TINJAUAN MUTU PADA PRODUKSI BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI/PENANGKAR Ramlah Arief [email protected] Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu benih yang prima merupakan prasyarat untuk memeroleh tanaman yang vigor dan produktivitas tinggi. Dalam pengelolaan benih jagung mulai dari proses produksi benih hingga panen dan pascapanen adalah rangkaian proses yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan. Penangkaran benih jagung yang dilaksanakan oleh petani/penangkar benih di beberapa wilayah seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan menunjukkan adanya keragaman mutu benih di tingkat penangkar. Minimnya sarana dan prasarana produksi dan prosesing benih di tingkat petani merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan mutu fisiologis benih. Kerusakan mekanis yang terjadi saat prosesing benih dapat menyebabkan terjadinya kerusakan membrane sel pada dinding sel benih yang dapat meningkatkan bocoran membrane sel. Perencanaan produksi benih di tingkat petani/penangkar selain mempertimbangkan kondisi agroekosistem dan sosial ekonomi petani/penangkar, juga menitikberatkan pada penyediaan sarana dan prasarana produksi dan prosesing benih. Kata kunci : benih, mutu, jagung, produksi, penangkar ABSTRACT High seed quality was prerequisite to get vigorous plant and high productivity. Maize seed management, started from production process until harvest and post harvest were integrated each others and affected end seed yield quality. Maize seed production by seed growers in many areas of South Sulawesi and Cental Sulawesi Province showed high variation in physiological seed quality. Less seed production and processing equipments and infrastructure in seed growers were tend to decrease physiological seed quality. Mechanical injury in seed processing were caused membrane fracture in seed coat and increased seed leakaged . Membrane fracture in seed coat were main factor caused decreased seed longevity in storage. Seed production program should primarily considered agroecosystem, socioeconomy of seed grower, seed production and processing equipment and infrastructure. Keywords : seed, quality, maize, production, seed grower. RINGKASAN Salah satu penyebab rendahnya produktivitas jagung ialah penggunaan benih yang unggul secara genetik dan mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi namun telah mengalami penurunan mutu fisiologis yang cukup besar. Benih dengan mutu fisiologis tinggi akan memiliki umur simpan lebih lama dan mampu menghasilkan pertumbuhan tanaman yang normal meskipun pada kondisi suboptimum. Produksi benih jagung di tingkat petani/penangkar benih di Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah telah berlangsung sejak tahun 2005 dengan menangkar benih jagung komposit, dan tahun 2010 mulai menangkar jagung hibrida. Tinjauan mutu terhadap proses produksi dan prosesing benih benih dilakukan dengan mengevaluasi hasil beberapa penelitian yang dilaksanakan seiring dengan pembinaan penangkaran benih jagung ditingkat petani/penangkar. Mutu benih jagung yang diproduksi di tingkat petani/penangkar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan menunjukkan penurunan daya berkecambah setelah disimpan selama 6 bulan; daya berkecambah awal 98-100% , setelah disimpan pada suhu kamar (28-32oC) selama 6 bulan terjadi penurunan daya berkecambah menjadi 68-85% (Sulawesi Tengah) dan 65-84% (Sulawesi Selatan). Indikator daya hantar listrik air rendaman benih pada benih produk penangkar di Sulteng, 9,2-13,9 uS/cm/g, dan di Sulsel 19,2-23,9 uS/cm/g, dan setelah benih disimpan pada suhu kamar (28-32oC) meningkat menjadi 16,826,9uS/cm/g (Sulteng) dan 25,2-28,9 uS/cm/g (Sulsel). Fasilitas prosesing dan penyimpanan benih yang belum memadai, membuat prosesing benih belum optimal sehingga berpeluang meningkatkan penurunan mutu fisik dan fisiologis benih dalam prosesing dan penyimpanan benih. Kondisi sarana dan prasarana produksi dan prosesing benih yang belum memadai menunjukkan bahwa benih yang dihasilkan oleh petani/penangkar benih, harus segera digunakan/didistribusikan/dijual kepada konsumen/pengguna. Dengan demikian perencanaan produksi benih sebaiknya ditata dengan baik dan seharusnya telah memprediksi kebutuhan pasar yang ada. PENDAHULUAN Salah satu penyebab rendahnya produktivitas jagung ialah penggunaan benih yang unggul secara genetik dan mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi namun telah mengalami penurunan mutu fisiologis yang cukup besar. Mutu fisiologis benih mencerminkan kemampuan benih untuk bisa hidup normal dalam kisaran kondisi lingkungan yang relatif luas, mampu tumbuh cepat dan serempak (Sadjad 1993). Benih dengan mutu fisiologis tinggi akan memiliki umur simpan lebih lama dan mampu menghasilkan pertumbuhan tanaman yang normal meskipun pada kondisi suboptimum. Rendahnya mutu fisiologis benih berakibat rendahnya vigor kecambah yang dapat pertumbuhan berakibat rendahnya kecambah, persentase meningkatnya tanaman pertumbuhan tumbuh, lambatnya kecambah abnormal, beragamnya pertumbuhan awal tanaman, rendahnya kadar klorofil daun dan akhirnya terjadi penurunan produksi yang signifikan (Arief dan Saenong, 2006; Tekrony dan Egli, 1991; Naumenko dan Tkachev, 1976; Andrade dan Abbate, 2005; Adegbuyi dan Burris, 2008). Penelitian terhadap jagung menunjukkan bahwa pertumbuhan awal tanaman dan hasil yang rendah akibat penggunaan benih bermutu rendah meskipun daya berkecambahnya masih relatif tinggi. Penggunaan benih unggul bermutu merupakan langkah awal untuk mencapai produktivitas tinggi. Penyediaan benih di tingkat petani dapat dilakukan melalui penangkaran benih oleh petani penangkar, sehingga dapat memenuhi kebutuhan benih di sekitar wilayah penangkaran. Produksi benih dalam skala besar, para produsen benih bekerjasama dengan penangkar benih. Pola kerjasama ini sangat beragam sesuai kesepakatan produsen dan penangkar lokal. Penangkaran benih jagung komposit telah dilaksanakan di Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah dan benih yang dihasilkan bersertifikat kelas benih sebar (ES) yang diproduksi oleh petani penangkar dengan sumber benih dari BBU/BBI dan proses produksinya diawasi oleh BPSB (Saenong et al. 2009). Selanjutnya di beberapa wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan , mulai dirintis penangkaran benih jagung hibrida oleh petani penangkar local (Arief et al., 2010). Minimnya sarana dan prasarana produksi dan prosesingbenih di tingkat petani berpengaruh terhadap mutu benihyang dihasilkan. Panen pada kadar air yang tinggi tanpaalat pengering menurunkan mutu fisik dan fisiologis benih(Delouche 1973, Copeland and Mc. Donald 1985). Kadar air benih jagung produk penangkar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan berkisar antara 11,8-12,3% dari hasil panen musim kemarau dan 13,1-14,2% dari panen musim hujan, dengan daya berkecambah 70-90%. Benih jagung yang dihasilkan disimpan dalam karung plastikpada suhu berkisar 28-32oC (Arief et al. 2010). Dengan kondisi ini, benih akan menyerap uap air dari lingkungannya sehingga terjadi peningkatan kadar air yang memicu peningkatan respirasi benih sehingga menurunkan umur simpan benih (Delouche 1990, Harrington 1973). Dalam tulisan ini diulas mengenai mutu benih jagung hasil penangkaran oleh petani penangkar lokal di propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. PROSES PRODUKSI BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI/PENANGKAR Kelompok Tani Bina Mandiri, Labuan Toposo, Donggala, Sulawesi Tengah. Tinjauan Mutu Pada Proses Produksi Benih Penangkaran benih jagung di Kelompok Tani Bina Mandiri, Labuan Toposo, Donggala, Sulawesi Tengah mulai berlangsung sejak tahun 2005, diawali dengan penangkaran benih jagung komposit varietas Lamuru. Setelah itu, penangkar benih juga memproduksi