Pengaruh Cash Holding, Leverage, Market Return, Maturity, Risk

advertisement
Pengaruh Cash Holding, Leverage, Market Return, Maturity, Risk Free,
Treasury Slope Dan Volatility Index Terhadap Credit Spread Pada Obligasi
Korporasi Di Indonesia
Resti Astuti
Eko Rizkianto
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
[email protected]
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini disusun untuk menguji credit spread obligasi korporasi di Indonesia. Credit spread didefinisikan
sebagai perbedaan antara yield obligasi korporasi dan yield obligasi pemerintah dengan umur yang sama.
Berdasarkan structural model, beberapa variabel firm-specific dan makroekonomi diduga memiliki pengaruh
terhadap credit spread. Dengan menggunakan 21 obligasi korporasi, penelitian ini menemukan bahwa risk free
rate, maturity dan treasury slope memiliki pengaruh yang signifikan terhadap credit spread untuk beberapa
kombinasi model. Sedangkan cash holding, leverage, market return, dan volatility index, yang dianggap
mempengaruhi credit spread pada penelitian sebelumnya, ditemukan tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap credit spread.
Kata kunci: credit risk; credit spread; obligasi; structural model; yield spread
The Effect of Cash Holding, Leverage, Market Return, Maturity, Risk Free,
Treasury Slope and Volatility Index to Credit Spread of Corporate Bonds in
Indonesia
Abstract
This study is constructed to examine credit spread of corporate bonds in Indonesia. Credit spread is defined as
the difference between the yield of corporate bond and the yield of the treasury curve at the same maturity.
Based on structural model, some firm-specific and macroeconomics variables are predicted to have effect to
credit spread. Using 21 corporate bonds, this study finds that risk free rate, maturity and treasury slope have
significant effect to credit spread for some model combinations. While cash holding, leverage, market return,
and volatility index, that is considered effecting credit spread in previous study, is found having no significant
effect to credit spread.
Keyword: bonds; credit risk; credit spread; structural model; yield spread,
Pendahuluan
Pasar obligasi Indonesia mengalami pertumbuhan tercepat di kawasan Asia pada tahun
2013. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Indonesia dalam lima besar negara dengan
pertumbuhan pasar obligasi berdenominasi mata uang lokal paling pesat di negara
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
berkembang di Asia Timur. Selain itu dapat dilihat dengan semakin banyaknya obligasi yang
diterbitkan yaitu Rp 480,26 triliun di tahun 2006 meningkat hampir 300% di tahun 2013 yaitu
Rp 1211,99 triliun. Dengan menggunakan 21 sampel obligasi, diketahui pergerakan credit
spread dari tahun 2009 hingga 2013 berikut ini:
Gambar 1 Rata-Rata Credit Spread di Indonesia
0.05 Rata-­‐Rata Credit Spread 21 Obligasi Korporasi 0.045 0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 Sumber: diolah oleh penulis
Perubahan credit spread sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dikembangkan dari structural model of credit risk milik Merton (1974). Faktor-faktor yang
mempengaruhi credit spread berdasarkan structural model tersebut terdiri dari variabel firmspecific dan makroekonomi yaitu volatilitas saham, leverage perusahaan dan tingkat bunga.
Selanjutnya penelitian mengenai credit spread terus berkembang. Collin-Dufresne, Goldstein
dan Martin (2001) menambahkan variabel treasury slope dan jump sebagai faktor-faktor yang
dapat menyebabkan perubahan credit spread. Avramov, Jostova, dan Philipov (2007)
menggunakan variabel-variabel yang telah disebutkan diatas ditambah dengan rasio Price to
Book. Hingga selanjutnya Acharya, Davydenko dan Strebulaev (2012) menambahkan asset
volatility, cash holding, distance to default, dan maturity untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap credit spread.
Mengingat perkembangan pasar obligasi baik korporasi dan pemerintah di Indonesia
cukup baik dalam beberapa tahun ini, penulis mencoba untuk menganalisis bagaimana credit
spread pada pasar obligasi di Indonesia serta membuktikan pengaruh corporate-level variabel
seperti cash holding, leverage dan bond maturity serta variabel makro seperti risk free rate,
treasury slope, market return dan volatility index.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Dalam penyusunan penelitian, penulis menggunakan referensi jurnal utama dari
Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012). Dalam jurnal yang dijadikan referensi, variabel
independen yang digunakan untuk menentukan credit spread adalah cash holding, leverage,
assets volatility, distance to default, bond maturity, risk-free rate, slope, VIX, S&P return dan
jump serta lingkup kajian yang digunakan adalah data keuangan perusahaan-perusahaan
Amerika untuk tahun 1996 hingga 2010. Sedangkan pada penelitian ini, variabel independen
yang digunakan adalah cash holding, leverage, maturity, risk free rate, slope, IHSG return
dan VIX serta lingkup kajian yang digunakan adalah data keuangan perusahaan-perusahaan
penerbit obligasi di Indonesia untuk tahun 2009 hingga 2013.
Tinjauan Teoritis
Menurut Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) credit spread adalah perbedaan
antara yield pada suatu obligasi dan yield pada obligasi yang bebas risiko dengan umur
(maturity) yang sama untuk masing-masing obligasi korporasi dan pemerintah tersebut.
Berdasarnya model Merton (1974), credit spread dapat dirumuskan dengan persamaan berikut
ini.
CS = yield – risk free rate
yield = - (1)
!
!"( ! )
!
(2)
!
!! = F! !!"(!) ! !2 + !! ! (−!1)
(3)
Dengan memasukkan persamaan (2) ke dalam persamaan (1), maka diperoleh
persamaan berikut ini:
CS = - !
!"( ! )
!
!
– rf
(4)
Kemudian jika persamaan (3) dimasukkan ke dalam persamaan (4) maka persamaan
untuk credit spread adalah sebagai berikut:
CS = - !"(
!!!!"(!) ! !! !!! ! (!!!)
