BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aktivitas wisata merupakan kegiatan untuk melepas kepenatan dari rutinitas
sehari-hari. Menurut Pitana dan Diarta (2009) konsep pariwisata mempunyai kata
kunci perjalanan atau tour yang dilakukan oleh seseorang, yang melakukan kegiatan
perjalanan atau melancong demi kesenangan untuk sementara waktu, bukan untuk
menetap atau bekerja. Aktivitas wisata dapat dilakukan di sekitar tempat tinggal tanpa
harus ke luar kota ataupun ke luar negeri, apalagi didukung dengan kekayaan ragam
Indonesia yang mendukung sektor kepariwisataan dan mempunyai banyak potensi
yang bisa digali untuk dijadikan lokasi wisata.
Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dahulu
bagian utaranya berbatasan langsung dengan Negara Malaysia dan kini berbatasan
dengan Provinsi Kalimantan Utara. Provinsi Kalimantan Timur memang tidak begitu
terkenal dengan kegiatan pariwisatanya, namun Kalimantan Timur memiliki potensi
daya tarik wisata yang unik, mulai dari seni dan kebudayaan hingga wisata alamnya
cukup mencuri minat wisatawan untuk berkunjung ke provinsi yang beribukota di
Samarinda ini. Di dalam hasil penelitian Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi
Kalimantan Timur dan Pusat Studi Pariwisata UGM (2003:4-5) secara umum,
2
Kalimantan Timur memiliki potensi objek pariwisata yang cukup banyak. Tercatat
pada tahun 1999, jumlah objek wisata yang dimiliki Kalimantan Timur diperkirakan
160 buah yang meliputi: kategori alam, budaya, sejarah dan kategori buatan. Dengan
banyaknya jumlah potensi objek wisata yang dapat dikembangkan, akan menjadikan
provinsi ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia. Didukung
dengan kebudayaan salah satu suku asli dari Kalimantan yang terkenal dengan
keteguhan masyarakatnya dalam menjalankan tradisi nenek moyang mereka, yaitu
Suku Dayak.
Suku Dayak atau Dayak adalah nama yang oleh penduduk diberi kepada suku
asli di Kalimantan yang sebagian besar menghuni daerah pedalaman dan tersebar di
Pulau Kalimantan (Florus, dkk., 1994:54). Budaya masyarakat Dayak adalah budaya
maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti
sesuatu yang berhubungan dengan perhuluan atau sungai, terutama pada nama-nama
rumpun dan nama kekeluargaannya. Masyarakat Suku Dayak tersebar di Pulau
Kalimantan, salah satunya terdapat di tepi Kota Samarinda yang membentuk sebuah
desa bernama Desa Pampang dan sejak tahun 1991 desa ini telah ditetapkan sebagai
desa wisata budaya. Desa Wisata Budaya Pampang atau yang sering disebut dengan
Desa Budaya Pampang oleh orang-orang sekitar merupakan sebuah desa yang dihuni
oleh masyarakat Suku Dayak, yang bernama Dayak Kenyah.
Dayak Kenyah adalah salah satu Suku Dayak yang ada di Pulau Kalimantan,
khususnya Kalimantan Timur. Masyarakat Dayak Kenyah yang tinggal di Desa
3
Budaya Pampang masih menjunjung tinggi adat istiadat yang diajarkan oleh leluhur
mereka. Dengan menampilkan budaya mereka sehari-hari seperti pertunjukkan tari,
baju adat, merangkai manik-manik menjadi souvenir, membuat tattoo hingga tradisi
memanjangkan telinga menjadi daya tarik wisata di desa yang mayoritas penghuninya
adalah murni keturunan Dayak yang berasal dari hulu Sungai Kayan di perbatasan
Malaysia. Mereka pindah ke daerah Kalimantan Timur karena sebagian dari
masyarakatnya tidak mau menjadi warga Negara Malaysia1.
Masyarakat Dayak Kenyah yang menetap di Kalimantan Timur senang hidup
dan bekerja di pedalaman hutan yang saat itu banyak dihuni oleh berbagai satwa,
terutama monyet. Masyarakat Suku Dayak Kenyah merasa bahwa perilaku monyet
menyerupai mereka, mulai dari tinggal di dalam hutan hingga memakan hasil hutan
seperti buah-buahan yang sama, maka masyarakat setempat mempunyai ide untuk
membedakan suku mereka dengan monyet yaitu dengan memanjangkan telinga.