benih jagung varietas lainnya seperti Bisma, Sukmaraga, dan Srikandi Kuning. Pada tahun 2010, mulai dintroduksi calon varietas jagung hibrida silang tiga jalur di wilayah ini. Setelah varietas ini dilepas dengan nama Bima 19 URI, penangkaran benih terus dilakukan dan mendapat respon positif dari masyarakat tani pengguna dan mendapat dukungan pemerintah setempat. Meskipun beberapa varietas jagung telah diproduksi di wilayah ini, namun sarana dan prasarana produksi dan prosesing benih yang ada masih sangat minim. Dengan demikian, petani memproduksi benihnya, untuk selanjutnya segera dijual ke pasar local yang ada. Beberapa fasilitas prosesing benih, seperti lantai jemur masih belum ada, sehingga petani hanya menggunakan terpal di atas tanah dan para-para yang terbuat dari bamboo. Beberapa tahapan penting dalam proses produksi produksi benih secara teknis menjadi focus perhatian, antara lain : 1. Penyiapan lahan; dilakukan dengan menggunakan traktor mini untuk mengolah tanah, sekaligus membersihkan lahan bekas pertanaman terdahulu. Proses ini ditujukan untuk menjaga agar tidak ada campuran varietas lain dalam produksi benih yang dilakukan. Dalam produksi benih jagung adanya campuran varietas lain berperan dalam menentukan layaknya hasil biji disebut sebagai benih. 2. Penyiapan benih dilakukan oleh petani dengan melakukan perendaman benih dalam air selama semalam, lalu diberikan saromil, selanjutnya ditanam dan lubang pertanaman ditutupi dengan abu sekam. Merendam benih dengan air selama semalam merupakan salah satu teknik invigorasi benih jagung, sehingga dapat diperoleh vigor kecambah yang tinggi pada pertumbuhan awal tanaman. Daya berkecambah yang diperoleh berkisar 95% - 100% dan keserempakan tumbuh 94-98% (O. Komalasari dan R. Arief, 2010; O. Komalasari dan R. Arief, 2014). 3. Pengaturan waktu tanam tetua betina dan tetua jantan untuk sinkronisasi pembungaan. Di Labuan Toposo, waktu tanam terbaik tetua betina ialah 3 hari lebih awal dari tetua jantan untuk mencapai sikronisasi pembungaan (Arief et al, 2012). 4. Pelaksanaan roughing dan detaselling; dilakukan oleh petani, dengan menggunakan tenaga yang telah dilatih khusus dalam pelaksanaan detaselling. Proses Panen dan Pascapanen 1. Penentuan waktu panen; melalui pengambilan beberapa sampel tongkol untuk melihat adanya lapisan hitam pada biji. Penangkar benih telah memahami teknik ini dan telah diterapkan dalam proses produksi benih. Untuk memperoleh benih dengan mutu fisiologis terbaik, panen dilaksanakan pada saat masak fisiologis (dikenal dengan istilah timely harvesting). Namun pada saat ini kadar air benih masih sangat tinggi, pada kisaran 35-40%, sehingga panen dapat ditunda beberapa hari hingga kadar air mulai menurun menjadi sekitar 25-30%. Penundaan panen (late harvesting) biasanya dilakukan untuk meminimalkan biaya pengeringan, namun sebaiknya tidak lebih dari dua minggu. Panenan yang dilakukan terlalu dini atau terlalu masak menurunkan mutu fisiologis benih yang dihasilkan. Petani di Labuan Toposo membiarkan tongkol di lapangan lebih lama dengan alasan agar tongkol betul-betul kering hingga saat panen tiba. Namun dengan kondisi ini kontrol kadar air secara kuantitatif sulit dilakukan, sehingga petani hanya mempekirakan waktu panen terbaik secara visual dengan mengamati tongkol yang ada. 2. Prosesing benih yang dilakukan di kelompok tani Bina Mandiri masih kurang memadai; menggunakan alat pemipil sederhana, yang dimodifikasi oleh penangkar benih. Pemipilan secara mekanik dapat meningkatkan kerusakan fisik benih yang akan berpengaruh terhadap penurunan mutu fisiologis benih 3. Penyimpanan benih; Kadar air benih jagung produk penangkar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan berkisar antara 11,8-12,3% dari hasil panen musim kemarau dan 13,1-14,2% dari panen musim hujan, dengan daya berkecambah 70-90%. Benih jagung yang dihasilkan disimpan dalam karung plastik pada suhu berkisar 28-32oC (Arief et al. 2010) Evaluasi mutu awal benih menunjukkan mutu benih produk penangkar di Propinsi Sulawesi Tengah ini cukup baik dengan nilai rata-rata daya berkecambah benih 98-100% dan daya hantar listrik 9,2-13,9 uS/cm/g. Namun setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar (28-32oC) menunjukkan penurunan daya berkecambah menjadi 68-85%, dan peningkatan daya hantar listrik air rendaman benih menjadi 16,8-26,9 uS/cm/g (Tabel 1). Nilai daya hantar listrik air rendaman benih jagung yang lebih besar dari 24 uS/cm/g menunjukkan bahwa benih itu tidak dapat ditanam karena telah mengalami penurunan viabiltas yang cukup tinggi, akibat terjadinya kebocoran membran sel benih. Tabel 1. Daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan daya hantar listrik air rendaman benih jagung hasil penangkaran di propinsi Sulawesi Tengah setelah disimpan 6 bulan pada suhu kamar (28-32oC). Varietas Daya berkecambah (%) Awal Lamuru 100 tn 6 bulan 85a Kecepatan tumbuh (%/etmal) awal 32,3 tn Daya hantar listrik air rendaman benih (uS/cm/g) 6 bulan awal 6 bulan 30,7tn 9,2c 16,8c Srikandi Kuning 100 75b 32,2 29,9 11,9ab 25,8ab Bima 19 URI 98 70c 31,3 29,9 12,6ab 24,8ab Bima 20 URI 98 68cd 31,9 29,3 13,9a 26,9a *)angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5% Sumber : O. Komalasari dan R. Arief (2015) Dalam menyimpan benih diharapkan viabilitas benih dipertahankan tetap tinggi hingga saatnya benih ditanam kembali. Faktor yang berpengaruh terhadap viabilitas benih dalam penyimpanan; viabilitas awal, kadar air, suhu dan kelembaban ruang simpan. Sifat higroskopik benih, mampu menyerap dan melepaskan air ke lingkungan sekitarnya sehingga tercapai kadar air keseimbangan. Setiap jenis benih mempunyai kadar air keseimbangan yang berbeda, bergantung pada komposisi kimia benihnya. Benih jagung mempunyai kadar air keseimbangan 11,4-13,3 pada RH 76-86% (Copeland and McDonald, 1985). Pada kadar air benih dibawah 9% sangat sedikit bahkan tidak terjadi kerusakan akibat hama dalam gudang penyimpanan, sedangkan jika kadar air benih meningkat menjadi 12 hingga 20% mulai terjadi pertumbuhan jamur, saat kadar air benih sudah mencapai 18%, proses peningkatan panas mulai terjadi akibat aktifnya reaksi respirasi benih, selanjutnya pada kadar 45-60% mulai terjadi pengecambahan. Penyimpanan benih jagung di tingkat petani/penangkar benih, selain belum mempunyai fasilitas penyimpanan benih yang memadai, kadar air awal simpan juga sangat bervariasi, antara 11,813,6 ( Arief et al., 2010). Kelompok Tani Julukanaya, Samborita, Polombangkeng Utara, Takalar, Sulsel. Tinjauan Mutu Pada Proses Produksi Benih Penangkaran benih jagung oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani Julukanaya, desa Samboritta, kecamatan Polombangkeng Utara mulai berlangsung sejak tahun 2004, diawali dengan penangkaran benih jagung komposit klas benih sebar varietas Lamuru. Setelah itu, penangkar benih juga memproduksi benih jagung varietas klas benih sebar lainnya seperti Bisma dan Sukmaraga, Pulut URI dan Bima 19 URI. Petani/penangkar benih jagung di wilayah ini dalam memproduksi benihnya bekerja sama dengan pihak swasta. Beberapa fasilitas prosesing benih, seperti lantai jemur telah ada, demikian pula dengan beberapa alat pemipil jagung, namun dalam pemipilan jagung, petani melakukan secara manual, dengan melibatkan anggota kelompok tani wanita. Secara teknis proses produksi benih di kelompok tani Julukanaya, Takalar, Sulsel, serupa dengan yang dilakukan oleh petani/penangkar di kelompok tani Bina Mandiri, Labuan Toposo, Donggala, Sulteng. Namun dalam perencanaan penangkaran benih berbeda; di kelompok tani Julukanaya Takalar, produksi benih dilakukan berdasarkan kontrak/kerjasama dengan pihak lain (swasta/pemerintah) sedangkan di kelompok tani Bina Mandiri, Labuan Toposo, Donggala, Sulawesi Tengah, produksi benih dilakukan sepanjang tahun dan pembeli/pengguna benih adalah para petani di sekitar wilayah penangkaran. Dengan demikian, di kelompok tani Bina Mandiri, Donggala, Sulteng, benih produk penangkar berpeluang untuk disimpan jika belum terdistribusi seluruhnya. Akibatnya dapat terjadi penurunan mutu dalam proses penyimpanan benih dengan suhu dan kelembaban relative udara yang cukup tinggi. Evaluasi mutu benih awal (setelah panen, sebelum benih didistribusikan/disimpan) menunjukan daya berkecambah 98-100%, dan daya hantar listrik air rendaman benih 19,2-23,9 uS/cm/g, namun setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar (28-32oC) menunjukkan bahwa rata-rata daya berkecambah benih jagung varietas Lamuru, Pulut URI, Bima 19 URI dan Bima 20 URI produk petani penangkar menurun menjadi 65-84%, dan daya hantar listrik air rendaman benih 26,8 – 28,9 uS/cm/g (Tabel 2). Daya hantar lisrik air rendaman benih digunakan sebagai indicator tingkat kerusakan membrane sel. Semakin tinggi nilai daya hantar listrik air rendaman benih, tingkat kerusakan membrane semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan membrane sel yang berakhir pada penurunan viabilitas benih dalam penyimpanan. Tabel 2. Daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan daya hantar listrik air rendaman benih jagung hasil penangkaran di kelompok tani Julukanaya, Takalar Sulsel setelah disimpan 6 bulan pada suhu kamar (28-32oC). Varietas Daya berkecambah (%) Kecepatan tumbuh (%/etmal) Daya hantar listrik air rendaman benih (uS/cm/g) awal 6 bulan awal 6 bulan awal 6 bulan Lamuru 100tn 84a 30,3tn 29,7tn 19,2c 26,8bc Pulut URI 100 75b 31,2 29,9 21,9ab 28,9a Bima 19 URI 98 70bc 31,3 28,9 22,6ab 25,8c Bima 20 URI 98 65d 30,6 29,3 23,9a 25,2c *)angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5% Sumber : O. Komalasari dan R. Arief (2015) Daya berkecambah benih produk penangkar yang belum disimpan masih cukup tinggi, namun dengan penyimpanan pada suhu dan kelembaban udara yang relatif tinggi, terjadi penurunan dan terjadi peningkatan bocoran membran sel yang terdeteksi melalui indikator daya hantar listrik air rendaman benih (Tabel 1 dan 2). Penurunan mutu fisiologis benih dalam penyimpanan selain berpengaruh terhadap vigor awal benih juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan yang pada akhirnya dapat memengaruhi tingkat produktivitas tanaman. Arief dan Saenong (2006) menyatakan bahwa kecambah dengan kondisi vigor yang kurang baik menghasilkan pertumbuhan awal yang tidak optimal melalui pengaruhnya terhadap proses metabolisme dalam tanaman seperti proses fotosintesis. Akibat adanya gangguan pada proses fotosintesis, tanaman tumbuh tidak sempurna yang terlihat melalui penurunan kandungan klorofil daun yang diamati. Selanjutnya hasil penelitian Arief et al (2010) menunjukkan adanya penurunan hasil biji yang lebih besar pada benih dengan kadar air awal yang lebih tinggi dan periode simpan yang lebih lama. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya persentase tanaman tumbuh, banyaknya jumlah kecambah yang abnormal, dan dari kecambah yang abnormal sistem perakaran juga menjadi tidak sempurna sehingga penyerapan nutrisi hara tanaman pada masa awal pertumbuhan vegetatif menjadi tidak sempurna. Implikasi dari data tersebut di atas menunjukkan bahwa benih yang dihasilkan oleh petani/penangkar benih, harus segera digunakan/didistribusikan/ dijual kepada konsumen/pengguna. Dengan demikian perencanaan produksi benih sebaiknya ditata dengan baik dan seharusnya telah memprediksi kebutuhan pasar yang ada. Akan lebih baik jika produksi benih jagung dilakukan berdasarkan kebutuhan/pesanan dari pengguna, dengan membuat suatu perjanjian tertulis tentang produksi/pemasaran benih tersebut. Kondisi suhu dan kelembaban udara relative ruang simpan benih yang cukup tinggi memicu laju penurunan mutu benih yang lebih cepat. Kondisi peralatan prosesing dan penyimpanan benih yang belum memadai dapat mengakibatkan penurunan