BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian kinerja
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara
(2004) bahwa istilah kinerja berasal dari kata
job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil
kerja (output) secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Rivai
(2005) kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Mangkunegara (2004) kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
20
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan waktu yang
diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan
ketepatan waktu. Kinerja karyawan merupakan suatu ukuran
yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil
pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh
organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan
untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi.
2.1.2 Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja
Kinerja merupakan perwujudan kerja dari karyawan atau
organisasi yang bersangkutan. Kinerja dapat diukur dengan
pengukuran tertentu (standar) dimana kualitas adalah
berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan
kwantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam
kurun
waktu tertentu, dan bertepatan waktu adalah
kesesuaian waktu yang telah direncanakan.
Hersey dan Blanchard (1993) kinerja merupakan
suatu
fungsi
dari
motivasi
menyelesaikan tugas atau
dan
kemampuan,
untuk
pekerjaan seseorang harus
21
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kesediaan tertentu,
kesediaan dan keterampilan seseorang sangatlah tidak cukup
efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang
jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dinyatakan
bahwa kinerja adalah kemampuan melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau hasil yang
dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan atau merupakan catatan
perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan
tertentu selama periode waktu tertentu.
2.1.3 Pengukuran kinerja
Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai
dalam penilaian kinerja karyawan, tentu hal ini harus
disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai.
Menurut Mahmudi (2005) terdapat tiga variabel penting yang
22
harus dipertimbangkan dalam pengukuran kinerjanya yaitu
pelaku (input), perilaku (proses) dan hasil kerja (output).
1) Kinerja berbasis pelaku
Lebih menekankan pada pegawai pelaksana kinerja,
Penilaian kineja difokuskan pada pelaku dengan atributatribut,
karakteristik
dan
kualitas
personal
yang
dipandang sebagai faktor utama kinerja.
2) Kinerja berbasis perilaku
Tidak semata-mata berfokus pada faktor pegawai, namun
berkonsentrasi pada perilaku yang dilakukan seseorang
dalam melakukan kerja.
3) Kinerja berbasis hasil kerja
Kinerja berbasis hasil kerja difokuskan pada pengukuran
hasil. Selain memfokuskan pada hasil juga harus tetap
memperhatikan faktor perilaku dan kualitas personal.
Mangkunegara (2004) menyatakan, kinerja dapat diukur
dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.
1)
Kualitas yaitu mutu pekerjaan sebagai output yang
dihasilkan.
23
2)
Kuantitas yaitu mencakup jumlah pekerjaan yang
harus diselesaikan dalam kurun waktu yang
ditentukan.
3)
Ketepatan waktu, menyangkut tentang kesesuian
waktu
yang
telah
direncanakan
untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
2.1.4 Penilaian kinerja
Penilaian kinerja menurut Gorda (2006) adalah.
1) Penilaian kinerja menyediakan berbagai informasi
untuk keperluan pengambilan keputusan tentang
promosi, mutasi, demosi, pelatihan dan penetapan
kebijaksanaan kompensasi
2) Penilaian kinerja merupakan media antara pimpinan
dan bawahan untuk
bersama-sama
mengevaluasi
bawahan
yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan, hambatan dan
dorongan atau berbagai faktor sukses bagi kinerja seseorang
24
atau institusi, maka terbukalah jalan menuju profesionalisme
yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan
selama itu. Penilaian kinerja memiliki
sejumlah tujuan
dalam berorganisasi (Robbins, 2006) adalah sebagai berikut.
1) Penilaian
dipergunakan
untuk
pengambilan
keputusan personalia yang penting seperti dalam hal
promosi, transfer atau pemberhentian
2) Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan
dan pengembangan yang dibutuhkan
3) Penilaian kinerja
dapat dipergunakan sebagai
kriteria untuk program seleksi dan pengembangan
4) Penilaian kinerja untuk memenuhi tujuan umpan
balik
yang
bagaimana
ada
terhadap
karyawan
organisasi/perusahaan
tentang
memandang
kinerja mereka
Penilaian kinerja harus dilakukan secara sistematis dan
konsisten ke arah obyektifitas yang tinggi. Penilaian kinerja
digunakan sebagai dasar untuk menentukan penghargaan.
Penilaian kinerja adalah mengukur efektivitas pemanfaatan
25
sumber daya manusia dalam organisasi. Penilaian yang
efektif harus mengidentifikasikan kinerja yang sesuai dengan
standar, mengukur kriteria-kriteria yang harus diukur dan
selanjutnya memberi feedback kepada karyawan.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) menurut
Simamora (2004) adalah proses yang dipakai oleh organisasi
untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja
karyawan adalah:
a. karakteristik situasi,
b. deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan
standar kinerja pekerjaan,
c. tujuan-tujuan penilaian kinerja,
d. sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi.
Secara
teoritikal
berbagai
metode
dan
teknik
mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai prestasi kerja
para karyawan secara obyektif untuk suatu kurun waktu
26
tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi
organisasi atau perusahaan, seperti untuk kepentingan mutasi
pegawai maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri
dalam rangka pengembangan karirnya
Menurut Simamora (2004) kinerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut .
1)
Faktor individual yang terdiri dari: kemampuan dan
keahlian, latar belakang dan demografi.
2)
Faktor psikologis yang terdiri dari; persepsi, attitude,
personality, pembelajaran, motivasi.
3)
Faktor organisasi yang terdiri dari: sumber daya,
kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design.
Mahmudi (2005) menyatakan faktor- faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut.
1) Faktor
yang
pengetahuan,
dipersonal/individual,
keterampilan,
meliputi:
kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang
dimiliki oleh setiap individu.
27
2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan
dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan
semangat yang di berikan oleh rekan dalam suatu
tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan tim.
4) Faktor system, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja
atau insfrastruktur yang diberikan oleh organisasi,
proses
organisasi
dan
kultur
kinerja
dalam
organisasi
5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan
dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Berbagai faktor manajemen Sumber Daya Manusia yang
memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah sebagai berikut.
1.
Kepemimpinan,
Hasibuan (2002) menyatakan kepemimpinan adalah
cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku
28
bawahannya, agar mau bekerja secara produktif
untuk
mencapai
tujuan
organisasi.
Tipe
kepemimpinan dalam organisasi akan berpengaruh
terhadap
kinerja
karyawan,
karena
pimpinan
memiliki wewenang yang sangat tinggi dalam
mengatur jalannya organisasi.
2.
Pendidikan,
Merupakan suatu proses pemerdayaan yaitu proses
untuk
mengungkapkan
potensi
yang
dimliki
manusia, yang selanjutnya dapat memberikan
sumbangan kepada keberdayaan masyarakat, atau
merupakan suatu proses jangka panjang untuk
membentuk manusia seutuhnya.
3.
Kompensasi
Menurut Handoko (2001) adalah sesuatu yang
duterima karyawan sebagai balas jasa untuk kinerja
mereka yang dibedakan antara kompensasi langsung
berupa gaji atau upah, dan kompensasi tidak
langsung berupa pemberian pembagian keuntungan
29
atau manfaat di luar gaji atau upah. Kompensasi
dipandang penting bagi karyawan, karena besarnya
kompensasi yang diberikan merupakan serminan
ukuran nilai pekerjaan karyawan itu sendiri.
4.
Situasi kerja
Situasi kerja dalam organisasi juga mempengaruhi
dalam melaksanakan dan menyeleasikan pekerjaan,
karena situasi kerja yang baik berdampak positif
terhadap kinerja karyawan. Situasi kerja dimaksud
adalah hubungan antar karyawan, hubungan antar
atasan dengan bawahan, kelengkapan sarana dan
prasarana kerja, dan dukungan lingkungan kerja.
5.
Kedisiplian,
Menurut Hasibuan (2002) adalah fungsi operatif
keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia.
Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen
Sumber Daya Manusia yang terpenting karena
semakin disiplin karyawan, semakintinggi prestasi
30
kerja yang dapat dicapai. Tanpa disiplin karyawan
yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang
optimal.
2.1.6 Kompensasi
Salah satu kegiatan manajemen sumber daya
manusia adalah membuat keputusan untuk menentukan
besarnya upah atau gaji yang akan diberikan kepada
karyawan, yang merupakan penghargaan atas pelaksanaan
pekerjaan yang telah dilakukan.
Menurut Martoyo (2000), kompensasi adalah
pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi pimpinan
dan karyawan, baik yang langsung berupa uang maupun tak
langsung tidak berupa uang.
Handoko (2001) menyatakan kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk
kerja mereka. Menurut Nawawi (2005), kompensasi berarti
penghargaan atau ganjaran pada para pekerja yang telah
memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuan melalui
31
kegiatan yang disebut bekerja. Dengan demikian kompensasi
dimaksudkan sebagai balas jasa (reward) organisasi terhadap
pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan
oleh karyawan kepada organisasi baik berupa uang maupun
tidak berupa uang. Menurut Robbins (2006), balas jasa yang
pantas diberikan kepada karyawan adalah sesuai dengan
sistem dan kebijakan yang adil dan segaris dengan harapan
karyawan. Menurut Nawawi (2005), penghargaan atau
ganjaran sebagai kompensasi dibedakan menjadi tiga, yaitu :
(1) kompensasi langsung, disebut gaji atau upah yang
dibayarkan secara tetap dengan tenggang waktu yang tetap;
(2) kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian
keuntungan bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap,
dapat berupa uang atau barang, misalnya tunjangan hari raya;
dan (3) insentif adalah penghargaan yang diberikan untuk
memotivasi para pekerja agar produktivitasnya tinggi, yang
sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Menurut Umar
(1999) kompensasi dibagi menjadi dua yaitu: (1) kompensasi
yang bersifat finansial, sesuatu yang diterima oleh karyawan
32
dalam bentuk gaji, upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi
yang dibayar organisasi; dan (2) kompensasi non finansial,
kompensasi untuk mempertahankan karyawan dalam jangka
panjang, seperti program pelayanan rekreasi, kafetaria,
koperasi, dan tempat ibadah. Macam balas jasa yang diterima
oleh karyawan dari perusahaan tempat bekerja dapat
dibedakan dalam bentuk uang kontan, material, dan fasilitas.
Untuk uang kontan misalnya gaji atau upah, tunjangan, dan
insentif. Gaji merupakan bagian dari balas jasa yang
diberikan kepada karyawan secara periodik biasanya sebulan
sekali dan mereka biasanya sudah menjadi pegawai tetap.
Menurut Mulyadi (2001) gaji adalah pembayaran atas
penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan yang
mempunyai jenjang pendapatan jabatan jasa yang dilakukan
oleh administrasi, supervisor dan lain-lain, dan pada
umumnya gaji dibayarkan secara tetap setiap bulan. Upah
adalah sejenis balas jasa yang diberikan oleh perusahaan
kepada karyawan yang bersifat tidak tetap dan besarnya telah
disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Upah
33
dibayarkan setelah pekerjaan selesai dikerjakan dan hasilnya
diterima dengan baik oleh pemberi kerja. Upah dibayarkan
secara mingguan atau bulanan tergantung kesepakatan
bersama yang dibuat sebelumnya. Tunjangan merupakan
balas jasa tambahan yang diberikan oleh organisasi atau
perusahaan kepada karyawannya, karena karyawan tersebut
dianggap telah berpartisipasi dengan baik dalam mencapai
tujuan
perusahaan.
tunjangan
ada
bermacam-macam,
misalnya tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan
transportasi, tunjangan perumahan, tunjangan kesehatan,
tunjangan kemahalan, dan tunjangan hari raya. Selain
tunjangan terdapat juga balas jasa berupa insentif, yaitu
tambahan penghasilan yang diberikan kepada karyawan yang
didasarkan atas prestasi yang dicapai oleh karyawan. Insentif
diberikan benar-benar dimaksudkan untuk merangsang dan
mendorong kinerja karyawan yang lebih baik. Balas jasa
yang berbentuk fasilitas adalah balas jasa yang disediakan
oleh
perusahaan
berupa
kemudahan-kemudahan
dan
merupakan pelengkap dari bentuk balas jasa. Fasilitas adalah
34
tambahan gaji pokok yang tidak berupa uang tunai, yang
diberikan dengan tujuan antara lain: (1) untuk menarik minat
dan mempertahankan karyawan yang berkemampuan baik;
(2) untuk memastikan bahwa organisasi dapat bersaing
dalam memberikan fasilitas dengan organisasi lain; (3) untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan; (4) untuk memenuhi
kebutuhan nyata karyawan; dan (5) untuk memberikan
bentuk pengupahan yang efesien terhadap pajak (Cushway,
1996). Bentuk fasilitas yang umum disediakan adalah
mobil/transport, rumah, pensiun, asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, kantin dan koperasi, fasilitas olah raga, cuti
hamil/melahirkan, dan cuti yang berhubungan dengan
keagamaan. Pemberian kompensasi harus sesuai dengan
tujuan dan sistem pemberian kompensasi. Menurut Dessler
(1997), kompensasi yang baik adalah sistem kompensasi
yang dapat memenuhi syarat keadilan dan kelayakan.
Keadilan merupakan salah satu faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan kompensasi, baik
keadilan internal maupun eksternal. Untuk menjamin adanya
35
keadilan internal dan eksternal ada lima langkah yang perlu
dilakukan dalam penentuan kompensasi yaitu: (1) melakukan
evaluasi pekerjaan/job evaluation untuk menjamin adanya
keadilan internal; (2) melaksanakan survei gaji/upah; (3)
mengelompokkan pekerjaan yang sama kedalam tingkat
gaji/upah; (4) menetapkan harga tiap kelas gaji/upah dengan
menggunakan garis gaji/upah; dan (5) menyesuaikan tingkat
gaji/upah.
Wether dan Davis (1996), mengatakan apabila kompensasi
tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan
peningkatan
ketidakpuasan,
perpindahan
menurunkan
tenaga
kerja,
semangat
absensi,
kerja
dan
produktivitas serta gagalnya pencapaian rencana strategis.
Demikian juga menurut Notoatmojo (1998), kompensasi
sangat penting sebagai karyawan sebagai individu, karena
besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai pekerjaan
yang dilaksanakan oleh karyawan. Program kompensasi
penting bagi organisasi karena
mencerminkan upaya
organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusianya.
36
Kompensasi dalam bentuk upah, gaji dan balas jasa lain
merupakan komponen biaya yang paling besar bagi
organisasi dan mempengaruhi semangat kerja para karyawan
untuk bekerja lebih efektif. Menurut Handoko (2001),
pemberian kompensasi kepada karyawan diperoleh banyak
manfaat, antara lain penarikan lebih efektif, peningkatan
semangat kerja
dan kesetiaan,
penurunan perputaran
karyawan dan absensi, hubungan masyarakat yang lebih
baik, pemuasan kebutuhan karyawan, dan mengurangi
ancaman intervensi pemerintah.
Menurut Ruky (2001) beberapa bentuk kompensasi yang
dijalankan oleh perusahaan meliputi beberapa jenis, antara
lain
1. Gaji
Gaji merupakan pemberian kompensasi yang diberikan
oleh pihak perusahaan dengan
sejumlah uang dan cenderung dilaksanakan secara
berkala setiap satu bulan sekali dengan besarnya
kompensasi adalah tetap
37
2. Upah Lembur
Upah yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada
karyawan bagi yang menjalankan kerja tambahan
pemberian sejumlah uang dan besarnya disesuaikan
dengan lamanya menjalankan pekerjaan dalam persatuan
waktu
3. THR
THR adalah sejumlah kompensasi yang diberikan oleh
pihak perusahaan kepada karyawan atas suatu tanda
pengharrgaan dalam rangka memperingati hari besar
agama yang diberikan berupa bahan makanan dan
diberikan sebelum yang bersangkutan merayakan hari
besar.
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi
prestasi kerja, motivasi, kepuasan, dan semangat kerja
karyawan. Pada dasarnya tujuan pemberian kompensasi
adalah untuk memberikan kepuasan kepada karyawan,
sehingga
karyawan
dapat
memenuhi
kebutuhannya.
