BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai sekitar lebih dari 81.290 km (Dishidros,2006). Garis pantai yang panjang menunjukkan bahwa banyak aktivitas yang terjadi di wilayah kepesisiran, baik secara bio-geofisik maupun secara sosial ekonomi. Wilayah kepesisiran pada umumnya merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya hayati dan sangat potensial untuk dikembangkan dengan berbagai aktivitas budaya, industri, pariwisata dan jasa yang dapat menunjang perekonomian nasional (Mardiatno dan Mutaqin, 2011). Namun di sisi lain, daerah kepesisiran merupakan daerah yang dinamis. Berbagai proses geomorfik dapat terjadi didalamnya hingga penggunaan lahan yang sangat kompleks. Proses geomorfik yang terjadi didalamnya dapat berupa erosi, sedimentasi, dan penurunan muka air tanah, secara tidak langsung adanya proses geomorfik tersebut juga akan mempengaruhi proses perubahan pengggunaan lahan yang telah terbentuk. Gambaran kerusakan daerah pantai secara sekilas di Indonesia yang ditunjukkan dalam laporan Proyek Pengamanan Pantai Pusat. Direktorat Sungai Departemen PU 1990 pada Lampiran 1 menunjukkan adanya kerusakan yang timbul pada daerah/wilayah pantai diakibatkan oleh adanya rekayasa manusia terhadap daerah pantai itu sendiri (Pratikto dkk, 1997). Hal ini merupakan implikasi logis akibat adanya pertumbuhan dan kebutuhan akan ruang. Keterdapatan muara dan pantai tidak dapat dipisahkan. Muara merupakan bagian dari pantai, oleh sebab itu aktivitas pantai secara tidak langung telah mempengaruhi kondisi muara sungai. Permasalahan yang banyak dijumpai dimuara sungai adalah pendangkalan/penutupan mulut sungai oleh sedimen pasir yang terutama berasal dari laut (Triatmodjo, 1999) Daerah penelitian yang akan dilakukan merupakan wilayah kepesisiran yang berada ditimur pulau jawa yaitu pesisir sidoarjo. Berdasarkan penelitian 1 puslitbang geologi kelautan di perairan Selat Madura pada tahun 1995, menyebutkan bahwa kondisi perairan selat Madura mempunyai bentuk fisiografi yang landai, dengan kedalaman yang semakin dalam ke arah timur. Dasar laut perairan Selat Madura ditutupi oleh lumpur lanauan dan lumpur pasiran dengan ketebalan berkisar antara 20-60 cm pada masa Holocen (Salahudin, 2006). Adanya peristiwa semburan mud-volcano pada tahun 2006 turut mengubah kondisi kepesisiran. Berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 2007 beserta dengan perubahan-perubahannya disebutkan bahwa luapan lumpur Lapindo harus dialirkan ke laut melalui Kali Porong. Hal ini yang mendasari penelitian untuk dilakukan agar dapat diketahui dinamika perubahan pesisir Sidoarjo saat sebelum munculnya lumpur hingga setelah luapan lumpur dialirkan ke laut. Daerah pesisir selalu mengalami dinamika perubahan yang kompleks terlebih pesisir Sidoarjo. Aliran lumpur yang melewati Kali Porong dan endapan material yang terdeposisi pada muara sungai turut mempengaruhi kondisi ekosistem daerah sekitar. Muara sungai sering disebut dengan river mouth atau dengan outlet yang merupakan tempat pertemuan antara sungai dengan cekungan (basin) yang berupa laut atau tubuh air lainnya, seperti danau atau goba (lagoon), yang berukuran jauh lebih besar dari sungai tersebut (Ongkosongo, 2010). Muara sungai sangat berpengaruh terhadap kondisi material lumpur yang terdeposisi yang juga dipengaruhi oleh aktivitas dari arus laut. Arus laut mempengaruhi sebaran suspensi dari sungai. Arah sebaran cenderung mengarah searah dengan arus laut (Ongkosongo, 2010). Arus laut adalah gerakan horizontal massa air laut yang disebabkan oleh gaya penggerak yang bekerja pada air laut seperti stress angin, gradient tekanan (timbul akibat gradient densitas horizontal, pengaruh angin, dan gradient tekanan atmosfer), gelombang laut dan pasang surut (pasut) (Hadi dan Radjawane, 2009). Proses sedimentasi akibat adanya pengendapan material lumpur memunculkan adanya pembentukan delta pada muara kali porong, sehingga mampu mempengaruhi aktivitas ekosistem di wilayah pesisir