vigor benih yang lebih cepat, sehingga kedepan diharapkan untuk lebih mengefektifkan prosesing dan penyimpanan benih di tingkat petani/penangkar dengan pembenahan sarana dan prasaran produksi dan prosesing benih. KESIMPULAN Produksi benih jagung di tingkat petani/penangkar benih di Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah telah dilaksanakan sejak tahun 2005 dengan menangkar benih jagung komposit, dan tahun 2010 mulai menangkar jagung hibrida. Mutu benih jagung yang diproduksi di tingkat petani/penangkar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan , menunjukkan daya berkecambah 98-100% , dan setelah disimpan pada suhu kamar (28-32oC) selama 6 bulan terjadi penurunan daya berkecambah menjadi 68-85% (Sulawesi Tengah) dan 6584% (Sulawesi Selatan). Indikator daya hantar listrik air rendaman benih pada benih produk penangkar di Sulteng, 9,2-13,9 uS/cm/g, dan di Sulsel 19,2-23,9 uS/cm/g, dan setelah benih disimpan pada suhu kamar (28-32oC) meningkat menjadi 16,8-26,9 (Sulteng) dan 25,2-28,9 (Sulsel). Fasilitas prosesing dan penyimpanan benih yang belum memadai, membuat prosesing benih belum optimal sehingga berpeluang meningkatkan penurunan mutu fisik dan fisiologis benih dalam prosesing dan penyimpanan benih. DAFTAR PUSTAKA Adegbuyi, E. and J. S. Burris. 2008. Effect of seed vigor on crop character in reduced and uniform population of corn (Zea mays L.). Journal of Agronomy and Crop Science. Volume 162. Issue 1, p : 10-20. http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/fulltext/120822777/. Diakses tanggal 12 Januari 2009. Andrade, F. H. Dan P. E. Abbate. 2005. Response of maize and soybean to variability in stand uniformity. Agronomy journal 97 : 1263 -1269. American Society of Agronomy. 677S. Segoe Rd., Madison, WI 53711 USA. AOSA. 1983. Seed Vigor Testing Handbook. Association of Official Seed Analysts. Contribution No. 32. Arief, R. dan S. Saenong. 2006. Ukuran biji dan periode simpan benih jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 25. Nomor 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Arief, R., M. Azrai, S. Saenong, F. Koes, Margaretha, dan O. Komalasari. 2010 Penangkaran benih jagung hibrida silang tiga jalur (hasil benih F1 > 2 t/ha) berbasis komunitas. Laporan hasil penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Copeland, L. C. and M. B. Mc. Donald. 1985. Principle of seed science and technology. Second edition. Burgess. Minneapolis, Minnesota. USA. 321p. Delouche, J.C. 1973. Precepts of seed storage. Seed technology laboratory. Miss. State University, USA. 27p. Delouche, J.C. 1990. Research on association of seed physical properties to seeds quality. Prepared for Seed Research Workshop. AARP II Project. Sukamandi, Indonesia. Harrington, J.F. 1973. Biochemical basis of seed longevity. Seed Sci. and Tech. 1; 453-461. Komalasari, O dan R. Arief. 2014. Perbandingan hasil uji mutu benih dari beberapa waktu pengambilan sampel di musim hujan dan musim kemarau. Laporan hasil penelitian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Komalasari, O dan R. Arief. 2015. Evaluasi mutu fisik dan fisiologis benih produk penagkar benih di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Belum terbit Naumenko, A. I., and N. A. Tkachev. 1976. Change in quality of maize seeds during storage. Sel. Semenovod., no. 6, pp. 51 – 52. Priestley, D.A. 1986. Seed Aging. Comstcok Publishing Associates. A Division of Cornell Univ. Press. Sadjad, S. 1993. Dari benih kepada benih. Gramedia Widiasarana. Jakarta. Saenong, S., Margaretha, F. Koes, M. Sudjak, Y.Sinuseng, F. Koes, dan O. Komalasari. 2009. Pembentukan dan pemantapan produksi benihbermutu mendukung Industri benih berbasiskomunal. Laporan akhir tahun Balai PenelitianTanaman Serealia. Maros TeKrony. D. M. and D. B. Egli. 1991. Relationship of seed vigor to crop yield : A Review. Crop Science 31 : 816-822. Crop Science Society of America.