)
!
!
– rf
(5)
Dengan memasukkan persamaan d1 dan d2 sebagai berikut:
!! =
!"
!!
!
! !"!!.! !! ! !
!! !
!! = !! - !! !
Maka persamaan untuk credit spread adalah sebagai berikut:
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
(6)
(7)
!!!!"(!) ! CS = - !"(
!"
!!
!
!" ! ! !"!!.! !! ! !
! !"!!.! !! ! !
!
!
! !! ! !!! ! (!
)
!! !
!! !
!
!
)
– rf (8)
CS
= credit spread
e
= konstanta bernilai sekitar 2,71828
!!
= value of debt
!!
= value of asset
F
= face value of debt
rf
= risk free rate
!!
= asset volatility
T
= time to maturity
N
= fungsi kumulatif distribusi normal yang nilainya dihitung dari
d1 dan d2
Pada umumnya credit spread atau yield spread atau disebut juga default spread
digunakan untuk mengukur kompensasi bagi investor karena telah menanggung default risk,
perubahan dalam kelayakan kredit (creditworthiness) dan kerugian akibat terjadinya gagal
bayar. Menurut Kao (2000) credit spread berisi kesimpulan statistik tentang adanya credit
risk.
1.
Asset Volatility
Volatilitas aset merupakan rata-rata tertimbang dari volatilitas ekuitas dan volatilitas
utang perusahaan. Menurut Merton (1974) volatilitas aset merupakan variabel yang penting
dalam structural model of credit risk. Selain itu, volalititas aset juga digunakan dalam
menghitung distance to default yang erat kaitannya dalam mengukur probability of default.
Schaefer dan
Strebulaev (2008) mendefinisikan volatilitas aset dengan persamaan
berikut ini:
!! ! = (1 − !)! !! ! + !! !! ! + 2 L (1 – L) !!"
(9)
dimana L merupakan leverage ratio atau bobot utang dibanding total aset dan !!" adalah
covariance antara return pada utang dan ekuitas perusahaan.
Volatilitas aset menggambarkan pergerakan naik dan turunnya nilai aset suatu
perusahaan. Semakin besar volatilitas semakin tinggi risiko yang dimiliki. Dengan mengacu
pada structural model Merton (1974), Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012)
membuktikan bahwa volatilitas aset berpengaruh positif terhadap kenaikan credit spread.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
2.
Cash Holding
Cash holding dihitung menggunakan cash to total assets ratio atau cash/TA. Pada
awalnya cash holding tidak dimasukkan pada structural model dalam meneliti credit spread
pada banyak penelitian sebelumnya. Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) meragukan
pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan dengan cash holding yang lebih besar akan
lebih “aman” karena memiliki kemampuan likuiditas yang tinggi dalam memenuhi kewajiban
yang segera akan dibayar. Menurut Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012), perusahaan
merupakan portofolio aset dimana kas berada, sehingga ketika perusahaan memegang kas
dalam jumlah yang semakin besar maka expected cash inflow akan semakin kecil. Expected
cash inflow yang semakin kecil menyebabkan probabilitas kekurang kas saat pembayaran
utang akan semakin besar selanjutnya dapat meningkatkan credit risk atau credit spread. Pada
akhirnya, cash holding yang lebih tinggi akan meningkatkan credit spread perusahaan.
Penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) tersebut membuktikan bahwa
cash holding juga memiliki pengaruh terhadap credit spread bersamaan dengan faktor-faktor
lain yang umunya dimasukkan ke dalam model penelitian credit spread. Pengaruh cash
holding terhadap credit spread ini adalah positif yang sekaligus membuktikan bahwa semakin
tinggi cash holding maka semakin tinggi pula credit spread suatu perusahaan.
3.
Distance to Default
Distance to default merupakan suatu ukuran berbasis pasar yang menggambarkan
potensi gagal bayar yang dimiliki perusahaan. Distance to default erat kaitannya dengan
probability of default yang menggambarkan kemungkinan gagal bayar perusahaan.
Distance to default dihitung berdasarkan model Merton (1974) dengan persamaan
berikut:
!
DD
4.
=
!" ! ! !"!!.!!! ! ! !
!! !
(10)
Jump
Jump menggambarkan perubahan probabilitas dan pergerakan dari penurunan nilai
perusahaan. Menurut Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001), variabel jump sangat
sulit untuk diperoleh karena data historis dari jump tersebut jarang terjadi.
Jump dianggap memiliki pengaruh terhadap credit spread. Hasil penelitian CollinDufresne, Goldstein, dan Martin (2001) menyimpulkan bahwa kenaikan pada probabilitas
yang diharapkan pasar terhadap negative jump memiliki pengaruh pada kenaikan credit
spread.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
5.
Leverage
Sebagai variabel dasar pada structural model, leverage dianggap sebagai variabel yang
penting dalam menjelaskan perubahan credit spread. Leverage ratio menggambarkan
komposisi utang perusahaan terhadap total asetnya. Semakin tinggi leverage ratio, semakin
tinggi pula credit risk perusahaan tersebut.
Leverage ratio sendiri memiliki beberapa perhitungan yang berbeda, secara umum
leverage ratio didefinisikan dengan persamaan berikut ini
Leverage ratio =
!" !" !"#$
!" !" !"#$%&!!" !" !"#$
(11)
Berdasarkan persamaan di atas, leverage ratio dihitung dengan menggunakan book
value dari utang perusahaan yang merupakan interest bearing debt dan market value dari
sahamnya.
Sedangkan Lepone dan Wong (2009) menggunakan perhitungan leverage ratio yang
sedikit berbeda pada penelitiannya tentang credit spread. Pada penelitian tersebut leverage
dihitung sebagai berikut:
Leverage ratio =
!"#$"%"&"'(
!"#$"%"&"'(!!"#$%& !"#
(12)
Pada persamaan di atas, leverage ratio dihitung menggunakan total liabilities dan
market capital atau nilai pasar dari ekuitas perusahaan. Pada dasarnya kedua persamaan
leverage ratio tersebut menggambarkan proporsi kewajiban atau utang perusahaan terhadap
total asetnya. Dimana semakin besar proporsi tersebut dianggap akan menaikan credit risk
perusahaan.
6.
Maturity
Term to maturity adalah sisa umur obligasi hingga jatuh tempo. Semakin panjang
maturity suatu sekuritas dianggap mengandung risiko yang semakin besar. Hal ini disebabkan
karena semakin panjangnya umur suatu sekuritas dari jatuh temponya maka semakin banyak
ketidakpastian yang dapat terjadi sepanjang umur sekuritas tersebut.
Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) yang memasukkan term to maturity
sebagai salah satu variabel pada penelitiannya dapat membuktikan pengaruh positif maturity
terhadap kenaikan credit spread. Hal ini sejalan dengan pendapat Damodaran (2012) yang
menyatakan default spread meningkat bersamaaan dengan maturity. Default spread
cenderung melebar untuk obligasi dengan maturity yang lebih panjang dan lebih lebar untuk
obligasi dengan peringkat yang rendah.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
7.
Market Return
Market return menggambarkan return yang dihasilkan pada pasar saham dan dianggap
ikut mempengaruhi credit spread sebagai salah satu faktor makroekonomi. Market return
memberikan indikasi mengenai kondisi bisnis dan recovery rate yang diharapkan jika terjadi
gagal bayar. Return S&P 500 banyak digunakan untuk penelitian-penelitian yang dilakukan di
Amerika seperti pada penelitian Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) dan Acharya,
Davydenko, dan Strebulaev (2012). Sedangkan Lepone dan Wong (2009) yang melakukan
penelitiannya di Australia menggunakan return dari SPI 200 Index.
Pengaruh market return terhadap credit spread dianggap negatif yang artinya semakin
besar market return maka semakin sempit credit spread pada obligasi. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi market return yang melambangkan kondisi ekonomi yang lebih baik
berarti perusahaan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk melunasi kewajibannya
sehingga credit spread menyempit akibat jarak antara yield yang diberikan perusahaan
dengan pemerintah semakin kecil.
8.
Risk Free Rate
Risk free rate merupakan variabel fundamental pada structural model of credit risk.
Longstaff and Schwartz (1995) berpendapat bahwa risk free rate memiliki pengaruh negatif
terhadap credit spread, karena kenaikan pada risk free rate akan meningkatkan nilai
perusahaan, dan reinvestment rate yang lebih tinggi dapat meningkatkan future value obligasi
sehingga menyebabkan credit spread menyempit.
Menurut Kao (2000), perubahan pada credit spread sering kali dikaitkan dengan
pergerakan pasar, dan penelitiannya menunjukkan bahwa credit spread menyempit ketika
Treasury rate naik. Pengaruh treasury rate yang negatif ini akan semakin kuat bersama
dengan penurunan kualitas kredit. Pengaruh pasar obligasi pemerintah terhadap perubahan
credit spread cenderung menguat pada kondisi ekonomi yang baik (ekspansi) dan melemah
pada masa resesi.
9.
Treasury Slope
Variabel treasury slope dihitung sebagai selisih dari yield obligasi pemerintah berjangka
panjang dengan yang berjangka pendek. Penelitian Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin
(2001) dan penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012) menggunakan selisih
antara obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun dan 2 tahun sebagai treasury slope,
sedangkan Lepone dan Wong (2009) menggunakan selisih antara obligasi pemerintah
berjangka waktu 10 tahun dan 3 tahun.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) berpendapat bahwa kenaikan treasury
slope dapat meningkatkan expected future short rate, sehingga menyebabkan credit spread
menyempit, karena kenaikan expected future interest rate dapat mengurangi net present value
(NPV) dari obligasi dan memperkecil spread. Kenaikan pada treasury slope juga
menunjukkan kondisi ekonomi yang semakin baik sehingga dapat memperkecil credit spread.
10.
Volatility Index
Volatility index yang diukur dengan standar deviasi dari return harian index pasar
menggambarkan volatilitas ekuitas dari harga saham-saham pada index pasar. Semakin besar
volatilitas harga saham, maka semakin besar risiko dari sekuritas tersebut. Acharya,
Davydenko, dan Strebulaev (2012) memasukkan variabel volatility index bersama dengan
systematic factors yang lain seperti risk free rate, slope, jump dan S&P 500 return untuk
membuktikan pengaruhnya terhadap credit spread.
Volatilitas pasar yang tinggi mengindikasikan kondisi pasar yang tidak stabil, hal ini
memberikan pengaruh positif terhadap pergerakan credit spread, sehingga disimpulkan
bahwa volatility index memiliki pengaruh positif terhadap credit spread. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Collin-Dufresne, Goldstein, dan Martin (2001) yang dapat
membuktikan pengaruh positif volatility index terhadap credit spread. Pengaruh ini lebih kuat
untuk obligasi dengan maturity yang pendek.
Dari beberapa variabel independen yang digunakan oleh Acharya, Davydenko, dan
Strebulaev (2012) seperti yang telah dijabarkan di atas, pada penelitian ini penulis akan
mengeluarkan beberapa variabel karena beberapa kendala antara lain:
1.
Asset volatility, yaitu volatilitas aset perusahaan yang dihitung dari volatilitas ekuitas
dan hutang perusahaan dengan memperhitungkan bobotnya masing-masing. Namun
data volatilitas saham seluruh perusahaan terkait tidak dapat diperoleh akibat tidak
semua perusahaan sampel menerbitkan saham.
2.
Distance to default, merupakan ukuran probabilitas terjadinya gagal bayar yang
persamaannya melibatkan volatilitas saham juga, sehingga data untuk menghitung
distance to default untuk seluruh sampel tidak tersedia.
