Pengaruh Cash Holding, Leverage, Market Return, Maturity, Risk Free, Treasury Slope Dan Volatility Index Terhadap Credit Spread Pada Obligasi Korporasi Di Indonesia Resti Astuti Eko Rizkianto Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia [email protected] [email protected] Abstrak Penelitian ini disusun untuk menguji credit spread obligasi korporasi di Indonesia. Credit spread didefinisikan sebagai perbedaan antara yield obligasi korporasi dan yield obligasi pemerintah dengan umur yang sama. Berdasarkan structural model, beberapa variabel firm-specific dan makroekonomi diduga memiliki pengaruh terhadap credit spread. Dengan menggunakan 21 obligasi korporasi, penelitian ini menemukan bahwa risk free rate, maturity dan treasury slope memiliki pengaruh yang signifikan terhadap credit spread untuk beberapa kombinasi model. Sedangkan cash holding, leverage, market return, dan volatility index, yang dianggap mempengaruhi credit spread pada penelitian sebelumnya, ditemukan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap credit spread. Kata kunci: credit risk; credit spread; obligasi; structural model; yield spread The Effect of Cash Holding, Leverage, Market Return, Maturity, Risk Free, Treasury Slope and Volatility Index to Credit Spread of Corporate Bonds in Indonesia Abstract This study is constructed to examine credit spread of corporate bonds in Indonesia. Credit spread is defined as the difference between the yield of corporate bond and the yield of the treasury curve at the same maturity. Based on structural model, some firm-specific and macroeconomics variables are predicted to have effect to credit spread. Using 21 corporate bonds, this study finds that risk free rate, maturity and treasury slope have significant effect to credit spread for some model combinations. While cash holding, leverage, market return, and volatility index, that is considered effecting credit spread in previous study, is found having no significant effect to credit spread. Keyword: bonds; credit risk; credit spread; structural model; yield spread, Pendahuluan Pasar obligasi Indonesia mengalami pertumbuhan tercepat di kawasan Asia pada tahun 2013. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Indonesia dalam lima besar negara dengan pertumbuhan pasar obligasi berdenominasi mata uang lokal paling pesat di negara Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 berkembang di Asia Timur. Selain itu dapat dilihat dengan semakin banyaknya obligasi yang diterbitkan yaitu Rp 480,26 triliun di tahun 2006 meningkat hampir 300% di tahun 2013 yaitu Rp 1211,99 triliun. Dengan menggunakan 21 sampel obligasi, diketahui pergerakan credit spread dari tahun 2009 hingga 2013 berikut ini: Gambar 1 Rata-Rata Credit Spread di Indonesia 0.05 Rata-­‐Rata Credit Spread 21 Obligasi Korporasi 0.045 0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 Sumber: diolah oleh penulis Perubahan credit spread sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikembangkan dari structural model of credit risk milik Merton (1974). Faktor-faktor yang mempengaruhi credit spread berdasarkan structural model tersebut terdiri dari variabel firmspecific dan makroekonomi yaitu volatilitas saham, leverage perusahaan dan tingkat bunga. Selanjutnya penelitian mengenai credit spread terus berkembang. Collin-Dufresne, Goldstein dan Martin (2001) menambahkan variabel treasury slope dan jump sebagai faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan credit spread. Avramov, Jostova, dan Philipov (2007) menggunakan variabel-variabel yang telah disebutkan diatas ditambah dengan rasio Price to Book. Hingga selanjutnya Acharya, Davydenko dan Strebulaev (2012) menambahkan asset volatility, cash holding, distance to default, dan maturity untuk mengetahui pengaruhnya terhadap credit spread. Mengingat perkembangan pasar obligasi baik korporasi dan pemerintah di Indonesia cukup baik dalam beberapa tahun ini, penulis mencoba untuk menganalisis bagaimana credit spread pada pasar obligasi di Indonesia serta membuktikan pengaruh corporate-level variabel seperti cash holding, leverage dan bond maturity serta variabel makro seperti risk free rate, treasury slope, market return dan volatility index. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Dalam penyusunan penelitian, penulis menggunakan referensi jurnal utama dari Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012). Dalam jurnal yang dijadikan referensi, variabel independen yang digunakan untuk menentukan credit spread adalah cash holding, leverage, assets volatility, distance to default, bond maturity, risk-free rate, slope, VIX, S&P return dan jump serta lingkup kajian yang digunakan adalah data keuangan perusahaan-perusahaan Amerika untuk tahun 1996 hingga 2010. Sedangkan pada penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah cash holding, leverage, maturity, risk free rate, slope, IHSG return dan VIX serta lingkup kajian yang digunakan adalah data keuangan perusahaan-perusahaan penerbit obligasi di Indonesia untuk tahun 2009 hingga 2013. Tinjauan Teoritis Menurut Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) credit spread adalah perbedaan antara yield pada suatu obligasi dan yield pada obligasi yang bebas risiko dengan umur (maturity) yang sama untuk masing-masing obligasi korporasi dan pemerintah tersebut. Berdasarnya model Merton (1974), credit spread dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini. CS = yield – risk free rate yield = - (1) ! !"( ! ) ! (2) ! !! = F! !!"(!) ! !2 + !! ! (−!1) (3) Dengan memasukkan persamaan (2) ke dalam persamaan (1), maka diperoleh persamaan berikut ini: CS = - ! !"( ! ) ! ! – rf (4) Kemudian jika persamaan (3) dimasukkan ke dalam persamaan (4) maka persamaan untuk credit spread adalah sebagai berikut: CS = - !"( !!!!"(!) ! !! !!! ! (!!!) ) ! ! – rf (5) Dengan memasukkan persamaan d1 dan d2 sebagai berikut: !! = !" !! ! ! !"!!.! !! ! ! !! ! !! = !! - !! ! Maka persamaan untuk credit spread adalah sebagai berikut: Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 (6) (7) !!!!"(!) ! CS = - !"( !" !! ! !" ! ! !"!!.! !! ! ! ! !"!!.! !! ! ! ! ! ! !! ! !!! ! (! ) !! ! !! ! ! ! ) – rf (8) CS = credit spread e = konstanta bernilai sekitar 2,71828 !! = value of debt !! = value of asset F = face value of debt rf = risk free rate !! = asset volatility T = time to maturity N = fungsi kumulatif distribusi normal yang nilainya dihitung dari d1 dan d2 Pada umumnya credit spread atau yield spread atau disebut juga default spread digunakan untuk mengukur kompensasi bagi investor karena telah menanggung default risk, perubahan dalam kelayakan kredit (creditworthiness) dan kerugian akibat terjadinya gagal bayar. Menurut Kao (2000) credit spread berisi kesimpulan statistik tentang adanya credit risk. 1. Asset Volatility Volatilitas aset merupakan rata-rata tertimbang dari volatilitas ekuitas dan volatilitas utang perusahaan. Menurut Merton (1974) volatilitas aset merupakan variabel yang penting dalam structural model of credit risk. Selain itu, volalititas aset juga digunakan dalam menghitung distance to default yang erat kaitannya dalam mengukur probability of default. Schaefer dan Strebulaev (2008) mendefinisikan volatilitas aset dengan persamaan berikut ini: !! ! = (1 − !)! !! ! + !! !! ! + 2 L (1 – L) !!" (9) dimana L merupakan leverage ratio atau bobot utang dibanding total aset dan !!" adalah covariance antara return pada utang dan ekuitas perusahaan. Volatilitas aset menggambarkan pergerakan naik dan turunnya nilai aset suatu perusahaan. Semakin besar volatilitas semakin tinggi risiko yang dimiliki. Dengan mengacu pada structural model Merton (1974), Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) membuktikan bahwa volatilitas aset berpengaruh positif terhadap kenaikan credit spread. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 2. Cash Holding Cash holding dihitung menggunakan cash to total assets ratio atau cash/TA. Pada awalnya cash holding tidak dimasukkan pada structural model dalam meneliti credit spread pada banyak penelitian sebelumnya. Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) meragukan pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan dengan cash holding yang lebih besar akan lebih “aman” karena memiliki kemampuan likuiditas yang tinggi dalam memenuhi kewajiban yang segera akan dibayar. Menurut Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012), perusahaan merupakan portofolio aset dimana kas berada, sehingga ketika perusahaan memegang kas dalam jumlah yang semakin besar maka expected cash inflow akan semakin kecil. Expected cash inflow yang semakin kecil menyebabkan probabilitas kekurang kas saat pembayaran utang akan semakin besar selanjutnya dapat meningkatkan credit risk atau credit spread. Pada akhirnya, cash holding yang lebih tinggi akan meningkatkan credit spread perusahaan. Penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) tersebut membuktikan bahwa cash holding juga memiliki pengaruh terhadap credit spread bersamaan dengan faktor-faktor lain yang umunya dimasukkan ke dalam model penelitian credit spread. Pengaruh cash holding terhadap credit spread ini adalah positif yang sekaligus membuktikan bahwa semakin tinggi cash holding maka semakin tinggi pula credit spread suatu perusahaan. 3. Distance to Default Distance to default merupakan suatu ukuran berbasis pasar yang menggambarkan potensi gagal bayar yang dimiliki perusahaan. Distance to default erat kaitannya dengan probability of default yang menggambarkan kemungkinan gagal bayar perusahaan. Distance to default dihitung berdasarkan model Merton (1974) dengan persamaan berikut: ! DD 4. = !" ! ! !"!!.!!! ! ! ! !! ! (10) Jump Jump menggambarkan perubahan probabilitas dan pergerakan dari penurunan nilai perusahaan. Menurut Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001), variabel jump sangat sulit untuk diperoleh karena data historis dari jump tersebut jarang terjadi. Jump dianggap memiliki pengaruh terhadap credit spread. Hasil penelitian CollinDufresne, Goldstein, dan Martin (2001) menyimpulkan bahwa kenaikan pada probabilitas yang diharapkan pasar terhadap negative jump memiliki pengaruh pada kenaikan credit spread. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 5. Leverage Sebagai variabel dasar pada structural model, leverage dianggap sebagai variabel yang penting dalam menjelaskan perubahan credit spread. Leverage ratio menggambarkan komposisi utang perusahaan terhadap total asetnya. Semakin tinggi leverage ratio, semakin tinggi pula credit risk perusahaan tersebut. Leverage ratio sendiri memiliki beberapa perhitungan yang berbeda, secara umum leverage ratio didefinisikan dengan persamaan berikut ini Leverage ratio = !" !" !"#$ !" !" !"#$%&!!" !" !"#$ (11) Berdasarkan persamaan di atas, leverage ratio dihitung dengan menggunakan book value dari utang perusahaan yang merupakan interest bearing debt dan market value dari sahamnya. Sedangkan Lepone dan Wong (2009) menggunakan perhitungan leverage ratio yang sedikit berbeda pada penelitiannya tentang credit spread. Pada penelitian tersebut leverage dihitung sebagai berikut: Leverage ratio = !"#$"%"&"'( !"#$"%"&"'(!!"#$%& !"# (12) Pada persamaan di atas, leverage ratio dihitung menggunakan total liabilities dan market capital atau nilai pasar dari ekuitas perusahaan. Pada dasarnya kedua persamaan leverage ratio tersebut menggambarkan proporsi kewajiban atau utang perusahaan terhadap total asetnya. Dimana semakin besar proporsi tersebut dianggap akan menaikan credit risk perusahaan. 6. Maturity Term to maturity adalah sisa umur obligasi hingga jatuh tempo. Semakin panjang maturity suatu sekuritas dianggap mengandung risiko yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin panjangnya umur suatu sekuritas dari jatuh temponya maka semakin banyak ketidakpastian yang dapat terjadi sepanjang umur sekuritas tersebut. Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) yang memasukkan term to maturity sebagai salah satu variabel pada penelitiannya dapat membuktikan pengaruh positif maturity terhadap kenaikan credit spread. Hal ini sejalan dengan pendapat Damodaran (2012) yang menyatakan default spread meningkat bersamaaan dengan maturity. Default spread cenderung melebar untuk obligasi dengan maturity yang lebih panjang dan lebih lebar untuk obligasi dengan peringkat yang rendah. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 7. Market Return Market return menggambarkan return yang dihasilkan pada pasar saham dan dianggap ikut mempengaruhi credit spread sebagai salah satu faktor makroekonomi. Market return memberikan indikasi mengenai kondisi bisnis dan recovery rate yang diharapkan jika terjadi gagal bayar. Return S&P 500 banyak digunakan untuk penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika seperti pada penelitian Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) dan Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012). Sedangkan Lepone dan Wong (2009) yang melakukan penelitiannya di Australia menggunakan return dari SPI 200 Index. Pengaruh market return terhadap credit spread dianggap negatif yang artinya semakin besar market return maka semakin sempit credit spread pada obligasi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi market return yang melambangkan kondisi ekonomi yang lebih baik berarti perusahaan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk melunasi kewajibannya sehingga credit spread menyempit akibat jarak antara yield yang diberikan perusahaan dengan pemerintah semakin kecil. 8. Risk Free Rate Risk free rate merupakan variabel fundamental pada structural model of credit risk. Longstaff and Schwartz (1995) berpendapat bahwa risk free rate memiliki pengaruh negatif terhadap credit spread, karena kenaikan pada risk free rate akan meningkatkan nilai perusahaan, dan reinvestment rate yang lebih tinggi dapat meningkatkan future value obligasi sehingga menyebabkan credit spread menyempit. Menurut Kao (2000), perubahan pada credit spread sering kali dikaitkan dengan pergerakan pasar, dan penelitiannya menunjukkan bahwa credit spread menyempit ketika Treasury rate naik. Pengaruh treasury rate yang negatif ini akan semakin kuat bersama dengan penurunan kualitas kredit. Pengaruh pasar obligasi pemerintah terhadap perubahan credit spread cenderung menguat pada kondisi ekonomi yang baik (ekspansi) dan melemah pada masa resesi. 9. Treasury Slope Variabel treasury slope dihitung sebagai selisih dari yield obligasi pemerintah berjangka panjang dengan yang berjangka pendek. Penelitian Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) dan penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) menggunakan selisih antara obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun dan 2 tahun sebagai treasury slope, sedangkan Lepone dan Wong (2009) menggunakan selisih antara obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun dan 3 tahun. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) berpendapat bahwa kenaikan treasury slope dapat meningkatkan expected future short rate, sehingga menyebabkan credit spread menyempit, karena kenaikan expected future interest rate dapat mengurangi net present value (NPV) dari obligasi dan memperkecil spread. Kenaikan pada treasury slope juga menunjukkan kondisi ekonomi yang semakin baik sehingga dapat memperkecil credit spread. 10. Volatility Index Volatility index yang diukur dengan standar deviasi dari return harian index pasar menggambarkan volatilitas ekuitas dari harga saham-saham pada index pasar. Semakin besar volatilitas harga saham, maka semakin besar risiko dari sekuritas tersebut. Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) memasukkan variabel volatility index bersama dengan systematic factors yang lain seperti risk free rate, slope, jump dan S&P 500 return untuk membuktikan pengaruhnya terhadap credit spread. Volatilitas pasar yang tinggi mengindikasikan kondisi pasar yang tidak stabil, hal ini memberikan pengaruh positif terhadap pergerakan credit spread, sehingga disimpulkan bahwa volatility index memiliki pengaruh positif terhadap credit spread. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) yang dapat membuktikan pengaruh positif volatility index terhadap credit spread. Pengaruh ini lebih kuat untuk obligasi dengan maturity yang pendek. Dari beberapa variabel independen yang digunakan oleh Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) seperti yang telah dijabarkan di atas, pada penelitian ini penulis akan mengeluarkan beberapa variabel karena beberapa kendala antara lain: 1. Asset volatility, yaitu volatilitas aset perusahaan yang dihitung dari volatilitas ekuitas dan hutang perusahaan dengan memperhitungkan bobotnya masing-masing. Namun data volatilitas saham seluruh perusahaan terkait tidak dapat diperoleh akibat tidak semua perusahaan sampel menerbitkan saham. 2. Distance to default, merupakan ukuran probabilitas terjadinya gagal bayar yang persamaannya melibatkan volatilitas saham juga, sehingga data untuk menghitung distance to default untuk seluruh sampel tidak tersedia. 3. Jump, merupakan ukuran probabilitas dan tingkat lompatan negatif yang besar dari nilai perusahaan. Menurut Collin-Dufresne, Goldstein, & Martin(2001), cukup sulit untuk mencari pendekatan untuk variabel ini karena kejadian historis dari jump tersebut cukup jarang terjadi. Dalam penelitian ini penulis juga tidak dapat menemukan data jump yang dapat dimasukkan ke dalam model. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian data panel, yang merupakan gabungan antara penelitian time series dan cross-sectional. Penelitian ini memiliki sifat time series karena penulis melakukan penelitian dalam kurun waktu tertentu yaitu 5 tahun selama tahun 2009 hingga 2013 untuk masing-masing objek penelitian. Sedangkan penelitian ini juga bersifat cross-sectional karena penelitian ini dilakukan pada lebih dari satu perusahaan sebagai objek penelitian. Adapun kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh sampel penelitian ini adalah: a. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan obligasi yang terbit selama tahun 2009 hingga 2013 b. Mempublikasi data laporan tahunan dan laporan keuangan setiap triwulan. c. Memiliki data yield obligasi yang lengkap untuk setiap triwulan untuk tahun 2009 hingga 2013. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012). Model penelitian ini terdiri dari variabel dependen berupa credit spread, dan variabel independen yaitu cash holding, leverage, market return, maturity, risk-free rate, TS slope, dan VIX, sehingga membentuk model persamaan berikut: CS = α + !! Cash/TA + !! leverage + !! maturity+ !! !"#$ !"## + !! TS + !! Market return + !! VIX + ε Gambar 1 Model Penelitian Credit Spread Variabel Independen: Cash holding Leverage Maturity Risk-­‐free Treasury Slope Market return VIX Variabel dependen: Credit Spread Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Sumber: diolah oleh penulis Adapun variabel-variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut ini: Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Penelitian Nama Variabel Definisi Operasional Variabel dan Item Pengukuran Menggambarkan kerugian potensial yang disebabkan oleh default risk, credit spread diukur sebagai selisih antara current yield obligasi korporasi dan obligasi pemerintah untuk masing-masing maturity yang sama. Credit spread = yield – risk free rate Credit spread (Y) Cash Holding (X1) Porsi pemegangan kas pada perusahaan. Cash holding diukur sebagai cash to total asset ratio atau Cash/TA Leverage adalah tingkat komposisi hutang perusahaan. Penelitian ini menggunakan 2 jenis ukuran leverage ratio, yaitu Leverage (X2) Lev1 = Lev2 = Risk-free rate (X4) IHSG return (X6) !"#$% !"#$ !"#$% !"#$!!"#$%& !"#$% !" !"#$%& Term to maturity adalah sisa umur obligasi sebelum jatuh tempo yang dihitung dalam satuan tahun. Maturity (X3) TS Slope (X5) !"#$% !"#$"%"&' !"#$% !"#$"%"&'!!"#$%& !"#$% !" !"#$%& Risk-free rate adalah yield obligasi pemerintah. Dalam penelitian ini terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu: 1. !! yang merupakan yield obligasi pemerintah berjangka waktu 1 tahun yaitu SPN (Surat Perbendaharaan Negara) untuk setiap tahun 2. !!" yang merupakan yield obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun dengan menggunakan yield dari FR0026. Treasury slope adalah selisih antara yield obligasi pemerintah yang berjangka waktu 10 tahun dan obligasi pemerintah yang berjangka waktu kurang lebih 1 tahun. Slope = !!" - !! !!" yang digunakan adalah obligasi FR0026 yang merupakan obligasi pemerintah yang berjangka waktu 10 tahun dan terbit selama periode penelitian 2009-2013. !! diwakili oleh yield SPN yang merupakan obligasi pemerintah yang berjangka waktu lebih kurang 1 tahun. IHSG return merupakan tingkat pengembalian yang diberikan oleh pasar saham Indonesia. Return IHSG disajikan per tahun untuk setiap periode, dihitung dengan persamaan berikut: (! !! ) Return IHSG = ! !!! !!!! Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 VIX (X7) VIX adalah indeks volatilitas return saham pada IHSG, dihitung menggunakan standar deviasi dari return harian saham IHSG selama setahun Sumber: diolah oleh penulis Hasil Penelitian Tabel 2 Tabel Statistik Deskriptif Median Maksimum Minimum Standar Deviasi 0.0338 0.0312 0.0729 -0.0083 0.0147 Cash/TA 0.0531 0.0232 0.2868 0.0021 0.0629 Lev1 0.7062 0.7744 0.9548 0.2549 0.1907 Lev2 0.4251 0.3850 0.8418 0.0584 0.2312 Maturity 5.1935 5.2500 9.2500 0.0800 2.0594 Market Return 0.2285 0.1894 0.9734 -0.4027 0.3043 (!)! 0.0548 0.0578 0.0817 0.0246 0.0128 (!)!" 0.0629 0.0623 0.0818 0.0440 0.0115 Treasury Slope 0.0080 0.0064 0.0272 0.0002 0.0061 VIX 0.0141 0.0135 0.0242 0.0084 0.0042 Variabel Mean Credit Spead Sumber: data diolah oleh penulis Credit spread sebagai variable dependen pada penelitian ini memiliki rata-rata sebesar 3%, dengan nilai maksimum sebesar 7,3% yang dimiliki oleh obligasi PNBN03 pada triwulan 1 2013 milik PT Bank Pan Indonesia dengan peringkat IdAA-. Sedangkan credit spread terendah dimiliki oleh obligasi dari PT Indosat dengan seri ISAT05A sebesar -0.837%, artinya pada periode tersebut yaitu tahun 2009 triwulan ketiga obligasi ISAT05A memberikan yield yang lebih rendah daripada yield obligasi pemerintah dengan maturity yang sama. ISAT05A sendiri memiliki peringkat IdAA+. Sedangkan variabel independen pada penelitian ini antara lain cash/TA, memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 5,3% dengan standar deviasi sebesar 0.06295. Hal ini menunjukkan Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 perusahaan-perusahaan yang termasuk pada sampel penelitian ini memegang kas sekitar 5,3% dari total asetnya . Cash holding yang tertinggi dimiliki oleh PT Jasa Marga yakni sebesar 28,6825% dari total asetnya, sedangkan perusahaan yang memegang kas dengan komposisi paling kecil adalah PT Bank Victoria Internasional yaitu sebesar 0,2147 %. Variabel lev1 memiliki nilai rata-rata sebesar 70,6% dan standar deviasi sebesar 0,190791. Lev1 tertinggi dimiliki oleh PT Bank Victoria Internasional dengan nilai sebesar 95,48% yang didominasi oleh kewajiban atas simpanan pihak ketiga dan terendah adalah sebesar 25,49% yang dimiliki oleh PT Jasa Marga. Sedangkan rata-rata lev2 adalah 42.52% dengan nilai tertinggi 84,18% yang dimiliki oleh PT Pegadaian dan lev2 terendah sebesar 5,85% yang dimiliki oleh PT Bank OCBC NISP. PT Bank Victoria dan PT Pegadaian masih dapat berkompetisi dalam perdagangan obligasi meskipun memiliki leverage ratio yang cukup tinggi karena kedua perusahaan tersebut memberikan coupon yang cukup menarik bagi investornya yaitu 12,5 % untuk obligasi BVIC02B milik PT Bank Victoria dan 18,25 % untuk obligasi PT Pegadaian. Variabel maturity memiliki rata-rata sebesar 5,1935 tahun, maturity tertinggi adalah 9,25 tahun yang dimiliki oleh obligasi NISP02 untuk triwulan 1 tahun 2009 milik PT Bank OCBC NISP dan yang terendah adalah 0,08 tahun yang dimiliki oleh obligasi JMPD11PXBFTW untuk triwulan 4 tahun 2013 milik PT Jasa Marga. Variabel market return index memiliki rata-rata sebesar 0,2285 dan standar deviasi sebesar 0,3043. Hal ini menunjukkan bahwa IHSG memiliki rata-rata return yang lebih besar dibandingkan rata-rata yield yang diberikan oleh obligasi pemerintah yang tercermin pada variable risk-free. Return IHSG terendah adalah -0.4027 atau sekitar -40% yang terjadi pada triwulan 1 2009. Rendahnya kinerja IHSG untuk periode tersebut disebabkan oleh adanya krisis ekonomi yang terjadi di sekitar tahun 2008 hingga 2009 yang menyebabkan harga saham-saham pada IHSG terus turun sepanjang tahun. Sedangkan return IHSG tertinggi adalah 97,34% pada periode triwulan pertama tahun 2010, dimana kinerja IHSG sangat baik pada periode tersebut dan terjadi bullish (kenaikan harga saham yang cukup signifikan) sejak tahun 2009 hingga tahun 2010. Variabel r1 yang merupakan obligasi pemerintah dengan jangka waktu 1 tahun dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) memiliki rata-rata sebesar 5,48% dengan standar deviasi sebesar 0,01285. R1 tertinggi adalah 8,18% pada triwulan 1 tahun 2013. Sedangkan yield r1 terendah adalah sebesar 2,466 % pada triwuan 2 tahun 2012. Untuk r10 yang merupakan obligasi pemerintah dengan umur 10 tahun yang digunakan pada penelitian ini adalah FR0026. Rata-rata yield obligasi pemerintah ini adalah 6,29 % dengan yield tertinggi Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 sebesar 8,18% pada triwulan 1 tahun 2009 dan yield terendah sebesar 4,4% pada triwulan 1 tahun 2013. Variabel treasury slope yang merupakan selisih yield obligasi pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun dengan obligasi pemerintah yang berjangka waktu 1 tahun memiliki rata-rata sebesar 0,008013 dengan standar deviasi sebesar 0,006167. Variabel treasury slope memiliki rata-rata 0.8% dengan nilai tertinggi adalah sebesar 0,027280 atau 2,7% pada triwulan 2 tahun 2012 dan terendah adalah 0,000220 atau 0,02% pada triwulan 2 tahun 2009. Sedangkan variable VIX yang merupakan indeks volatilitas pasar memiliki rata-rata sebesar 0.01418 dan standar deviasi 0.004273. VIX maksimum adalah 0.024207 dan terendah adalah 0.008456. Pembahasan Model-model yang digunakan dalam penelitian ini memiliki hasil regresi yang berbeda karena adanya variasi kombinasi variabel independen yang digunakan. Untuk mempermudah pembahasan, akan ditampilkan kembali hasil regresi seluruh variabel untuk keempat model penelitian berikut ini: Tabel 3 Hasil Regresi Model Penelitian CS = !! + !! Cash/TA + !! Lev + !! Market return + !! Maturity + !! Riskfree + !! TS + !! VIX + ε Variabel Predicted Sign Cash/TA + Lev1 + Lev2 + Market return - Maturity + R1 - R10 - Model1 Model2 Model3 Model4 0.008171 0.008015 0.009514 0.0080802 (0.7307) (0.7046) (0.6435) (0.7007) -0.007742 -0.007550 (0.5417) (0.5524) -0.007248 -0.007246 (0.1646) (0.1643) -0.001691 0.000006 (0.6940) (0.9984) 0.000490 0.001397* 0.000140 0.001374** (0.6171) (0.0853) (0.8968) (0.0457) -0.51405*** -0.48609*** (0.0000) (0.0000) -0.52819*** -0.485318*** (0.0000) (0.0000) Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 TS - VIX + Adjusted !! Prob (F-Stat) -0.64058*** -0.443278** -0.125107 0.042889 (0.0000) (0.0045) (0.1215) (0.7345) -0.005935 -0.529981* -0.0056476 -0.525402** (0.9854) (0.0883) (0.8294) (0.0335) 0.769089 0.104961 0.768928 0.112697 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Sumber: Hasil Eviews (diolah kembali) Koefisien bertanda *** signifikan untuk α=1%, ** signifikan untuk α=5% dan * signifikan untuk α=10% 1. Cash Holding Cash holding yang direpresentasikan oleh variabel cash/TA pada penelitian ini tidak dapat menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap credit spread. Hal ini dapat dilihat pada probabilitas t-statistik variabel cash holding pada keempat model penelitian tersebut. Tidak satupun dari kombinasi variabel pada model regresi tersebut yang dapat membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara cash holding terhadap credit spread. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012), yang menyatakan bahwa semakin besar cash holding maka semakin besar pula credit spread akibat penurunan expected cash inflow di masa depan karena kehilangan opportunity cost dari jumlah cash yang tidak hanya dipegang dalam bentuk aset tersebut. Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara cash holding terhadap credit spread pada penelitian ini menunjukkan adanya trade off antara liquidity dan profitability. Perusahaan yang menjaga tingkat liquidity yang besar akan kehilangan opportunity cost untuk meningkatkan profitability. Namun sebaliknya, perusahaan yang mengejar profitability yang tinggi dengan memanfaatkan segala asetnya termasuk cash dapat mengalami risiko tidak dapat membayar kewajiban yang jatuh tempo saat itu juga karena kekurangan cash jika manajemen perbendaharaannya tidak dilakukan dengan hati-hati. 2. Leverage Variabel leverage pada keempat model penelitian memiliki probabilitas t-statistik yang melebihi tingkat signifikansi α, baik untuk α=1%, α=5% maupun α=10%. Meskipun pada penelitian ini digunakan dua perhitungan yang berbeda untuk mengukur rasio leverage yang diwakili oleh variabel Lev1 dan Lev2, namun kedua ukuran leverage tersebut tidak dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread pada model penelitian ini. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Koefisien untuk leverage ratio pada penelitian ini menghasilkan tanda negatif, yang artinya leverage ratio memiliki pengaruh yang negatif terhadap credit spread, meskipun tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini tidak dapat menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara leverage terhadap credit spread. Meskipun berdasarkan studi empiris dapat membuktikan bahwa semakin tinggi leverage ratio suatu perusahaan maka semakin besar pula credit risk (credit spread), karena semakin besar utang yang ditanggung oleh perusahaan dapat menyebabkan semakin besar beban kewajiban yang harus dilunasi seiring dengan semakin besarnya risiko gagal bayar terhadap kewajiban tersebut. Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan pengaruh tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena besarnya utang yang dimiliki perusahaan tidak hanya mengandung risiko gagal bayar namun juga mengandung potensi return dari pengolahan dana yang bersumber dari utang tersebut, sehingga mungkin saja pada perusahaan-perusahaan sampel ini adanya jumlah utang yang besar dapat memberikan profit yang besar juga dikemudian hari sehingga dapat menurunkan risiko gagal bayar perusahaan. 3. Market Return Market return yang digunakan pada penelitian ini adalah return dari perubahan harga saham setiap tahun pada IHSG. Berdasarkan penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012), market return (dengan menggunakan return dari S&P 500 index) akan memberikan pengaruh yang negatif secara signifikan terhadap credit spread. Sedangkan hasil regresi untuk market return tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap credit spread dalam berbagai kombinasi model penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat disebabkan akibat perbedaan aktivitas yang terjadi pada pasar obligasi dan pasar saham di Indonesia. Pasar obligasi di Indonesia cenderung lebih sepi dibandingkan pasar saham, hal ini dapat dilihat dari perbedaan jumlah emiten pada pasar obligasi dan pasar saham. Lebih lanjut, obligasi sebagian besar ditransaksikan lewat OTC sehingga pembentukan harganya tidak seefektif pembentukan harga saham dimana nilai transaksi hariannya cukup tinggi. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perubahan return pada saham IHSG tidak mempengaruhi credit spread obligasi korporasi di Indonesia. Temuan pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lepone dan Wong (2009) yang dilakukan di pasar obligasi Australia. Penelitian tersebut juga tidak menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari market return (menggunakan return SPI 200 Index) terhadap credit spread. Menurut Cornell dan Green (1991), obligasi dengan peringkat yang rendah (low-grade) jauh lebih sensitif terhadap perubahan harga pasar saham daripada obligasi Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 dengan peringkat yang tinggi (high-grade). Sedangkan obligasi yang menjadi sampel penelitian ini didominasi oleh obligasi yang memiliki peringkat yang tinggi, sehingga market return tidak cukup mempengaruhi credit spread obligasi yang menjadi sampel penelitian ini. 4. Maturity Time to maturity pada penelitian ini memberikan hasil yang berbeda untuk setiap model. Pada Model1 dan Model3, pengaruh maturity terhadap credit spread tidak signifikan. Sedangkan Model2 dan Model4 menunjukkan bahwa maturity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap credit spread. Koefisien variabel maturity adalah positif yang menunjukkan bahwa semakin panjang maturity maka semakin besar credit spread dari obligasi tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin panjang umur suatu sekuritas maka semakin besar risiko yang terkandung dalam sekuritas tersebut akibat adanya ketidakpastian yang terjadi di masa depan. Obligasi dengan maturity yang panjang akan memberikan yield yang lebih besar sebagai kompensasi adanya risiko yang dikandung obligasi tersebut, sebaliknya obligasi yang mendekati jatuh temponya akan memberikan yield yang mendekati yield yang diberikan obligasi pemerintah. Selisih antara yield obligasi korporasi dan pemerintah ini merupakan credit spread. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin panjang maturity suatu obligasi maka akan semakin besar credit spread obligasi tersebut. Namun hasil temuan adanya pengaruh maturity terhadap credit spread pada penelitian ini hanya dapat dibuktikan pada 2 model saja. Penulis menduga hal ini terjadi akibat variasi yang kurang dari maturity sampel yang digunakan, dimana obligasi yang digunakan pada penelitian ini memiliki maturity yang berkisar antara 7 hingga 13 tahun, sedangkan Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) menggunakan obligasi yang berjangka 1 hingga 30 tahun. 5. Risk Free Pada penelitian ini digunakan dua pendekatan risk free yaitu yield obligasi pemerintah dengan maturity 10 tahun, yaitu FR0026 dan 1 tahun yaitu SPN. Kedua ukuran risk free tersebut dikombinasikan menjadi Model1, Model2, Model3 dan Model4. Meskipun terdapat dua pendekatan yang berbeda untuk variable risk free, hasil regresi untuk variabel risk free ini menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread untuk tingkat signifikansi α=1% pada semua kombinasi variable dalam keempat model penelitian ini. Koefisien untuk variabel risk free adalah negatif yang berarti bahwa kenaikan risk free rate akan menurunkan credit spread obligasi. Hal ini disebabkan bahwa risk free rate merupakan benchmark sekuritas bebas risiko, sehingga ketika benchmark itu naik sedangkan yield yang diberikan obligasi tersebut konstan maka selisih antara keduanya akan turun. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Sebaliknya ketika risk free rate turun maka jarak antara obligasi risky dan risk free tersebut akan semakin besar. Pengaruh risk free rate terhadap credit spread seperti temuan pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang credit spread. Kao (2000) menyatakan bahwa credit spread semakin kecil seiring kenaikan treasury rate. Penelitian Collin-Dufresne dan Goldstein (2001) menunjukkan bahwa risk free memiliki pengaruh yang negatif terhadap credit spread untuk seluruh klasifikasi obligasi berdasarkan peringkat pada penelitiannya. Lebih lanjut Ericsson dan Renault (2006) menyatakan bahwa risk free rate selalu memiliki pengaruh negatif terhadap yield spread dan pengaruh tersebut semakin jelas untuk obligasi dengan peringkat yang rendah atau maturity yang pendek. 6. Treasury Slope Treasury slope pada penelitian ini adalah selisih antara yield obligasi pemerintah dengan maturity 10 tahun menggunakan FR0026 dan obligasi 1 tahun dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Berdasarkan regresi keempat model, ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara treasury slope terhadap credit spreadpada Model1 dan Model2. Treasury slope memiliki koefisien negatif pada pengaruhnya terhadap credit spread. Kenaikan treasury slope yang merupakan indiksi atas baiknya kondisi perekonomian secara keseluruhan akan memperkecil credit spread. Sebaliknya penurunan treasury slope akan menyebabkan kenaikan pada credit spread yang erat kaitannya dengan credit risk perusahaan, karena penurunan treasury slope tersebut mengindikasi turunnya pertumbuhan atau kondisi ekonomi secara keseluruhan dan expected interest rate yang lebih kecil. 7. Volatility Index Volatility index menggambarkan volatilitas imbal hasil yang terjadi di pasar saham. Pada penelitian ini volatility index dianggap berpengaruh terhadap credit spread hanya pada Model1 dan Model3 yang menggunakan R1 sebagai riskfree rate. Sedangkan pada Model2 dan Model4 tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara volatility index terhadap credit spread. Pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai credit spread, hasil regresi untuk volatility index ini cukup beragam. Pengaruh yang signifikan dari volatility index terhadap credit spread menunjukkan bahwa volatilitas harga saham memiliki keterkaitan dengan credit spread. Kenaikan dari volatilitas harga saham akan memperkecil credit spread, karena volatilitas yang tinggi yang berarti ketidakstabilan pasar akan menyebabkan risk free rate dari obligasi pemerintah meningkat untuk menyeimbangkan pasar. Selanjutnya kenaikan risk free tersebut akan Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 mempersempit credit spread antara obligasi korporasi dan obligasi pemerintah, atau dengan kata lain akan menyebabkan credit spread turun. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah: 1. Cash holding sebagai salah satu variabel independen yang dimasukkan diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif secara signifikan terhadap credit spread sebagai mana yang ditemukan pada penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012). Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cash holding tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap credit spread karena menurut penelitian ini kenaikan cash holding selain dapat mengurangi risiko gagal bayar kewajiban yang jatuh tempo juga dapat mengurangi expected cash inflow akibat kehilangan opportunity cost dari cash yang dipegang. Sehingga pengaruh positif dari cash holding terhadap credit spread tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini. 2. Leverage ratio yang diharapkan dapat memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap credit spread tidak dapat terbukti oleh data yang digunakan pada penelitian ini meskipun menggunakan dua ukuran perhitungan yang berbeda. Hal ini karena tingginya hutang juga dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan untuk kemudian dapat menghasilkan return yang dapat digunakan untuk membayar kembali kewajiban tersebut saat jatuh tempo. 3. Return IHSG yang digunakan sebagai variabel market return tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap credit spread. Perbedaan aktivitas antara pasar saham dan pasar obligsi di Indonesia menyebabkan return IHSG belum dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap credit spread dari obligasi korporasi. 4. Dua dari empat model pada penelitian ini mampu membuktikan adanya pengaruh positif dari maturity terhadap credit spread secara signifikan. Semakin panjang time to maturity suatu obligasi maka semakin besar pula credit spread obligasi tersebut akibat adanya kelebihan return yang terkandung pada obligasi tersebut sebagai kompensasi sehingga yield obigasi tersebut relatif sama dengan obligasi jangka pendek. 5. Yield obligasi pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun dan 1 tahun sama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread pada semua variasi model Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 penelitian. Semakin besar yield obligasi pemerintah maka semakin sempit credit spread obligasi korporasi tersebut. Temuan ini sesuai dengan banyak penelitian sebelumnya mengenai credit spread. 6. Treasury slope yang dapat diartikan sebagai prediksi interest rate di masa depan dan kondisi ekonomi secara keseluruhan terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread pada dua model penelitian. Semakin tinggi treasury slope, maka semakin rendah credit spread obligasi karena berarti kodisi ekonomi sedang membaik. 7. Volatilitas return IHSG terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread pada dua model penelitian dengan α=10%. Sedangkan dua model sisanya menunjukkan bahwa volatilitas return IHSG ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap credit spread. Namun penelitian ini menemukan bahwa pengaruh volatilitas index pasar justru memberikan pengaruh negatif terhadap credit spread. 8. Dari seluruh variabel independen pada penelitian ini hanya risk free dan treasury slope yang cenderung memberikan hasil yang signifikan untuk setiap kombinasi model yang digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lepone dan Wong (2009) yang menyatakan bahwa spot rate dan treasury slope merupakan variabel yang paling dominan dalam menentukan credit spread dengan pengaruh negatif kedua variabel tersebut terhadap credit spread. Saran Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait hasil penelitian ini: 1. Selain melihat peringkat obligasi, investor dan lembaga pemeringkat dapat menilai pula credit spread obligasi tersebut dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk mengetahui credit risk yang terkandung dalam obligasi tersebut sehingga investor memiliki pengetahuan yang lebih mendalam untuk dapat menghasilkan keputusan investasi yang menguntungkan. 2. Variabel r10 sebaiknya menggunakan obligasi pemerintah yang memiliki sisa umur 10 tahun untuk semua periode penelitian, bukan hanya FR0026 yang umurnya akan terus turun selama periode penelitian. Kepustakaan Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Acharya, V., Davydenko, S. A., & Strebulaev, I. A. (2012). Cash Holding and Credit Risk. The Review of Financial Studies, 3572-3609. Avramov, D., Jostova, G., & Philipov, A. (2007). Understanding Change in Corporate Credit Spread. Financial Analyst Journal, 90-105. Bates, T. W., Kahle, K. M., & Stulz, R. M. (2009). Why Do U.S. Firms Hold so Much More Cash than They Used To? The Journal of Finance, 64. Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, A. J. (2011). Investments (9th ed.). New York: McGrawHill/Irwin. Collin-Dufresne, P., & Goldstein, R. S. (2001). Do Credit Spreads Reflect Stationary Leverage Ratio. The Journal of Finance, 1929-1957. Collin-Dufresne, P., Goldstein, R. S., & Martin, J. S. (2001). The Determinants of Credit Spread Changes. The Journal of Finance, LVI, No.6, 2177-2207. Darmodaran, A. (2012). Investment Valuation: Tools and Techniques for Determining the Value of Any Asset (3rd ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.,. Emery, G. (1984). Measuring Short-Term Liquidity. The Journal of Cash Management, 3, 2532. Ericsson, J., & Renault, O. (2006). Liquidity and Credit Risk. The Journal of Finance, 61, 2219-2250. Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics (5th ed.). New York: McGrawHill/Irwin. Kao, D.-L. (2000). Estimating and Pricing Credit Risk: An Overview . Financial Analyst Journal, 50-66. Lepone, A., & Wong, B. (2009). Determinants of Credit Spread Changes: Evidence from the Australian Bond Market. Australasian Accounting Business and Finance Journal, 3, 26-35. Merton, R. C. (1974). On the Pricing of Corporate Debt: The Risk Structure of Interest Rate. Journal of Finance, 449-470. Reilly, F. K., & Brown, K. C. (2011). Investment Analysis & Portofolio Management (10 ed.). Mason: SouthWestern Cengange Learning. Schaefer, S. M., & Strebulaev, I. A. (2008). Structural Models of Credit Risk are Useful: Evidence From Hedges Ratio on Corporate Bonds. Journal of Financial Economics, 1-19. Subramanyam, K. R., & Wild, J. J. (2009). Financial Statement Analysis (10th ed.). New York: McGraw-Hill. Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014 Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014