38
Pemberian kompensasi yang mencukupi kebutuhan hidup
karyawan, maka karyawan akan merasa tenang dan dapat
berkonsentrasi untuk bekerja dengan penuh semangat,
sehingga tidak terpikirkan olehnya mencari tambahan
penghasilan
di
tempat
kerja
yang
lain.
Pemberian
kompensasi yang adil sesuai dengan kemampuan kontribusi
karyawan, dapat memelihara semangat kerja yang tinggi.
Variabel kompensasi dalam penelitian ini digunakan
indikator gaji pokok, tunjangan, insentif, dan fasilitas.
2.1.7 Komunikasi
Dalam hubungan kerja karyawan harus mengadakan
komunikasi dengan semua pihak yang berkepentingan baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam situasi formal
atau informal. Komunikasi merupakan hal yang sangat
penting bagi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas kantor,
karena pengurusan informasi akan dapat berjalan dengan
baik bila dalam kantor terdapat komunikasi yang efektif.
Wursanto (2003), menyatakan komunikasi merupakan proses
39
penyampaian informasi dari suatu pihak kepada pihak lain
dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Komunikasi
sebagai proses untuk membangkitkan perhatian orang lain
yang bertujuan untuk menjalin kembali ingatan, dan untuk
mencapai pikiran-pikiran yang dimaksud orang lain. Dengan
komunikasi berarti ada proses pemberian informasi dari
pimpinan
kepada
bawahan,
sehingga
para
bawahan
mengetahui apa yang harus dikerjakan dalam usaha
kerjasama untuk mencapai tujuan. Sebaliknya, bawahan akan
menyampaikan informasi kepada atasan mengenai apa yang
telah dan belum dilaksanakan sebagai pertanggung jawaban
bawahan dalam melaksanakan tugas.
Salah satu faktor yang seringkali menjadi kendala
adalah kurangnya
komunikasi yang efektif, sehingga
pekerjaan
lebih
menjadi
lamban
dan
tidak
lancar.
Komunikasi dalam organisasi memiliki peranan penting,
karena memberikan dampak positif terhadap semangat dan
mental kerja karyawan, sehingga pada akhirnya dapat
40
mendukung karyawan dalam mencapai prestasi kerja secara
memuaskan.
Disadari bahwa ketidaklancaran komunikasi sangat
tidak menguntungkan dalam hubungan kerja. Sebab, banyak
waktu yang terbuang sia-sia, perbaikan yang tak perlu hanya
informasi yang salah, kekeliruan bawahan melaksanakan
perintah, atau kurang pengertian bawahan terhadap instruksi
yang diberikan oleh pimpinan membuat pekerjaan menjadi
tidak efisien. Komunikasi yang efektif menciptakan iklim
kerja yang sehat yang dapat meningkatkan semangat kerja.
Anoraga (2001) menyatakan komunikasi yang sehat
dan terbuka adalah bersifat dialogis, yang berlangsung dua
arah, sehingga memberi kesempatan untuk sumbang saran
akan memberikan kepuasan tersendiri bagi bawahan.
Disamping itu, mengakui dan menghargai pendapat bawahan
secara tidak langsung membuat bawahan merasa terlibat
dengan pekerjaan, merasa senang melaksanakan tugas, dan
semakin menghayati dirinya sebagai bagian dari unit
kerjanya.
41
Menurut
Wursanto
(2003),
bahwa
dalam
komunikasi administrasi ada dua, yaitu komunikasi formal
dan komunikasi informal. Komunikasi formal meliputi berita
yang secara resmi diakui organisasi, seperti perintah,
instruksi, dan petunjuk dari atasan kepada bawahan, dan
komunikasi informal merupakan komunikasi tidak resmi.
Dalam meningkatkan kinerja, komunikasi formal dan
komunikasi
informal
sama-sama
penting,
karena
keterbatasan komunikasi ada pada anggota organisasi dalam
menjalankan tugas; dan pemberian pujian kepada anggota
organisasi yang telah berhasil melaksanakan pekerjaan.
Komunikasi ke atas, adalah informasi yang mengalir dari
bawahan
kepada
pimpinan,
yang
bermanfaat
untuk
memberikan informasi yang diperlukan dalam mengambil
keputusan; untuk meningkatkan partisipasi bawahan; dan
untuk mengukur efektivitas kerja bawahan. Komunikasi ke
atas dalam bentuk laporan, keluhan dan pendapat. Mengenai
hubungan komunikasi dengan kinerja, bahwa melalui
komunikasi memungkinkan sesuatu ide tersebar dan dihayati
42
anggota organisasi, karena komunikasi adalah merupakan
darahnya organisasi.
Menurut Wursanto, formal dalam memecahkan
masalah dapat didekati dengan komunikasi informal.
Komunikasi juga dibedakan antara komunikasi vertikal dan
komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal ada dua arus,
yaitu arus ke bawah dan arus ke atas. Komunikasi ke bawah
adalah arus informasi dari pimpinan kepada bawahan dalam
bentuk petunjuk bagi bawahan dalam melaksanakan tugas;
pemberian keterangan umum yang tidak tegas menyangkut
bidang pekerjaan tertentu; pemberian perintah yang secara
autoritative menunjukkan keadaan bawahan mengenai apa
yang harus dikerjakan dalam kedudukan resmi; pemberian
teguran yang dilakukan pimpinan untuk menunjukkan
kesalahan atau kekurangan yang dilakukan oleh bawahan,
komunikasi
kantor
sangat
penting
sebab: (1)
dapat
menimbulkan rasa kesetiakawanan, saling pengertian dan
loyalitas; (2) meningkatkan semangat kerja pegawai; (3)
43
meningkatkan
disiplin
yang
tinggi;
(4)
alat
untuk
meningkatkan kerjasama dan rasa tanggung jawab.
Masmuh (2010) menyatakan bahwa komunikasi
dalam organisasi dapat digolongkan menjadi komunikasi
formal dan komunikasi informal.
a.
Komunikasi Formal
Komunikasi formal terjadi di antara karyawan
melalui garis kewenangan yang telah ditetapkan oleh
manajemen. Komunikasi formal juga menetapkan
saluran dimana komunikasi ke atas berlangsung,
misalnya bawahan dapat didorong untuk menyatakan
ide-ide, sikap, dan perasaan mereka sendiri, pekerjaan
mereka, kebijaksanaan perusahaan, dan masalahmasalah sejenis yang melibatkan mereka. Menurut
Masmuh (2010) Proses komunikasi struktur formal
pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga dimensi
sebagai berikut :
44
• Dimensi vertikal, adalah dimensi komunikasi yang
mengalir dari atas ke bawah dan sebaliknya dari
bawah ke atas.
• Dimensi
horizontal,
yakni
pengiriman
dan
penerimaan berita atau informasi yang dilakukan
antara berbagai pejabat yang mempunyai kedudukan
sama. Tujuan dari komunikasi ini untuk melakukan
koordinasi. Komunikasi yang berdimensi horizontal
ini sebagian dapat dilakukan dengan tertu lis dan
sebagian lain dilakukan secara lisan.
• Dimensi luar organisasi, dimensi komunikasi ini
timbul sebagai akibat dari kenyataan bahwa suatu
organisasi tidak bisa hidup sendirian. Karena itu
organisasi
membutuhkan
berbicara
atau
berkomunikasi dengan pihak luar yang berada
dalam lingkungannya tersebut.
45
b. Komunikasi Informal
Komunikasi informal terjadi di antara karyawan
dalam suatu organisasi yang dapat berinteraksi secara
bebas satu sama lain terlepas dari kewenangan dan
fungsi jabatan mereka. Biasanya komunikasi informal
dilakukan
melalui
tatap
muka
langsung
dan
pembicaraan lewat telepon. Komunikasi informal
terjadi sebagai perwujudan dari keinginan manusia
untuk bergaul (sosialisasi) dan keinginan untuk
menyampaikan
informasi
yang
dipunyainya
dan
dianggap tidak dipunyai oleh rekan sekerjanya. Dengan
mempelajari komunikasi informal dapat dilakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam organisasi formal guna
mendukung
komunikasi
dan
pencapaian
tujuan
organisasi. Fungsi utama dari komunikasi informal
adalah
memelihara
hubungan
sosial
seperti
persahabatan dan kelompok informal dan penyebaran
informasi yang bersifat pribadi, gosip, dan desas-desus.
Di samping itu, komunikasi informal dapat bersifat
46
hubungan penugasan atau kedinasan (task related).
Dalam
penelitian
mempengaruhi
ini
kinerja
variabel
karyawan
komunikasi
dilihat
dari
komunikasi, baik secara formal maupun informal.
2.1.8 Lingkungan Kerja
Manajemen yang baik adalah memikirkan tentang
lingkungan kerja yang baik dan menyenangkan, karena
sangat dibutuhkan oleh tenaga kerjanya. Secara umum
lingkungan
kerja
dalam
suatu
organisasi
merupakan
lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan
pekerjaannya.
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat
penting
untuk
diperhatikan
manajemen.
Meskipun
lingkungan kerja tidak melaksnakan proses produksi dalam
suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai
pengaruh
langsung
terhadap
para
karyawan
yang
melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja
yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan
47
kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai
akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja
yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan
akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik
atau sesuai apabila manusia dapat melaksnakan kegiatan
secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian
lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu
yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja
yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu
yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya
rencangan sistem kerja yang efisien. Beberapa ahli
mendefinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut :
Nitisemito, A.S , (2000) mendefinisikan lingkungan
kerja sebagai berikut :
“Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diembankan”.
Sedarmayati (2001) mendefinisikan lingkungan
kerja sebagai berikut :
48
“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan
kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok”.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan
bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada
di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk
fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang
dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.1.8.1. Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara
garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni :
(a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik.
A.
Lingkungan kerja Fisik
Menurut Sedarmayanti (2001),
“Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja
yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun scara tidak langsung.
49
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua
kategori, yakni :
1.
Lingkungan yang langsung berhubungan dengan
karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan
sebagainya)
2.
Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat
juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi
kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran
mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan
fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus
mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah
lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan
sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.
50
B.
Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sedarmayanti (2001) Lingkungan kerja non
fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan
dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan
kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Nitisemito, A.S, (2000) menyatakan perusahaan
hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung
kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang
memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi
yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan,
komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Kondisi
seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme
untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai
tujuan
51
2.1.8.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan
Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya
dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal,
apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan
yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau
sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya
secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian
lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu
yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang
baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak
dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja
yang
efisien.
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan
Sedarmayanti
(2001)
yang
dapat
mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan
dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
52
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Penerangan/cahaya di tempat kerja
Temperatur/suhu udara di tempat kerja
Kelembaban di tempat kerja
Sirkulasi udara di tempat kerja
Kebisingan di tempat kerja
Getaran mekanis di tempat kerja
Bau tidak sedap ditempat kerja
Tata warna di tempat kerja
Dekorasi di tempat kerja
Musik di tempat kerja
Keamanan di tempat kerja
Sedarmayanti (2001) menguraikan masing-masing
faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan manusia,
sebagai berikut :
1.
Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi
karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja.
Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan
(cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang
kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak
mengalami kesalahan, dan pada skhirnya menyebabkan
kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga
tujuan organisasi sulit dicapai.
53
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat
yaitu :
a. Cahaya langsung
b. Cahaya setengah langsung
c. Cahaya tidak langsung
d. Cahaya setengah tidak langsung
2.
Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia
mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu
berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan
suatu
sistem
tubuh
yang
sempurna
sehingga
dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar
tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut
ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat
menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan
temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi
panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal
tubuh.
54
Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat
temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan
tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena
kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung
di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
3.
Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung
dalam
udara,
Kelembaban
temperatur
biasa
ini
dinyatakan
berhubungan
udara,
dan
secara
dalam
atau
persentase.
dipengaruhi
bersama-sama
oleh
antara
temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan
radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi
keadaan
tubuh
manusia
pada
saat
menerima
atau
melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan
temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan
menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besarbesaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah
makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya
55
peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan
tubuh
manusia
selalu
berusaha
untuk
mencapai
keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
4.
Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk
hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses
metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila
kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan
telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya
bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar
adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman
merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia.
Dengan sukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah
dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di
sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan
dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama
bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh
akibat lelah setelah bekerja.
56
5.
Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar
untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang
tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena
terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan
menimbulkan
kesalahan
komunikasi,
bahkan
menurut
penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan
kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka
suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan
pekerjaan
dapat
dilakukan
dengan
efisien
sehingga
produktivitas kerja meningkat.
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi,
yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia,
yaitu :
a.
Lamanya kebisingan
b.
Intensitas kebisingan
c.
Frekwensi kebisingan
57
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin
buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin
berkurang.
6.
Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh
alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh
karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak
diinginkan.
Getaran
mekanis
pada
umumnya
sangat
menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak
teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan
terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila
frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari
getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat
mengganggu tubuh dalam hal :
a.
Konsentrasi bekerja
b.
Datangnya kelelahan
58
c.
Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena
gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah,
otot, tulang, dan lain,lain.
7.
Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat
dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu
konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus
menerus
dapat
mempengaruhi
kepekaan
penciuman.
Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan
yang menganggu di sekitar tempat kerja.
8.
Tata Warna di Tempat Kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan
direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata
warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal
ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh
59
besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadangkadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain,
karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan
manusia.
9.
Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik,
karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang
kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata
letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
10.
Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai
dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan
merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagulagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di
tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di
tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.
60
11.
Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap
dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya
keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan
di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas
Keamanan (SATPAM).
2.1.8.3. Indikator-indikator Lingkungan Kerja
Yang menjadi indikator-indikator lingkungan
kerja menurut Sedarmayanti (2001:46) adalah sebagai
berikut :
1.
Penerangan
2.
Suhu udara
3.
Suara bising
4.
Penggunaan warna
5.
Ruang gerak yang diperlukan
6.
Keamanan kerja
7.
hubungan karyawan
61
Beberapa penelitian yang meneliti tentang beberapa faktor
yang mempengaruhi kinerja karyawan dapat disebutkan
sebagai berikut.
1) Tjatur (2005), judul penelitiannya Pengaruh Lingkungan
Kerja, Teladan Pimpinan dan Kompensasi Terhadap
Disiplin Kerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli.
Hasil penelitian menyatakan bahwa lingkungan kerja,
teladan pimpinan dan kompensasi, secara bersama-sama
mempunyai pengaruh signifikan terhadap disiplin kerja
karyawan.
Bahwa
lingkungan
kerja
mempunyai
pengaruh dominan terhadap disiplin kerja karyawan di
Dinas Kesehatan Kab. Bangli.
2) Kristina (2007), dengan judul penelitiannya pengaruh
lingkungan kerja dan stres kerja dan konflik kerja
terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini mengkaji
pengaruh langsung dan tidak langsung lingkungan kerja,
stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa lingkungan
62
kerja, stres kerja dan konflik kerja secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Begitu juga secara parsial masing-masing variabel
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Mawar (2007). Peneliti
mencoba menguji pengaruh kompensasi , pelatihan,
kepemimpinan, dan lingkungan kerja Terhadap Kinerja
Pegawai di PT Askes (Persero) Kantor Cabang Denpasar
secara statistik dan menjelaskan secara deskriktif
maupun kuantitatif. Peneliti mengungkapkan betapa
pentingnya
mengelola
Sumber
Daya
manusia
menunjukkan pula bahwa sukses atau tidaknya sebuah
organisasi sangat tergantung pada tenaga kerja yang
dimiliki oleh organisasi tersebut. Hasil penelitiannya
menunjukkan
bahwa
kompensasi,
pelatihan,
kepemimpinan dan lingkungan kerja secara simultan
mempengaruhi kinerja pegawai PT Askes (Persero)
Kantor Cabang Denpasar.
63
4) Penelitian oleh Choiri, dkk (2000). Penelitian ini
dilakukan di PT Pal Surabaya. Penelitian ini dilakukan
pada tiga divisi produksi yaitu General Enginering,
Pemeliharaan dan Perbaikan Kapal, serta Kapal Niaga.
Teknik analisis data menggunakan regresi ganda dan
linier sederhana. Adapun hasil penelitiannya adalah
bahwa faktor individu dan faktor lingkungan yang
diwakili oleh variabel-variabel Biografis, Kemampuan,
Psikologis Karyawan, lingkungan tempat kerja, serta
lingkungan diluar
tempat kerja secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja
karyawan. Sedangkan secara parsial hanya variabelvariabel kemampuan dan psikologis karyawan serta
lingkungan luar tempat kerja yang mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Adapun variabel yang paling dominan pengaruhnya
terhadap motivasi kerja karyawan adalah variabel
psikologis karyawan. Dan berdasarkan hasil analisis
64
regresi linier sederhana, motivasi kerja juga berpengaruh
secara signifikan terhadap hsil kerja karyawan.
5) Penelitian oleh Varma (2007). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan
psikologi terhadap kinerja karyawan di India dengan
perilaku organisasi (Organization Citizenship Behavior)
dan kepuasan kerja sebagai variabel perantara. Hasil
penelitian
terhadap
menunjukkan
perilaku
bahwa
orbanisasi
persepsi
dan
individu
kepuasannkerja.
Selanjutnya perilaku organisasi dan kepuasan kerja
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada
variabel bebas dan menggunakan variabel perantara
yaitu kepuasan kerja yang diduga dapat mempengaruhi
variabel terikat yaitu kinerja karyawan.
6) Penelitian oleh Marifah (2004). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah motivasi kerja dan
budaya organisasi berpengaruh tehadap kinerja pekerja
sosial baik secara parsial maupun simultan. Hasil
65
penelitian menunjukkan motivasi kerja dan budaya
organisasi berpengaruh terhadap kinerja pekerja sosial
secara parsial dan simulta. Persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti kinerja karyawan,
sedangkan
perbedaannya
terletak
pada
variabel
bebasnya, teknik analisanya, responden dan lokasi
penelitian.
7) Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008). Hasil
penelitian tersebut diperoleh bahwa lingkungan kerja,
stress
kerja
dan
konflik
kerja
secara
simultan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Bank Sri
Partha Kantor Pusat Denpasar. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai F hitung pada tingkat signifikansi lebih
kecil dari 0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa sebagian besar variabel bebas yang dimasukkan
dalam model penelitian mempunyai kontribusi terhadap
kinerja pegawai. Persamaannya dengan penelitian ini
adalah sama-sama meneliti tentang kinerja karyawan.
Sedangkan perbedannya terletak pada variabel terikatnya
66
dan teknik alisis data yang digunakan, dimana pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik
induktif yaitu teknik analisis Struktural Equation Model
(SEM). Dan teknik analisis kualitatif yaitu deskriptif
kualitatif.
8) Penelitian oleh Arnami (2009). Penelitian ini mengkaji
pengaruh langsung lingkungan kerja, stress kerja dan
kompensasi terhadap motivasi. Penelitian ini juga
mengkaji pengaruh langsung dan tidak langsung
lingkungan kerja, stress kerja dan kompensasi terhadap
kinerja karyawan. Variabel dalam penelitian ini terdiri
dari variabel eksogen yaitu lingkungan kerja, stres kerja
dan kompensasi, sedangkan varibel endogen adalah
motivasi dan kinerja karyawan. Alat analisis yang
dipergunakan adalah Structural Equation Model (SEM).
Responden dalam penelitian ini adalah 125 orang
karyawan PT. Wijaya Tribuwana Internasional. Hasil
penelitiannya mengatakan bahwa lingkungan kerja, stres
kerja dan kompensasi tidak berpengaruh signifikan
67
terhadap motivasi kerja. Tetapi lingkungan kerja, stres
kerja dan kompenasasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan dan motivasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti
tentang
kinerja
karyawan.
Sedangkan
perbedannya terletak pada variabel terikat dan variabel
antara, teknik analisis data yang digunakan. Berdasarkan
teori, studi, empiric dan karakteristik pekerjaan yang ada
pada Hotel Nikki Denpasar serta mengacu pada hasil
observasi, maka dalam penelitian ini yang dipengaruhi
kinerja karyawan adalah: kepemimpinan, lingkungan
kerja dan disiplin. Kepemimpinan , lingkungan kerja dan
disiplin diharapkan berpengaruh langsung terhadap
kinerja serta kepemimpinan dan lingkungan kerja
diperkirakan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap
kinerja.
68
2.2 Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian
Adanya tuntutan peningkatan kualitas sumber daya
manusia agar mampu bersaing dalam era globalisasi, maka
peranan pimpinan dalam meningkatkan kinerja karyawan
sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam
usaha meningkatkan kinerja kerja karyawan ada beberapa hal
yang dapat mempengaruhinya. Pemberian kompensasi atau
balas jasa yang tidak adil membuat karyawan malas bekerja,
komunikasi kurang kondusif mengganggu informasi yang
dapat mengundang konflik, dan lingkungan kerja yang
kurang baik mendorong karyawan tidak betah dan tidak
senang dalam bekerja.
2.2.1 Hubungan Antara Kompensasi dan Kinerja
Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan
prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja
para karyawan adalah melalui kompensasi.
Secara sederhana kompensasi merupakan sesuatu
yang diterima karyawan untuk balas jasa kerja mereka.
69
Simamora (2004) mengatakan bahwa kompensasi
dalam bentuk finansial adalah penting bagi karyawan, sebab
dengan
kompensasi
kebutuhannya
ini
secara
mereka
langsung,
dapat
memenuhi
terutama
kebutuhan
fisiologisnya. Namun demikian, tentunya pegawai juga
berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan
pengorbanan yang telah diberikan dalam bentuk non
finansial juga sangat penting bagi pegawai terutama untuk
pengembangan karir mereka.
