1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1999. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Otonomi daerah mendorong masyarakat setempat untuk dapat mengembangkan daerahnya. Konsekuensi logis dari diterapkannya otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan keuangannya (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah). Desentralisasi fiskal menyebabkan pemerintah pusat hanya memberikan prinsip-prinsip, bukan lagi aturan rinci untuk mengatur keuangan daerah. Hal tersebut menghasilkan variasi kondisi keuangan antarpemerintah daerah (Ritonga et al., 2012). Kondisi keuangan pemerintah daerah penting diketahui guna memastikan keberlanjutan pemerintah daerah dalam menyediakan layanan publik dan untuk menghindari kesulitan keuangan (Honadle et al.,1998). Menurut Ritonga et al. (2012), kondisi keuangan pemerintah daerah dapat diukur berdasarkan enam 2 dimensi, yaitu solvabilitas jangka pendek (short-term solvency), solvabilitas penganggaran (budgetary solvency), solvabilitas jangka panjang (long-term solvency), solvabilitas tingkat layanan (service-level solvency), fleksibilitas keuangan (financial flexibility), dan kebebasan keuangan (financial independence). Kondisi keuangan pemerintah daerah adalah sebuah konsep multidimensional yang dimensi-dimensi keuangannya berkaitan satu dengan yang lainnya (Wang et al., 2007). Artinya, jika terdapat satu dimensi yang bermasalah maka akan mempengaruhi dimensi kondisi keuangan lainnya. Manajemen ketersediaan kas merupakan masalah yang konstan di semua tipe organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi privat (Moraes & Nagano, 2013; Elton & Gruber, 1974). Hasil penelitian Ritonga et al. (2012) menyatakan bahwa pemerintah daerah di Indonesia memiliki tingkat solvabilitas jangka pendek sebesar 45,36 kali aset spesifik yang digunakan untuk membayar kewajiban lancarnya. Angka tersebut jauh melebihi solvabilitas jangka pendek Kota Melbourne dan Kota Sydney yang merupakan bagian dari welfare state, Australia. Solvabilitas jangka pendek Kota Melbourne dari tahun 2007- 2014 hanya berkisar antara 1,3 hingga 2,8 kali kewajiban lancarnya (Annual Report Melbourne City, 2007-2014), dan solvabilitas jangka pendek Kota Sydney tahun 2008-2014 hanya berkisar antara 2,1 hingga 3,2 kali kewajiban lancarnya (Annual Report City of Sydney, 2008-2014). Selain itu menurut Wang (2007), solvabilitas jangka pendek di Amerika hanya sebesar 2,222 kali kewajiban lancarnya. Saldo 3 kas yang tinggi menunjukkan tingginya kas menganggur yang seharusnya dapat diinvestasikan (Wang, 2014). Pemerintah daerah seharusnya mengurangi rasio ini sepanjang tidak membahayakan solvabilitas jangka pendeknya sehingga pemerintah daerah dapat mengoptimalisasikan penggunaan aset lancarnya (Ritonga et al., 2012). Penelitian-penelitian yang ada terkait keuangan pemerintah daerah seperti penelitian yang dilakukan oleh Honadle et al. (2003), Wang et al. (2007), dan Ritonga et al. (2012 dan 2013) berfokus pada alat ukur untuk menilai kondisi keuangan pemerintah daerah. Sementara, penelitian spesifik mengenai saldo kas optimal belum banyak dilakukan. Wang (2014) menyatakan bahwa model kuantitatif seperti Model Miller-Orr dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaturan saldo kas dan pengembangan strategi manajemen kas yang efektif. Model ini dapat menentukan besarnya batas tertinggi dan batas terendah saldo kas suatu organisasi, serta besarnya titik pengembalian (return point) yang dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penambahan atau pengurangan saldo kas. Menurut Wang (2014), menentukan saldo kas optimal dapat membantu organisasi dalam cash safety, pembuatan keputusan berkaitan dengan likuiditas, dan pengaturan investasi. Manajemen saldo kas juga digunakan untuk mendorong optimalisasi sumberdaya keuangan guna meminimalkan kos yang berkaitan dengan ketersediaan kas (Moraes & Nagano, 2013). Berdasarkan penjelasan 4 mengenai pentingnya saldo kas optimal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya saldo kas optimal yang harus dimiliki oleh pemerintah daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, khusus Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah Saldo kas yang terlalu sedikit dapat mempersulit pemerintah daerah dalam menjalankan kegiatan operasinya sementara, saldo kas yang terlalu tinggi menyebabkan pemerintah daerah kehilangan kesempatan untuk berinvestasi. Di sisi lain, saat ini belum diketahui titik optimal saldo kas untuk Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejauh pengetahuan penulis, belum ada penelitian mengenai saldo kas optimal untuk pemerintah daerah yang ada di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Berapa saldo kas optimal yang harus dimiliki oleh Pemerintah Provinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan saldo kas optimal yang harus dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 5 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membantu pemerintah daerah dalam mengatur keuangannya. 2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian lebih lanjut mengenai manajemen kas yang ada di pemerintah daerah. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut, BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang gambaran menyeluruh mengenai permasalahan dan isi penelitian yang diangkat dalam penelitian ini. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian landasan teori yang melandasi penelitian ini dan kajian terhadap penelitian-penelitian sebelumnya. 6 BAB III : METODA PENELITIAN Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, jenis data, dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang analisis data dan interpretasi data berdasarkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. BAB V : PENUTUP Bab ini berisi tentang simpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut.