BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Productive Theory Of Credit (Commercial Loan Theory)
Menurut Malayu (2001) dalam Penni
(2008) The Commercial
Loan Theory mengemukakan bahwa suatu bank akan tetap likuid, jika
sebagian besar kredit yang disalurkan merupakan kredit perdagangan
jangka pendek dan dapat dicairkan dalam keadaan bisnis yang normal
(usual business).
Teori permodalan bank memang memberikan pedoman dalam
pengambilan keputusan manajemen bank, namun di sisi lain bank sebagai
lembaga keuangan yang tunduk pada regulasi harus tetap memperhatikan
kecukupan modal dalam prespektif regulator. Misalnya secara konseptual
bahwa pemilik modal bank yang terlalu besar dipandang tidak efisien,
namun modal besar akan mengarahkan pemegang saham bertindak hatihati (prudent) dalam mengelola bank sebaliknya modal yang terlalu kecil
akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut dan
berpotensi menimbulkan moral hazard. Oleh karena itu, standar
kecukupan modal diperlukan agar dapat menjamin keunikan pelayanan
bank, melindungi bank dari kegagalan (resiko) serta menjamin
keberlanjutan bank.
7
8
Untuk menjelaskan dasar-dasar yang digunakan manajemen untuk
mengambil keputusan sumber pendanaan bagi perusahaan, maka teori
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu productive theory of credit
(Commercial Loan Theory).
Berbagai pendekatan
dalam
manajemen
dana
bank
telah
dikembangkan dalam beberapa tahun untuk merespon perubahan secara
alami dunia perbankan dan lingkungannya. Hingga tahun 1920-an teori
yang dominan dalam manajemen dana khususnya yang menyangkut
likuiditas adalah productive theory of Credit. Pada konsep ini bank bisa
memfokuskan pada sisi aset dari suatu neraca yang diadaptasi dari teori
abad 18 dalam perbankan Inggris yang dinamakan Commercial Loan
Theory.
Teori ini menyatakan secara spesifik bahwa bank-bank hanya akan
memberikan kredit jangka pendek yang sangat mudah dicairkan atau likuid
(“Short Term, Self Liquiditing”) melalui pembayaran kembali (angsuran)
atas kredit tersebut sebagai sumber likuiditas. Pembayaran kembali untuk
kredit ini adalah melalui perputaran kas dari modal kerja yang telah
dibelanjai melalui
kredit ini. Perputaran tersebut misalnya dari kas
perusahaan untuk membeli persediaan, kemudian dijual menimbulkan
piutang. Piutang ini akhirnya akan menjadi kas sebagai angsuran kredit
pada bank. Sebelum tahun 1920 bank-bank lebih mengutamakan
portofolio kreditnya sebagai sumber likuiditas tambahan (diluar kas dan
cadangan, bila ada) sebab saat itu tidak banyak alternatif yang signifikan
9
sebagai sumber likuiditas. Surat berharga jangka pendek yang dapat dijual
kembali untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jumlahnya belum memadai
untuk dijadikan sumber likuiditas (Bambang, 2010:128).
B. Capital Adequacy Ratio (CAR)
1. Definisi Capital Adequacy Ratio
Capital adequacy ratio (CAR) merupakan rasio yang mengukur
kecukupan modal terhadap risiko dari aktiva bank. Lukman (2005:122)
mengatakan
“Capital
adequacy
ratio
merupakan
rasio
yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung
risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) untuk
dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan
lain-lain”. Peraturan dari Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 menjelaskan
“bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan persen)
dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR)”. Tingkat kecukupan modal
pada perbankan diwakilkan dengan rasio capital adequacy ratio (CAR).
Sementara itu, Bank Indonesia telah menetapkan kewajiban penyediaan
modal inti minimum bank umum sebesar Rp 80 Milyar pada akhir tahun
2007 dan meningkat menjadi Rp 100 Milyar pada akhir tahun 2010.
Secara umum Malayu (2007:61) mengemukakan bahwa Modal
sendiri bank atau equity fund adalah “sejumlah uang tunai yang telah
disetorkan pemilik dan sumber-sumber lainnya yang berasal dari dalam
10
bank itu sendiri, terdiri dari modal inti dan modal pelengkap”. Modal
merupakan faktor yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan
bank, serta sabagai upaya untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat.
