BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa–masa seseorang akan sangat memperhatikan penampilannya. Dibandingkan dengan remaja pria, remaja putri lebih banyak menaruh perhatian tentang penampilan fisik mereka, bahkan sejak pada usia yang sangat dini yakni 4 tahun (Brown & Slaughter, 2011). Sejak kecil, anak perempuan lebih banyak mendapat paparan dan tekanan oleh lingkungan sosial, keluarga, maupun media untuk berpenampilan menarik. Tokoh-tokoh putri dongeng maupun figur model-model di media massa dengan wajah yang cantik dan tubuh yang langsing secara tidak sadar membuat para anak perempuan tumbuh menjadi pribadi yang sangat mempedulikan bentuk badannya dan rentan terlibat dalam berbagai usaha dalam menjaga atau menurunkan berat badan (Neumark-sztainer & Hannan, 2000) Berdasarkan studi oleh Chang et al. (2013) dan Jones et al. (2004) ditemukan korelasi yang kuat antara paparan media dan pengaruh dari teman sebaya terhadap kepuasan tubuh. Para remaja putri seringkali membandingkan bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh teman-temannya ataupun para model yang mereka lihat di media. Hal ini terungkap lewat obrolan-obrolan yang dilakukan saat mereka sedang berkumpul dan tak jarang percakapan ini menimbulkan ketidakpuasan akan bentuk tubuh mereka sendiri. Peran media pada bagi remaja bagai pisau bermata dua. Di satu sisi, media sebagai sumber berbagai informasi yang bermanfaat bagi remaja, namun di sisi lain media juga berperan dalam menanamkan berbagai konsep yang kurang tepat pada diri remaja. 1 Contoh yang paling nyata dari penanaman konsep yang kurang tepat ini adalah konsep tubuh ideal. Remaja putri sangat mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di media. Penelitian yang dilakukan oleh Evans et al. (2013) terhadap 127 remaja putri menunjukkan bahwa 58% responden ingin terlihat seperti model yang mereka lihat di majalah. Foto-foto tersebut membuat 44% responden menginginkan tubuh yang lebih kurus sekalipun pada kenyataannya mereka tidak mengalami kelebihan berat badan. Namun permasalahannya adalah bentuk tubuh para model yang dilihat para remaja tidak selalu merupakan gambaran dari bentuk tubuh yang ideal. Pada tahun 2007, Ditmar et al. meneliti tentang ukuran tubuh para model wanita yang digunakan sebagai model majalah mode. Hasil studi mereka menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) para model bernilai 15 dan dapat dikategorikan sebagai bentuk tubuh yang sangat kurus. Hal ini menyebabkan para remaja akan mengira bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh yang kurus. Pada umumnya, semakin tinggi IMT seseorang, semakin tinggi pula ketidakpuasan mereka terhadap tubuhnya (Caccavale et al., 2012). Ketidakpuasan ini akan menyebabkan para remaja dengan berat badan berlebih ingin menurunkan berat badannya agar dapat tampil lebih menarik, diterima di lingkungan pergaulan atau terhindar dari perilaku bullying (Helfert & Warschburger, 2011) Apabila dilakukan dengan benar, perilaku diet sebenarnya akan memberikan banyak manfaat bagi para remaja baik dari segi sosial maupun kesehatan. Penurunan berat badan telah terbukti dapat menurunkan berbagai resiko penyakit seperti diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit jantung, stroke dan berbagai penyakit 2 sindroma metabolik lainnya (Chiang & McCullough, 2014; Oh, 2011; Yau Castro et al., 2012). Namun kenyataanya, sekarang ini diet tidak hanya dilakukan oleh remaja putri yang gemuk dan memang perlu menurunkan berat badan. Para remaja dengan berat badan normal ini pun tetap merasa dirinya terlalu gemuk dan ingin menurukan berat badannya demi mencapai tubuh “ideal” yang dicitrakan di media (Bibiloni et al., 2013; Evans et al., 2013; Xie et al., 2006). Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan oleh Dewanto (2013), Maitri (2007) dan Wahyuningtyas (2009), sebagian besar remaja putri merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya sekalipun IMT mereka sudah termasuk ideal dan bahkan termasuk kurus. Akibatnya, para remaja putri dengan tubuh yang sebenarnya sudah kurus ini merasa gemuk dan berdiet. Sehingga akan terjadi pergeseran konsep tubuh ideal dimana para remaja dengan berat badan ideal akan terpengaruh dan merasa bahwa diri mereka overweight, kemudian remaja dengan IMT kategori overweight akan merasa diri mereka obese. Families Empowered and Supporting Treatment of Eating Disorder (FEAST) mendefinisikan ketidaksesuaian antara ukuran tubuh yang sesungguhnya dengan ukuran tubuh yang dipersepsikan oleh seseorang dengan distorsi citra tubuh. Distorsi citra tubuh pada remaja berhubungan erat dengan perilaku makan. Hasil penelitian oleh Liechty et al. (2010) terhadap remaja putri di Amerika menunjukkan bahwa remaja putri dengan distorsi citra tubuh akan memiliki resiko lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku makan yang menyimpang seperti anoreksia dan bulimia. Diet yang dilakukan para remaja ini kebanyakan adalah diet-diet tidak sehat yang sering disebut juga dengan fad diets. The American Dietetic Association 3 mendefinisikan fad diets sebagai diet yang menjanjikan penurunan berat badan secara cepat, praktis tanpa harus berolahraga namun umumnya tidak didasari oleh dasar ilmiah yang jelas sehingga keamanannya tidak terjamin. Kebanyakan fad diets juga dijalankan oleh para selebriti dan dipromosikan di media massa. Para remaja, yang umumnya masih kurang kritis dalam berpikir, dapat dengan mudah terpengaruh iklan-iklan ataupun perilaku para artis akan suatu hal yang dirasa sedang tren, tidak terkecuali cara berdiet. Penelitian oleh Hana (2014) dan Rafiqa (2014) terhadap 75 siswi SMA Negeri 6 kota Yogyakarta yang diketahui sedang berdiet menunjukkan bahwa seluruh responden yang sedang berdiet menggunakan metode fad diets. Jenis fad diets yang paling banyak dilakukan para remaja adalah dengan melewatkan dan atau membatasi jenis makanan tertentu (tidak sarapan, tidak makan malam, diet tanpa garam, diet rendah karbohidrat, diet rendah lemak, diet tinggi protein), berpuasa selama jangka waktu tertentu, dan penggunakan produk-produk tertentu yang diklaim dapat secara ‘ajaib’ membantu menurunkan berat badan. Jenis diet tidak aman ini dapat menimbulkan resiko berbagai gangguan kesehatan. Diet dengan konsumsi karbohidrat yang teralu rendah dapat menyebabkan tubuh menggunakan cadangan lemak sebagai sumber energi dan mengakibatkan ketosis. Diet pembatasan garam dapat menyebabkan tubuh kehilangan keseimbangan cairan dan elektrolit. Diet tinggi protein dapat memperberat kerja ginjal sehingga dalam jangka waktu panjang, diet ini bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Sekalipun dianggap sebagai sumber kegemukan, lemak tetap memiliki peran penting dalam tubuh kita sehingga konsumsinya harus tetap ada walau jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan (Almatsier, 2004). 4 Produk-produk pelangsing yang dijual di pasaran tidak semuanya baik dan aman untuk dikonsumsi. Produk ini pada umumnya dapat berupa suplemen pengganti makanan, teh herbal yang merangsang diuresis, laxatives atau obat yang merangsang rasa mual (Liechty et al., 2010). Produk suplemen pengganti makanan umumnya menganjurkan konsumen untuk mengganti satu atau dua kali porsi makan biasa dengan produk yang diiklankan. Harga produk ini mahal dan menggunakan berbagai bahan sintetis untuk mengganti zat gizi yang diperlukan tubuh. Selain dampak negatif fad diets dari segi klinis, berdasarkan penelitian oleh Collins (2011), efek keberhasilan dari fad diets sesungguhnya hanya bersifat sementara. Berat badan orang-orang yang melakukan fad diets akan segera kembali meningkat setelah berhenti menjalankan program diet sehingga segala usaha yang telah dilakukan akan sia-sia. Meskipun angka remaja, khususnya remaja putri, yang terlibat maupun yang berisiko terlibat dalam perilaku fad diets di Indonesia termasuk tinggi (Hana, 2014; Maitri, 2007; Rafiqa, 2014; Wahyuningtyas, 2009), jumlah penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku tersebut masih sedikit. Yogyakarta adalah kota pelajar dimana banyak dijumpai siswa-siswi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Penelitian ini akan mengambil salah satu SMA Negeri di kota Yogyakarta yakni SMA Negeri 8 Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah : 5 1. Adakah hubungan antara distorsi citra tubuh dengan perilaku makan pada siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal? 2. Adakah hubungan antara perilaku makan dengan fad diets pada siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal? 3. Adakah hubungan antara distorsi citra tubuh dengan fad diets siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari studi ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara distorsi citra tubuh, perilaku makan dan fad diets pada siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal Tujuan khusus : 1. Mengetahui adakah hubungan antara distorsi citra tubuh dengan perilaku makan pada siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal 2. Mengetahui adakah hubungan antara perilaku makan dengan fad diets pada siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal 3. Mengetahui adakah hubungan antara distorsi citra tubuh dengan fad diets pada siswi SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan IMT normal D. Manfaat Penelitan 1. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku fad diets pada remaja IMT normal. 6 2. Penelitian ini dapat membantu orang tua dalam menyadari pentingnya memberi pemahaman yang benar pada remaja putri mereka tentang konsep tubuh ideal dan memiliki tubuh yang sehat sehingga anak-anak mereka tidak terjebak dalam perilaku diet yang salah. 3. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan terkait gizi khususnya konselor dalam memberi gambaran tentang kecenderungan diet yang sedang marak terjadi di kalangan remaja putri, sehingga para tenaga kesehatan dapat menemukan solusi dalam menanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap diri sendiri serta cara-cara aman untuk menjaga berat badan agar tetap ideal. E. Keaslian Penelitian 1. Hana (2014), Status gizi, Harga diri, Citra Tubuh dalam Perilaku Fad Diets pada Remaja Putri SMA Negeri 6 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan terhadap 284 siswi SMA Negeri 6 Yogyakarta dengan metode cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan persepsi tubuh dengan perilaku fad diets, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku fad diets. 2. Rafiqa (2014), Depresi, Paparan media dan Pengaruh Teman Sebaya dalam Perilaku Fad Diets pada Remaja Putri di SMA Negri 6 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan terhadap 284 siswi SMA Negeri 6 Yogyakarta dengan metode cross-sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara depresi dan paparan media terhadap perilaku fad diets, 7 namun ditemukan korelasi yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku fad diets. 3. Liechty et al. (2010), Body Image Distortion and Three Types of Weight Loss Behaviors Among Non-overweight Girls in the United States. Penelitian ini dilakukan pada remaja putri non-overweight usia 11-19 tahun dengan menggunakan data dari National Longitudinal Study of Adolescent Health pada tahun 1994-1995. Tujuan dari studi ini adalah untuk mencari hubungan antara distrosi tubuh dengan tiga macam perilaku diet yakni diet ekstrim (menggunakan obat-obatan, memuntahkan makanan), diet tidak aman (mengurangi jumlah dan jenis makanan) serta diet aman (berolahraga). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa remaja putri dengan distorsi citra tubuh memiliki resiko 4,3 kali lebih besar untuk melakukan diet ekstrim dan 2,3 kali lebih besar untuk menjalankan diet dengan pembatasan makanan pada satu tahun kemudian. Tidak ditemukan adanya hubungan antara distorsi citra tubuh dengan metode penurunan berat badan dengan berolahraga, sehingga dapat disimpulkan bahwa distorsi citra tubuh dapat mempengaruhi perilaku diet yang berbahaya pada remaja putri non-overweight. Terdapat beberapa kesamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hana (2014) dan Rafiqa (2014) dimana metode yang digunakan adalah metode cross sectional serta variabel terikat yang diteliti adalah fad diets. Namun pemilihan sampel pada penelitian ini lebih spesifik yakni hanya pada siswi SMA dengan IMT normal, sementara penelitian sebelumnya menggunakan siswi SMA dari seluruh kategori IMT. Karakteristik lokasi penelitian juga berbeda dimana pada penelitian sebelumnya dilakukan di SMAN 6 Yogyakarta sedangkan penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Yogyakarta. 8 Sementara itu, dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liechty et al. (2010), terdapat kemiripan antara variabel yang diteliti yaitu fad diets dan distorsi citra tubuh pada remaja putri non-overweight (IMT normal dan kurus). Namun lokasi penelitian, sumber data, dan karakteristik sampel berbeda dimana pada penelitian ini studi dilakukan di Yogyakarta, menggunakan data primer, dan sampel yang diambil hanya yang masuk kategori IMT normal bukan nonoverweight (IMT normal dan kurus). 9