1 KOMUNIKASI RITUAL DALAM PRAKTIK BERAGAMA HINDU

advertisement
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
KOMUNIKASI RITUAL DALAM PRAKTIK BERAGAMA HINDU SEBAGAI
PERANGKA PENGUATAN IDENTITAS BUDAYA DAN PERADABAN
BANGSA
I Wayan Ardhi Wirawan
Email : [email protected]
Abstract
Ritual Communication in Hindu practice interlaced with symbols expressive dimension,
both in a state of transcendent and immanent. Transcendent dimention as the outpouring
of a sense of devotion presented to Supernatural powers, while at the level of immanent
as a medium of communication in achieving social solidarity. Communication within
the realm of ritual religious ceremony represented in symbols laden with meaning
behind it. At the same time, the ritual communication link to the strengthening of
cultural identity in religious practice. Strengthening of personal identity in the
perspective of establishing meaning that those who engage in ritual activity
opportunities for strengthening confidence in realizing the goal of religion in the form
of happiness in this world and eternal freedom. The goal is related with Hindu
sadharananikaran communication model is sahridayata conditions, the crowning
achievement of the rasa, namely similarity of sense of the parties involved in the
communication. The similarity of sense is achieved can be utilized to realize the unity in
diversity.
Key words: communication ritual, Hindu religious practices, cultural identity, building
nation civilization
Pendahuluan
Ritualitas merupakan salah satu elemen dari kerangka dasar agama Hindu yang
menjadi bentuk multiflikasi dari tattwa (filosofi keagamaan) dan susila (etika
keagamaan). Praktik beragama Hindu memposisikan aspek ritual sebagai bentuk simbol
ekspresif, yakni bertautan dengan pencurahan perasaan dari umat Hindu dalam
merealisasikan sistem keyakinannya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
segala manifestasi-NYA. Berkenaan dengan itu, aspek ritual diekspresikan secara tidak
sama oleh umat Hindu, sehingga dalam setiap ruang dalam pelaksanaan agama Hindu
aspek ritual tersebut tidak selalu menunjukkan kesamaan. Kondisi tersebut merupakan
wujud kekayaan dari tata pelaksanaan agama di kalangan penganut agama Hindu.
Pelaksanaan ritual sebagai ekspresi dari umat Hindu sarat akan bentuk-bentuk simbolik
yang mengandung pemaknaan yang tinggi sebagai wujud penghayatan pemuja
kehadapan yang dipujanya.
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
1
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
Dimensi lain dari pelaksanaan ritual dalam praktik beragama Hindu berupa
komunikasi ritual. Merujuk pada Mulyana1 komunikasi ritual merupakan komunikasi
dalam bentuk simbolik yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam praktik upacara
yang dilakukan dalam bentuk kolektif. Komunikasi ritual dapat berwujud upacara yang
diberikan kepada manusia sepanjang hidupnya, seperti upacara kelahiran, perkawinan,
hingga upacara kematian. Ritus-ritus lain seperti berdoa, upacara bendera, perayaan hari
suci keagamaan, wisuda, dan yang lainnya. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk
komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi
keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi atau agama mereka.
Komunikasi ritual dalam praktik beragama Hindu yang kerapkali terlupakan
adalah dalam proses pembuatan upakara, yaitu sarana-sarana yang digunakan dalam
pelaksanaan uapacara keagamaan. Komunikasi ritual dalam kaitan ini adalah bersifat
antarpersonal dan interpersonal. Proses komunikasi antarpersonal dalam proses
pembuatan upakara terjadi ketika dalam proses pembuatan sarana-sarana upacara
tersebut dilakukan secara komunal. Komunikasi tersebut dilakukan baik secara verbal
maupun secara nonverbal antarsesama. Komunikasi verbal diaktualisasikan secara
langsung dengan menggunakan alat-alat ujar antarpelaku pembuat sarana upacara
tersebut.
Komunikasi interpersonal yang berlangsung selama proses pembuatan upakara,
yakni ketika pembuat sarana upacara tersebut melakukan komunikasi secara internal.
Komunikasi interpersonal ini justru memiliki pemaknaan yang sangat signifikan dalam
proses pendakian rohani menurut ajaran agama Hindu. Komunikasi interpersonal dalam
pembuatan sarana upacara berwujud simbol-simbol yang erat pertautannya dengan
implementasi ajaran yoga. Komunikasi jenis ini teridentifikasi sebagai saṅcarayoga,
yaitu praktik yoga yang direalisasikan melalui komunikasi. Ada sejumlah aspek dalam
proses pembuatan sarana upacara yang melibatkan praktik yoga. Proses pembuatan
sarana upacara seperti dalam mejejahitan (membuat bentuk-bentuk upakara dari janur
atau sejenisnya) banyak teridentifikasi kegiatan yang sama secara berulang-ulang.
Kegiatan ini memerlukan konsentrasi yang terpusat sehingga dapat dikategorikan
1
Mulyana, Deddy 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung PT Rosdakarya.
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
2
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
sebagai pelaksanaan japa, karena aktivitas japa pada hakikatnya melakukan kegiatan
yang berulang-ulang dengan penuh konsentrasi.
Bertolak dari fenomena di atas, dalam tulisan ini dicoba untuk melakukan
tinjauan terhadap komunikasi ritual dan dikaitkan dengan proses menguatkan identitas
diri dalam membangun peradaban bangsa. Dasar pemikirannya adalah dalam proses
komunikasi ritual tersebut melibatkan bhava dan rasa. Bhava2 merupakan konsep utama
dalam melahirkan rasa yang juga disebut emosi atau perasaan. Berkenaan dengan itu,
emosi yang secara potensial ada dalam diri individu dan bisa dibangkitkan ketika
kondisi sangat kondusif. Bhava tersebut terakumulai dalam rasa. Ada beragam arti
rasa3, yang pada dasarnya berasal dari kata rasa. Rasa dapat didefinisikan sebagai suatu
pengalaman estetik yang dapat dibangkitkan melalui kreativitas imajinatif. Dikaitkan
dengan komunikasi ritual, bhava dan rasa mewujudkan kondisi penyatuan puncak yang
dicapai pada diri individu, seperti salah satunya dalam proses pembuatan sarana upacara
yang dilakukan dengan konsentrasi yang penuh dapat membangun suasana estetik.
Bersamaan dengan itu, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mampu meningkatkan
kualitas dirinya.
I. Relasi Komunikasi Ritual dengan Model Komunikasi Hindu
Praktik ritual keagamaan pada penganut agama Hindu
yang masih
merepresentasikan dimensi komunalnya dewasa ini adalah di wilayah pedesaan.
Aktivitas-aktivitas ritual yang dijalankan oleh umat Hindu di pedesaan masih
mempertahankan tradisi yang diwarisi dari para pendahulunya. Berkenaan dengan
fenomena tersebut, di wilayah pedesaan aktivitas pembuatan upakara sebagai sarana
ritual sampai saat ini masih intensif. Mereka yang telah menekuni tradisi membuat
sarana ritual tersebut bahkan menunjukkan suatu penyatuan, yakni antara pembuat
upakara dengan keahlian yang dimilikinya tersebut. Penyatuan tersebut merupakan
peristiwa pencapaian puncak komunikasi ritual yang terjadi antara pembuat sarana
upakara dengan sarana upakara hasil kreasinya. Mereka yang menekuni pembuatan
upakara tersebut mencurahkan segenap emosinya ketika melakukan kegiatan tersebut.
2
Suka Yasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa: Memahami Taksu, Ekspresi, dan Metodenya.Denpasar: Widya
Dharma Bekerjasama dengan Program Magister Ilmu Agama dan kebudayaan Universitas Hindu
Indonesia. Hal. 6
3
Ibid. hal 5
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
3
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
Emosi dalam konteks ini berupa bhava yang diekspresikan dari dalam diri individu
lantaran kuatnya kecitaannya terhadap entitas yang digelutinya. Puncak ekspresi bhava
ini terakumulasi dalam rasa, yakni sebuah kondisi penyatuan antara pembuat upakara
dengan hasil karyanya.