Sebagaimana layaknya sebuah badan usaha, modal bank harus dapat
digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian akibat
dari pergerakkan aktiva bank yang pada dasarnya sebagian besar berasal
dari pinjaman pihak ketiga (dana masyarakat).
Peranan modal dalam pengelolaan bank menjadi faktor yang sangat
penting sehingga perlu menetapkan suatu rasio kecukupan modal yang
merupakan perbandingan antara modal dengan aktiva yang memiliki
risiko. Menurut (Z. Dunil 2004:30), Rasio Kecukupan Modal adalah :
Rasio atau perbandingan antara Modal Bank dengan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Perhitungan capital
adequacy ratio didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman
dana bank yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal
sebesar persentase tertentu (risk margin) terhadap jumlah
penanamannya, sehingga risk margin tersebut harus dihitung
terhadap semua asset yang mengandung risiko secara tertimbang,
yang disebut juga sebagai ATMR / Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko.
Sedangkan pengertian Aktiva Tertimbang Menurut Risiko sendiri
menurut (Z. Dunil 2004:193) adalah :
Pengertian aktiva dalam arti luas yang diperhitungkan sebagai
dasar penentuan besarnya penyediaan modal minimum bagi bank.
ATMR terdiri dari aktiva neraca dan aktiva administrative
sebagaimana yang tercermin pada kewajiban yang bersifat
kontijensi dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi
pihak ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam arti luas dapat timbul
baik dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena
fluktuasi harga surat-surat berharga, tingkat bunga, dan nilai tukar
valuta asing.
11
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Rasio
Kecukupan Modal adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, dalam hal ini adalah pemberian kredit.
2. Komponen Modal Bank
Sebagaimana perusahaan lainnya, bank juga memiliki modal yang
dapat digunakan untuk berbagai hal. Dalam praktiknya, modal terdiri dari
dua macam, yaitu modal inti dan modal pelengkap.
a. Modal inti merupakan modal sendiri yang tertera dalam posisi ekuitas.
Menurut Loen dan Ericson (2008:96) menjelaskan bahwa modal inti
terdiri atas modal yang telah disetor dan cadangan-cadangan yang
dibentuk dari laba setelah pajak, yang antara lain adalah :
1) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh
pemiliknya.
2) Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank
sebagai akibat dari harga saham yang melebihi normal.
3) Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan
laba ditahan yang mendapat persetujuan rapat umum pemegang
saham atau rapat umum anggota.
4) Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan
untuk tujuan tertentu yang mendapat persetujuan rapat umum
pemegang saham atau rapat umum anggota.
12
5) Laba ditahan, yaitu laba bersih yang oleh rapat umum pemegang
saham atau rapat umum anggota.
6) Laba tahun lalu, yaitu 50% dari laba yang diperoleh dalam tahun
buku berjalan setelah dikurangi taksiran pajak.
7) Bagian kekayaan bersih anak perusahaan.
b. Modal pelengkap, terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk
dari laba setelah pajak dan pinjaman yang dipersamakan dengan
modal, antara lain adalah:
1) Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari
selisih penilaian kembali aktiva tetap setelah mendapat persetujuan
Direktorat Jenderal Pajak.
2) Cadangan pengapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan
yang dibentik dengan membebani laba rugi tahun berjalan.
3) Modal kuasi, yaitu modal yang didukung oleh instrument atau
warkat yang memiliki sifat seperti modal.
4) Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman dari anak perusahaan yang
harus memenuhi persyaratan dan mendapat persetujuan dari Bank
Indonesia.
Adapun fungsi dari modal adalah :
a) Sebagai ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap
krugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan.
b) Sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatankegiatan usahanya sampai batas-batas tertentu, karena sumber-
13
sumber dana dapat juga berasal dari hutang penjualan asset yang
tidak terpakai.
c) Sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan bank tersebut atau
kekayaan yang oleh pemegang sahamnya.
d) Dengan modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen
bank yang bersangkutan untuk bekerja dengan tingkat efisiensi
yang tinggi seperti yang dikehendaki oleh pemilik modal pada
bank tersebut.
