PENDAHULUAN Latar Belakang Mikroorganisme laut merupakan sumber senyawa bioaktif baru yang banyak menjadi perhatian sekarang ini. Bakteri penghuni perairan laut yang miskin nutrisi banyak dijumpai hidup dengan cara berasosiasi dengan berbagai organisme laut bentik, seperti spons dan karang. Spons merupakan biota laut yang tersebar pada daerah perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 5,5 km. Tubuh hewan ini terdiri dari jaringan rangka yang disebut spikula. Spikula tersebut mengandung senyawa kimia yaitu kalsium karbonat, silika, serat kolagen dan serat spongin yang lentur (Castro & Huber 2005). Spons adalah hewan berpori yang termasuk filter feeder yaitu hewan yang mengumpulkan nutriennya dengan cara menyaring air laut melalui pori-pori (ostium). Makanan porifera berupa sisa organisme yang telah mati atau mikroorganisme yang berada di kolom air. Menurut Taylor et al. (2007), selain dijadikan sumber protein sel tunggal, mikroorganisme juga sebagai simbion dari spons karena mikroorganisme mengkolonisasi tubuh sponge yang berpori-pori sebagai tempat hidup dan berlindung. Hal ini dapat dijumpai sebagai asosiasi antara spons dengan bakteri. Bakteri dapat memberikan kontribusi untuk pertahanan inangnya dengan eksresi antibiotik dan substansi bioaktif lainnya. Secara khusus organisme laut yang sesil seperti spons diperkirakan sangat bergantung pada mekanisme pertahanan simbionnya, yaitu dengan menghasilkan senyawa bioaktif untuk mempertahankan diri terhadap hewanhewan predator dan dari kolonisasi dari mikroorganisme patogenik. Banyak senyawa bioaktif yang diproduksi oleh spons sebagai hasil metabolit sekunder. Produk alami laut sebagai hasil metabolik sekunder kemungkinan dihasilkan oleh kehadiran mikroorganisme pada jaringan spons sebagai simbion, baik simbion intraselluler ataupun ekstraselluler. Senyawa-senyawa organik tersebut dapat ditransport oleh adanya kerjasama antara simbion dan inangnya. Kehadiran pasangan simbion ini menjadi syarat untuk menghasilkan metabolik sekunder. Hubungan ini dapat dilihat dari asosiasi spons dan Eubacteria (Barnes 1994). 2 Jenis senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons memperlihatkan kuantitas yang lebih banyak dari mikroorganisme laut lainnya. Hal ini terutama dikarenakan kemudahan dalam kultur massalnya. Jenis senyawa metabolit sekunder dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons sangat bervariasi yaitu dari golongan terpenoid, alkaloid, polyketida, peptida siklik, derivat dari asam lemak dengan berat molekul kecil, heterosklik, hingga brominated pyrroles, (Taylor et al. 2007). Vibrio spp. yang berasosiasi dengan spons Dysidea sp menunjukkan adanya sintesis cytotoksik dan antibakteri tetrabromodiphenyl eter demikian pula pada asosiasi antara Micrococcus dengan Tedania ignis ditemukan adanya aktifitas antimikroba (Kanagasabhapathy et al. 2005). Hasil penelitian Kim et al. (2006); Montalvo et.al 2005; Zhang et al. (2006), Actinomyetes yang bersimbiosis dengan spons Pseudoceratina clavalata, Xestospongia spp., Hymeniacidon perlevis dan Craniella australiensis juga menunjukkan adanya aktifitas antimikrobial. Penemuan spons sebagai penghasil senyawa bioaktif juga telah banyak dipublikasikan tetapi penggunaan produk alami laut yang bersifat antibiotik dan antifungi sebagai hasil metabolit sekunder dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons, lebih menguntungkan dibandingkan dengan mengisolasi dari inangnya. Pertumbuhan spons yang relatif lamban, selanjutnya membawa implikasi pada keterbatasan pasokan biomassa untuk mengekstraksi senyawa metabolit sekundernya. Penggunaan bakteri yang hidupnya berasosiasi dengan spons dalam bentuk simbion lebih baik karena dapat dimurnikan dan dikultur dalam skala laboratorium sehingga tidak perlu mengoleksinya dari alam, dapat diperbanyak dalam waktu yang lebih cepat dan relatif lebih mudah dimanipulasi dengan menggunakan teknologi molekuler. Penggunaan teknik molekuler untuk mengidentifikasi bakteri telah umum dilakukan, salah satunya dengan analisis gen 16S rRNA untuk mengetahui filogeni, penyebaran dan karakteristik bakteri yang bersimbiosis dengan spons. Analisis gen 16S rRNA juga dapat dilanjutkan dengan metode Amplified ribosomal DNA Restriction Analysis (ARDRA). Teknik molekuler ini telah banyak digunakan untuk 3 menganalisis komunitas bakteri pada berbagai lingkungan, termasuk spons sebagai simbion dari berbagai bakteri laut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. (endosimbion dan ektosimbion) penghasil senyawa antimikrob dan menganalisis keragaman genetiknya berdasarkan amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA) dan sekuensing gen 16S rRNA.