29 KERANGKA PEMIKIRAN Lahan dan air adalah sumberdaya alam yang merupakan faktor produksi utama selain input lainnya yang sangat mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, ketersediaan lahan dan air semakin terbatas. Sumberdaya air tidak terlepas dari sumberdaya lahan karena air dan lahan merupakan satu kesatuan. Terkait dengan lahan, terbatasnya ketersediaan lahan menyebabkan usahatani padi sawah di Kabupaten Garut tidak selalu diusahakan pada lahan dengan kemampuan fisik lahan yang sesuai. Jika usahatani padi sawah tetap dikembangkan pada lahan yang demikian, maka akan mempengaruhi produktivitas dan kelayakan usahatani tersebut karena input yang digunakan lebih besar dibandingkan jika diusahakan pada lahan-lahan yang sesuai, dan hal ini berimplikasi pada biaya yang dikeluarkan oleh petani. Terkait dengan air, suplai air untuk usahatani padi sawah di Kabupaten Garut diperoleh dari berbagai sumber, yaitu irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, tadah hujan dan pasang surut. Ketersediaan air sangat mempengaruhi produktivitas karena akan menentukan intensitas penanaman padi yang dilakukan. Misalnya, usahatani padi sawah yang dikembangkan di lokasilokasi yang memperoleh air melalui irigasi teknis, dapat diasumsikan bahwa air relatif mudah tersedia di lokasi tersebut, sehingga memungkinkan penanaman dilakukan sebanyak dua kali atau bahkan tiga kali dalam setahun. Sebaliknya, usahatani padi sawah yang diusahakan di lokasi-lokasi yang tidak memiliki saluran irigasi, ketersediaan air hanya tergantung pada curah hujan atau disebut juga usahatani padi sawah tadah hujan. Pada kasus tersebut, mungkin penanaman hanya dilakukan sekali saja dalam setahun, yaitu di musim hujan. Berdasarkan UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dinyatakan bahwa salah satu kriteria penting untuk menentukan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah kesesuaian lahan. Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengemukakan bahwa evaluasi kesesuaian lahan untuk pertanian dan kehutanan yang biasa digunakan di berbagai negara, pada dasarnya mengacu pada klasifikasi kemampuan lahan United States 30 Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). Klasifikasi lahan dengan sistem FAO lebih rinci dan lengkap dibandingkan dengan sistem USDA, di mana sistem FAO tidak hanya mempertimbangkan sifat-sifat fisik/morfologi tanah saja, tetapi juga sifat-sifat kimianya. Hal tersebut menyebabkan proses pengklasifikasian dengan sistem FAO juga menjadi lebih sulit. Karena itu, masih banyak daerah di Indonesia yang belum melakukan pemetaan lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan lahan. Walaupun demikian, setidaknya daerah-daerah tersebut, termasuk Kabupaten Garut sudah melakukan pemetaan lahan berdasarkan kemampuan fisiknya. Mengingat besarnya pengaruh kemampuan lahan terhadap produktivitas usahatani padi sawah dan keberlanjutannya, maka tahap awal dalam penelitian ini adalah memetakan usahatani padi sawah di Kabupaten Garut berdasarkan kelas kemampuan lahan. Klasifikasi kelas kemampuan lahan Kabupaten Garut yang digunakan adalah hasil klasifikasi yang dilakukan oleh Barus et al. (2011). Masing-masing kelas kemampuan lahan, memiliki faktor penghambat yang berbeda-beda terkait dengan sifat fisik tanah, seperti kandungan batuan, erosi, lereng, dan sebagainya. Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa kemampuan lahan di Kabupaten Garut menyebar dari lahan berkelas kemampuan II sampai dengan VIII. Tidak ditemukan lahan dengan tingkat kemampuan kelas I. Barus et al. (2011) juga menyimpulkan berdasarkan daya dukung dari berbagai kelas, diketahui bahwa lahan dengan kelas kemampuan II dapat digunakan untuk usaha pertanian intensif. Usahatani padi sawah merupakan jenis pertanian dengan tingkat pengelolaan sedang sampai sangat intensif. Kelas kemampuan yang sesuai untuk usahatani padi sawah adalah kelas kemampuan I sampai III untuk usahatani sedang sampai sangat intensif. Dalam kondisi tertentu di mana lahan dengan dengan kemampuan tersebut tidak tersedia, maka kelas kemampuan lahan IV dapat digunakan untuk pertanian secara terbatas. Tentunya dengan beberapa tindakan konservasi yang dapat menjamin atau meningkatkan daya dukung lahan tersebut. Kelas kemampuan lahan mempengaruhi struktur input-output dalam produksi usahatani padi sawah. Usahatani padi sawah yang dikembangkan di 31 lahan-lahan dengan kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai, maka akan memerlukan input yang lebih besar untuk mendapatkan output yang relatif sama dengan usahatani yang dikembangkan di lahan yang sesuai. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penting untuk menganalisis tingkat efisiensi atau keragaan relatif input-output dari usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan. Kebijakan peningkatan efisiensi dapat dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang diperoleh untuk menentukan solusi yang optimal sehingga keberlanjutan usahatani dapat dipertahankan. Data Envelopment Analysis (DEA) adalah salah satu analisis yang dapat mengukur tingkat efisiensi usahatani padi sawah. Melalui analisis ini, akan diperoleh faktor produksi atau input apa saja yang sudah digunakan secara efisien dan tidak dari segi pembiayaan pada masing-masing kelas kemampuan lahan. Seluruh faktor produksi dianalisis, tetapi diagregasi ke dalam tiga variabel input, yaitu pupuk, tenaga kerja dan input lainnya (lahan, air, benih, pestisida, dan alatlat yang digunakan). Selanjutnya, dapat dirumuskan berapa target input yang sebaiknya digunakan dan target produksi atau penerimaan petani yang bisa dicapai, serta potensi perbaikan (potential improvement) yang bisa dilakukan dari sisi input dan output. Kebijakan peningkatan efisiensi usahatani padi sawah penting dilakukan dalam rangka mengembangakan usahatani padi sawah berkelanjutan. Nilai ekonomi usahatani padi sawah diestimasi melalui analisis kelayakan finansial dengan menghitung NPV, BCR dan IRR. Selain itu nilai ekonomi sumberdaya lahan dalam usahatani padi sawah juga dihitung berdasarkan perspektif pelaku usaha individu, yaitu petani dengan menggunakan pendekatan surplus. Surplus yang diperoleh petani identik dengan istilah surplus produsen yang dihitung berdasarkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dan jumlah produksi yang dihasilkan. Petani umumnya menerapkan berbagai upaya perbaikan kualitas lahan untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas lahan yang tentunya akan mempengaruhi penerimaan (meningkat atau menurun). Penerimaan ini akan menghasilkan surplus, yaitu rente sumberdaya (resource rent) yang diterima oleh petani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada penelitian ini dihitung nilai surplus produsen jika tidak melakukan upaya-upaya 32 perbaikan kualitas lahan dan jika melakukan upaya-upaya perbaikan. Selisih nilai perhitungan antar kedua surplus produsen tersebut merupakan imbalan atas biaya pengelolaan usahatani atau biaya perbaikan yang telah dikeluarkan yang dapat dijadikan dasar penentuan kebijakan insentif bagi petani. Perubahan kualitas lahan dapat terjadi akibat ekstraksi untuk usahatani padi sawah secara terus-menerus. Jika petani tidak menerapkan kaidah konservasi dalam usahataninya, maka dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lahan atau degradasi lahan sehingga produktivitas lahan juga menurun. Sebaliknya, jika petani menerapkan kaidah konservasi dalam usahataninya dengan melakukan berbagai upaya perbaikan untuk menjaga kualitas lahan, maka produktivitas lahan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Estimasi perubahan kualitas lahan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan change in productivity approach (CPA), yaitu berdasarkan perubahan produktivitas usahatani padi sawah. Pengembangan usahatani padi sawah yang optimal dapat diformulasikan dengan menggunakan analisis optimasi. Pola alokasi penggunaan lahan optimal yang dapat memaksimumkan pendapatan petani dapat diestimasi melalui analisis perubahan parameter dan pengaruhnya dari solusi program linier atau model optimasi ini. Penentuan pola alokasi penggunaan lahan optimal didasarkan pada beberapa asumsi yang terdapat pada teori program linier yang telah dijabarkan sebelumnya. Hasil yang diperoleh dari berbagai analisis yang diuraikan di atas merupakan hasil analisis empiris yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan kebijakan, terkait peningkatan efisiensi, kebijakan insentif, dan pola alokasi penggunaan lahan optimal dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut sangat penting dalam mempertahankan usahatani padi sawah agar berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. 33 Ketersediaan Lahan (Tata Ruang dan Penggunaan Lahan) Kemampuan Lahan Ketersediaan Air Input Lainnya Usahatani Padi Sawah Analisis Efisiensi/Keragaan Relatif (Relative Performance) Input-Output Valuasi Ekonomi Sumberdaya Lahan Valuasi Perubahan Kualitas Lahan Kebijakan Peningkatan Efisiensi Analisis Optimasi: - Layak - Permintaan Terpenuhi Analisis Kelayakan Finansial dan Surplus Ekonomi (Surplus Produsen) Kebijakan Pengelolaan Berwawasan Lingkungan Pola Penggunaan Lahan Optimal Usahatani Padi Sawah Berkelanjutan Keterangan: : saling terkait 33 Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian