SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 KOMUNIKASI RITUAL DALAM PRAKTIK BERAGAMA HINDU SEBAGAI PERANGKA PENGUATAN IDENTITAS BUDAYA DAN PERADABAN BANGSA I Wayan Ardhi Wirawan Email : [email protected] Abstract Ritual Communication in Hindu practice interlaced with symbols expressive dimension, both in a state of transcendent and immanent. Transcendent dimention as the outpouring of a sense of devotion presented to Supernatural powers, while at the level of immanent as a medium of communication in achieving social solidarity. Communication within the realm of ritual religious ceremony represented in symbols laden with meaning behind it. At the same time, the ritual communication link to the strengthening of cultural identity in religious practice. Strengthening of personal identity in the perspective of establishing meaning that those who engage in ritual activity opportunities for strengthening confidence in realizing the goal of religion in the form of happiness in this world and eternal freedom. The goal is related with Hindu sadharananikaran communication model is sahridayata conditions, the crowning achievement of the rasa, namely similarity of sense of the parties involved in the communication. The similarity of sense is achieved can be utilized to realize the unity in diversity. Key words: communication ritual, Hindu religious practices, cultural identity, building nation civilization Pendahuluan Ritualitas merupakan salah satu elemen dari kerangka dasar agama Hindu yang menjadi bentuk multiflikasi dari tattwa (filosofi keagamaan) dan susila (etika keagamaan). Praktik beragama Hindu memposisikan aspek ritual sebagai bentuk simbol ekspresif, yakni bertautan dengan pencurahan perasaan dari umat Hindu dalam merealisasikan sistem keyakinannya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta segala manifestasi-NYA. Berkenaan dengan itu, aspek ritual diekspresikan secara tidak sama oleh umat Hindu, sehingga dalam setiap ruang dalam pelaksanaan agama Hindu aspek ritual tersebut tidak selalu menunjukkan kesamaan. Kondisi tersebut merupakan wujud kekayaan dari tata pelaksanaan agama di kalangan penganut agama Hindu. Pelaksanaan ritual sebagai ekspresi dari umat Hindu sarat akan bentuk-bentuk simbolik yang mengandung pemaknaan yang tinggi sebagai wujud penghayatan pemuja kehadapan yang dipujanya. I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 1 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 Dimensi lain dari pelaksanaan ritual dalam praktik beragama Hindu berupa komunikasi ritual. Merujuk pada Mulyana1 komunikasi ritual merupakan komunikasi dalam bentuk simbolik yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam praktik upacara yang dilakukan dalam bentuk kolektif. Komunikasi ritual dapat berwujud upacara yang diberikan kepada manusia sepanjang hidupnya, seperti upacara kelahiran, perkawinan, hingga upacara kematian. Ritus-ritus lain seperti berdoa, upacara bendera, perayaan hari suci keagamaan, wisuda, dan yang lainnya. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi atau agama mereka. Komunikasi ritual dalam praktik beragama Hindu yang kerapkali terlupakan adalah dalam proses pembuatan upakara, yaitu sarana-sarana yang digunakan dalam pelaksanaan uapacara keagamaan. Komunikasi ritual dalam kaitan ini adalah bersifat antarpersonal dan interpersonal. Proses komunikasi antarpersonal dalam proses pembuatan upakara terjadi ketika dalam proses pembuatan sarana-sarana upacara tersebut dilakukan secara komunal. Komunikasi tersebut dilakukan baik secara verbal maupun secara nonverbal antarsesama. Komunikasi verbal diaktualisasikan secara langsung dengan menggunakan alat-alat ujar antarpelaku