TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KERANGKA MODEL INPUT OUTPUT TAHUN 1971-2008 BUDI KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971 - 2008 adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, April 2011 Budi Kurniawan, SE NRP H151090144 ABSTRACT BUDI KURNIAWAN. Study of Indonesian Structural Transformation using the Input Output Framework 1971-2008. Supervised under MUHAMMAD FIRDAUS and SRI MULATSIH. In assessing the economic impact of a sector or a group of sectors on a single or multiregional economy, input-output analysis has proven to be a popular method. This paper explores the degree of structural change of the Indonesian economy using the input-output frame work. It examines how linkages among economic sectores evolved over 1971-2008 and identifies which economic sectors exhibited the highest intersectoral linkages. The study finds that manufacturing is consistenly as the key sector in the Indonesian economy. Indonesian cannot afford to leapfrog the industrialization stage and largely depend on a service-oriented economy when the potensial for growth still lies primarily on manufacturing. The graphical presentation of interindustry relationship through the “Multiplier Product Matrix” (MPM) and its associated “economic landscape” provides a visualization of the Indonesian economic structure for selected years and how it has changed over time. Keywords : economic landscape, input output model, key sector RINGKASAN BUDI KURNIAWAN. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971-2008. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan SRI MULATSIH. Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada tahun 1966 membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang politik dan ekonomi (Weinstein 1976). Pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana dengan baik di Indonesia baru dimulai sejak awal pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969 dan prosesnya berjalan mulus sejak itu hingga terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Upaya stabilisasi dan rehabilitasi dilakukan dalam semangat desentralisasi dan detatisme untuk mengatasi kondisi ekonomi yang buruk pada akhir masa orde lama. Perubahan struktur PDB merupakan akibat dari industrialisasi di Indonesia (Kuncoro 2007). Proses industrialisasi di Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1980 (Dasril 1993), dan berdasarkan kriteria United Nation Industrial Development Organization sampai dengan tahun 2008 Indonesia termasuk kedalam kategori negara semi industri. Pertanyaannya adalah apakah benar telah terjadi perubahan struktural yang mendasar dalam perekonomian Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi? Apakah model input-output cukup akurat jika digunakan dalam perencanaan ekonomi? Bagaimana peran sektoral dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia? Sektor ekonomi apa yang memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi dan menjadi kunci dalam perekonomian Indonesia? Fakta terjadinya deindustrialisasi negatif pada perekonomian Indonesia memunculkan pertanyaan, apakah stategi industrialisasi yang diterapkan di Indonesia telah berbasis sumberdaya? Apakah transformasi perekonomian Indonesia sebaik transformasi negara berkembang lainnya? Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model input output (IO) selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Penelitian dilakukan dengan menelaah Tabel IO Indonesia yang bersumber dari BPS meliputi data tahun 1971, 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2008. Sektor-sektor dalam runtun data IO diagregasikan secara seragam (common set) menjadi 66 sektor mengacu pada klasifikasi Tabel IO Tahun 2008 (updating 2005). Model IO digunakan untuk menjawab beberapa tujuan penelitian. Analisis perubahan teknis dilakukan dengan cara meregresikan koefisien teknis input output periode (n+1) terhadap koefisien teknis input output periode ke-n. Model persamaan X = (I-A)-1F yang diturunkan dari matriks kebalikan Leontief untuk menguji apakah koefisien teknis input output yang diprediksi dari (I-A)-1 tahun ke-n mempunyai kekuatan peramalan yang baik sampai satu periode kedepan (n+1), dilakukan dengan mensubstitusikan data permintaan akhir (F) tahun (n+1) kedalam persamaan sehingga diperoleh data total output (X) untuk tahun (n+1) hasil peramalan. Matriks pengganda output (Multiplier Product Matrix) disajikan dalam grafik tiga dimensi untuk memvisualisasikan struktur perekonomian. Deviasi hasil estimasi total output dengan uji matriks Leontief memiliki kecenderungan over estimate untuk setiap periode. Hal ini disebabkan oleh adanya deviasi yang terlalu tinggi (outlier) pada beberapa sektor, antara lain sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil tanaman serat (15)”, “industri kimia (40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”. Keenam sektor sebagaimana tersebut memiliki deviasi yang sangat tinggi hampir disetiap periode. Deviasi total tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 19,33 persen dengan rata-rata 11 persen perperiode. Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke periode berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koefisien teknis x ij*=+xij dengan hipotesis =0 dan =1. Terdapat 20 (dua puluh) sektor yang menjadi sektor kunci dalam dinamika proses perubahan struktur perekonomian Indonesia selama periode pengamatan, namun tidak satupun sektor primer pernah menjadi sektor kunci. Selama periode analisis terdapat 5 (lima) sektor yang mengolah hasil pertanian yang bisa disebut sebagai sektor kunci antara lain; sektor “industri minyak dan lemak (28)”, “industri makanan lainnya (32)”, “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, “industri bambu, kayu dan rotan (37)” dan “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”. Sektor industri lain yang menjadi sektor kunci adalah “industri pupuk dan pestisida (39)”, “industri kimia (40)”, “pengilangan minyak bumi (41)” serta “industri barang karet dan plastik (42)”. Beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci adalah sektor “industri dasar besi dan baja (45)”, “industri logam dasar bukan besi (46)”, “industri barang dari logam (47)”, “industri mesin, alat dan perlengkapan listrik (48)” serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”. Sektor “listrik, gas dan air (51)” dan sektor “bangunan (52)” adalah dua sektor yang selalu menjadi sektor kunci disepanjang periode analisis. Sektor tersier yang pernah menjadi sektor kunci antara lain adalah sektor “perdagangan (53)”, “jasa lainnya (65)”, “restoran dan hotel (54)” serta sektor “angkutan darat (56)”. Berdasarkan visualisasi perubahan lanskap ekonomi, peningkatan peranan yang terjadi antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida (39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. Penurunan peranan antara lain terlihat pada beberapa sel yang terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”, ”angkutan darat (56)” dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”. Transformasi struktur perekonomian Indonesia jika dibandingkan dengan proses perubahan struktur perekonomian yang terjadi pada negara-negara BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) dalam jangka waktu sekitar 40 tahun menunjukkan pola yang berbeda. Pergeseran struktur GDP negara-negara BRIC diawali pergeseran peran sektor pertanian oleh sektor industri yang selanjutya diikuti peningkatan peran sektor jasa. Pergeseran struktur yang terjadi di Indonesia diawali pada kondisi dimana sektor jasa telah mendominasi perekonomian, selanjutnya terjadi peningkatan peran sektor industri menggeser sektor pertanian dan akhirnya mendominasi perekonomian. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan dengan teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang produktifitasnya lebih tinggi. Daya penyebaran yang tinggi pada sektor-sektor sekunder tidak diikuti derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor primer mengindikasikan tidak adanya link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. Strategi industrialisasi yang kurang tepat menyebabkan proses deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak alami dan cenderung negatif. Kebijakan industrialisasi sebaiknya mempertimbangkan link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. Seiring perjalanan waktu seharusnya terjadi konvergensi tingkat produktifitas pada keseluruhan sektor walaupun pada awalnya produktifitas tenaga kerja sektor jasa memang tertinggi dibanding sektor industri dan pertanian. Peningkatan produktivitas sektor primer memerlukan dukungan teknologi dan jaminan ketersediaan input dalam proses produksinya. © Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB. TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KERANGKA MODEL INPUT OUTPUT TAHUN 1971-2008 BUDI KURNIAWAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Judul Tesis Nama NRP : Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971 – 2008 : Budi Kurniawan : H151090144 Disetujui Komisi Pembimbing Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D Ketua Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 30 April 2011 Tanggal Lulus: Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Supriyanto, SE, MA. PRAKATA Pertama, izinkan Saya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul ”Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971-2008” telah dapat terselesaikan. Penelitian ini telah dimulai sejak Oktober 2010 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan penulisan tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada, yang terhormat : 1. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB. 2. Kepala Pusdiklat BPS beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi selama Penulis mengikuti program Tugas Belajar. 3. Kepala BPS Provinsi Jambi beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi kepegawaian selama Penulis menempuh pendidikan. 4. Bpk. Muhammad Firdaus dan Ibu Sri Mulatsih selaku Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam menyusun tesis ini. 5. Bpk. Supriyanto (Kepala Direktorat Neraca Produksi BPS), selaku Penguji Luar Komisi pada pelaksanaan Ujian Tesis. 6. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran proses kegiatan belajar. 7. Teman-teman mahasiswa pascasarjana IPB, khususnya PS Ilmu Ekonomi. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian tesis ini meskipun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini berguna dan memberikan kontribusi bagi semua pihak terutama pemerintah dan kalangan akademisi. Bogor, April 2011 Budi Kurniawan, SE RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 29 Agustus 1974 sebagai anak kedua dari pasangan Munzili Madjid dan Sumiati. Pendidikan Diploma III Statistik ditempuh di Akademi Ilmu Statistik Jakarta, lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Program Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta, lulus tahun 2002. Gelar sarjana diperoleh melalui Program Alih Jenjang pada Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor tahun 2009. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi sejak tahun 1993. Bidang tugas yang pernah menjadi tanggung jawab penulis antara lain adalah koordinator statitik kecamatan, seksi statistik sosial dan seksi statistik produksi pada BPS Kabupaten Batang Hari. Sebelum mengikuti program Tugas Belajar di IPB, bidang tugas yang menjadi tanggung jawab penulis adalah seksi analisis statistik lintas sektor pada Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Provinsi Jambi. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xvii 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1. 1. Latar Belakang ................................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................................ 1.3. Manfaat dan Tujuan Penelitian ...................................................................... 1 1 3 5 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 2.1. Tinjauan Teoritis.............................................................................................. 2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi ................................................ 2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi............................... 2.1.3. Teori Perubahan Struktural ................................................................. 2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi............... 2.1.5. Model Input Output.............................................................................. 2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output ........................................... 2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output ...................................... 2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor ............................................................ 2.1.7. Multiplier Product Matrix ................................................................... 2.2. Tinjauan Empiris ............................................................................................. 2.2.1. Transformasi Struktural ....................................................................... 2.2.2. Peranan Sektoral ................................................................................... 2.3. Kerangka Pemikiran........................................................................................ 2.4. Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 7 7 7 7 8 10 11 13 16 17 17 18 18 20 21 23 3. METODE PENELITIAN ...................................................................................... 3.1. Jenis dan Sumber Data.................................................................................... 3.2. Metode Analisis ............................................................................................... 3.2.1. Analisis Perubahan Teknis .................................................................. 3.2.2. Analisis Keterkaitan ............................................................................. 3.2.3. Analisis Pengganda .............................................................................. 3.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor ........................................................ 3.2.5. Analisis Perubahan Struktur Perekonomian ...................................... 25 25 26 28 28 30 31 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 4.1. Pengujian Model Input Output....................................................................... 4.1.1. Uji Regresi Koefisien Teknis .............................................................. 4.1.2. Uji Matriks Leontief............................................................................. 4.2. Perkembangan Peran Sektoral dalam Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia ................................................................................ 4.2.1. Struktur Permintaan dan Penawaran .................................................. 4.2.1.1. Kontribusi Sektoral dalam Permintaan Antara.................... 4.2.1.2. Kontribusi Sektoral dalam Output Total .............................. 35 35 35 35 37 37 38 39 xiii 4.2.1.3. Komposisi Permintaan Agregat............................................ 4.2.2. Analisis Struktur Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja ...................................................................................................... 4.2.3. Analisis Pengganda.............................................................................. 4.2.3.1. Analisis Pengganda Output ................................................... 4.2.3.2. Analisis Pengganda Pendapatan ........................................... 4.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor ........................................................ 4.2.5. Analisis Keterkaitan............................................................................. 4.2.6. Analisis Peran Sektoral........................................................................ 4.3. Dinamika Sektor Kunci dalam Proses Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia................................................................................ 4.3.1. Dinamika Sektor Kunci ....................................................................... 4.3.2. Multiplier Product Matrix................................................................... 4.3.3. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia diantara Negara Berkembang lainnya ............................................................................ 40 43 48 48 49 50 53 55 61 62 65 71 5. RANGKUMAN HASIL ....................................................................................... 79 6. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 6.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 6.2. Saran ................................................................................................................. 85 85 86 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 87 LAMPIRAN ........................................................................................................... 93 xiv DAFTAR TABEL Halaman 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Tahun 1971 - 2008 ...................... 2 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output ......................................................................... 14 3.1. Banyaknya Sektor dan Pedoman Klasifikasi Tabel IO Indonesia .................. 25 3.2. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input Output Indonesia 1971 - 2008 ............ 26 3.3. Rumus Perhitungan Angka Pengganda ............................................................. 31 4.1. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual .................................. 36 4.2. Struktur PDB menurut Pendapatan .................................................................... 44 4.3. Struktur PDB menurut Pengeluaran................................................................... 45 4.4. Struktur PDB menurut Lapangan Usaha ........................................................... 46 4.5. Angka Pengganda Output Rata-rata................................................................... 48 4.6. Angka Pengganda Pendapatan Rata-rata ........................................................... 49 4.7. Derajat Ketergantungan Ekspor Rata-rata ......................................................... 52 4.8. Angka Pengganda Ekspor Rata-rata .................................................................. 53 4.9. Sektor-sektor Kunci Perekonomian Indonesia.................................................. 63 4.10. Perubahan (signifikan) Peran Sektoral antar Periode ....................................... 66 4.11. Sel-sel MPM dengan Perubahan Negatif .......................................................... 68 4.12. Sel-sel MPM dengan Perubahan Positif ............................................................ 70 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output ................................................................ 12 3.1. Alur Pemikiran Strategis ..................................................................................... 21 3.2. Alur Kerja Studi ................................................................................................... 22 4.1. Struktur PDB ........................................................................................................ 47 4.2. Pangsa Tenaga Kerja menurut Sektor................................................................ 47 4.3. Plot Tren Pangsa Output dan Tren Pangsa Permintaan Antara ...................... 56 4.4. Plot Tren Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Agregat dan Tren Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Agregat ............................................ 57 4.5. Plot Tren Pangsa Input dan Tren Pangsa Nilai Tambah Bruto ....................... 58 4.6. Plot Tren Pengganda Pendapatan dan Tren Pengganda Output ..................... 59 4.7. Plot Tren Keterkaitan ke Depan dan Tren Keterkaitan ke Belakang ............. 60 4.8. Lanskap Ekonomi Indonesia berdasarkan Hirarki Tahun 1971...................... 65 4.9. Perubahan Peran Sektoral antar Periode............................................................ 67 4.10. Akumulasi Perubahan Peran Sektoral Tahun 1971-2008................................ 69 4.11. Struktur GDP Brazil Tahun 1959-2000............................................................. 71 4.12. Struktur GDP Rusia Tahun 1989-2004 ............................................................. 72 4.13. Struktur GDP India Tahun 1980-2004 .............................................................. 73 4.14. Struktur GDP China Tahun 1980-2004............................................................. 73 4.15. Struktur PDB Indonesia Tahun 1971-2008....................................................... 74 4.16. Pangsa Tenaga Kerja Brazil, India dan China .................................................. 75 4.17. Pangsa Tenaga Kerja Indonesia Tahun 1971-2008.......................................... 76 xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer............................................................................................... 95 2. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder .......................................................................................... 96 3. Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ................... 97 4. Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder............... 98 5. Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ................... 99 6. Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder ............... 100 7. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Primer 101 8. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Sekunder .................................................................................................................. 102 9. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Tersier 102 10. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Primer ................................................ 103 11. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Sekunder............................................ 104 12. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Tersier ................................................ 104 13. Pangsa Output Sektor-sektor Primer..................................................................... 105 14. Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder ................................................................ 106 15. Pangsa Output Sektor-sektor Tersier .................................................................... 106 16. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Primer ....................................................................................................................... 107 17. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Sekunder .................................................................................................................. 108 18. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Tersier ...................................................................................................................... 108 19. Pangsa Ekspor terhadap Parmintaan Total pada Sektor-sektor Primer............. 109 20. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Sekunder ........ 110 21. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Tersier ............ 110 22. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Primer ............... 111 23. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Sekunder........... 112 24. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Tersier............... 112 25. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer .............................................. 113 26. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder ......................................... 114 xvii 27. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier ............................................. 114 28. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer ................................................. 115 29. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder ............................................ 116 30. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier................................................. 116 31. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer (Type II) ................................ 117 32. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder (Type II) ............................ 118 33. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier (Type II)................................. 118 34. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer ......................................... 119 35. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder..................................... 120 36. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier......................................... 120 37. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer (Type II) ......................... 121 38. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder (Type II)..................... 122 39. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier (Type II)......................... 122 40. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Primer ....................................... 123 41. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Sekunder................................... 124 42. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Tersier ....................................... 124 43. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Primer................................................. 125 44. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Sekunder ............................................ 126 45. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Tersier ................................................ 126 46. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer....................................... 127 47. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Sekunder .................................. 128 48. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier ...................................... 128 49. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer............................................ 129 50. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder ....................................... 130 51. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier ........................................... 130 52. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer.................. 131 53. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Sekunder ............. 132 54. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier ................. 132 55. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer....................... 133 56. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder .................. 134 57. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier ...................... 134 58. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Primer ................................................... 135 59. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder .............................................. 136 60. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Tersier .................................................. 136 xviii 61. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer............................. 137 62. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder ........................ 138 63. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier ............................ 138 64. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Belakang ............................. 139 65. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Depan.................................. 141 66. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Primer.............. 143 67. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Sekunder ......... 144 68. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Tersier ............. 145 69. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 ................................................. 147 70. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 berdasarkan Hirarki Tahun 1971 .......................................................................................................................... 149 71. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 berdasarkan Hirarki Tahun 2008 .......................................................................................................................... 151 xix Halaman ini sengaja dikosongkan xx 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada tahun 1966 membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang politik dan ekonomi (Weinstein 1976). Pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana dengan baik di Indonesia baru dimulai sejak awal pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969 dan prosesnya berjalan mulus sejak itu hingga terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Upaya stabilisasi dan rehabilitasi dilakukan dalam semangat desentralisasi dan detatisme untuk mengatasi kondisi ekonomi yang buruk pada akhir masa orde lama (Kuncoro 2007). Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraaan masyarakat dilihat dari aspek ekonomi dapat diukur dengan pendapatan perkapita. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target penting yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional. Pada awal pembangunan ekonomi, umumnya di banyak negara perencanaan pembangunan ekonomi lebih berorientasi pada pertumbuhan dan bukan distribusi pendapatan. Selain pertumbuhan, proses pembangunan ekonomi juga akan membawa dengan sendirinya suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Dari sisi permintaan agregat, perubahan/pendalaman struktur ekonomi terjadi terutama didorong oleh peningkatan pendapatan. Sedangkan dari sisi penawaran agregat, faktor-faktor pendorong utama adalah perubahan teknologi, peningkatan sumberdaya manusia dan penemuan material-material baru sebagai input produksi. Diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Pertumbuhan yang berkesinambungan dalam jangka panjang akan membawa perubahan ekonomi lewat efek dari sisi permintaan dan pada gilirannya perubahan tersebut akan menjadi faktor pemicu pertumbuhan ekonomi. 2 Transformasi struktural merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke perekonomian/negara sektor akan industri mengalami atau jasa transformasi dan yang masing-masing berbeda-beda. Transformasi struktural adalah gejala ilmiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan perubahan struktur perekonomian di Indonesia yang berjalan seiring perkembangan laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1. Rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode lima tahunan selama kurun waktu tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 tergolong tinggi dalam kisaran 5-8 persen pertahun kecuali pada periode 1996-2000 akibat krisis ekonomi global. Sementara struktur PDB Indonesia mengalami perubahan yang terlihat dari menurunnya peranan (share) sektor primer dan kecenderungan (trend) meningkatnya peranan sektor sekunder maupun sektor tersier. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Produk Domestik Bruto berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Tahun 1971-2008 Tahun (t) 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 Rata-rata* Pertumbuhan (%) Primer Sekunder Tersier 8,07 7,92 4,76 6,26 7,13 1,02 4,73 5,88 37,35 44,90 49,09 37,03 32,42 25,14 28,89 24,64 26,88 21,19 19,25 17,39 23,21 26,98 31,40 33,69 35,22 36,75 41,45 35,85 33,52 39,76 40,61 43,45 37,42 40,14 36,37 Struktur PDB (%) *) rata-rata tahun (t-1) s/d tahun (t) Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari pertumbuhan PDB sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1 diduga menjadi penyebab terjadinya transformasi struktural dalam perekonomian Indonesia selama kurun waktu tersebut. Perubahan struktur PDB merupakan akibat dari industrialisasi di Indonesia (Kuncoro 2007). Proses industrialisasi di Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1980 (Dasril 3 1993), dan berdasarkan kriteria United Nation Industrial Development Organization sampai dengan tahun 2008 Indonesia termasuk kedalam kategori negara semi industri. Teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan oleh Kaldor dalam Dasgupta dan Singh (2006) menyebutkan bahwa sektor manufaktur merupakan mesin pertumbuhan bagi suatu negara atau wilayah. Teori ini mendorong banyak negara untuk melakukan industrialisasi demi memperoleh pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pada beberapa periode terakhir ternyata terjadi fenomena deindustrialisasi (deindustrialization) di negara-negara maju yang digambarkan oleh penurunan proporsi pekerja di sektor manufaktur terhadap total jumlah pekerja (IMF 1997). Argumentasi dari Rowthorn dan Coutts (2004) tentang terjadinya deindustrialisasi di negara-negara maju adalah bahwa hal tersebut merupakan sebuah konsekuensi atas proses pembangunan pada suatu sistem perekonomian yang telah maju. Deindustrialisasi dapat diartikan sebagai pergantian peran dominan sektor manufaktur oleh sektor jasa. Fenomena deindustrialisasi seperti ini biasa disebut dengan deindustrialisasi positif. Fenomena yang terjadi pada perekonomian Indonesia sejak tahun 2002 memperlihatkan dengan jelas tanda-tanda terjadinya proses deindustrialisasi (Ruky 2008). Berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian yang dilakukan oleh Dewi (2010) dapat disimpulkan bahwa sektor manufaktur telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi selama tahap industrialisasi dan memacu pertumbuhan sektor selain manufaktur. Akan tetapi telah terjadi proses deindustrialisasi kearah yang negatif di Indonesia sejak tahun 2002 yang antara lain ditandai dengan rendahnya trade balance. Deindustrialisasi yang terjadi bukanlah dampak alamiah dari proses pembangunan yang sangat maju melainkan lebih disebabkan oleh guncangan (shock) terhadap perekonomian Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya, penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen. Proses transformasi struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil dari penerapan kebijakan 4 pembangunan jangka panjang yang terencana. Kebijakan rekayasa transformasi struktural diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam perekonomian. Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer) ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Implikasi penting dari model perubahan struktural Gollin et al. (2002) yang merupakan pengembangan dari model pertumbuhan neoklasik adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan kunci penting proses pertumbuhan. Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor memengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele (1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep agricultural and structural transformation model. Kaldor (1967) diacu dalam Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur memengaruhi pertumbuhan sektor selain manufaktur, yaitu bahwa sektor manufaktur memiliki backward linkage dan forward linkage yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Perroux (1955) diacu dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan (growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan. Pertanyaannya adalah apakah benar telah terjadi perubahan struktural yang mendasar dalam perekonomian Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi? Apakah model input-output cukup akurat jika digunakan dalam perencanaan ekonomi? Bagaimana peran sektoral dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia? Sektor ekonomi apa yang memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi dan menjadi kunci dalam perekonomian Indonesia? Fakta terjadinya deindustrialisasi negatif pada perekonomian Indonesia memunculkan pertanyaan, apakah strategi industrialisasi yang diterapkan di Indonesia telah 5 berbasis sumberdaya? Apakah transformasi perekonomian Indonesia sebaik transformasi negara berkembang lainnya? 1.3. Manfaat dan Tujuan Penelitian Kajian mengenai keterkaitan antar sektor dan dampak perkembangannya melalui pendekatan input output selama ini lebih terbatas pada kajian satu tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model input output (IO) selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji model input output untuk perencanaan ekonomi dengan analisis perubahan teknis dan uji Matriks Leontief. 2. Menguraikan perkembangan peran sektoral dalam transformasi struktural di Indonesia dengan indikator struktur penawaran dan permintaan, struktur nilai tambah, angka pengganda, indeks keterkaitan dan derajat ketergantungan ekspor. 3. Mengidentifikasi dan menganalisa dinamika sektor kunci dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia. Penelitian ini memanfaatkan informasi dari Tabel Input Output (Tabel IO) Indonesia sejak pertama kali disusun tahun 1971 hingga yang terakhir tahun 2008 (updating 2005) secara sekaligus. Hasil kajian dapat dijadikan sebagai masukan akademis dan pertimbangan berbagai pihak dalam penyusunan strategi perencanaan pembangunan terkait dengan kebijakan rekayasa transformasi struktural yang diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari proses transformasi tersebut. 6 Halaman ini sengaja dikosongkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Beberapa teori yang ditinjau untuk mendukung penelitian ini adalah teori pembangunan ekonomi, hubungan perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi, teori perubahan struktural, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi dan model input output untuk melihat perubahan struktural (economic landscape) yang terjadi. 2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat pendekatan itu adalah: (1) model pertumbuhan tahapan linear (linear stage of growth models); (2) teori dan pola struktural (theories and pattern of structural changes); (3) revolusi ketergantungan internasional (the international-dependence revolution); serta (4) kontra revolusi pasar bebas neoklasik (the neo classical free market counter-revolution). Berbagai modifikasi dari pendekatan teori-teori klasik telah banyak dikemukakan pada beberapa tahun belakangan ini (Todaro dan Smith 2006). Model pertumbuhan tahapan linear mengindentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat. Pendekatan ini tergusur oleh dua aliran pemikiran ekonomi yang berkembang pada dekade 1970-an yaitu aliran pemikiran yang menitikberatkan pada teori dan pola perubahan struktural, dan aliran pemikiran revolusi ketergantungan internasional. Sepanjang dekade 1980an dan awal 1990-an pemikiran yang paling menonjol adalah pendekatan kontra revolusi neoklasik atau seringkali disebut neo-liberal, suatu pemikiran yang menekankan pada peranan menguntungkan perekonomian terbuka, pasar-pasar bebas dan swastanisasi. Pendekatan yang ada saat ini menggambarkan variasi keempat perspektif pemikiran klasik sebagaimana tersebut diatas. 2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Perubahan struktur dalam perekonomian merujuk pada perubahan struktur perekonomian yang mendasar dalam jangka panjang, bukan hanya perubahan struktur dalam lingkup mikro dan dalam jangka pendek. Struktur perekonomian 8 yang dimaksud adalah formasi sektor/industri dalam suatu perekonomian. Salah satu contoh perubahan struktural adalah perekonomian subsisten yang mengalami industrialisasi sehingga kontribusi dominan sektor pertanian bergeser ke sektor manufaktur. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya, penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen. Perubahan struktur ekonomi berjalan seiring dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sektor ekonomi. Bila dalam suatu sistem perekonomian hanya ada dua sektor, yaitu industri (i) dan pertanian (p) dengan NTB masing-masing ; NTBi dan NTBp yang membentuk PDB, maka persamaannya menjadi PDB = NTBi + NTBp ....................................................................... (2.1) atau, 1 = [a(t) i + a(t) p] PDB .............................................................. (2.2) di mana a(t)i dan a(t)p adalah pangsa PDB masing-masing dari industri dan pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap „awal‟ pembangunan (t=0), sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri belum berkembang a(t)i < a(t)p. Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sektor industri meningkat dan pangsa PDB dari sektor pertanian menurun. Pada tahap „akhir‟ pembangunan ekonomi (t=1) nilai a(1)i > a(1)p dimana a(1)i > a(0)p dan a(1)p < a(0)p (Tambunan 2006). 2.1.3. Teori Perubahan Struktural Teori Perubahan Struktural (structural change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor 9 pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern, secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1960, 1964; Chenery et. al. 1986; Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968; Chenery dan Watanabe 1958). Aspek penting lain dari transformasi struktural adalah sisi ketenagakerjaan. Clark dalam Nasoetion (1991) merumuskan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui proses transformasi dapat dicapai melalui (1) peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor dan (2) transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi. Menurut model pembangunan yang dikemukakan oleh Lewis (1954) diacu dalam Firdaus (1998), perekonomian terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol dan (2) sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Sama halnya dengan model yang disusun oleh Lewis, analisis pola pembangunan (pattern of development analysis) terhadap perubahan struktural juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap pada perekonomian yang terbelakang sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan sektor pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Hipotesis utama dari model perubahan struktural adalah bahwa pembangunan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang dapat diamati, yang ciri-ciri pokoknya sama di semua negara. Perbedaan-perbedaan dapat terjadi diantara negara berkembang dalam hal langkah-langkah yang 10 ditempuh serta pola umum pembangunannya tergantung sejumlah faktor. Pendekatan yang menekankan pada pola dan bukan teori, membuat para praktisi beresiko mengambil kesimpulan yang salah tentang hubungan sebab akibat (kausalitas). Studi empiris tentang proses perubahan struktural mengarah pada kesimpulan bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda karena faktorfaktor domestik maupun internasional, dan banyak diantaranya diluar kendali negara-negara berkembang secara individual. Para ekonom meyakini adanya polapola tertentu dalam proses pembangunan di hampir semua negara, meskipun rumusannya bervariasi. Para analis perubahan struktural optimis bahwa ramuan kebijakan ekonomi yang benar akan memberikan pola pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan secara berkesinambungan. 2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer) ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Kuznet (1961) telah menelaah perkembangan peran sektor pertanian dalam transformasi pembangunan. Peran sektor pertanian menurut Kuznet antara lain adalah; (i). kontribusi produk, yaitu sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan baku industri; (ii). kontribusi pasar, yaitu rumah tangga sektor pertanian adalah sasaran utama konsumsi output sektor industri baik yang bersifat konsumsi langsung maupun yang digunakan sebagai input dalam proses produksi pertanian; (iii). kontribusi devisa, dimana sektor pertanian juga berperan dalam menyumbangkan devisa atas ekspor barangbarang yang dihasilkan dari proses produksinya. Gollin et. al. (2002) menyatakan bahwa model perubahan struktural dapat menjawab dua pertanyaan penting mengenai proses industrialisasi. Pertanyaan tersebut adalah mengapa proses industrialisasi pada setiap negara mempunyai waktu permulaan yang berbeda-beda dan mengapa pada beberapa negara proses tersebut berjalan lambat. Implikasi penting dari model perubahan struktural tersebut adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan kunci penting proses pertumbuhan. Model Gollin adalah pengembangan dari model pertumbuhan neoklasik yang memasukkan sektor pertanian secara eksplisit. 11 Analisis pada beberapa negara industri dengan menggunakan model ini memberikan jawaban atas pertanyaan awal. Perbedaan income antar negara pada tahun 2000 ternyata bukanlah perbedaan steady state. Negara-negara yang terlambat memulai proses pembangunan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan negara-negara yang memulai lebih dulu proses pembangunannya. Pembangunan merupakan proses yang berjalan dengan lambat. Negara yang memulai industrialisasi pada tahun 1950 akan mencapai tingkat steady state setidaknya dalam 100 tahun; suatu transisi yang lebih lambat jika dibandingkan dengan model pertumbuhan neoklasik. Adanya distorsi dari aktivitas sektor pertanian akan semakin menyebabkan tenaga kerja berpindah ke sektor manufaktur. Berdasarkan model ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat memperlambat proses industrialisasi. Sebuah negara dengan proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya. 2.1.5. Model Input Output Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori dasar yang melandasi model input output (IO). Secara sederhana, model IO menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi (BPS 2000). Sebagai model kuantitatif, model IO mampu memberi gambaran menyeluruh tentang: (1) Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah, (2) Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah, (3) Struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan (4) Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor. 12 Kerangka dasar model IO terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada Gambar 2.1. Kuadran I : Transaksi antarkegiatan (nxn) Kuadran II : Permintaan akhir (nxm) Kuadran III : Input primer sektor produksi (pxn) Kuadran IV : Input primer permintaan akhir (pxm) Sumber: BPS, 2000 Gambar 2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output Kuadran I : Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi di suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi sehingga disebut juga sebagai transaksi antara (intermediate transaction). Kuadran II : Menunjukkan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir yaitu penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi yang biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan persediaan (stock), dan ekspor. Kuadran III : Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi, yaitu semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya meliputi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Kuadran IV : Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal dengan sebutan data Social Accounting Matrix (SAM). Dalam penyusunan Tabel IO, kuadran ini tidak disajikan. Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk matriks, masing-masing dengan dimensi seperti tertera pada Gambar 2.1. Bentuk seluruh matriks ini menunjukkan 13 kerangka model IO yang berisi uraian statistik mengenai transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor produksi pada kuadran pertama, yang berisi kelompok produsen, memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa yang secara makro disebut sebagai sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor “endogen”. Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di kuadran kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor “eksogen”. Model IO membedakan dengan tegas sektor endogen dan sektor eksogen. Output, selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan dalam sistem produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi berupa input antara dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang disebut input primer (Isard 1998). Model analisis IO dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam merencanakan pembangunan sektoral. Model IO menghasilkan kajian tentang penentuan leading sector yang dapat dijadikan fokus pembangunan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Integrasi perekonomian dalam model IO merefleksikan hubungan atau keterkaitan antar sektor (intersectoral) yang merupakan hubungan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Perroux (1955) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan (growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan. 2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output Tabel IO pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930an. Tabel IO adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu perekonomian dengan bentuk penyajian berupa matriks. Angka-angka di dalam Tabel IO menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian suatu wilayah. Setiap baris menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari sebuah sektor, yang tertera pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis 14 di bawah label pembeli. Karena suatu sektor tidak menjual barangnya kepada semua sektor yang ada, maka umum dijumpai angka nol dalam suatu baris di dalam Tabel IO. Adapun kolom dalam Tabel IO mencatat berbagai pembelian yang dilakukan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena suatu sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di perekonomian negara tersebut (Nazara 1997). Selain transaksi antar sektor, terdapat beberapa transaksi yang juga dicatat dalam Tabel IO. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah dan perusahaan di luar negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir.” Dalam hal pembelian, selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa. Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor.” Secara sederhana simplifikasi dari Tabel IO dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output Sektor Penjual 1 2 . . . n Nilai Tambah Impor Total Input 1 x11 x21 . . . xn1 v1 m1 X1 Sumber: BPS, 2000 Sektor Pembeli 2 ... x12 ... x22 ... . . . . . . xn2 ... v2 ... m2 X2 ... ... n x1n x2n . . . xnn vn mn Xn Konsumsi Akhir f1 f2 . . . fn Total Produksi X1 X2 . . . Xn 15 Dari Tabel IO pada Tabel 2.1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang berimbang: n Baris : x ij fi Xi i 1,..., n ij v j m j X j j 1,..., n ................................... (2.4) ...................................... (2.3) j 1 n Kolom : x i 1 dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca yang berimbang adalah jumlah output sama dengan jumlah input. Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk suatu tingkat total output (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara suatu bahan baku input dan bahan baku input lainnya (dengan kata lain, bahan baku input dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah: aij xij / X j ...................................................................................... (2.5) xij aij X j ...................................................................................... (2.6) atau Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas didapat: n a ij X j fi Xi i 1,..., n ..................................................... (2.7) j 1 Dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: AX f X ................................................................................ (2.8) dimana : aij Anxn ; f i f nx1 ; dan X i X nx1 .................................................. (2.9) Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungan dasar dari Tabel IO, yaitu: (I - A)-1 f =X ............................................................................. (2.10) dimana (I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (Leontief 1986). Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya. 16 Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain) yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks kebalikan Leontief (I – A)-1. 2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output Secara konseptual terdapat 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi penyusunan model IO dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel IO (BPS 2000), antara lain berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor. b. Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding (berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan output sektor yang dihasilkan. c. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem Tabel I-O semua pengaruh luar diabaikan. Dengan asumsi-asumsi tersebut, model analisis I-O mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output konstan sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan yang tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output (Nazara 1997). 17 2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele (1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep agricultural and structural transformation model. King dan Byerlee (1978) menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian akan sangat kuat jika sektor industri mempunyai keterkaitan kebelakang yang tinggi. Adelman (1984) menekankan pentingnya agricultural demand led industrialization (ADLI) dan membuktikan bahwa strategi ini lebih superior dibanding strategi export led growth apabila diterapkan di negara berkembang dimana peran sektor pertanian masih substansial. 2.1.7. Multiplier Product Matrix Jiemin dan Planting (2000) menggunakan suatu matriks pengganda output atau Multiplier Product Matrix (MPM) untuk melihat dampak suatu sektor secara keseluruhan dalam suatu perekonomian. MPM dapat memotret pengaruh suatu sektor berdasarkan keterkaitan ke belakang dan ke depan yang sekaligus pula bisa menjelaskan hubungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Untuk mencari Matrix of Product Multiplier dilakukan dengan rumusan sebagai berikut : MPM V1 dimana : b1. b2. bi. b. j V1 . b.1 b.2 ... b.n . b n. ................................... (2.11) V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief Invers n V = n b i 1 j 1 ij bi. = jumlah semua kolom dalam baris i dari matriks Leontief Invers, atau sering digunakan untuk mengukur besaran forward linkage. b.j = jumlah semua baris dalam kolom j dari matriks Leontief Invers, atau sering digunakan untuk mengukur backward linkage. 18 Sehingga persamaan MPM tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : MPM = (1/V * FL * BL) dimana : .............................................................. (2.12) FL = Forward Linkage BL = Backward Linkage Melalui analisis MPM dapat diamati bagaimana keadaan struktur perekonomian suatu daerah dari periode ke periode, sehingga dapat dilihat bagaimana perubahan struktur itu terjadi setiap waktu. 2.2. Tinjauan Empiris Studi empiris tentang perubahan struktural perekonomian telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sebagian besar yang dirujuk dalam tulisan ini adalah penelitian tentang transformasi struktural yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain dalam kerangka model IO. Penelitian lain yang mendukung adalah model ekonomi yang melihat peran dan keterkaitan sektoral dalam perekonomian secara keseluruhan. 2.2.1. Transformasi Struktural Penelitian Saraan (2006) menggunakan data key indicator of developping asian and pasific countries tahun 1980-2004 dengan metode Ordinary Least Square menyimpulkan bahwa telah terjadi transformasi struktural perekonomian di Indonesia pada periode pengamatan yaitu transformasi sektor pertanian ke sektor industri. Fabiomarta (2004) dengan metode yang sama mengembangkan Model Chenery-Syrquin untuk data Indonesia tahun 1977-2002 menemukan adanya kecenderungan menurunnya peranan sektor primer. Sementara itu, Hill (1996) menguraikan transformasi struktural pada periode 1966–1992 dengan obyek penelitian perekonomian Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa transformasi yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tersebut dinilai terlalu cepat. Hal ini ditandai dengan sumbangan sektor pertanian terhadap Gross Domestic Product (GDP) telah menyusut hingga kurang dari setengahnya sejak tahun 1966, dan pada tahun 1992 sumbangannya hanya tinggal 36%. Penurunan ini ternyata diikuti dengan kenaikan sumbangan sektor industri (secara luas mencakup pertambangan, industri manufaktur, fasilitas umum dan kontruksi), yang sumbangannya pada saat itu sebesar 35% lebih besar dari nilainya pada 19 pertengahan dekade 1960-an. Selanjutnya, Nasoetion (1991) mengatakan bahwa transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Oleh sebab itu kebijakan rekayasa transformasi struktur dibutuhkan untuk memaksimumkan dampak positif dari transformasi tersebut. Nazara dan Amir (2005) dalam kerangka Model Input Output menguraikan bahwa selama kurun waktu tahun 1994–2000 telah terjadi perubahan struktur perekonomian Jawa Timur, yang ditunjukkan oleh perubahan dalam visualisasi economic landscape dengan menggunakan Multiplier Product Matrix. Perubahan ini mengindikasi adanya perubahan pengaruh sektoral terhadap perekonomian atau perubahan peranan sektor-sektor penting bagi perekonomian pada tahun 1994 dan tahun 2000. Perubahan struktur ekonomi Jawa Timur periode 1994–2000 masih terlalu kecil, namun dapat diterangkan bahwa telah terjadi perubahan kontribusi output sektor ekonomi, perubahan sektor unggulan dan keterkaitan antar sektor ekonomi. Jacob (2003) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Change, Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input Output Perspective” menggunakan data IO 1971-1995 menguraikan pengaruh policy regimes terhadap rekayasa kebijakan transformasi struktural perekonomian di Indonesia. Sementara Marks (2007), dalam “Ocupational structure and stuctural change in Indonesia, 1880-2000” mengaitkan transformasi struktural perekonomian Indonesia dengan data ketenagakerjaan. Hayashi (2005) melakukan penelitian tentang perubahan struktural sektor perekonomian dan perdagangan yang terjadi di Indonesia menggunakan pendekatan analisis IO. Beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan proses transformasi struktural perekonomian suatu negara menggunakan kerangka Model IO pernah dilakukan, antara lain: Jiemin & Planting (2000) di US 1972-1996; Guilhoto, et. al. (2000) di Brazil 1985-1995; Hewings & Sonis (1998 & 2003) di China dan Chicago serta Hewings, et. al. (1996) di Chicago 1975-2011. Penelitian terakhir dilakukan oleh Ramos, et. al. (2010) menggunakan Multiplier Product Matrix untuk menguraikan perubahan struktural perekonomian di Philipina periode tahun 1979-2000. 20 2.2.2. Peranan Sektoral Kuncoro (1996) melakukan studi empiris mengenai struktur, prilaku dan kinerja agroindustri di Indonesia dan membuktikan bahwa agroindustri terutama industri pengolahan hasil pertanian memiliki kaitan yang erat dengan subsektor penyedia inputnya khususnya dengan sektor pertanian. Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktural dalam agro industri yang bersifat mendasar selama tahun 1980-1990. Penelitian Firdaus (1998) tentang peran sektoral ekonomi Indonesia pada fase industrialisasi menyimpulkan bahwa industri pertanian secara umum menunjukkan keragaan yang lebih baik dalam struktur produksi, multiplier tenaga kerja dan pendapatan, serta keterkaitan kebelakang dan kedepan. Analisis IO menunjukkan pembangunan ekonomi pada fase industrialisasi sudah sejalan dengan konsep agribisnis, namun masih kurang didukung oleh pengembangan sektor jasa/lembaga keuangan. Menurut Hayashi (2005), selama tahun 1985 sampai dengan tahun 2000 sektor manufaktur memberikan peningkatan kontribusi output, peningkatan ekspor dan penurunan ketergantungan impor. Tetapi kemajuan tersebut bukan dihasilkan dari peningkatan permintaan ekspor melainkan lebih disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah. Sholihah (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh keterkaitan antar sektor terhadap pertumbuhan ekonomi beberapa daerah di Indonesia. Penelitiannya antara lain menyimpulkan bahwa: keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kaldor (1967) dalam Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur mempengaruhi pertumbuhan sektor selain manufaktur yaitu bahwa sektor manufaktur memiliki backward linkage dan forward linkage yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Selanjutnya Dewi (2010) menyimpulkan dari hasil analisis hukum Kaldor I, II dan III bahwa secara umum sektor manufaktur turut berperan dalam roda perekonomian 21 Indonesia. Kenyataan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan turut memberikan kontribusi yang sama besarnya dengan kontribusi pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur dalam pertumbuhan PDB, dapat dijelaskan oleh hasil analisis regresi linear sederhana yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan dipengaruhi oleh pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur. Riset yang akan dilakukan berikut ini memiliki perbedaan dalam hal cakupan dan ruang lingkup penelitian jika dibandingkan beberapa penelitian sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini mengkaji data input output Indonesia tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 mencakup keseluruhan sektor dalam perekonomian yang dirinci menjadi 66 sektor. Runtun data IO yang tersusun dapat memperlihatkan peran sektoral dalam proses perubahan struktur perekonomian (economic landscape) secara lebih terperinci. 2.3. Kerangka Pemikiran Perekonomian Indonesia Struktur Ekonomi Model IO ? Peran Sektoral Sektor Kunci Economic Landscape Transformasi Struktural Gambar 3.1. Alur Pemikiran Strategis 22 Proses transformasi struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil dari penerapan kebijakan pembangunan jangka panjang yang terencana. Perencanaan pembangunan semestinya beorientasi pada tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Kebijakan rekayasa transformasi struktural diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model IO selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Model IO digunakan dalam analisis struktur, perilaku dan kinerja sektoral dalam proses transformasi struktural. Multiplier Product Matrix akan memvisualisasikan perubahan struktur perekonomian yang terjadi. Bagan alur penelitian ditampilkan pada Gambar 3.2. Model IO Data IO 1971 1975 Analisis Struktur Analisis Perilaku demand/ supply key sector MPM 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 Kinerja Sektoral Transformasi Struktural Gambar 3.2. Alur Kerja Studi Economic Lanscape 23 2.4. Hipotesis Penelitian Beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Tabel Input Output Indonesia relatif baik untuk digunakan sebagai model perencanaan ekonomi 2. Sektor sekunder memiliki peran dominan dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia 3. Dinamika sektor kunci memengaruhi proses transformasi struktural perekonomian Indonesia. 24 Halaman ini sengaja dikosongkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian dilakukan dengan menelaah Tabel IO Indonesia yang bersumber dari BPS meliputi data tahun 1971, 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2008. Sektor-sektor dalam series data IO diagregasikan secara seragam (common set) menjadi 66 sektor mengacu pada klasifikasi Tabel IO Tahun 2008 untuk melihat keterbandingan antar tahun pengamatan dan mendukung tujuan analisis. Tabel 3.1 memperlihatkan perbedaan banyaknya sektor dan pedoman pengklasifikasian yang digunakan dalam penyusunan Tabel IO Indonesia, sehingga harus dilakukan pengklasifikasian kembali (re-classification) dan agregasi sektor pada beberapa Tabel IO sesuai kebutuhan penelitian. Tabel 3.1. Banyaknya Sektor dan Pedoman Klasifikasi Tabel IO Indonesia Tabel IO Banyaknya Sektor Klasifikasi Penyesuaian Agregasi Sektor Tahun 1971 Tahun 1975 Tahun 1980 Tahun 1985 Tahun 1990 Tahun 1995 Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2008 175 179 171 169 161 172 175 175 66 KLUI/KKI KLUI/KKI KLUI/KKI KLUI/KKI KLUI/KKI KLUI/KKI KBLI 2000 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 KBLI 2005 66 66 66 66 66 66 66 66 Catatan: tanda (√) menunjukkan data pada periode tersebut telah disesuaikan Sumber : BPS, diolah Sebelum dilakukan agregasi sektor pada masing-masing Tabel IO, terlebih dulu dilakukan pemetaan sektor menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2005 pada sektor-sektor dalam Tabel IO periode sebelum tahun 2005 karena terdapat perbedaan referensi klasifikasi lapangan usaha yang digunakan, antara lain didasarkan atas Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) dan Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI). Penyusunan KLUI merupakan modifikasi dari ISIC (international standard industrial classification) yang masih terus direvisi. Selain itu juga terdapat beberapa perbedaan dalam pemberian kode sektor antar periode walaupun referensi klasifikasinya sama. 26 Daftar nama sektor hasil agregasi berikut kode sektor dan penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input Output Indonesia 1971-2008 (1) Padi (2) Tanaman kacang-kacangan (3) Jagung (4) Tanaman umbi-umbian (5) Sayur-sayuran dan buah-buahan (6) Tanaman Bahan Makanan Lainnya (7) Karet (8) Tebu (9) Kelapa (10) Kelapa sawit (11) Tembakau (12) Kopi (13) Teh (14) Cengkeh (15) Hasil tanaman serat (16) Tanaman perkebunan lainnya (17) Tanaman lainnya (18) Peternakan (19) Pemotongan hewan (20) Unggas dan hasil-hasilnya (21) Kayu (22) Hasil hutan lainnya (23) Perikanan (24) Penambangan batubara dan bijih logam (25) Penambangan minyak, gas dan panas bumi (26) Penambangan dan penggalian lainnya (27) Industri pengolahan dan pengawetan makanan (28) Industri minyak dan lemak (29) Industri penggilingan padi (30) Industri tepung, segala jenis (31) Industri gula (32) Industri makanan lainnya (33) Industri minuman (34) Industri rokok (35) Industri pemintalan (36) Industri tekstil, pakaian dan kulit (37) Industri bambu, kayu dan rotan (38) Industri kertas, barang dari kertas dan karton (39) Industri pupuk dan pestisida (40) Industri kimia (41) Pengilangan minyak bumi (42) Industri barang karet dan plastik (43) Industri barang-barang mineral bukan logam (44) Industri semen (45) Industri dasar besi dan baja (46) Industri logam dasar bukan besi (47) Industri barang dari logam (48) Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (49) Industri alat pengangkutan dan perbaikannya (50) Industri barang lainnya (51) Listrik, gas dan air minum (52) Bangunan (53) Perdagangan (54) Restoran dan hotel (55) Angkutan kereta api (56) Angkutan darat (57) Angkutan air (58) Angkutan udara (59) Jasa penunjang angkutan (60) Komunikasi (61) Lembaga keuangan (62) Usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (63) Pemerintahan umum dan pertahanan (64) Jasa sosial kemasyarakatan (65) Jasa lainnya (66) Lain-lain kegiatan yang tak jelas batasannya Sumber: BPS, 2007. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tabel transaksi total atas dasar harga produsen yang selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak (software) MS Excel dengan tambahan add-ins program untuk perhitungan matriks (matrix.xla). 3.2. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini akan menguraikan keterkaitan antar sektor dalam proses transformasi struktural perekonomian di Indonesia, antara lain meliputi; analisis keterkaitan dan analisis perubahan struktur perekonomian yang selanjutnya divisualisasikan dengan grafik economic landscape. Tabel IO digunakan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan suatu sektor terhadap pertumbuhan ekonomi regional dan sektor meliputi analisis 27 keterkaitan antar sektor seperti backward and forward linkage analysis, analisis dampak pengganda (multiplier efect analysis) yang sangat penting dalam perencanaan sektoral. Model IO juga digunakan untuk menunjukkan sektor mana yang seharusnya diprioritaskan sehingga sektor ini dapat menarik/mendorong sektorsektor yang lain dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Analisis model IO antara lain didasarkan pada dua jenis matriks yang diturunkan dari Tabel IO, yaitu matriks koefisien teknologi dan matriks pengganda. Matrix koefisien teknologi berisikan koefisien aij , dimana nilai aij xij X j ......................................................................................... (3.1) dimana : aij = koefisien teknologi xij = pembelian input i oleh sektor j (input antara). Xj = total input untuk sektor j. Nilai–nilai koefisien teknologi tersebut dapat disusun dalam sebuah matriks koefisien teknologi (direct requirement matrix) atau matrix A. Tabel 2.1 (Tabel Input-Output) sebagaimana diilustrasikan pada bab sebelumnya dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: X = AX + F ...................................................................................... (3.2) dimana : X : matriks output, sebuah matriks kolom yang anggotanya adalah Xi A : matriks koefisien teknologi, matriks bujur sangkar dengan anggota aij F : matriks permintaan akhir, matriks kolom dengan anggota fi Selanjutnya persamaan diatas dapat ditransformasikan bentuknya menjadi: X = (I-A)-1 F ...................................................................................... (3.3) Jika (I-A)-1 = B, maka X=BF ............................................................................................ (3.4) Matrix B merupakan matriks pengganda (multiplier) atau Leontief Inverse Matrix yang mencerminkan efek langsung dan tidak langsung dari perubahan permintaan akhir terhadap output sektor–sektor di dalam perekonomian. Matriks ini digunakan untuk melihat bagaimana output terjadi jika terdapat perubahan di final demand. Anggota matriks B baris ke-i dan kolom ke-j disebut bij. 28 3.2.1. Analisis Perubahan Teknis Uji matriks kebalikan Leontief dan uji regresi dilakukan untuk melihat perubahan teknis atau kekuatan koefisien input output untuk perencanaan ekonomi. Sebagaimana dikemukakan pada persamaan 3.3 bahwa X = (I-A)-1F maka untuk menguji apakah koefisien teknis input output yang diprediksi dari (IA)-1 tahun ke-n mempunyai kekuatan peramalan yang baik sampai 5 tahun kedepan (n+1), dapat dilakukan dengan mensubstitusikan data permintaan akhir (F) tahun (n+1) kedalam persamaan tersebut sehingga diperoleh data total output (X) untuk tahun (n+1) hasil peramalan. Data output total hasil peramalan ini kemudian dibandingkan dengan data output total aktual. Uji regresi selanjutnya dilakukan dengan cara meregresikan koefisien teknis input output tahun (n+1) terhadap koefisien teknis input output tahun ke-n. Persamaan regresi linear sederhana dapat dituliskan sebagai berikut: Xij* = + Xij Regresi pada persamaan 3.12 terdiri dari 52 unit analisis (banyaknya sektor primer dan sekunder) pada masing-masing persamaan yang diuji. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis nol, =0 dan =1. Jika hipotesis ini diterima berarti tidak terjadi perubahan teknis pada sektor-i maka dengan demikian koefisien teknis input output valid bila digunakan untuk peramalan atau dengan kata lain perubahan teknis konstan. 3.2.2. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan antar sektor biasa digunakan untuk mengetahui sektor-sektor kunci dalam perekonomian. Dikenal dua jenis keterkaitan, yakni (1) keterkaitan ke belakang yang merupakan keterkaitan dengan bahan mentah dan dihitung menurut kolom, dan (2) keterkaitan ke depan yang merupakan keterkaitan kepada pengguna barang jadi dan dihitung menurut baris. a. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) Backward linkages (BL) menggambarkan hubungan antara suatu sektor dengan input–input sektornya (banyaknya sektor dalam perekonomian adalah n). Semakin besar angka keterkaitan ke belakang suatu sektor berarti semakin besar kemampuan sektor tersebut, jika dikembangkan atau ditingkatkan permintaan akhirnya, menarik sektor-sektor lain untuk ikut berkembang (naik 29 outputnya). Secara umum terdapat dua jenis keterkaitan ke belakang, yakni keterkaitan ke belakang langsung (BLL) dan keterkaitan ke belakang total (BLT). n BLLj 1 n aij i 1 n 1n 2 ....................................................................... (3.5) a ij i , j 1 n BLTj 1 n bij i 1 n 1n 2 ....................................................................... (3.6) b i , j 1 ij Analisis keterkaitan ke belakang total dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (direct and indirect backward linkages) atau keterkaitan total terbuka, (2) keterkaitan langsung, tidak langsung dan terimbas (direct, indirect and induced backward linkages) atau keterkaitan total tertutup, yang masing-masing dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja ataupun parameter ekonomi lainnya seperti nilai tambah, pajak, keuntungan usaha dan impor. b. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages ) Forward linkages (FL) merupakan suatu perhitungan untuk melihat keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya yang akan memakainya sebagai input dalam proses produksi. Secara umum terdapat dua jenis keterkaitan ke depan, yakni keterkaitan ke depan langsung (FLL) dan keterkaitan ke depan total (FLT). Adapun rumusan perhitungan dari forward linkage adalah sebagai berikut : n FLLi 1 n aij j 1 n 1n 2 a .................................................................... (3.7) ij i , j 1 n FLTi 1 n bij j 1 n 1n 2 b i , j 1 ij .................................................................... (3.8) 30 Seperti halnya analisis keterkaitan ke belakang, analisis keterkaitan ke depan total juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung (direct and indirect forward linkages) atau keterkaitan total terbuka dan (2) keterkaitan langsung, tidak langsung dan terimbas (direct, indirect and induced forward linkages) atau keterkaitan total tertutup, yang masing-masing dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja. Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan untuk melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan (Rasmussen 1956, Hirschman 1958 dan Cella 1984, diacu dalam Daryanto & Hafizrianda 2010). Mengukur indeks keterkaitan saja dianggap tidak cukup karena belum mencerminkan keragaman pengaruh ganda antar sektor, untuk itu indeks penyebaran perlu dihitung guna mengetahui keragaman ketergantungan antar sektor. Indeks penyebaran yang tinggi pada sektor i berarti sektor i hanya tergantung pada satu atau beberapa sektor saja. Sedangkan bila indeks penyebaran sektor i rendah, ini menggambarkan bahwa sektor i tergantung secara merata terhadap seluruh sektor dalam perekonomian. Poot, et. al. (1992) menyarankan bahwa dalam menentukan sektor andalan, selain tingginya indeks keterkaitan juga harus diikuti dengan rendahnya indeks penyebaran. Indeks penyebaran langsung masing-masing juga dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja. Sebagai ilustrasi, Indeks penyebaran (spread index) kebelakang langsung output sektor j di rumuskan sebagai : PBLOj 1n 1i aij 1n aij 2 a 1 n i ij ............................. (3.9) 3.2.3. Analisis Pengganda Berdasarkan matriks kebalikan leontif, baik model terbuka maupun model tertutup dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumusan yang tercantum dalam Tabel 3.3 yang diacu dari Miller dan Blair (1985). Pada penelitian ini angka pengganda tenaga kerja tidak dihitung karena alasan keterbatasan series data tenaga kerja yang tidak dapat dirinci menurut 66 sektor. 31 Tabel 3.3. Rumus Perhitungan Angka Pengganda Tipe Dampak Output Dampak Awal Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Dampak Imbasan Konsumsi Dampak Total Dampak Luberan 1 aij bij - 1 - aij (b*ij - bij) b*ij b*ij - 1 Pendapatan pi aij pi bij pi - pi - aij pi (b*ij pi - bij pi) b*ij pi b*ij pi - pi Sumber: Miller dan Blair (1985) Dimana, pi adalah koefisien pendapatan rumah tangga; aij adalah koefisien input langsung; bij adalah koefisien matriks kebalikan terbuka; dan b*ij adalah koefisien matriks kebalikan tertutup. 3.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor Formulasi angka ketergantungan ekspor dan multiplier output untuk ekspor dilakukan dengan mengikuti metodologi yang diperkenalkan oleh Kaneko (1985). Derajat ketergantungan ekspor menunjukkan proporsi produksi suatu sektor yang secara langsung maupun tidak langsung dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Indikator ini menunjukkan keterkaitan suatu sektor dengan aktivitas ekspor. Semakin tinggi derajat ketergantungan ekspor suatu sektor berarti semakin besar ketergantungan ekspor terhadap sektor tersebut. Derajat ketergantungan ekspor suatu sektor diperoleh dengan mengalikan invers koefisien matriks model Leontief setelah dimodifikasi dengan koefisien impor I(I-M)A-1 dengan vektor kolom ekspor dan kemudian membaginya dengan total output dari masing-masing sektor. Ketergantungan ekspor suatu sektor (dk) diformulasikan sebagai berikut : n dki b E X i 1 ij j ....................................................................... (3.10) i dimana : bij = elemen invers Matriks Leontief Ej = ekspor sektor-j Xi = total output untuk sektor-i Dampak pengganda ekspor akan berkaitan dengan output yang dihasilkan oleh suatu sektor dan daya penyerapan tenaga kerja sektor tersebut. Hal ini dapat 32 diakomodasi dengan analisis pengganda ekspor untuk output dan pengganda ekspor untuk penyerapan tenaga kerja. Angka pengganda ekspor terhadap output mengukur dampak aktivitas ekspor dari suatu sektor terhadap peningkatan output bagi perekonomian secara keseluruhan. Analisis pengganda tersebut mengukur kinerja ekspor dan dampaknya terhadap perekonomian domestik. Indeks pengganda ekspor terhadap output (poi) dinyatakan dalam formula sebagai berikut: n poii b E i 1 n ij E j ....................................................................... (3.11) j j 3.2.5. Analisis Perubahan Struktur Perekonomian Hasil perhitungan matriks pengganda output (Multiplier Product Matrix) disajikan dalam grafik tiga dimensi untuk memvisualisasikan struktur perekonomian (economic landscape). Multiplier Product Matrix (MPM) adalah suatu matriks yang menunjukkan nilai dari first orderintensity dan field of influence seluruh sel, yang menerangkan tentang reaksi pertama yang akan terjadi pada field of influence dari masing-masing sel bila terjadi perubahan pada suatu sel dari matriks kebalikan Leontief (B) akibat adanya suatu shock eksternal. MPM menyediakan suatu ukuran interaksi sektor-sektor dalam perekonomian yang menyajikan pengaruh suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya yang besaran pengaruhnya dapat diperbandingkan dengan sektor lainnya atau sektor itu sendiri untuk waktu yang berbeda. Kegiatan produksi suatu sektor memiliki dua efek bagi sektor lain dalam perekonomian yaitu efek meningkatkan permintaan dan penawaran. Keterkaitan ini menggambarkan interaksi sektor j dengan sektor-sektor lain yang menyediakan outputnya sebagai input bagi kegiatan produksi sektor j (backward linkage) dan interaksi sektor j tersebut dengan sektor-sektor lain pengguna output sektor j sebagai inputnya (forward linkage). Oleh karena MPM menyediakan ukuran kuantitatif atas hubungan antar sektor dalam perekonomian maka besaran nilai yang bervariasi tersebut dapat disusun berdasarkan hierarki tertentu. Semakin besar nilai MPM suatu sel akan semakin tinggi grafik batang yang menunjukkan 33 bahwa sel tersebut memiliki nilai backward linkage dan forward linkage yang makin besar. Nilai MPM juga menggambarkan peranan suatu sektor dalam perekonomian. MPM masing-masing periode yang disusun secara runtun menurut hirarki tahun 1971 memperlihatkan proses perubahan struktur ekonomi sepanjang periode analisis, sementara runtun MPM yang disusun menurut hirarki tahun 2008 menguraikan kilas balik perubahan struktur ekonomi tersebut. MPM masingmasing periode yang disusun menurut hirarki satu periode sebelumnya menggambarkan perubahan terakhir yang membentuk struktur perekonomian dimaksud. 34 Halaman ini sengaja dikosongkan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien teknis ini menentukan pengganda dan tingkat keterkaitan suatu sektor. Perubahan koefisien input suatu sektor dapat diamati kecenderungannya apakah meningkat, menurun atau konstan. Aplikasi data input output dalam perencanaan ekonomi (forecasting) biasanya menggunakan asumsi tingkat koefisien teknis yang konstan selama periode perencanaan (biasanya lima tahun). Dari data input output Indonesia yang dikeluarkan BPS sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 akan diamati perubahan tersebut. 4.1.1. Uji Regresi Koefisien Teknis Hasil uji kebaikan suai (goodness of fit test) terhadap model perubahan teknis memperlihatkan bahwa model yang digunakan sangat baik untuk estimasi (highly significant) kecuali untuk koefisien teknis sektor “karet (7)” tahun 1980, sektor “tanaman lainnya (17)” tahun 1995 dan sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)” tahun 2005 yang tidak signifikan. Model-model regresi tersebut memiliki nilai R-square yang tinggi atau dengan perkataan lain koefisien teknis periode sebelumnya (xij) mampu menjelaskan koefisien teknis periode berikutnya (xij*). Nilai R-square sebagaimana dimaksud disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke periode berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koefisien teknis x ij*=+xij dengan hipotesis =0 dan =1. Nilai-nilai untuk masing-masing sektor ditampilkan pada Lampiran 3 dan 4, sedangkan untuk nilai-nilai koefisien disajikan pada Lampiran 5 dan 6. 4.1.2. Uji Matriks Leontief Uji ini dilakukan untuk mendukung analisis, yaitu dengan menguji deviasi nilai output sektoral hasil estimasi dengan data output aktual. Uji dilakukan sebanyak delapan kali dengan menggunakan matriks Leontief tahun 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2008. Deviasi hasil estimasi total output 36 dengan uji matriks Leontief memiliki kecenderungan over estimate untuk setiap periode. Hal ini disebabkan oleh adanya deviasi yang terlalu tinggi (outlier) pada beberapa sektor, antara lain sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil tanaman serat (15)”, “industri kimia (40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”. Keenam sektor sebagaimana tersebut memiliki deviasi yang sangat tinggi hampir disetiap periode. Deviasi total tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 19,33 persen (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor Total Primer Sekunder Tersier Rata-rata 1980 1985 Deviasi (%) 1990 1995 12,97 10,52 0,41 19,33 7,48 10,87 12,65 14,05 15,77 (0,52) 3,60 6,07 3,30 10,28 8,77 1,11 14,45 22,41 5,13 22,34 12,97 21,67 12,14 26,68 14,92 14,05 0,41 20,86 8,69 8,96 9,38 19,49 20,85 13,92 4,39 19,74 10,08 19,92 12,98 18,43 1975 2000 2005 2008 Deviasi terbesar pada sektor primer terjadi di sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)” dan “hasil tanaman serat (15)”. Sektor 6 merupakan agregasi dari beberapa sektor yang menghasilkan produk tanaman bahan makanan lainnya sehingga deviasi yang besar sangat mungkin terjadi, sementara deviasi sektor 15 mungkin disebabkan oleh perubahan harga output yang berorientasi ekspor. Deviasi yang cukup besar juga sering terjadi antara lain pada sektor “tanaman kacang-kacangan (2)”, “tebu (8)”, “kopi (12)”, “teh (13)”, dan “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”, kesemuanya disebabkan oleh perubahan harga output yang dipengaruhi nilai tukar rupiah. Nilai deviasi sektorsektor primer ditampilkan pada Lampiran 7. Pada sektor sekunder sebagaimana terlihat pada Lampiran 8, deviasi yang terbesar terjadi di sektor “industri dasar, besi dan baja (45)”. Jika dilihat antar periode pengamatan deviasi yang terjadi pada sektor-sektor sekunder cenderung semakin kecil, artinya matriks Leontief semakin tepat untuk meramalkan perubahan output sektoral yang terjadi akibat perubahan permintaan akhir. Sampai dengan tahun 2008 deviasi antara output aktual dengan hasil estimasi menggunakan matriks Leontief pada sektor tersier seperti terlihat pada Lampiran 9 secara umum relatif kecil. Deviasi terbesar terjadi di sektor “angkutan 37 air (57)” diikuti sektor “jasa penunjang angkutan (59)” dan “usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. Dari kedua hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa koefisien teknis data input output nasional cukup baik untuk digunakan dalam perencanaan ekonomi lima tahun ke depan. Kecenderungan perubahan koefisien teknis yang relatif lebih konstan dan deviasi yang relatif semakin kecil memungkinkan penggunaan matriks Leontief untuk perencanaan ekonomi ke depan. Perkembangan teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penyusunan Tabel IO diharapkan akan meningkatkan akurasi matriks Leontief untuk perencanaan. 4.2. Perkembangan Peran Sektoral Perekonomian Indonesia dalam Transformasi Struktural Peran sektoral dalam proses transformasi struktural perekonomian terlihat dari perkembangan beberapa indikator yang diturunkan dari model IO, antara lain; perubahan struktur permintaan dan penawaran, struktur nilai tambah, angka pengganda, indeks keterkaitan dan derajat ketergantungan ekspor. Runtun data IO memperlihatkan kecenderungan perubahan berbagai indikator tersebut. Hal ini menggambarkan dinamika peran sektoral dalam proses perubahan struktural perekonomian. 4.2.1. Struktur Permintaan dan Penawaran Keseimbangan umum dalam suatu sistem perekonomian dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi permintaan agregat (agregat demand) dan penawaran agregat (agregat supply). Permintaan terhadap output suatu sektor terdiri atas permintaan antara (intermediate demand) dan permintaan akhir (final demand). Permintaan antara adalah permintaan yang tercipta oleh suatu sektor yang menggunakan sektor lain sebagai input dalam proses produksinya, sedangkan permintaan akhir merupakan permintaan terhadap output suatu sektor yang langsung menjadi konsumsi akhir. Permintaan akhir terdiri atas permintaan domestik (domestic demand) yang berasal dari konsumsi swasta (consumption), konsumsi pemerintah (goverment expenditure) dan investasi (investment) serta permintaan ekspor (export). Penawaran suatu sektor dalam perekonomian terbuka dapat berasal dari produksi domestik (production) maupun impor (import). 38 4.2.1.1. Kontribusi Sektoral dalam Permintaan Antara Data input output menunjukkan komposisi penawaran dan permintaan sektoral. Komposisi penawaran dari data input output meliputi kontribusi masingmasing sektor terhadap permintaan antara (intermediate demand) dan output total. Pada Lampiran 10-12 terlihat bahwa secara keseluruhan sektor “padi (1)” merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap total permintaan antara pada periode 1971 sampai dengan tahun 1990. Kontribusi sektor ini terus menurun dari kisaran 16 persen pada tahun 1971 menjadi 3 persen pada tahun 2008. Peranannnya digeser oleh sektor “perdagangan (53)” sejak 1995 sampai tahun 2008. Menurunnya kontribusi sektor ini dimungkinkan oleh meningkatnya transaksi produksi sektor-sektor lainnya seiring dengan perkembangan ekonomi. Margin perdagangan yang relatif besar mengakibatkan peranan sektor perdagangan mampu mengambil alih peranan, mengingat sektor ini adalah sektor yang menghubungkan konsumen dengan produsen. Sektor “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” merupakan sektor primer dengan kontribusi terbesar kedua setelah “padi (1)” dengan tren yang positif. Meningkatnya kontribusi sektor ini dalam komposisi permintaan antara sejalan dengan peningkatan upaya pengolahan lanjutan produk turunan dari hasil pertambangan minyak, gas dan panas bumi. Sektor “industri kimia (40)” dan “pengilangan minyak bumi (41)” merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar diantara sektor-sektor sekunder dengan kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Sebagian besar kontribusi sektor-sektor sekunder agak berfluktuasi bahkan cenderung menurun diakhir periode pengamatan terutama setelah tahun 2000, kecuali sektor “industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”. Peran sektor sekunder pada fase industrialisasi terindikasi semakin meningkat jika dilihat dari kontribusi beberapa sektor terhadap permintaan antara, namun proses deindustrialisasi yang terjadi sejak tahun 2002 mengakibatkan penurunan peran sektor-sektor tersebut. Sektor manufaktur telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi selama tahap industrialisasi berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian. Proses deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2002 cenderung menuju kearah yang negatif (Dewi 2010). 39 Pada sektor tersier kontribusi terbesar disumbangkan oleh sektor “perdagangan (53)” yang berfluktuasi pada kisaran 8 hingga 11 persen. Kontribusi sektor-sektor tersier cenderung terlihat lebih merata dan relatif konstan dari waktu ke waktu. Sektor “komunikasi (60)” dan “lembaga keuangan (61)” memiliki kecenderungan meningkat walaupun kontribusinya masih relatif kecil. Keragaan sektor tersier dalam komposisi permintaan antara sangat tergantung pada penguasaan teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan aglomerasi industri yang terjadi sebagai akibat industrialisasi. Pertumbuhan sektor manufaktur akan memicu pertumbuhan sektor selain manufaktur. 4.2.1.2. Kontribusi Sektoral dalam Output Total Pada bagian lain (Lampiran 13-15) dapat diamati pula kontribusi masingmasing sektor terhadap output total, dimana output total merupakan penjumlahan total permintaan antara dan total permintaan akhir (final demand). Secara keseluruhan sektor “bangunan (52)” memberikan kontribusi terbesar dan cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu dalam kisaran 8 hingga 12 persen, diikuti sektor “perdagangan (53)” dengan kontribusi yang relatif konstan pada kisaran 8 hingga 9 persen. Kontribusi sektor “bangunan (52)” yang tinggi dalam pembentukan output total sangat terkait dengan tingginya nilai investasi yang biasa ditanamkan dalam pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari pembentukan modal tetap bruto sektor-sektor produksi. Sektor “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” merupakan sektor primer yang mempunyai peranan terbesar pada pembentukan output total bahkan dengan kontribusi lebih dari 10 persen pada era tahun 80-an. Kontribusi sektor ini terus menurun seiring menipisnya cadangan minyak, berbeda dengan dua sektor pertambangan lainnya; “pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan “pertambangan dan penggalian lainnya (26)” yang cenderung meningkat seiring eksplorasi temuan sumber-sumber mineral baru. Sektor-sektor primer lain kontribusinya cenderung terus menurun, kecuali sektor “sayur dan buah (5)”, “kelapa sawit (10)” dan “perikanan (23)”. Peningkatan kontribusi sektor-sektor ini merupakan indikasi semakin pentingnya agroindustri (Firdaus, 1998). Selain sektor “bangunan (52)”, pada sektor sekunder terlihat beberapa sektor yang memiliki kontribusi relatif besar dan stabil seperti sektor “industri 40 penggilingan padi (29)”, sektor “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, sektor “pengilangan minyak bumi (41)” dan sektor “industri mesin dan alat perlengkapan listrik (48)”. Sedangkan sektor “industri kimia (40)” memiliki kontribusi yang terus meningkat. Sektor-sektor sekunder yang memiliki output relatif besar merupakan sektor yang memanfaatkan output sektor primer sebagai input pada proses produksinya. Sektor-sektor tersebut juga merupakan penghasil barangbarang konsumsi akhir yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan akhir domestik. Strategi industrialisasi yang bertujuan mengurangi impor barang konsumsi (substitusi impor) menjadi salah satu faktor penyebab tingginya output sektor-sektor sekunder (Kuncoro 2007). Sektor “perdagangan (53)” masih mendominasi kontribusi sektor-sektor tersier diikuti sektor “hotel dan restoran (54)” yang relatif stabil. Kontribusi sektor-sektor tersier yang lain relatif merata dengan fluktuasi yang sangat kecil antar periode pengamatan. Perubahan peringkat pangsa output sektoral sebagaimana terlihat pada Lampiran 58-60 menunjukkan kecenderungan menurunnya peran sektor primer dan semakin meningkatnya peranan sektor tersier. Sementara peranan sektor sekunder mengalami pasang surut, bahkan cenderung menurun yang mengindikasikan adanya proses deindustrialisasi. Peranan sektor tersier dalam perekonomian akan semakin meningkat seiring kemajuan perekonomian suatu negara, namun kekuatan sektor primer menjadi landasan memuluskan proses industrialisasi. Fakta empiris menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun dapat mencapai fase ekonomi maju (developed countries) tanpa diawali fase tinggal landas (take-off) sektor pertanian, dan tidak ada satu negarapun dapat mencapai kemakmuran ekonomi jika masih didominasi oleh sektor pertanian. 4.2.1.3. Komposisi Permintaan Agregat Sektor-sektor yang memiliki permintaan antara (intermediate demand) lebih besar daripada permintaan akhir (final demand) menunjukkan sektor tersebut berperan penting dalam transaksi produksi, artinya keluaran (output) sektor tersebut dominan digunakan oleh sektor lainnya sebagai input dalam proses produksi lanjutan. Sebaliknya sektor yang memiliki permintaan akhir lebih besar 41 daripada permintaan antara menunjukkan output sektor tersebut lebih dominan dikonsumsi secara langsung. Tabel pada Lampiran 16 memperlihatkan bahwa sebagian besar sektor primer lebih didominasi oleh permintaan antara daripada permintaan akhir. Keragaan ini menunjukkan adanya proses produksi lanjutan output sektor primer. Sektor dengan kecenderungan permintaan antara yang terus meningkat antara lain sektor “jagung (3)”, “sayur dan buah (5)”, “tanaman perkebunan lain (16)” dan “pemotongan hewan (19)”. Hal ini seiring dengan berkembangnya industri yang mengolah hasil pertanian dan mengindikasikan semakin pentingnya peran agroindustri dalam perekonomian. Sebagian besar sektor sekunder menunjukkan komponen permintaan akhir yang lebih besar daripada permintaan antara, terutama sektor industri hilir. Sementara sektor industri hulu lebih didominasi permintaan antara. Hal ini dimungkinkan karena output sektor ini dimanfaatkan oleh sektor lain sebagai masukan (input). Sektor yang menunjukkan kecenderungan komposisi permintaan akhir yang terus meningkat adalah sektor “industri minuman (33)”, “industri rokok (34)” dan “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”. Peningkatan ini disebabkan oleh naiknya kontribusi permintaan ekspor yang menunjukkan semakin pentingnya peran sektor ini dalam perekonomian. Dapat dilihat bahwa tidak terdapat sektor yang menunjukkan peningkatan komposisi permintaan akhir secara terus menerus, karena output sektor ini banyak digunakan sektor lain sebagai input (Lampiran 17). Sebagian besar output sektor tersier merupakan permintaan akhir dan tidak banyak yang menjadi input bagi sektor lain. Namun demikian pangsa permintaan antara cenderung terus meningkat kecuali sektor “angkutan kereta api (55)” dan “komunikasi (60)” sebagaimana terlihat pada Lampiran 18. Permintaan antara yang semakin meningkat memperlihatkan peranan sektor tersier dalam pembentukan output sektor lain semakin besar sekaligus mengindikasikan bahwa perekonomian mulai memasuki fase ekonomi maju (developed countries). Perkembangan teknologi komunikasi dan moda transportasi meningkatkan peranan sektor ini dalam memenuhi permintaan akhir domestik yang meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk. 42 Selanjutnya dapat diamati komposisi permintaan akhir masing-masing sektor. Komposisi permintaan akhir secara umum lebih banyak didominasi oleh konsumsi domestik daripada permintaan ekspor. Pada sektor primer sebagaimana terlihat pada Lampiran 19 sampai dengan tahun 2008 hanya sektor “kopi (12)” dan “tanaman perkebunan lain (16)” yang memiliki pangsa permintaan ekspor lebih besar daripada permintaan domestik. Pada awal periode pengamatan terdapat beberapa sektor yang memiliki pangsa ekspor cukup besar namun terus berkurang dari waktu kewaktu. Upaya mengurangi ekspor bahan mentah, terutama produk pertanian tercermin pada menurunnya pangsa ekspor produk sektor primer. Hal ini juga mengindikasikan meningkatnya peran agroindustri dalam perekonomian. “Industri minyak dan lemak (28)” dan “industri logam dasar bukan besi (46)” merupakan sektor sekunder yang lebih didominasi permintaan ekspor sebagai akibat kelebihan produksi yang tidak terserap oleh permintaan domestik, sedangkan sebagian besar sektor sekunder yang lain lebih banyak memenuhi permintaan domestik. Hal ini terlihat pada Lampiran 20 dengan kecenderungan permintaan ekspor yang terus meningkat kecuali sektor “industri makanan lain (32)” dan “industri barang karet dan plastik (42)”. Permintaan ekspor sektor 32 yang terus menurun lebih disebabkan oleh meningkatnya konsumsi akhir produk tersebut, sedangkan penurunan ekspor sektor 42 lebih disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap output sektor tersebut yang berasal dari sektor lain yang menjadikannya sebagai input dalam proses produksi lanjutan. Pada Lampiran 21 terlihat bahwa pangsa ekspor sektor tersier masih relatif kecil, dominasi permintaan domestik masih sangat tinggi. Volume ekspor jasa masih jauh lebih kecil dibandingkan ekspor barang, hal ini lebih disebabkan karena masih rendahnya daya saing sektor jasa di pasar internasional. Tingginya permintaan domestik beberapa sektor tersier bahkan masih harus dipenuhi oleh penyediaan yang berasal dari impor. Pangsa ekspor sektor “angkutan air (57)” yang mencapai 80 persen pada tahun 1971 terus menurun hingga tinggal 30 persen pada tahun 2008. Penurunan ini mungkin disebabkan perkembangan moda transportasi lain yang berhasil menggeser peranan sektor “angkutan air (57)”. 43 Penawaran agregat (agregat supply) dalam sistem perekonomian terbuka dapat dibagi menjadi dua sumber yaitu penawaran yang berasal dari produksi domestik dan impor. Sisi penawaran (supply) sektor primer masih dapat dipenuhi oleh produksi domestik. Sektor “tanaman bahan makanan lain (6)” dan “hasil tanaman serat (15)” merupakan sektor yang masih sangat didominasi impor dengan pangsa diatas 90 persen. “Tanaman kacang-kacangan (2)” dan “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” memiliki kecenderungan impor yang terus meningkat (Lampiran 22). Masih tingginya impor sektor primer mengindikasikan rendahnya produktifitas sektor primer sehingga tidak mampu memenuhi permintaan domestik. Permintaan tersebut bahkan digunakan sebagai input antara oleh beberapa sektor produksi sehingga biaya produksi sangat dipengaruhi oleh nilai tukar (kurs) mata uang rupiah. Krisis ekonomi yang berdampak pada penurunan nilai tukar rupiah akhirnya membuat biaya produksi menjadi meningkat dan berimbas pada peningkatan harga output. Inflasi menjadi tidak terkendali ketika harga barang-barang konsumsi sangat dipengaruhi oleh import content dalam proses produksinya. Pangsa impor sektor sekunder rata-rata dibawah 40 persen kecuali sektor “industri dasar, besi dan baja (45)” yang masih diatas 60 persen. Impor sektor sekunder cenderung menurun kecuali sektor “industri pengilangan minyak (41)” yang meningkat dari 4,62 persen pada tahun 1971 menjadi 28,31 persen pada tahun 2008. Meningkatnya impor sektor “industri pengilangan minyak (41)” disebabkan oleh semakin tingginya permintaan bahan bakar minyak (BBM) yang tidak mampu dipenuhi oleh produksi domestik. Output produksi sektor pertambangan yang relatif besar tidak seluruhnya dapat diolah menjadi produk turunan oleh sektor produksi domestik, sementara kebutuhan akan BBM terus mengalami peningkatan (Lampiran 23). Pangsa impor sektor tersier relatif kecil yaitu dibawah 30 persen, supply masih dipenuhi oleh produksi domestik. Rincian pangsa impor menurut sektor terlihat pada Lampiran 24. 4.2.2. Analisis Struktur Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Tabel IO merupakan suatu sistem perekonomian yang seimbang sehingga nilai tambah bruto (value added) yang tercipta dapat dilihat dari sisi pendapatan 44 (income approach) maupun sisi pengeluaran (expenditure approach). Penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pendapatan dapat di dekomposisi menjadi beberapa komponen nilai tambah, antara lain upah/gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat struktur PDB (gross domestic product) menurut balas jasa faktor produksi berdasarkan Tabel IO Indonesia. Tabel 4.2. Struktur PDB menurut Pendapatan 1971 1975 1980 Struktur PDB (%) 1985 1990 1995 Upah/gaji 29,54 24,89 24,14 27,73 27,42 30,51 29,87 30,67 30,58 Surplus Usaha 62,02 68,12 71,22 63,83 60,74 56,78 57,09 57,58 58,80 Penyusutan 5,33 4,97 5,42 6,36 7,41 8,12 8,16 10,14 9,90 Pajak Tak Langsung 3,11 2,02 2,31 2,90 4,98 4,60 5,12 3,90 4,56 - - (3,08) (0,83) (0,55) (0,01) (0,25) (2,29) (3,84) Balas Jasa Subsidi 2000 2005 2008 Komponen upah/gaji tidak banyak berubah sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 dengan pangsa berkisar pada angka 30 persen, sedangkan komponen surplus usaha yang cenderung meningkat pada periode 1971-1980 mengalami penurunan pada periode selanjutnya hingga mencapai 58,80 persen pada tahun 2008. Pangsa surplus usaha yang mencapai dua kali lipat dari komponen upah/gaji memperlihatkan bahwa balas jasa atas faktor produksi yang diterima oleh rumah tangga sebagai pekerja relatif kecil dibanding balas jasa yang diterima pengusaha. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan di masyarakat. Jika surplus usaha digunakan untuk investasi maka diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan pendapatan. Disisi lain terlihat beban subsidi terjadi sejak tahun 1980 pada kisaran 3 persen dan terus dikurangi sampai tahun 1985 tetapi kembali meningkat hingga hampir mencapai angka 4 persen pada tahun 2008. Struktur PDB menurut pengeluaran sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3 terdiri atas komponen konsumsi swasta (C), pengeluaran pemerintah (G), investasi (I) dan ekspor netto (NX). Komponen investasi dalam Tabel IO terdiri 45 atas pembentukan modal tetap bruto (303) dan perubahan stok (304), sedangkan ekspor netto adalah selisih antara total ekspor (305+306) dan total impor (409). Konsumsi swasta (C) masih menjadi komponen utama yang membentuk PDB sampai dengan tahun 2008 dengan kontribusi 61,52 persen. Meskipun tren nya terlihat menurun sepanjang periode pengamatan namun angkanya masih relatif tinggi dan mengindikasikan struktur perekonomian yang kurang baik. Tabel 4.3. Struktur PDB menurut Pengeluaran Pengeluaran Struktur PDB (%) 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 C 74,41 62,68 52,96 58,58 59,76 67,19 62,70 62,07 61,52 G 7,57 9,93 10,65 11,67 8,97 6,67 6,64 7,82 8,03 I 23,55 22,03 24,61 23,30 31,18 28,31 21,33 25,35 29,05 NX (5,53) 5,36 11,78 6,44 0,09 (2,16) 9,33 4,76 1,40 Kecenderungan meningkatnya pangsa investasi (I) memberikan sinyal positf kearah perekonomian yang lebih berkualitas. Komponen ekspor bersih (NX) bernilai positif kecuali pada tahun 1971 dan 1995 yang berarti bahwa nilai ekspor masih lebih besar dibanding nilai impor. Ekspor bersih tertinggi terjadi pada tahun 1980 yang merupakan era bom minyak, selanjutnya angka NX tidak pernah lagi mencapai 10 persen. PDB juga dapat dirinci menurut lapangan usaha/sektoral untuk melihat peran sektoral dalam perekonomian, seperti terlihat pada Tabel 4.4. Struktur nilai tambah bruto menurut lapangan usaha memperlihatkan terjadinya transformasi struktural yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor primer diiringi peningkatan peran sektor sekunder. Pada tahun 1971 kontribusi sektor primer sebesar 37,35 persen dan sektor sekunder 21,19 persen. Tahun 2008 kontribusi sektor primer menjadi 26,88 persen sedangkan sektor sekunder 36,75 persen. Kontribusi sektor tersier terlihat lebih fluktuatif pada kisaran 35-40 persen. Kontribusi sektor primer pada pembentukan nilai tambah bruto lebih didominasi sektor-sektor usaha pertambangan dan penggalian (24, 25 dan 26) sementara sektor pertanian secara luas (1-23) masing-masing hanya memiliki kontribusi dibawah 3 persen. 46 Tabel 4.4. Struktur PDB menurut Lapangan Usaha Struktur PDB menurut Lapangan Usaha (%) Sektor Primer (1) (2) Sekunder (3) (4) (5) Tersier (6) (7) (8) (9) 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 37,35 30,09 7,26 21,19 15,67 0,94 4,58 41,45 19,28 7,69 3,81 10,67 44,90 26,32 18,58 19,25 13,36 0,61 5,27 35,85 14,89 5,62 4,44 10,90 49,09 23,36 25,73 17,39 11,57 0,48 5,34 33,52 13,94 4,57 4,87 10,13 37,03 22,11 14,92 23,21 16,43 0,41 6,37 39,76 14,77 5,89 6,56 12,55 32,42 20,08 12,34 26,98 20,58 0,72 5,68 40,61 15,76 6,43 7,89 10,52 25,14 17,47 7,68 31,40 23,65 1,08 6,67 43,45 15,54 6,94 11,69 9,30 28,89 16,62 12,27 33,69 27,47 0,61 5,60 37,42 14,72 4,76 8,45 9,50 24,64 13,62 11,02 35,22 27,10 0,94 7,19 40,14 15,06 6,76 8,32 10,00 26,88 15,82 11,06 36,75 27,17 0,89 8,69 36,37 13,20 6,47 7,41 9,29 Peranan sektor-sektor primer dalam pembentukan nilai tambah bruto memiliki kecenderungan yang terus menurun, kecuali sektor “pertambangan batubara dan biji logam (24)” yang kontribusinya terus meningkat. Pemberlakuan Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberi keleluasan pada pemerintah daerah dalam mengeksplorasi mineral dan batubara sejalan dengan era otonomi daerah mengakibatkan produksi sektor ini terus meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 25. Kontribusi sektor sekunder dalam pembentukan nilai tambah bruto seperti terlihat pada Lampiran 26 dari tahun ke tahun cenderung meningkat kecuali sektor “industri tepung (30)” dan “industri gula (31)” yang cenderung turun. Kontribusi terbesar dimiliki oleh sektor “bangunan (52)” yang cenderung meningkat dari 4,58 persen pada tahun 1971 menjadi 8,69 persen pada tahun 2008. Sektor lain yang terlihat meningkat secara signifikan adalah sektor “pengilangan minyak bumi (41)”. Penurunan produktifitas pabrik gula yang usianya relatif sudah tua mengakibatkan inefisiensi industri gula (Mardianto, et. al. 2005) sementara industri tepung tidak didukung oleh ketersediaan bahan baku utama seperti gandum (Deptan 2008). Peningkatan nilai tambah bruto sektor “bangunan (52)” lebih disebabkan oleh pengeluaran pemerintah melalui desentralisasi fiskal yang mengiringi otonomisasi (Ruky 2008). 47 Kontribusi sektor “perdagangan (53)” merupakan yang terbesar disektor tersier namun peranannya perlahan-lahan terus menurun dari 17,65 persen pada tahun 1971 hingga menjadi 10,27 persen pada tahun 2008. Hal ini diperlihatkan oleh Lampiran 27. Sektor-sektor tersier lain terlihat berfluktuasi pada kisaran angka dibawah 4 persen. Sektor “jasa sosial kemasyarakatan (64)” memperlihatkan tren positif seiring peningkatan kebutuhan masyarakat akan jasa sosial kemasyarakatan dan mengindikasikan pergeseran pola konsumsi akibat adanya peningkatan pendapatan. 50 44,90 49,09 41,45 39,76 43,45 40,61 37,42 40 37,35 30 32,42 35,85 37,03 33,69 28,89 26,98 25,14 23,21 19,25 10 36,75 31,40 35,22 36,37 33,52 20 21,19 40,14 24,64 26,88 17,39 0 1971 1975 1980 1985 1990 primer 1995 sekunder 2000 2005 2008 tersier Gambar 4.1. Struktur PDB Struktur PDB menurut lapangan usaha memperlihatkan terjadinya transformasi struktural yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor primer diiringi peningkatan peran sektor skunder (Gambar 4.1). Berbeda dengan struktur PDB menurut lapangan usaha yang memperlihatkan terjadinya transformasi struktural, perubahan pangsa tenaga kerja tidak berjalan seiring (Gambar 4.2). 64,4 61,3 57,2 56,8 56,6 60 48,1 45,3 45,5 45,4 37 37,8 37,8 37,8 40 20 0 27,4 28,3 30,5 30,6 30,4 10,4 12,3 12,6 13 14,9 16,9 16,7 16,8 8,2 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 primer sekunder Gambar 4.2. Pangsa Tenaga Kerja menurut Sektor tersier 48 Pada tahun 1971 tenaga kerja sektor primer sebesar 64,4 persen dan sektor sekunder 8,2 persen. Tahun 2008 tenaga kerja di sektor primer menjadi 45,4 persen sedangkan sektor sekunder 16,8 persen. Tenaga kerja sektor tersier meningkat dari 27,4 persen pada tahun 1971 menjadi 37,8 persen tahun 2008. Pergeseran peran sektor primer oleh sektor sekunder tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja dari sektor primer sehingga berdampak pada meningkatnya pengangguran (Hayashi, 2005). 4.2.3.. Analisis Pengganda 4.2.3.1. Analisis Pengganda Output Peran suatu sektor dalam analisis input output dapat diukur dari besaran dampak pengganda (multiplier) dan koefisien keterkaitannya. Secara umum dari Tabel 4.5 terlihat bahwa besaran pengganda output (output multiplier) rata-rata seluruh sektor pada awalnya turun dari 1,66 pada tahun 1971 menjadi 1,60 pada tahun 1975 dan selanjutnya terus meningkat hingga akhirnya menjadi 1,87 pada tahun 2008 yang berarti peningkatan satu rupiah permintaan akhir akan menyebabkan peningkatan output total sebesar 1.870 rupiah (nilai output diukur dalam ribuan rupiah). Tabel 4.5. Angka Pengganda Output Rata-rata Sektor Total Primer Sekunder Tersier 1971 1975 Angka Pengganda Output Terbuka 1980 1985 1990 1995 2000 1,66 1,60 1,68 1,73 1,76 1,76 1,81 1,83 1,87 1,23 1,22 1,30 1,34 1,37 1,39 1,42 1,45 1,52 2,05 2,03 2,12 2,16 2,18 2,13 2,15 2,18 2,18 1,72 1,51 1,57 1,64 1,70 1,74 1,92 1,90 1,94 2005 2008 Demikian pula halnya dengan angka pengganda output rata-rata sektor primer, pada tahun 1971 sebesar 1,23 persen turun menjadi 1,22 pada tahun 1975 dan selanjutnya terus meningkat hingga mencapai 1,52 pada tahun 2008. Pergerakan angka pengganda output rata-rata sektor tersier searah dengan angka pengganda output rata-rata sektor primer, berbeda dengan pergerakan angka pengganda output rata-rata sektor sekunder yang lebih berfluktuasi. Angka pengganda output rata-rata sektor sekunder selalu lebih tinggi dibanding sektor 49 primer, tersier maupun angka pengganda output rata-rata seluruh sektor, sedangkan angka pengganda output sektor primer adalah yang terkecil. Angka-angka pengganda output sektor primer secara umum cenderung meningkat walaupun peningkatannya relatif kecil (Lampiran 28). Sampai dengan tahun 2008 hanya ada tiga sektor yang memiliki besaran angka pengganda output lebih dari 2, yaitu sektor “tembakau (11)”, “pemotongan hewan (19)” dan “unggas dan hasil-hasilnya (20)”. Sebagian besar angka pengganda output sektor-sektor sekunder sebagaimana terlihat pada Lampiran 29 bernilai lebih besar dari 2 dan hanya terdapat lima sektor yang bernilai kurang dari 2, antara lain adalah sektor “pengilangan minyak bumi (41)”, “industri rokok (34)”, “industri semen (44)”, “industri barang mineral bukan logam (43)” dan “industri pupuk dan pestisida (39)”. Tiga sektor yang disebut terakhir bahkan juga nyaris mendekati nilai 2. Angka-angka pengganda output sektor tersier relatif lebih besar daripada angka pengganda output sektor primer. Sampai dengan tahun 2008 sebagian besar nilainya lebih dari 1,5 kecuali sektor “komunikasi (60)” yang hanya sebesar 1,39 atau menurun dari 1,80 pada tahun 1971 (Lampiran 30). 4.2.3.2. Analisis Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan (income multiplier) dihitung dari data upah/gaji, yang menunjukkan besarnya peningkatan pendapatan rumah tangga sebagai akibat peningkatan permintaan akhir. Secara umum dari Tabel 4.6 terlihat bahwa besaran pengganda pendapatan rata-rata seluruh sektor pada awalnya turun dari 2,18 pada tahun 1971 menjadi 1,79 pada tahun 1975 dan kembali meningkat menjadi 1,92 pada tahun 1980. Selanjutnya menjadi 2,07 pada tahun 1985 dan cenderung konstan pada kisaran 1,99 sampai dengan tahun 2008 yang berarti peningkatan satu rupiah permintaan akhir akan menyebabkan peningkatan pendapatan total sebesar 1.990 rupiah (nilai diukur dalam ribuan rupiah). Tabel 4.6. Angka Pengganda Pendapatan Rata-rata Sektor Total Primer Sekunder Tersier 1971 1975 Angka Pengganda Pendapatan 1980 1985 1990 1995 2000 2,18 1,79 2,88 1,58 1,79 1,24 2,46 1,57 1,92 1,33 2,71 1,52 2,07 1,30 3,14 1,52 1,99 1,36 2,83 1,62 1,97 1,37 2,75 1,61 1,99 1,33 2,64 1,99 2005 2008 1,98 1,41 2,67 1,73 1,99 1,47 2,62 1,77 50 Pergerakan angka pengganda pendapatan disektor primer diawali penurunan pada tahun 1975 dan cenderung meningkat pada periode 1980-2008 dengan sedikit kontraksi pada 1985 dan 2000. Pergerakan angka pengganda pendapatan sektor sekunder dan tersier terlihat fluktuatif dengan kecenderungan yang sedikit berbeda. Sektor tersier cenderung meningkat, sementara sektor sekunder cenderung menurun tetapi nilai pengganda pendapatan sektor sekunder jauh lebih tinggi daripada sektor tersier. Angka pengganda pendapatan sektor “pemotongan hewan (19)” merupakan yang tertinggi disektor primer sejak tahun 1971 namun terus menurun sampai tahun 2008. sebagian besar angka pengganda pendapatan sektor-sektor primer bernilai kurang dari 1,5 (Lampiran 34). Angka pengganda pendapatan sektor-sektor sekunder relatif lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor primer maupun tersier dengan pergerakan yang fluktuatif seperti terlihat pada Lampiran 35. Sektor “industri penggilingan padi (29)” dan “industri dasar besi dan baja (45)” bahkan memiliki nilai lebih dari 4 dan hanya ada empat sektor yang nilainya kurang dari 2 yaitu sektor “industri pupuk dan pestisida (39)”, “pengilangan minyak bumi (41)’, “industri barang mineral bukan logam (43)” dan “industri barang logam (47)”. Angka-angka pengganda pendapatan sektor-sektor tersier yang disajikan pada Lampiran 36 terlihat lebih moderat dengan kecenderungan meningkat selama periode pengamatan, kecuali sektor “restoran dan hotel (54)” dan “komunikasi (60)” yang cenderung menurun. Nilai angka pengganda pendapatan sektor “angkutan air (57)’ dan “angkutan udara (58)” merupakan yang terbesar. Angka pengganda pendapatan sektor tersier yang terlihat tinggi menjelaskan bahwa peningkatan pendapatan yang relatif besar akan terjadi seiring peningkatan permintaan akhir sektor tersebut. Peningkatan angka pengganda pendapatan akan lebih berdampak pada perekonomian ketika peningkatan tersebut terjadi pada sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. 4.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor Derajat ketergantungan ekspor menunjukkan proporsi produksi suatu sektor yang secara langsung maupun tidak langsung dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor, dengan kata lain indikator ini menunjukkan 51 keterkaitan suatu sektor dengan aktivitas ekspor. Semakin tinggi derajat ketergantungan ekspor suatu sektor berarti semakin besar ketergantungan ekspor terhadap sektor tersebut. Pada Lampiran 40 terlihat bahwa sektor “kelapa sawit (10)”, “kopi (12)”, “tanaman perkebunan lain (16)”, “pertambangan batubara (24)” dan “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” adalah sektor-sektor primer yang memiliki derajat ketergantungan ekspor yang tinggi. Sektor “kelapa sawit (10)” dan “kopi (12)” memiliki derajat ketergantungan ekspor yang cenderung meningkat, sementara tiga sektor lainnya relatif konstan. Meningkatnya luasan perkebunan kelapa sawit tidak sebanding dengan perkembangan industri yang mengolah hasil perkebunan tersebut sehingga menjadikan sektor ini sangat bergantung pada permintaan ekspor. Sektor “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” memang merupakan sumber utama devisa negara sehingga ketergantungan ekspornya relatif tinggi, disamping itu juga disebabkan oleh tidak adanya industri pengolahan lanjutan dari hasil produksi sektor tersebut. Derajat ketergantungan ekspor sebagian besar sektor-sektor sekunder cenderung mengalami peningkatan yang relatif kecil dan mengalami kontraksi pada periode setelah tahun 2000 seperti terlihat pada Lampiran 41. Namun demikian terdapat beberapa sektor yang mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu sektor “industri minyak dan lemak (28)”, “industri pemintalan (35)” dan “industri logam dasar bukan besi (46)”. Peningkatan yang terjadi lebih terlihat pada sektor-sektor sekunder yang memanfaatkan sektor primer sebagai input dalam proses produksinya. Sementara kontraksi yang terjadi setelah tahun 2000 pada beberapa sektor sekunder awalnya disebabkan oleh krisis ekonomi global. Daya beli beberapa negara tujuan ekspor Indonesia mengalami penurunan pasca krisis ekonomi. Selanjutnya era perdagangan bebas menuntut daya saing produk yang tinggi untuk dapat bertahan di pasar internasional. Dibagian lain sebagaimana terlihat pada Lampiran 43-45 disajikan angka pengganda ekspor terhadap output. Angka pengganda ekspor terhadap output dapat mengukur dampak aktivitas ekspor dari suatu sektor terhadap peningkatan output bagi perekonomian secara keseluruhan. Angka pengganda ekspor terhadap output sektor “pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan “pertambangan 52 minyak, gas dan panas bumi (25)” merupakan yang terbesar di sektor primer akan tetapi arah pergerakannya berbeda dimana sektor “pertambangan batubara dan biji logam (24)” cenderung meningkat sedangkan sektor “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” cenderung turun. Aktivitas ekspor sektor primer yang berdampak pada peningkatan output sangat bergantung pada sumberdaya alam tak terbarukan (un renewable resources) sehingga tidak menjamin keberlanjutannya sebagai mesin pertumbuhan. Pada sektor sekunder, sektor “industri lemak dan minyak (28)” dan “pengilangan minyak bumi (41)” memiliki angka pengganda ekspor terhadap output yang terbesar dengan kecenderungan meningkat, berbeda dengan sektor “industri barang karet dan plastik (42)” yang cenderung menurun. Daya saing produk menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada ekspor sektor sekunder yang menghasilkan barang-barang konsumsi. Derajat ketergantungan ekspor sektorsektor tersier relatif rendah seperti terlihat pada Lampiran 42, demikian pula halnya dengan angka penganda ekspornya yang terlihat pada Lampiran 45. Kecenderungan peningkatan angka pengganda ekspor terhadap output juga terjadi pada sektor-sektor tersier dengan nilai terbesar pada sektor “perdagangan (53)”. Pada tahun 1971 angka pengganda ekspor sektor “angkutan air (57)” relatif lebih besar dibanding angka pengganda ekspor sektor tersier yang lain, tetapi menjadi relatif kecil pada periode-periode selanjutnya sampai dengan tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa dampak aktivitas ekspor sektor-sektor tersier tidak signifikan memengaruhi output perekonomian secara keseluruhan. Tabel 4.7. Derajat Ketergantungan Ekspor Rata-rata Sektor Total Primer Sekunder Tersier 1971 1975 Derajat Ketergantungan Ekspor 1980 1985 1990 1995 2000 0,16 0,22 0,11 0,13 0,17 0,24 0,12 0,14 0,18 0,25 0,12 0,16 Secara umum derajat 0,19 0,24 0,16 0,17 0,26 0,29 0,25 0,25 ketergantungan 0,13 0,01 0,24 0,15 ekspor 0,58 0,95 0,38 0,27 2005 2008 0,27 0,26 0,32 0,22 0,25 0,24 0,29 0,19 sepanjang periode pengamatan, rata-rata sekitar 20 persen kecuali pada tahun 2000 yang relatif tinggi yaitu hampir 60 persen. Derajat ketergantungan ekspor tahun 2000 lebih didominasi sektor-sektor primer yang secara rata-rata sebesar 95 persen (Tabel 53 4.7). Hal ini disinyalir sebagai salah satu faktor yang mempercepat pemulihan ekonomi pasca krisis tahun 1998. Angka pengganda ekspor rata-rata sektor sekunder sebagaimana terlihat pada Tabel 4.9 merupakan yang terbesar diantara angka pengganda ekspor ratarata sektor primer maupun tersier. Aktivitas ekspor sektor-sektor sekunder secara rata-rata lebih memberi pengaruh terhadap peningkatan output perekonomian secara keseluruhan. Angka pengganda ekspor rata-rata sektor sekunder cenderung meningkat selama periode analisis, berbeda dengan angka pengganda ekspor ratarata sektor primer yang cenderung turun. Tabel 4.8. Angka Pengganda Ekspor Rata-rata Sektor Total Primer Sekunder Tersier Angka Pengganda Ekspor 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,0221 0,0183 0,0189 0,0212 0,0218 0,0219 0,0237 0,0241 0,0251 0,0255 0,0321 0,0355 0,0259 0,0170 0,0093 0,0127 0,0140 0,0149 0,0164 0,0071 0,0056 0,0188 0,0270 0,0325 0,0345 0,0323 0,0330 0,0263 0,0130 0,0122 0,0168 0,0208 0,0258 0,0243 0,0279 0,0291 4.2.5. Analisis Keterkaitan Koefisien keterkaitan merupakan indikator sejauh mana kemampuan suatu sektor menyerap input dari sektor lain atau indikator besar kecilnya peran suatu sektor dalam pembentukan output sektor lain. Tingkat keterkaitan diukur dengan indeks keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung atau disebut keterkaitan total (total linkage) yang terdiri dari keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Tidak banyak perubahan nilai indeks keterkaitan ke belakang (IBL) yang terjadi pada sektor-sektor primer sebagaimana terlihat pada Lampiran 46. Sebagian besar nilai IBL sektor primer kurang dari 1 yang mengindikasikan bahwa peningkatan output sektor primer tidak akan banyak mengakibatkan peningkatan output sektor-sektor yang menjadi inputnya. Sampai dengan tahun 2008 hanya terdapat tiga sektor yang memiliki nilai IBL lebih besar dari 1 yaitu sektor “tembakau (11)”, “pemotongan hewan (19)” dan “unggas dan hasilhasilnya (20)”. 54 Sebagian IBL sektor-sektor sekunder memiliki nilai lebih besar dari 1 artinya sebagian besar sektor sekunder memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap sektor-sektor lain sebagai input. Sampai dengan tahun 2008 hanya terdapat dua sektor yang memiliki nilai IBL lebih kecil dari 1 yaitu sektor “industri rokok (34)” dan “pengilangan minyak bumi (41)” walaupun pada awalnya memiliki nilai IBL lebih besar dari 1 (Lampiran 47). IBL sektor-sektor tersier mengindikasikan adanya keterkaitan ke belakang yang tidak sebesar keterkaitan sektor-sektor sekunder, bahkan sampai tahun 2008 masih terdapat sektor-sektor tersier dengan nilai IBL lebih kecil dari 1. Sektorsektor tersier tidak banyak menggunakan output sektor lain sebagai input dalam proses produksinya. Sektor “perdagangan (53)” yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDB justru memiliki IBL yang tidak pernah mencapai angka 1 sebelum tahun 2008. Indeks keterkaitan sektor komunikasi mengindikasikan keterkaitan ke belakang yang terus berkurang dari sektor tersebut terhadap sektor lain (Lampiran 48). Sebagian besar sektor primer memiliki nilai indeks keterkaitan ke depan (IFL) yang lebih kecil dari 1, artinya peran sektor-sektor primer dalam pembentukan output sektor-sektor lain juga relatif kecil. Sampai dengan tahun 2008 sektor primer yang memiliki IFL relatif besar adalah sektor “pertambangan batubara dan biji logam (24)”, “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”, “padi (1)” dan “peternakan (18)”. Peningkatan output sektor-sektor sebagaimana dimaksud memberi dampak pada perkembangan industri yang menggunakan produk sektor tersebut sebagai input. Sektor-sektor primer yang memiliki output relatif besar semestinya memiliki keterkaitan ke depan yang besar pula, sehingga output tersebut dapat memberikan nilai tambah (value added) dalam perekonomian secara keseluruhan. Lampiran 49 justru memperlihatkan bahwa sektor primer tidak memiliki derajat kepekaan yang tinggi. Analisis pada bagian sebelumnya tentang ketergantungan ekspor juga memperlihatkan bahwa sebagian besar sektor primer memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap aktivitas ekspor. Permintaan akhir yang tinggi terhadap produk sektor primer mengakibatkan derajat kepekaannya menjadi rendah. Kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan mentah terutama 55 produk pertanian antara lain bertujuan untuk menciptakan nilai tambah pada perekonomian secara keseluruhan. Daya penyebaran yang tinggi pada sektorsektor sekunder tidak diikuti derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor primer. Hal ini mengindikasikan tidak adanya link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. Strategi industrialisasi yang kurang tepat menyebabkan proses deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak alami dan cenderung negatif (Dewi 2010). Sektor “industri makanan lain (32)”, “industri pupuk dan pestisida (39)’, “pengilangan minyak bumi (41)”, “industri barang karet dan plastik (42)”, “industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan “industri alat pengangkutan dan perbaikannya (49)” adalah sektor-sektor sekunder dengan IFL yang bernilai lebih besar dari 1 dengan kecenderungan meningkat. Sementara sektor “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, dan “listrik, gas dan air minum (51)” yang juga mempunyai nilai IFL lebih besar dari 1 namun cenderung menurun. Sektor lain dengan IFL bernilai lebih besar dari 1 adalah sektor “industri kimia (40)” dan “bangunan (52)” dengan besaran yang fluktuatif antar periode (Lampiran 50). Keterkaitan yang tinggi antar sektor dalam sektor sekunder akan mengakibatkan terjadinya proses aglomerasi. Selanjutnya aglomerasi yang terjadi diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan jika didukung atau berbasis pada sektor primer. Indeks keterkaitan ke depan sektor-sektor tersier disajikan pada Lampiran 51. Sektor “perdagangan (53)” adalah sektor tersier dengan IFL tertinggi sejak tahun 1971 dengan kecenderungan yang menurun. Sektor tersier lain yang memiliki nilai IFL lebih besar dari 1 adalah sektor “angkutan darat (56), “lembaga keuangan (61)”, “usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”, dan “jasa lain (65)”. Peranan sektor tersier akan menjadi semakin signifikan ketika proses industrialisasi berjalan mulus diikuti proses deindustrialisasi positif yang terjadi secara alamiah sebagaimana terjadi pada negara-negara industri. 4.2.6. Analisis Peran Sektoral Hubungan antara tren pangsa output dan tren pangsa permintaan antara terlihat pada Gambar 4.3 yang mengelompokkan sektor kedalam kuadran (urutan kuadran dibaca mulai dari kanan atas berlawanan arah jarum jam). Kuadran 56 pertama memperlihatkan sektor-sektor yang semakin besar kontribusinya pada pertumbuhan output sekaligus semakin dibutuhkan dalam proses produksi sektor lain. Kuadran ini ditempati antara lain oleh sektor pertambangan selain minyak dan gas, sektor industri padat modal, sektor jasa teknologi informasi dan moda transportasi modern. Sementara kuadran ketiga ditempati subsektor pertanian tanaman pangan, moda transportasi dan beberapa industri pengolah produk pertanian seperti “industri tepung (30)”, “industri gula (31)” dan “industri rokok (34)”. Permasalahan bahan baku, inefisiensi produksi dan penurunan pangsa pasar menjadi faktor penyebab menurunnya tren pangsa output sektor industri tersebut. 62 40 48 61 38 41 24 60 42 64 1,00 25 trend pangsa permintaan antara 29 (4,50) (3,00) 30 (1,50) 56 53 52 1,50 - 3,00 (1,00) 0,70 32 49 57 0,35 (3,00) 5 3 31 (5,00) 19 16 - (0,35) 12 34 65 21 4 2 26 20 5827 54 45 50 4651 7 55 59 15 13 8 22 11 (0,35) 66 18 33 44 39 23 35 43 9 0,70 37 36 (0,70) (7,00) trend pangsa output Gambar 4.3. Plot Tren Pangsa Output dan Tren Pangsa Permintaan Antara Tren pangsa permintaan antara sektor “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” yang positif memperlihatkan sektor ini semakin dibutuhkan, namun dengan tren pangsa output yang negatif menjadikannya sebagai pencilan di kuadran kedua. Hal ini diakibatkan menurunnya eksplorasi dan produksi. Sektor-sektor ekonomi dituntut untuk mengadopsi teknologi untuk mampu memaksimalkan output sesuai tuntutan modernisasi di era informasi dan teknologi. 47 0,35 14 1 28 17 63 6 (0,70) 10 57 Gambar 4.4 memperlihatkan hubungan antara tren pangsa ekspor dan tren pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat. Sektor sekunder dengan tren pangsa ekspor terhadap permintaan agregat yang positif memiliki tren pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat yang negatif. Terdapat tiga sektor industri yang menempati kuadran pertama yaitu sektor “industri pengawetan makanan (27)”, “industri kimia (40)” dan “industri alat perlengkapan listrik (48)”. Artinya sektor ini memiliki pangsa pasar domestik maupun pangsa pasar ekspor yang cukup baik. 21 6 2,25 trend pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat 10 62 3 25 57 32 66 31 30 17 16 59 0,75 19 7 56 5 29 (1,75) 27 -63 64 23 42 11 40 26 58 15 (3,50) 48 53 65 20 13 49 4 12 52 9 8 24 2 1 51 (0,75) 1,75 54 60 41 45 34 44 28 50 38 47 14 36 55 61 18 46 39 22 43 35 37 33 (2,25) trend pangsa ekspor terhadap permintaan agregat Gambar 4.4. Plot Tren Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Agregat dan Tren Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Agregat Sementara itu hanya terdapat dua sektor primer yang memiliki tren pangsa ekspor terhadap permintaan agregat positif yaitu ”cengkeh (14)” dan ”pertambangan lainnya (26)” namun hanya sektor 26 yang menempati kuadran pertama. Sebagian besar sektor primer yang memiliki tren pangsa ekspor negatif memiliki tren pangsa permintaan antara positif (trade off) tetapi banyak juga yang 58 memiliki hubungan searah antara lain beberapa sektor pertanian tradisional. Upaya mengurangi ekspor bahan mentah produk pertanian terindikasi dari plot sektor pada Gambar 4.4 dan diharapkan terjadi penciptaan nilai tambah dari industri yang mengolah produk pertanian tersebut. Tren pangsa input (input akan sama dengan output) berbanding lurus dengan tren pangsa nilai tambah bruto seperti terlihat pada Gambar 4.5. Sektorsektor dengan tren pangsa input yang positif (seperti penjelasan Gambar 4.3) memiliki tren pangsa nilai tambah bruto yang juga positif demikian pula sektor dengan tren pangsa output negatif memiliki Tren pangsa nilai tambah bruto yang juga negatif kecuali sektor ”pemotongan hewan (19)”, ”industri rokok (34)” dan sektor ”lain-lain (66)”. Sektor ”padi (1)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” menjadi pencilan dengan pangsa output maupun pangsa nilai tambah bruto yang terus menurun. 41 60 24 61 52 1,25 48 trend pangsa nilai tambah bruto 54 (1,50)29 (3,00) 30 21 56 5 31 6 7 65 92 4 64 36 49 47 28 42 38 37 45 34 (4,50) 62 40 - 1,50 3,00 (0,75) 63 0,35 26 0,20 53 35 17 23 (2,75) 66 19 0,05 33 16 44 55 8 (0,05) 3 15 57(0,10) 11 22 13 18 12 14 59 (0,20) 1 25 (4,75) 32 10 43 39 50 0,10 (0,25) trend pangsa input Gambar 4.5. Plot Tren Pangsa Input dan Tren Pangsa Nilai Tambah Bruto Meskipun tren pangsa output dan tren pangsa nilai tambah bruto bersifat searah tetapi sampai dengan tahun 2008 masih banyak sektor yang memiliki pangsa output dan pangsa nilai tambah bruto dibawah rata-rata. Bahkan terdapat beberapa sektor dengan pangsa output diatas rata-rata tetapi memiliki pangsa nilai 27 46 58 51 20 0,25 59 tambah bruto dibawah rata-rata, antara lain sektor ”industri minyak dan lemak (28)”, ”industri penggilingan padi (29)”, ”industri makanan lainnya (32)”, ”industri bambu, kayu, rotan (37)” serta ”industri barang karet dan plastik (42)”. Sebagian besar sektor (lebih dari 70 persen) memiliki tren angka pengganda pendapatan yang positif. Pada kelompok sektor primer hanya ”Teh (13)” sektor pertanian yang memiliki tren pengganda pendapatan negatif bersama dengan dua sektor pertambangan ; ”(24) dan (25)”. Sementara di kelompok tersier hanya ada sektor ”komunikasi (60)” dan ”restoran dan hotel (54)”. 3,00 20 63 66 11 1,50 53 18 12 56 16 48 59 65 38 58 27 9 10 50 1 62 17 64 37 35 57 32 14 3 - 33 23 26 43 29 7- 2 5 6 61 42 21 52 8 4 15 55 51 22 30 19 (2,50) (1,25) 28 46 25 trend pengganda output 39 54 49 44 36 47 31 1,25 2,50 45 40 13 24 (1,50) 34 41 60 (3,00) trend pengganda pendapatan Gambar 4.6. Plot Tren Pengganda Pendapatan dan Tren Pengganda Output Sektor dengan tren pengganda pendapatan negatif juga memiliki tren pengganda output negatif, kecuali sektor “industri tepung (30)” dan “pemotongan hewan (19)”. Gambar 4.6 memperlihatkan hubungan antara tren angka pengganda pendapatan dan tren angka pengganda output. Sektor 19 merupakan pencilan 60 dengan tren penurunan angka pengganda pendapatan yang sangat besar, tetapi sampai dengan tahun 2008 sektor ini masih memiliki angka pengganda pendapatan dan angka pengganda output diatas rata-rata. Hal ini berbeda dengan ketiga sektor primer dengan tren pengganda pendapatan negatif sebagaimana disebutkan sebelumnya, dimana ketiganya ternyata juga memiliki angka pengganda pendapatan dan angka penganda output dibawah rata-rata. Dari ketujuh indikator tren yang digunakan sebagai dasar keempat plot sektoral pada Gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 terdapat 4 (empat) sektor yang selalu memiliki tren positif. Keempat sektor tersebut adalah sektor ”industri pengolahan dan pengawetan makanan (27)”, ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”, ”angkutan udara (58)” serta sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. Sampai dengan tahun 2008 sektor 27 dan sektor 48 masih memiliki pangsa output dan pangsa nilai tambah bruto diatas rata-rata, sedangkan kedua sektor lainnya memiliki pangsa dibawah rata-rata. 63 20 2,00 66 11 53 12 trend keterkaitan kebelakang 18 56 1 22 14 (2,00) 15 16 59 64 9 65 31 38 0,50 23 37 2 35 7 50 (0,50) 33 21 43 46 51 58 26 19 4 28 29 55 13 48 10 30 17 62 3 5 6 57 52 2,50 61 25 42 39 49 44 24 36 47 32 1,00 8 (1,00) 54 45 27 40 34 60 (2,50) 41 trend keterkaitan kedepan Gambar 4.7. Plot Tren Keterkaitan ke Depan dan Tren Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menjadi sektor kunci dapat dilihat dari plot hubungan antara tren indeks keterkaitan antar sektor, baik ke depan (forward linkage) maupun ke belakang (backward linkage). Gambar 4.7 memperlihatkan hubungan antara tren kedua indeks keterkaitan tersebut. Sektor 61 primer yang berpotensi untuk menjadi sektor kunci antara lain ”jagung (3), ”kelapa sawit (10)”, ”tanaman perkebunan lain (16)”, ”tanaman lain (17)” dan ”unggas (20)”. Sektor lain yang juga berpotensi untuk menjadi sektor kunci adalah sektor ”industri tepung (30)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dengan tren BL dan FL yang positif menjadikannya akan terus bertahan sebagai sektor kunci, berbeda dengan sektor ”listrik, gas dan air (51) serta sektor ”industri dasar besi dan baja (45)” yang dikhawatirkan tidak dapat bertahan sebagai sektor kunci karena memiliki tren BL dan tren FL negatif. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” merupakan satusatunya sektor kunci dalam perekonomian Indonesia yang memiliki Tren positif pada semua indikator sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)” juga memiliki tren positif pada semua indikator tetapi sampai dengan tahun 2008 belum mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat sehingga bukan merupakan sektor kunci. Dari hasil pengamatan tidak mungkin sektor pertanian secara luas (1-23) dapat diharapkan bisa menjadi sektor kunci, sementara sektor industri yang mengolah hasil pertanian juga belum memiliki kinerja yang bagus. Perlu perubahan teknis dalam upaya menciptakan pertumbuhan output dan nilai tambah pada sektor-sektor yang memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi (Gollin, et. al. 2002). 4.3. Dinamika Sektor Kunci dalam Proses Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Analisis keterkaitan antar sektor dapat mengidentifikasi sektor-sektor mana yang menjadi sektor kunci (key sector), yang dalam hal ini adalah sektorsektor yang mempunyai nilai indeks keterkaitan baik keterkaitan ke belakang (BL) maupun keterkaitan ke depan (FL) lebih besar dari 1. Pada sektor primer tidak terdapat sektor yang memiliki nilai IBL sekaligus nilai IFL yang lebih besar dari 1, artinya tidak ada sektor primer yang bisa disebut sebagai sektor kunci. Hal ini berarti tidak ada sektor primer yang menimbulkan penyerapan input dari sektor lain atau sektor itu sendiri serta alokasi output kepada sektor-sektor lainnya dan sektor itu sendiri secara langsung dan tidak langsung akibat peningkatan satu satuan output akhir sektor tersebut. 62 Sektor-sektor sekunder yang dapat dijadikan sebagai sektor kunci selain dilihat dari nilai IBL dan IFL yang lebih besar daripada 1, juga dilihat dari indeks penyebaran keterkaitan (spread index) nya. Indeks ini melihat bagaimana variasi penyebaran keterkaitan antar sektor, semakin kecil nilai indeks tersebut maka suatu sektor dikatakan memiliki keterkaitan yang lebih merata. Sektor kunci yang baik semestinya memiliki nilai indeks penyebaran keterkaitan yang kecil baik ke belakang (backward spread) maupun ke depan (forward spread). Jika suatu sektor memiliki keterkaitan yang kuat dan merata pada semua sektor dalam perekonomian maka dipastikan bahwa peningkatan output sektor tersebut akan menciptakan peningkatan besar pada output secara keseluruhan. 4.3.1. Dinamika Sektor Kunci Berdasarkan klasifikasi 66 sektor selama periode analisis terdapat 5 (lima) sektor yang mengolah hasil pertanian yang bisa disebut sebagai sektor kunci antara lain; sektor “industri minyak dan lemak (28)” pada tahun 1971 dan 1975, “industri makanan lainnya (32)” pada tahun 1995-2008, “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)” pada tahun 1971-1980, “industri bambu, kayu dan rotan (37)” tahun 1971 dan 1975 dan “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)” pada tahun 1975, 1980, 1990 dan 2008. Sektor industri lain yang menjadi sektor kunci adalah “industri pupuk dan pestisida (39)” sejak tahun 1980 sampai tahun 2008, “industri kimia (40)” pada tahun 1971, 1975 dan 2000-2008, “pengilangan minyak bumi (41)” pada tahun 1971-1990 serta “industri barang karet dan plastik (42)” pada tahun 1975, 1985, dan 1995-2008. Selain itu juga terdapat beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci, yaitu sektor “industri dasar besi dan baja (45)” hampir disepanjang periode pengamatan kecuali tahun 1975, “industri logam dasar bukan besi (46)” pada tahun 1971, 1990 dan 1995, “industri barang dari logam (47)” pada tahun 19711985, “industri mesin, alat dan perlengkapan listrik (48)” pada tahun 1971, 1975 dan 2000-2008 serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)” pada tahun 1971, 1975, 1985 dan 1990. Sektor “listrik, gas dan air (51)” dan sektor “bangunan (52)” adalah dua sektor yang selalu menjadi sektor kunci di sepanjang periode analisis. 63 Sektor “perdagangan (53)” adalah sektor tersier yang baru menjadi sektor kunci pada tahun 2008, berbeda dengan sektor “jasa lainnya (65)” yang telah menjadi sektor kunci sejak 1975 sampai dengan tahun 2008 sementara “restoran dan hotel (54)” hanya menjadi sektor kunci pada tahun 1971. Sektor tersier lain yang merupakan sektor kunci adalah sektor “angkutan darat (56)” yaitu pada tahun 1980,1985 dan 2000-2008. Tabel 4.9 berikut memperlihatkan 20 (dua puluh) sektor yang pernah menjadi sektor kunci sepanjang periode analisis. Sektor kunci yang masih bertahan pasca krisis (setelah tahun 2000) terlihat tetap menjadi sektor kunci pada periode berikutnya. Sektor-sektor industri yang mengolah hasil pertanian tidak mampu bertahan sebagai sektor kunci kecuali sektor “industri barang dari karet dan plastik (42)”. Tabel 4.9. Sektor-sektor Kunci Perekonomian Indonesia Sektor 28 32 36 37 38 39 40 41 42 45 46 47 48 49 51 52 53 54 56 65 1971 1975 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sektor Kunci (key sector) 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Keterangan: tanda () menunjukkan eksistensi sektor kunci pada suatu periode Dinamika sektor kunci dalam perekonomian Indonesia memperlihatkan bahwa sektor yang mampu bertahan saat krisis ekonomi berhasil mempertahankan eksistensinya pasca krisis sampai akhir periode analisis. Beberapa sektor yang pernah menjadi sektor kunci pada awal periode analisis bahkan tidak mampu 64 mempertahankan eksistensinya. Terdapat beberapa faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab tidak mampunya sektor kunci tersebut untuk bertahan. Sektor kunci sebagaimana dimaksud dapat dikelompokkan menurut karakteristik faktor penyebab ketidakmampuan bertahannya. Kelompok pertama adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang besar sepanjang periode tetapi memiliki keterkaitan ke depan yang kecil diakhir periode, diikuti derajat ketergantungan ekspor yang tinggi (diatas 50 persen) dan cenderung meningkat. Sektor tersebut antara lain yaitu ; sektor “ industri minyak dan lemak (28)”, “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, “industri bambu, kayu dan rotan (37)” dan “industri logam dasar bukan besi (46)”. Kelompok kedua adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan yang tinggi sepanjang periode analisis tetapi dengan daya sebar keterkaitan yang kecil (spread index yang tinggi) diakhir periode. Sektor tersebut adalah sektor “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”, “industri kimia (40)”, “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”. Sektorsektor ini masih bisa disebut sebagai sektor kunci tetapi memiliki angka pengganda yang cenderung menurun. Sektor “industri barang dari logam (47)” awalnya merupakan sektor kunci dengan keterkaitan ke belakang yang tinggi sepanjang periode tetapi diakhir periode memiliki keterkaitan ke depan yang rendah. Permintaan akhir yang terus meningkat sejak 1990 terhadap produk sektor ini diduga menjadi penyebabnya. Sementara itu sektor “restoran dan hotel (54)” dengan keterkaitan ke belakang yang tinggi disepanjang periode hanya memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi pada tahun 1971. Hal ini karena sebagian besar output sektor ini merupakan permintaan akhir swasta (C) yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Hal ini berbeda dengan sektor “perdagangan (53)” dengan keterkaitan ke depan yang tinggi sepanjang periode tetapi memiliki keterkaitan ke belakang yang rendah, kecuali tahun 2008. Meskipun output sektor perdagangan merupakan yang terbesar kedua dalam komposisi output total sepanjang periode analisis, tetapi sektor ini bukanlah sektor kunci karena karakteristiknya yang tidak banyak menggunakan output sektor lain sebagi input. 65 4.3.2. Multiplier Product Matrix Multiplier Product Matrix (MPM) yang diilustrasikan secara grafis memperlihatkan perubahan struktural perekonomian (economic landscape) Indonesia sejak 1971 hingga 2008. Variasi ukuran kuantitatif atas hubungan antarsektor dalam perekonomian yang diperoleh dari MPM dapat disusun berdasarkan hirarki tertentu, dimana FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sebagaimana terlihat pada Lampiran 64 dan 65. Gambar pada Lampiran 69 menggambarkan lanskap ekonomi Indonesia tahun 1971-2008 yang disusun berdasarkan besarnya nilai MPM dari sudut yang paling besar sampai yang terkecil dari seluruh sel untuk masing-masing periode. Urutan ini mengindikasikan urutan besarnya pengaruh total sektor tersebut kedalam perekonomian. Gambar 4.8. Lanskap Ekonomi Indonesia berdasarkan Hirarki Tahun 1971 Gambar 4.8 menggambarkan lanskap ekonomi Indonesia tahun 1971 dan 2008 yang disusun berdasarkan hirarki tahun 1971. Sel tertinggi pada hirarki tahun 1971 adalah (53;66) dan terendah adalah (63;63). Sektor “perdagangan (53)” memiliki IFL tertinggi dan sektor “lain-lain (66)” memiliki IBL tertinggi. Sektor “pemerintahan umum dan pertahanan (63)” pada awal periode penelitian merupakan sektor dengan indeks keterkaitan yang paling rendah. Penggambaran lanskap untuk masing-masing periode dengan hirarki tahun tertentu dilakukan untuk membuat perbandingan antara satu periode dengan periode dasar hirarki. Lampian 70 menyajikan visualisasi lanskap ekonomi Indonesia tahun 1971-2008 berdasarkan hirarki tahun 1971, sedangkan lanskap ekonomi yang 66 didasarkan pada hirarki tahun 2008 disajikan pada Lampiran 71. Perbedaan tinggi grafik batang dalam setiap sel untuk kedua periode menunjukkan adanya perubahan keterkaitan antarsektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya atau terjadi perubahan struktur dalam perekonomian. Grafik ini memperlihatkan bahwa telah terjadi perubahan dalam struktur perekonomian Indonesia dari tahun 1971 ke tahun 2008, dimana visualisasi lanskap ekonomi tahun 2008 sudah tidak mulus sebagaimana tahun 1971 walaupun tidak mengalami perubahan drastis. Perubahan struktur secara lebih detil dapat dilihat dari selisih besaran angka MPM untuk setiap sel. Sel yang memiliki nilai selisih yang relatif besar menunjukkan adanya perubahan yang relatif besar dari interaksi sektor-sektor tersebut dalam perkonomian. Perubahan dari periode ke periode yang disajikan pada Gambar 4.9 menggambarkan perubahan peran sektoral dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia. Selisih besaran sel MPM periode tertentu dengan MPM periode sebelumnya menggambarkan perubahan peranan sektoral. Perubahan yang terjadi antara lain terkait dengan sektor-sektor sebagaimana terlihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Perubahan (signifikan) Peran Sektoral antar Periode Perubahan 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 Negatif 25, 41, 53, 56, 65, 66 53 24, 45, 49 53 40, 41, 53 4, 40, 48, 56 53 - Positif 40, 45, 48, 49 25, 38, 40, 41, 45, 48, 49 41, 53, 66 40, 47 62 24, 25, 32, 41, 49, 53 41, 48 25, 39 Perubahan negatif yang relatif signifikan hampir selalu terjadi pada sel MPM yang terkait dengan sektor “perdagangan (53)”. Hal ini menunjukkan kecenderungan penurunan peran sektor perdagangan. Sementara itu perubahan positif yang signifikan terjadi pada beberapa sel yang antara lain terkait dengan sektor pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”, “pengilangan minyak bumi (41)”, “industri alat dan perlengkapan listrik (48)” dan “industri alat pengangkutan (49)”. Peningkatan peran sektor-sektor tersebut juga terlihat pada perkembangan beberapa indikator yang diturunkan dari analisis model IO sebelumnya. 67 1971-1975 1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005 2005-2008 Gambar 4.9. Perubahan Peran Sektoral antar Periode 68 Gambar 4.10 memperlihatkan akumulasi perubahan yang terjadi pada lanskap ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008. Akumulasi perubahan yang signifikan pada sel-sel MPM sepanjang periode penelitian yang diilustrasikan oleh gambar tersebut antara lain terkait dengan sektor-sektor sebagaimana terlihat pada Tabel 4.11 dan 4.12. Tabel 4.11. Sel-sel MPM dengan Perubahan Negatif Baris 1; 9; 21; 23; 28; 36; 37; 42; 45; 46; 51; 53; 56; 65; 66; Kolom 33, 34, 36, 39, 40, 41, 44, 45, 47, 54, 60, 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 33, 34, 36, 39, 41, 44, 45, 47, 54, 60, 66 33, 34, 36, 39, 40, 41, 44, 45, 47, 50, 52, 54, 55, 60, 66 66 34, 36, 39, 44, 45, 47, 54, 66 Keterangan: sel MPM (baris;kolom) menunjukkan interaksi antarsektor Sel-sel yang mengalami perubahan negatif cukup signifikan dengan besaran penurunan diatas 0,02 meliputi beberapa sel pada baris dan kolom sebagaimana terlihat pada Tabel 4.11. Sel-sel yang mengalami perubahan negatif tersebut artinya mengalami penurunan tingkat peranan dalam perekonomian tahun 2008 dibanding kondisi tahun 1971. Penurunan peranan antara lain terlihat pada beberapa sel yang terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”, ”angkutan darat (56)” dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”. Sementara itu, sel-sel yang mengalami perubahan positif dengan besaran peningkatan diatas 0,02 dapat dilihat pada Tabel 4.12. Sel-sel yang mengalami perubahan positif tersebut artinya mengalami peningkatan peranan dalam perekonomian dibanding kondisi tahun 1971. 69 1971-1975 1971-1980 1971-1985 1971-1990 1971-1995 1971-2000 1971-2005 1971-2008 Gambar 4.10. Akumulasi Perubahan Peran Sektoral Tahun 1971-2008 70 Peningkatan peranan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1971 sampai dengan 2008 antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida (39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. Tabel 4.12. Sel-sel MPM dengan Perubahan Positif Baris Kolom 24; 7,9,10,11,12,16,18,19,20,27,28,29,30,31,32,35,37,38,42,46,48,49,50,52,53,55, 56,57,58,59,63,64,65 25; 32; 39; 40; 41; 42; semua kolom 11,20,63 semua kolom, kecuali; 41 dan 66 semua kolom, kecuali; 41 9,10,11,12,16,18,20,30,31,32,38,48,49,50,53,56,57,58,59,63,64,65 20 48; 7,9,10,11,12,16,18,19,20,27,28,29,30,31,32,35,37,38,40,42,43,46,48,49,50,51, 52,53,55,56,57,58,59,63,64,65 49; 52; 53; 11,20,63 20 20,63 61; 7,9,10,11,12,16,18,19,20,27,28,29,30,31,32,35,37,38,40,42,43,46,48,49,50,51, 52,53,55,56,57,58,59,63,64,65 62; 11,19,20,27,30,31,32,35,38,48,49,57,58,63,65 Keterangan: sel MPM (baris;kolom) menunjukkan interaksi antarsektor Perubahan struktural yang terlihat dari visualisasi grafik MPM berhasil mengindentifikasi sektor-sektor yang memiliki peran penting dalam proses transformasi perekonomian. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang juga menunjukkan perannya dalam analisis perkembangan peran sektoral pada beberapa plot tren pangsa sektoral berbagai indikator turunan model IO sebelumnya. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” terbukti memang memiliki peran yang signifikan dalam perubahan struktur perekonomian. Sektor pertambangan juga terlihat memberi pengaruh besar pada perubahan struktur disamping peningkatan peran sektor ”lembaga keuangan (61)”. 