oleh oleh Komnas perempuan. Namun sebenarnya redaksi The Jakarta Post yang meminta agar perda syariah itu dibatalkan. Dalam menyatakan pendapatnya, redaksi surat kabar melakukannya dengan cara mengutip pendapat yang dikemukakan oleh kelompok-kelompok sosial atau pihak yang sejalan dengan ide redaksi. Tidak tanggung-tanggung, permintaan itu ditujukan kepada Presiden SBY jika Gubernur Aceh gagal melakukannya. Ini suatu tekanan yang besar bagi bupati atau walikota yang mengeluarkan perda syariah karena dihadapkan kepada Gubernur Aceh, bahkan Presiden RI yang menjadi atasan langsung dan mempunyai kekuasaan langsung mengenai itu. Superstruktur (Skematik) Judul editorial ini adalah perda syariah yang menyesatkan karena potensial menjadikan perempuan sebagai korban. Di bagian awal, The Jakarta Post merujuk pernyataan dari Komnas Perempuan untuk membatalkan perda yang menjadikan perempuan sebagai korban bahkan mengkriminalkannya. Dibagian isi disinggung tentang landasan perda syariah yang merupakan hasil kesepakatan antara RI dan GAM. Kata GAM sengaja dimunculkan untuk mengingatkan publik bahwa GAM adalah gerakan separatis yang bermaksud memisahkan diri dari NKRI. Itu bisa dimaknai bahwa GAM tidak mau tunduk pada hukum Indonesia dan tetap berupaya membentuk kekuatan melalui perda syariah. Dengan kata lain, masyarakat diminta waspada terhadap pemerintah Aceh sekarang. Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 46 Kemudian juga disinggung mengenai tsunami yang menewaskan ratusan ribu orang sebagai alasan orang Aceh mau menerima perda syariah. Jadi redaksi bermaksud menyatakan bahwa warga Aceh sendiri sebenarnya terpaksa menerima perda syariah ini dengan harapan dapat mendamaikan Aceh karena sebagian warga Aceh meyakini kalau tsunami adalah hukuman Tuhan atas kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Selanjutnya dikatakan bahwa para aktivis gagal meminta supaya perda syariah ditunda. Penggunaan kata aktivis juga dapat dimaknai bahwa perda itu ditolak oleh banyak pihak, termasuk para aktivis yang selama itu dikenal berjuang untuk kepentingan bersama. Redaksi juga memandang kalau perda syariah itu tidak penting tetapi kenapa dipaksakan. Menurut redaksi, masalah yang serius ada di Aceh adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan korupsi yang dilakukan para pejabat. Redaksi juga merujuk pihakpihak yang tidak setuju yang menyatakan bahwa perda syariah tidak mencerminkan spirit Islam. Editorial juga merujuk pernyataan Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan yang menyatakan korban perempuan harus berani bersuara terhadap kekerasan yang mereka terima, meskipun perlakuan suami di rumah sebelumnya tidak dianggap sebagai kejahatan. Pencantuman ini bisa dimaknai memberi dorongan bagi perempuan Aceh untuk berani bersuara sekalipun melawan dominasi yang tidak mudah dikalahkan, yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah. Di bagian akhir editorial, dikatakan bahwa orang-orang Aceh, termasuk perempuan yang dikenal berani berbicara akan terus menderita dalam diam. Hal ini dapat dimaknai bahwa perda syariah akan meneruskan penderitaan atau kekerasan di Aceh yang seharusnya tidak perlu terjadi karena perang telah berakhir. Jadi perda syariah dikaitkan dengan penderitaan yang menimbulkan kesengsaraan dan kengerian yang pernah terjadi di Aceh yaitu perang antara GAM dan pemerintah RI yang berlangsung sekitar 30 tahun. Berdasarkan analsis pada superstruktur dapat disimpulkan bahwa The Jakarta Postkeberatan terhadap perda syariah karena dinilai menyesatkan dengan beberapa alasan. Pertama, berpotensi menjadikan perempuan sebagai korban karena sasarannya sebagain besar adalah perempuan. Kedua, landasan perda syariah dinilai tidak sesuai dengan sistem hukum di Indonesia karena berdasarkan pada kesepakatan damai dengan GAM. Ketiga, perda syariah dinilai tidak penting dan lebih penting sebenarnya adalah memberantas korupsi. Keempat, perda syariah dinilai menyasar perempuan sebagai target sehingga tidak adil. Editorial 4 Struktur Makro (Tematik) Editorial 4 berjudul Protective curfew? yang artinya apakah pemberlakuan jam malam bisa melindungi wanita dari tindak kejatahan? Kalau dilihat dari konteksnya, editorial ini mengulas penerapan perda syariah di Banda Aceh yang melarang wanita keluar rumah setelah jam 11 malam (kecuali ditemani kerabat laki-laki). Perda ini mengecualikan bagi pekerja di rumah sakit, seperti dokter dan perawat. Menurut Walikota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa'aduddin Djamal S.Eperda tersebut dimaksudkan untuk melindungi wanita dari tindak kejahatan dan pelecehan seksual, khususnya di waktu malam. Tema atau gagasan yang diusung dalam editorial adalah keberatan terhadap penerapan perda syariah secara implisit karena dipandang tidak menyentuh halhal yang esensial berkaitan dengan perlindungan terhadap wanita. Alasan lain yang coba dibangun adalah bahwa memberlakukan jam malam kurang Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 47 penting dan tidak mendesak, disamping itu, efektivitasnya dipertanyakan. Superstruktur (Skematik) Judul editorial adalah Protective Curfew? apakah pemberlakuan jam malam bisa melindungi wanita dari tindak kejatahan. Jawaban dari judul editorial yang berupa pertanyaan ada dalam rangakaian paragraf yang isinya menolak atau tidak setuju dengan perda syariah yang memberlakukan jam malam. Di bagian awal, editorial merujuk sikap Komnas Perempuan. Komnas melalui ketuanya yang juga perempuan Aceh tidak setuju dengan alasan ada yang lebih mendesak ditangani yaitu kekerasan dalam rumah tangga. Pihak lain yang dirujuk adalah orang Aceh sendiri yang menanyakan urgensi perda. Dengan kata lain sebagian orang Aceh menganggap perda belum perlu. Editorial juga mempermasalahkan prosesnya keluarnya perda yang tidak melibatkan kelompok-kelompok sosial yang ada di Aceh. Dibagian akhir editorial, dinyatakan bahwa perda tidak bisa didasarkan asumsi kasar berkaitan dengan sumber kekeraasan terhadap perempuan. Editorial ditutup dengan simpulan bahwa perda itu tidak memberdayakan dan tidak melindungi siapapun. Dengan kata lain perda syariah tidak bermanfaat. Dengan mencermati struktur editorial dari awal sampai akhir dapat disimpulkan bahwa isi editorial menolak perda syariah dengan pernyataan yang cukup keras bahwa perda tidak memberdayakan dan tidak melindungi siapapun (but it is neither empowering nor protecting anyone). Berdasarkan analsis pada superstruktur dapat disimpulkan bahwa The Jakarta Post keberatan terhadap perda syariah dengan beberapa alasan. Pertama, perda syariah dinilai belum mendesak, dan ada yang lebih penting dan mendesak yang perlu ditangani yaitu kekerasan daam rumah tangga. Kedua, perda dinilai tidak mengakomodir suarasuara masyarakat. Ketiga, perda syariah dinilai tidak memberdayakan dan melindungi siapapun. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dari keempat editorial, Koran The Jakarta Post menyatakan keberatan penerapan perda syariat Islam di Aceh. Hal itu dilakukan dengan membangun tema atau makna yang merujuk pada penolakan perda syariah, dengan memanfaatkan elemen wacana yang meliputi pemanfaatan judul, pengembangan tema (tematik), dan pengembangan pola urutan (skematik). Logika yang dibangun oleh The Jakarta Post adalah bahwa perda syariah itu bertentangan dengan konstitusi, diskriminasi terhadap perempuan dan menjadikan perempuan sebagai target sehingga meyesatkan dan membingungkan masyarakat, hukuman yang diberlakukan tidak etis (hukuman cambuk), memperingatkan bahwa pejabat Aceh adalah mantam angggota GAM (ada bahaya tersembunyi), belum mendesak untuk dilaksanakan, tidak mengakomodir suara-suara masyarakat, tidak memberdayakan dan melindungi siapapun dan juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). REFERENSI Bahiej, Ahmad. (2006). Sejarah dan Problematika Hukum Pidana Materiel di Indonesia. Jurnal Sosioreligi Indonesia, vol. 5 no.2 Eriyanto. (2006). Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKIS. Fairclough, Norman. (1995). Critical Discourse Analysis : The Critical Study of Language. London : Longman. Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 48 Fairclough, Norman. 1998. Language and Power. London : Longman. untuk Masyarakat Modern?. Jurnal Kontekstualitas, Vol. 25 No 1. Fairclough, Norman. (2002). Analyzing Discourse : Textual Analyziz for Social Research: London: Routledge Wodak R, Michael M. (2008). Critical Discourse Analysis : History, Agenda, Theory, and Methodology. London : Sage Publication. Juroto, Totok. (2002). Manajemen Penerbitan Pers. Bandung : Remaja Rosdakarya. Van Shadiqin, Sehat Ihsan. (2010). Islam dan Masyarakat Kosmopolit : Relevankah Syari’at Islam Aceh Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016 Dijk, Teun A. (1995). Macrostructures : An Interdisciplinary Study of Global Structures in Discourse, Interaction, and Cognition. Hillsdale ; Lawrence Erlbaum 49