PRAKTIKUM FARMASI PRAKTIS “OSTEOARTHRITIS” Kelas B Semester 6 Kelompok 1 : Rakha Jati Prasetyo 1112102000028 Hana Youlanda 1112102000033 Irham Pratama Putra 1112102000036 Ade Rachma Islamiah 1112102000037 Umi Kulsum 1112102000043 Nursetyowati Rahayu 1112102000049 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stres oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya (Mansjoer, 2000). Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Riskesdas 2007, Prevalensi nasional Penyakit Sendi adalah 30,3% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Terdapat 2 kelompok Osteoarthritis, yaitu Osteoarthritis primer dan Osteoarthritis sekunder. Osteoartritis primer disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen. Sedangkan Osteoarthritis sekunder adalah Osteoarthritis yang berdasarkan adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama dan lain-lain. Melihat banyaknya gejala klinis yang ditimbulkan akibat osteoarthritis sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, maka perlu dilakukan intervensi terapi baik secara non-farmakologis dan nonfarmakologis Osteoarthritis. 2. Tujuan - Mengetahui tatalaksana pengobatan Osteoarthritis - Menganalisa rasionalitas resep pada pasien penderita Osteoarthritis - Memberikan konseling pada pasien terkait informasi obat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pelayanan Kefarmasian A. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut: Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering Jenis sediaan obat terlalu beragam Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara minum/menggunakan obat Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa B. Pengobatan Rasional Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifi k. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. Tepat Cara Pemberian Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya. Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. Tepat lama pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan. Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, contoh: muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Tepat penilaian kondisi pasien Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, Tepat informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau Tepat tindak lanjut (follow-up) Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. Tepat penyerahan obat (dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. C. Tipe ketidakrasionalan Obat Pemberian dosis yang berlebihan (overprescribing) Tidak memadai (underprescribing) Penggunaan banyak jenis obat yang sebenarnya tidak diperlukan (polifarmasi), Menggunakan obat yang lebih toksik padahal ada yang lebih aman, penggunaan AB untuk infeksi virus, menggunakan injeksi padahal dapat digunakan sediaan oralnya Memberikan beberapa obat yang berinteraksi Extravagant prescribing (kebiasaan meresepkan obat mahal padahal tersedia obat yang sama efektifnya dan lebih murah) D. Akibat pengobatan yang tidak rasional Timbulnya resistensi obat Efek terapi tidak tercapai Dapat bersifat toksik untuk obat-obat dengan indeks terapi kecil Merugikan pasien dari sisi ekonomi Timbulnya interaksi antar obat E. Strategi peningkatan penggunaan obat Obat harus dikonsumsi secara tepat dan teratur agar dapat menimbulkan efek terapeutik yang dikehendaki. Namun, pada praktiknya banyak pasien yang tidak teratur dalam mengonsumsi obatnya. Hal ini tentu akan menghambat munculnya efek terapeutik atau dapat menimbulkan efek toksik bagi pasien. Salah satu strategi peningkatan penggunaan obat pada pasien adalah penyampaian konseling pasien oleh apoteker. Seorang apoteker seharusnya berperan aktif untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat pada pasien edngan melakukan konseling pasien. Pada saat konseling, apoteker harus mampiu membangun rasa simpati kepada pasien, berkomunikasi dua arah dengan pasien, menyampaikan pentingnya kepatuhan dalam penggunaan obat, cara pemakaian obat dan harapan setelah penggunaan obat tersebut. 