Pengalaman Kecemasan Orangtua pada Saat Anak dirawat di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan
tertentu yang terencana atau darurat, mengharuskan anak
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami kejadian
yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan
kecemasan (Supartini, 2004).
Rawat inap dapat menimbulkan stres bagi anak-anak,
puntuk mengurangi kecemasan dan pengalaman negatif,
perawatan harus dilakukan agar tidak terjadi menjadi
pengalaman buruk sehingga anak-anak dan keluarga perlu
disiapkan
untuk menghadapi rawat inap, (Pelander dan
Leino-Kilpi, 2010). Pengalaman rawat inap pada anak juga
dapat dianggap sebagai proses usaha untuk kembali pada
pemulihan
kesehatan
dan
secara
keseluruhan
yang
mengembalikan status kesehataan seseorang, (Bsiri, Basiri,
Sadeghmoghaddam dan Ahmadi, 2010). Namun dalam
perspektif lain pengalaman rawat inap pada anak-anak juga
1
dipandang sebagai pengalaman yang buruk menurut studi
yang dilakukan oleh Pelander dan Leino-Kilpi (2010) di
Filandia, ada empat kategori yang menjadi pengalaman
buruk anak selama hopsitalisasi yaitu terhadap orang,
perasaan,
aktivitas
dan
lingkungan.
Sementara
itu
hospitalisasi yang dirasakan oleh anak dirasakan pula oleh
orangtua. Orangtua merasa stres, cemas, kelelahan, bosan
dan kuatir terhadap kondisi anaknya (Olgivie 1990).
Orangtua juga mengatakan kurangnya informasi dari
perawat tentang keadaan anakya.
Reaksi orangtua ketika menunggu hasil diagnosis
anaknya dikemukan oleh Finvold (2010) dalam penelitiannya
di Norwegia. Hasil penelitian tersebut adalah 1). Reaksi
terhadap pengalaman dengan onset penyakit: ketidak
tentuan tentang kondisi kesehatan anak dan perasaan
frustasi. 2). Reaksi pengalaman dengan tenaga kesehatan
profesional: perasaan tidak berdaya dan tidak serius. 3).
Reaksi terhadap strategi untuk memperoleh diagnosa:
mengganti dokter sebagai opini kedua, mengupayakan
berbagai
cara
untuk
mendapatkan
akses
melakukan
perawatan kesehatan pada tingkat spesialis yang berbeda
dan
selalu
menginformasikannya
2
dengan
tenaga
professional. Sementara di Italia penelitian yang dilakukan
Scrimin,
Haynes,
Altoè,
Bornstein
dan
Axia
(2009)
menemukan bahwa ibu memiliki tingkat kecemasan yang
lebih
tinggi
dibandingkan
ayah.
Pengukuran
tingkat
kecemasan juga diteliti di Florida, Amerika Serikat oleh
Alexander, White dan Powell pada tahun 1986 yang
menemukan bahwa tingkat kecemasan ibu lebih besar
dibandingkan ayah. Walaupun secara statistik tidak ada
perbedaan yang
signifikan antara tingkat kecemasan ibu
dan ayah ketika anak dioperasi. Beda halnya dengan
penelitian Clarke dan Winshor (2010) di Kanada yang
melaporkan bahwa pengalaman orang tua yang anaknya
mengalami gangguan jiwa menjadi krisis tersendiri bagi
orang tua. Berkaitan dengan krisis itu orangtua merasakan
perubahan yaitu adanya masalah seperti perubahan gaya
hidup, masalah keuangan, dan kondisi yang lain dari
anggota keluarga, (Bsiri, dkk, 2010).
Studi di Thailand yang dilakukan oleh Pongjaturawit dan
Harrigan (2003) menyatakan bahwa perasaan yang dialami
pada orangtua seperti frustasi, cemas, stres dan ingin
terlibat dalam perawatan anak juga dirasakan oleh orangtua
di Thailand. Tapi yang membedakan dengan perspektif
3
barat adalah orangtua di Thailand cenderung adanya
perasaan
negatif
termasuk
ketidaknyamanan,
karena
mereka takut membuat kesalahan, dan merasa bahwa
perawat lebih baik melakukanya dari pada mereka sendiri.
Sedangkan orangtua dari budaya barat lebih ingin ikut ke
dalam
ruangan
ketika
tenaga
kesehatan
melakukan
tindakan prosedur. Orangtua Thailand tidak memilki pilihan
tentang partisipasi yang akan dilakukan. Perbedaan budaya
dalam hal partisipasi sangat terlihat antara budaya barat dan
timur.
Menurut Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein dan
Schwartz, (2001) ketika perawat bekerja dengan anak-anak,
perawat
harus
rancangan
melibatkan
asuhan
anggota
keperawatan.
keluarga
Wong,
dkk
dalam
(2001)
menegaskan pada intinya pasien adalah keluarga itu sendiri.
Callery
(1996)
juga
menambahkan
perawat
sendiri
mengatakan bahwa orangtua dari anak juga merupakan
pasien atau klien dari perawat. Menurut Callery (1996)
orangtua membutuhkan waktu khusus dengan perawat
untuk bercerita tentang apa yang terjadi pada anaknya
karena banyak peran yang dillakukan oleh orangtua selama
proses
hospitalisasi
tersebut.
4
Callery
(1996)
juga
mengatakan perawat harus meluangkan waktu untuk
mendengar apa yang dirasakan orangtua bukan sibuk
dengan prosedur tindakan medisnya saja. Telah banyak
penelitian dilakukan di negara-negara barat dan beberapa di
timur, masih sedikit diketahui yang terjadi di Indonesia yang
terdiri atas pulau dan suku. Penelitian di Indonesia lebih
mudah ditemukan penelitian tentang faktor kecemasan dan
tingkat kecemasan orangtua yang sifatnya kuantitatif.
Seperti yang dilakukan oleh Naviati (2011), di Jakarta
hasilnya adalah adanya hubungan dukungan perawat
terhadap kecemasan orangtua. Efendy (2011) di Ngawi
melaporkan bahwa orangtua mengalami kecemasan berat
37%, cemas sedang 50% dan sisanya tidak cemas.
Penelitian disalah satu rumah sakit di Jakarta oleh
Damarwati (2012) menemukan bahwa tingkat kecemasan
orantua berada pada rentan ringan dan sedang. Sementara
itu penelitian mengenai faktor kecemasan dilakukan oleh
Tamsuri, Lenawati dan Puspitasari (2008) di RSUD Pare
Kediri, mengatakan bahwa pengetahuan orangtua tentang
hospitalisasi
tidak
mempengaruhi
kecemasan,
namun
dukungan sosial dan pengalaman berpengaruh terhadap
tingkat
kecemasan.
Cukup
banyak
penelitian
terkait
kecemasan orangtua tetapi belum ada penelitian yang
5
mengeksplorasi pengalaman kecemasan orangtua secara
subjektif dengan pendekatan fenomenologi, selama anak
dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) di suatu kota kecil di
Indonesia. Oleh sebab itu akan dilakukan kajian mendalam
di RSUD kota Salatiga, Jawa Tengah agar dapat melihat
dari sudut pandang orangtua mengenai kecemasan yang
dirasakan selama anaknya dirawat di rumah sakit.
1.2. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, hospitalisasi pada anak
menimbulkan kecemasan bagi orangtua. Kecemasan ini
dapat mempengaruhi keadaan orangtua dalam merawat
anaknya. Banyak perasaan cemas yang timbul pada
orangtua terkait dengan perawatan anak selama di rumah
sakit. Melihat fenomena ini, peneliti ingin memberikan
gambaran bagaimana pengalaman kecemasan orangtua
pada saat anak di rawat di rumah sakit.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana
pengalaman kecemasan orangtua pada saat anak dirawat di
rumah sakit?
6
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman
kecemasan orangtua pada saat anak dirawat di rumah sakit.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat praktis
Penelitian
ini
pengembangan
dapat
ilmu
menjadi
keperawatan
landasan
anak
yang
berpusat pada keluarga terkait dengan pengalaman
kecemasan orangtua pada saat anak dirawat di
rumah sakit.
1.5.2. Manfaat teoritis
1.5.2.1.Bagi peneliti
Sebagai
sarana
dalam
aplikasi
ilmu
pengetahuan yang telah didapat dari institusi
pendidikan selama proses pendidikan.
1.5.2.2.Bagi perawat
Menambah pengetahuan perawat sehingga
pelayanan yang diberikan dapat ditingkatkan,
dan
mampu
profesional.
7
menjadi
perawat
yang
1.5.2.3.Bagi rumah sakit
Bisa mendapatkan umpan balik dari orangtua
pada saat anak dirawat di rumah sakit yang
dapat
meningkatkan
kualitas
pelayan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
1.5.2.4.Bagi orangtua
Menambah wawasan bagi orangtua tentang
bagaimana keceemasan yang dialami selama
hospitalisasi.
8
Download