Kontroversi Arah Ka'bah di Mekah Written by Administrator Kontroversi Arah Ka'bah di Mekah Oleh Mu`arif Baru-baru ini, surat kabar terkemuka di Arab Saudi, Arab News, memberitakan bahwa dua ratus masjid di Mekah tidak menghadap ke arah kiblat (Kabah). Berita ini jelas sangat menghebohkan karena kesalahan arah kiblat terhadap dua ratus masjid ini justru berada di tanah suci umat Islam sendiri. Ironisnya, kesalahan ini telah berlangsung selama lima puluh tahun. Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah salat bagi umat Islam. Dalam praktiknya, menghadap kiblat dalam salat dapat dipahami dengan dua perspektif: ainu jihatil qiblat dan haqqu jihatil qiblat. Bagi umat Islam di sekitar Mekah, ketika menunaikan salat harus menghadap kiblat secara kasat mata. Artinya, setiap Muslim yang menunaikan salat harus menghadap ke arah kiblat Kabah secara tepat. Inilah yang dimaksud dengan ainu jihatil qiblat. Bagi umat Islam di luar Mekah, terutama di negara-negara di luar Arab Saudi, ketika menunaikan salat diperbolehkan menghadap kiblat tanpa harus memastikan arah Kabah tepat berada di depan. Keliruan arah kiblat bagi umat Islam di luar negara Arab Saudi masih dapat ditoleransi. Inilah yang dimaksud dengan haqqu jihatil qiblat. Seperti diberitakan Arab News baru-baru ini, selama beberapa dekade terakhir, umat Muslim yang menunaikan salat di dua ratus masjid tua di Mekah menghadap ke arah yang salah. Konon, rata-rata masjid yang arah kiblatnya tidak tepat tersebut telah berusia sekitar lima puluh tahun. Kesalahan arah itu tampak dari bangunan pencakar langit yang baru dibangun di Mekah. 1/4 Kontroversi Arah Ka'bah di Mekah Written by Administrator Padahal, masjid-masjid di seluruh dunia berkiblat ke arah Kabah yang terdapat di Masjidilharam. Kasus kontroversial ini betul-betul menyadarkan umat Islam bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan dalam agama. Seandainya para pakar ilmu falak dan ahli geografi tidak memberikan kritik dan masukan, barangkali kesalahan arah kiblat dua ratus masjid tua di Mekah akan terus berlanjut. Kasus ini juga menunjukkan bahwa para ulama di Mekah masih berpegang pada pandangan-pandangan keagamaan tradisional. Beruntung kritik dan saran para pakar ilmu falak dan ahli geografi dapat diterima dengan lapang dada oleh Sekretaris Deputi Kementerian Hubungan Islam, Taufik al-Sudairy. Bahkan, al-Sudairy merasa berterima kasih kepada para pakar ilmu falak dan ahli geografi yang telah menunjukkan kesalahan arah kiblat ini. Kasus ini mengingatkan warga Muhammadiyah ketika K.H. Ahmad Dahlan berjuang membetulkan arah kiblat Masjid Gedhe Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1897. Sekalipun kiblat Masjid Kauman tidak menghadap ke arah ainu jihatil qiblat, tetapi berdasarkan arah haqqu jihatil qiblat, pergeseran arah kiblat sudah melenceng sangat jauh. Dengan keyakinan yang teguh, Mohammad Darwis atau dikenal dengan nama K.H. Ahmad Dahlan, membetulkan arah kiblat dengan cara memberikan tanda garis putih di setiap saf shalat. Menurutnya, arah kiblat Masjid Besar Kauman telah melenceng jauh. K.H. Ahmad Dahlan yang mendapat gelar Khatib Amin--lebih populer dipanggil Tibamin--belajar ilmu bumi (geografi) dan ilmu falak (astronomi) selama menunaikan ibadah haji ke Mekah. Berbekal pengetahuan ilmu bumi dan astronomi, sewaktu pulang ke tanah air, Khatib Amin menyadari bahwa arah kiblat masjid Kauman melenceng beberapa derajat. Bagi kaum Muslimin di Indonesia, letak kiblat berada di sebelah utara garis khatulistiwa di antara 24 derajat (HM. Syujda`: 41-42). Khatib Amin sadar bahwa gagasan menggeser arah kiblat masjid Kauman agar searah dengan Kabah bukan perkara enteng. Pada tahun 1898, Khatib Amin sempat mengundang tujuh belas ulama keraton dan lima orang pemuda Kauman untuk mendiskusikan arah kiblat yang melenceng itu (HM. Syujda`: 40). Beberapa hari pascamusyawarah dengan para ulama keraton Yogyakarta, Khatib Amin memutuskan untuk menggeser arah kiblat di sebelah utara garis khatulistiwa di antara 24 derajat dengan cara memberikan tanda garis seukuran lima sentimeter dari arah selatan ke utara. Pascaperistiwa inilah, Khatib Amin mendapat kecaman keras karena dianggap telah 2/4 Kontroversi Arah Ka'bah di Mekah Written by Administrator mengubah dasar-dasar agama. Bahkan, para ulama kraton merasa tertampar karena sikap Khatib Amin dianggap telah mendahului otoritas mereka. Puncak konflik antara Khatib Amin dan para ulama dan penguasa keraton Yogyakarta ketika surau beliau di Kauman dirobohkan. Tidak hanya itu, beliau juga dituduh murtad. Namun, dari peristiwa ini, nama Khatib Amin menjadi semakin harum ketika umat Islam mulai sadar bahwa pengetahuan mereka tentang ilmu bumi dan astronomi telah membenarkan kekeliruan arah kiblat. Tahun lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta juga menggelindingkan wacana pembetulan arah kiblat kaum Muslimin di Indonesia yang dinilai telah melenceng jauh. Konon, terdapat beberapa masjid atau musala yang arah kiblatnya justru menghadap ke Mesir. Demi kesempurnaan salat, MUI Yogyakarta mengagendakan pembetulan arah kiblat. Wacana yang digulirkan MUI Yogyakarta ini tidak lepas dari paham keagamaan modernis ala Muhammadiyah. Prof. Drs. H. Sa`ad Abdul Wahid, ketua MUI Yogyakarta, adalah tokoh Muhammdiyah. Di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah, mantan dekan Fakultas Syari`ah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga ini termasuk ulama yang cukup kondang. Dengan demikian, sesungguhnya gagasan yang diusung oleh MUI Yogyakarta setahun yang lalu masih memiliki relevansi sejarah dengan paham keagamaan modernis ala Muhammadiyah.*** Penulis, penulis buku "Meruwat Muhammadiyah" (2005) dan "Pembaruan Pemikiran Islam" (2006). --- 3/4 Kontroversi Arah Ka'bah di Mekah Written by Administrator Di sadur dari Pikiran Rakyat Online 4/4