Untuk kaum perempuan telinga dipanjangkan hingga sedada dan untuk laki-laki
panjangnya tidak melebihi bahu agar tidak mengganggu aktivitas berburu. Pada tahun
1960-an seiring dengan kehidupan mereka yang berpindah dari hutan satu ke hutan
lainnya di pedalaman Kalimantan Timur membuat kebiasaan memanjangkan telinga
ini menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat Dayak Kenyah, bagi yang tidak
memanjangkan telinga akan disamakan dengan monyet.
1
Hasil wawancara penulis dengan Bapak Apui Nyuk, beliau merupakan salah satu tetua masyarakat Suku Dayak
Kenyah di Desa Budaya Pampang.
4
Untuk memanjangkan telinga, kedua lobang telinga dipasangkan cincin atau
anting dengan berat tertentu dan akan ditambahkan satu per satu setiap satu tahun
sekali hingga jumlah anting yang digunakan sesuai dengan usia mereka. Meskipun
tradisi memanjangkan telinga sebagai salah satu atraksi wisata yang ditawarkan di
Desa Budaya Pampang, hampir sebagian besar wisatawan yang pernah berkunjung
dan berfoto bersama tidak mengetahui apa makna di balik tradisi yang mereka jalani
saat ini. Yang mereka ketahui hanyalah sebatas melestarikan kebiasaan nenek
moyang dan sebagai status sosial di dalam masyarakat Dayak Kenyah. Padahal,
dalam tradisi ini mengandung makna pembelajaran hidup bagi masyarakat Suku
Dayak Kenyah.
Tercatat dalam data Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Kominfo Kota
Samarinda (2013) pada tahun 2009 jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke
Desa Budaya Pampang sebanyak 4.949 dan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak
182. Di tahun 2010, terdapat 3.792 wisatawan domestik dan 206 wisatawan
mancanegara. Sepanjang tahun 2011 tercatat 3.729 wisatawan donmestik dan 70
wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Desa Budaya Pampang ini. Data
baru pada tahun 2012 menyebutkan wisatawan yang berkunjung mengalami
peningkatan menjadi 5.524 dari domestik dan 212 wisatawan mancanegara yang
datang untuk melihat secara langsung bagaimana kehidupan masyarakat Suku Dayak
Kenyah dikehidupan sehari-harinya.
5
Melestarikan tradisi turun-temurun nenek moyang ditengah dunia modern
merupakan hal yang cukup sulit bagi masyarakat Desa Budaya Pampang. Karena
letaknya yang tidak jauh dari pusat Kota Samarinda, memungkinkan warga di desa ini
sering berkunjung ke kota untuk berjalan-jalan. Meski sebagian penduduk yang
tinggal di kota mengetahui tradisi telinga panjang masih dijalankan di dalam Suku
Dayak Kenyah tetapi tidak begitu saja menghilangkan rasa heran mereka saat melihat
langsung beberapa penduduk Suku Dayak Kenyah yang sedang berjalan di pusat
perbelanjaan dengan kondisi bertelinga panjang. Seringkali penduduk desa budaya ini
menjadi pusat perhatian di tengah keramaian karena bentuk fisik telinga yang berbeda
dengan yang lainnya. Sebagian dari mereka yang merasa tidak nyaman dengan
kondisi ini memutuskan untuk melakukan operasi kecil dengan memotong daun
telinga mereka sehingga terlihat normal seperti bentuk telinga pada umumnya. Jika
hal ini terus menerus terjadi, tradisi yang termasuk salah satu atraksi wisata di Desa
Budaya Pampang
yang sedang dikembangkan ini pelan-pelan akan menghilang.
Pemerintah dan pengelola Desa Budaya Pampang menyadari hal ini dan tidak tinggal
diam. Kedua pihak berusaha mempertahankan dengan mengadakan program yang
menarik minat generasi muda Suku Dayak Kenyah untuk mempertahankan tradisi
turun-temurun dari nenek moyang mereka dan ikut memperkenalkan kepada
masyarakat luas agar tradisi telinga panjang semakin dikenal luas.
Untuk meninggalkan seutuhnya tradisi ini juga tidak mungkin bagi
masyarakat Suku Dayak Kenyah, bagi mereka kebiasaan dari nenek moyang akan
6
tetap dijalankan karena rasa hormat mereka terhadap leluhur. Menurut P. Yusnono,
adat istiadat Dayak adalah wujud ideal dari kebudayaan Dayak yang di dalamnya
terdapat sistem nilai budaya, sistem norma dan sistem hukum serta menjadi dasar dan
pendorong yang kuat bagi kehidupan manusia Dayak di dalam masyarakat (Florus,
dkk., 1994:106-107).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa makna yang terkandung di dalam tradisi telinga panjang dan bagaimana
tradisi ini tetap menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan?
2. Apa upaya pengelola dan masyarakat setempat untuk mempertahankan telinga
panjang sebagai daya tarik wisata?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan makna yang terkandung di dalam tradisi memanjangkan telinga
sehingga tradisi ini menjadi menarik bagi wisatawan dan masih tetap menjadi
salah satu daya tarik wisata di Desa Budaya Pampang.
7
2. Memaparkan pengelolaan dari Desa Budaya Pampang untuk mempertahankan
tradisi telinga panjang pada masyarakat Suku Dayak Kenyah agar tetap
menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan yang datang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dijabarkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan,
khususnya ilmu kepariwisataan, diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
studi
lanjutan
mengenai
tradisi
budaya
dan
diharapkan
dapat
menyumbangkan warna dalam mempelajari ilmu pariwisata, khususnya
yang berbasis budaya. Dan dapat memberikan informasi tentang kehidupan
salah satu masyarakat suku asli yang mendiami bumi Indonesia ini.
2. Manfaat Praktis
Manfaat
praktis
bagi
penulis,
sebagai
sarana latihan untuk
menuangkan gagasan, ide, ataupun pikiran ke dalam bentuk tulisan. Dapat
melatih penulis untuk meningkatkan daya serap informasi mengenai topik
yang akan diteliti. Dapat melatih untuk mengolah dan menggabungkan
beberapa sumber bacaan dan menuangkannya ke dalam bentuk pemikiran
serta memberikan manfaat bagi penulis untuk membangkitkan minat
membaca yang serius.
8
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam sub bab ini diuraikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini, khususnya bagaimana keadaan sebuah desa budaya atau suatu daerah
yang salah satu produknya menjadi daya tarik bagi wisatawan. Baik wisatawan
mancanegara maupun wisatawan domestik.
Dayan Iriananto mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 2013
melakukan penelitian berjudul ”Festival Tabot sebagai Daya Tarik Wisata Budaya
Utama Bengkulu”. Dalam skripsi ini, penulis bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai prosesi yang terkandung di dalam Festival Tabot Bengkulu sebagai bentuk
atraksi wisata budaya. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai bagaimana
pengelolaan Festival Tabot di Bengkulu serta membahas kendala yang dihadapi
dalam pengelolaan festival tersebut. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Prosesi
Ritual Tabot mengandung unsur yang asli dan selayaknya menjadi daya tarik yang
dimiliki oleh Bengkulu.
Ahmad Saiful Islam mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011
telah melakukan penelitian dengan judul ”Labuh Sesaji sebagai Daya Tarik Wisata di
Telaga Sarangan”. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa salah satu tradisi budaya
di Desa Sarangan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur dimanfaatkan sebagai daya tarik
bagi wisatawan yang sedang berkunjung atau berwisata di Telaga Sarangan. Tradisi
Labuh Sesaji merupakan tradisi budaya yang memiliki daya tarik wisata dari segi
budaya dan alam. Penelitian bertujuan sebagai pengambil kebijakan dalam
9
pengelolaan dan pelestarian tradisi Labuh Sesaji. Tradisi ini memiliki tata cara yang
unik dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya dan alam.
Namun karena kurangnya promosi dan informasi tentang sejarah dan latar belakang,
membuat Labuh Sesaji kurang diketahui oleh calon wisatawan dan wisatawan kurang
memahami makna dan pesan yang terkandung di dalam ritual ini.
Hapzah mahasiswi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 melakukan
penelitian dengan judul ”Upacara Adat Kematian Toraja sebagai Atraksi Wisata di
Kabupaten Tana Toraja”. Penelitian ini menguraikan tentang kehidupan masyarakat
Tana Toraja di tengah zaman yang semakin maju tetapi tetap mempertahankan
budaya dan adat istiadatnya. Hanya saja saat ini kondisinya berbeda dengan dahulu,
masyarakat Tana Toraja dahulu menjalankan tradisi ini sebagai ritual religi, namun
semakin kesini masyarakat semakin sadar bahwa tradisi ritual adat ini mempunyai
nilai komersial dan dapat dijual sebagai atraksi wisata. Hapzah berpendapat bahwa
suatu objek wisata harus mempunyai ciri khas serta keunikan sendiri agar menarik
wisatawan agar tinggal lebih lama lagi. Hasil dari penelitian ini adalah menjelaskan
komponen prosesi upacara adat kematian Tana Toraja yang menjadi daya tarik wisata
bagi wisatawan.
