7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Proyek
Menurut Schwalbe (2004,p4) Proyek merupakan suatu usaha yang bersifat
sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang baik. Sebuah proyek
juga memilki pengertian sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam
jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk
menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan
jelas (Iman Soeharto, 1999, p2). Sedangakan menurut snead dan wycoft (Karl A.Smith,
2000, p44) proyek merupakan kegiatan yang non rutin dan memiliki tujuan kedepan
yang jelas, serta mengidentifikasikan bahwa suatu proyek dapat sukses apabila didasari
dengan kemampuan yang efektif tujuannya.
Menurut Clifford F.Gray (2000,p4) Sebuah proyek dapat diartikan sebagai
kegiatan yang kompleks, bersifat non rutin, dan hanya terjadi satu kali yang ruang
lingkupya dibatasi oleh waktu, budget, sumber daya, dan spesifikasi desain penampilan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Bahkan menurut Weiss dan Wysocki (1992, p3) mengidentifikasikan bahwa suatu
proyek memiliki karakteristik, sebagai berikut :
•
Kompleks dan memiliki banyak aktivitas
•
Unik, karena setiap aktivitas atau kejadian hanya r\terjadi sekali dan tidak dapat
diulang kembali.
•
Terbatas, yaitu ditandai degan tanggal awal dan berakhirnya
•
Terbatas budget dan sumber daya.
•
Banyak orang yang terlibat dalam melaksanakan setiap aktivitas
7
8
•
Aktivitas atau kegiatan yang bersifat kontinu atau berkesinambungan
•
Berorientasi pada sebuah tujuan yang jelas
•
Mengahasilkan suatu produk atau jasa.
Kumpulan dari beberapa proyek dapat juga disebut sebagai program, yaitu
memiliki lingkup atau batasan yang lebih luas. Contohnya : Pemerintahan Indonesia
memiliki program Penuntasan Kemiskinan, dengan beberapa proyek didalamnnya yaitu
pengaadaan Sekolah secara merata dis eluruh indonesia, Internet masuk desa, dll.
2.1.2 Perbedaan Kegiatan Proyek dan Kegiatan Operasional
Kerap kali orang-orang menyamakan pengertian antara kegiatan proyek dengan
kegiatan Operasional, walaupun memiliki ciri-ciri yang serupa, namun juga terdapat
perbedaan yang mendasar diantara keduanya. Bedasarkan buku Imam Soeharto
(1999,p4) adapun perbedaan mendasar antara proyek dengan operasional yaitu kegiatan
operasional yaitu kegiatan operasi didasarkan pada konsep yang mendayagunakan
sistem yang telah ada, dapat berbentuk pabrik , gedung, atau fasilitas lain secara terusmenerus dan berulang-ulang, sedangkan kegiatan proyek yaitu bermaksud mewujudkan
atau membangun sistem yang belum ada contoh dari suatu kegiataan operasional yaitu
memproduksi semen di pabrik atau merakit mobil di bengkel.
Tabel 2.1 Perbedaan antara kegiatan proyek dengan kegiatan operasional
Kegiatan proyek
Kegiatan Operasional
Bercorak dinamis, non rutin
Berulang-ulang, rutin
Siklus proyek relatif pendek
Berlagsung dalam jangka panjang
Intensitas kegiatan di dalam periode siklus
Itensitas kegiatan relatif sama
proyek berubah-ubah (naik turun)
Kegiatan harus diselesaikan bedasarkan
Batasan anggaran dan jadwal tidak setajam
9
anggaran dan jadwal yang ditentukan
proyek.
Terdiri dari bermacam-macam kegiatan
Macam kegiatan tidak banyak
yang memerlukan disiplin ilmu
Keperluan sumber daya berubah, baik
Macam dan volume keperluan sumber daya
macam maupun volumenya
relatif konstan
Sumber
:
Iman
soeharto,
“
Manajemen
Proyek
dari
Konseptual
Sampai
Operasional”,1999,p3
2.1.3 Batasan Dalam Proyek
Sebuah proyek memilki 3 batasan yang saling terkait dalam menjalankan setiap
kegiatannya, yaitu (iman soeharto, 1999, p3) :
•
Mutu
Produk atau jasa yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi dan criteria yang
dipersyaratkan.
•
Waktu
Proyek memilki batasan waktu tertentu, yaitu durasi waktu dimana mengatur
kapan proyek harus dimulai dan kapan proyek harus berakhir.
•
Anggaran
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan sebuah proyek.
Proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran, dan biaya
tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan.
Ketiga batasan tersebut bersifat tarik-menarik artinya, Jika ingin meningkatkan
kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan
menignkatkan mutu. Hal ini selanjutnya berakibat pada naiknya biaya sehingga melebihi
anggaran. Sebaliknya, bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi
dengan mutu, dan jadwal.
10
Anggaran
Jadwal
Biaya
Mutu
Kinerja
Waktu
Gambar 2.1 Tiga Kendala Proyek
Sumber
:
Iman
Soeharto,
’Manajemen
Proyek
dari
Konseptual
Sampai
Operasional’,1999,p3
2.1.4 Siklus Hidup Proyek
Untuk mengilustrasikan keunikan yang ada pada sebuah proyek dapat dilihat dari
siklus perputaran proyek atau project life cycle (Gray dan Larson,2006, p5). Dari siklus
sebuah proyek dapat dilihat jika proyek hanya memiliki waktu yang terbatas dan dapat
diprediksikan untuk melakukan suatu perubahan, khususnya dalam usaha apa yang harus
ditempuh saat itu.
Siklus sebuah proyek umumnya akan melalui 4 tahapan, yaitu (Gray dan Larson,
2000, pp5-6) :
1. Tahap Pendefinisian Poyek
Yaitu tahap untuk melakukan spesifikasi pada proyek yang akan dijalankan,
membangun objectif sebuah proyek, membentuk tim kerja, hingga rencana kerja tim
per divisi dibuat.
2. Tahap merencanakan
Yaitu tahap untuk menyempurnakan spesifikasi proyek yang sudah dirumuskan pada
tahap pendefinisian proyek, serta tahap pengembangan rencana untuk menentukan
proyek lebih detail, kapan proyek harus dilaksanakan, keuntungan apa yang akan
11
timbul jika ada proyek tersebut, kualitas kinerja seperti apa yang harus diterapkan
dalam proyek tersebut, dan bagaimana menetukan budget yang optimal.
3. Tahap Mengesekusi (implementsi)
Yaitu tahap dimana menjalankan rencana kerja yang telah dibuat secara real dan
memerlukan kombinasi mental dan fisik dari tim kerja (team work)
4. Tahap Mendelivery (menyampaikan Produk dan Jasa)
Yaitu tahap akhir dari sebuah proyek, dimana terbagi kedalam dua aktivitas :
Menyampaikan produk dan jasa hingga sampai ke konsumen, dan mengadakan
pendistribusian ulang terhadap sumber daya yang dibutuhkan dalam proyek tersebut.
Tahap delivery dapat mencakup customer training dan transfer dokumen. Selain itu,
pengadaan pendistribusian ulang mencakup melepaskan sumber daya yang ada ke
proyek lain dan mencari proyek baru untuk timnya.
Definition
Planning
Execution
Gambar 2.2 Project Life Cycle
Sumber : Gray dan Larson, ”Project Management”, 2000, p6
Delivery
12
Sedangkan dalam proyek yang lebih bersifat pelayanan manajemen, juga dapat
digolongkan dengan terdiri dari berbagai macam bentuk dan kegiatan (Iman Soeharto,
1999, p14). Pada umumnya hasil akhirnya berbetuk nonfisik, misalnya laporan hasil studi
atau penelitian manajemen (iman soeharto, 1999, p14). Contoh jenis proyek tersebut
adalah studi untuk memperbaiki efisiensi kerja suatu perusahaan. Langkah-langkah yang
diambil umumnya mengikuti urutan berikut (iman Soeharto, 1999, p14) :
•
Tahap Konseptual
Mengkaji persoalan atau keperluan yang dihadapi. Jadi disini diusahakan untuk
menggali dan merumuskan penyebab terjadinya keadaan yang tidak efisien
tersebut. Bila telah ditemukan indikasi sumber atau inti penyebab persoalan,
maka ditelusuri lebih lanjut seberapa jauh akibat atau pengaruhnya terhadap
sistem keseluruhan. Dari pengkajian persoala ini, seringkali muncul pula
pemikiran mengenai arah pemecahannya. Dalam contoh ini misalnya, terungkap
bahwa sumber persoalan disebabkan oleh komunikasi dan prosedur keja yang
tidak lagi dapat mengikuti perkembangan perusahaan. Akibanya, kejadian
penyimpangan di daerah atau sektor yang baru dikembangkan terlambat
diketahui atau dideteksi.
•
Tahap Definisi
Meskipun pada tahap sebelumnnya telah disinggung adanya pemikiran mengenai
arah pemecahan persoalan, hal ini masih dalam tahp konseptual. Baru dalam
tahap
studi
ini
aspek
pemecahan
pesrsoalan
mendapatkan
perhatian
sepenuhnnya untuk dikaji secara mendalam. Dalam konteks contoh diatas, jalan
keluarnnya adalah melakukan perampingan organisasi, menambah fasilitas
komunikasi, dan menyempurnakan prosedur laporan dan pemantauan. Tahap ini
ditutup dengan membuat laporan sementara (interim report) perihal usulan
diatas, termasuk indikasi biaya dan jadwal yang diperlukan bila usulan tersebut
dilaksanakan.
13
•
Tahap Implementasi
Pada tahap ini, segala rencana dan usulan terdahulu setelah ditemukan alternatif
yang diaggap terbaik, dirinci, dijabarkan, dihitung dan disusun menjadi suatu
siatem yang bila direalisasikan diperkirakan dapat memecahkan persoalan yang
dihadapi oleh perusahaan. Dalam contoh diatas, ini berarti melakukan kegiatan
menyusun organisasi yang diusulkan, berikut kualifikasi personil untuk posisi
kunci, membuat kriteria spesifikasi teknis fasilitas dan perlatan komunikasi yang
diinginkan,
kemudian
menyiapkan
prosedur
operasional
pelaporan
dan
pemantauan. Ini semua dituangkan dalam laporan akhir yang memuat biaya
yang dipelukan.
•
Tahap Operasi atau Utilisasi
Perusahaan
yang
memberi
tugas
menerima
laporan
akhir
kemudian
membahasnya untuk menetukan direalisasi atau tindakannya usulan yang dimuat
dalam laporan tersebut. Bila direalisasi maka laporan dapt digunakan sebagai
pedoman untuk pelaksanaan.
Apabila seorang manajer proyek tidak menidentifikasi, membuat rencana kerja
suatu proyek atau tidak mengerjakan proyek dengan merancangnya terlebih dahulu,
Menurut Danek Bienkowski (Weiss dan Wysocki, 1994, p6) sebuah proyek tidak akan
berjalan dengan efektif dan efisien. Sebuah proyek dapat dikatakatan menjadi tidak
efektif apabila ditemukan:
1. Sebuah proyek adalah sebuah solusi dalam pemecahan masalah
2. Tim dalam sebuah proyek hanya mementingkan hasil akhir saja.
3. Tidak ada yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan
4. Perencanaan proyek yang kurang bahkan tidak mendetail
5. Perencanaan proyek yang kurang terstruktur
6. sebuah proyek tidak memilki budget yang cukup
14
7. Penggunaan sumber daya dengan tidak efektif
8. sebuah proyek menyimpang dari perencanaan
9. Tim dari proyek tidak saling berkomunikasi
10. proyek menyimpang dari tujuannya
2.1.5
Pemahaman Konsep manajemen proyek
Dalam
manajemen
proyek
tercakup
tiga
manajemen
modern
yang
mempengaruhi. Adapun ketiga pemikiran manajemen yang mempengaruhi manajemen
proyek, adalah (Iman Soeharto, 1999, pp21 - 23):
a. Manajemen klasik atau manajemen fungsional atau “general management”
Yaitu merupakan konsep manajemen pada umumnya yang memilki fungsi-fungsi
secara umum. Adapun fungsi-fungsi manajemen yang dimaksud adalah :
1. Merencanakan
Yang berarti memilih dan menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan
datang yang diperlukan unutk mencapai sasaran. Artinya menentukan sasaran
yang hendak dicapai, kemudian menyusun urutan langkah kegiatan untuk
mencapainnya. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan perencanaan
dimaksudkan untuk menjembatani antara sasaran yang akan diraih dengan
keadaan situasi awal. Salah satu kegiatan perencanaan adalah pengambilan
keputusan, mengingat hal ini diperlukan dalam proses pemilihan alternative.
2. Mengorganisir
Dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan cara
bagaimana mengatur dan mengalokasikan kegiatan serta sumber daya kepada
para peserta kelompok (organisasi) agar dapat mencapai sasaran secara efisien.
Hal ini memberi pengertian bahwa sangat perlunya pengaturan peranan masingmasing anggota dalam sebuah proyek. Peranan ini kemudian dijabarkan menjadi
pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas.
15
3. Memimpin
Merupakan Aspek yang sangat penting dalam mengelola suatu usaha, yaitu
mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya manusia dalam organisasi agar
mau bekerja dengan sukarela untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gaya kepemimpinan yang hendak
diterapkan karena berpengaruh besar terhadap keberhasilan dalam proses
mencapai tujuan.
4. Mengendalikan
Berarti menuntun, memantau, mengakaji dan bila perihal mengadakan koreksi
agar hasil kegiatan sesuai dengan yang telah ditentukan. Jadi dalam fungsi ini,
hasil-hasil pelaksanaan kegiatan selalu diukur dan dibandingkan dengan rencana.
Oleh karena itu, umumnya telah dibuat tolak ukur, seperti anggaran, standar
mutu, jadwal penyelesaian, dan lain-lain. Pengendalian merupakan salah satu
upaya untuk menyakini arus kegiatan bergerak kea rah sasaran yang diinginkan.
5. Staffing
Yaitu sering dimaksudkan sebagai salah satu fungsi manajemen, tapi banyak
menganggap kegiatan ini merupakan bagian dari fungsi mengorganisir. Staffing
meliputii pengadaan tenaga kerja, jumlah ataupun kualifikasi yang diperlukan
bagi pelaksanan kegiatan, termasuk perekrutan, pelatihan dan penyelesaian
untuk menempati posisi dalam organisasi.
b. Pemikiran Sistem
Yaitu pemikiran yang memandang segala sesuatu dari wawasan totalitas.