Mengingat pentingnya fungsi modal bagi setiap bank, maka
manajemen bank perlu memperhatikan secara serius masalah permodalan
ini. Adapun yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih seksama
tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Rencana kerja bank yang akan datang, baik dalam rencana tahunan
maupun untuk rencana lima tahunan jangka panjang. Hal ini dapat
dipahami karena setiap pertambahan aktiva harus diimbangi
dengan pertambahan permodalan sebesar 100 berbanding 8, karena
Capital Adequacy Ratio ditetapkan 8%.
b) Perhitungan ketentuan modal yang memenuhi syarat otoritas
moneter dan ketentuan bisnis dari bank yang bersangkutan. Banyak
faktor yang secara kualitatif mempunyai pengaruh secara langsung
terhadap jumlah permodalan suatu bank. Semakin besar modal
bank yang tersedia tentu akan semakin baik bagi bank yang
bersangkutan, karena akan berpotensi lebih baik lagi.
14
c) Kemampuan bank secara intern dalam menciptakan modal dari
kegiatan usahanya, serta kemampuan kebijakan pembagian laba
(dividen) yang ada pada masing-masing bank.
d) Sumber-sumber serta mekanisme penciptaan modal dari pasar
modal yang ada pada masyarakat dimana bank tersebut beroperasi.
Unsur kepercayaan terhadap bank ditandai dengan kondisi
permodalannya merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
diperhatikan, tidak saja bagi nasabah yang ingin menyimpan uangnya tapi
juga oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas bank untuk
memastikan kontinuitas dan kelangsungan serta eksistensi operasionalisasi
bank yang bersangkutan bila sewaktu-waktu mengalami kesulitan baik
karena kesalahan pihak manajemen dalam mengelola likuiditas atau
karena tekanan kondisi eksternal seperti keadaan ekonomi dan moneter.
3. Pengukuran Rasio Kecukupan Modal (CAR)
Rasio Kecukupan Modal yang dipakai adalah sesuai dengan
ketentuan bank Indonesia dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Kecukupan modal merupakan faktor yang terpenting bagi bank
dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Bank
15
Indonesia menetapkan CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum
yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi
tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau secara
matematis:
CAR =
× 100%
Komponen modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap
dengan memperhitungkan penyertaan yang dilakukan bank sebagai faktor
pengurang modal. Sedangkan ATMR Bank Umum dihitung berdasarkan
bobot risiko masing-masing pos aktiva neraca dan rekening administrative
(Lukman, 2005:122).
Peraturan dari Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 sebagai bank
sentral memberikan ketentuan minimum CAR dengan kategori sebagai
berikut:
a. CAR > 8% kategori A
b. CAR -25% s/d 8% kategori B
c. CAR < -25% kategori C
Bank Indonesia menetapkan kebijaksanaan bagi setiap bank untuk
memenuhi rasio CAR minimal 8% jika kurang dari 8% maka akan
dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia. Ketentuan CAR pada prinsipnya
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional, yaitu
standar Bank for Internasional Settlement (BIS). CAR yang didasarkan
pada standar BIS (8%) adalah salah satu cara untuk menghitung apakah
modal yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum. Jika modal
16
rata-rata suatu bank lebih baik dari bank lainnya, maka bank bersangkutan
akan lebih baik solvabilitasnya.
Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk:
a. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan.
b. Melindungi dana pihak ketiga (dana masyarakat) pada bank
bersangkutan.
c. Untuk memenuhi ketetapan standar BIS.
C. Likuiditas
1. Definisi Likuiditas
Menurut Kasmir (2008:286) “Rasio Likuiditas merupakan rasio
untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya pada saat ditagih. Semakin besar rasio ini maka semakin
likuid”. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Lukman
(2005:118), bahwa “likuiditas adalah kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh
tempo”. Menurut Brigham dan Houston (2006:95) “Likuiditas adalah
Rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aktiva lancer lainnya
dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya”.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka pengertian likuiditas
adalah kemampuan suatu bank untuk memenuhi aliran dana keluar dalam
waktu yang tepat. Aliran dana keluar dapat berupa: (a) penarikan oleh para
penabung; (b) penarikan dana oleh para penerima kredit, terutama kredit
17
yang disetujui; dan (c) dana keluar karena adanya kewajiban bank untuk
membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Penarikan dana oleh
ketiga unsur di atas bila tidak dapat dipenuhi oleh bank dapat berpengaruh
terhadap runtuhnya kepercayaan masyarakat.
2. Pengukuran Rasio Likuiditas (LDR)
LDR =
×100%
Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali
penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditas bank. Loan to Deposit Ratio
(LDR) merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana
pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman
subordinasi. “loan to Deposit Ratio(LDR) adalah ratio antara kredit yang
diberikan bank dengan dana bank” (Z. Dunil, 2004:80).
Batas aman LDR suatu bank secara umum adalah sekitar 90100,sedangkan menurut ketentuan Bank Sentral batas aman LDR suatu
bank adalah 110%. Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk
mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat
dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR
digunakan sebagai suatu indicator untuk mengetahui tingkat kerawanan
suatu bank. LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi manajemen
suatu bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung
18
memiliki LDR yang relative. Sebaliknya, bank yang agresif memiliki LDR
yang tinggi atau melebihi batas toleransi.
LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan
cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak
ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas
bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk
kredit kepada bank lain, sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro,
tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
D. Profitabilitas
1. Definisi Profitabilitas
Profitabilitas
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memperoleh laba atau sejauh mana efektivitas pengelolaan perusahaan
untuk memperoleh laba. Mendefinisikan Profitabilitas adalah “hasil akhir
dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan”.
Brigham dan Houston (2006:107). Tingkat profitabilitas yang sehat
merupakan salah satu tujuan setiap bank karena profitabilitas digunakan
sebagai alat untuk mengukur seberapa besar kemampuan manajemen
dalam menghasilkan laba atau asset-aset yang ditanamkan dalam
perusahaan tersebut dan juga menunjukkan kemampuan manajemen dalam
menekan biaya operasionalnya.
19
Analisis profitabilitas implementasinya adalah profitability ratio
atau disebut juga dengan operating ratio. Salah satu rasio yang sering
digunakan dalam pengukuran kinerja perusahaan yakni Return On Assets
(ROA) yang biasanya disebut juga Return On Investment (ROI) menurut
Wisnu (2005:85). Menurut Brigham dan Houston (2006:109), ROA yaitu:
Rasio laba bersih terhadap total aktiva yang mengukur
pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak.
Rendahnya ROA disebabkan oleh Basic Earning Power (BEP)
atau kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba
operasi yang rendah serta tingginya biaya bunga karena
penggunaan kewajiban di atas rata-rata yang menyebabkan laba
bersih relative rendah.
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam
memperoleh keuntungan (laba)
secara keseluruhan.
ROA
memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam
operasi perusahaan (Wisnu, 2005: 85). Semakin besar ROA suatu bank,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan
semakin baik pula posisi bank tersebut dari sisi asset (Lukman, 2005:120).
Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih
baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat
penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue
tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja
keuangan akan lebih baik.
Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan
memberikan signal positif mengenai kinerja perusahaan. Pertumbuhan
laba yang baik mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik. Karena
20
laba merupakan indikator keberhasilan kinerja perusahaan, maka semakin
tinggi laba yang diperoleh perusahaan mangindikasikan bahwa semakin
baik kinerja perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa apabila rasio keuangan perusahaan baik, maka
pertumbuhan laba perusahaan juga baik.
2. Pengukuran Profitabilitas
Menurut Fitria (2008) Tingkat profitabilitas yang mencerminkan
kemampuan bank dalam menghasilkan laba akan tergantung pada
kemampuan manajemen bank dalam mengelola asset dan liabilitas yang
akan secara kuantitatif dapat dinilai dengan beberapa indicator yakni:
a. Gross Profit Margin
Rasio ini digunakan untuk mengetahui presentasi laba dari kegiatan
usaha murni dari bank yang bersangkutan setelah dikurangi biayabiaya.
Gross Profit Margin =
× 100%
b. Net Profit Margin
Net profit margin merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan
operasinya.
Net Profit Margin =
× 100%
21
c. Return On Asset (ROA)
Ukuran keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan
laba dengan aktiva yang tersedia.
ROA =
× 100%
d. Return On Equity (ROE)
Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan net income.
ROE =
× 100%
e. Assets Utilization
Rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
manajemen suatu bank dalam mengelola asset dalam rangka
menghasilkan operating income dan non operating income.
Assets Utilization =
× 100%
Pada penelitian ini, penulis menghitung tingkat profitabilitas
dengan menggunakan tolok ukur Return On Assets (ROA) karena
dengan
menggunakan
ROA
memperhitungkan
kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan (Fitria,
2008).
Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai berikut:
1. ROA
merupakan
pengukuran
yang
komprehensif
dimana
seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari
rasio ini.
22
2. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai
absolute.
3. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap
unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan
unit usaha.
Kelemahan ROA diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran kinerja dengan menggunakan ROA membuat manajer
divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project-project
yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyekproyek
tersebut
dapat
meningkatkan
tingkat
keuntungan
perusahaan secara keseluruhan.
2. Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka
pendek dan bukan tujuan jangka panjang.
3. Sebuah project dalam ROA dapat meningkatkan tujuan jangka
pendek, tetapi project tersebut mempunyai konsekuensi negative
dalam jangka panjang.
E. Bank
1. Definisi Bank
Menurut Undang-undang RI nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10
November 1998 tentang perbankan yang dikutip oleh Kasmir (2008:12)
pengertian bank adalah:
23
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Selain itu, pengertian bank menurut Lukman (2005:14) adalah:
Suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara
keuangan yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan
dana kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana
pada waktu yang ditentukan.
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa bank memiliki
peran sebagai lembaga intermediasi bank dalam memobilisasi dana
masyarakat yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi serta
memberikan fasilitas pelayanan dalam lalu lintas pembayaran.
2. Fungsi Bank
Menurut (Sri dkk, 2006:6), secara umum fungsi bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada
masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Dan
secara lebih spesifik fungsi bank adalah sebagai berikut :
a. Agent of Trust
Kepercayaan merupakan suatu dasar utama kegiatan perbankan
baik dalam hal penghimpunan dana. Dalam hal ini masyarakat akan
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi unsure kepercayaan.
Pihak bank juga akan menempatkan dan menyalurkan dananya kepada
debitur atau masyarakat, jika dilandasi dengan unsur kepercayaan.
24
b. Agent of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat
diperlukan untuk kelancaran kegiatan ekonomi di sector riil. Kegiatan
bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi,
distribusi dan juga kosumsi barang dan jasa. Dimana kegiatan tersebut
merupakan kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
c. Agent of Service
Disamping kegiatan penghimpun dan penyaluran dana bank juga
memberikan penawaran atas jasa-jasa perbankan yang lain pada
masyarakat. Jasa-jasa yang diberikan bank erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank
diantaranya adalah jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang
berharga, jasa pemberian jaminan bank dan jasa penyelesaian
penagihan.
Ketiga fungsi bank tersebut diharapkan dapat memberikan
gambaran yang lengkap dan menyeluruh mengenai fungsi bank dalam
perekonomian, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai suatu
lembaga perantara keuangan saja.
3. Sumber Dana Bank
Menurut Lukman (2005:46) menjelaskan bahwa dana bank adalah
uang tunai yang dimiliki bank atau aktiva lancer yang dikuasai bank dan
25
setiap waktu dapat diuangkan. Dana-dana bank yang digunakan sebagai
alat bagi operasional suatu bank bersumber dari dana-dana sebagai berikut:
a. Dana Pihak Kesatu (Dana dari Modal Bank Sendiri)
Dana dari bank sendiri adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau
para pemegang saham, baik para pemegang saham pendiri maupun
pihak pemegang saham yang ikut dalam usaha bank tersebut pada
waktu kemudian. Dana modal sendiri atas beberapa bagian (pos),
yaitu:
1) Modal disetor
Modal disetor adalah uang yang disetor secara efektif oleh
pemegang saham pada saat bank didirikan.
2) Agio saham
Agio saham adalah nilai selisih jumlah uang yang dibayarkan oleh
pemegang saham baru dibandingkan dengan nilai nominal saham.
3) Cadangan-cadangan
Cadangan-cadangan adalah sebagian laba bank yang disisihkan
dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya.
4) Laba ditahan
Laba ditahan adalah laba milik para pemegang saham yang
diputuskan oleh mereka sendiri melalui rapat umum pemegang
saham untuk tidak dibagikan sebagai deviden, tapi dimasukkan
kembali dalam modal kerja untuk operasional bank.
26
b. Dana Pihak Kedua (Dana Pinjaman dari Pihak Luar)
Dana pihak kedua adalah dana-dana pinjaman yang berasal dari pihak
luar, yang terdiri atas dana-dana sebagai berikut:
1) Call money
Adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian antar
bank. Pinjaman ini diminta apabila ada kebutuhan mendesak yang
diperlukan bank, jangka waktu call money biasanya sekitar satu
minggu, satu bulan atau bahkan hanya beberapa hari saja.
2) Pinjaman biasa antar Bank
Adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman biasa
dengan jangka waktu relative lebih lama. Pinjaman ini umumnya
terjadi jika antarbank peminjam dan bank yang memberikan
pinjaman kerjasama dalam bantuan keuangan dalam persyaratan
yang disepakati kedua belah pihak.
3) Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
Pinjaman dari LKBB ini lebih banyak berbentuk surat berharga
yang dapat diperjualbelikan dalam pasar uang sebelum jatuh tempo
daripada berbentuk kredit.
4) Pinjaman dari Bank Sentral (BI)
Adalah pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank
untuk
membiayai
usaha-usaha
masyarakat
yang
tergolong
berpriorotas tinggi, seperti kredit-kredit program, misalnya kredit
investasi pada sector-sektor ekonomi yang harus ditunjang sesuai
27
dengan petunjuk pemerintah. Pinjaman ini dikenal dengan istilah
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). KLBI merupakan
instrument moneter dari bank sentral dalam rangka refinancing
facility demi memberikan motivasi gerakan moneter bagi bank dan
masyarakat ekonomi.
c. Dana Pihak Ketiga (Dana Dari Masyarakat)
Bank bertugas memberikan pelayanan pada masyarakat dan bertindak
selaku perantara bagi keuangan masyarakat. Kepercayaan masyarakat
akan keberadaan bank dan keyakinan masyarakat bahwa bank akan
menyelesaikan
permasalahan
keuangan
dengan
sebaik-baiknya
merupakan suatu keadaan yang diharapkan oleh semua bank.
Dana-dana yang dihimpun masyarakat merupakan sumber dana
terbesar yang paling diandalkan oleh bank (sekitar 80-90% dari seluruh
dana yang dikelola oleh bank). Dana dari masyarakat terdiri atas
beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1) Giro (demand deposit)
Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunak cek,
bilyet giro, dan surat perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindahbukuan.
Dalam pelaksanaannya, giro ditatausahakan oleh bank
dalam suatu rekening yang disebut “rekening Koran”. Jenis
rekening giro ini dapatberupa rekening atas nama perorangan,
28
rekening atas nama suatu badan usaha/lembaga, dan rekening
bersama/gabungan.
Menurut Lukman (2005:49) yang dikutip dari Sinungan
menjelaskan bahwa perkembangan rekening giro pada bank bukan
hanya berdasarkan kepentingan bank semata-mata, melainkan
kepentingan masyarakat modern juga, karena giro adalah uang
giral yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran melalui
penggunaan cek.
2) Deposito (Time Deposit)
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak
ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian.
Kelebihan sumber dana ini adalah sifatnya yang dapat
dikategorikan
sebagai
sumber
dana
semi
tetap,
karena
penarikannya dapat diperkirakan dengan berdasarkan tanggal jatuh
temponya sehingga tingkat fluktuasinya dapat diantisipasi.
Berbeda dengan giro, dana deposito akan mengendap di
bank karena para pemegangnya (deposan) tertarik dengan tingkat
bunga yang ditawarkan oleh bank dan adanya keyakinan bahwa
pada saat jatuh tempo dananya dapat ditarik kembali. Terdapat
beberapa jenis deposito, diantaranya deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan deposit on call.
29
Deposito berjangka merupakan bukti simpanan yang
dikeluarkan bank atas nama, sedangkan sertifikat deposito
dikeluarkan oleh bank atas unjuk. Disamping itu, sertifikat
deposito dapat dipindah tangankan, diperjualbelikan, dan dapat
dijadikan jaminan dalam permohonan kredit pada bank. Deposit on
call merupakan deposito yang memiliki jangka waktu minimal 7
hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. DOC ini diterbitkan atas
nama dan pencairan bunga dilakukan pada saaat pencairan DOC,
dimana sebelum DOC dicairkan deposan harus memberitahukan
bank yang bersangkutan terlebih dahulu tiga hari sebelumnya.
3) Tabungan (Saving Deposit)
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu.
Dengan adanya berbagai deregulasi di bidang perbankan,
seperti Paket Juni 1983 dan Paket Oktober 1988 menyebabkan
semua bank memiliki berbagai jenis produk tabungan dengan nama
yang khusus, serta memberikan rangsangan yang menarik bagi
nasabahnya. Semua bank diperkenankan untuk mengembangkan
sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat tanpa perlu adanya persetujuan dari bank sentral (Bank
Indonesia), seperti diperkenalkannyatabungan harian, adanya
penarikan undian berhadiah dan lain-lain.
30
F. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Profitabilitas (ROA)
Menurut Lukman (2005:119) pengaruh Tingkat Kecukupan Modal
(CAR) terhadap Profitabilitas (ROA) dapat dinyatakan sebagai berikut:
Tingkat Kecukupan Modal (CAR) yang dijadikan sebuah indicator
suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan cara-cara yang sesuai dengan
peraturan perbankan yang berlaku.
Kesehatan bank adalah tingkat kesehatan suatu bank
untuk
melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankan. Kegiatan tersebut meliputi:
1. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain,
dan dari modal sendiri
2. Kemampuan mengelola dana
3. Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat
4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada para stakeholder
5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku
Profit atau laba merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha.
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba.
Informasi kinerja perusahaan terutama dalam hal kemampuan perusahaan
untuk memperoleh laba (profitabilitas) diperlukan untuk menilai perubahan
potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa yang
akan datang. Manajemen bank atau perusahaan lebih mementingkan penilaian
besarnya Return On Assets (ROA) karena lebih mengutamakan nilai
31
profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian
besar berasal dari dana simpanan masyarakat.
CAR atau rasio kecukupan modal merupakan factor yang penting bagi
bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian serta
mencerminkan kesehatan bank yang bertujuan untuk menjaga kepercayaan
masyarakat kepada perbankan, melindungi dana masyarakat pada bank
bersangkutan dan untuk memenuhi ketetapan standar BIS.
Dengan permodalan yang kuat akan mampu menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap bank yang bersangkutan, sehingga masyarakat percaya
untuk menghimpun dana pada bank tersebut, dana yang terhimpun tersebut
kemudian disalurkan kembali oleh bank kepada masyarakat dalam bentuk
kredit.
Dalam bentuk kredit ini dapat mendorong
pendapatan sehingga
menghasilkan bunga, dari bunga itulah bank dapat mendapatkan profit/laba.
Dengan tingkat laba/profitabilitas inilah bank dapat meningkatkan struktur
permodalan yang kuat sehingga dapat membentuk kondisi keuangan yang
sehat. Dengan pengelolaan yang baik suatu bank akan terus meningkatkan
modal dengan memperhatikan indikator kesehatan permodalan yaitu CAR,
maka profitabilitas pun akan ikut meningkat. Sebaliknya apabila CAR suatu
bank menurun maka profitabilitas pun akan ikut menurun.
Menurut penelitian Retno (2005) dan Fitria (2008) terdapat pengaruh
yang signifikan antara CAR terhadap ROA. Namun hal itu bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Bayu (2009) hasil tersebut
32
menunjukkan bahwa CAR tidak mempengaruhi ROA secara signifikan karena
apabila nilai CAR mengalami kenaikan maka nilai ROA mengalami
penurunan begitu pula sebaliknya apabila nilai ROA mengalami kenaikan
maka nilai CAR mengalami penurunan.
G. Pengaruh Likuiditas (LDR) terhadap Profitabilitas (ROA)
Tingkat likuiditas merupakan pencerminan mengenai kemampuan
perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban keuangannya yang harus segera
dipenuhi. Tiap-tiap aktiva mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda.
Misalnya, surat berharga yang mudah dijual dan piutang jangka pendek.
Bank adalah juga perusahaan, karena persoalan likuiditas bagi bank
adalah persoalan yang amat penting dan berkaitan erat dengan kepercayaan
masyarakat, nasabah dan pemerintah. Bahkan, begitu pentingnya persoalan
likuiditas ini, bank harus mengamati, mengikuti dan terjun dalam usaha-usaha
langsung agar posisi likuiditas ini terjaga setiap hari.
Keteledoran bank dalam menjaga posisi likuiditas atau kesengajaan
membiarkan posisi likuiditas berada di bawah ketentuan minimum, akan
menyulitkan bank itu sendiri,karena secara berangsur-angsur posisi dana-dana
tunai yang harus dikuasai bank akan semakin menipis. Namun, sejak dahulu
selalu timbul pertentangan kepentingan antara liquidity dan profitability.
Artinya, apabila ingin mempertahankan posisi likuiditas dengan memperbesar
cadangan kas, maka bank tidak akan memakai seluruh loanable funds yang
ada karena sebagian dikembalikan lagi dalam bentuk cadangan tunai (cash
33
reserve). Ini berarti usaha pencapaian rentabilitas (profitability) akan
berkurang. Sehingga, dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan rentabilitas (profitability), maka sebagian cash reserve untuk
likuiditas terpakai oleh bisnis bank, sehingga posisi likuiditas akan turun di
bawah minimum.
Pengendalian likuiditas bank dilakukan setiap hari berupa penjagaan
agar semua alat-alat likuid yang dapat dikuasai oleh bank (uang tunai kas,
saldo giro pada Bank Sentral) dapat dipergunakan untuk memenuhi
munculnya tagihan dari nasabah atau masyarakat yang datang setiap saat atau
sewaktu-waktu. Kewajiban bank yang muncul sewaktu-waktu itu adalah dana
simpanan pemegang giro, pinjaman dari bank lain yang jatuh tempo atau
kredit likuiditas dari Bank Sentral yang jatuh tempo.
Menurut penelitian Fitria (2008) bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara LDR terhadap ROA akan tetapi hal tersebut bertentangan
dengan penelitian Retno (2005) yang mengatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara LDR terhadap ROA.
H. Kerangka Pemikiran
Variabel ini terdiri dari variable dependen Profitabilitas (ROA),
variablel independen yaitu Capital Adequacy Ratio (ROA) dan Likuiditas
(LDR). Berdasarkan landasan teori, pengaruh antara variabel dan hasil
penelitian sebelumnya maka untuk merumuskan hipotesis, berikut menyajikan
34
kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar
2.1.
Gambar 2.1
Pengaruh CAR dan LDR terhadap Profitabilitas (ROA) Bank
Variabel Independen
Variabel Dependen
CAR
(X1)
ROA
(Y)
LDR
(X2)
Sumber: Diolah oleh peneliti
I. Penelitian Terdahulu
Retno (2005) meneliti tentang “Pengaruh CAR dan LDR terhadap
Profitabilitas Bank Umum yang Terdaftar di BEI”, menyebutkan bahwa CAR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profitabilitas (ROA) bank, tetapi
LDR berpengaruh negative terhadap ROA. Secara bersama-sama CAR dan
LDR berpengaruh signifikan terhadap Profitabilitas (ROA) bank.
35
Fitria (2008) meneliti tentang “Pengaruh Tingkat Kecukupan Modal
(CAR) dan Likuiditas (LDR) Terhadap Profitabilitas (ROA) pada Bank (Studi
survey pada Bank Pemerintah dan Bank Swasta yang Listing di BEJ),
menyimpulkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari
CAR terhadap profitabilitas bank dan terdapat pengaruh yang signifikan pula
dari LDR terhadap profitabilitas bank. Dan berdasarkan uji simultan
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara CAR dan LDR
terhadap profitabilitas bank.
Bayu (2009) meneliti tentang “Pengaruh Capital Adequacy Ratio
(CAR) terhadap Profitabilitas (ROA) Pada PT Bank Central Asia Tbk”, hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak
mempengaruhi ROA secara signifikan karena apabila nilai CAR mengalami
kenaikan nilai ROA mengalami penurunan begitu pula sebaliknya apabila nilai
ROA mengalami kenaikan, nilai CAR mengalami penurunan.
Download