Proses pencapaian rasa dalam pembuatan upakara yang melibatkan komunikasi
ritual dikaitkan dengan ajaran natya sastra karya Bharata Muni dan vakyapada karya
Bhartrhari teridentifikasi sebagai model komunikasi
sadharananikarana. Model
komunikasi yang berakar pada ajaran agama Hindu dan tradisi India kuno tersebut
memosisikan bhava dan rasa sebagai entitas yang sangat sentral dalam proses
komunikasi. Mengacu pada Adikary, bahwa membangun komunikasi yang berbasis
ajaran Hindu dengan model sadaranikaran memiliki sejumlah tahapan seperti yang
dikemukakan oleh Adhikary4 terdiri dari para sahridaya yaitu mereka yang terlibat
dalam proses komunikasi, seperti preshaka (sebagai pengirim pesan) dan prapaka
(sebagai penerima pesan), bhava (suasana hati, mood), abhiviyanjana (ekspresi atau
encoding), sandesha (pesan atau informasi), sarani (saluran), rasasvadana (penerimaan
pesan pertama atau decoding dan interpretasi pesan dan akhirnya penertimaan rasa),
dosha (gangguan), sandarbha (konteks), pratikriya (proses umpan balik, seperti
dicandra pada bagian berikut ini.
Para sahridaya dalam model komunikasi sadharananikarana adalah mereka
yang terlibat dalam proses komunikasi seperti preshaka (sebagai pengirim pesan) dan
prapaka (sebagai penerima pesan). Proses komunikasi bisa berjalan seperti yang
diharapkan jika pihak-pihak yang melakukan komunikasi dapat memahami makna dari
pesan yang disampaikan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi sesuai
dengan model komuniasi sadharanikarana disebut dengan sahridaya.
Sahridaya
dikategorikan menjadi dua, yakni preshaka dan prapaka. Preshaka merupakan
penyampai pesan, yakni sebagai sumber informasi pertama dalam proses komunikasi.
mengacu pada terminologi Barat, preshaka merupakan komunikator yang identifikasi
sebagai penyampai pesan, gagasan, atau informasi. Prapaka dalam kaitannya dengan
model komunikasi sadharanikarana merupakan pihak yang berperan sebagai penerima
4
Adhikary, N.M. 2011. Theorizing Communication: A Model from Hinduism MBM Anthology of Communication
Studies. Kathmandu: Departement of Journalism and Mass Communication & Communication Study Centre (CSC)
Madan Bhandari Memmorial College. Hal 5
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
4
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
pesan. Dikaitkan dengan model komunikasi Barat, prapaka merupakan komunikan,
yakni pihak yang menerima pesan, gagasan, atau informasi yang disampaikan oleh
komunikator. Sahridaya sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi
dapat saling mengalami pertukaran. Fenomena ini diindikasikan oleh terbukanya
peluang bagi pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi mengalami perubahan posisi,
yakni semula memiliki kapasitas sebagai preshaka berpeluang diposisikan sebagai
prapaka tergantung dari dinamika komunikasi.
Bhava (suasana hati, mood). Proses penyampaian pesan, informasi, atau gagasan
juga memerlukan suasana hati, mood, emosi, perasaan yang dalam model komunikasi
sadharanikarana diistilahkan dengan bhava. Setiap individu memiliki bhava yang
sangat potensial, karena bersifat laten dan merupakan bagian integral dari kesadarannya.
Suasana hati yang ada pada diri individu sangat dideterminasi oleh perasaan. Berkenaan
dengan kondisi tersebut bhava yang ada pada diri seorang individu sangat bisa
dibangkitkan oleh suasana kondusif yang dirasakan oleh seorag individu. Keberadaan
bhava dalam diri seseorang individu sangat bervarian dan setiap bhava dapat melakukan
interaksi secara multi arah dan multi level. Varian-varian bhava yang ada pada diri
seorang individu mampu mendeterminasi kepribadian orang tersebut. Bhava berperan
dalam membangun keinginan-keinginan sehingga muncul beragam perasaan kepada
orang lain. Berkenaan dengan fenomena tersebut terjadi dorongan yang kuat sehingga
proses komunikasi bhava sangat berperan. Bhava menjadi motivator dalam membangun
komunikasi sesuai dengan model komunikasi sadharananikarana.
Abhivyanjana (ekspresi atau encoding). Abhivyanjana merujuk pada Adhikary5
aktivitas yang merupakan sumber menerjemahkan bhāva kedalam bentuk yang dapat
diterima oleh rasa. Abhivyanjana dalam model komunikasi sadharananikarana
merupakan ekspresi atau encoding. Prinsip pengarahan ketika proses encoding dalam
model komunikasi sadharanikarana disimplifikasi. Simplifikasi merupakan hal yang
esensial dalam hal ini. Dalam proses komunikasi, konsep-konsep yang kompleks dan
gagasan-gagasan disimplifikasi oleh pembicara (sumber) dengan ilustrasi-ilustrasi dan
idiom-idiom untuk memberikan pengertian kepada para pendengar (penerima dari
5
N.M. Adhikary. 2011. Sancara Mimamsa.Nepal:Media Ejuketar Esosiesana. hal 24
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
5
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
pesan-pesan yang disampaikan). Pendekatan ini membuat komunikasi menjadi dinamis,
fleksibel, praktis, dan efektivitas instrumen dari hubungan dan kontrol sosial.
Sandesha (pesan atau informasi). Sandesha merupakan manifestasi dari bhava.
Abhivyanjana (encoding) dimanifestasikan melalui sandesha, sehingga dalam konteks
ini sandesha merupakan produk dari abhivyanjana. Sandesha mengandung kode-kode
yang dapat dipahami melalui indera manusia. Sarani (saluran) merupakan media yang
digunakan sebagai piranti untuk melakukan komunikasi. Tubuh juga merupakan media
untuk melakukan komunikasi menurut konsep sadharananikarana. Vak (kata/ujaran) di
dalam keberlanjutan para satkara diidentifikasi dengan Brahman.
Rasasvadana (penerimaan pesan pertama atau decoding dan interpretasi pesan
dan akhirnya penerimaan rasa). Rasasvadana merupakan proses decoding atau
penerimaan pesan pertama oleh prapaka (komunikan). Seperti yang telah diutarakan
dalam abhivyanjana ada empat jenis sesuai dengan levelnya. Keempat jenis tersebut
adalah: vaikhari, madyama, pasyanti, dan para vak
Dosa merupakan gangguan-gangguan dalam proses komunikasi. Dosa yang
muncul dalam proses komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal. Dosa internal
bersumber dari dalam diri para peserta yang terlibat komunikasi seperti gangguang fisik
yang berkaitan dengan pencerapan panca indera dan juga gangguan mental. Sandarbha
merupakan ranah tempat komunikasi dilangsungkan. Efektivitas penyampaian pesan
sangat tergantung dari lingkungan tempat komunikasi. Pemaknaan komunikasi akan
dapat berubah ketika konteks komunikasi dilakukan pada tempat yang berbeda. Melalui
konteksnya, teks dapat mempertahankan pemaknaan secara “objektif” pada konteksnya.
Pratikriya (proses umpan balik). Pratikiya merupakan umpan balik (feed back),
dalam proses komunikasi. Pesan yang diterima oleh prapaka selanjutnya dikembalikan
kepada preshaka. Dalam kondisi ini prapaka berubah posisi menjadi preshaka,
demikian juga sebaliknya. Dalam proses ini terjadi peroses incoding dan decoding
secara simultan.
Berdasarkan model komunikasi Hindu sadharananikarana di atas, dalam proses
pelaksanaan ritual juga teridentifikasi proses komunikasi yang terjadi di kalangan para
aktor yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Para aktor tersebut sebagai para sahridaya,
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
6
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
yakni para peserta komunikasi. Aktor yang berperan sebagai komunikator adalah
preshaka, sedangkan aktor yang berberan sebagai komunikan berposisi sebagai
prapaka. Pesan-pesan suci yang menjadi objek dari komunikasi ritual tersebut
teridentifikasi sebagai sandesha. Encoding dalam kaitan ini adalah penyampaian pesan
pertama yang dilakukan oleh preshaka, sedangkan rasasvadana merupakan proses
penerimaan pesan. Terjadinya umpan balik mengindikasikan bahwa pratikiya terjadi
dalam proses komunikasi tersebut. Area tempat proses komunikasi ritual tersebut
dilangsungkan merupakan sandharba. Proses komunikasi ritual tersebut juga tidak
dipungkiri munculnya sentimen negatif berupa dosa, yakni gangguan-gangguan yang
muncul ketika komunikasi tersebut dilangsungkan. Tercapainya kesamaan rasa berupa
sahridayata merupakan keberhasilan dari proses komunikasi ritual tersebut, yakni
dicapainya puncak kenikmatan dalam proses komunikasi ritual tersebut.
Komunikasi ritual seperti yang dicandra di atas merupakan dimensi informal
dari sebuah proses peningkatan kualitas kehidupan manusia. Fenomena tersebut juga
memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembentukan karakter bangsa. Sarana
bhava dan rasa yang sangat mendeterminasi dalam proses keberhasilan komunikasi
ritual tersebut berdimensi positif bagi terbangunnya karakter yang mulia. Kondisi ini
menjadi modal budaya dalam upaya membangun peradaban bangsa. Fenomena tersebut
dikaitkan dengan gagasannya Tilaar (2007) bahwa selain dari jalur formal di dalam
membangkitkan identitas bangsa Indonesia tidak kurang pentingnya pula melaui jalur
informal. Pergaulan di dalam keluarga, di dalam masyarakat lokal sangat menentukan
timbulnya rasa penghargaan terhadap budaya sendiri serta membina identitas bangsa
Indonesia. Dalam plualitas kehidupan di bangsa Indonesia sangat penting dilakukan
upaya untuk menghidupkan solidaritas, tenggang rasa, toleransi dan saling percaya di
dalam masyarakat. Tanpa unsur-unsur tersebut dikenbangkan di dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia tidak mungkin diwujudkan identitas bangsa Indonesia.
Dipertautkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Fromm6 bahwa konstruksi
identitas diri yang dilakukan oleh manusia secara individual didasarkan atas konsep atau
gambaran cita-cita diri ideal yang secara sadar dan bebas dipilih. Manusia sekaligus
sebagai makhluk sosial yang dalam mengkonstruksi identitas dirinya tidak dapat
6
Dikutip dari http://idhamputra.wordpress.com/2008/10/21/teori-identitas-sosial
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
7
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
merlepaskan diri dari norma yang mengikat semua warga masyarakat tempat ia hidup
dan peran sosial yang diembannya dalam masyarakat tersebut.
Komunikasi Ritual dalam Konteks Penguatan Identitas Budaya Bangsa
Komunikasi ritual yang terbangun dalam praktik budaya sebuah masyarakat pada
dimensi lain berpeluang membangun kekuatan identitas, baik identitas diri secara
personal maupun identitas kolektif. Fenomena tersebut dapat dijustifikasi oleh aktivitas
ritual yang diaktualisasikan oleh umat Hindu, baik dalam proses mengkreasi upakara
sebagai sarana ritual maupun dalam pelaksanaan ritual dalam praktik beragama Hindu.
Keahlian yang melekat dalam membuat sarana upakara tersebut, dipertautkan dengan
konsep modal Pierre Bourdieu merupakan modal kultural. Modal ini memberikan
sentimen yang positif bagi proses penguatan identitas, baik pada dimensi personal pada
diri individu maupun berdimensi komunal di kalangan umat Hindu. Proses penguatan
identitas ini dimulai secara gradual dan berlangsung dalam rentang waktu yang relatif
lama. Mengacu pada Erikson7 bahwa proses pembentukan identitas berlangsung secara
pelan-pelan dan pada awalnya terjadi secara tidak sadar dalam inti diri individu.
Modal kultural dalam kaitan ini berwujud keahlian dalam mengkreasi upakara
sebagai sarana ritual. Keahlian ini setelah digeluti dalam rentang waktu yang relatif
lama berdisposisi menumbuhkan trsna, yakni kecintaan yang sejati yang mendarah
daging pada diri pelakunya. Akumulasi trsna ini mewujudkan kebahagiaan sebagai
puncak dari bhava, yakni emosi yang membangkitkan gairah untuk berkarya. Kondisi
puncak ini tiada lain adalah aspek rasa yang mengkondisikan penyatuan antara pelaku
dengan hasil karyanya.
Keahlian yang melekat pada diri aktor pembuat sarana ritual sebagai elemen dari
model budaya berdisposisi membangun kekuatan identitas. Berkenaan dengan
fenomena tersebut para aktor pembuat sarana ritual tersebut sekaligus dapat
mengekspresikan dimensi rasa yang secara potensial terpendam dalam dirinya.
Terbangunnya trsna antara aktor dengan karyanya telah menyaru yang dalam istilah
komunikasi Hindu sadharananikarana merupakan realisasi dari sahridayata. Para aktor
7
ibid
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
8
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
pembuat sarana ritual keagamaan tersebut diidentifikasi sebagai sahridaya yakni para
peserta komunikasi ritual tersebut.
Proses komunikasi ritual yang terjadi antaraktor sebagai pelaku pembuat sarana
ritual dengan karyanya dalam konteks penguatan identitas terimplementasi dalam
keteguhan iman. Fenomena tersebut seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah kasus
sulitnya melakukan konversi agama. Asumsi yang berkembang selama ini adalah
kompleksitas pelaksanaan ritual membebani umat sehingga dikhawatirkan memicu
konversi agama. Asumsi tersebut tidak sepenuhnya tepat, karena ada sejumlah kasus di
kalangan umat Hindu, khususnya kaum wanita relatif sulit untuk melakukan konversi
agama. Sahridayata yang telah terbangun antara pembuat sarana upakara dengan hasil
karyanya telah membangun kesehatian. Fenomena tersebut kiranya sebagai modal
kultural yang menguatkan identitas budaya para pelakunya.
Aspek yang menarik dari kasus ini adalah para wanita yang ada di lingkungan
pedesaan relatif lebih sulit untuk melakukan konversi agama. Fenomena tersebut dilatari
oleh alasan bahwa para wanita yang terbiasa membuat sarana upacara sangat menikmati
aktivitas yang sudah mereka geluti. Trsna yang terbangun antara aktor dengan karyanya
sangat kuat. Kondisi ini teridentifikasi sebagai proses membangkitkan vitalitas modal
kultural melalui media kecakapan dalam mengkreasi dan mengimplementasikan buah
karyanya. Kasus tersebut memberikan sentimen positif bagi terciptanya penguatan
identitas budaya. Bersamaan dengan itu, aktivitas ritual yang dilaksanakan secara
komunal dapat membangun kehesivitas sosial di kalangan pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Kasus ini menjadi model penguatan identitas budaya dan sekaligus sebagai
piranti untuk membangun peradaban melalui komunikasi ritual. Bersinergi dengan itu,
Tilaar (2007:49) mengemukakan bahwa bahwa modal kultural mempunyai akar yang
lebih mendasar dan subjektif. Modal sosial akan lebih kuat dan berkembang lagi apabila
berakar pada modal kultural.
Bersinergi dengan kasus tersebut para aktor sudah mencapai kondisi puncak
komunikasi ritual yang dalam konteks komunikasi sadharananikarana telah mencapai
sahridayata. Inilah model pembangunan karakter yang berimplikasi pada upaya untuk
menguatkan identitas diri dan identitas budaya. Pencapaian sahridayata tersebut
tentunya melalui proses yang gradual dengan disertai ketekunan, kesabaran dan
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
9
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
ketekunan. Komunikasi ritual yang terbangun antara para aktor pembuat sarana ritual
dalam domain yang lebih luas berdisposisi membangun peradaban bangsa. Fenomena
tersebut dilatari oleh alasan bahwa komunikasi ritual yang berpeluang besar untuk
menguatkan identitas diri dan identitas budaya. Penguatan identitas tersebut berdisposisi
untuk membangun karakter bangsa dan selanjutnya bertendensi membangun peradaban
yang dimulai dari komunitasnya dan dalam domain yang lebih luas membangun
peradaban bangsa.
Karakter yang terbangun dalam proses komunikasi ritual adalah kesabaran,
ketabahan, ketekunan, dan yang sejenisnya yang menjadi identitas para leluhur
masyarakat nusantara sejak masa kesejarahan. Praktik ritualitas yang diaktualisasikan di
kalangan umat Hindu tiada lain merupakan akumulasi secara ekspresif dari tattwa dan
susila keagamaan. Aspek-aspek filsafat merasuk dalam ranah ritual, seperti samkhya
dan yoga. Aspek samkhya yang diadopsi dalam praktik ritual seperti simbol-simbol
bilangan yang memiliki nilai mistis. Dalam sejumlah praktik ritual menggunakan
simbol-simbol bilangan ini sebagai wujud representasi Brahman beserta segenap
manifestasi-Nya. Dalam praktik ritual masyarakat Hindu di nusantara, bilangan atau
angka itu digunakan dalam sejumlah domain seperti penentuan tempat-tempat sthana
para dewa berdasarkan arah mata angin yang disebut pengider-ider, perhitungan
elemen-elemen penyusun jumlah elemen dalam sarana ritual, menentukan hari baik dan
buruk dalam menentukan aktifitas keagamaan dan lain sebagainya. Ajaran filsafat
Samkhya dalam praktik ritual pada masyarakat Hindu di nusantara banyak memberikan
kontribusi dalam penggunaan simbol angka mistis.
Hal yang sama juga berkenaan dengan aspek yoga dalam praktik ritual, baik
dalam aspek sarananya maupun dalam aspek pelaksanaan ritualnya. Berkenaan dengan
aspek sarananya, ajaran filsafat yoga memberikan warna terhadap bentuk-bentuk dasar
sarana upakara. Bentruk dasar tersebut seperti segitiga, segi empat, lingkaran,
merupakan implementasi ajaran filsafat yoga dalam sarana ritual. Bentuk-bentuk ritual
tersebut merepresentasikan simbol-simbol komunikasi antara penganut dengan kekuatan
Adikodrati. Sarana ritual pada hakikatnya sudah berwujud komunikasi antara pemuja
dengan yang dipujanya. Komunikasi ritual yang merepresentasikan komunikasi antara
umat
dengan
yang
dipujanya
dalam
kaitannya
dengan
model
komunikasi
sadharananikarana dikatakan berhasil ketika tercapainya rasa, yakni kebahagiaan
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
10
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
tertinggi yang dialami oleh pemuja. Inilah yang diistilahkan dengan yoga samcara.
Makna yang tersirat di balik komunikasi ritual ini tiada lain adalah mereka yang terlibat
dalam praktik ritual setelah mencapai kesamaan rasa identik dengan kondisi yang
dicapai seorang penekun praktik yoga. Para aktor yang terlibat dalam proses komunikasi
ritual ketika telah tercapainya sahridayata teridentifikasi sebagai yoga samcara.
Komunikasi ritual dalam kaitannya dengan model komunikasi sadharananikarana
sifatnya non-verbal. Aktor-aktor yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut sebagai
peserta komunikasi yang teridentifikasi sebagai para sahridaya. Ketika komunikasi
telah mencapai pada puncaknya, yakni kesamaan rasa antara komunikator dengan
komunikan, kondisi ini dikenal dengan nama sahridayata. Akumulasi bhava (emosi)
yang diaktualisasikan dalam mewujudkan praktik ritual berupa sahridayata, yakni
tercapainya puncak kenikmatan rasa. Mengacu pada Adhikary kondisi ini diidentifikasi
sebagai moksa.
Berkenaan dengan fenomena di atas, keanekaragaman praktik budaya yang
tumbuh dan berkembang pada masyarakat di nusantara sebagai bagian integral dari
kekayaan budaya. Bersinergi dengan realitas tersebut, Tilaar (2007:32-33) menandaskan
bahwa kekayaan budaya yang beranekaragam merupakan kekayaan yang sangat penting
dalam pembentukan bangsa Indonesia yang multikultur. Melalui media komunikasi
akan sangat efektif dalam membina budaya nasional dan dengan itu terbentuknya
identitas nasional. Bersinergi dengan fenomena tersebut keberadaan ritual yang
didalamnya melibatkan proses komunikasi ritual memiliki pertautan yang erat dengan
upaya untuk menguatkan identitas diri, baik secara personal maupun komunal.
Penguatan identitas tersebut berdisposisi membangun karakter bangsa. Inilah modal
budaya yang dapat digunakan sebagai modal dasar pembangunan peradaban bangsa
Indonesia.
Penutup
Komunikasi ritual dalam praktik beragama Hindu sebagai salah satu bentuk
komunikasi yang terjadi dalam domain ritual, baik dalam proses pembuatan sarana
ritual berupa upakara maupun dalam pelaksanaan ritual memiliki pertautan yang sangat
erat dengan proses penguatan identitas. Penguatan identitas dalam perspektif personal
membangun pemaknaan bahwa para aktor yang terlibat dalam aktivitas ritualitas
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
11
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
membuka peluang bagi penguatan keyakinan diri dalam mewujudkan tujuan agama
berupa kebahagiaan di dunia dan kebebasan abadi. Tujuan tersebut dalam kaitannya
dengan model komunikasi Hindu sadharananikarana merupakan kondisi sahridayata,
yakni puncak pencapaian rasa tertinggi oleh mereka yang terlibat dalam komunikasi
tersebut.
Penguatan identitas dalam perspektif komunal berkenaan dengan peneguhan
identitas budaya dalam domain praktik beragama. Praktik ritual yang sarat dengan
simbol-simbol budaya dikuatkan oleh para pihak yang terlibat dalam pelaku ritual yang
membawa sentimen positif bagi
pemertahanan
identitas
budaya nasional.
Keanekaragaman praktik budaya merupakan kekayaan kebudayaan nusantara yang
berdisposisi membangun karakter bangsa. Aspek-aspek ketekunan, kesabaran, percaya
diri, keyakinan, dan ketabahan yang menjadi bagian dari proses pelaksanaan ritual
merupakan karakter yang perlu dipertahankan di tengah dinamika perkembangan
peradaban umat manusia. Terbangunnya karakter yang mulia sebagai bagian dari
identitas masyarakat nusantara sejak masa kesejarahan berpeluang besar dalam
menciptakan peradaban bangsa. Kondisi tersebut sebagai modal dasar dalam
pembangunan peradaban bangsa dan pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Adhikary, N.M. 2011. Theorizing Communication: A Model from Hinduism MBM
Anthology of Communication Studies. Kathmandu: Departement of Journalism
and Mass Communication & Communication Study Centre (CSC) Madan
Bhandari Memmorial College
………2011. Sancara Mimamsa.Nepal:Media Ejuketar Esosiesana.
Deddy Mulyana, 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung PT Rosdakarya
Suka Yasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa: Memahami Taksu, Ekspresi, dan Metodenya.
Denpasar: Widya Dharma Bekerjasama dengan Program Magister Ilmu
Agama dan kebudayaan Universitas Hindu Indonesia.
Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia: Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
12
SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015
Sumber Internet:
http://idhamputra.wordpress.com/2008/10/21/teori-identitas-sosial
I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan
Peradaban Bangsa
13
Download