Asri Purwatiningsih mahasiswi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008
telah melakukan penelitian dengan judul ”Upacara Tradisional Yaqowiyu sebagai
Atraksi Wisata Budaya Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten”. Penelitian ini
menguraikan tentang upacara tradisional yaqowiyu yang mempunyai unsur wisata
10
religi dan budaya. Upacara Tradisional ini disajikan sebagai suatu atraksi wisata
budaya. Yaqowiyu sendiri berarti penyebaran apem. Upacara ini dilaksanakan sebagai
ungkapan permohonan kekuatan serta ampunan dan murah rejeki kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Upacara tradisional yaqowiyu merupakan salah satu daya tarik wisata
budaya di Kabupaten Klaten dan sedang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Daerah
Kabupaten Klaten. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Upacara Tradisional
Yaqowiyu mempunyai daya tarik yang sangat baik karena di bentuk oleh unsur
religius dan budaya. Dalam pengelolaannya, atraksi upacara tradisional ini
mendatangkan keuntungan seperti pendapatan daerah dan masyarakat sekitar dan
pemerintah daerah ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian upacara ini dengan
cara memberi bantuan setiap tahun.
1.6. Landasan Teori
Dalam Ketetapan MPRS No. I-II tahun 1960 dalam buku Pengantar Ilmu
Pariwisata, menyebutkan bahwa kepariwisataan dalam dunia modern pada hakikatnya
adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan
rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk
melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain
(pariwisata luar negeri) (Yoeti, 1982:108).
11
Destinasi wisata adalah suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang
signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui
selama perjalanan (misalnya daerah transit) (Pitana dan Diarta, 2009:126). Seperti
yang tertuang di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan Pasal 1 ayat 6, menjelaskan bahwa daerah tujuan pariwisata
atau destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih
wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
terwujudnya kepariwisataan.
Pengertian daya tarik wisata menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 5 adalah segala sesuatu
yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan. Sedangkan menurut Pitana dan Diarta (2009:59) bahwa daya tarik wisata
atau tujuan wisata merupakan daerah dengan keunikan tersendiri yang berbeda
dengan daerah lain, termasuk daerah atau negara asal wisatawan. Keunikan dan
perbedaan tersebut bisa berupa budaya, sejarah, alam, dan sebagainya.
Menurut
Hadinoto
(1996:18)
atraksi
wisata
adalah
atraksi
yang
diidentifikasikan dalam suatu penelitian, dan telah dikembangkan menjadi atraksi
wisata berkualitas dan memiliki asesibilitas baik. Suatu cara penggolongan atraksi
dan ciri-ciri destinasi adalah: (1) sumber daya alam seperti iklim, pantai, hutan, (2)
12
sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater dan masyarakat lokal,
(3) fasilitas rekreasi seperti taman hiburan, (4) event seperti Pesta Danau Toba, Pasar
Malam, (5) aktivitas spesifik, seperti kasino di Genting Highland-Malaysia,
berbelanja di Hongkong, (6) daya tarik psikologis seperti romantik, petualangan,
keterpencilan.
Pengertian atraksi wisata yaitu objek wisata dan segala atraksi yang
diperlihatkan merupakan daya tarik utama mengapa seseorang datang berkunjung ke
suatu tempat. Oleh karena itu keaslian dari objek dan atraksi wisata yang disuguhkan
haruslah diperhatikan sehingga hanya di tempat tersebut wisatawan dapat melihat dan
menyaksikan objek atau atraksi tersebut. Atau lebih ringkasnya lagi adalah segala
sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu
(Sukarsa, 1999:40).
Wisata budaya adalah jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk
melakukan perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik dari seni dan budaya
suatu tempat atau daerah (Suwena dan Widyatmaja, 2010:19). Berkunjung ke desa
wisata atau desa budaya dapat menjadi media belajar bagi wisatawan yang
berkunjung. Seperti yang dijelaskan oleh Suwena dan Widyatmaja (2010:51) bahwa
wisata pendidikan adalah wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan
pendidikan, misalnya untuk belajar maupun studi banding di suatu sekolah atau
universitas.
13
Pengertian tradisi menurut Peursen (1998:11) adalah pewarisan atau
penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Sedangkan di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tradisi diartikan sebagai adat
kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam
masyarakat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengelolaan didefinisikan
sebagai (1) proses, cara, perbuatan mengelola; (2) proses melakukan kegiatan tertentu
dengan menggerakkan tenaga orang lain; (3) proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4) proses yang memberikan pengawasan pada
semua hal yang terlibat di pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan2.
1.7 Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif (Descriptive
Qualitative Research) yaitu penelitian yang bertujuan membuat deskriptif
atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual, dan akurat
(Wardiyanta, 2006:5). Dan salah satu kunci keberhasilan penelitian
kualitatif adalah ketepatan dalam memilih informan, wawancara.
2
kamusbahasaindonesia.org/pengelolaan/mirip, Juni 2014.
14
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Pampang, Kecamatan Sungai
Siring, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan
secara sengaja, karena tradisi ini dilakukan oleh Suku Dayak Kenyah dan
suku ini bertempat tinggal di Desa Budaya Pampang.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif.
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat, yaitu memberikan
informasi mengenai suatu keadaan melalui pernyataan atau kata-kata.3
Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan sekunder, yaitu:
a.
Sumber data primer, informasi yang diperoleh langsung dari sumber
utama, asli. Informasi yang didapatkan berupa informasi langsung
dari tangan pertama. Seperti misalnya hasil wawancara dari
wisatawan yang berkunjung dan dari masyarakat yang tinggal di
Desa Wisata Budaya Pampang.
b.
Sumber data sekunder, informasi yang diperoleh secara tidak
langsung, atau melalui pihak ketiga, misalnya hasil dari jurnal, data
3
http://www.bimbingan.org/pengertian-data-kualitatif.htm, “Pengertian Data Kualitatif dan Kuantitatif”, Februari
2014.
15
kunjungan wisatawan dari Dinas Pariwisata setempat, dan dari hasil
publikasi.
4. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam melakukan penelitian ini, adalah
sebagai berikut;
a.
Studi pustaka, yaitu teknik pengambilan data dengan cara
mengumpulkan data dan informasi yang mendukung dengan
menggunakan kajian pustaka dan referensi yang terkait
dengan masalah yang sedang dibahas. Sumber studi pustaka
berupa beberapa buku mengenai pariwisata serta hasil
penelitian yang sudah dilakukan dan sumber yang digunakan
berasal dari perpustakaan.
b.
Observasi, metode ini merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi
penelitian yakni Desa Budaya Pampang yang jaraknya sekitar
± 25 km dari pusat Kota Samarinda.
c.
Wawancara mendalam, yakni teknik wawancara secara
langsung kepada responden kunci, yakni masyarakat dan
pihak pengelola Desa Budaya Pampang. Wawancara ini
dilakukan
mendalam.
berkali-kali
agar
mendapatkan
hasil
yang
16
5. Analisis Data
Semua data dan informasi yang terkumpul selanjutkan dianalisis
dengan menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan
membuat penggambaran keadaan tradisi telinga panjang di dalam Suku
Dayak
Kenyah
kemudian
menjelaskan
makna
dan
upaya
dalam
mempertahankan tadisi dengan data yang dapat dipertanggung jawabkan.
1.8 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang penulisan mengenai tradisi telinga panjang di
dalam masyarakat Suku Dayak Kenyah dan makna yang terkandung di
dalamnya, mengingat tradisi ini sebagai daya tarik wisata serta kendala yang
dihadapi dan upaya pemerintah dan pengelola dalam mempertahankan tradisi
telinga panjang.
Bab II Gambaran Umum
Pembahasan mengenai Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda dan Desa
Budaya Pampang sebagai lokasi dimana tradisi telinga panjang Suku Dayak
sebagai daya tarik wisata.
17
Bab III Pembahasan
Pada bab ini membahas mengenai pengenalan tradisi telinga panjang Suku
Dayak Kenyah mulai dari sejarah hingga proses pemasangan serta makna
yang terkandung di dalamnya sebagai salah satu daya tarik wisata di Desa
Budaya Pampang dan upaya pengelola serta masyarakat setempat dalam
menjaga dan melestarikan tradisi adat tersebut di Desa Budaya Pampang
sebagai desa wisata budaya.
Bab IV Kesimpulan
Terdiri dari kesimpulan dari tradisi telinga panjang sebagai daya tarik wisata
dan saran yang dapat diberikan dilihat dari kendala yang ada.
Download