1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

advertisement
BABI
PENDAHULUAN
1.1LATARBELAKANG
Penelitian ini menganalisis kelembagaan dengan menelusuri dinamika
proses penggabungan Lembaga Ombudsman Daerah DIY dan Lembaga Ombudsman
Swasta DIY. Sebagai sebuah lembaga non-struktural di lingkungan Biro Hukum.
Lembaga ini dibentuk untuk membantu tugas pemerintah daerah dalam merespon
tuntutan atas penerapan goodgovernance dibidang pelayanan publik. Namun, dalam
perkembangannya kedua lembaga yang bertanggung jawab kepada Gubernur DIY
ini direstrukturisasi melalui Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai sebuah bentuk analisis terhadap penataan kelembagaan, penelitian ini akan
menelaah secara detail bagaimana tahapan-tahapan dalam proses penggabungan
LOD DIY dan LOS DIY sehingga menjadi Lembaga Ombudsman DIY, apa tujuannya,
bagaimana struktur, aturan main, serta dinamika yang terjadi dalam proses
penggabungan tersebut.
Berdasarkan historikalnya, perkembangan kelembagaan bertumbuh pesat
setelah digulirkannya era reformasi. Peristiwa ini begitu berpengaruh dalam perihal
ketatanegaraan di Indonesia termasuk dengan kemunculan state auxiliary bodies
atau lembaga penunjang, lembaga bantu, atau lembaga negara pendukung. State
auxiliary bodies dalam wujudnya lebih dikenal dengan komisi, dewan, badan atau
lembaga. Pada umummnya pembentukan lembaga-lembaga independen ini
didorong oleh kenyataan bahwa birokrasi di lingkungan pemerintahan dinilai tidak
1
dapat lagi memenuhi kebutuhan akan pelayanan umum dengan standar mutu yang
semakin meningkat dan diharapkan semakin efisien dan efektif. (Jimly, 2006)
Perkembangan dan pembentukan lembaga non struktural ini tidak hanya
terjadi di lingkungan pusat, melalui Peraturan Perundang-undangan Nomor 22
Tahun 19991 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 88 Tahun 2000, Pemerintah
daerah diberikan kekuasaan dan keleluasaan yang sangat besar dalam menyusun
dan menetapkan organisasi perangkat daerahnya, termasuk dalam membentuk
Lembaga Non Struktural atau auxiliarybodies.
Sama halnya dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Lembaga Non
Struktural diartikan sebagai sebuah lembaga diluar struktur pemerintahan namun
berada dalam koordinasi dan fasilitasi pemerintah daerah yang dibentuk secara
independen melalui peraturan perundang-undangan tertentu untuk menunjang
pelaksanakan fungsi pemerintah, terutama dalam rangka mencapai pemerintahan
yang lebih baik. Dari inventarisasi Biro Organisasi pada tahun 2013 silam, tercatat
Pemerintah Daerah DIY memiliki 47 Lembaga Non Struktural dengan nomenklatur
yang bervariasi, antara lain : Dewan, Forum, Komisi, Lembaga, Badan, Pusat, Komite,
Perhimpunan, Gerakan, Kelompok Kerja, Karang Taruna, Komunitas, Asosiasi,
Kwarda dan Unit. Berdasarkan lingkungan pemerintah, Lembaga Non Struktural di
bagi menjadi : (1) Lembaga Non Struktural di lingkungan Sekretariat daerah
(2)Lembaga Non Struktural di Lingkungan Dinas, dan (3) Lembaga Non Struktural di
Lingkungan Lembaga Tekhnis Daerah. Lembaga Non Struktural tersebut
diantaranya adalah Dewan Riset Daerah, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida
1 UU No 22 Tahun 1999 ini merupakan gerbang awal era reformasi dalam desentralisasi yang
kemudian berubah menjadi UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dibawah pimpinan
Megawati Soekarno Putri dan UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dibawah Pimpinan
Soesilo Bambang Yudhoyono.Diidentifikasi telah terjadi 8 kali perubahan Undang-Undang
Pemerintahan daerah terhitung sejak masa Soekarno pada tahun 1945.