2.2.2 Hubungan Antara Komunikasi dan Kinerja
Suatu perusahaan dituntut untuk memaksimalkan
kinerjanya dalam bekerjasama dengan orang lain untuk
berbagai keperluan seperti keperluan bisnis, profesi, sosial
dan berbagai macam keperluan lainnya. Mereka bekerjasama
menentukan tujuan yang ingin dicapai menyusun rencana
kerja,
mengelola
organisasinya.
dan
Untuk
menjalankan
mewujudkan
itu
operasi
semua,
bisnis
maka
diperlukan suatu kebersamaan dari anggotanya, yaitu pihak
70
internal di dalam perusahaan, apabila pihak-pihak internal
didalam perusahaan itu memiliki kerjasama yang baik,
kompak, dan mengutamakan kepentingan perusahaan, maka
hal ini menciptakan suatu iklim kerja yang konduksif dalam
perusahaan dan sudah tentu kinerja perusahaan tersebut akan
menjadi lebih baik pula. Dengan berkomunikasi mereka
saling bertukar informasi, pendapat dan saran.
2.2.3 Hubungan Antara Lingkungan Kerja dan Kinerja
Karyawan.
Lingkungan kerja sebagai sumber informasi dan lingkungan
kerja yang baik harus dicapai agar karyawan merasa betah
diruangan
untuk
menyelesaikan
pekerjaan
sehingga
mendapat efisiensi yang tinggi. Manusia akan mampu
melaksanakan kegiatan dengan baik, sehingga dicapai suatu
hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu
kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan
dikatakan baik atau sesuai apabila manusia melaksanakan
kegiatannya secara optimal, sehat,aman, dan nyaman.
71
2.2.4
Hubungan Antara Komunikasi, Kompensasi,
Lingkungan Kerja, terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Robbins (2006) motivasi merupakan
proses yang berperan pada intensitad, arah, dan lamanya
berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran.
Sehingga apabila seorang karyawan menganggap bahwa
kompensasi yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan
yang karyawan harapkan, maka akan dapat memotivasi
karyawan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Komunikasi merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan kinerja karyawan, karena dengan adanya
komunikasi yang baik tersebut suasana kerja menjadi
nyaman dan akhirnya karyawan dapat menjalankan tugasnya
dengan baik, jika hasil kerja sesuai dengan harapan atau
bahkan melebihi suatu harapan. Maka hal ini dapat
menciptakan kerja karyawan yang baik.
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatan
dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal,
apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan
72
yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau
sesuai apabila manusia melaksanakan kegiatannya secara
optimal,
sehat,aman,
dan
nyaman.
Ketidaksesuaian
lingkungan kerja dapat dilihat akibat dalam jangka waktu
yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang
baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak
dan tidak mendukung diperolehya rancangan sistem kerja
yang
efisien.
Dengan
motivasi
yang
tinggi
akan
menyebabkan seseorang memiliki kinerja yang baik sehingga
setiap target yang telah ditentukan oleh perusahaan dapat
tercapai.
Hasil pengamatan menunjukkan ternyata dari unitunit yang ada di Universitas Widyatama interaksi antara
pimpinan dengan bawahan banyak yang kurang kondusif,
tidak didukung dengan sistem komunikasi dan informasi
yang terbuka. Hal ini tentu sangat mempengaruhi kinerja
karyawan, terutama bagi karyawan yang memiliki kerjasama
dan ada koordinasi antar unit kerja, yang harus selalu
menunggu perintah dari atasan dalam menyelesaikan tugas.
73
Gellerman (1984) menyatakan bahwa berbagai informasi
mengenai pekerjaan yang dikomunikasikan secara terbuka
dan kondusif dinilai sebagai suatu dukungan yang paling
besar pengaruhnya terhadap semangat kerja karyawan.
Informasi yang dinilai mempunyai pengaruh jelas terhadap
keberuntungan psikologis, terutama mengenai keputusankeputusan manajemen, mampu mempengaruhi peranan dan
aspirasi seseorang dalam menyelesaikan tugas.
2.2 Model Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang diuraikan diatas
maka
dapat disusun model penelitian yang dapat
digambarkan seperti terlihat pada Gambar 2.1
74
VARIABEL BEBAS
Kompensasi (X1)
1. Gaji
2. Tunjangan
3. Insentif
TERIKAT
4. Fasilitas
VARIABEL
TERIKAT
Komunikasi (X2)
Kinerja (Y)
1. Komunikasi
formal
2.
Kualitas kerja
Kuantitas Hasil kerja
Pengetahuan
Kerjasama
Komunikasi
informal
Lingkungan Kerja
Fisik (X3)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ruang gerak
Penataan
peralatan
kantor
Ventilasi
Kebisingan
Kebersihan
Kenyamanan
Keamanan
Keterangan
Pengaruh secara
Pengaruh secara parsial
Gambar 2.1 Model Penelitian Pengaruh Kompensasi,Komunikasi,
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Universitas
Widyatama
75
2.3 Hipotesis
Berdasarkan pada pokok permasalahan, kajian teori
dan empirik yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)
Variabel kompensasi, berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan
2)
Variabel komunikasi , berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan
3)
Variable lingkungan kerja berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan
4)
Variable kompensasi, komunikasi, lingkungan kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
76
Download