Porong Sidoarjo. Karakteristik lumpur sidoarjo yang tidak mudah membeku seperti semen (Harnanto, 2011) serta perkembangan citra tahun 2012 menunjukkan 2 perkembangan arus laut kearah selatan, sehingga mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sebagai ekosistem mangrove di daerah utara maupun penggunaan lahan berupa persawahan di wilayah pesisir Sidoarjo. Sedimentasi mampu mempengaruhi pendangkalan pada muara. sehingga perlu di lakukan kajian terhadap karakteristik jenis sedimen yang terdeposisi dipengaruhi oleh arus serta jenis gelombang. Penelitian tentang dinamika perubahan penggunaan lahan sebelum dan sesudah adanya peristiwa semburan mud-volcano perlu dilakukan sebagai upaya pengelolan daerah pesisir agar ekosistem wilayah kepesisiran tetap lestari, serta sebagai sarana penentu kebijakan pengelolaan daerah kepesisiran. Pentingnya keberadaan ekosistem mangrove di pesisir menjadikan kajian menarik untuk diteliti sebagai langkah upaya perlindungan ekosistem sekitar pesisir terlebih ekosistem mangrove pada daerah pesisir seperti di Sidoarjo yang perkembangannya cukup signifikan. Kondisi perairan tenang mendukung terbentuknya mangrove manjadikan daerah ini sangat berpotensi sebagai wilayah pembudidayaan mangrove. Adanya berbagai pasokan material sedimen dari sungai Porong dapat mempengaruhi karakteristik jenis dan kerapatan mangrove. 1.2 Rumusan Masalah Daerah kepesisiran memiliki masalah yang cukup kompleks dalam perkembangannya, terlebih pesisir Porong Sidoarjo. Adanya peristiwa semburan mud-volcano telah memberikan warna tersendiri dalam dinamika kepesisisran daerah tersebut. Kondisi muara sungai serta perairan yang landai semakin dalam ke arah timur turut mempengaruhi perkembangan proses sedimentasi dari material lumpur yang di buang menuju laut, sehingga hal ini mampu mempengaruhi ekosistem di sekitar pesisir. Perkembangan delta lumpur di sekitar pesisir Porong selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya yang berimplikasi pada perkembangan ekosistem mangrove di bagian utara dari pesisir Porong. kondisi arus laut pada perairan Selat Madura juga turut mempengaruhi perkembangan perubahan penggunaan lahan pesisir. 3 Berdasarkan permasalahan yang telah terkaji tersebut, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1. bagaimana karakteristik sedimen di Muara sungai Porong? 2. bagaimana kondisi pesisir Porong Sidoarjo sebelum dan sesudah peristiwa lumpur Sidoarjo terkait dengan penggunaan lahan wilayah kepesisisran? 3. bagaimana pengaruh morfodinamika muara sungai Porong terhadap karakter ekosistem mangrove? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jenis sedimen yang terdeposisi pada perairan porong dipengaruhi arus dan gelombang laut. 2. Mengetahui perkembangan dinamika dan pertumbuhan sedimen di pesisir Sidoarjo 3. Mengetahui hubungan morfodinamika muara sungai porong terhadap perkembangan ekosistem mangrove 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai analisis dinamika batimetri perairan Porong Sidoarjo sebelum dan sesudah terjadinya mud-volcano. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai prediksi perkembangan dari sedimentasi mud-volcano. 3. Sebagai penentu kebijakan pengelolaan wilayah pesisir terhadap kualitas ekosistem perairan yang sesuai. 4 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Muara dan pesisir Gambar 1.1 Definisi Pantai (Triatmodjo, 1999) Muara sungai, pesisir dan pantai merupakan satu kesatuan yang dinamis pada bentukanlahan marin. Pantai merupakan perairan yang pada daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktifitas darat maupun marin. Pantai merupakan daerah ditepi perairan (laut atau danau) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi. Pesisir merupakan daerah darat yang berada di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Daerah pantai selalu mengalami perkembangan terlebih adanya aktivitas muara sungai Porong yang menjadi muara aliran mud-volcano, sehingga daerah Sempadan pantai