3.
Jump, merupakan ukuran probabilitas dan tingkat lompatan negatif yang besar dari nilai
perusahaan. Menurut Collin-Dufresne, Goldstein, & Martin(2001), cukup sulit untuk
mencari pendekatan untuk variabel ini karena kejadian historis dari jump tersebut cukup
jarang terjadi. Dalam penelitian ini penulis juga tidak dapat menemukan data jump yang
dapat dimasukkan ke dalam model.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian data panel, yang merupakan gabungan antara
penelitian time series dan cross-sectional. Penelitian ini memiliki sifat time series karena
penulis melakukan penelitian dalam kurun waktu tertentu yaitu 5 tahun selama tahun 2009
hingga 2013 untuk masing-masing objek penelitian. Sedangkan penelitian ini juga bersifat
cross-sectional karena penelitian ini dilakukan pada lebih dari satu perusahaan sebagai objek
penelitian.
Adapun kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh sampel penelitian ini adalah:
a.
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan obligasi yang terbit selama
tahun 2009 hingga 2013
b.
Mempublikasi data laporan tahunan dan laporan keuangan setiap triwulan.
c.
Memiliki data yield obligasi yang lengkap untuk setiap triwulan untuk tahun 2009
hingga 2013.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Acharya,
Davydenko, dan Strebulaev (2012). Model penelitian ini terdiri dari variabel dependen berupa
credit spread, dan variabel independen yaitu cash holding, leverage, market return, maturity,
risk-free rate, TS slope, dan VIX, sehingga membentuk model persamaan berikut:
CS = α + !! Cash/TA + !! leverage + !! maturity+ !! !"#$ !"## + !! TS + !! Market
return + !! VIX + ε
Gambar 1 Model Penelitian Credit Spread
Variabel Independen: Cash holding Leverage Maturity Risk-­‐free Treasury Slope Market return VIX Variabel dependen: Credit Spread Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Sumber: diolah oleh penulis
Adapun variabel-variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut ini:
Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Nama Variabel
Definisi Operasional Variabel dan Item Pengukuran
Menggambarkan kerugian potensial yang disebabkan oleh
default risk, credit spread diukur sebagai selisih antara
current yield obligasi korporasi dan obligasi pemerintah untuk
masing-masing maturity yang sama.
Credit spread = yield – risk free rate
Credit spread (Y)
Cash Holding (X1)
Porsi pemegangan kas pada perusahaan. Cash holding diukur
sebagai cash to total asset ratio atau Cash/TA
Leverage adalah tingkat komposisi hutang perusahaan.
Penelitian ini menggunakan 2 jenis ukuran leverage ratio,
yaitu
Leverage (X2)
Lev1 =
Lev2 =
Risk-free rate (X4)
IHSG return (X6)
!"#$% !"#$
!"#$% !"#$!!"#$%& !"#$% !" !"#$%&
Term to maturity adalah sisa umur obligasi sebelum jatuh
tempo yang dihitung dalam satuan tahun.
Maturity (X3)
TS Slope (X5)
!"#$% !"#$"%"&'
!"#$% !"#$"%"&'!!"#$%& !"#$% !" !"#$%&
Risk-free rate adalah yield obligasi pemerintah. Dalam
penelitian ini terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu:
1. !! yang merupakan yield obligasi pemerintah berjangka
waktu 1 tahun yaitu SPN (Surat Perbendaharaan Negara)
untuk setiap tahun
2. !!" yang merupakan yield obligasi pemerintah berjangka
waktu 10 tahun dengan menggunakan yield dari FR0026.
Treasury slope adalah selisih antara yield obligasi pemerintah
yang berjangka waktu 10 tahun dan obligasi pemerintah yang
berjangka waktu kurang lebih 1 tahun.
Slope = !!" - !!
!!" yang digunakan adalah obligasi FR0026 yang merupakan
obligasi pemerintah yang berjangka waktu 10 tahun dan terbit
selama periode penelitian 2009-2013.
!! diwakili oleh yield SPN yang merupakan obligasi
pemerintah yang berjangka waktu lebih kurang 1 tahun.
IHSG return merupakan tingkat pengembalian yang diberikan
oleh pasar saham Indonesia. Return IHSG disajikan per tahun
untuk setiap periode, dihitung dengan persamaan berikut:
(! !! )
Return IHSG = ! !!!
!!!!
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
VIX (X7)
VIX adalah indeks volatilitas return saham pada IHSG,
dihitung menggunakan standar deviasi dari return harian
saham IHSG selama setahun
Sumber: diolah oleh penulis
Hasil Penelitian
Tabel 2 Tabel Statistik Deskriptif
Median
Maksimum
Minimum
Standar Deviasi
0.0338
0.0312
0.0729
-0.0083
0.0147
Cash/TA
0.0531
0.0232
0.2868
0.0021
0.0629
Lev1
0.7062
0.7744
0.9548
0.2549
0.1907
Lev2
0.4251
0.3850
0.8418
0.0584
0.2312
Maturity
5.1935
5.2500
9.2500
0.0800
2.0594
Market Return
0.2285
0.1894
0.9734
-0.4027
0.3043
(!)!
0.0548
0.0578
0.0817
0.0246
0.0128
(!)!"
0.0629
0.0623
0.0818
0.0440
0.0115
Treasury Slope
0.0080
0.0064
0.0272
0.0002
0.0061
VIX
0.0141
0.0135
0.0242
0.0084
0.0042
Variabel
Mean
Credit Spead
Sumber: data diolah oleh penulis
Credit spread sebagai variable dependen pada penelitian ini memiliki rata-rata sebesar
3%, dengan nilai maksimum sebesar 7,3% yang dimiliki oleh obligasi PNBN03 pada triwulan
1 2013 milik PT Bank Pan Indonesia dengan peringkat IdAA-. Sedangkan credit spread
terendah dimiliki oleh obligasi dari PT Indosat dengan seri ISAT05A sebesar -0.837%,
artinya pada periode tersebut yaitu tahun 2009 triwulan ketiga obligasi ISAT05A memberikan
yield yang lebih rendah daripada yield obligasi pemerintah dengan maturity yang sama.
ISAT05A sendiri memiliki peringkat IdAA+.
Sedangkan variabel independen pada penelitian ini antara lain cash/TA, memiliki nilai
rata-rata (mean) sebesar 5,3% dengan standar deviasi sebesar 0.06295. Hal ini menunjukkan
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
perusahaan-perusahaan yang termasuk pada sampel penelitian ini memegang kas sekitar 5,3%
dari total asetnya . Cash holding yang tertinggi dimiliki oleh PT Jasa Marga yakni sebesar
28,6825% dari total asetnya, sedangkan perusahaan yang memegang kas dengan komposisi
paling kecil adalah PT Bank Victoria Internasional yaitu sebesar 0,2147 %.
Variabel lev1 memiliki nilai rata-rata sebesar 70,6% dan standar deviasi sebesar
0,190791. Lev1 tertinggi dimiliki oleh PT Bank Victoria Internasional dengan nilai sebesar
95,48% yang didominasi oleh kewajiban atas simpanan pihak ketiga dan terendah adalah
sebesar 25,49% yang dimiliki oleh PT Jasa Marga. Sedangkan rata-rata lev2 adalah 42.52%
dengan nilai tertinggi 84,18% yang dimiliki oleh PT Pegadaian dan lev2 terendah sebesar
5,85% yang dimiliki oleh PT Bank OCBC NISP. PT Bank Victoria dan PT Pegadaian masih
dapat berkompetisi dalam perdagangan obligasi meskipun memiliki leverage ratio yang cukup
tinggi karena kedua perusahaan tersebut memberikan coupon yang cukup menarik bagi
investornya yaitu 12,5 % untuk obligasi BVIC02B milik PT Bank Victoria dan 18,25 % untuk
obligasi PT Pegadaian.
Variabel maturity memiliki rata-rata sebesar 5,1935 tahun, maturity tertinggi adalah
9,25 tahun yang dimiliki oleh obligasi NISP02 untuk triwulan 1 tahun 2009 milik PT Bank
OCBC NISP dan yang terendah adalah 0,08 tahun yang dimiliki oleh obligasi
JMPD11PXBFTW untuk triwulan 4 tahun 2013 milik PT Jasa Marga.
Variabel market return index memiliki rata-rata sebesar 0,2285 dan standar deviasi
sebesar 0,3043. Hal ini menunjukkan bahwa IHSG memiliki rata-rata return yang lebih besar
dibandingkan rata-rata yield yang diberikan oleh obligasi pemerintah yang tercermin pada
variable risk-free. Return IHSG terendah adalah -0.4027 atau sekitar -40% yang terjadi pada
triwulan 1 2009. Rendahnya kinerja IHSG untuk periode tersebut disebabkan oleh adanya
krisis ekonomi yang terjadi di sekitar tahun 2008 hingga 2009 yang menyebabkan harga
saham-saham pada IHSG terus turun sepanjang tahun. Sedangkan return IHSG tertinggi
adalah 97,34% pada periode triwulan pertama tahun 2010, dimana kinerja IHSG sangat baik
pada periode tersebut dan terjadi bullish (kenaikan harga saham yang cukup signifikan) sejak
tahun 2009 hingga tahun 2010.
Variabel r1 yang merupakan obligasi pemerintah dengan jangka waktu 1 tahun dalam
bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) memiliki rata-rata sebesar 5,48% dengan standar
deviasi sebesar 0,01285. R1 tertinggi adalah 8,18% pada triwulan 1 tahun 2013. Sedangkan
yield r1 terendah adalah sebesar 2,466 % pada triwuan 2 tahun 2012. Untuk r10 yang
merupakan obligasi pemerintah dengan umur 10 tahun yang digunakan pada penelitian ini
adalah FR0026. Rata-rata yield obligasi pemerintah ini adalah 6,29 % dengan yield tertinggi
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
sebesar 8,18% pada triwulan 1 tahun 2009 dan yield terendah sebesar 4,4% pada triwulan 1
tahun 2013. Variabel treasury slope yang merupakan selisih yield obligasi pemerintah untuk
jangka waktu 10 tahun dengan obligasi pemerintah yang berjangka waktu 1 tahun memiliki
rata-rata sebesar 0,008013 dengan standar deviasi sebesar 0,006167.
Variabel treasury slope memiliki rata-rata 0.8% dengan nilai tertinggi adalah sebesar
0,027280 atau 2,7% pada triwulan 2 tahun 2012 dan terendah adalah 0,000220 atau 0,02%
pada triwulan 2 tahun 2009.
Sedangkan variable VIX yang merupakan indeks volatilitas pasar memiliki rata-rata
sebesar 0.01418 dan standar deviasi 0.004273. VIX maksimum adalah 0.024207 dan terendah
adalah 0.008456.
Pembahasan
Model-model yang digunakan dalam penelitian ini memiliki hasil regresi yang berbeda
karena adanya variasi kombinasi variabel independen yang digunakan. Untuk mempermudah
pembahasan, akan ditampilkan kembali hasil regresi seluruh variabel untuk keempat model
penelitian berikut ini:
Tabel 3 Hasil Regresi Model Penelitian
CS = !! + !! Cash/TA + !! Lev + !! Market return + !! Maturity + !! Riskfree +
!! TS + !! VIX + ε
Variabel
Predicted Sign
Cash/TA
+
Lev1
+
Lev2
+
Market
return
-
Maturity
+
R1
-
R10
-
Model1
Model2
Model3
Model4
0.008171
0.008015
0.009514
0.0080802
(0.7307)
(0.7046)
(0.6435)
(0.7007)
-0.007742
-0.007550
(0.5417)
(0.5524)
-0.007248
-0.007246
(0.1646)
(0.1643)
-0.001691
0.000006
(0.6940)
(0.9984)
0.000490
0.001397*
0.000140
0.001374**
(0.6171)
(0.0853)
(0.8968)
(0.0457)
-0.51405***
-0.48609***
(0.0000)
(0.0000)
-0.52819***
-0.485318***
(0.0000)
(0.0000)
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
TS
-
VIX
+
Adjusted
!!
Prob
(F-Stat)
-0.64058***
-0.443278**
-0.125107
0.042889
(0.0000)
(0.0045)
(0.1215)
(0.7345)
-0.005935
-0.529981*
-0.0056476
-0.525402**
(0.9854)
(0.0883)
(0.8294)
(0.0335)
0.769089
0.104961
0.768928
0.112697
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
Sumber: Hasil Eviews (diolah kembali)
Koefisien bertanda *** signifikan untuk α=1%, ** signifikan untuk α=5% dan * signifikan
untuk α=10%
1.
Cash Holding
Cash holding yang direpresentasikan oleh variabel cash/TA pada penelitian ini tidak
dapat menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap credit spread. Hal ini dapat
dilihat pada probabilitas t-statistik variabel cash holding pada keempat model penelitian
tersebut. Tidak satupun dari kombinasi variabel pada model regresi tersebut yang dapat
membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara cash holding terhadap credit spread.
Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev (2012),
yang menyatakan bahwa semakin besar cash holding maka semakin besar pula credit spread
akibat penurunan expected cash inflow di masa depan karena kehilangan opportunity cost dari
jumlah cash yang tidak hanya dipegang dalam bentuk aset tersebut.
Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara cash holding terhadap credit spread pada
penelitian ini menunjukkan adanya trade off antara liquidity dan profitability. Perusahaan
yang menjaga tingkat liquidity yang besar akan kehilangan opportunity cost untuk
meningkatkan profitability. Namun sebaliknya, perusahaan yang mengejar profitability yang
tinggi dengan memanfaatkan segala asetnya termasuk cash dapat mengalami risiko tidak
dapat membayar kewajiban yang jatuh tempo saat itu juga karena kekurangan cash jika
manajemen perbendaharaannya tidak dilakukan dengan hati-hati.
2.
Leverage
Variabel leverage pada keempat model penelitian memiliki probabilitas t-statistik yang
melebihi tingkat signifikansi α, baik untuk α=1%, α=5% maupun α=10%. Meskipun pada
penelitian ini digunakan dua perhitungan yang berbeda untuk mengukur rasio leverage yang
diwakili oleh variabel Lev1 dan Lev2, namun kedua ukuran leverage tersebut tidak dapat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread pada model penelitian ini.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Koefisien untuk leverage ratio pada penelitian ini menghasilkan tanda negatif, yang
artinya leverage ratio memiliki pengaruh yang negatif terhadap credit spread, meskipun tidak
signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini tidak dapat
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara leverage terhadap credit spread.
Meskipun berdasarkan studi empiris dapat membuktikan bahwa semakin tinggi leverage
ratio suatu perusahaan maka semakin besar pula credit risk (credit spread), karena semakin
besar utang yang ditanggung oleh perusahaan dapat menyebabkan semakin besar beban
kewajiban yang harus dilunasi seiring dengan semakin besarnya risiko gagal bayar terhadap
kewajiban tersebut.
Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan pengaruh tersebut. Hal ini dapat
disebabkan karena besarnya utang yang dimiliki perusahaan tidak hanya mengandung risiko
gagal bayar namun juga mengandung potensi return dari pengolahan dana yang bersumber
dari utang tersebut, sehingga mungkin saja pada perusahaan-perusahaan sampel ini adanya
jumlah utang yang besar dapat memberikan profit yang besar juga dikemudian hari sehingga
dapat menurunkan risiko gagal bayar perusahaan.
3.
Market Return
Market return yang digunakan pada penelitian ini adalah return dari perubahan harga
saham setiap tahun pada IHSG. Berdasarkan penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev
(2012), market return (dengan menggunakan return dari S&P 500 index) akan memberikan
pengaruh yang negatif secara signifikan terhadap credit spread. Sedangkan hasil regresi untuk
market return tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap credit spread
dalam berbagai kombinasi model penelitian ini.
Hasil penelitian ini dapat disebabkan akibat perbedaan aktivitas yang terjadi pada pasar
obligasi dan pasar saham di Indonesia. Pasar obligasi di Indonesia cenderung lebih sepi
dibandingkan pasar saham, hal ini dapat dilihat dari perbedaan jumlah emiten pada pasar
obligasi dan pasar saham. Lebih lanjut, obligasi sebagian besar ditransaksikan lewat OTC
sehingga pembentukan harganya tidak seefektif pembentukan harga saham dimana nilai
transaksi hariannya cukup tinggi. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perubahan return
pada saham IHSG tidak mempengaruhi credit spread obligasi korporasi di Indonesia.
Temuan pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lepone dan Wong (2009)
yang dilakukan di pasar obligasi Australia. Penelitian tersebut juga tidak menemukan adanya
pengaruh yang signifikan dari market return (menggunakan return SPI 200 Index) terhadap
credit spread. Menurut Cornell dan Green (1991), obligasi dengan peringkat yang rendah
(low-grade) jauh lebih sensitif terhadap perubahan harga pasar saham daripada obligasi
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
dengan peringkat yang tinggi (high-grade). Sedangkan obligasi yang menjadi sampel
penelitian ini didominasi oleh obligasi yang memiliki peringkat yang tinggi, sehingga market
return tidak cukup mempengaruhi credit spread obligasi yang menjadi sampel penelitian ini.
4.
Maturity
Time to maturity pada penelitian ini memberikan hasil yang berbeda untuk setiap model.
Pada Model1 dan Model3, pengaruh maturity terhadap credit spread tidak signifikan.
Sedangkan Model2 dan Model4 menunjukkan bahwa maturity memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap credit spread. Koefisien variabel maturity adalah positif yang
menunjukkan bahwa semakin panjang maturity maka semakin besar credit spread dari
obligasi tersebut.
Hal ini disebabkan karena semakin panjang umur suatu sekuritas maka semakin besar
risiko yang terkandung dalam sekuritas tersebut akibat adanya ketidakpastian yang terjadi di
masa depan. Obligasi dengan maturity yang panjang akan memberikan yield yang lebih besar
sebagai kompensasi adanya risiko yang dikandung obligasi tersebut, sebaliknya obligasi yang
mendekati jatuh temponya akan memberikan yield yang mendekati yield yang diberikan
obligasi pemerintah. Selisih antara yield obligasi korporasi dan pemerintah ini merupakan
credit spread. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin panjang maturity suatu obligasi
maka akan semakin besar credit spread obligasi tersebut.
Namun hasil temuan adanya pengaruh maturity terhadap credit spread pada penelitian
ini hanya dapat dibuktikan pada 2 model saja. Penulis menduga hal ini terjadi akibat variasi
yang kurang dari maturity sampel yang digunakan, dimana obligasi yang digunakan pada
penelitian ini memiliki maturity yang berkisar antara 7 hingga 13 tahun, sedangkan Acharya,
Davydenko, dan Strebulaev (2012) menggunakan obligasi yang berjangka 1 hingga 30 tahun.
5.
Risk Free
Pada penelitian ini digunakan dua pendekatan risk free yaitu yield obligasi pemerintah
dengan maturity 10 tahun, yaitu FR0026 dan 1 tahun yaitu SPN. Kedua ukuran risk free
tersebut dikombinasikan menjadi Model1, Model2, Model3 dan Model4. Meskipun terdapat
dua pendekatan yang berbeda untuk variable risk free, hasil regresi untuk variabel risk free ini
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread untuk tingkat signifikansi
α=1% pada semua kombinasi variable dalam keempat model penelitian ini.
Koefisien untuk variabel risk free adalah negatif yang berarti bahwa kenaikan risk free
rate akan menurunkan credit spread obligasi. Hal ini disebabkan bahwa risk free rate
merupakan benchmark sekuritas bebas risiko, sehingga ketika benchmark itu naik sedangkan
yield yang diberikan obligasi tersebut konstan maka selisih antara keduanya akan turun.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Sebaliknya ketika risk free rate turun maka jarak antara obligasi risky dan risk free tersebut
akan semakin besar.
Pengaruh risk free rate terhadap credit spread seperti temuan pada penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang credit spread. Kao (2000) menyatakan
bahwa credit spread semakin kecil seiring kenaikan treasury rate. Penelitian Collin-Dufresne
dan Goldstein (2001) menunjukkan bahwa risk free memiliki pengaruh yang negatif terhadap
credit spread untuk seluruh klasifikasi obligasi berdasarkan peringkat pada penelitiannya.
Lebih lanjut Ericsson dan Renault (2006) menyatakan bahwa risk free rate selalu memiliki
pengaruh negatif terhadap yield spread dan pengaruh tersebut semakin jelas untuk obligasi
dengan peringkat yang rendah atau maturity yang pendek.
6.
Treasury Slope
Treasury slope pada penelitian ini adalah selisih antara yield obligasi pemerintah
dengan maturity 10 tahun menggunakan FR0026 dan obligasi 1 tahun dengan Surat
Perbendaharaan Negara (SPN). Berdasarkan regresi keempat model, ditemukan adanya
pengaruh yang signifikan antara treasury slope terhadap credit spreadpada Model1 dan
Model2.
Treasury slope memiliki koefisien negatif pada pengaruhnya terhadap credit spread.
Kenaikan treasury slope yang merupakan indiksi atas baiknya kondisi perekonomian secara
keseluruhan akan memperkecil credit spread. Sebaliknya penurunan treasury slope akan
menyebabkan kenaikan pada credit spread yang erat kaitannya dengan credit risk perusahaan,
karena penurunan treasury slope tersebut mengindikasi turunnya pertumbuhan atau kondisi
ekonomi secara keseluruhan dan expected interest rate yang lebih kecil.
7.
Volatility Index
Volatility index menggambarkan volatilitas imbal hasil yang terjadi di pasar saham.
Pada penelitian ini volatility index dianggap berpengaruh terhadap credit spread hanya pada
Model1 dan Model3 yang menggunakan R1 sebagai riskfree rate. Sedangkan pada Model2
dan Model4 tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara volatility index terhadap
credit spread. Pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai credit spread, hasil regresi
untuk volatility index ini cukup beragam.
Pengaruh yang signifikan dari volatility index terhadap credit spread menunjukkan
bahwa volatilitas harga saham memiliki keterkaitan dengan credit spread. Kenaikan dari
volatilitas harga saham akan memperkecil credit spread, karena volatilitas yang tinggi yang
berarti ketidakstabilan pasar akan menyebabkan risk free rate dari obligasi pemerintah
meningkat untuk menyeimbangkan pasar. Selanjutnya kenaikan risk free tersebut akan
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
mempersempit credit spread antara obligasi korporasi dan obligasi pemerintah, atau dengan
kata lain akan menyebabkan credit spread turun.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:
1.
Cash holding sebagai salah satu variabel independen yang dimasukkan diharapkan
dapat memberikan pengaruh yang positif secara signifikan terhadap credit spread
sebagai mana yang ditemukan pada penelitian Acharya, Davydenko, dan Strebulaev
(2012). Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cash holding tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap credit spread karena menurut penelitian ini kenaikan
cash holding selain dapat mengurangi risiko gagal bayar kewajiban yang jatuh tempo
juga dapat mengurangi expected cash inflow akibat kehilangan opportunity cost dari
cash yang dipegang. Sehingga pengaruh positif dari cash holding terhadap credit spread
tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini.
2.
Leverage ratio yang diharapkan dapat memberikan pengaruh positif yang signifikan
terhadap credit spread tidak dapat terbukti oleh data yang digunakan pada penelitian ini
meskipun menggunakan dua ukuran perhitungan yang berbeda. Hal ini karena tingginya
hutang juga dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan
untuk kemudian dapat menghasilkan return yang dapat digunakan untuk membayar
kembali kewajiban tersebut saat jatuh tempo.
3.
Return IHSG yang digunakan sebagai variabel market return tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap credit spread. Perbedaan aktivitas antara pasar saham dan
pasar obligsi di Indonesia menyebabkan return IHSG belum dapat memberikan
pengaruh secara langsung terhadap credit spread dari obligasi korporasi.
4.
Dua dari empat model pada penelitian ini mampu membuktikan adanya pengaruh positif
dari maturity terhadap credit spread secara signifikan. Semakin panjang time to
maturity suatu obligasi maka semakin besar pula credit spread obligasi tersebut akibat
adanya kelebihan return yang terkandung pada obligasi tersebut sebagai kompensasi
sehingga yield obigasi tersebut relatif sama dengan obligasi jangka pendek.
5.
Yield obligasi pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun dan 1 tahun sama-sama
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit spread pada semua variasi model
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
penelitian. Semakin besar yield obligasi pemerintah maka semakin sempit credit spread
obligasi korporasi tersebut. Temuan ini sesuai dengan banyak penelitian sebelumnya
mengenai credit spread.
6.
Treasury slope yang dapat diartikan sebagai prediksi interest rate di masa depan dan
kondisi ekonomi secara keseluruhan terbukti memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap credit spread pada dua model penelitian. Semakin tinggi treasury slope, maka
semakin rendah credit spread obligasi karena berarti kodisi ekonomi sedang membaik.
7.
Volatilitas return IHSG terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap credit
spread pada dua model penelitian dengan α=10%. Sedangkan dua model sisanya
menunjukkan bahwa volatilitas return IHSG ini tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap credit spread. Namun penelitian ini menemukan bahwa pengaruh
volatilitas index pasar justru memberikan pengaruh negatif terhadap credit spread.
8.
Dari seluruh variabel independen pada penelitian ini hanya risk free dan treasury slope
yang cenderung memberikan hasil yang signifikan untuk setiap kombinasi model yang
digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lepone dan Wong (2009) yang
menyatakan bahwa spot rate dan treasury slope merupakan variabel yang paling
dominan dalam menentukan credit spread dengan pengaruh negatif kedua variabel
tersebut terhadap credit spread.
Saran
Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait hasil penelitian
ini:
1.
Selain melihat peringkat obligasi, investor dan lembaga pemeringkat dapat menilai pula
credit spread obligasi tersebut dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk
mengetahui credit risk yang terkandung dalam obligasi tersebut sehingga investor
memiliki pengetahuan yang lebih mendalam untuk dapat menghasilkan keputusan
investasi yang menguntungkan.
2.
Variabel r10 sebaiknya menggunakan obligasi pemerintah yang memiliki sisa umur 10
tahun untuk semua periode penelitian, bukan hanya FR0026 yang umurnya akan terus
turun selama periode penelitian.
Kepustakaan
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Acharya, V., Davydenko, S. A., & Strebulaev, I. A. (2012). Cash Holding and Credit Risk.
The Review of Financial Studies, 3572-3609.
Avramov, D., Jostova, G., & Philipov, A. (2007). Understanding Change in Corporate Credit
Spread. Financial Analyst Journal, 90-105.
Bates, T. W., Kahle, K. M., & Stulz, R. M. (2009). Why Do U.S. Firms Hold so Much More
Cash than They Used To? The Journal of Finance, 64.
Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, A. J. (2011). Investments (9th ed.). New York: McGrawHill/Irwin.
Collin-Dufresne, P., & Goldstein, R. S. (2001). Do Credit Spreads Reflect Stationary
Leverage Ratio. The Journal of Finance, 1929-1957.
Collin-Dufresne, P., Goldstein, R. S., & Martin, J. S. (2001). The Determinants of Credit
Spread Changes. The Journal of Finance, LVI, No.6, 2177-2207.
Darmodaran, A. (2012). Investment Valuation: Tools and Techniques for Determining the
Value of Any Asset (3rd ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.,.
Emery, G. (1984). Measuring Short-Term Liquidity. The Journal of Cash Management, 3, 2532.
Ericsson, J., & Renault, O. (2006). Liquidity and Credit Risk. The Journal of Finance, 61,
2219-2250.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics (5th ed.). New York: McGrawHill/Irwin.
Kao, D.-L. (2000). Estimating and Pricing Credit Risk: An Overview . Financial Analyst
Journal, 50-66.
Lepone, A., & Wong, B. (2009). Determinants of Credit Spread Changes: Evidence from the
Australian Bond Market. Australasian Accounting Business and Finance Journal, 3,
26-35.
Merton, R. C. (1974). On the Pricing of Corporate Debt: The Risk Structure of Interest Rate.
Journal of Finance, 449-470.
Reilly, F. K., & Brown, K. C. (2011). Investment Analysis & Portofolio Management (10 ed.).
Mason: SouthWestern Cengange Learning.
Schaefer, S. M., & Strebulaev, I. A. (2008). Structural Models of Credit Risk are Useful:
Evidence From Hedges Ratio on Corporate Bonds. Journal of Financial Economics,
1-19.
Subramanyam, K. R., & Wild, J. J. (2009). Financial Statement Analysis (10th ed.). New
York: McGraw-Hill.
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Pengaruh Cash Holding, Leverage..., Resti Astuti, FE UI, 2014
Download