2. Osteoarthritis (OA) A. Etiologi Terdapat beberapa teori tentang etiologi penyakit OA, akan tetapi masih tetap menjadi perdebatan. Beberapa faktor risiko yang berperan dalam kejadian OA diantaranya adalah kadar estrogen rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yangmelibatkan sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan diabetes mellitus. Usia dan jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko utama terjadinya OA, terutama pada lutut. The First National Health and Nutritional Examination Survey (HANES I) di Inggris memperlihatkan, bahwa obesitas, ras, dan pekerjaanmempunyai korelasi terhadap terjadinya OA lutut. B. Faktor resiko Obesitas OA panggul, lutut, dan tangan sering dihubungkan dengan peningkatan berat badan. Obesitas merupakan penyebab yang mengawali OA, bukan sebaliknya bahwa obesitas disebabkan immobilitas akibat rasa sakit karena OA. Pembebanan lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan dukungan struktural lain. Setiap penambahan berat +½ kg, tekanan total pada satu lutut meningkat sebesar +1–1½ kg. Setiap penambahan 1 kg meningkatkan risiko terjadinya OA sebesar 10%. Bagi orang yang obes, setiap penurunan berat walau hanya 5 kg akan mengurangi fakor risiko OA di kemudian hari sebesar 50%. Okupasi, olahraga, trauma Hubungan antara okupasi dengan risiko terserang OA tergantung dari tipe dan intensitas aktivitas fisiknya. Aktivitas dengan gerakan berulang atau cedera akan meningkatkan risiko terjadinya OA. Aktivitas fisik dengan tekanan berulang pada tangan atau tubuh bagian bawah akan meningkatkan risiko OA pada sendi yang terkena tekanan. Yang menarik adalah pada pelari jarak jauh mempunyai risiko terjadinya OA tidak lebih besar. Umur pada saat cedera akan mempengaruhi peningkatan risiko OA. Cedera ligamen pada manula cenderung menyebabkan OA berkembang lebih cepat dibanding orang muda dengan cedera yang sama. Genetik Faktor keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya OA. Sinovitis yang terjadi acapkali dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut berkaitan dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat, dimana deposit pirofosfat diyakini dapat menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi sekitar 50% terhadap risiko terjadinya OA tangan dan panggul, dan sebagian kecil OA lutut. Nutrisi Fakta menunjukkan bahwa paparan terhadap oksidan bebas secara terus menerus dalam jangka waktu lama berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit yang berkaitan dengan penuaan (penyakit degeneratif), termasuk OA. Karena antioksidan dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan jaringan, maka asupan tinggi dari antioksidan dipostulasikan dapat melindungi pasien terhadap OA. Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses terjadinya OA. dan akan mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan Vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami OA, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D. Hormonal Pada kartilago terdapat reseptor estrogen, dan estrogen mempengaruhi banyak penyakit inflamasi dengan merubah pergantian sel, metabolisme, dan pelepasan sitokin. Perempuan perimenopause rupanya lebih cenderung menderita arthritis inflamatorik. Ini memberi kesan bahwa estrogen berperan dalam osteoarthritis. Tampaknya perempuan yang mendapat estrogen replacement therapy mempunyai kemungkinan menderita osteoarhtritis lebih kecil daripada yang tidak, tetapi studi estrogen dan osteoarthritis pada binatang memberikan hasil yang bertentangan. Berdasarkan Panel on Exercise and Osteoarthritis, Exercise Prescription for Older Adults with Osteoarthritis Pain; The American Geriatrics Society. C. Patofisiologi Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling sering mengenai rawan kartilago. Kartilago merupakan jaringan licin yang membungkus ujung-ujung tulang persendian. Kartilago yang sehat memungkinkan tulang-tulang menggelincir sempurna satu sama lain. Selain itu kartilago dapat menyerap renjatan (shock) dari gerakan fisik. Hal yang terjadi pada penderita OA ialah sobek dan ausnya lapisan permukaan kartilago. Akibatnya tulang–tulang saling bergesekan, menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan sendi dapat kehilangan kemampuan bergerak. Lama kelamaan sendi akan kehilangan bentuk normalnya, dan osteofit dapat tumbuh di ujung persendian.3 Sedikit dari tulang atau kartilago dapat pecah dan mengapung di dalam ruang persendian. Akibatnya rasa sakit bertambah, bahkan dapat memperburuk keadaan. Osteoarthritis primer (idiopati) merupakan tipe yang paling umum yang belum diketahui penyebabnya. Subclass OA primer lokal OA (melibatkan satu atau dua situs) dan OA umum (mempengaruhi tiga atau lebih situs). Istilah OA erosive menunjukkan adanya erosi dan proliferasi yang ditandai proksimal interphalangeal distal dan (PIP dan DIP) sendi tangan. OA sekunder dikaitkan dengan diketahui penyebabnya, seperti rheumatoid arthritis atau arthritis inflamasi lain, trauma, gangguan metabolik atau endokrin, dan faktor bawaan. OA biasanya dimulai dengan kerusakan pada tulang rawan artikular karena cedera, kelebihan beban gabungan dari obesitas atau alasan lain, atau ketidakstabilan sendi atau cedera yang menyebabkan beban yang abnormal. Kerusakan tulang rawan meningkatkan aktivitas metabolisme kondrosit dalam upaya untuk memperbaiki kerusakan; ini menyebabkan peningkatan sintesis konstituen matriks tulang rawan dengan pembengkakan. Keseimbangan normal antara kerusakan tulang rawan dan resynthesis bisa hilang, dengan pergeseran ke arah peningkatan kerusakan dan kehilangan tulang rawan. Penghancuran aggrecans (molekul panjang proteoglikan terkait dengan asam hialuronat) oleh enzim proteolitik ADAMTS-5 diperkirakan memainkan peranan penting. Sebuah reseptor kolagen disebut DRR-2 pada permukaan sel kondrosit juga mungkin terlibat. Dalam tulang rawan yang sehat, DRR-2 tidak aktif, terlindung dari kontak dengan kolagen oleh aggrekan. Kerusakan tulang rawan memicu kerusakan aggrekan, sehingga mengekspos DRR-2 kolagen. Bentuk aktif DRR-2 kemudian meningkatkan aktivitas matriks metalloproteinase (MMP), yang menghancurkan kolagen. kerusakan kolagen merangsang lebih lanjut DRR-2 aktivasi, sehingga tulang rawan terjadi kerusakan lebih. Tulang subchondral yang berdekatan dengan tulang rawan artikular juga mengalami perubahan patologis yang memungkinkan perkembangan kerusakan tulang rawan artikular. Di OA, tulang subchondral melepaskan peptida vasoaktif dan MMP. Neovaskularisasi dan peningkatan permeabilitas berikutnya dari tulang rawan yang berdekatan terjadi, yang memberikan kontribusi lebih lanjut untuk kehilangan tulang rawan. Kerugian besar tulang rawan menyebabkan penyempitan ruang sendi dan menyebabkan nyeri, cacat sendi. Sisa tulang rawan melembutkan dan mengembangkan fibrillations, dan ada pemisahan, kehilangan tulang rawan lebih lanjut, dan eksposur tulang yang mendasarinya. Tulang rawan akhirnya terkikis sepenuhnya, meninggalkan tulang subchondral gundul yang menjadi padat, halus, dan berkilau (eburnation). Lebih rapuh, hasil tulang kaku, dengan penurunan kemampuan menahan beban dan pengembangan sclerosis dan microfractures. Formasi tulang baru (osteofit) muncul di margin sendi jauh dari kehancuran tulang rawan; Bukti menunjukkan bahwa osteofit membantu menstabilkan sendi OA. Inflamasi lokal terjadi pada kapsul sendi dan sinovium. Sinovium diinfiltrasi dengan sel T, dan muncul berupa kompleks imun. Kristal atau pecahan tulang rawan di cairan sinovial dapat berkontribusi untuk peradangan. Ada juga peningkatan kadar interleukin-1, prostaglandin E2, tumor necrosis factor, dan oksida nitrat dalam cairan sinovial. Perubahan inflamasi menyebabkan efusi dan penebalan sinovial. Rasa sakit dari OA muncul dari aktivasi ujung saraf nociceptive dalam sendi oleh iritasi mekanik dan kimia. Nyeri OA dapat dihasilkan dari distensi dari kapsul sinovial oleh peningkatan cairan sendi; microfracture; iritasi periosteal; atau kerusakan ligamen, sinovium, dari meniskus. D. Tatalaksana Penatalaksanaan pasien OA dimulai dengan dasar diagnosis dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, temuan radiografi, penilaian sendi yang terkena. Pengobatan harus direncanakan sesuai kebutuhan individual. Tujuan terapi adalah : Menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan Menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi Membatasi kerusakan fungsi Mengurangi faktor penyebab Sasaran penatalaksanaan adalah : Mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup Terapi farmakologis untuk penatalaksanaan rasa nyeri, paling efektif bila dikombinasikan dengan strategi terapi non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dasar dari rencana asuhan kefarmasian untuk OA, harus dilaksanakan untuk semua pasien dan dimulai sebelum atau bersama-sama dengan analgesik sederhana seperti parasetamol.5 Komunikasi antara pasien, klinisi, dan farmasis merupakan faktor yang penting dalam penatalaksanaan rasa nyeri Pendekatan secara umum: Terapi untuk setiap pasien OA tergantung dari distribusi dan keparahan sendi yang terlibat, penyakit lain yang menyertai, obat-obatan lain yang dipakai, dan alergi. Penatalaksanaan setiap individu dengan OA dimulai dengan edukasi pasien, terapi fisik, pengurangan berat badan atau pemakaian alat bantu. E. Terapi Farmakologis untuk OA Parasetamol ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan parasetamol sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi, dan harga murah dibanding NSAID. Bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) untuk menghambat sintesa prostaglandin, (yang berfungsi meningkatkan sensasi rasa nyeri) dengan cara memblok kerja siklooksigenase pusat. Parasetamol, penurun rasa sakit ringan sampai sedang, 2,6-4g/hari. Parasetamol oral diabsorpsi, mencapai konsentrasi puncak 1-2 jam, diaktivasi di hati dengan cara konjugasi dengan sulfat atau glukoronid, dan metabolitnya diekskresi lewat ginjal. AINS (Anti Inflammatory Non-Steroide) F. Terapi Non Farmakologis untuk OA Edukasi pasien Terapi Fisik, okupasional, aplikasi dingin/panas Latihan Fisik Istirahat dan merawat persendian Penurunan berat badan Bedah (pilihan terakhir) Akupunktur Biofeedback Cognitive Behavioural Therapy Hipnosis Teknik relaksasi (yoga dan meditasi) dll G. Edukasi Pasien Edukasi pasien, keluarga pasien, teman, adalah bagian integral dari penatalaksanaan OA. Pasien harus didorong untuk berpartisipasi dalam programprogram yang ada misalnya: Program edukasi pasien Program self-management Kelompok pendukung Arthritis dsb. Dalam studi-studi ternyata pasien yang berpartisipasi akan mengalami penurunan rasa nyeri, penurunan frekuensi kunjungan ke dokter, peningkatan aktivitas fisik, dan peningkatan kualitas hidup. Pasien didorong untuk membaca brosur, pamflet, buku panduan dan melakukan konseling tentang OA yang di dapat dari perkumpulan penderita OA, internet dan dari mana saja. Dalam program ini pasien belajar memahami OA : Proses penyakit Prognosis Pilihan terapi Perubahan paradigma: bahwa OA dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat dihindari, merupakan proses penuaan. Selain itu belajar mengurangi rasa sakit, latihan fisik dan relaksasi, komunikasi dengan staf kesehatan, dan pemecahan masalah, dapat menghadapi secara fisik, emosi dan mental, mempunyai kendali lebih baik terhadap OA, meningkatkan percaya diri untuk hidup aktif dan mempunyai hidup yang tidak tergantung orang lain. Hasil studi menegaskan bahwa konsep peningkatan komunikasi dan edukasi adalah faktor penting untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan fungsi pada pasien OA, selain itu bahwa program ini menguntungkan untuk jangka panjang. BAB III PROSEDUR PRAKTIKUM 1. Langkah Pelayanan Resep Penerimaan Resep Analisis Rasionalitas Obat Penyiapan Obat Pemeriksaan Penyerahan Akhir Obat dan Pemberian A. Penerimaan resepKonseling Cek kelengkapan resep Petugas apotik mengecek apakah resep sudah sesuai syarat dan kaidah kelengkapannnya. Apabila ada yang belum lengkap, catat dan tandai. Catat riwayat pengobatan Setelah resep di cek kelengkapannya, selanjutnya tanyakan perihal riwayat pengobatan pasien apakah memiliki alergi terhadap obat yang diresepkan atau tidak. Lalu, catat untuk selanjutnya di analisa. B. Analisis rasionalitas obat Pada langkah ini, apoteker bertugas untuk menganalisa tepat indikasi, dosis, cara pemakaian obat yang diresepkan apakah sesuai untuk pasien dengan mempertimbangkan riwayat yang pada langkah sebelumnya telah dicatat. Apabila menemukan analisa yang tidak rasional dengan yang seharusnya, diskusikan dengan dokter yang mengeluarkan resep tersebut. Setelah sudah berdiskusi dengan dokter, catat dan ubah bila diperlukan. C. Penyiapan obat Penyiapan etiket Penyiapan obat masuk ke wadah dan beri etiket Petugas apotik pada langkah ini menyiapkan etiket obat sesuai pemakaian obat yang seharusnya untuk mempermudah pasien dalam penggunaannya D. Pemeriksaan akhir Kesesuaian obat dengan resep Pastikan obat sesuai dengan resep yang telah di analisa sebelumnya Buat kopi resep Setelah obat sudah sesuai dengan resep, buat salinan resep sebagai arsip apotik untuk disimpan Penyiapan materi informasi Selanjutnya menyiapkan materi informasi secara tertulis berisi indikasi, efek samping, interaksi obat, dan cara pemakaian obat untuk disampaikan ke pasien. E. Penyerahan obat dan pemberian konseling Penyerahan obat Obat yang telah disiapkan diserahkan dengan memberitahu harga obat tersebut Pemberian konseling Materi informasi yang telah dibuat oleh apoteker selanjutnya harus disampaikan kepada pasien lewat konseling ini, guna memberi arahan kepada pasien tentang penggunaan obat yang benar. Selanjutnya, materi tertulis tersebut diberikan kepada pasien sebagai pengingat disaat pasien lupa. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Resep 2. Hasil Analisa Kelengkapan Resep No Kelengkapan Resep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama Dokter SIP Dokter Alamat Dokter Tanggal Penulisan Resep Paraf Dokter Nama Pasien Alamat Pasien Umur Pasien Jenis Kelamin Pasien Berat Badan Pasien Jumlah Sediaan Signatura / Aturan Pakai 3. Riwayat Pengobatan Nama pasien : Ny. Iis dahlia Hasil Pemeriksaan Kelengkapan Resep ada ada Tidak ada ada Tidak ada ada ada ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Umur : 50 tahun Jeniskelamin : Perempuan Alamat/telp : Cirendeu Riwayat pengobatan Obat (kandungan) Voltaren ( Na. Diklofenak 25mg/tab) Obat lain yang sedang digunakan Penggunaan obat herbal/tradisional Riwayat alergi obat Indikasi Rhematized artitis Panadol Untuk (paracetamol mengatasi 500 mg/tab) demam (bila diperlukan) 4. Kopi resep Aturan pakai : : : - Efek Samping Interaksi obat Mekanisme kerja 3x sehari saat Iritasi atau sesudah lambung, makan sakit kepala Litium, dogoxin, antihipertensi , NSAID, kortikosteroid 3x sehari sesudah makan Warfarin dan antikoagulan Na. Diklofenakk adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Cara kerja paracetamol dengan menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktifitasnya sebagai penghambat prostaglandin perifer. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Kerusakan hati APOTEK PRODI FARMASI FKIK UIN Jl. Kertamukti no100, Ciputat Telp 02179432222 SIA : 12345678910 APA : Apoteker Muslimah, S.Si, Apt Nama dokter : dr. wanti Alamat dokter : Jl. Ciputat Raya Nama Pasien : Ny. Iis dahlia Alamat pasien : cirendeu Tanggal resep : 10 april 2015 R/ Voltaren tab ∫.3.dd 1 tab XXX R/ Panadol tab ∫. 3. dd 1 no XV P.C.C 5. Etiket APOTEK PRODI FARMASI FKIK UIN Jl. Kertamukti no100, Ciputat Telp 02179432222 SIA : 12345678910 APA : Apoteker Muslim, S.Si, Apt APOTEK PRODI FARMASI FKIK UIN Jl. Kertamukti no100, Ciputat Telp 02179432222 SIA : 12345678910 APA : Apoteker Muslim, S.Si, Apt No resep : 02 tanggal resep:10 april No resep : 02 tanggal resep : 10 2015 april2015 Nama pasien: Ny. Iis dahlia Nama pasien: Ny. Iis dahlia 3x Sehari, 1 tablet ssesudah makan Etiket Volataren 3x Sehari, 1 tablet sesudah makan Etiket Panadol 6. Percakapan antara Pasien dan Apoteker Berikut percakapan antara Ny. Iis dan apoteker saat melakukan konseling Apoteker Ny. Iis Apoteker : “Resep atas nama Ny. Iis Dahlia!” : “Ya, saya” : “Assalamualaikum bu, perkenalkan saya Rakha selaku apoteker di Ny. Iis Apoteker apotek ini, apa benar ini dgn Ny. Iis Dahlia sendiri?” : “Walaikumsalam, ya benar saya Ny. Iis Dahlia.” : “Baik bu Iis, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan terkait informasi pengobatan ibu ini, apakah ibu memiliki waktu sekitar 15 Ny. Iis Apoteker menit?” : “Ohiya bisa kok mas.” : “Baik bu, sebelumnya informasi apa saja yg telah dijelaskan oleh Ny. Iis dokter terkait terapi pengobatan yang sedang ibu jalani?” : “Hem, kata dokter sih saya terkena osteoarthritis makanya saya Apoteker sering pegal-pegal.” : “Oh begitu bu, kalo harapan ibu sendiri sesudah menjalani Ny. Iis pengobatan ini gimana ya bu?” : “Ya saya sih pengennya sembuh mas, biar ga pegel-pegel dan Apoteker Ny. Iis Apoteker demam gitu badannya.” : “Apakah dokter menjelaskan cara menggunakan obatnya bu?” : “Jelasin sih mba, tapi saya lupa.” : “Baik bu, saya akan mencoba menjelaskan mengenai cara penggunaan obat kepada ibu supaya efek terapi yang dihasilkan Ny. Iis Apoteker dapat maksimal.” : “Oh baik mas.” : “Jadi obat utk mengobati osteoarthritis ibu yang ini bu, namanya voltaren berisi Natrium Diklofenak. (sambil menunjukkan obat di dalam etiket kepada pasien) Diminum 3 kali sehari sesudah makan, tapi habis minum ini mungkin ibu akan merasa sedikit nyeri di perut dan agak sakit kepala, tapi tidak apa-apa itu efek yang wajar. Tetapi kalau nyeri di perutnya sudah tidak tertahankan, sebaiknya ibu Ny. Iis Apoteker segera konsultasi ke dokter.” : “Oh begitu yah mas.” : “Nah untuk obat demamnya ada panadol bu yang berisi paracetamol. (sambil menunjukkan obat di dalam etiket kepada pasien). Diminum 3 kali sehari setelah makan, tetapi dijeda yah bu antara waktu meminum panadol dan voltarennya. Untuk panadol ini Ny. Iis Apoteker cukup diminum hingga demamnya ibu turun yah bu.” : “Baik mas.” : “Jadi ibu obatnya ada dua macamnya. Untuk obat osteoarthritisnya ada tablet voltaren yang diminum 3 kali sehari setelah makan. Nah, untuk obat penurun demamnya ada tablet panadol yang diminum 3 kali sehari setelah makan. Minum voltaren dan panadolnya diberi jeda waktu ±10 menit yah bu. Apakah ada yang ingin ditanyakan Ny. Iis bu?” : “Oh begitu baik mas. Kalo untuk minuman, saya boleh minuman Apoteker bersoda gak yah mas?” : “Sebaiknya dihindari bu konsumsi minuman bersodanya. Lebih baik banyak konsumsi susu saja bu. Hindari juga yah bu mengonsumsi kacang-kacangan. Selain itu, mulai perbanyak aktivitas fisik seperti jogging, aerobik untuk mencegah obesitas yah Ny. Iis Apoteker bu karena obesitas juga dapat menyebabkan osteoarthritis bu.” : “Oh jadi gitu, baik mas nanti saya coba.” : “Maaf bu, saya takut ada yang terlupa. Boleh tolong ibu ulangi Ny. Iis penjelasan saya terkait cara penggunaan obatnya?” : “Boleh mas. Jadi obatnya ada 2 kan yah mba. Untuk obat osteoarthritisnya namanya voltaren, diminum 3 kali sehari sesudah makan. Kemudian untuk obat demamnya ada panadol diminum 3 kali setelah makan dan diberi jeda waktu saat minum volaten sama Apoteker Ny. Iis Apoteker panadolnya. Gitu kan yah mas?” : “Baik bu. Apakah ada yang ingin ditanyakan lagi?” : “Kalau saya lupa minum obat, boleh didobel gak yah mas?” : “Jangan didouble bu. Dilewati saja dosisnya. Ohiya, obatnya disimpan di tempat sejuk dan kering serta jauh dari jangkauan anak- Ny. Iis Apoteker Ny. Iis Apoteker anak yah bu. Kalau bisa ditempatkan di kotak obat saja bu.” : “Oh gitu, baik mas.” : “Apakah ada yang ingin ditanyakan bu?” : “Enggak ada sih mas.” : “Baik kalau begitu. Ini obat dan kopi resepnya silahkan dibayar di kasir yah bu. Saya juga menyertakan informasi cara pemakaian obat, jadi kalau sewaktu-waktu ibu lupa cara minum obatnya bisa dilihat disitu saja bu. Ini kartu nama saya dan nomor telepon saya, kalau ada yang ingin ditanyakan terkait pengobatan ibu, silahkan telepon Ny. Iis Apoteker Ny. Iis 7. Pembahasan ke saya bu.” : “Oke mas. Terima kasih” : “Sama-sama bu, semoga lekas sembuh yah bu.” : “Aamiin. Saya permisi dulu mas, Assalamualaikum” Pasien atas nama Ny. Iis Dahlia didiagnosa menderita osteoarthritis sehingga diberikan tablet voltaren yang berisi Na Diklofenak (NSAID). Selain itu, Ny. Iis juga mengalami demam sehingga diberikan panadol yang berisi paracetamol. Penggunaan voltaren dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan iritasi lambung, sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada pasien. Jadi umumnya penggunaan golongan NSAID jangka panjang disertai dengan pemberian supresan asam lambung golongan antagonis reseptor histamin (AH2RA). Pada resep ini, tidak ada interaksi yang berarti antara voltaren dan panadol sehingga aman untuk digunakan bersamaan. Berdasarkan data di resep, Ny. Iis memiliki berat badan di atas normal (overweight) sehingga perlu disampaikan terapi non-farmakologi untuk mengurangi berat badan pasien, seperti: hindari konsumsi makanan berlemak, perbanyak konsumsi makanan berserat, hindari kacangkacangan dan tingkatkan frekuensi aktivitas fisik. Obesitas dapat memperparah kondisi osteoarthritis pada pasien. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2006. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PASIEN PENYAKIT ARTHRITIS REMATIK. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dipiro, Joseph T et al. 2008. PHARMACOTHERAPY: A PATHOPHYSIOLOGIC APPROACH 7TH EDITION. The McGraw-Hill Companies. Sadikin, Zunilda DJ. April 2011. Penggunaan Obat yang Rasional. J Indon Med Assoc, Volume 61, Nomor 4. MIMS Indonesia 123rd Edition 2012