yang merupakan daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai perlu diperhatikan terlebih ekosistem mangrove dan tambak dalam perkembangan daerah pesisir. (Pratikno dkk, 1997) Proses yang terjadi pada bagian muara sungai dan terbentuknya delta sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas perairan. Muara sungai dalam buku ongkosongo Kuala,Muara Sungai,dan Delta, 2010 merupakan daerah pertemuan antara sungai dengan cekungan (basin) yang berupa laut atau tubuh air lainnya, seperti danau dan goba (lagoon) yang berukuran jauh lebih besar dari sungai tersebut. sehingga bentuk morfologi daerah perairan yang semakin rendah menuju ke arah laut menjadikan dinamika muara sungai dan delta yang merupakan fungsi dari dinamika bentangalam (landscape) dan bentuklahan (landform) yang merupakan bentukan sistem energi yang berperan dari berbagai arah (darat, laut, udara, bawah permukaan) dan terus menerus mempengaruhinya. 5 1.5.2 Sedimentasi Muara sungai dan delta berkaitan erat dengan terbentuknya sedimen. Sedimen yang terdeposisi merupakan kikisan dari material batuan ataupun material lainnya seperti tanah yang terangkut oleh aliran air. Jenis sedimen yang terendapkan pada dasar laut terdiri atas tiga macam seperti berikut ini: 1. Sedimen lithogenous yang merupakan pembentuk utama sedimen dasar samudera. Sedimen terbentuk dari proses kimia maupun mekanik dari batuan. Sedimen ini biasanya dibawa ke laut oleh aliran sungai, limpasan air, atau oleh angin. 2. Sedimen Biogenous merupakan sedimen yang terbentuk dari hewan dan tanaman kecil di laut. Partikel-partikel halus pembentuk sedimen dinamakan Ooze yang mengendap pada daerah yang letaknya jauh dari pantai. Sedimen yang terbentuk dibedakan menjadi dua macam yaitu Siliceous Ooze dan Calcareous Ooze yang tergantung dari mana asal serta bahan yang telah tercampur dalam rangka atau kulit hewan dan tanaman tersebut. 3. Sedimen Hydrogenous merupakan sedimen yang terbentuk dari proses kimia yang terjadi dalam air laut. Jenis logam seperti tembaga, cobalt, dan nikel terdapat pada sedimen tersebut dan upaya pengendapan material cukup lama. (Black, 1986) Sedimen terbentuk di daerah pantai dipengaruhi oleh arus dan bentuk gelombang yang menyebabkan perbedaan kecepatan, sehingga memberikan bentukan yang berbeda pada sedimen yang terdeposisi. Batimetri pesisir juga berpengaruh terhadap transpor sedimen. Kedalaman pesisir berpengaruh terhadap banyaknya sedimen yang mampu terdeposisi. Pada beberapa daerah yang dilintasi gelombang dan arus memiliki perilaku yang berbeda-beda. Zona yang dilintasi gelombang tersebut adalah offshore zone, surf zone, dan swash zone. Karakteristik gelombang di surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis proses pantai. Arus sangat bergantung pada arah datang gelombang (Triatmodjo, 1999). Sedimen di daerah pantai berpindah di antara dua area yaitu dasar laut dan sekitar zona pantai, material sedimen berasal dari rombakan erosi 6 tebing, erosi sungai maupun erosi yang terjadi di dasar laut. Erosi tebing terbentuk akibat adanya kenaikan muka laut sehingga mengikis tebing, sedangkan erosi dasar laut disebabkan adanya proses glacial sehingga mempengaruhi kondisi dasar laut. Erosi sungai berupa partikel yang terkikis oleh aliran sungai.(Pethick,1984) Erosi Tebing Pasang surut air laut Erosi Sungai Material terbawa oleh perubahan ketinggian muka air laut Erosi Dasar Laut Material terbawa oleh proses glasial Sedimen di pantai saat ini Gambar 1.2 Proses terjadinya sedimen di Pantai (Pethick,1984) Pada daerah porong sidoarjo sedimen yang terbentuk tidak hanya material pasir namun material lumpur akibat semburan mud-volcano yang dibuang kelaut yang berdasarkan BAPEL-BPLS (2011) secara fisik karakteristik lumpur Sidoarjo merupakan partikel lumpur yang tidak saling melekat, sehingga masih memiliki rongga antarpartikel. Ruang antarpartikel ini mampu dilalui air yang menjadikan lumpur susah untuk melekat namun lumpur mudah dipindahkan. Secara kimia, karakteristik lumpur memiliki kandungan CaO yang sangat rendah dan SiO2 yang relatif tinggi sehingga lumpur tidak mudah melekat seperti semen. 