2
Provinsi DIY, Komisi Irigasi Provinsi DIY, Dewan Kebudayaan Provinsi DIY, Dewan
Pertimbangan
Pelestarian
Warisan
Budaya,
Badan
Koordinasi
kegiatan
kesejahteraan DIY, Forum Pengarusutamaan Gender Ormas Agama di Provinsi DIY,
Dewan Perpustakaan Provinsi DIY, Komunitas Intelijen Daerah, Lembaga
Ombudsman Daerah DIY, dan Lembaga Ombudsman Swasta DIY.
Kemudian pada tahun 2014 dalam rangka penataan kelembagaan, Biro
Organisasi melaksanakan evaluasi terhadap 47 Lembaga Non Struktural dengan
arah penataan kelembagaan yaitu : (1) Tetap eksis (2) Dihapus (3) Fungsi Lembaga
Non Struktural diintegrasikan ke SKPD Induk (4) Lembaga Non Struktural yang
mempunyai fungsi advisory/pertimbangan akan diintegrasikan dalam satu lembaga.
Penataan Kelembagaan Lembaga Non Struktural yang dilakukan Biro
Organisasi ini merupakan bentuk evaluasi terhadap peningkatan jumlah Lembaga
Non Struktural yang semakin terus bertambah setiap tahunnya. Peningkatan ini
dikhawatirkan dapat menyebabkan adanya duplikasi tugas dan fungsi antara
Lembaga Non Struktural dengan SKPD dan dapat menambah beban Anggaran
Belanja Daerah. Namun, dari sisi anggaran inilah yang seringkali menjadi sorotan
mengingat kondisi riil kemampuan keuangan yang terbatas diharapkan dengan
penataan Lembaga Non Struktural yang ada akan lebih efektif dan efisien. Beranjak
dari arah penataan kelembagaan tersebut, pada Oktober 2014 lalu. Melalui
Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Ombudsman DIY, Pemprov DIY mengeluarkan kebijakan untuk
menggabungkan Lembaga Ombudsman Daerah DIY2 dan Lembaga Ombudsman
Swasta
DIY3menjadi Lembaga Ombudsman DIY. Penataan penggabungan dua
kelembagaan ini bukan dilakukan oleh Biro Organisasi sebagai sebuah instansi yang
2
3
Selanjutnya disingkat menjadi LOD DIY
Selanjutnya disingkat menjadi LOS DIY
3
memiliki fungsi dalam penataan kelembagaan yang ada di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, melainkan Biro Hukum sebagai instansi yang menjadi cantolan
anggaran bagi LOD DIY dan LOS DIY.
Berdasarkan arah penataan kelembagaannya, LOD DIY dan LOS DIY
diintegrasikan menjadi satu lembaga. Hal ini dilakukan karena LOD DIY dan LOS DIY
termasuk lembaga yang memiliki fungsi sebagai lembaga pertimbangan yang
memiliki tanggung jawab untuk memberikan laporan dan masukan kepada
Gubernur DIY terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan publik di DIY sehingga
harus tetap dipertahankan keberadaannya.Sebelum digabungkan, LOD DIY dan LOS
DIY merupakan lembaga pengawasan yang sama-sama didanai oleh APBD DIY,
dibentuk dan bertanggung jawab kepada Gubernur DIY serta sama-sama bersifat
sebagai lembaga non-litigasi dan non-adjukasi. Namun, secara historis dan secara
operasional LOD DIY dan LOS DIY memiliki sejumlah perbedaan.
Dari segi historis, awal terbentuknya LOS DIY bermula pada saat
diselenggarakannya serangkaian Corporate Sector Workshop (CSW) oleh Gatra Tri
Batra4 pada bulan April-Mei 2003 yang melibatkan dunia usaha di Yogyakarta.
Workshop tersebut membahas terkait dengan pentingnya keikutsertaan sektor
swasta untuk melakukan pengawasan terhadap praktek bisnis yang beretika. Hal ini
ini disambut baik pula oleh masyarakat Yogyakarta maupun pemerintah provinsi
DIY. Sehingga terjadilah MoU antara pemerintah provinsi DIY dengan Gatra Tri
Batra dengan disusul Keputusan Gubernur No 135/2004 Tentang Pembentukan
Lembaga Ombudsman Swasta yang ditanda tangani pada tanggal 30 Juni 2004.
4 Gatra Tri Batra merupakan kelompok yang memprakarsai berdirinya lembaga ombudsman swasta di
DIY. Sebelumnya gatra tri batra terbentuk dari kalangan usaha kecil yang bernama Small Bussiness
Council (SBC).
4
Sedangkan cikal bakal berdirinya LOD DIY diawali oleh gagasan Pusat Studi
Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta yang
didukung oleh kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan di Indonesia
(Partnership for Governance Reform in Indonesia). Langkah awal yang dilakukan
dalam rangka pengembangan LOD DIY ini ialah dari hasil penelitian dan sosialisasi
yang menunjukkan bahwa Ombudsman Daerah diperlukan dan dibutuhkan oleh
masyarakat Yogyakarta. Hingga kemudian pada tanggal 30 Juni 2004, Gubernur DIY
menerbitkan Keputusan Nomor 134/2004 tentang Pembentukan dan Organisasi
Ombudsman Daerah di Propinsi DIY.
Sedangkan tonggak awal perkembangan Ombudsman daerah yang ada di
Indonesia, termasuk LOD DIY dan LOS DIY berawal dari pembentukan Komisi
Ombudsman
Nasional
oleh
Presiden
KH
Abdurrahman
Wahid
dengan
dikeluarkannya Keppres Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Pembentukkan Komisi
Ombudsman Nasional. Setelah dikeluarkannya Keppres ini, Komisi Ombudsman
Nasional gencar melakukan sosialisasi tentang Ombudsman termasuk tentang
Ombudsman Daerah. Tercatat dalam laporan KON setidaknya ada lebih dua puluh
daerah yang berniat membentuk Ombudsman Daerah pada saat itu. Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah Provinsi pertama yang membentuk Lembaga
Ombudsman Daerah, dan Asahan (Sumatera Utara) adalah Kabupaten pertama yang
membentuk Ombudsman daerah diikuti oleh Pangkal Pinang (Bangka Belitung)
yang juga telah membentuk Ombudsman daerah.
Gagasan diperlukannya Ombudsman Daerah didasari oleh pemberlakuan
otonomi daerah. Ombudsman Daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah atau
peraturan lainnya dengan mengacu pada standar umum Ombudsman Nasional.
Namun Ombudsman Daerah bukan berada dalam sub ordinasi struktural dari
5
Ombudsman Nasional. Keduanya masing-masing berdiri secara independen dan
tidak ada hubungan hirarkis antara Ombudsman Nasional dan Ombudsman Daerah
melainkan hubungan yang terkait koordinatif dalam rangka kerjasama, koordinasi,
tukar menukar informasi/program dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam
pelaksanaannya, Ombudsman Nasional berkedudukan di ibukota negara dengan
dibantu oleh Perwakilan Ombudsman Nasional di wilayah tertentu dan bertanggung
jawab kepada kepala pemerintahan. Sedangkan Ombudsman Daerah berkedudukan
di provinsi, kabupaten atau kota dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.
Dinamika perkembangan Ombudsman di Indonesia terus berlanjut hingga
pada tahun 2002 terdapat desakan dari masyarakat agar pemerintah Indonesia
melakukan reformasi lembaga pemerintahan atau yang lebih dikenal dengan istilah
reformasi birokrasi (Kompas, 2002). Sebagai sebuah lembaga baru dibidang
pelayanan publik, Ombudsman dituntut agar mampu menjadi lembaga yang
independen dalam memberikan pelayanan umum sekaligus melakukan pengawasan
dalam rangka mendorong goodgovernancedan demokratisasi di Indonesia. Hingga
akhirnya pada tahun 2008, dengan penuh perjuangan dan pergolakan disahkanlah
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Namun, dinamika perubahan yang terjadi tingkat pemerintah pusat ternyata
ikut mempengaruhi perubahan kelembagaan yang terjadi di Ombudsman Daerah
Yogyakarta. LOD DIY dan LOS DIY yang pada awal terbentuknya disahkan melalui
Keputusan Gubernur pada tahun 2004 kemudian disempurnakan menjadi Peraturan
Gubernur DIY No 22 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur No 21 Tahun 2008.
Dalam perubahan landasan yuridis ini sempat terjadi judicialreview yang diajukan
oleh Lembaga Ombudsman daerah di berbagai wilayah Indonesia terkait dengan
pengesahan Undang-Undang No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
6
Indonesia yang tidak mengakomodasi keberadaan Ombudsman Daerah. Namun,
pada tanggal 2 Agustus 2011, Mahkamah Konstitusi memberikan putusan untuk
mengabulkan judicialreview dan menyatakan bahwa pasal 46 ayat 1 dan 2 Undangundang Ombudsman Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Terhitung sejak diterbitkannya Keputusan Gubernur pada tahun 2004, LOD
DIY dan LOS DIY genap berusia sepuluh tahun. Masing-masing telah mengalami tiga
periode dengan struktur organisasi, visi, misi, tujuan dan landasan hukum yang
berbeda pula. Meskipun keduanya lembaga pengawasan dibidang publik. Tetapi
dari segi operasional LOS DIY lebih banyak dituntut melakukan tugas-tugas mediasi
antara para pihak karena yang disengketakan misalnya sengketa perdata seperti
perjanjian jual beli, utang-piutang, kerusakan lingkungan, isu ketenagakerjaan,
persaingan usaha, perjanjian kerjasama, kredit perbankan, wanprestasi, dan
sebagainya. Karena bersifat privat inilah maka mediasi menjadi lebih dominan
untuk dimainkan. Sedangkan di sisi lain, LOD DIY lebih banyak mendorong
dipatuhinya tata pemerintahan yang baik dan benar seperti standar pelayanan
minimal, standard operating prosedur dan peraturan daerah.5
LOD DIY dalam hal ini banyak menangani kasus-kasus mal administrasi yang
sering terjadi dalam jaring birokrasi. Misalnya, penyimpangan prosedur, adanya
intervensi dari para birokrat, pengggelapan barang bukti, penyalahgunaan
wewenang, menerima imbalan dalam pelayanan, memperkeruh perkara, penundaan
dan diskriminasi dalam pelayanan, praktek KKN dan pengabaian hak. Hal ini sesuai
dengan visi dan misi dari LOD DIY untuk melayani dan menyelesaikan pengaduan
masyarakat tentang penyimpangan yang terjadi dalam pelayanan publik yang
5 Supriyono, MM,CM Komisioner ombudsman Swasta DIY 2008-2011 dalam artikelnya berjudul
Penggabungan LOS DIY DIY dan LOD DIY pada tanggal 05 Oktober 2014
7
mudah, cepat, dan adil untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang baik dan bersih.
Perbedaan bidang diantara LOD DIY dan LOS DIY tersebut dapat ditunjukkan
dalam tabel satu yang berisi tentang bidang-bidang yang masing-masing ditangani
oleh LOD DIY dan LOS DIY. Berikut tabel yang menunjukkan perbedaan kasus
berdasarkan bidang terlapor di LOD DIY dan LOS DIY, yaitu :
Tabel 1. Kasus berdasarkan Bidang Terlapor di LOD DIY dan LOS DIY Tahun 2014
No
Bidang Terlapor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Total
Pelayanan Publik
Pendidikan
Kepegawaian
Pertanahan
Perizinan
Bantuan Sosial
Kebijakan daerah
Pemerintahan
Kesehatan
Kesejahteraan Sosial
Retribusi dan
perpajakan
Kesejahteraan
Ekonomi
Penegakan Hukum
Kependudukan
Pelayanan Pensiun
Pelayanan Samsat
Pelayanan Jasa Pos
Pertambangan
LOD DIY
Jumlah
Persentase
No
7
13
9
13
10
10
6
4
15
4
0
6.42 %
11.92 %
8.25 %
11.92 %
9.17 %
9.17 %
5.50 %
3.66 %
13.76 %
3.66 %
0.00 %
2
1.83 %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
4
7
1
1
1
2
109
3.66 %
6.42 %
0.91 %
0.91 %
0.91 %
1,83 %
100 %
Total
LOS DIY
Bidang Terlapor
Persentase
Investasi
Biaya Konsumen
Pendidikan
Koperasi & BMT
Asuransi
BPR
Bank Umum
Ketenagakerjaan
Transportasi
Properti
Kesehatan
Perdagangan
Dan lain-lain
6,67 %
33,33 %
13,33 %
6,67 %
3,33 %
6,67 %
10,00 %
3,33 %
0,00 %
0,00 %
0,00 %
3,33%
13,33 %
100 %
Sumber : Laporan Pelaksanaan Tugas LOD DIY dan LOS DIY, 2014
Tabel 1 diatas menunjukkan perbedaan dan perbandingan bidang yang
ditangani oleh LOD DIY dan LOS DIY. Dari hasil laporan pelaksanaan tugas LOD DIY
pada tahun 2014 maka terdapat delapan belas bidang terlapor dari berbagai
kelompok masyarakat. Diantaranya ialah bidang Pelayanan, Kesehatan, Kebijakan
Daerah, Kesejahteraan Sosial, Penegakan Hukum dan sebagainya. Berdasarkan hasil
laporan tersebut maka bidang yang paling tinggi memperoleh laporan ialah bidang
Kesehatan (13.67%), Pendidikan (11.92%), Pertanahan (11.92%), Bantuan Sosial
(9.17%), Perizinan (9.17%), Kepegawaian (8.25%), Kependudukan (6.42%) Dan
8
Pelayanan Publik (6.42%). Sedangkan di LOS DIY terdapat tiga belas bidang terlapor
dan yang bidang yang paling sering terlapor ialah bidang Biaya Konsumsi (33.3%),
Pendidikan (13.33%), Bank Umum (10.0%), Investasi (6.67%) Dan Koperasi
(6.67%). Selain itu terdapat pula perbedaan diantara kedua lembaga non struktural
ini yaitu perbedaan berdasarkan klasifikasi jenis bidang dan institusi terlapornya.
Perbedaan ini pada dasarnya merupakan bentuk spesialisasi kerja yang ada ditubuh
kelembagaan, perbedaan bidang diantara LOD DIY dan LOS DIY tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Kasus berdasarkan Institusi Terlapor di LOD DIY dan LOS DIYTahun 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
LOD DIY
Institusi Terlapor
Jumlah
14
Sekolah/PT
0
Badan Pertanahan
44
Pemerintah Kab/Kota
7
Pemerintah Provinsi
26
PemerintahDesa
(RT,RW, Dukuh,
Kades, Lurah dan
pamong desa lainnya)
2
BUMD/BUMN
5
RSUD/Puskesmas
12
Instansi vertikal
1
Penegak hukum
Total
111
No
Persentase
12.61 %
0.00 %
39.63 %
6.30 %
23.42 %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Total
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.80 %
4.50 %
13.51 %
0.90 %
100 %
LOS DIY
Bidang Terlapor
Asuransi
Koperasi & BMT
Investasi
BPR
Bank Umum
Perusahaan Pembiayaan
Konsumen
Persentase
3.33 %
6.67 %
6.67 %
6.67 %
10.00 %
33.3 %
100 %
Badan Usaha Terlapor
PT
CV
UD
Koperasi
Yayasan
Perseorangan
53.33 %
13.33 %
0.00 %
6.67 %
13.33 %
13.33 %
Total
100 %
Sumber : Laporan Pelaksanaan Tugas LOD DIY dan LOS DIY, 2014
Tabel 2 merupakan tabel yang menyajikan bidang terlapor di LOD DIY dan
LOS DIY. Dalam laporan tahun 2014 selama triwulan laporan maka diperoleh 111
jumlah kasus yang diterima dengan institusi terlapor tertinggi oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota (39.63%), Pemerintah Desa/Kelurahan (23.42%), Sekolah/PT
(12.61%),
Instansi
Vertikal
(13.51%),
Pemerintah
Provinsi
(6.30%)
dan
RSUD/Puskesmas (4.50%). Sedangkan di LOS DIY maka bidang yang terlapor di bagi
9
menjadi dua yaitu Bidang Keuangan terlapor dan Badan Usaha terlapor. Dalam
bidang terlapor maka Perusahaan Pembiayaan Konsumen (33.3%) menjadi bidang
yang paling banyak memperoleh laporan, disusul Bank Umum (10.0%), Investasi
(6.67%), Koperasi & BMT (6.67%), BPR (6.67%) dan Asuransi (3.33%).