pembuat sarana upacara tersebut. Komunikasi interpersonal yang berlangsung selama proses pembuatan upakara, yakni ketika pembuat sarana upacara tersebut melakukan komunikasi secara internal. Komunikasi interpersonal ini justru memiliki pemaknaan yang sangat signifikan dalam proses pendakian rohani menurut ajaran agama Hindu. Komunikasi interpersonal dalam pembuatan sarana upacara berwujud simbol-simbol yang erat pertautannya dengan implementasi ajaran yoga. Komunikasi jenis ini teridentifikasi sebagai saṅcarayoga, yaitu praktik yoga yang direalisasikan melalui komunikasi. Ada sejumlah aspek dalam proses pembuatan sarana upacara yang melibatkan praktik yoga. Proses pembuatan sarana upacara seperti dalam mejejahitan (membuat bentuk-bentuk upakara dari janur atau sejenisnya) banyak teridentifikasi kegiatan yang sama secara berulang-ulang. Kegiatan ini memerlukan konsentrasi yang terpusat sehingga dapat dikategorikan 1 Mulyana, Deddy 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung PT Rosdakarya. I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 2 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 sebagai pelaksanaan japa, karena aktivitas japa pada hakikatnya melakukan kegiatan yang berulang-ulang dengan penuh konsentrasi. Bertolak dari fenomena di atas, dalam tulisan ini dicoba untuk melakukan tinjauan terhadap komunikasi ritual dan dikaitkan dengan proses menguatkan identitas diri dalam membangun peradaban bangsa. Dasar pemikirannya adalah dalam proses komunikasi ritual tersebut melibatkan bhava dan rasa. Bhava2 merupakan konsep utama dalam melahirkan rasa yang juga disebut emosi atau perasaan. Berkenaan dengan itu, emosi yang secara potensial ada dalam diri individu dan bisa dibangkitkan ketika kondisi sangat kondusif. Bhava tersebut terakumulai dalam rasa. Ada beragam arti rasa3, yang pada dasarnya berasal dari kata rasa. Rasa dapat didefinisikan sebagai suatu pengalaman estetik yang dapat dibangkitkan melalui kreativitas imajinatif. Dikaitkan dengan komunikasi ritual, bhava dan rasa mewujudkan kondisi penyatuan puncak yang dicapai pada diri individu, seperti salah satunya dalam proses pembuatan sarana upacara yang dilakukan dengan konsentrasi yang penuh dapat membangun suasana estetik. Bersamaan dengan itu, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mampu meningkatkan kualitas dirinya. I. Relasi Komunikasi Ritual dengan Model Komunikasi Hindu Praktik ritual keagamaan pada penganut agama Hindu yang masih merepresentasikan dimensi komunalnya dewasa ini adalah di wilayah pedesaan. Aktivitas-aktivitas ritual yang dijalankan oleh umat Hindu di pedesaan masih mempertahankan tradisi yang diwarisi dari para pendahulunya. Berkenaan dengan fenomena tersebut, di wilayah pedesaan aktivitas pembuatan upakara sebagai sarana ritual sampai saat ini masih intensif. Mereka yang telah menekuni tradisi membuat sarana ritual tersebut bahkan menunjukkan suatu penyatuan, yakni antara pembuat upakara dengan keahlian yang dimilikinya tersebut. Penyatuan tersebut merupakan peristiwa pencapaian puncak komunikasi ritual yang terjadi antara pembuat sarana upakara dengan sarana upakara hasil kreasinya. Mereka yang menekuni pembuatan upakara tersebut mencurahkan segenap emosinya ketika melakukan kegiatan tersebut. 2 Suka Yasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa: Memahami Taksu, Ekspresi, dan Metodenya.Denpasar: Widya Dharma Bekerjasama dengan Program Magister Ilmu Agama dan kebudayaan Universitas Hindu Indonesia. Hal. 6 3 Ibid. hal 5 I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 3 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 Emosi dalam konteks ini berupa bhava yang diekspresikan dari dalam diri individu lantaran kuatnya kecitaannya terhadap entitas yang digelutinya. Puncak ekspresi bhava ini terakumulasi dalam rasa, yakni sebuah kondisi penyatuan antara pembuat upakara dengan hasil karyanya. Proses pencapaian rasa dalam pembuatan upakara yang melibatkan komunikasi ritual dikaitkan dengan ajaran natya sastra karya Bharata Muni dan vakyapada karya Bhartrhari teridentifikasi sebagai model komunikasi sadharananikarana. Model komunikasi yang berakar pada ajaran agama Hindu dan tradisi India kuno tersebut memosisikan bhava dan rasa sebagai entitas yang sangat sentral dalam proses komunikasi. Mengacu pada Adikary, bahwa membangun komunikasi yang berbasis ajaran Hindu dengan model sadaranikaran memiliki sejumlah tahapan seperti yang dikemukakan oleh Adhikary4 terdiri dari para sahridaya yaitu mereka yang terlibat dalam proses komunikasi, seperti preshaka (sebagai pengirim pesan) dan prapaka (sebagai penerima pesan), bhava (suasana hati, mood), abhiviyanjana (ekspresi atau encoding), sandesha (pesan atau informasi), sarani (saluran), rasasvadana (penerimaan pesan pertama atau decoding dan interpretasi pesan dan akhirnya penertimaan rasa), dosha (gangguan), sandarbha (konteks), pratikriya (proses umpan balik, seperti dicandra pada bagian berikut ini. Para sahridaya dalam model komunikasi sadharananikarana adalah mereka yang terlibat dalam proses komunikasi seperti preshaka (sebagai pengirim pesan) dan prapaka (sebagai penerima pesan). Proses komunikasi bisa berjalan seperti yang diharapkan jika pihak-pihak yang melakukan komunikasi dapat memahami makna dari pesan yang disampaikan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi sesuai dengan model komuniasi sadharanikarana disebut dengan sahridaya. Sahridaya dikategorikan menjadi dua, yakni preshaka dan prapaka. Preshaka merupakan penyampai pesan, yakni sebagai sumber informasi pertama dalam proses komunikasi. mengacu pada terminologi Barat, preshaka merupakan komunikator yang identifikasi sebagai penyampai pesan, gagasan, atau informasi. Prapaka dalam kaitannya dengan model komunikasi sadharanikarana merupakan pihak yang berperan sebagai penerima 4 Adhikary, N.M. 2011. Theorizing Communication: A Model from Hinduism MBM Anthology of Communication Studies. Kathmandu: Departement of Journalism and Mass Communication & Communication Study Centre (CSC) Madan Bhandari Memmorial College. Hal 5 I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 4 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 pesan. Dikaitkan dengan model komunikasi Barat, prapaka merupakan komunikan, yakni pihak yang menerima pesan, gagasan, atau informasi yang disampaikan oleh komunikator. Sahridaya sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling mengalami pertukaran. Fenomena ini diindikasikan oleh terbukanya peluang bagi pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi mengalami perubahan posisi, yakni semula memiliki kapasitas sebagai preshaka berpeluang diposisikan sebagai prapaka tergantung dari dinamika komunikasi. Bhava (suasana hati, mood). Proses penyampaian pesan, informasi, atau gagasan juga memerlukan suasana hati, mood, emosi, perasaan yang dalam model komunikasi sadharanikarana diistilahkan dengan bhava. Setiap individu memiliki bhava yang sangat potensial, karena bersifat laten dan merupakan bagian integral dari kesadarannya. Suasana hati yang ada pada diri individu sangat dideterminasi oleh perasaan. Berkenaan dengan kondisi tersebut bhava yang ada pada diri seorang individu sangat bisa dibangkitkan oleh suasana kondusif yang dirasakan oleh seorag individu. Keberadaan bhava dalam diri seseorang individu sangat bervarian dan setiap bhava dapat melakukan interaksi secara multi arah dan multi level. Varian-varian bhava yang ada pada diri seorang individu mampu mendeterminasi kepribadian orang tersebut. Bhava berperan dalam membangun keinginan-keinginan sehingga muncul beragam perasaan kepada orang lain. Berkenaan dengan fenomena tersebut terjadi dorongan yang kuat sehingga proses komunikasi bhava sangat berperan. Bhava menjadi motivator dalam membangun komunikasi sesuai dengan model komunikasi sadharananikarana. Abhivyanjana (ekspresi atau encoding). Abhivyanjana merujuk pada Adhikary5 aktivitas yang merupakan sumber menerjemahkan bhāva kedalam bentuk yang dapat diterima oleh rasa. Abhivyanjana dalam model komunikasi sadharananikarana merupakan ekspresi atau encoding. Prinsip pengarahan ketika proses encoding dalam model komunikasi sadharanikarana disimplifikasi. Simplifikasi merupakan hal yang esensial dalam hal ini. Dalam proses komunikasi, konsep-konsep yang kompleks dan gagasan-gagasan disimplifikasi oleh pembicara (sumber) dengan ilustrasi-ilustrasi dan idiom-idiom untuk memberikan pengertian kepada para pendengar (penerima dari 5 N.M. Adhikary. 2011. Sancara Mimamsa.Nepal:Media Ejuketar Esosiesana. hal 24 I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 5 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 pesan-pesan yang disampaikan). Pendekatan ini membuat komunikasi menjadi dinamis, fleksibel, praktis, dan efektivitas instrumen dari hubungan dan kontrol sosial. Sandesha (pesan atau informasi). Sandesha merupakan manifestasi dari bhava. Abhivyanjana (encoding) dimanifestasikan melalui sandesha, sehingga dalam konteks ini sandesha merupakan produk dari abhivyanjana. Sandesha mengandung kode-kode yang dapat dipahami melalui indera manusia. Sarani (saluran) merupakan media yang digunakan sebagai piranti untuk melakukan komunikasi. Tubuh juga merupakan media untuk melakukan komunikasi menurut konsep sadharananikarana. Vak (kata/ujaran) di dalam keberlanjutan para satkara diidentifikasi dengan Brahman. Rasasvadana (penerimaan pesan pertama atau decoding dan interpretasi pesan dan akhirnya penerimaan rasa). Rasasvadana merupakan proses decoding atau penerimaan pesan pertama oleh prapaka (komunikan). Seperti yang telah diutarakan dalam abhivyanjana ada empat jenis sesuai dengan levelnya. Keempat jenis tersebut adalah: vaikhari, madyama, pasyanti, dan para vak Dosa merupakan gangguan-gangguan dalam proses komunikasi. Dosa yang muncul dalam proses komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal. Dosa internal bersumber dari dalam diri para peserta yang terlibat komunikasi seperti gangguang fisik yang berkaitan dengan pencerapan panca indera dan juga gangguan mental. Sandarbha merupakan ranah tempat komunikasi dilangsungkan. Efektivitas penyampaian pesan sangat tergantung dari lingkungan tempat komunikasi. Pemaknaan komunikasi akan dapat berubah ketika konteks komunikasi dilakukan pada tempat yang berbeda. Melalui konteksnya, teks dapat mempertahankan pemaknaan secara “objektif” pada konteksnya. Pratikriya (proses umpan balik). Pratikiya merupakan umpan balik (feed back), dalam proses komunikasi. Pesan yang diterima oleh prapaka selanjutnya dikembalikan kepada preshaka. Dalam kondisi ini prapaka berubah posisi menjadi preshaka, demikian juga sebaliknya. Dalam proses ini terjadi peroses incoding dan decoding secara simultan. Berdasarkan model komunikasi Hindu sadharananikarana di atas, dalam proses pelaksanaan ritual juga teridentifikasi proses komunikasi yang terjadi di kalangan para aktor yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Para aktor tersebut sebagai para sahridaya, I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 6 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 yakni para peserta komunikasi. Aktor yang berperan sebagai komunikator adalah preshaka, sedangkan aktor yang berberan sebagai komunikan berposisi sebagai prapaka. Pesan-pesan suci yang menjadi objek dari komunikasi ritual tersebut teridentifikasi sebagai sandesha. Encoding dalam kaitan ini adalah penyampaian pesan pertama yang dilakukan oleh preshaka, sedangkan rasasvadana merupakan proses penerimaan pesan. Terjadinya umpan balik mengindikasikan bahwa pratikiya terjadi dalam proses komunikasi tersebut. Area tempat proses komunikasi ritual tersebut dilangsungkan merupakan sandharba. Proses komunikasi ritual tersebut juga tidak dipungkiri munculnya sentimen negatif berupa dosa, yakni gangguan-gangguan yang muncul ketika komunikasi tersebut dilangsungkan. Tercapainya kesamaan rasa berupa sahridayata merupakan keberhasilan dari proses komunikasi ritual tersebut, yakni dicapainya puncak kenikmatan dalam proses komunikasi ritual tersebut. Komunikasi ritual seperti yang dicandra di atas merupakan dimensi informal dari sebuah proses peningkatan kualitas kehidupan manusia. Fenomena tersebut juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembentukan karakter bangsa. Sarana bhava dan rasa yang sangat mendeterminasi dalam proses keberhasilan komunikasi ritual tersebut berdimensi positif bagi terbangunnya karakter yang mulia. Kondisi ini menjadi modal budaya dalam upaya membangun peradaban bangsa. Fenomena tersebut dikaitkan dengan gagasannya Tilaar (2007) bahwa selain dari jalur formal di dalam membangkitkan identitas bangsa Indonesia tidak kurang pentingnya pula melaui jalur informal. Pergaulan di dalam keluarga, di dalam masyarakat lokal sangat menentukan timbulnya rasa penghargaan terhadap budaya sendiri serta membina identitas bangsa Indonesia. Dalam plualitas kehidupan di bangsa Indonesia sangat penting dilakukan upaya untuk menghidupkan solidaritas, tenggang rasa, toleransi dan saling percaya di dalam masyarakat. Tanpa unsur-unsur tersebut dikenbangkan di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia tidak mungkin diwujudkan identitas bangsa Indonesia. Dipertautkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Fromm6 bahwa konstruksi identitas diri yang dilakukan oleh manusia secara individual didasarkan atas konsep atau gambaran cita-cita diri ideal yang secara sadar dan bebas dipilih. Manusia sekaligus sebagai makhluk sosial yang dalam mengkonstruksi identitas dirinya tidak dapat 6 Dikutip dari http://idhamputra.wordpress.com/2008/10/21/teori-identitas-sosial I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 7 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 merlepaskan diri dari norma yang mengikat semua warga masyarakat tempat ia hidup dan peran sosial yang diembannya dalam masyarakat tersebut. Komunikasi Ritual dalam Konteks Penguatan Identitas Budaya Bangsa Komunikasi ritual yang terbangun dalam praktik budaya sebuah masyarakat pada dimensi lain berpeluang membangun kekuatan identitas, baik identitas diri secara personal maupun identitas kolektif. Fenomena tersebut dapat dijustifikasi oleh aktivitas ritual yang diaktualisasikan oleh umat Hindu, baik dalam proses mengkreasi upakara sebagai sarana ritual maupun dalam pelaksanaan ritual dalam praktik beragama Hindu. Keahlian yang melekat dalam membuat sarana upakara tersebut, dipertautkan dengan konsep modal Pierre Bourdieu merupakan modal kultural. Modal ini memberikan sentimen yang positif bagi proses penguatan identitas, baik pada dimensi personal pada diri individu maupun berdimensi komunal di kalangan umat Hindu. Proses penguatan identitas ini dimulai secara gradual dan berlangsung dalam rentang waktu yang relatif lama. Mengacu pada Erikson7 bahwa proses pembentukan identitas berlangsung secara pelan-pelan dan pada awalnya terjadi secara tidak sadar dalam inti diri individu. Modal kultural dalam kaitan ini berwujud keahlian dalam mengkreasi upakara sebagai sarana ritual. Keahlian ini setelah digeluti dalam rentang waktu yang relatif lama berdisposisi menumbuhkan trsna, yakni kecintaan yang sejati yang mendarah daging pada diri pelakunya. Akumulasi trsna ini mewujudkan kebahagiaan sebagai puncak dari bhava, yakni emosi yang membangkitkan gairah untuk berkarya. Kondisi puncak ini tiada lain adalah aspek rasa yang mengkondisikan penyatuan antara pelaku dengan hasil karyanya. Keahlian yang melekat pada diri aktor pembuat sarana ritual sebagai elemen dari model budaya berdisposisi membangun kekuatan identitas. Berkenaan dengan fenomena tersebut para aktor pembuat sarana ritual tersebut sekaligus dapat mengekspresikan dimensi rasa yang secara potensial terpendam dalam dirinya. Terbangunnya trsna antara aktor dengan karyanya telah menyaru yang dalam istilah komunikasi Hindu sadharananikarana merupakan realisasi dari sahridayata. Para aktor 7 ibid I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 8 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 pembuat sarana ritual keagamaan tersebut diidentifikasi sebagai sahridaya yakni para peserta komunikasi ritual tersebut. Proses komunikasi ritual yang terjadi antaraktor sebagai pelaku pembuat sarana ritual dengan karyanya dalam konteks penguatan identitas terimplementasi dalam keteguhan iman. Fenomena tersebut seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah kasus sulitnya melakukan konversi agama. Asumsi yang berkembang selama ini adalah kompleksitas pelaksanaan ritual membebani umat sehingga dikhawatirkan memicu konversi agama. Asumsi tersebut tidak sepenuhnya tepat, karena ada sejumlah kasus di kalangan umat Hindu, khususnya kaum wanita relatif sulit untuk melakukan konversi agama. Sahridayata yang telah terbangun antara pembuat sarana upakara dengan hasil karyanya telah membangun kesehatian. Fenomena tersebut kiranya sebagai modal kultural yang menguatkan identitas budaya para pelakunya. Aspek yang menarik dari kasus ini adalah para wanita yang ada di lingkungan pedesaan relatif lebih sulit untuk melakukan konversi agama. Fenomena tersebut dilatari oleh alasan bahwa para wanita yang terbiasa membuat sarana upacara sangat menikmati aktivitas yang sudah mereka geluti. Trsna yang terbangun antara aktor dengan karyanya sangat kuat. Kondisi ini teridentifikasi sebagai proses membangkitkan vitalitas modal kultural melalui media kecakapan dalam mengkreasi dan mengimplementasikan buah karyanya. Kasus tersebut memberikan sentimen positif bagi terciptanya penguatan identitas budaya. Bersamaan dengan itu, aktivitas ritual yang dilaksanakan secara komunal dapat membangun kehesivitas sosial di kalangan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Kasus ini menjadi model penguatan identitas budaya dan sekaligus sebagai piranti untuk membangun peradaban melalui komunikasi ritual. Bersinergi dengan itu, Tilaar (2007:49) mengemukakan bahwa bahwa modal kultural mempunyai akar yang lebih mendasar dan subjektif. Modal sosial akan lebih kuat dan berkembang lagi apabila berakar pada modal kultural. Bersinergi dengan kasus tersebut para aktor sudah mencapai kondisi puncak komunikasi ritual yang dalam konteks komunikasi sadharananikarana telah mencapai sahridayata. Inilah model pembangunan karakter yang berimplikasi pada upaya untuk menguatkan identitas diri dan identitas budaya. Pencapaian sahridayata tersebut tentunya melalui proses yang gradual dengan disertai ketekunan, kesabaran dan I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 9 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 ketekunan. Komunikasi ritual yang terbangun antara para aktor pembuat sarana ritual dalam domain yang lebih luas berdisposisi membangun peradaban bangsa. Fenomena tersebut dilatari oleh alasan bahwa komunikasi ritual yang berpeluang besar untuk menguatkan identitas diri dan identitas budaya. Penguatan identitas tersebut berdisposisi untuk membangun karakter bangsa dan selanjutnya bertendensi membangun peradaban yang dimulai dari komunitasnya dan dalam domain yang lebih luas membangun peradaban bangsa. Karakter yang terbangun dalam proses komunikasi ritual adalah kesabaran, ketabahan, ketekunan, dan yang sejenisnya yang menjadi identitas para leluhur masyarakat nusantara sejak masa kesejarahan. Praktik ritualitas yang diaktualisasikan di kalangan umat Hindu tiada lain merupakan akumulasi secara ekspresif dari tattwa dan susila keagamaan. Aspek-aspek filsafat merasuk dalam ranah ritual, seperti samkhya dan yoga. Aspek samkhya yang diadopsi dalam praktik ritual seperti simbol-simbol bilangan yang memiliki nilai mistis. Dalam sejumlah praktik ritual menggunakan simbol-simbol bilangan ini sebagai wujud representasi Brahman beserta segenap manifestasi-Nya. Dalam praktik ritual masyarakat Hindu di nusantara, bilangan atau angka itu digunakan dalam sejumlah domain seperti penentuan tempat-tempat sthana para dewa berdasarkan arah mata angin yang disebut pengider-ider, perhitungan elemen-elemen penyusun jumlah elemen dalam sarana ritual, menentukan hari baik dan buruk dalam menentukan aktifitas keagamaan dan lain sebagainya. Ajaran filsafat Samkhya dalam praktik ritual pada masyarakat Hindu di nusantara banyak memberikan kontribusi dalam penggunaan simbol angka mistis. Hal yang sama juga berkenaan dengan aspek yoga dalam praktik ritual, baik dalam aspek sarananya maupun dalam aspek pelaksanaan ritualnya. Berkenaan dengan aspek sarananya, ajaran filsafat yoga memberikan warna terhadap bentuk-bentuk dasar sarana upakara. Bentruk dasar tersebut seperti segitiga, segi empat, lingkaran, merupakan implementasi ajaran filsafat yoga dalam sarana ritual. Bentuk-bentuk ritual tersebut merepresentasikan simbol-simbol komunikasi antara penganut dengan kekuatan Adikodrati. Sarana ritual pada hakikatnya sudah berwujud komunikasi antara pemuja dengan yang dipujanya. Komunikasi ritual yang merepresentasikan komunikasi antara umat dengan yang dipujanya dalam kaitannya dengan model komunikasi sadharananikarana dikatakan berhasil ketika tercapainya rasa, yakni kebahagiaan I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 10 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 tertinggi yang dialami oleh pemuja. Inilah yang diistilahkan dengan yoga samcara. Makna yang tersirat di balik komunikasi ritual ini tiada lain adalah mereka yang terlibat dalam praktik ritual setelah mencapai kesamaan rasa identik dengan kondisi yang dicapai seorang penekun praktik yoga. Para aktor yang terlibat dalam proses komunikasi ritual ketika telah tercapainya sahridayata teridentifikasi sebagai yoga samcara. Komunikasi ritual dalam kaitannya dengan model komunikasi sadharananikarana sifatnya non-verbal. Aktor-aktor yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut sebagai peserta komunikasi yang teridentifikasi sebagai para sahridaya. Ketika komunikasi telah mencapai pada puncaknya, yakni kesamaan rasa antara komunikator dengan komunikan, kondisi ini dikenal dengan nama sahridayata. Akumulasi bhava (emosi) yang diaktualisasikan dalam mewujudkan praktik ritual berupa sahridayata, yakni tercapainya puncak kenikmatan rasa. Mengacu pada Adhikary kondisi ini diidentifikasi sebagai moksa. Berkenaan dengan fenomena di atas, keanekaragaman praktik budaya yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di nusantara sebagai bagian integral dari kekayaan budaya. Bersinergi dengan realitas tersebut, Tilaar (2007:32-33) menandaskan bahwa kekayaan budaya yang beranekaragam merupakan kekayaan yang sangat penting dalam pembentukan bangsa Indonesia yang multikultur. Melalui media komunikasi akan sangat efektif dalam membina budaya nasional dan dengan itu terbentuknya identitas nasional. Bersinergi dengan fenomena tersebut keberadaan ritual yang didalamnya melibatkan proses komunikasi ritual memiliki pertautan yang erat dengan upaya untuk menguatkan identitas diri, baik secara personal maupun komunal. Penguatan identitas tersebut berdisposisi membangun karakter bangsa. Inilah modal budaya yang dapat digunakan sebagai modal dasar pembangunan peradaban bangsa Indonesia. Penutup Komunikasi ritual dalam praktik beragama Hindu sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terjadi dalam domain ritual, baik dalam proses pembuatan sarana ritual berupa upakara maupun dalam pelaksanaan ritual memiliki pertautan yang sangat erat dengan proses penguatan identitas. Penguatan identitas dalam perspektif personal membangun pemaknaan bahwa para aktor yang terlibat dalam aktivitas ritualitas I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 11 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 membuka peluang bagi penguatan keyakinan diri dalam mewujudkan tujuan agama berupa kebahagiaan di dunia dan kebebasan abadi. Tujuan tersebut dalam kaitannya dengan model komunikasi Hindu sadharananikarana merupakan kondisi sahridayata, yakni puncak pencapaian rasa tertinggi oleh mereka yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Penguatan identitas dalam perspektif komunal berkenaan dengan peneguhan identitas budaya dalam domain praktik beragama. Praktik ritual yang sarat dengan simbol-simbol budaya dikuatkan oleh para pihak yang terlibat dalam pelaku ritual yang membawa sentimen positif bagi pemertahanan identitas budaya nasional. Keanekaragaman praktik budaya merupakan kekayaan kebudayaan nusantara yang berdisposisi membangun karakter bangsa. Aspek-aspek ketekunan, kesabaran, percaya diri, keyakinan, dan ketabahan yang menjadi bagian dari proses pelaksanaan ritual merupakan karakter yang perlu dipertahankan di tengah dinamika perkembangan peradaban umat manusia. Terbangunnya karakter yang mulia sebagai bagian dari identitas masyarakat nusantara sejak masa kesejarahan berpeluang besar dalam menciptakan peradaban bangsa. Kondisi tersebut sebagai modal dasar dalam pembangunan peradaban bangsa dan pembangunan nasional. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku: Adhikary, N.M. 2011. Theorizing Communication: A Model from Hinduism MBM Anthology of Communication Studies. Kathmandu: Departement of Journalism and Mass Communication & Communication Study Centre (CSC) Madan Bhandari Memmorial College ………2011. Sancara Mimamsa.Nepal:Media Ejuketar Esosiesana. Deddy Mulyana, 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung PT Rosdakarya Suka Yasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa: Memahami Taksu, Ekspresi, dan Metodenya. Denpasar: Widya Dharma Bekerjasama dengan Program Magister Ilmu Agama dan kebudayaan Universitas Hindu Indonesia. Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia: Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 12 SADHARANIKARAN- Volume 1, Nomor 1. Mei 2015 Sumber Internet: http://idhamputra.wordpress.com/2008/10/21/teori-identitas-sosial I Wayan Ardhi Wirawan : Komunikasi Ritual dalam Praktik Beragama Hindu Sebagai Perangka Penguatan Identitas Budaya dan Peradaban Bangsa 13