1.5.3 Arus dan Gelombang Perkembangan sedimen di muara sungai tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal diantaranya arus pergerakan air dan gelombang yang dipengaruhi oleh angin. Muara sungai merupakan pertemuan massa air dari aliran sungai dengan massa air yang lebih besar dan luas yaitu laut sehingga memunculkan energi percampuran yang menyebabkan terjadinya arus. Adanya proses meteorologis hingga proses morfodinamik memberikan karakteristik tersendiri untuk dinamika muara sungai. Sirkulasi massa air laut dan lautan sangat mempengaruhi karakteristik perairan muara (Ongkosongo, 2010). 7 Aktivitas sedimentasi yang efektif akan memunculkan delta pada daerah perairan. aktifitas ini selain dipengaruhi oleh arus juga dipengaruhi angin yang akan memunculkan gelombang. Gelombang laut terbentuk sesuai dengan kecepatan angin (wind speed), arah angin (wind direction), lama tiupan angin (duration) dan panjang ruang bebas angin bertiup (fetch) (Ongkosongo,2010). Semakin besar angin yang terbentuk maka akan semakin besar gelombang yang terbentuk dan akan memengaruhi terbentuknya delta. 1.5.4 Ekosistem Mangrove Ekosistem yang berkembang pada zona pertemuan antara darat dengan laut merupakan ekosistem khusus yang mampu bertahan pada kondisi payau yaitu percampuran antara air tawar dengan air laut. Zona percampuran ini menjadi zona lahan basah sebagai ekosistem tanaman mangrove yang dapat tumbuh pada daerah dengan kadar salinitas yang relatip tinggi serta terletak pada daerah zona pasang surut. Lahan basah selalu berada pada garis terdepan lautan dan hampir selalu ada pada setiap zona pertemuan darat dan laut di seluruh benua dengan kondisi perairan yang relatif tenang atau memiliki energi yang rendah (Fery and Basan, 1984). Daerah pertemuan muara dan laut merupakan zona sedimentasi dengan aktivitas perairan yang tenang, sehingga aktivitas sortasi material sedimen banyak terjadi di daerah tersebut. Material yang berat akan terdeposisi, sedangkan material halus seperti lumpur masih dapat bergerak. Oleh sebab itu, material yang belum terdeposisi menjadi habitat yang cocok untuk perkembangan ekosistem mangrove. Perkembangan ekosistem mangrove baik sebagai upaya pengelolaan wilayah pesisir secara alami. Fungsi dari ekosistem mangrove sebagai pencegah erosi pantai juga berfungsi sebagai pelindung biota yang ada di sekitar perairan payau seperti fitoplankton maupun zooplankton. Konversi hutan mangrove untuk pertambakan sangat berpengaruh terhadap kestabilan pantai dan mampu menimbulkan erosi yang berkepanjangan (Ongkosongo, 2010). Adanya ekosistem mangrove sebagai pengkokoh sedimen dari pengaruh erosi sehingga tidak memunculkan permasalahan baru seperti kemunduran garis pantai. Kondisi 8 perakaran yang selalu aktif tergenang menjadi permasalah baru ketika kondisi perairan telah berubah seperti banyaknya kandungan sedimen yang tersuspensi. Adanya sedimen mampu menutup lentisel pada batang maupun akar tanaman mangrove yang menjadi kunci utama keberlangsungan hidup tanaman mangrove. Perlu adanya upaya pengurangan sedimen tersuspensi dalam perairan. Kawasan tambak merupakan salah satu pemanfaatan wilayah pantai selain mangrove. Dampak konversi lahan kearah tambak akan meningkatkan sedimentasi yang berimbas pada pendangkalan perairan. 9 1.6 Peneliti Sebelumnya NAMA DAN JUDUL PENELITIAN Yermia Riezky Santiago (2009) JUDUL PENELITIAN kajian sebaran ukuran butir sedimen dan salinitas di ekosistem hutan mangrove segara anakan, Cilacap, Jawa Tengah TUJUAN METODE HASIL 1. mempelajari kondisi lingkungan ekosistem hutan mangrove Segaraanakan meliputi bentuklahan, temperatur udara, dan pasang surut air laut metode survey deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan metode survei lapangan maupun survei instansional. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara kondisi lingkungan, sebaran ukuran butir sedimen, dan salinitas dengan terbentuknya formasi mangrove di segara anakan. 1. bentuklahan di ekosistem mangrove Segaraanakan merupakan rataan lumpur tak bervegetasi dan rataan lumpur bervegetasi. Daerah penelitian selalu tertutupi genangan air laut. Temperatur suhu di daerah kajian sesuai dengan syarat tumbuh mangrove. 2. mempelajari sebaran morfometri ukuran butir dan menentukan lingkungan pengendapan sedimen di ekosistem mangrove Segaraanakan metode areal sampling 3. mempelajari sebaran nilai salinitas (air dan sedimen) di ekosistem mangrove Segaraanakan uji laboratorium, uji statistik ukuran butir sedimen, analisa grafis, analisa spasial, analisis deskriptif 2. sedimen yang ditemukan di ekosistem mangrove Segaraanakan berukuran lempung sampai debu sedang. Lingkungan pengendapan berada pada lingkungan fluvial 3. nilai salinitas air dan sedimen cenderung lebih rendah di bagian barat dibanding bagian timur disebabkan oleh suplai air tawar yang besar dibagian barat dan suplai air laut yang besar dibagian timur. Pengukuran di lakukan pada bulan Februari 2008 (musim 10 NAMA DAN JUDUL PENELITIAN JUDUL PENELITIAN TUJUAN METODE 4. mempelajari keterkaitan karakteristik ukuran butir dan salinitas (air dan sedimen) terhadap formasi mangrove di segaraanakan. Undang Hernawan (2008) The Development of Porong Estuary 1. mengetahui adanya akresi atau abrasi pada daerah sekitar muara Porong 2. mengetahui perkembangan luasan muara Porong Sidoarjo tahun 1975-2008 Warsito Atmodjo (2011) Studi penyebaran sedimen Tersuspensi di Muara Sungai porong Kabupaten Pasuruan mengetahui penyebaran sedimen tersuspensi di perairan muara Sungai Porong menggunakan interpretasi citra , dengan citra multitemporal Landsat tahun 1975, 1994, 2000 dan Qickbird tahun 2008 1. menggunakan metode deskriptif, pengukuran terhadap arus selama 26 jam 2. Permodelan menggunakan software SMS (Surface Water Modelling System) HASIL penghujan) menunjukkan salinitas yang rendah pada daerah barat ke tengah akibat banjir pada daerah hulu. 4. sebaran morfometri ukuran butir sedimen tidak memiliki keterkaitan dengan sebaran fomasi mngrove karena rentang ukuran butir sedimen yang kecil dan tidak ada formasi mangrove yang terkait dengan morfometri ukuran butir tertentu. 1. Terjadi perubahan antara tahun 1975-2008 pada estuari Porong yaitu adanya akresi pada daerah utara muara dan abrasi pada daerah selatan muara Porong. 2. antara tahun 1975-2008 terjadi akresi sebesar 45,22 ha/th dan abrasi 6,802 ha/th 1. kecepatan angin dilakukan melalui modeling saat purnama mencapai 0,270 m/s dan kecepatan arus saat perbani mencapai 0,080 m/s dengan arah mengikuti garis pantai. 2. simulasi sebaran konsentrasi sedimen terssuspensi selama 15 hari 11 NAMA DAN JUDUL PENELITIAN JUDUL PENELITIAN TUJUAN METODE HASIL memperlihatkan konsentrasi sedimen tersuspensi berkisar antara 3,803 mg/l-240,448 mg/l dengan orientasi arah dominasi ke tenggara Ajeng Kumala Nur Fitriani (2015) Kajian karakteristik Sedimen di Muara Sungai Porong, Sidoarjo Terhadap Perkembangan Ekosistem Mangrove 1. Mengetahui jenis sedimen yang terdeposisi pada perairan porong dipengaruhi arus dan gelombang 2. Mengetahui perkembangan dinamika dan pertumbuhan sediemen di pesisir Sidoarjo 3. Mengetahui hubungan morfodinamika muara Sungai Porong terhadap perkembangan ekosistem mangrove metode yang digunakan adalah metode purposive sampling dengan menguji jenis sedimen yang berada pada muara dan pesisir Sidoarjo akibat adanya pembuangan mud-volcano menggunakan citra landsat untuk mengetahui perkembangan dari vegetasi mangrove dan sedimentasi yang terbentuk selama tahun 2002-2013 12 1.7 Kerangka Pemikiran Lumpur Sungai Arah dan Sebaran Arus, Gelombang, dan Pasang Surut Sedimentasi dimuara Zonasi sebaran sedimen Pertumbuhan Mangrove Karakteristik Sedimen Di utara dan selatan muara sungai Di utara dan selatan muara sungai Perkembangan Ekosistem mangrove Gambar 1.3 Kerangka pemikiran 13