Merujuk kepada penggabungan antara LOD DIY dan LOS DIY maka pada
pokoknya hal yang perlu diperhatikan ialah cangkupan dari bidang yang ditangani
oleh LOD DIY dan LOS DIY harus tetap ada. Bukan hanya karena untuk penghematan
anggaran sehingga mengorbankan kapasitas dan kualitas lembaga.6 Kemudian
apabila dilihat dari sisi penataan kelembagaan, maka kedua lembaga ini merupakan
kewenangan penuh dari Gubernur DIY. Hal ini semakin diperkuat dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam Perda tersebut pada Bab III pasal 23 ayat 2 mengatur tentang Kelembagaan
Pemerintah Daerah sedangkan pasal yang mengatur tentang penataan kelembagaan
pemerintah daerah diperinci dalam pasal 24
ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
Penyusunan kelembagaan pemerintah daerah dilakukan berdasarkan pertimbangan
dengan adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Dan perumpunan urusan pemerintah daerah yang dimaksud pada ayat 1
huruf c diwadahi dalam kelembagaan : (a) Sekretariat Daerah (b) Sekretariat DPRD
(c) Inspektorat (d) Badan Perencana Pembangunan Daerah (e) Dinas Daerah (f)
Lembaga Tekhnis Daerah (g) Lembaga lain.
Lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf g
merupakan lembaga yang berfungsi memberikan pertimbangan, saran dan pendapat
kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat 1 dan 2. Berdasarkan
6
Dalam wawancara dengan Supriyono selaku mantan wakil ketua LOS DIY.
10
pengertian yang dimaksud dalam Perda tentang Kewenangan dalam Urusan
Keistimewaan DIY tersebut, maka lembaga lain yang dimaksudkan disini salah
satunya ialah lembaga Non Struktural termasuk LOD DIY dan LOS DIY. Sedangkan
dalam peraturan perundang-undangan Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara, Lembaga Non Struktural ini tidak diatur secara jelas, namun dalam
dinamika penyelenggaraan negara dan pemerintahan terdapat tugas dan fungsi lain
yang dinilai harus diselenggarakan, sehingga perlu dibentuk lembaga independen.
Dinamika dimaksud melahirkan bermacam varian Lembaga Non Struktural dengan
tugas dan fungsi masing-masing, seperti mempercepat proses terwujudnya
penegakan dan kepastian hukum, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan juga
pengembangan kehidupan sosial budaya di Indonesia.7
Perubahan dan pengesahan peraturan-peraturan yang baru seperti
Peraturan Perundangan-undangan tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Daerah tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan Yogyakarta inilah yang
menjadi pengaruh tersendiri bagi dinamika penataan kelembagaan Lembaga
Ombudsman DIY. Bagaimanakah analisa kelembagaan dibalik dinamika penataan
kelembagaan Lembaga Ombudsman DIY ini merupakan pokok bahasan yang akan
menjadi ukiran pembahasan dari penelitian.
1.2RUMUSANMASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat dipahami bahwa untuk konteks
kelembagaan di Indonesia khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Era reformasi
menjadi gerbang awal dalam pembentukan lembaga-lembaga Non Struktural yang
ada, baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun, seperti
7 Dikutip oleh Wikipedia dari Buku “Profil 10 Lembaga Non Struktural” yang diterbitkan oleh
Kementrian Sekretariat Negara RI tahun 2013.
11
yang dikemukan sebelumnya, dalam perkembangan penataan kelembagaan
Lembaga Non Struktural di DIY telah mengalami perubahan yang mendasar. Dalam
dinamika penataan tersebut, analisis dilakukan menyangkut aspek kelembagaan
seperti proses pembentukan, dasar hukum, konsolidasi dan perjalanan kelembagaan
yang terjadi dibalik proses penggabungan kelembagaan Lembaga Ombudsman DIY.
Sehingga beranjak dari fenomena inilah dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu :
1. Bagaimana dinamika proses penggabungan Lembaga Ombudsman Daerah
DIY dan Lembaga Ombudsman Swasta DIY di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggabungan Lembaga
Ombudsman Daearah DIY dan Lembaga Ombudsman Swasta DIY di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta?
