studi kinerja biosand filter untuk pengolahan air minum

advertisement
STUDI KINERJA BIOSAND FILTER
UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM
DITINJAU TERHADAP PARAMETER WARNA DAN E. COLI
STUDY ON THE PERFORMANCE OF BIOSAND FILTER
FOR DRINKING WATER TREATMENT
DUE TO COLOR AND E.COLI PARAMETERS
Endah Kusumaning Ati Dan Ir. Bowo Djoko Marsono, M. Eng
Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS
*email: [email protected]
Abstrak
Masyarakat Kelurahan Simo Mulyo sebagian besar menggunakan air tanah (air sumur). Air tanah ini
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap harinya. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan
terhadap salah satu air sumur di Kelurahan Simo Mulyo memiliki kandungan Bakteri E.Coli sebanyak 50.000 per 100
ml, sedangkan untuk warna diperoleh hasil sebesar 45 TCU. Hasil analisa tersebut ternyata melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/VII/SK/2002 yaitu untuk parameter
bakteri E.Coli adalah nol (0), sedangkan warna yaitu 15 TCU. Tingginya kandungan Bakteri E.Coli pada air sumur
dikarenakan jarak septictank dan saluran drainase yang sangat dekat dengan sumur.
Penyisihan Bakteri E.Coli dan warna dalam penelitian ini digunakan alat yakni biosand filter. Biosand filter
menggunakan konsep slow sand filter dan media yang digunakan adalah pasir dengan diameter 0,25mm-1mm.
Tumbuhnya lapisan biofilm yang optimum pada media pasir dapat meningkatkan penyisihan terhadap Bakteri E.Coli
dan warna.
Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan biosand filter dalam menghilangkan Bakteri E.Coli dapat mencapai
99,875% dengan hasil akhir 10 per 100ml pada outlet 1 (tanpa karbon aktif). Sedangkan efisiensi pada penghilangan
warna mencapai 89,25% sebesar 10 TCU.
Kata kunci : Biosand filter, Bakteri E.Coli, warna.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran air tanah atau penurunan kualitas air tanah berhubungan erat dengan tingkat
kepadatan penduduk, sebab semakin banyak jumlah penduduk maka limbah yang dibuang ke
lingkungan akan semakin besar (Trisnawulan,2007). Penurunan kualitas air bawah tanah ataupun
pencemaran ini akibat sanitasi yang kurang baik seperti adanya rembesan air limbah dari rumah
tangga termasuk rembesan dari septictank. Pencemaran ini ditandai adanya Bakteri E.Coli pada
salah satu sumur di Kelurahan Simo Mulyo sebesar 50.000 per 100 ml. Tingginya kandungan
Bakteri E.Coli pada air sumur dikarenakan jarak septictank dan saluran drainase yang sangat dekat
dengan sumur.
Penggunaan air yang mengandung bakteri E.Coli untuk dikonsumsi akan menyebabkan
diare. Kandungan bakteri E.Coli berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum bahwa
jumlah bakteri E.Coli pada air minum adalah nol (0), sedangkan untuk warna 15 TCU.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian pengolahan air sumur agar
menjadi air layak minum dengan menggunakan biosand filter.
1.2 Permasalahan
Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengolah air sumur (air tanah) menjadi air layak minum yang memenuhi
standar Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 untuk skala rumah
tangga?
2. Bagaimana cara pengoperasian dan pemeliharaan unit biosand filter?
3. Kesulitan mengetahui lama waktu untuk mencapai clogging filter lambat.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan efisiensi dari Biosand filter terhadap penurunan parameter yang diteliti.
2. Membuat SOP (Standard Operational Procedure) untuk pengoperasian Biosand Filter dengan
harga relatif murah.
3. Mengukur lama waktu mencapai clogging biosand filter.
1.4 Landasan Teori
Biosand filter adalah suatu alat penyaringan air dimana air yang akan diolah dilewatkan
pada media proses dengan kecepatan rendah yang dipengaruhi oleh diameter butiran pasir dan pada
media tersebut telah dilakukan penanaman bakteri sehingga terjadi proses biologis didalamnya
terdiri dari beton atau bak plastik yang diisi dengan pasir (Elliott, 2008).
Untuk mengetahui lebih jelas mengetahui bentuk biosand filter dapat dilihat pada Gambar 1
Rancang bangun Biosand Filter dibawah ini.
Gambar 1 Rancang bangun Biosand Filter
Sumber: Luen Lee Tse, 2001
Biosand filter atau saringan pasir lambat skala rumah tangga dengan beberapa perbedaan ini
memiliki tipe desain dengan panjang 0,9 meter dan ukuran lebar dalam 0,3 meter. Biasanya slow
sand filter memiliki tinggi 3-5 meter dan lebar 4-15 meter (Haarhoff and Cleasby, 1991).
Sedangkan untuk kriteria desain dari biosand filter dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1 Kriteria Desain Biosand Filter
Kriteria Desain
Range
Ukuran Pasir Halus
<1mm
Ukuran Pasir Kasar
1mm-6mm
Ukuran Kerikil pada Underdrain
6mm-15mm
Luas Permukaan Pasir
540m2
Flow Rate
1L/min
Ukuran Biosand Filter
30cmx30cmx90cm
Sumber: Haarhoff dan Cleasby,1991
Lapisan Schmutzdecke (lapisan kotor) ini terdiri dari lapisan mikrobial yang bertumbuh dan
berkembang biak. Bakteri, protozoa dan mikroorganisme besar lainnya seperti Helminthes dan
materi mengapung sangat banyak di lapisan ini. Kista Giardia dan Crytosporidium dapat
dibersihkan dengan tingkatan mendekati sempurna (99,9%) dalam operasional slow sand filter yang
sempurna. Pada lapisan Schmutzdecke inilah yang paling banyak terjadi pendegradasian atau
pengurangan partikel tersuspensi, bakteri dan bahan organik. Namun setelah beberapa lama
pengoperasian, headloss akan meningkat sehingga harus dilakukan pencucian filter dengan
menggunakan sistem backwash (Droste, 1997).
2. METODOLOGI
Dalam Penelitian ini dilakukan tahap pendahuluan dengan menganalisa air sumur terlebih
dahulu untuk mengetahui kualitas air baku berupa warna dan kandungan E.Coli pada air sumur
sebagai sampel yang diteliti. Untuk analisa warna menggunakan spektrofotometer, sedangkan untuk
analisa kandungan E.Coli menggunakan metode MPN (most probable number) dengan
menggunakan tabung fermentasi.
Filter yang digunakan terbuat dari bahan kaca dengan bentuk rectangular. Penggunaan kaca
sebagai bahan untuk pembuatan filter ini agar proses filtrasi yang terjadi dapat terlihat sehingga
memudahkan dalam pengecekan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Adapun
dimensi dari unit filter ini adalah sebagai berikut:
Panjang : 30cm
Lebar
: 30cm
Tinggi : 100 cm
-
Tinggi media total
: 60 cm
-
Tinggi air diatas media
-
Ruang udara
-
Freeboard
: 5 cm
: 5cm diatas tinggi air diatas media
: 30cm
Panjang, lebar diffuser plate : 30cm x 30cm
Diameter media:
-
Pasir Halus
: 0,25 mm ( < 1 mm )
-
Pasir Kasar
: 1 mm ( 1 mm – 6 mm )
-
Kerikil
: 6 mm ( 6 mm – 15 mm )
Dua jerigen dengan kapasitas ±20 liter, digunakan sebagai penampung air hasil filtrasi.
Dua ember dengan kapasitas ±20 liter digunakan untuk tempat air baku yang akan diolah.
mempersiapkan peralatan pelengkap seperti
-
diffuser plate
-
kran,
-
papan penutup agar air tidak terkontaminasi dari luar.
Persiapan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil di kelurahan Simo
Mulyo di jalan Tangkis Turi RT 01 RW 12 Surabaya. Persiapan bahan lainnya yakni menyiapkan
media filter berupa pasir dengan ukuran 0,25mm-1mm, kerikil sebagai media penyangga berukuran
6,3mm dan karbon aktif berukuran 1mm beserta reagen yang dibutuhan untuk analisa E.Coli.
Batas Kondisi Air
Penuh
Batas Air tergenang
= 5 cm
Plate diffuser
Batas Kondisi Air
Penuh
Ruang Udara
= 5 cm
5 cm
5 cm
Batas Air tergenang
= 5 cm
5 cm
10 cm
Lapisan pasir
Ø = 0.25-1.00 mm
50 cm
Lapisan kerikil
Ø = 6,3 mm
5 cm
Plate diffuser
Karbon Aktif 1mm
Lapisan pasir
Ø = 0.25-1.00 mm
Ruang Udara
= 5 cm
10 cm
Gambar 2 Desain Unit Filter Tanpa Karbon Aktif
40 cm
Lapisan kerikil
Ø = 6,3 mm
10 cm
Gambar 3 Desain Unit Filter dengan Karbon
Aktif
Dilakukan pengoperasian sesuai dengan pada unit filter dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) ini berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yakni sebagai berikut:
1.
Pada saat operasi filter akan berlangsung, maka harus dipastikan bahwa kran filter harus
tertutup dengan rapat pada awalnya.
2.
Air dari sumur dituang menuju ke filter dengan menggunakan galon (jerigen). Kondisi kran
masih dalam keadaan tertutup.
3.
Siapkan bak penampung, dan diletakkan dibawah kran.
4.
Kran outlet dibuka hingga air pada filter habis.
Adapun SOP untuk pencucian filter adalah sebagai berikut:
1.
Ambil lapisan atas pasir sebanyak 1,5cm-2 cm dan letakkan diwadah (bak).
2.
Cuci pasir dengan menggunakan air mengalir dan sisihkan sementara.
3.
Cuci seluruh permukaan pasir dan sekeliling dinding filter.
4.
Masukkan pasir yang telah dicuci kedalam filter.
5.
Filter dapat dioperasikan kembali.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Warna
Pada KEPMENKES RI No. 907 Tahun 2002 menyatakan bahwa batas maksimal warna air
yang layak minum adalah 15 skala TCU. Dalam analisis warna, alat yang digunakan adalah
spektrofotometer.
3.1.1 Efisiensi Penurunan Warna Tanpa Penambahan Karbon Aktif
Hasil penelitian yang diperoleh pada kekeruhan 8NTU, 10NTU, 12NTU, dan 15 NTU untuk
filter tanpa penambahan karbon aktif dapat di lihat pada Tabel 2 Penurunan Warna Tanpa
Penambahan Karbon Aktif berikut ini, dimana outlet 1 adalah outlet filter tanpa karbon aktif:
Tabel 2 Penurunan Warna Tanpa Penambahan Karbon Aktif
Percobaanke1
2
3
4
5
6
Inlet
(TCU)
57
62
83
45
45
61
Outlet 1
(TCU)
54
58
80
42
39
18
Persentase
(%)
5.26
6.45
3.61
6.67
13.33
70.49
7
85
32
8
76
56
9
123
53
10
123
48
11
87
37
12
93
41
13
97
33
14
84
42
Sumber: Hasil Analisis, 2010
62.35
26.32
56.91
60.98
57.47
55.91
65.98
50.00
Selain itu menurut Arifin (2008), bahwa semua partikel yang berdiameter <10 µm terutama
warna, mengendap sangat lambat biladibandingkan dengan flok yang berukuran antara 100 – 1000
µm yang mengendap jauh lebih mudah. Sehingga sangat dimungkinkan warna yang ada dalam air
sampel lolos dari penyaringan dengan menggunakan media pasir yang memiliki ukuran yang jauh
lebih besar. Namun secara keseluruhan, efisiensi penurunan warna mengalami peningkatan dikarena
kanlapisan biofilm yang terbentuk sudah baik dalam penyisihan warna. Untuk lebih jelasnya dan
mempermudah dalam mengetahui penurunan warna dapat dilihat pada Gambar 10 Grafik
Penurunan Warna tanpa Penambahan Karbon aktif dibawah ini:
Gambar 4 Grafik penurunan Warna tanpa Penambahan Karbon Aktif
Hasil efisiensi penghilangan warna yang fluktuatif dapat dipengaruhi beberapa hal. Salah
satunya adalah perubahan cuaca seperti adanya hujan dapat mempengaruhi peningkatan kadar
warna. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya penurunan yang tidak stabil atau fluktuatif.
3.1.2 Pengaruh Penambahan Karbon Aktif terhadap Penurunan Warna
Penambahan karbon aktif pada biosand filter yang diletakkan diatas media pasir setinggi 10
cm selain berfungsi sebagai absorben dalam penurunan kadar warna yang terkandung dalam air
baku juga untuk memudahkan dalam penggantian karbon aktif ketika masa aktifnya telah habis.
Hasil penelitian yang diperoleh pada kekeruhan 8, 10, 12, 15 NTU dapat di lihat pada Tabel 3
Penurunan Warna Dengan Penambahan Karbon Aktif dibawah ini:
Tabel 3 Penurunan Warna Dengan Penambahan Karbon Aktif
Inlet
Outlet 2 Persentase
Percobaan
ke(TCU)
(TCU)
(%)
1
57
52
8.77
2
62
54
12.90
3
83
76
8.43
4
45
39
13.33
5
45
27
40.00
6
61
14
77.05
7
85
31
63.53
8
76
38
50.00
9
123
27
78.05
10
123
15
87.80
11
87
13
85.06
12
93
10
89.25
13
97
14
85.57
14
89
17
80.90
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Dari hasil pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil yang diperoleh fluktuatif. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan kondisi pada air sumur setiap harinya seperti adanya hujan
yang dapat meningkatkan kadar warna pada air. Adanya reaksi alami yang terjadi pada air sumur
juga dapat mempengaruhi peningkatan atau penurunan warna pada air. Untuk memudahkan dalam
mengetahui persentase efisiensi penurunan warna terbesar yang terjadi pada filter kedua dapat
dilihat pada Gambar 5 Grafik penurunan Warna dengan PenambahanKarbon Aktif sebagai berikut:
Gambar 5 Grafik penurunan Warna dengan Penambahan Karbon Aktif
Dari hasil penelitan ini dapat diperoleh persentase dari efisiensi penurunan warna dengan
penambahan karbon aktiflebih baik dibandingkan dengan filter tanpa penambahan karbon aktif
didalamnya. Pencapaian persentase dalam penurunan warna yakni 89,25%. Hal ini sebanding
dengan hasil penelitian oleh Arifin (2008) dimana efisiensi penghilangan warna akan lebih efektif
jika dilakukan modifikasi dan tambahan proses seperti aplikasi karbon aktif, senyawa redoks,
koagulan-flokulan aid, dsb.
Selain itu menurut Arifin (2008) bahwa karbon aktifselain sebagai adsorben juga bertindak
sebagai zat pemberat, jadi pemakaian karbon aktif bubuk mempunyai dua fungsi, yaitu penyerap
warna dan sebagai pemberat.
3.2 Analisa E.Coli
Beberapa E.Coli dapat menyebabkan penyakit pada manusia seperti diare (Astawan, 2007),
dimana sampai tahun 2001 diare masih merupakan penyebab kematian bayi ketiga di Indonesia
(Anonim, 2006). Untuk itu berdasarkan KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 bahwa
ambang batas untuk bakteri E.Coli adalah 0 MPN/100ml.
3.2.1 Efisiensi Penurunan E.Coli tanpa Penambahan Karbon Aktif
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4 Perbandingan Nilai Bakteri E.Coli pada Inlet dan Outlet 1 (tanpa carbon aktif)
Percobaan
Ke-
MPN Index
Inlet (ml)
/100ml
10 1 0,1
3 0 0
8000
1
1 1 0
4000
2
2
0
0
4000
3
0 2 0
40000
4
0 1 0
20000
5
0 0 1
20000
6
0 0 1
20000
7
3 0 1
110000
8
0 0 0
10000
9
0 0 0
10000
10
0
0
0
10000
11
0 0 0
10000
12
0 0 0
10000
13
0 0 0
10000
14
0 0 0
10000
9
0 0 0
10000
10
0 0 0
10000
11
0 0 0
10000
12
0
0
0
10000
13
0 0 0
10000
14
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Outlet 1
(tanpa carbon aktif) ml
10
1
0,1
0
0
0
0
2
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
MPN
Index /100ml
10
40
90
100
100
100
100
900
100
100
700
100
200
200
100
100
700
100
200
200
Pada outlet ini, air yang dihasilkan masih belum memenuhi batas maksimum untuk kualitas
air minum yang ditetapkan pada KEPMENKES NO.907/MENKES/SK/VII/2002. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan lapisan biofilm belum optimum, gradasi media yang masih cukup besar
serta susunan media yang tidak stratifikasi sehingga menyebabkan masih adanya bakteri E.Coli
yang lolos. Berikut ini Tabel 5 Persentase efisiensi removal Bakteri E.Coli antara Inlet dengan
Outlet 1 (tanpa karbon aktif) yakni :
Tabel 5 Persentase efisiensi removal Bakteri E.Coli antara Inlet dengan Outlet 1
(tanpa Karbon Aktif)
Percobaan
Ke1
Inlet
MPN
Index
/100ml
8000
Outlet 1
MPN
Index
/100ml
10
Persentase
%
99,875
4000
2
4000
3
40000
4
20000
5
20000
6
20000
7
110000
8
10000
9
10000
10
10000
11
10000
12
10000
13
10000
14
Sumber: Hasil Analisis, 2010
40
90
100
100
100
100
900
100
100
700
100
200
200
99
97,75
99,75
99,5
99,5
99,5
99,18
99
99
93
99
98
98
Efisiensi penurunan bakteri E.Coli pada penelitian ini mengalami kenaikan dan penurunan,
hal ini dikarenakan adanya kandungan bakteri yang terdapat dalam air baku fluktuatif. Jumlah
bakteri pada air baku yang fluktuatif dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya rembesan
dari septictank yang berdekatan dengan sumber air baku. Pada hari ke-13 dan ke-14 efisiensi
penyisihan bakteri E.Coli mengalami penurunan, hal ini dapat disebabkan karena belum
terbentuknya lapisan biofilm yang optimum sehingga mengakibatkan penyisihan terhadap bakteri
E.Coli tidak stabil (fluktuatif). Selain itu, gradasi media filter yang ukurannya masih cukup besar
(0,25mm-1mm) dan media tidak terstratifikasi dapat mengakibatkan masih adanya bakteri E.Coli
yang lolos.
3.2.2 Efisiensi Penurunan E.Coli dengan Penambahan Karbon Aktif
Untuk melihat perbandingan kandungan Bakteri E.Coli yang terdapat pada inlet dengan
outlet 2 (karbon aktif) disajikan pada Tabel 6 Perbandingan Nilai Bakteri E.Coli pada Inlet dan
Outlet 2 (karbon aktif) dibawah ini:
Tabel 6 Perbandingan Nilai Bakteri E.Coli pada Inlet dan Outlet 2 (karbon aktif)
Oultet 2
Inlet(ml)
Percobaan
MPN Index (karbonaktif) (ml) MPN Index
/100ml
Ke/100ml
10 1
0,1
10
1
0,1
3
0
0
8000
0
0
1
20
1
1
1
0
4000
0
0
0
10
2
2
0
0
3
0
2
0
4
0
1
0
5
0
0
1
6
0
0
1
7
3
0
1
8
0
0
0
9
0
0
0
10
0
0
0
11
0
0
0
12
0
0
0
13
0
0
0
14
Sumber: Hasil Analisis, 2010
4000
40000
20000
20000
20000
110000
10000
10000
10000
10000
10000
10000
0
0
0
0
0
2
0
0
0
1
0
1
0
1
2
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
20
200
400
100
100
700
100
100
200
200
200
400
Peletakan karbon aktif diatas media pasir bertujuan agar efisiensi adsorbsi terhadap warna
dapat maksimal serta memudahkan dalam penggantian karbon aktif saat masa aktif dari karbon aktif
telah habis. Namun peletakan karbon aktif diatas media pasir tidak memberikan dampak yang besar
terhadap penurunan bakteri E.Coli pada air. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan lapisan
biofilm terjadi pada pori-pori karbon aktif sehingga penyisihan terhadap bakteri E.Coli tidak
optimal . Untuk mengetahui efisiensi removal bakteri E.Coli dapat dilihat pada Tabel 7 Persentase
removal Bakteri E.Coli antara Inlet dengan Outlet 2 (Karbon Aktif)berikut ini:
Tabel 7 Persentase efisiensi removal Bakteri E.Coli antara Inlet dengan Outlet 2 (Karbon Aktif)
Percobaan
Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Inlet
MPN
Index
/100ml
8000
4000
4000
40000
20000
20000
20000
110000
10000
10000
10000
Outlet 2
MPN Index
/100ml
20
10
20
200
400
100
100
700
100
100
200
Prosentase
%
99,75
99,75
99,5
99,5
98
99,5
99,5
99,36
99
99
98
10000
12
10000
13
10000
14
Sumber: Hasil Analisis, 2010
200
200
400
98
98
96
Dari Tabel 7 dapat dilihat nilai persentase efisiensi penghilangan E.Coli stabil setiap harinya,
yakni rata-rata 90%. Namun jika dibandingkan dengan efisiensi penurunan bakteri E.Coli pada unit
filter 1(tanpa karbon aktif) mengalami penurunan, hal ini dapat disebabkan adanya karbon aktif
diatas media pasir yang dapat menyebabkan pertumbuhan dari lapisan biofilm tidak sebaik pada
filter 1.
3.3 Analisa Biofilm
Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap lapisan biofilm yang terbentuk pada
media filter. Untuk analisis lapisan biofilm dilakukan pada media pasir dengan menggunakan media
agar datar untuk penanaman kemudian dilakukan pewarnaan gram dengan menggunakan kaca
preparat. Setelah pewarnaan dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk melihat
lebih jelas bentuk dari mikroorganisme yang tumbuh pada lapisan biofilm. Untuk hasil dari
pengamatan terhadap biofilm dengan menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Gambar 6
Biofilm sebagai berikut:
Gambar 6 Biofilm Pada Media Pasir
Dari Gambar 6 Biofilm diatas, melalui pengamatan mikroskopis struktur biofilm terlihat
cukup jelas berbentuk batang yang jumlahnya cukup banyak. Namun dalam analisa biofilm ini tidak
dilakukan identifikasi terhadap jumlah dan jenis bakteri yang terdapat pada biofilm. Warna merah
yang terlihat merupakan pewarna yang digunakan yakni kristal violet.
Sedangkan untuk analisis biofilm pada air yang ikut dalam pengambilan media pasir
dilakukan dengan menggunakan media agar miring. Hasil analisa biofilm pada air dapat dilihat pada
Gambar 7 Biofilm Pada Air sebagai berikut:
Gambar 7 Biofilm Pada Air
Pada Gambar 7, bakteri pada air berbentuk batang, namun untuk jenis bakteri juga tidak
diketahui karena pada analisa biofilm ini tidak dilakukan analisa terhadap jenis bakteri.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Pengolahan air sumur dengan menggunakan biosand filter untuk menjadi air layak minum
belum terpenuhi dikarenakan masih adanya kandungan bakteri E.Coli pada air hasil filtrasi
sehingga agar air dapat dikonsumsi, air perlu dimasak terlebih dahulu.
2. Efisiensi biosand filter dalam penyisihan parameter warna dan E.Coli yakni sebagai berikut:
Warna
: Filter 1(tanpa karbon aktif) 70,49%
Filter 2 (karbon aktif)
E.Coli
89,25%
: Filter 1(tanpa karbon aktif) 99.875%
Filter 2 (karbon aktif)
99,75%
3. Pembuatan SOP (standard operational procedure) dibuat untuk pengoperasian unit filter dan
SOP untuk pencucian filter. Sedangkan biaya untuk pembuatan unit filter dengan harga yang
relatif murah yakni Rp. 287.750,00 dengan bahan plastik.
4. Lama waktu untuk mencapai clogging filter adalah belum dapat diketahui dikarenakan belum
terjadi penyumbatan signifikan. Namun pada kecepatan filtrasi telah mengalami penurunan
selama 14 kali percobaan dilakukan.
4.2 Saran
1. Perlu dilakukan penggantian gradasi media yang berukuran lebih kecil yakni 0,15mm-0,35mm
untuk memperoleh efisiensi penurunan E.Coli lebih baik.
2. Tidak perlu ditambahkan karbon aktif pada unit filter, untuk optimalisasi penumbuhan lapisan
biofilm pada media.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk operasional filter pasca tahap pencucian.
4. Untuk peningkatan efisiensi removal warna dan E.Coli, saat tahap penumbuhan lapisan biofilm
dilakukan secara optimum yakni ± 21 hari.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2006), Program PengembanganSanitasi, “Indonesia Sanitation Sector Development
Program (ISSDP) Jakarta: BAPPENAS, 2006.
Anonim. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang
persyaratan Kualitas Air Minum
Astawan, M. 2007. WaspadaiBakteriPatogenpadaMakanan. <www.cbn.net.id/nutrition>
Droste, Ronald L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. USA: John
Willey and Sons, Inc.
Elliott, M.A., Stauber, C.E., Digiano, F.A., Sobsey, M.D., 2008. “Reductions of E. coli, echovirus
type 12 and bacteriophages in an intermittently operated household-scale slow sand filter”,
Water Research 42 , 2662 – 2670.
Haarhoff, Johannes., and John L. Cleasby. 1991. Biological and Physical Mechanism in Slow Sand
Filtration. New York : Gary Lodsgon, ed. American Society of Civil Engineers.
Trisnawulan. 2007. “AnalisisKualitas Air SumurGali di KawasanPariwisataSanur”. Ecotrophic
Volume 2 No.2. ISSN 1907-5626
Luen, Lee T. 2001.“Biosand Household Water Filter Project in Nepal. Master Thesis”.
Massachusetts Institute of Technology.
Download