Metodologinya yang erat berhubungan dengan penyelengaraan proyek adalah sistem
anaisis, sistem Engineering, dan sistem manajemen. Sisitem Engineering mencoba
menjelaskan proses terwujudnya suatu sisitem atau dengan kata lain mencoba
menerangkan langkah-langkah yang harus dilalui untuk mewujudkan surat gagasan
menjadi sistem yang berbentuk fisik.
16
c.
Pendekatan Contigency
Yaitu mendasarkan pada pendapat bahwa suatu manajemen yang terbaik dapat
dipakai untuk mengelola setiap macam kegiatan. Atau dengan kata lain, teknik
pengelolaan yang bekerja baik untuk suatu kegiatan tertentu tidak menjamin
keberhasilan yang sama bagi kegiatan yang berbeda. Situasinya dapat berubah setiap
waktu atau bersifat fleksibel.
Manajemen
Manajemen
Proyek
Klasik
(Manajemen
berdasarkan
fungsi)
Pendekatan
Sistem
(Manajemen
berorientasi
pada totalitas)
Pendekatan
(Mengelola
kegiatan yang
dinamis)
Contigency
(Manajemen
sesuai situasi)
Disiplin Lain
(Arsitek
engineering,
sosial, ekonomi,
dan lain-lain)
Gambar 2.3 Masukan pada Manajemen Proyek dan Keterkaitannya dengan
Berbagai Pemikiran Manajemen dan Disiplin Ilmu
Sumber : Imam Soeharto, “Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Opersaional”,
1999, p20
17
2.1.6
Perilaku dan Pengelolaan Proyek
Dalam Manajemen klasik, pengelolaan kegiatan operasional yang rutin dengan
lingkungan yang relative stabil dinilai tidak cukup efektif untuk diterapkan dewasa ini
yang relative bersifat lebih dinamik dan cepat berubah. Diantara perilaku yang memilki
pengaruh terhadap tuntutan pengelolaan sebuah proyek, yaitu (Iman Soeharto, 199,
pp23-27):
•
Jenis dan intensitas kegiatan cepat berubah dalam waktu kurun waktu
yang relative pendek
Sebuah proyek umumnya berusia tidak lebih dari empat tahun. Dalam kurun
waktu empat tahun tersebut, jenis dan aktivitas setiap kegiatan mengalami
perubahan yang sangat cepat. Yaitu dimulai dari penelusuran konsep proyek
tersebut, pengidentifikasian, dan diakhiri oleh implementasi
•
Sifat kegiatan yang tidak rutin dengan sasaran jelas dan waktu
terbatas
Karena terbatas oleh ketiga batasan (Budget, Waktu, dan Mutu), sebuah proyek
menjadi bersifat sementara , dan sering diartikan sebagai kegiatan yang bercorak
program kilat (cash program) yang memiliki kecenderungan untuk lebih mencapai
Jadwal (batasan waktu) ketimbang sasarn lain. Hal tersebut bukan suatu yang
disengaja, namun dalam prakteknya karena keterbatasan waktu, maka perencanaan
dan keputusan yang diambil cenderung bersifat ”terburu waktu” sedangkan tim
proyek harus mengambil keputusan dengan matang.
•
Terdiri dari kegiatan dan kativitas yang beraneka ragam sehingga
meliputi berbagai keahlihan atau ketrampilan.
Tim dalam sebuah proyek diagi-bagi menjadi beberapa divisi yang lebih spesifik
dan masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dibawah
koordinator masing-masing divisi. Peningkatan kualitas kinerja dari masing-masing
18
anggota tim dimungkinkan apabila mereka tetap berada di departemennya masingmasing.
•
Bersifat multikompleks
Disamping ditandai dengan oleh bermacam-macam aktivitas dan kegiatn, sebuah
proyek juga memiliki jumlah hubungan ke dalam dan ke luar dari organisasiorganisasi yang berpartisipasi (mengadakan kerja sama) dengan sebuah proyek.
Hubungan dari dalam sebuah proyek yaitu hubungan antar divisi fungsional, mulai
dari pemasaran, keuangan , logistik, dll. Sedangkan hubungan keluarnya yaitu dapat
terdiri dari rekanan , instansi, sponsor atau penyandang dana, dan lain-lain.
•
Kegiatan berlangsung sekali lewat dengan memiliki resiko tinggi
Yang dimaksud dengan kegiatan yang berlangsung sekali lewat adalah tidak
dikehendakinnya adanya pengulangan karena akan mengakibatkan penambahan
biaya dan melewati jadwal yang telah ditentukan. Untuk menghindari hal tersebut,
maka sebaiknya sebuah proyek menggunakan pendekatan melakukan pengkajian
yang menyoroti semua aspek kelayakan proyek sebelum memasuki tahap
implementasi; Pengkajian harus dilakukan tahap demi tahap, dimana di setiap akhir
tahap harus melihat tahap berikutnya; untuk menghindari pengulangan diusahakan
membuat perencanaan pekerjaan seteliti mungkin, dengan memakai metode yang
sesuai.
•
Peserta mempunyai multisasaran yang seringkali berbeda
Disamping memiki sasaran yang sama sebuah tim proyek memiliki tujuan atau
sasaran yang berbeda dalam aktivitasnya.
•
Waktu mulai dan penutupan.
Mengingat periode berlangsungnya sebuah proyek relatif pendek, maka akan
selalu ada kegiatan awal (iniatiating), yaitu pada tahp ini menandai dan mengakui
proyek mulai berlangsung. Peristiwa ini umunya didahului oleh aktivitas lainnya. Dana
19
pada waktu penutupan (closing), merupakan tahap akhir dalam proyek ditandai
denga adanya kegiatan penyerahan hasil proyek.
Tabel 2.2 Beberapa perilaku dan fenomena kegiatan proyek dan pengelolaan yang
diperlukan
Perilaku
dan
Fenomena
Kegiatan
Tuntutan
Pengelolaan
dan
Proyek
Tanggapan untuk Mengetasinya
a. Bersifat dinamis, intensitas dan jenis
Cepat tanggap atas adanya perubahan,
kegiatan berubah dalam waktu yang
metode pemantauan dan pengendalian
relatif pendek
harus sensitif, dan perencanaan serta
pengendalian terpadu.
b.
Non
rutin,
belum
dikenal,
tetapi
sasaran telah digariskan dengan jelas dan
Perhatian
khusus
oleh
Tim
yang
berdedikasi di bawah pimpinan proyek
waktu terbatas
c. Kegiatan bermacam kegiatan meliputi
Agar pemakaian sumber daya efisien dari
bermacam keahlian dan keterampilan
segi
perusahaan,
perlu
pemakaian
bersama (share), digunakan organisasi
matriks
d. Bersifat multi kompleks, melibatkan
Penanggung jawab tunggal, penekanan
banyak pesertadari luar dan dari dalam
pada
organisasi
pendekatan dalam sistem implementasi
e. Kegiatan berlangsung sekali lewat,
Pendekatan
dengan resiko relatif tinggi
setapak, digunakan analisis sistem dalam
koordinasi
dan
pragmatis,
integrasi,
setapak
dan
demi
perencanaan
f. Pelaksanaan kegiatan oleh banyak
Untuk
memperkecil
pihak, bidang, atau organisasi
birokrasi, diciptakan arus kegiatan dan
komunikasi horizontal
hambatan
dalam
20
g.
Organisasi
peserta
proyek
sering
memiliki sasaran yang sama dan berbeda
Bersifat joint venture dan Pendekatan
manajemen sistem
pada waktu yang bersamaan
Sumber : Imam Soeharto, ”Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”,
1999, p27
2.1.7
Manajemen Proyek dalam Organisasi Perusahaan
Menurut Murch (2001,p10) Manajemen proyek berarti sebagai suatu proses
kegiatan yang bersifat bersambung dan diperlukan suatu improvisasi serta inisiatif oleh
sebuah tim proyek. Walaupun data perjalanannya, manajemen proyek mengalami proses
improvisasi namun kunci keberhasilan dari menjalankan sebuah proyek adalah selalu
memperhatikan ketiga batasan yang selalu dihadapi oleh sebuah proyek. Dan juga
sebuah proyek dipengaruhi oleh sumber daya manusianya, proses, dan teknologi yang
berkolaborasi dalam satu kesatuan (proyek) untuk melakukan kegiatan atau aktivitas
proyek lebih baik, lebih cepat. dan efisien.
Manajemen proyek juga dapat diartikan sebagai kegiatan merencanakan,
mengorganisir, memimpin dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai
sasaran jangka pendek yang telah ditentukan, lebih jauh. Lebih jauh manajemen proyek
menggunakan pendekatan system dan hierarki (arus kegiatan) vertikal dan horizontal
(iman soeharto, 2000, p28). Dari definisi tersebut konsep manajemen proyek
mengandung hal-hal pokok sebagai berikut :
ƒ
Mengunakan
pengertian
berdasarkan
fungsinya,
yaitu
merencanakan,
mengorganisir, memimpin dan mengendalikan sumber daya perusahaan yang
berupa manusia, dana, dan material.
ƒ
Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah digariskan
secara spesifik. Ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus,
terutama aspek perencanaan dan pengendalian.
21
ƒ
Memakai pendekatan sistem
ƒ
Mempunyai hierarki (arus kegiatan) horizontal disamping hierarki vertikal.
Walaupun juga menggunakan aspek-aspek fungsional dari manajemen klasik,
namun di dalam manajemen proyek tugas dan tanggung jawab dari fungsional tersebut
lebih dikembangkan dan lebih terbagi ke dalam spesialisasi. Pengkhususan atau
spesialisasi tersebut dapat dirumuskan, menjadi :
1. Merencanakan
Dalam aspek perencanaan, baik manajemen proyek maupun klasik keduanya
mengikuti hirarki perencanaan (sasaran-objective-strategi-operasional). Namun
pada tahap operasional, manajemen proyek perlu didukung oleh suatu metode
perncanaan
yang
dapat
menyusun
secara
cermat
urutan
pelaksaan
kegiataan.Metode dan teknik yang dimaksud adalah :
•
Analisis jaringan kerja, seperti Metode Jalur Kritis (CPM), tehnik
pegkajian dan telaah proyek (PERT), dan Metode Presenden Diagram
(PDM).
•
Metode penyusunan perkiran biaya proyek, dilakukan dengan bertahap,
sesuai dengan keperluan dan informasi yang tersedia pada waktu yang
telah ditentukan, yang dikenal dengan perkiraan biaya pendahuluan
(preliminary cost estimate), perkiraan biaya proyek (project budget), dan
perkiraan biaya definitive (definitive estimate).
2. Mengorganisir
Yaitu susunan organisasi yang memacu terselenggaranya arus kegiatan
horizontal ataupun vertical, dengan tujuan dicapainya penggunaan sumber daya
secara optimal. Dalam hal ini dapat diperkenalkan WBS (works Breakdown
Structure) atau susunan rincian lingkup kerja yang mempertemukan pelaksana
paket yang hendak dikerjakan. Yang dimaksud dengan arus horizontal adalah
pengelola proyek (yaitu: para manajer, tenaga ahli, pengawas, dan lain-lain yang
22
berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan proyek) yang dalam tugasnya
membuka hubungan atau komunikasi satu dengan yang lain agar arus kegiatan
dapat mengalir secara horizontal. Dan yang dimaksud dengan arus vertikal yaitu
proses birokrasi yang terjadi dalam sebuah proyek.
3. Memimpin
Yaitu aspek kepemimpinan dalam sebuah manajemen proyek menjadi titik berat
dalam pelaksanaan sebuah proyek. Karena seorag pemimpin proyek harus
memilki beberapa ketrampilan yang merangkap, yaitu : keterampilan pribadi,
teknikal, management skill, dan kondisonal (bertahan dalam kondisi apapun).
4. Mengendalikan
Dalam kegiatan proyek, diperlukan adanya keterpaduan antara perencanaan dan
pengendalian yang relative lebih erat disbanding dalam kegiataan yang bersifat
rutin. Untuk itu diperlukan suatu metode yang sensitive, maksudnya dapat
mengungkapkan atau mendeteksi penyimpangan sedini mungkin.
5. Menggunakan pendekatan system
Menekankan bahwa proyek adalah bagian dari system siklus yang lengkap.
6. Pendekatan situasional
Dimana poin pengembangan dalam fungsional manajemen klasik. Yang dapat
mengidentifikasikan teknik dan metode mana yang harus digunakan untuk
menangani suatu kegiatan pada waktu dan kondisi tertentu untuk mencapai
tujuan perusahaan efektif dan efisien.
23
A. Manajemen Klasik-Fungsional
(5 Fungsi Manajemen)
Merencanakan
Mengorganisir
Staffing
Memimpin
Mengendalikan
B. Perilaku Proyek
(Perbedaan yang dominant terhadap opersi rutin)
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Non-rutin
Sekali lewat
Kompleks
Erat terkait
ƒ Banyak peserta
ƒ Banyak ragam
pekerjaan
ƒ Waktu pendek
ƒ Sementara
ƒ Sementara
ƒ Waktu
pendek
ƒ Jenjang
karir
ƒ Bukan
komando
tunggal
ƒ Tenaga ahli
ƒ Kurang
otoritas
ƒ Kurang
sasaran
ti
ƒ Sekali lewat
ƒ Erat terkait
ƒ Berubah
cepat
i
C. Manajemen Proyek
(Penerapan 5 fungsi manajemen terhadap kegiatan proyek)
ƒ Management
By exception
ƒ Jaringan kerja
( jalur kritis)
ƒ Setapak demi
setapak
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Matriks
Horisontal
Koordinasi
Integrasi
Vertikal
ƒ Sumber luar
yang siap
ƒ Pelatihan
minimal
ƒ Penanggung
jawab tunggal
ƒ Expert dan
reference
power
ƒ Gaya
partisipasi
ƒ Deteksi
sensitive
ƒ Peramalan
ƒ Erat
dengan
perencanaa
n
Gambar 2.4 Ringkasan Hubungan Manajemen Fungsional dengan
Manajemen Proyek
Sumber : Imam Soeharto, ”Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai
Operasional”, 1999, p31
24
2.1.8
Metode, Teknik Perencanan Waktu dan Penyusunan Jadwal
Metode yang pertama kali digunakan dalam penyusunan jadwal yaitu Bagan
Gantt (Gantt Charts) yang diberi nama sesuai dengan nama penemunya Henry L. Gantt
(Budi Santosa, 2003, p56) Adapun cara penyusunan penjadwalan proyek, yaitu dengan
mengurutkan setiap kegiatan yang berhubungan dengan waktu, dan digambarkan
sesuai dengan bats waktunya. Namun Gantt Charts tidak bias secara eksplisit
menunjukan keterkaitan antar aktivitas dan bagaimana suatu aktivitas berakibat pada
aktivitas lain bila waktunya terlambat atau dipercepat, sehingga perlu dilakukan
modofikasi terhadap Gantt Charts. Oleh karena itu, dikembangkan dengan teknik baru
yang bisa mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada Gantt Charts. Teknik baru
itu dinamakan Network (Budi Santosa, 2003, p56).
No
Aktivitas
Minggu
1
1
Aktivitas A
2
Aktivitas B
3
Aktivitas C
4
Aktivitas D
5
Aktivitas E
6
Aktivitas F
7
dst
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 2.5 Gantt Chart
Sumber : Budi Santosa, “ Manajemen Proyek”, 2003, p56
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jaringan kerja
(network) adalah (Budi Santosa, 2003, p56) :
1)
Macam-macam aktivitas yang ada.
25
2)
Ketergantungan antar aktivitas, mana yang lebih dahulu, diselesaikan mana yang
menyusul.
3)
Urutan logis dari masing-masing aktivitas.
4)
Waktu penyelesaian tiap aktivitas.
2.1.9
Jaringan Kerja (Network)
Dalam keempat teknik diatas rangkaian jaringan dan aktivitas umumnya
digambarkan dengan menggunakan lambing lingkaran atau node (untuk sebuah aktivitas,
misalnya : Aktivitas atau peristiwa A, B, C, D, dst). Sedangkan antara peristiwa-peristiwa
tersebut saling dihubungkan dengan menggunakan garis, yang setiap garisnya mewakili
kegiatan apa yang harus dikerjakan.
Gambar 2.6 Node dan Anak Panah
Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p57
Ada dua pendekatan dalam hal menggambarkan diagram kerja. Yang pertama,
kegiatan digambarkan dengan simpul / node, Activity On Node (AON). Yang kedua,
26
aktivitas digambarkan dengan anak panah, Activity On Arrow (AOA). Sedangkan
kegiatan digambarkan dengan simpul (node)
Gambar 2.7 Tanda / symbol dalam membuat jaringan kerja
Sumber : Imam Soeharto, “Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”,
1999,P244
Selain gambar aktivitas dan kegiatan di atas, maka terdapat pula aktivitas
semu (dummy). Kegiatan semu berfungsi sebagai penghubung yang tidak membutuhkan
sumber daya maupun waktu penyelesaian (Budi Santosa, 2003,p57). Aktivitas semu
diperlukan karena tidak boleh ada dua aktivitas mulai dari simpul yang sama dan berakhir
pada simpul lain yang sama pula. Aktivitas semu juga digambarkan sebagai anak panah
putus-putus.
27
B
A
C
C : Aktivitas Semu
Gambar 2.8 Aktivitas Semu dalam Jaringan Kerja
Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p57
2.1.10 Metode Jalur Kritis (CPM)
Metode jalur kritis (CPM) dikembangkan pada tahun 1950-an untuk
membantu para manajer membuat penjadwalan, memonitor, dan mengendalikan proyek
besar. CPM Muncul terlebih dahulu pada 1957, sebagai alat yang dikkembangkan oleh J.E
Kelly dari Remington rand dan M.R Walker dari dupont untuk membantu pembangunan
dan pemeliharaan pabrik kimia di dupont sedangkan PERT mulai dikembangkan pada
tahun 1958 oleh Booz, Allen dan Hamilton untuk U.S Navy. Menurut (Imam Soeharto,
1999, p254) merupakan metode yang memiliki rangkaian komponen-kompenen kegiatan
dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek
yang tercepat. Jadi jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan
pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek. Makna jalur kritis penting bagi
pelaksanaan proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila
28
pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan.
Kadang-kadang dapat dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam suatu jaringan kerja
(Imam Soeharto, 1999, pp254-255).
Terminologi dan perhitungan
Dalam proses identifikasi jalur kritis, dikenal beberapa terminologi dan rumus-rumus
perhitungan sebagai berikut :
•
TE = E
Yaitu waktu paling awal peristiwa (node / event), dapat terjadi (Earliest Time
of Occurance), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang berasal dari
node tersebut dapat dimulai, karena menurut aturan dasar jaringan kerja,
suatu kegiatan baru dapat dimulai apabila kegiatan terdahulu telah selesai.
•
TL = L
Yaitu
waktu
paling
akhir
peristiwa
boleh
terjadi
(Latest
Allowable
Event/Occurance Time), yang berarti waktu paling lambat yang masih
diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.
•
ES
Yaitu waktu paling awal suatu kegiatan (Earliest Start Time). Bila waktu
kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam hari, maka waktu ini adalah hari
paling awal kegiatan dimulai.
•
EF
Yaitu waktu selesai paling awal suatu kegiatan (Earliest Finish Time). Bila
hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu
merupakan ES kegiatan berikutnya.
•
LS
Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai (Latest Allowable Start Time),
Waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara
keseluruhan.
29
•
LF
Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh selesai (Latest Allowable Finish Time)
tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
•
D
Yaitu kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari,
minggu, bulan dan lain-lain.
Perhitungan maju
Dalam menggunakan metode CPM terdapat perhitungan maju, dimana harus
memperhatikan aspek (Imam Soeharto, 1999, pp255-257) :
•
Kecuali kegiatan awal, maka suatu kegiatan baru dapat dimulai bila terdapat
kegiatan yang mendahuluinya telah selesai. Yaitu peristiwa yang pertama ,
menandai dimulainya proyek. Disini berlaku pengertian bahwa waktu paling
awal peristiwa terjadi adalah = 0 atau E(1) = 0
•
Waktu selesai yang paling awal suatu kegiatan adalah sama dengan waktu
mulai paling awal, ditambah kurun waktu kegiatan yang bersangkutan. EF = ES
+ D atau EF(i-j) + D(i-j). Jadi untuk kegiatan 1-2 didapat : EF(1-2) = ES(1-2)
+ D = 0+2=2.
•
Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan-kegiatan terdahulu yang
menggabung, maka waktu paling awal (ES) kegiatan tersebuat adalah sama
dengan waktu selesai paling awal (EF) yang terbesar dari kegiatan terdahulu.
30
a
b
d
c
Gambar 2.9 Suatu kegiatan dengan dua atau lebih kegiatan-kegiatan
terdahulu yang menggabung
Sumber : Imam Soeharto, “Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”,
1999,p256
Perhitungan mundur
Yaitu dimaksudkan untuk mengetahui waktu atau tanggal paling akhir kita masih
dapat memulai dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa menunda kurun waktu
penyelesaian proyek secara keseluruhan, yang telah dihasilkan dari hitungan maju.
Hitungan mundur dimulai dari ujung kanan (hari terakhir penyelesaian proyek) suatu
jaringan kerja. Adapun dalam perhitungan mundur, harus diperhatikan aspek :
•
Waktu mulai paling akhir suatu kegiatan adalah sama dengan waktu selesai
paling
akhir
dikurangi
kurun
bersangkutan, atau : LS = LF – D.
waktu
berlangsungnya
kegiatan
yang
31
•
Bila suatu kegiatan memiliki 2 atau lebih kegiatan-kegiatan berikutnya
(successor), maka waktu selesai paling akhir (LF) kegiatan tersebut adalah
sama dengan waktu mulai paling akhir (LS) kegiatan berikutnya yang terkecil.
Setelah menerapkan langkah-langkah diatas, kita dapat mengetahui jalur kritis
suatu proyek. Jalur kritis merupakan jalur kegiatan yang memerlukan perhatian maksimal
dari pengelola proyek, terutama pada periode perencanaan dan implementasi kegiatan
yang bersangkutan, misalnya diberikan prioritas utama dalam pengalokasian sumber
daya yang dapat berupa tenaga kerja, peralatan dan penyelia. Pengalaman menunjukan
bahwa kegiatan-kegiatan kritis dari suatu proyek umumnya kurang dari 20% total dari
pekerjaan, sehingga jalur kritis dapat memberikan perhatian lebih kepadanya dianggap
tidak akan mengganggu kegiatan yang lainnya bila telah direncanakan dengan sebaikbaiknya (Imam Soeharto, 1999, p257).
Adapun sifat atau syarat umum dari jalur kritis adalah (Imam Soeharto, 1999,
p257) :
1. Pada kegiatan pertama : ES = LS 0, atau E(1) = L(1) = 0
2. Pada kegiatan terakhir atau terminal : LF = EF
3. Float total : TF = 0
Peran jalur kritis juga sangat penting dalam sebuah proyek karena kegiuatan
yang terletak di jalur kritis dapat menyebabkan keterlambatan sebuah proyek apabila
tidak dijalankan dengan efektif (Render, Stair, dan Hanna, 2003, p520).
2.1.11 Metode PERT (Program Evaluation and Review Technique)
Meskipun pada dasarnya terdapat persamaan pendekatan antara metode
CPM dengan metode PERT, namun keduanya memiliki perbedaan yang mendasar dalam
mengestimasi waktu kegiatan (Render, Stair, dan Hanna, 2003, p520). Dalam metode
PERT kegiatan yang ada didalamnya terdapat tiga jenis estimasi yang dikombinasikan
dengan standar waktu penyelesaiannya yang diharapkan, dan variansnya. Oleh karena
32
itu metode PERT merupakan teknik dengan menggunakan probabilitas, yaitu yang
memungkinkan untuk merumuskan probabilitas yang dapat terjadi di estimasi waktu
yang berbeda-beda. Sedangkan CPM dapat disebut sebagai metode yang menggunakan
metode deterministic, yaitu menggunakan dua jenis estimasi waktu : waktu normal dan
waktu tercepat.
CPM dan PERT keduanya memiliki enam langkah sebagai berikut :
a. Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kaca
b. Membangun hubungan antara kegiatan, memutuskan kegiatan mana yang
harus lebih dahulu dan mana yang harus mengikuti kegiatan.
c.
Menggambarkan jaringan yang menghubungkan seluruh kegiatan.
d. Mentapkan perkiraan waktu dan biaya untuk tiap kegiatan.
e. Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan. Ini yang disebut jalur kritis.
f.
Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan dan
pengendalian proyek.
Dengan menggunakan metode PERT diharapkan dapat menjawab pertanyaan seperti
(Render, Stair, dan Hanna, 2003, p251) :
1. Kapan seluruh proyek dapat diselesaikan?
2. Kegiatan manakah yang menjadi jalur kritis, dimana dapat menyebabkan
keterlambatan seluruh proyek apabila berjalan efektif?
3. Kegiatan manakah yang bukan bagian jalur kritis, dimana jika kegiatan
tersebut berjalan kurang efektif maka kurang mempengaruhi kegiatan
keseluruhan proyek?
4. Berapakah probabilitas jika sebuah proyek dapat diselesaikan dengan
waktu yang efektif?
5. Dalam situasi yang normal, apakah sebuah proyek dapat berjalan lebih
cepat dari pada waktu normal, sesuai waktu normal atau dapat juga
berjalan lebih lambat?
33
6. Dalam suatu waktu tertentu, apakah biaya yang dikeluarkan dapat sama,
kurang, atau bahkan lebih dari pada estimasi biaya?
7. Apabila terdapat sumber daya yang tersedia untuk menyelsaikan proyek
tepat waktu?
8. Apabila proyek dapat diselesaikan lebih cepat, apakah dapat mengurangi
biaya?
Defining the Problem
Developing a Model
Acquiring Input Data
Developing a Solution
Testing the Solution
Analyzing the Results
Implementing the
Results
Gambar 2.10 Tahap Menggunakan Metode PERT (Program Evaluation and
Review Technique)
Sumber : Render, Stair, dan Hanna, “Quantitative Analysis for Management”, 2003, p522
34
Setelah masalah diidentifikasikan kedalam kegiatan-kegiatan (tahap 1), dan pihak
manajemen mulai memilih metodee yang harus digunakan (tahap 2), maka jaringan
kerja dapat dibuat atau digambar (tahap 3). Pembuatan jaringan kerja dalam metode
PERT juga sama dengan pembuatan jaringan kerja dalam metode CPM. Terdapat dua
jenis, yaitu : AON (Activity On Node), yaitu setiap simpul melambangkan kegiatannya dan
AOA (Activity on Arrow), yaitu setiap garis melambangkan kegiatannya (Render, Stair,
dan Hanna, 2003, p523).
Langkah selanjutnya (tahap 4) adalah mengestimasi waktu penyelesaian masingmasing kegiatan hingga penyelesaian proyek secara keseluruhan (Render,Stair, dan
Hanna, 2003, p523). Mengestimasi waktu untuk sebuah proyek yang baru bukanlah
sebuah pekerjaan yang mudah apabila tidak didasari dengan data histories, dan para
manajer tidak yakin akan estimasi masing-masing kegiatan. Oleh karena itu, penggunaan
metode PERT membagi waktu menjadi tiga jenis estimasi untuk masing-masing aktivitas,
yaitu (Render, Stair dan Hanna, 2003, p524) :
•
Waktu optimis (a) : disini waktu dari masing-masing kegiatan, dianggap dapat
berjalan seoptimal atau seminim mungkin, dimana probabilitas akan terjadinya
kegiatan kecil (misalnya hanya 1/100).
•
Waktu pesimis (b) : dimana waktu dari masing-masing kegiatan, dianggap yang
berjalan seburuk mungkin (terlambat) dan merupakan kondisi yang paling tidak
disukai. Hal ini memiiki probabilitas yang kecil karena setiap kegiatan kecil
kemungkinannya untuk selalu terlambat.
•
Waktu normal (m) : dimana merupakan waktu yang paling normal atau wajar
dalam melakkukan sebuah program.
Metode PERT (program evaluation and review technique) mengasumsikan
penyusunan estimasi waktu bedasrkan pendistribusian probabilitas beta (Beta Probability
Distribution). Dimana pengestimasian waktu (t) bedasarkan disribusi beta (Render, Stair,
dan hanna, 2003, p524) :
35
P
r
o
b
a
b
i
Probability of 1 in
100 occuring
l
i
t
y
Most Optimistic Time (a)
Most Likely Time (m)
Most Pesimistic Time (b)
Gambar 2.11 Pendistribusian Probabilitas Beta untuk Estimasi Tiga Jenis
Sumber : Render, Stair, and Hanna, ”Quantitative Analysis for Management”, 2003, p524
Setelah menemukan varians dan waktu estimasi melalui formulasi diatas, maka
kita akan dapat merumuskan jalur kritisnya ( tahap 5). Telah diketahui, bahwa jalur kritis
merupakan jalur yang terpenting dalam sebuah kegiatan proyek. Jalur ini harus berjalan
dengan efektif agar tidak menimbulkan keterlambatan bagi keseluruhan proyek. Untuk
menemukan jalur kritis dalam metode PERT(program Evaluation and Review Technique)
terlebih dahulu diperlukan idetifikasi terhadap setiap kegiatan dalam jaringa kerja
(Render, Stair, Hanna, 2003, p526) yaitu :
1. Earliest start time (ES)
: Yaitu waktu tercepat untuk memulai suatu
kegiatan.
2. Earliest finish time
: Yaitu waktu tecepat untuk menyelesaikan
kegiatan.
36
3. Latest start time
: Yaitu waktu terlama untuk dapat
menyelesaikan suatu kegiatan
4. Latest finish time
: Yaitu waktu terlama untuk dapat
menyelesaikan suatu kegiatan.
Dalam sebuah jaringa kerja, hubungan waktu di atas dapat digambarkan seperti :
Activity
T
ES
EF
LS
LF
Gambar 2.12 Jaringan Kerja dalam PERT
Sumber : Render, Stair, dan Hanna, ” Quatitative Analysis for Management”, 2003, p526
Terminologi
Adapun cara menentukan komponen-komponen dari ES, LS, EF, dan LF tersebut
diatas dengan cara (Render, Stair, dan Hanna, 2003, pp526-528) :
1.
Earliest Finish Time
= Earliest Start Time + Expexted Activity Time
EF
= ES + t
Jika terdapat beberapa kegiatan yang mendahului sebelum sebuah kegiatan,
maka untuk menemukan ES berikutnya harus memperhatikan EF yang terbesar
dari beberapa kegiatan sebelumnya.
2.
Earliest Start
= Waktu terbersar dari EF yang sebelumnya
ES
= EF terbesar sebelumnya.
Sedangkan untuk menentukan Latest Time adalah dengan perhitungan mundur
dari kegiatan (backward pass) di sebuah jaringan kerja, yaitu :
37
3.
4.
Latest Start Time
= Latest Finish Time – Activity time
LS
= LF-t
Latest Finish Time
= Smallest of latest start times for following activities
LF
= Small
2.1.12 Analisis Persaingan : Model Lima Kekuatan Porter
Dalam teorinya, Michael Porter menjelaskan adanya lima kekuatan dalam
persaingan industri. Di dalam kelima kekuatan tersebut, terdapat juga ancaman-ancaman
yang dapat mempengaruhi kondisi kekuatan masing-masing.
Ancaman-ancaman tersebut datang dari:
Threat of subsitute
products
Threat of
Threat of
Threat of intense
segment rivalry
buyers’
suppliers’
growing
growing
bargaining
bargaining
Threat of new entrants
Gambar 2.13 Model Lima Kekuatan Bersaing
Sumber : Thompson, etal, “Strategic Management : Concepts and Cases”, 2005
1. Threat of intense segment rivalry (Ancaman Persaingan industri)
Apabila pemain atau kompetitornya sudah banyak, kuat, dan agresif maka
segmen pasar tersebut sudah tidak menarik lagi untuk dimasuki. Terlebih lagi
kalau kondisinya sudah dalam posisi stabil (stagnant) dan menurun.
38
a. Persaingan secara umum lebih kuat ketika (Thompson, etal., 2005, p52):
- Para pesaing aktif dalam membuat gerakan-gerakan baru untuk
meningkatkan posisi mereka di dalam pasar dan performa bisnis.
- Permintaan pembeli bertumbuh perlahan.
- Permintaan pembeli menurun dan penjual kelebihan kapasitas dan
persediaan.
- Jumlah pesaing meningkat dan pesaing memiliki ukuran dan
kemampuan kompetitif yang sama.
- Produk pesaing yang berupa komoditi atau yang lain sulit dibedakan.
- Biaya yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mengganti merek adalah
rendah.
- Satu atau lebih pesaing tidak puas dengan posisi dan market share
mereka sekarang dan membuat gerakan agresif untuk menarik lebih
banyak konsumen.
- Pesaing memiliki strategi dan objektif yang berbeda dan berlokasi di
beberapa negara.
- Orang luar yang mengakuisisi pesaing yang lemah dan mencoba
untuk merubah mereka menjadi pesaing utama.
- Satu atau dua pesaing memiliki strategi yang kuat dan pesaing
lainnya berebut untuk tetap tinggal dalam permainan.
b. Persaingan secara umum lebih lemah ketika:
-
Anggota industri bergerak hanya dalam waktu yang jarang atau
dalam cara yang tidak agresif untuk menggambarkan penjualan dan
market share yang menjauh dari pesaing.
-
Permintaan pembeli bertumbuh dengan cepat.
-
Produk pesaing sangat berbeda dan loyalitas konsumen sangat tinggi.
39
-
Biaya yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mengganti merek adalah
tinggi.
-
Hanya ada kurang dari lima penjual atau lainnya begitu banyak
pesaing sehingga tindakan dari satu perusahaan memiliki dampak
langsung yang kecil terhadap bisnis pesaingnya.
c.
Senjata khas untuk melawan pesaing dan menarik pembeli, yaitu:
- Harga yang lebih rendah.
- Fitur yang lebih banyak atau berbeda.
- Performa produk yang lebih baik.
- Kualitas yang lebih tinggi.
- Gambaran merek dan pendekatan yang lebih kuat.
- Pemilihan model dan gaya yang lebih luas.
- Jaringan penyalur yang lebih besar/baik.
- Pembiayaan dengan tingkat bunga rendah.
- Iklan yang lebih tinggi tingkatannya.
- Kemampuan inovasi produk yang lebih kuat.
- Kemampuan pelayanan terhadap konsumen yang lebih baik.
- Kemampuan yang lebih kuat untuk menyediakan pembeli dengan
adanya produk custom-made.
2. Threat of new entrants (ancaman pendatang baru)
Daya pikat sebuah segmen bervariasi berdasarkan tinggi rendahnya
hambatan untuk masuk dan keluar (entry and exit barriers). Segmen yang paling
menarik yaitu dimana hambatan untuk masuk industri tersebut tinggi dan
hambatan untuk keluar terbilang rendah. Beberapa perusahaan dapat memasuki
industri tersebut dan perusahaan yang berperforma buruk dapat keluar dengan
mudah. Sebuah perusahaan hendaknya berhati-hati tidak hanya kepada pemain
40
lama dalam industri tersebut, tetapi juga kepada pemain baru yang potensial
untuk memasuki industri tersebut.
a. Ancaman pendatang baru lebih kuat ketika:
- Kumpulan kandidat pendatang baru berjumlah besar dan beberapa
dari kandidat tersebut memiliki sumber daya yang dapat membuat
mereka menjadi pesaing yang hebat di pasar.
- Hambatan untuk masuk rendah atau dapat segera dilompati oleh
kandidat pendatang baru tersebut.
- Ketika anggota industri yang sudah ada mencoba untuk memperluas
capaian pasar mereka dengan memasarkan segmen produk atau
arean
geografis
dimana
sebelumnya
mereka
tidak
memiliki
keberadaan dalam segmen atau area tersebut.
b.
Ancaman pendatang baru lebih lemah ketika:
- Kumpulan kandidat pendatang baru berjumlah kecil.
- Hambatan untuk masuk tinggi.
- Kompetitior
yang
sudah
ada
berjuang
untuk
memperoleh
profits/keuntungan yang sehat.
- Pandangan tentang industri tersebut berisiko atau tidak pasti.
- Permintaan pembeli bertumbuh pelan atau dalam kondisi stagnant.
- Anggota industri akan segera kuat menguji usaha dari pendatang
baru untuk meraih kedudukan di dalam pasar.
3. Threat of subsitute products (Ancaman produk pengganti/subtitusi)
Segmen pasar dapat dikatakan tidak menarik apabila dimana dalam industri
tersebut terdapat barang substitusi/pengganti yang potensial. Contoh: nasi
dengan roti/kentang, kopi dengan teh.
a. Tekanan kompetitif dari produk pengganti lebih kuat ketika:
41
- Produk pengganti sudah tersedia atau produk yang baru muncul.
- Produk pengganti memiliki harga yang menarik.
- Produk pengganti memiliki performa fitur yang sebanding atau
bahkan lebih baik.
- Pengguna akhir hanya memerlukan biaya rendah dalam menukar
dengan produk pengganti.
- Pengguna
akhir
lebih
nyaman
dengan
menggunakan
produk
pengganti.
b. Tekanan kompetitif dari produk pengganti lebih lemah ketika:
- Produk pengganti belum tersedia atau belum ada.
- Produk pengganti memiliki harga yang lebih tinggi relatif dengan
performa diberikan.
- Pengguna akhir memerlukan biaya tinggi dalam menukar dengan
produk pengganti.
c.
Tanda bahwa kompetisi dari produk pengganti kuat, yaitu:
- Penjualan dari produk pengganti bertumbuh lebih cepat daripada
penjualan dari industri yang dianalisis (indikasi bahwa penjual produk
pengganti menggambarkan pertanyaan mengapa konsumen menjadi
jauh dari industri tersebut).
- Produsen produk pengganti bergerak untuk menambah kapasitas
baru.
- Profit dari produsen pengganti meningkat.
4. Threat of buyers’ growing bargaining power (Ancaman kekuatan pembeli)
Apabila kekuatan buyer untuk membeli dan menawar produk tersebut memiliki
posisi yang lebih tinggi, maka segmen pasar tersebut dapat dikatakan tidak
menarik. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya pemain (kompetitor) dalam
42
industri tersebut sehingga pembeli bebas memilih produk yang diinginkan sesuai
dengan harapannya. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah harga yang
ditawarkan oleh masing-masing produsen umumnya bersiang dan umumnya
buyer lebih memilih produk dengan harga yang terjangkau.
a. Kekuatan pembeli dalam menawar lebih kuat ketika:
-
Biaya pembeli dalam menukar dengan merek kompetitor atau produk
pengganti adalah rendah.
-
Pembeli berjumlah banyak dan dapat meminta hadiah ketika membeli
dalam jumlah yang besar.
-
Pembelian dalam volume besar sangat penting bagi penjual.
-
Permintaan pembeli lemah dan dalam posisi menurun.
-
Hanya ada beberapa pembeli sehingga setiap bisnis sangat penting
bagi penjual.
-
Identitas pembeli menambah gengsi untuk daftar konsumen yang
dimiliki oleh penjual.
-
Kuantitas dan kualitas informasi yang tersedia untuk pembeli
meningkat.
-
Pembeli memiliki kemampuan untuk menunda pembelian kalau
mereka tidak suka dengan perjanjian kini yang ditawarkan oleh
penjual.
-
Beberapa pembeli merupakan ancaman dan dapat menjadi kompetitor
penting.
b. Kekuatan pembeli dalam menawar lebih ketika:
-
Pembeli melakukan transaksi sangat jarang atau dalam jumlah kecil.
-
Biaya pembeli dalam menukar dengan merek kompetitor adalah
tinggi.
43
-
Ada penggelombangan dalam permintaan pembeli yang menciptakan
pasar penjual.
-
Reputasi merek penjual sangat penting bagi pembeli.
-
Produk tertentu penjual memberikan kualitas atau performa yang
sangat penting bagi pembeli dan hal ini tidak didapat dari merek yang
lain.
-
Kolaborasi pembeli atau mitra/kerjasama dengan penjual terpilih
menyediakan kesempatan win-win yang menarik.
5. Threat of suppliers’ growing bargaining power (Ancaman kekuatan pemasok)
Sama halnya dengan buyers’ bargaining power, sebuah industri atau segmen
pasar dikatakan tidak menarik apabila supplier (penyalur) perusahaan dapat
menaikkan harga ataupun mengurangi kuantitas bahan baku yang di supply. Hal
ini dapat dikarenakan oleh jumlah supplier yang sedikit untuk menyediakan
kebutuhan perusahaan sehingga para supplier bisa menetapkan harga dengan
bebas.
a. Kekuatan supplier dalam menawar lebih kuat ketika:
-
Anggota industri harus mengeluarkan biaya tinggi dalam menukar
pembelian mereka dengan alternatif supplier yang lain.
-
Pasokan
sumber
daya
yang
diperlukan
sangat
penting
bagi
perusahaan (sehingga supplier dapat menentukan harga).
-
Supplier memiliki pasokan sumber daya yang khas yang bisa
meningkatkan kualitas atau performa dari produk penjual atau bagian
yang kritis dan bernilai dari proses produksi penjual.
-
Hanya ada beberapa jumlah supplier dari sumber daya tertentu.
-
Beberapa supplier mengancam untuk masuk ke dalam bisnis dalam
kemungkinan akan menjadi pesaing yang kuat.
44
b. Kekuatan supplier dalam menawar lebih lemah ketika:
-
Barang yang dipasok adalah barang komoditi yang sudah tersedia dari
banyak supplier pada harga pasar.
-
Biaya penjual dalam menukar supplier dengan alternatif supplier yang
lain terbilang rendah.
-
Barang pengganti untuk pasokan sumber daya sudah ada dan yang
baru muncul.
-
Terjadi
peningkatan
dari
persediaan
yang
dipasok
(sehingga
melemahkan kekuatan supplier dalam menetapkan harga).
-
Pembelian dari anggota industri terhitung berjumlah besar dari total
penjual supplier dan pembelian ulang dalam jumlah besar sangat
penting bagi kesejahteraan supplier.
-
Anggota
industri
merupakan
ancaman
dan
dapat
melakukan
manufaktur sendiri kebutuhan mereka.
-
Kolaborasi penjual atau mitra/kerjasama dengan supplier terpilih
menyediakan kesempatan saling menguntungkan yang menarik.
45
2.2
Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran
PT. DWISATU MUSTIKA
BUMI
Proyek pembangunan pipa gas
Perusahaan Gas Negara
Perencanaan Proyek
Penjadawalan
Analisis Proyek
Pengaplikasian Metode
PERT/CPM
Hasil Evaluasi Proyek
Rekomendasi
Penetapan Work
Breakdown System
Download