1.3TUJUANPENELITIAN
Sesuai dengan masalah peneltiain yang dirumuskan diatas, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses penggabungan Lembaga Ombudsman
Daerah DIY dengan Lembaga Ombudsman Swasta DIY menjadi Lembaga
Ombudsman DIY.
2. Untuk mendapatkan informasi secara detail mengenai berbagai aktivitas
dalam pelaksanaan proses penggabungan kelembagaan LOD DIY dan LOS
DIY menjadi Lembaga Ombudsman DIY
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses penggabungan
kelembagaan LOD DIY dan LOS DIY
12
1.4MANFAATPENELITIAN
Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat dan kontribusi sebagai
berikut :
1. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam
melakukan
evaluasi
dan
penyusunan
kebijakan
dalam
penataan
kelembagaan Lembaga Ombudsman DIY di masa mendatang baik bagi
pemerintah DIY maupun pihak yang berkepentingan terkait dengan
Penataan Kelembagaan Lembaga Non Struktural yaitu Lembaga Ombudsman
DIY.
2. Secara akademis hasil penelitian ini dapat menambah referensi dalam
pengkajian masalah maupun penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan
topik kelembagaan dan lembaga Ombudsman DIY.
1.5PENELITIANSEBELUMNYA
Dari hasil penelusuran pustaka awal yang dilakukan penulis, penulisan
secara kompherensif terhadap dinamika kelembagaan Lembaga Ombudsman DIY
ini, baik yang berupa historical maupun dalam bentuk analisis perubahan
kelembagaan dapat dikatakan belum ada. Hal ini dikarenakan memang perubahan
dan penataan kelembagaan ini baru dilakukan beberapa bulan yang lalu. Sehingga
tidak banyak yang dapat dijadikan sumber rujukan.
Pokok-pokok kesimpulan terhadap penelusuran pustaka tersebut dapat
disampaikan sebagai berikut : (1) penulisan tentang pelaksanaan fungsi lembaga
0mbudsman daerah Yogyakarta oleh Agus (2011), Siti (2011), Dwiyana (2005) (2)
penulisan yang membahas tentang kinerja dari lembaga ombudsman daerah DIY
juga dibahas oleh Saiful (2005), Samsul (2009), Rosmawati (2012) (3) Signifikasi
lembaga ombudsman swasta dalam menegakkan bisnis beretika dalam perspektif
13
ekonomi islam oleh Thalis (2010).(4) Urgensi keberadaan Ombudsman Republik
Indonesia dibahas oleh Dinny (2012). (5) Ombudsman Republik Indonesia setelah
berlakunya UU No 37 Tahun 2008 juga telah dibahas oleh Winarso (2011).
Selain di Indonesia penelitian yang membahas tentang ombudsman juga
dilakukan di negara lainnya, pokok-pokok kesimpulannya adalah : (1) penulisan
tentang identifikasi dan analisis berbagai jenis lembaga ombudsman yang telah
berevolusi selama bertahun-tahun. dengan menggunakan pendekatan historical ini
dibahas pada penelitian yang dilakukan oleh Abedin (2011). (2) penelitian yang
menggunakan pendekatan analisis komparatis dengan membandingkan struktur
dan performance dari dua negara maju di Inggris dan USA dengan Ombudsman di
negara berkembang Pakistan dan India yang dilakukan oleh Asif (2013). (3)
Penulisan yang membahas tentang historical ombudsman yang terjadi sejak periode
kuno rezim kekaisaran romawi hinggan ombudsman modern saat ini telah dibahas
oleh Hadjari (2014).
Berdasarkan penelusuran tersebut, penulis berkeyakinan bahwa penelitian
ini belum pernah dilakukan sebelumnya, dan belum ada tulisan yang sama dengan
apa yang penulis teliti saat ini. Terutama terkait dengan dinamika kelembagaan
suatu kajiantentang proses penggabungan LOD DIY dan LOS DIY di Yogyakarta.
Dengan demikian penelitian ini adalah penelitian original dan belum pernah diteliti
sebelumnya. Namun, apabila dikemudian hari ternyata sudah pernah ada yang
melakukan penelitian yang persis sama atau serupa maka penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pelengkap penelitian yang telah ada.
14
Download