71 4.3.3. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia diantara Negara Berkembang lainnya Kelompok negara berkembang BRIC yang beranggotakan Brazil, Rusia, India dan China (Goldman Sachs, 2001) akan diperkuat masuknya Afrika Selatan (South Africa). Hal ini akan semakin meningkatkan pengaruhnya dalam perekonomian global. Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan dengan total penduduk sekitar 40 persen populasi penduduk dunia, kelompok ini diperkirakan akan menguasai 61 persen pertumbuhan ekonomi global pada 2014. Proses transformasi struktural yang terjadi pada perekonomian negara-negara tersebut berlangsung mulus melalui optimalisasi kinerja sektor industri diikuti peningkatan pendapatan perkapita yang signifikan. Brazil 70 60 agriculture 50 industry 40 services 30 20 10 2000 1990 1980 1970 1959 0 Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008 Gambar 4.11 Struktur GDP Brazil Tahun 1959-2000 Tahun 1990-an bisa dikatakan sebagai dekade keterbukaan dan modernisasi di Brazil. Kualitas investasi yang meningkat seiring pertumbuhan pangsa impor barang modal memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktifitas. Sebagai konsekuensinya terjadi peningkatan dalam upah dan penurunan tingkat pengangguran. Kinerja yang kuat dari sektor industri diikuti oleh pertumbuhan sektor jasa yang penting (Bernie 2001). Brazil sampai dengan tahun 2000 memiliki pangsa sektor industri sebesar 39 persen dari total GDP dan hanya menyisakan kurang dari 7 persen pangsa sektor pertanian. Sektor jasa mendominasi struktur perekonomian Brazil dengan pangsa sebesar 54 persen, 72 setelah menggeser peran sektor industri sejak tahun 1973. Perubahan yang signifikan terjadi pada sektor pertanian dimana pada tahun 1959 sektor ini masih memiliki pangsa sekitar 25 persen dan terus menurun (Gambar 4.11). Perekonomian Brazil mengalami kemajuan sektoral pada dekade terakhir dengan tetap mempertahankan pangsa sektor pertanian sebagaimana dikatakan Melo et al. (1998) diacu dalam Bernie (2001). Rusia bahkan hanya memiliki pangsa nilai tambah bruto sektor pertanian kurang dari 5 persen dengan struktur perekonomian yang didominasi sektor jasa hampir sebesar 60 persen. Pangsa sektor jasa dalam perekonomian telah menggeser sektor industri sejak tahun 1992 seperti terlihat pada Gambar 4.12. Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008 Gambar 4.12 Struktur GDP Rusia Tahun 1989-2004 Gambar 4.13 memperlihatkan pergeseran struktur perekonomian India dimana sektor jasa telah lebih dulu menggeser sektor pertanian pada tahun 1982. Sektor industri baru terlihat menggeser peran sektor pertanian setelah tahun 2000. Sampai dengan tahun 2008 pangsa sektor pertanian India sebesar 17,2 persen, sementara sektor jasa mendominasi perekonomian dengan pangsa sebesar 53,7 persen. Proses transformasi struktur perekonomian India sedikit berbeda dengan Brazil dan Rusia dimana peran sektor pertanian masih relatif besar. 73 Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008 Gambar 4.13 Struktur GDP India Tahun 1980-2004 Perekonomian China lebih didominasi peran sektor industri dengan pangsa hampir 50 persen dari total GDP. Sektor jasa menggeser peran sektor pertanian sejak 1986 dan terus meningkat perananannya mengejar peran sektor industri. Sektor pertanian China memiliki pangsa sebesar 11 persen (Gambar 4.14). Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008 Gambar 4.14 Struktur GDP China Tahun 1980-2004 74 Perekonomian Indonesia sebagaimana terlihat pada Gambar 4.15 sampai dengan tahun 2008 didominasi sektor industri dengan pangsa sebesar 47,8 persen. Sektor pertanian memiliki pangsa sebesar 15,8 persen. Pergeseran struktur yang terjadi pada perekonomian Indonesia berbeda dengan negara-negara BRIC sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Jika negara-negara BRIC memperlihatkan kecenderungan sektor jasa yang menggeser sektor industri, di Indonesia pergeseran yang terjadi justru sektor industri menggeser peran sektor jasa sejak tahun 2000. Sebelumnya sektor jasa memiliki pangsa yang selalu lebih tinggi daripada sektor industri kecuali tahun 1975-1980, suatu era dimana produksi minyak booming (sektor industri secara luas mencakup pertambangan). Indonesia 70 60 Agriculture 50 Industry Services 40 30 20 10 2008 2005 2000 1995 1990 1985 1980 1975 1971 0 Gambar 4.15 Struktur PDB Indonesia Tahun 1971-2008 Pola perubahan struktural di Indonesia dilatarbelakangi perubahan kebijakan yang pada dasarnya didorong oleh fluktuasi pendapatan dari minyak bumi, menjelang liberalisasi ekonomi pada akhir tahun delapan puluhan. Indonesia mampu merubah dirinya dari ekonomi berbasis sumberdaya ke salah satu bentuk manufaktur sebagai andalan produksi dan pendapatan ekspor. Transisi berjalan seperti didampingi pergeseran dari kebijakan rezim. Kekuatan sisi permintaan dipengaruhi oleh pertumbuhan dan nilai tambah (Jacob 2003). Gambar 4.16 memperlihatkan pergeseran pangsa tenaga kerja beberapa negara BRIC yang sejalan dengan pergeseran struktur GDP. 75 Braz il 75 60 45 30 15 2000 1990 1980 1970 1959 0 India 75 60 45 30 15 2007 2004 1993 1989 1978 0 China 75 60 45 30 15 Agriculture Industry Services Gambar 4.16 Pangsa Tenaga Kerja Brazil, India dan China 2007 2005 1997 1989 1978 0 76 Pergeseran struktur GDP negara-negara BRIC diawali pergeseran peran sektor pertanian oleh sektor industri yang selanjutya diikuti peningkatan peran sektor jasa. Pergeseran struktur yang terjadi di Indonesia diawali pada kondisi dimana sektor jasa telah mendominasi perekonomian, selanjutnya terjadi peningkatan peran sektor industri menggeser sektor pertanian dan akhirnya mendominasi perekonomian. Hal lain yang membedakan adalah; pergeseran struktur PDB negara-negara BRIC diikuti perubahan pangsa tenaga kerja yang sejalan, tetapi untuk kasus Indonesia tidak demikian halnya. Pangsa tenaga kerja yang dirinci menurut struktur PDB memperlihatkan pola pergeseran yang tidak seiring. Hal ini terlihat pada Gambar 4.17 dan diduga menjadi penyebab tingginya angka pengangguran. Sektor pertanian terlihat masih mendominasi pangsa tenaga kerja, sementara sektor industri memiliki pangsa terkecil. Sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 bahkan tidak pernah terjadi pergeseran dominasi pangsa tenaga kerja. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan dengan teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang produktifitasnya lebih tinggi. Dalam hal ini patut dipertanyakan apakah Indonesia benar-benar membuat langkah menuju ekonomi modern seperti terminologi Kuznet? Indonesia 70 60 Agriculture 50 Industry Services 40 30 20 10 2008 2005 2000 1995 1990 1985 1980 1975 1971 0 Gambar 4.17 Pangsa Tenaga Kerja Indonesia Tahun 1971-2008 77 Tingkat produktifitas yang dicapai oleh sektor primer di negara berkembang biasanya tidak lebih tinggi dan mungkin memang lebih rendah dari yang dicapai oleh sektor lain, terutama diakibatkan kurangnya kemajuan teknologi dan surplus tenaga kerja. Perbedaan besar dalam struktur sektoral antara negara maju dan negara berkembang adalah adanya hambatan atas difusi teknologi (Abramovitz 1994). Kasus Indonesia mengungkap dua temuan penting; pertama, sejak awal pangsa tenaga kerja sektor jasa sangat signifikan dan lebih tinggi dari pangsa tenaga kerja sektor industri; kedua, pertumbuhan pangsa tenaga kerja sektor jasa tidak didahului oleh pertumbuhan lapangan kerja sektor industri tetapi lebih bertepatan atau bahkan diikuti oleh sektor industri (Marks 2007). Horlings (1995) menemukan bahwa Belanda tidak mengikuti model sektoral, bukan transfer tenaga kerja sektor pertanian ke industri dan selanjutnya ke jasa yang membuat struktur ekonomi Belanda menjadi lebih maju bahkan tanpa pertumbuhan industri yang signifikan. Skenario yang sama juga terjadi pada beberapa negara bekas koloninya. Dalam kasus Belanda keterkaitan antara sektor pertanian dan jasa menjadi sesuatu yang penting. Produktifitas tenaga kerja di sektor jasa ternyata, seperti yang diharapkan lebih tinggi daripada sektor pertanian. Produktifitas tenaga kerja sektor industri secara signifikan lebih tinggi daripada sektor jasa. Mulder diacu dalam Marks (2007) menemukan hasil yang berbeda pada sektor jasa di Brazil, Meksiko dan Amerika Serikat. Produktifitas tenaga kerja sektor jasa di tiga negara tersebut pada awalnya memang tertinggi dibanding sektor industri dan pertanian. Dalam perjalanan waktu terjadi konvergensi tingkat produktifitas pada keseluruhan sektor sebagai akibat melambatnya pertumbuhan produktifitas sektor jasa. Di Indonesia konvergensi dalam produktifitas seperti ini belum ditemukan. Laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia Tahun 2010 menyebutkan bahwa daya serap tenaga kerja sektor industri manufaktur padat karya semakin melemah dan beralih ke sektor jasa dengan kualitas lapangan kerja yang rendah1. 1 Kompas, Selasa 19 April 2011 78 Halaman ini sengaja dikosongkan 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual dari hasil uji matriks Leontief memiliki kecenderungan over estimate untuk setiap periode. Terdapat 6 (enam) sektor yang memiliki deviasi sangat tinggi hampir disetiap periode, yaitu; sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil tanaman serat (15)”, “industri kimia (40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”. 2. Deviasi total output hanya berkisar antara 0,41 sampai dengan 19,33 persen dimana deviasi rata-rata persektor berkisar antara 4,39 sampai dengan 20,85 persen. Data IO relatif cukup baik digunakan untuk perencanaan ekonomi lima tahun kedepan. 3. Hasil uji kebaikan suai (goodness of fit test) terhadap model perubahan teknis memperlihatkan bahwa model yang digunakan Xij*=+Xij sangat baik untuk estimasi (highly significant) kecuali untuk koefisien teknis sektor “karet (7)” tahun 1980, sektor “tanaman lainnya (17)” tahun 1995 dan sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)” tahun 2005 yang tidak signifikan. Model-model regresi tersebut memiliki nilai R-square yang tinggi atau dengan perkataan lain koefisien teknis periode sebelumnya (xij) mampu menjelaskan koefisien teknis periode berikutnya (xij*). 4. Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke periode berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koofisien teknis Xij*=+Xij dengan hipotesis =0 dan =1. 5. Sektor-sektor yang semakin besar kontribusinya pada pertumbuhan output sekaligus semakin dibutuhkan dalam proses produksi sektor lain diantaranya adalah sektor pertambangan selain minyak dan gas, sektor industri padat modal, sektor jasa teknologi informasi dan moda transportasi modern. Beberapa sektor pertanian tanaman pangan, moda transportasi dan beberapa industri pengolah produk pertanian seperti “industri tepung (30)”, “industri 80 gula (31)” dan “industri rokok (34)” memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 6. Sektor sekunder dengan tren pangsa ekspor terhadap permintaan agregat yang positif memiliki tren pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat yang negatif (trade off). Namun terdapat tiga sektor industri yang memiliki tren pangsa pasar domestik maupun tren pangsa pasar ekspor yang positif yaitu sektor “industri pengawetan makanan (27)”, “industri kimia (40)” dan “industri alat perlengkapan listrik (48)”. 7. Sementara itu hanya terdapat dua sektor primer yang memiliki tren pangsa ekspor terhadap permintaan agregat positif yaitu ”cengkeh (14)” dan ”pertambangan lainnya (26)” namun hanya sektor 26 yang memiliki tren pangsa permintaan antara yang juga positif. Sebagian besar sektor primer yang memiliki tren pangsa ekspor negatif memiliki tren pangsa permintaan antara positif (trade off) tetapi banyak juga yang memiliki hubungan searah antara lain beberapa sektor pertanian tradisional. 8. Sektor-sektor dengan tren pangsa input yang positif memiliki tren pangsa nilai tambah bruto yang juga positif demikian pula sektor dengan Tren pangsa output negatif memiliki tren pangsa nilai tambah bruto yang juga negatif kecuali sektor ”pemotongan hewan (19)”, ”industri rokok (34)”dan sektor ”lain-lain (66)”. 9. Sebagian besar sektor (lebih dari 70 persen) memiliki tren angka pengganda pendapatan yang positif. Pada kelompok sektor primer hanya ”Teh (13)” sektor pertanian yang memiliki tren pengganda pendapatan negatif bersama dengan dua sektor pertambangan ; ”(24) dan (25)”. Sementara di kelompok tersier hanya ada sektor ”komunikasi (60)” dan ”restoran dan hotel (54)”. Sektor dengan tren pengganda pendapatan negatif juga memiliki tren pengganda output negatif, kecuali sektor “industri tepung (30)” dan “pemotongan hewan (19)”. 10. Terdapat 20 (dua puluh) sektor yang menjadi sektor kunci dalam dinamika proses perubahan struktur perekonomian Indonesia selama periode pengamatan, namun tidak satupun sektor primer pernah menjadi sektor kunci. 81 11. Selama periode analisis terdapat 5 (lima) sektor yang mengolah hasil pertanian yang bisa disebut sebagai sektor kunci antara lain; sektor “industri minyak dan lemak (28)”, “industri makanan lainnya (32)”, “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, “industri bambu, kayu dan rotan (37)” dan “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”. Sektor industri lain yang menjadi sektor kunci adalah “industri pupuk dan pestisida (39)”, “industri kimia (40)”, “pengilangan minyak bumi (41)” serta “industri barang karet dan plastik (42)”. 12. Beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci adalah sektor “industri dasar besi dan baja (45)”, “industri logam dasar bukan besi (46)”, “industri barang dari logam (47)”, “industri mesin, alat dan perlengkapan listrik (48)” serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”. 13. Sektor “listrik, gas dan air (51)” dan sektor “bangunan (52)” adalah dua sektor yang selalu menjadi sektor kunci disepanjang periode analisis. 14. Sektor tersier yang pernah menjadi sektor kunci antara lain adalah sektor “perdagangan (53)”, “jasa lainnya (65)”, “restoran dan hotel (54)” serta sektor “angkutan darat (56)”. 15. Sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menjadi sektor kunci dapat dilihat dari plot hubungan antara trend indeks keterkaitan antar sektor. Sektor primer yang berpotensi untuk menjadi sektor kunci antara lain ”jagung (3), ”kelapa sawit (10)”, ”tanaman perkebunan lain (16)”, ”tanaman lain (17)” dan ”unggas (20)”. Sektor lain yang juga berpotensi untuk menjadi sektor kunci adalah sektor ”industri tepung (30)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. 16. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” merupakan satusatunya sektor kunci dalam perekonomian Indonesia yang memiliki tren positif pada semua indikator yang diamati, yaitu pangsa output, pangsa permintaan antara, pangsa ekspor terhadap total permintaan, pangsa permintaan antara terhadap total permintaan, pangsa nilai tambah bruto, pengganda pendapatan, keterkaitan kebelakang. pengganda output, keterkaitan kedepan dan 82 17. Sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)” juga memiliki tren positif pada semua indikator tetapi sampai dengan tahun 2008 belum mempunyai keterkaitan kebelakang yang kuat sehingga bukan merupakan sektor kunci. 18. Rata-rata angka pengganda output, angka pengganda pendapatan, derajat ketergantungan ekspor serta angka pengganda ekspor sektor-sektor sekunder merupakan yang tertinggi dibanding sektor lain. 19. Struktur PDB sisi pendapatan (income aproach) tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Surplus usaha merupakan bagian balas jasa faktor produksi yang terbesar, hampir dua kali lipat upah/gaji. 20. Struktur PDB sisi pengeluaran (expenditure approach) memperlihatkan penurunan perananan konsumsi swasta (C) dan peningkatan peranan investasi (I). Pangsa ekspor netto (NX) terlihat selalu positif yang mengindikasikan surplus neraca perdagangan luar negeri. 21. Struktur PDB menurut sektoral memperlihatkan terjadinya pergeseran struktur ekonomi yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor primer diiringi peningkatan peran sektor skunder. Pada tahun 1971 kontribusi sektor primer sebesar 37,35 persen dan sektor skunder 21,19 persen. Tahun 2008 kontribusi sektor primer menjadi 26,88 persen sedangkan sektor skunder 36,75 persen. 22. Perubahan pangsa tenaga kerja tidak berjalan seiring dengan pergeseran struktur PDB. Pada tahun 1971 tenaga kerja sektor primer sebesar 64,4 persen dan sektor sekunder 8,2 persen. Tahun 2008 tenaga kerja di sektor primer menjadi 45,4 persen sedangkan sektor sekunder 16,8 persen. Tenaga kerja sektor tersier meningkat dari 27,4 persen pada tahun 1971 menjadi 37,8 persen tahun 2008. Pergeseran peran sektor primer oleh sektor sekunder tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja dari sektor primer sehingga berdampak pada meningkatnya pengangguran. 23. Multiplier Product Matrix yang diilustrasikan secara grafis memperlihatkan perubahan struktural perekonomian (economic landscape) Indonesia sejak 1971 hingga 2008. Penurunan peranan antara lain terlihat pada beberapa sel 83 yang terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”, ”angkutan darat (56)” dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”. 24. Peningkatan peranan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1971 sampai dengan 2008 antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida (39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. 25. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan dengan teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang produktifitasnya lebih tinggi. 84 Halaman ini sengaja dikosongkan 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Beberapa simpulan dapat ditarik dari hasil pengolahan data Tabel IO Indonesia Tahun 1971-2008, antara lain : 1. Data IO relatif cukup baik untuk perencanaan ekonomi jika dilihat dari hasil uji matriks Leontief dengan deviasi hasil estimasi terhadap output aktual ratarata sebesar 11 persen per-periode. Perubahan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan output masih relatif kecil sepanjang periode analisis. 2. Berdasarkan visualisasi perubahan lanskap ekonomi, peningkatan peranan yang terjadi antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida (39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. 3. Sektor primer tidak memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi sehingga tidak pernah menjadi sektor kunci dalam perekonomian Indonesia, bahkan beberapa subsektor memiliki ketergantungan ekspor yang relatif tinggi. Sebagian besar sektor sekunder tidak memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor primer. Sektor-sektor yang berhasil bertahan saat krisis ekonomi, memiliki kecenderungan untuk tetap eksis sebagai sektor kunci. 4. Pergeseran struktur PDB tidak diikuti perubahan pangsa tenaga kerja sehingga transformasi struktural perekonomian Indonesia tidak sebaik negara-negara berkembang lainnya. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan dengan teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang produktifitasnya lebih tinggi. 86 6.2. Saran Implikasi dari hasil penelitian ini memberikan beberapa masukan akademis dan pertimbangan kepada berbagai pihak dalam penyusunan strategi perencanaan pembangunan terkait dengan kebijakan rekayasa transformasi struktural yang diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari proses transformasi struktural. 1. Perencanaan ekonomi menuntut peningkatan akurasi peramalan dengan matriks Leontief yang dibentuk dari model IO. Teknik penyusunan dengan cakupan yang lebih rinci (base on comodity) didasarkan pada supply and use table (SUT) menjadi sangat penting untuk menyempurnakan Tabel IO. 2. Daya penyebaran yang tinggi pada sektor-sektor sekunder tidak diikuti derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor primer mengindikasikan tidak adanya link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. Strategi industrialisasi yang kurang tepat menyebabkan proses deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak alami dan cenderung negatif. Kebijakan industrialisasi sebaiknya mempertimbangkan link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. 3. Seiring perjalanan waktu seharusnya terjadi konvergensi tingkat produktifitas pada keseluruhan sektor walaupun pada awalnya produktifitas tenaga kerja sektor jasa memang tertinggi dibanding sektor industri dan pertanian. Peningkatan produktivitas sektor primer memerlukan dukungan teknologi dan jaminan ketersediaan input dalam proses produksinya. 4. Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara berkembang yang sudah maju seperti kelompok negara BRIC, antara lain berupaya mempertahankan peran sektor pertanian sampai batas yang dibutuhkan dan mengembangkan sektor industri berbasis sumberdaya yang tersedia. Melemahnya daya serap tenaga kerja pada sektor industri padat karya harus diimbangi pengembangan sektor jasa dengan kualitas pekerjaan yang lebih baik (bukan sektor informal). DAFTAR PUSTAKA Abramovitz M. 1994. Catch-up and Convergence in the Postwar Growth Boom and After in Convergence of Productivity: Cross National Studies and Historical Evidence. Boumol WJ, Nelson RR, Wolff EN (eds). New York: Oxford University Press. Alesandrini M, Bucelato T. 2008. China, India and Rusia: Economic Reforms, Structural Change and Regional Disparities. Economic Working Paper No.97. London: Centre for the Study of Economic and Social Change in Europe (CSESCE), UCL School of Slavonic and East European Studies (SSEES). Adelman I. 1984. Beyond Export Led Growth. World Development Report 12(9):17-27 Bernie DA. 2001. Structural Change in The Brazilian Economy Between 1959 and 2000. Rio Grande: Department of Economics of Pontifícia Universidade Católica. BPS Badan Pusat Statistik. 2000. Teknik Penyusunan Tabel Input Output. Jakarta: BPS. BPS Badan Pusat Statistik. 2007. Tabel Input Output Indonesia Tahun 2005. Jakarta: BPS Statistic Indonesia. Cella, G. 1984. The Input-Output Measurement of Interindustry Linkages. Oxford Bulletin of Economics and Statistics 46(1):73-84. Chenery HB. 1964. Land : The Effects of Resources on Economic Growth. Di dalam K. Bernill, ed. Economic Development with Special Reference to East Asia. New York: St. Martin. Chenery HB. 1960. Pattern of Industrial Growth. American Economic Review 50:624-654. Chenery HB, Syrquin M. 1975. Pattern of Development 1950-1970. Washington D.C: The World Bank. Chenery HB, Taylor L. 1968. Development Patterns: Among Countries and Overtime. Review of Economics and Statistics 50:391-416. Chenery HB, Robinson S, Syrquin M. 1986. Industrialisation and Growth. New York: Oxford University Press. Chenery HB, Watanabe T. 1958. International Comparasions of the Structure of Production. Econometrica 26(4):487-521. Daryanto A, Hafizrianda Y. 2010. Analisis Input Output & Social Acounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor: IPB Press. Dasgupta S, Singh A. 2006. Manufacturing, Service and Premature Deindustrialization in Developing Countries: A Kaldorian Analysis. Research Paper United Nation University 49:1-18. 88 Dasril ASN. 1993. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia, 1971-1990 Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Deptan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2008. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pengolahan Tanaman Pangan Berbasis Tepung Lokal. Jakarta: Ditjen PPHP-Deptan. Dewi DA. 2010. Deindustrialisasi di Indonesia 1983-2008: Analisis dengan Pendekatan Kaldorian Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Fabiomarta W. 2004. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya Skripsi. Bogor: FEM Institut Pertanian Bogor. Felipe J. 1998. The Role of Manufacturing Sector in Southeast Asian Development: A test of Kaldor’s first law. J Post Keynessian Economics 20(3):463-485. Firdaus M. 1998. Peran Sektoral Ekonomi Indonesia Pada Fase Industrialisasi : Analisis Input Output Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Goldman Sachs Goldman Sachs Global Economics Group. 2001. Building Better Global Economic BRICs. Global Economics Paper November 2001. Gollin D, Parente S, Rogersen R. 2002. The Role of Agriculture in Development. American Economic Review 92(2):160-164. Guilhoto JJM, Maistro MCM, Hewings GJD. 2000. Economic Landscape, what are They ? An Application to the Brazilian Economy and to the Sugar Cane Complex. Discussion Paper. Urbana-Champaign: Regional Economics Applications Laboratory, University of Illinois and Sao Paulo: University of Sao Paulo. Guo D, Hewings GJD, Sonis M. 2003. Temporal Changes in The Structure of Chicago’s Economy: 1980–2000 Discussion Paper. Urbana-Champaign: Regional Economics Applications Laboratory, University of Illinois. Hayashi M. 2005. Structural Changes in Indonesian Industry and Trade: An InputOutput Analysis. Journal the Developing Economies 43(1):39-71. Hewings GJD, Sonis M, Guo J, Israilevich PR dan Schindler GR. 1998. The Hollowing Out Process in the Chicago Economy, 1975-2011. Geographical Analysis 30(3):217-233. Hewings GJD, Sonis M. 1999. Economic Landscape: Multiplier Product Matrix Analysis for Multiregional Input Output Systems. Hitotsubashi Journal of Economics 40:59-74. Hill H. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966 : Sebuah Studi Kritis dan Komprehensif. Yogyakarta: PAU (Studi Ekonomi) Universitas Gajah Mada dan PT Tiara Wacana. 89 Hirschman AO. 1958. The Strategy of Economic Development. New Haven: Yale University Press. Horlings E. 1995. The Economic Development of the Dutch Service Sector 18001850. Trade and Transport in a Premodern Economy. Amsterdam: Aksant. IMF International Monetery Fund. 1997. Deindustrialization: Causes and Implications. IMF Working Paper 97(42):1-38. Isard W, Azis IJ, Drennan MP, Miller Re, Saltzman S dan Thorbecke E. 1998. Methods of Interregional and Regional Analysisi. Brookfield: Ashgate Publishing Limited. Jacob J. 2003. Structural Change, Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input Output Perspective. Eindhoven: ECIS, Eindhoven University of Technology. Jiemin G, Planting MA. 2000. Using Input-Output Analysis to Measure U.S. Economic Structural Change Over a 24 Year Period Discussion Paper. Paper Presented at The 13th International Conference on Input Output Techniques, Macerata, Italy. Johnston BF, Kilby P. 1975. Agriculture and Structural Transformation: Economic Strategies in Late Developing Countries. New York: Oxford University Press. Kaneko Y. 1985. Some Aspects of Economic Development Process in Indonesia: Input-Output Analysis of the Indonesian Economy. Ekonomi dan Keuangan Indonesia 33:17-35. King RP, Byerlee D. 1978. Factor Intensity and Locational Linkages of Rural Consumption Patterns in Siera Leone. American Journal of Agricultural Economics 60(2):19-28. Kuncoro M. 1996. Analisis Struktur-Prilaku-Kinerja Agroindustri di Indonesia: Suatu Catatan Empiris. Kelola Gadjah Mada University Business Review 6(11):17-28. Kuncoro M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030 ?. Yogyakarta: Penerbit Andi. Kuznet S. 1961. Modern Economic Growth Trend, Structure and Spread. New York: Peffer and Simons, Inc. Leontief W. 1986. Input-Output Economics. Second Edition. New York: Oxford University Press. Lewis WA. 1954. Economic Development with Limitted Supply of Labor. New York: Manchester School Mardianto S, Simatupang P, Hadi PU, Malian H, Susmiadi A. 2005. Peta Jalan (Road Map) dan Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi 23(1):19-37. 90 Marks D. 2007. Occupational Structure and Structural Change in Indonesia, 1880-2000. Discussion Paper. Amsterdam: International Institue of Social History (IISH). Mellor JW. 1976. The New Economies of Growth: A Strategy for India and the Developing Countries. Cornell: Cornell University Press. Mellor JW. 1986. Agriculture on the Road to Industrialization in John P. Lewis and Valeriana Kallab (eds.). Development Strategies Reconsidered. Washington DC: Overseas Development Council. Mellor JW. 1989. The Balance Between Industry and Agriculture. Houndmills: Macmillan. Mellor JW, Lele U. 1973. Growth Linkages of the New Foodgrain Technologies. Indian Journal of Agricultural Economics 28(1):19-37 Miller RE, Blair PD. 1985. Input Output Analysis: Foundation and Extensions. New Jersey: Prentice Hall Inc. Mulder N. 1999. The Economic Performance of the Service Sector in Brazil, Mexico and the USA: A Comparative Historical Perspective PhD Thesis. Groningen: University of Groningen. Nasoetion LI. 1991. Perekayasaan Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia untuk Meningkatkan Efisiensi Sektor Pertanian. Seminar Pembangunan Pertanian dalam PJP II; Bogor, 19 Sep 1991. Nazara S. 1997. Analisis Input Output. Jakarta: LP-FEUI. Nazara S, Amir H. 2005. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (economic landscape) dan Kebijakan Strategi Pembangunan Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000 Analisis Input Output. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia FEUI edisi Januari 2005. Perroux F. 1955. Note sur la Notion de Pole de Croissance. Economique Applique 1(2):307-322 Poot H, Kuyvenhoven A, Jansen J. 1992. Industrialisation and Trade in Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ramos NM, Estrada G, Felipe J. 2010. Exploring the Philipine Economic Landscape and Structural Change using the Input Output Framework. Mandaluyong City: Central and West Asia Department, Asian Development Bank. Rasmussen P. 1956. Studies in Intersectoral Relations. Amsterdam: NorthHolland PC. Rowthorn R, Couts K. 2004. De-industrialization and the Balance of Payments in Advanced Economies. Cambridge Journal of Economics 28:767-790 Ruky IMS. 2008. Industrialisasi di Indonesia: Dalam Jebakan Mekanisme Pasar dan Desentralisasi. Di dalam: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; Jakarta, 15 November 2008. Jakarta: FEUI. Hlm 1-61. 91 Saraan S. 2006. Analisis Transformasi Struktural Ekonomi di Indonesia Thesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sholihah DHA. 2008. Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Skripsi. Bogor: FEM Institut Pertanian Bogor. Tambunan TTH. 2006. Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Munandar, Haris. Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Weinstein. 1976. Indonesian Foreign Policy and Dilemma of Dependence: from Soekarno to Soeharto. Cornell: Cornell University Press. 92 Halaman ini sengaja dikosongkan LAMPIRAN 94 Halaman ini sengaja dikosongkan 95 Lampiran 1. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 R-square 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,887 0,919 0,988 0,991 0,871 0,731 0,938 0,841 0,991 0,976 0,969 0,936 0,999 0,819 0,904 0,887 0,760 0,934 0,956 0,974 0,997 0,687 0,794 0,927 0,750 0,722 0,879 0,960 0,985 0,364 0,723 0,909 0,114 0,979 0,987 0,998 0,975 0,121 0,400 0,668 0,336 ts 0,958 ts 0,994 0,506 0,732 0,718 0,030 0,990 0,111 0,996 0,949 0,235 0,925 0,853 0,696 0,009 0,412 0,935 0,735 0,998 0,981 0,576 0,905 0,626 0,511 0,758 0,576 0,955 0,796 0,839 0,734 0,853 0,704 0,984 0,991 0,998 0,878 0,623 0,351 0,746 0,571 0,723 0,984 0,948 0,986 0,979 0,921 0,962 0,388 0,063 0,902 1,000 0,337 0,876 0,831 0,695 0,760 0,470 0,964 0,745 0,955 0,952 0,812 0,904 0,600 0,925 0,955 0,968 0,991 0,942 0,950 0,963 0,883 0,898 0,803 0,996 0,982 0,450 0,584 0,933 0,164 0,890 0,968 0,998 0,993 0,952 0,966 0,918 0,435 0,881 0,426 ts 0,863 0,960 0,541 0,828 0,020 0,349 0,201 0,887 0,899 0,917 0,897 0,991 0,950 1,000 0,999 0,935 0,985 0,980 0,940 0,976 0,957 0,618 0,143 0,981 0,993 0,995 0,995 0,998 0,993 0,816 0,739 0,612 0,973 0,732 0,638 0,733 0,942 0,782 0,682 0,287 0,979 0,995 0,909 0,398 0,974 0,546 0,919 0,727 0,979 0,743 0,866 0,814 0,666 0,245 0,781 0,482 0,754 0,923 0,429 0,923 0,945 0,508 0,372 0,915 0,355 0,783 0,142 0,999 1,000 0,629 0,072 0,764 0,513 0,592 0,586 0,951 0,973 catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen, kecuali berkode “ts” 96 Lampiran 2. Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder R-square 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,9494 0,9707 0,9409 0,9386 0,9771 0,6233 0,7285 0,9804 0,8023 0,7912 0,7833 0,8040 0,9715 0,5393 0,8797 0,8136 0,9979 0,9994 0,9992 0,9994 0,9995 0,9988 0,9993 0,9985 0,9863 0,9881 0,2185 0,3369 0,8787 0,7201 0,6826 0,9905 0,8400 0,9191 0,9980 0,9848 0,9771 0,9929 0,9985 0,9896 0,6587 0,9187 0,9693 0,8220 0,6922 0,5588 0,7922 0,8107 0,7806 0,6630 0,7473 0,8872 0,9344 0,6160 0,5571 0,8170 0,9045 0,5707 0,6824 0,7841 0,8904 0,7901 0,8725 0,9323 0,8962 0,5048 0,9791 0,5546 0,7761 0,9493 0,8463 0,8477 0,9712 0,9929 0,9534 0,9911 0,9811 0,8722 0,9344 0,9354 0,9120 0,9104 0,9611 0,9361 0,9402 0,9246 0,8956 0,9813 0,9603 0,9503 0,9966 0,9642 0,9916 0,9893 0,9963 0,9813 0,3327 0,7152 0,9493 0,8604 0,9885 0,1477 0,9973 0,9993 0,6522 0,9386 0,9963 0,9929 0,9977 0,4602 0,9941 0,9851 0,9984 0,9951 0,9998 0,9991 0,9997 0,9985 0,9999 1,0000 0,8608 0,1614 0,6176 0,9429 0,9927 0,8960 0,9844 0,9873 0,8093 0,4814 0,8794 0,6270 0,8831 0,6653 0,7038 0,9831 0,6086 0,3177 0,8175 0,5177 0,9395 0,2676 0,9765 0,9311 0,8542 0,9442 0,8621 0,9765 0,8655 0,8738 0,9543 0,9577 0,9990 0,9901 0,8119 0,8313 0,9112 0,8650 0,9981 0,9803 0,9178 0,9425 0,9543 0,9005 0,9427 0,8624 0,9772 0,9662 0,8977 0,7250 0,9975 0,9993 0,9913 0,9014 0,9580 0,9969 0,8799 0,9530 0,9895 0,9837 0,9803 0,9368 0,9660 0,9986 0,7954 0,4772 0,7015 0,6863 0,6768 0,8341 0,8583 0,9092 0,9043 0,8467 0,9633 0,9017 0,7602 0,3737 0,2790 0,9604 0,8686 0,7351 0,9369 0,9012 0,8807 0,8385 0,9713 0,9637 catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen 97 Lampiran 3. Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer Nilai 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 0,00005 -0,00020 0,00002 2008 -0,00014 0,00011 0,00048 0,00052 0,00047 -0,00011 0,00015 0,00004 0,00027 0,00009 0,00028 0,00034 0,00034 -0,00019 -0,00009 -0,00037 0,00041 0,00003 0,00072 0,00014 -0,00018 0,00003 0,00005 -0,00004 0,00000 -0,00001 0,00039 0,00009 0,00023 0,00043 0,00000 -0,00006 -0,00002 -0,00004 0,00088 0,00084 -0,00002 -0,00001 0,00052 0,00001 0,00081 0,00012 -0,00062 0,00204 -0,00015 -0,00006 0,00614 0,00335 -0,00012 0,00008 0,00073 0,00074 0,00071 0,00076 -0,00011 0,00036 -0,00011 -0,00001 0,00097 0,00073 0,00008 0,00013 0,00017 0,00043 0,00009 -0,00024 -0,00001 0,00052 -0,00094 0,00003 -0,00031 -0,00017 -0,00006 0,00085 0,00089 0,00261 -0,00018 -0,00005 0,00137 -0,00035 -0,00225 -0,00074 0,00081 0,00039 -0,00151 0,00061 0,00163 -0,00055 0,00005 0,00299 0,00039 0,00076 0,00046 -0,00069 0,00059 -0,00007 0,00040 -0,00013 -0,00011 0,00010 -0,00052 0,00031 0,00003 -0,00038 -0,00020 -0,00020 -0,00005 0,00001 -0,00047 0,00008 0,00006 -0,00032 0,00002 0,00008 0,00044 0,00020 -0,00061 0,00060 -0,00009 0,00010 -0,00002 -0,00017 0,00033 0,00033 -0,00105 -0,00035 0,00011 0,00048 -0,00039 0,00279 0,00131 0,00008 0,00033 0,00075 0,00057 0,00052 -0,00063 -0,00066 -0,00134 0,00020 0,00093 0,00002 -0,00006 0,00256 -0,00055 0,00143 0,00096 -0,00032 -0,00115 0,00066 0,00080 -0,00013 -0,00096 -0,00005 -0,00125 0,00010 0,00027 0,00017 0,00002 0,00056 0,00016 0,00076 0,00036 0,00054 -0,00027 -0,00002 0,00018 0,00070 -0,00002 0,00004 -0,00026 0,00138 -0,00005 0,00050 -0,00011 0,00015 -0,00011 0,00083 -0,00015 0,00010 0,00007 0,00224 -0,00022 0,00263 0,00047 0,00019 -0,00010 0,00094 -0,00092 0,00019 0,00042 0,00004 0,00057 0,00000 0,00015 0,00012 -0,00002 0,00032 0,00142 0,00059 0,00105 0,00068 0,00064 0,00011 -0,00009 catatan: semua nilai tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen 98 Lampiran 4. Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder Nilai 1975 1980 1985 0,00264 0,00237 0,00076 0,00097 -0,00025 0,00030 1990 1995 2000 2005 -0,00084 0,00151 0,00035 0,00221 -0,00142 0,00320 0,00047 0,00021 0,00133 0,00087 0,00035 0,00016 -0,00058 -0,00069 0,00046 0,00001 0,00058 0,00032 0,00218 -0,00024 0,00820 0,00528 0,00109 -0,00156 0,00239 -0,00070 0,00083 -0,00303 -0,00012 -0,00100 0,00052 -0,00236 0,00111 0,00251 0,00174 0,00109 0,00160 0,00059 0,00370 -0,00015 0,00308 0,00022 0,00071 0,00205 0,00131 -0,00029 -0,00056 -0,00021 0,00475 -0,00009 -0,00057 0,00117 0,00328 0,00147 0,00103 0,00100 0,00069 -0,00029 -0,00141 0,00287 0,00067 0,00195 0,00252 0,00054 0,00221 0,00097 -0,00006 -0,00019 0,00067 -0,00067 0,00085 0,00284 -0,00010 0,00053 0,00071 -0,00105 0,00006 0,00079 0,00100 0,00145 0,00156 -0,00081 0,00091 -0,00343 0,00054 0,00022 -0,00042 0,00059 0,00046 0,00111 0,00283 -0,00442 0,00203 -0,00119 -0,00084 0,00586 -0,00007 -0,00004 0,00053 -0,00016 -0,00082 -0,00025 0,00005 0,00463 0,00095 0,00011 -0,00049 -0,00148 0,00005 0,00012 -0,00020 -0,00035 0,00010 -0,00005 0,00252 0,00573 0,00452 0,00031 0,00046 -0,00015 0,00090 -0,00097 0,00058 0,00213 0,00039 0,00188 0,00060 0,00165 0,00208 -0,00040 0,00148 0,00161 0,00183 0,00269 0,00040 0,00445 0,00024 -0,00177 -0,00134 -0,00203 0,00348 -0,00102 0,00228 0,00032 -0,00001 0,00044 -0,00055 0,00144 0,00504 -0,00080 -0,00090 -0,00194 0,00073 -0,00190 0,00186 -0,00052 0,00124 -0,00033 0,00005 0,00250 0,00126 -0,00024 0,00103 -0,00520 -0,00043 -0,00027 0,00192 0,00374 -0,00186 -0,00063 -0,00360 -0,00372 0,00169 0,00144 -0,00032 0,00042 -0,00037 0,00002 0,00089 0,00304 0,00052 0,00188 -0,00046 0,00316 0,00208 0,00173 0,00065 0,00073 -0,00034 0,00249 0,00244 0,00063 0,00558 0,00061 0,00140 0,00090 0,00057 0,00074 0,00071 0,00136 0,00023 -0,00063 catatan: semua nilai tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen 2008 99 Lampiran 5. Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer Nilai 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,994 1,390 1,344 1,016 0,969 0,891 1,420 0,991 0,835 0,949 1,405 0,784 0,980 0,953 1,076 0,933 1,303 1,471 1,511 0,752 1,011 0,686 1,547 1,051 0,725 0,798 1,307 0,989 1,003 0,683 2,110 0,875 0,843 1,073 1,396 0,953 1,191 0,303 0,876 0,973 1,245 0,473 0,992 0,582 1,483 1,374 0,156 1,003 1,000 0,673 0,080 1,106 0,996 0,842 0,885 0,970 0,758 0,828 1,082 1,066 0,790 0,909 0,963 1,068 0,793 0,952 1,167 0,932 1,648 1,346 0,935 1,628 0,957 1,091 1,120 1,049 0,739 1,067 0,594 1,239 0,905 1,838 0,995 1,739 1,170 0,923 1,021 1,265 0,543 1,623 1,373 1,012 0,394 0,910 0,970 0,950 1,222 0,276 1,023 0,802 1,190 1,150 1,290 1,005 0,973 0,995 1,744 1,382 1,199 1,159 1,197 1,159 0,951 0,919 1,654 1,035 1,112 0,454 1,179 1,592 0,409 1,214 1,268 0,955 1,369 1,629 0,984 1,495 0,976 0,427 1,166 1,468 0,136 0,734 0,937 0,981 0,645 0,583 2,023 1,291 1,313 1,302 0,755 1,236 0,929 1,277 0,759 1,067 0,727 0,849 0,987 1,129 0,293 1,711 1,978 1,398 0,882 1,764 0,774 1,278 0,897 0,875 0,642 1,077 0,998 0,939 0,645 1,442 1,338 0,942 1,382 1,005 0,998 1,205 0,423 1,343 1,335 0,929 1,235 1,194 0,748 1,269 0,745 1,419 0,497 1,021 0,517 0,460 0,954 1,428 0,760 1,229 0,293 2,677 1,105 0,400 1,104 0,900 1,258 1,205 0,715 0,351 0,897 0,660 0,910 0,882 0,870 1,154 catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen 100 Lampiran 6. Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 Nilai-nilai pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder Nilai 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,769 0,578 0,929 1,232 0,911 1,018 0,756 1,137 0,926 1,013 0,661 0,753 1,126 0,802 0,971 0,965 0,963 0,947 1,168 1,060 0,910 0,996 0,863 0,973 0,796 0,998 0,278 0,383 0,922 1,160 0,827 1,064 0,700 1,847 0,999 1,045 0,892 1,649 0,896 0,774 0,859 0,995 0,857 0,724 0,680 1,036 0,726 0,980 0,467 0,941 1,008 0,983 1,204 0,914 0,594 1,005 0,949 0,806 0,665 0,575 0,780 0,787 0,854 1,051 1,158 0,714 0,875 0,657 0,756 1,022 0,852 0,908 0,975 1,001 0,939 1,141 0,872 0,702 0,958 0,920 0,928 1,006 1,150 0,807 1,092 0,834 0,735 1,089 1,007 1,709 0,893 0,986 1,003 1,001 0,941 0,885 0,198 2,802 0,834 1,191 1,064 0,459 0,948 1,004 1,054 0,855 1,218 1,044 0,972 0,551 0,966 0,995 1,144 1,424 0,631 1,020 0,934 0,945 0,808 1,007 0,751 0,433 0,581 1,008 0,916 0,990 0,975 1,083 0,980 0,892 0,854 0,834 0,945 0,798 0,680 1,051 0,509 0,789 1,189 0,780 0,826 0,551 0,915 1,198 1,086 1,037 0,518 1,247 0,650 1,303 1,018 0,955 1,081 1,099 0,370 1,177 1,099 1,219 0,974 1,167 0,884 1,062 0,840 1,034 0,945 0,776 0,818 0,862 0,974 1,587 1,131 1,013 0,831 0,648 1,144 1,127 1,734 1,467 0,781 0,810 0,987 0,902 1,092 0,998 0,872 0,349 1,412 0,722 1,125 0,754 0,809 0,830 0,877 1,038 1,435 0,648 0,536 1,315 0,454 0,846 0,847 0,939 0,934 0,994 0,872 0,876 0,945 1,057 catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen 101 Lampiran 7. Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1975 Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektorsektor Primer 1980 1985 Deviasi (%) 1990 1995 2000 2005 2008 14,45 22,75 (21,62) 0,80 33,73 8,08 13,50 3,25 (26,84) 15,25 15,00 28,21 211,46 80,02 67,36 175,39 (5,74) 3,21 (4,34) (31,80) 31,03 5,86 (26,35) (22,40) (15,23) 38,93 (5,93) 22,16 20,14 (9,42) (26,50) 1,03 (3,80) 8,91 (0,14) 1,63 2,40 11,13 (20,03) (10,87) (34,71) (194,59) (520,54) 829,22 166.746,44 7.472,00 145,08 2.466,79 89,50 (18,44) 12,74 (3,29) 3,85 6,12 18,73 72,24 52,48 (46,50) (16,99) 23,88 6,40 252,29 159,12 124,71 11,68 19,34 56,90 154,79 (6,17) 61,90 163,61 27,89 78,79 (41,31) (1,05) 12,26 16,24 245,10 (14,24) (49,10) 144,44 (38,57) (8,31) (611,60) (4,21) (529,63) 124,27 (18,12) 162,43 (13,33) (41,52) (216,39) (22,28) 374,82 (9,27) 381,04 143,47 (4,14) (26,26) (395,12) 6,79 849,11 272,74 231,98 149,91 (6,69) 197,85 306,59 (20.819,41) (20,59) 54,92 179,07 409,48 930,01 158,31 (2.923,04) 122,72 435,52 5.163,83 623,10 (20,38) (5,14) 4,87 37,07 (32,95) 22,64 (7,76) 65,47 13,63 34,53 (26,12) 49,93 (68,71) (29,22) 69,98 (13,09) 28,70 (34,44) 55,89 (0,24) 69,09 60,18 8,51 (41,68) 2,86 (14,82) 2,51 16,02 1,54 3,42 13,04 (12,35) 35,99 (5,55) (18,01) (14,14) 16,50 (16,16) (11,09) (19,98) 28,35 (16,98) 272,18 30,87 (10,44) 87,40 290,48 (3,31) 100,83 (7,90) (405,65) (30,14) 7,71 16,14 (10,73) (12,34) 50,73 30,42 12,82 (13,31) 6,57 4,23 (15,39) (19,29) 74,64 50,29 (1.563,12) (3,14) 16,13 (20,17) (0,78) 1,49 8,63 1,63 92,78 67,55 161,05 (4,23) 40,36 85,19 26,33 14,96 10,38 (36,49) (7,62) 160,50 83,76 (5,29) catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif (deviasi under estimate) 102 Lampiran 8. Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektorsektor Sekunder 1975 27,22 190,57 4,09 (17,19) (10,85) 5,14 148,79 4,03 26,49 10,61 88,62 121,10 44,75 122,18 233,48 (1,12) 67,28 288,54 2.182,70 258,28 63,16 252,95 64,06 167,47 179,00 (0,55) 1980 33,63 96,60 14,32 28,01 34,68 (6,20) 12,19 27,80 3,97 13,28 69,65 32,31 (11,72) 166,76 45,55 115,64 104,46 19,45 276,22 81,35 210,65 100,05 230,28 133,90 84,61 3,17 1985 8,03 (9,79) (9,51) (16,58) (5,96) (10,59) 14,36 (19,61) 7,75 33,86 (9,97) 102,54 (33,40) 268,14 (17,53) (0,64) 10,56 (19,44) 328,89 39,47 86,07 324,68 100,29 92,47 (5,68) (0,49) Deviasi (%) 1990 1995 7,91 4,01 25,63 (1,18) 7,24 5,61 4,70 1,84 48,88 (13,77) (5,53) (3,67) 44,00 3,28 5,36 7,28 49,87 45,21 22,30 12,59 (8,91) (3,01) (2,95) 22,52 30,12 14,39 226,49 135,05 61,52 183,35 51,39 (5,26) 121,41 14,59 122,36 25,11 61,18 138,52 84,21 217,84 70,16 145,98 408,09 268,69 173,72 86,39 430,71 91,38 19,99 29,80 3,70 0,01 2000 (13,78) (19,79) 14,31 9,47 (669,71) (14,49) 31,00 1,35 91,49 25,80 32,26 50,15 384,27 215,58 31,14 50,32 48,63 (11,43) 206,21 175,54 18,34 116,99 97,38 95,42 23,04 2,72 2005 16,07 2,31 (17,47) (8,33) 168,28 13,38 24,96 5,57 110,17 2,99 43,94 40,20 (7,83) 192,85 (13,83) 16,88 52,31 (30,93) 475,72 80,46 (6,79) 87,50 27,85 156,25 (13,36) (0,21) 2008 2,48 36,16 (7,65) 1,05 14,50 17,89 15,01 3,76 (425,70) (2,15) (25,13) 80,99 7,89 36,11 54,95 15,01 86,84 55,25 387,51 152,20 (11,26) 58,84 85,55 70,32 97,80 (0,53) catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif (deviasi under estimate) Lampiran 9. Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektorsektor Tersier 1975 23,91 23,45 270,88 75,69 (21,02) 29,52 (22,70) 72,91 (31,28) 10,42 3,29 29,76 - 1980 19,71 11,72 39,29 18,35 4,76 9,00 157,22 5,54 64,23 7,15 (0,00) 2,24 0,61 - 1985 (2,09) 6,80 4,35 0,22 (6,19) 103,85 1,74 (20,37) 0,86 (10,51) 17,28 13,69 (100,00) Deviasi (%) 1990 1995 40,85 22,40 8,32 3,81 42,74 21,53 13,72 13,86 6,75 49,82 27,44 35,96 57,97 (19,57) 10,39 5,43 8,56 6,94 24,02 (24,71) 3,89 21,33 (3,12) 25,78 5,44 4,14 1.944,43 2000 (29,11) 34,77 23,38 111,24 (2,64) 56,08 199,47 13,28 19,13 128,78 (3,23) 7,20 6,61 455,79 2005 20,62 (0,65) 4,02 5,07 24,94 44,75 138,62 (1,98) (1,00) 50,19 (0,09) 4,30 (18,80) 396,15 catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif (deviasi under estimate) 2008 1,21 17,51 74,82 4,68 355,70 8,81 71,03 1,37 14,85 63,02 (5,23) 6,22 14,62 419,76 103 Lampiran 10. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 16,34 0,82 0,16 0,84 0,29 0,32 1,88 0,76 1,44 0,66 0,61 0,72 0,32 1,08 0,34 0,07 0,11 1,39 0,43 0,84 1,11 0,59 2,09 0,40 3,67 0,97 17,45 1,26 0,24 1,07 0,54 0,22 1,09 0,47 0,89 0,07 0,37 0,21 0,20 1,09 0,56 0,10 0,13 1,44 0,34 0,43 0,91 0,51 1,23 0,43 2,72 1,23 11,88 0,84 0,20 0,40 0,35 0,36 1,31 0,67 0,77 0,27 0,71 0,37 0,16 1,14 0,46 0,10 0,12 1,91 0,65 0,60 1,94 0,64 0,65 0,99 6,53 1,34 Pangsa Permintaan Antara (%) 1985 1990 1995 2000 10,18 0,70 0,22 0,31 0,36 0,42 0,38 0,76 0,59 0,42 0,74 0,27 0,13 0,72 0,37 0,09 0,21 1,74 0,61 0,80 1,69 0,06 0,53 0,39 9,55 1,41 8,76 0,71 0,35 0,18 0,38 0,15 0,54 0,57 0,26 0,47 0,27 0,25 0,07 0,36 0,04 0,08 0,14 1,27 0,63 0,90 1,79 0,13 0,85 0,60 6,73 2,07 5,12 0,50 0,45 0,16 0,45 0,35 0,80 0,82 0,37 0,59 0,24 0,30 0,10 0,13 0,04 0,24 0,34 1,20 0,73 0,89 1,75 0,12 1,07 0,65 3,27 2,24 4,16 0,37 0,48 0,22 0,33 0,33 0,90 0,38 0,29 0,40 0,06 0,14 0,04 0,14 0,47 0,19 0,49 0,73 0,59 1,04 1,18 0,11 0,80 1,86 7,49 1,31 2005 2008 2,96 0,29 0,46 0,22 0,78 0,36 0,83 0,23 0,20 0,69 0,07 0,18 0,03 0,08 0,26 0,21 0,30 0,57 0,55 0,83 0,70 0,11 0,90 1,90 6,16 1,37 3,13 0,24 0,71 0,20 1,00 0,46 0,66 0,19 0,21 1,45 0,06 0,08 0,02 0,05 0,24 0,16 0,37 1,08 0,57 0,99 0,75 0,11 1,37 2,36 6,12 1,67 104 Lampiran 11. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 0,69 1,29 0,31 0,82 0,40 0,55 0,48 0,88 1,59 2,89 2,56 1,50 0,83 1,90 4,71 1,07 1,30 0,91 1,36 0,59 2,02 1,13 1,20 0,31 2,22 1,54 1975 0,44 0,67 0,77 1,75 0,58 0,47 0,18 0,92 1,57 2,41 2,08 1,13 1,15 3,00 3,32 1,62 1,59 0,90 2,42 0,61 3,26 2,54 3,36 0,15 1,53 2,02 1980 0,28 0,29 0,99 0,71 0,54 0,68 0,21 0,10 1,17 1,89 1,37 1,55 1,26 3,90 5,88 1,15 1,15 0,84 3,46 0,63 2,62 4,24 3,61 0,25 1,30 1,82 Pangsa Permintaan Antara (%) 1985 1990 1995 2000 0,21 0,23 0,36 0,81 0,53 0,46 0,76 1,66 1,00 0,76 0,99 0,58 0,34 0,56 0,77 0,67 0,42 0,43 0,91 0,56 0,85 1,17 1,65 2,36 0,18 0,16 0,21 0,10 0,73 0,56 0,45 0,40 1,04 2,34 2,33 1,62 1,26 1,87 2,03 1,75 1,71 2,21 2,25 1,23 1,32 2,37 2,76 2,85 1,54 1,28 0,97 0,47 4,06 5,40 6,57 6,01 7,20 5,51 3,55 4,82 1,51 1,48 2,23 1,77 1,29 1,24 1,24 0,86 0,95 0,65 0,60 0,50 2,06 3,05 2,88 2,12 0,76 1,04 0,97 0,63 2,47 3,01 1,92 2,06 3,59 4,89 4,91 3,19 1,99 2,48 2,47 3,38 0,27 0,30 0,43 0,21 1,69 1,85 1,76 1,64 1,87 1,54 1,86 1,45 2005 0,67 1,32 0,93 0,70 0,37 1,64 0,10 0,31 1,25 1,66 1,32 2,70 0,74 5,49 6,38 2,13 0,94 0,73 2,24 0,84 2,72 5,37 3,53 0,33 2,18 1,76 2008 0,71 1,09 1,03 0,77 0,27 1,55 0,08 0,27 0,53 1,40 1,87 2,06 1,24 6,07 6,27 2,02 0,81 0,67 2,32 0,53 3,72 5,65 2,98 0,27 1,60 1,87 2005 7,67 1,50 0,06 2,56 1,34 0,58 1,02 1,48 4,42 5,64 0,10 0,58 3,34 0,12 2008 7,97 1,36 0,04 2,59 1,04 0,60 0,81 1,58 4,15 4,29 0,22 0,46 2,97 0,02 Lampiran 12. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 10,07 1,25 0,29 4,52 0,31 0,36 0,85 0,37 1,94 1,31 0,15 3,87 1,45 1975 9,15 1,26 0,08 2,77 0,59 0,38 1,56 0,45 3,29 1,43 0,31 2,82 0,26 1980 8,53 1,01 0,05 2,19 0,66 0,48 1,08 0,45 2,51 2,44 0,20 3,10 0,06 Pangsa Permintaan Antara (%) 1985 1990 1995 2000 9,43 7,71 6,81 11,29 1,19 1,30 1,59 1,51 0,05 0,04 0,06 0,06 2,39 2,65 3,05 2,11 0,73 0,81 0,86 1,28 0,47 0,57 0,72 0,90 1,18 1,09 1,69 1,13 0,70 0,78 1,17 0,98 2,88 3,46 4,29 4,14 2,86 2,93 6,00 5,14 0,17 0,35 0,28 0,47 0,47 3,06 2,33 2,12 2,48 0,17 0,63 0,40 0,15 105 Lampiran 13. Pangsa Output Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 Pangsa Output (%) 1985 1990 1995 2000 2005 2008 6,53 0,54 0,52 1,10 1,37 1,00 0,75 0,30 0,84 0,29 0,23 0,29 0,13 0,23 0,06 0,20 0,05 0,70 0,90 0,70 1,34 0,31 2,02 0,42 3,93 0,44 6,34 0,75 0,79 1,40 2,64 0,08 0,42 0,17 0,63 0,27 0,16 0,21 0,07 0,19 0,05 0,13 0,08 0,52 0,96 0,59 1,06 0,20 1,20 0,45 11,45 0,45 4,50 0,59 0,50 0,77 1,83 0,00 1,26 0,26 0,54 0,25 0,31 0,69 0,25 0,38 0,03 0,13 0,05 0,78 0,98 0,76 1,82 0,31 0,95 0,56 17,35 0,49 4,29 0,63 0,51 0,96 2,15 0,01 0,18 0,32 0,50 0,32 0,32 0,39 0,13 0,27 0,08 0,17 0,11 0,78 1,32 0,83 0,89 0,08 0,88 0,23 9,30 0,52 2,10 0,26 0,40 0,54 1,36 0,00 0,44 0,19 0,26 0,20 0,04 0,07 0,02 0,06 0,01 0,27 0,27 0,40 0,99 1,32 0,64 0,10 1,44 1,90 4,80 0,58 1,49 0,18 0,45 0,38 1,46 0,02 0,41 0,12 0,17 0,35 0,04 0,17 0,01 0,04 0,01 0,21 0,17 0,38 0,69 0,82 0,38 0,09 1,28 2,42 3,75 0,64 1,61 0,14 0,71 0,28 1,72 0,02 0,34 0,10 0,18 0,74 0,04 0,10 0,01 0,03 0,01 0,19 0,21 0,72 0,79 1,03 0,42 0,09 1,75 2,51 3,50 0,80 3,82 0,69 0,43 0,72 2,11 0,02 0,25 0,25 0,32 0,29 0,11 0,20 0,05 0,16 0,03 0,14 0,19 0,61 0,93 0,88 0,86 0,09 0,92 0,69 6,23 0,85 2,37 0,37 0,33 0,45 1,62 0,01 0,38 0,38 0,31 0,28 0,12 0,14 0,05 0,06 0,02 0,21 0,16 0,57 1,27 0,96 0,90 0,09 1,20 0,96 2,83 1,00 106 Lampiran 14. Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 Pangsa Output (%) 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,25 1,64 3,00 6,01 1,16 1,78 0,27 1,87 0,37 3,31 1,25 0,57 0,05 0,82 2,71 1,51 0,46 0,24 0,07 0,25 0,78 0,25 1,31 0,21 1,16 7,69 0,94 0,71 5,32 4,14 0,85 1,57 0,15 1,87 0,44 2,37 0,96 0,56 0,19 0,78 1,61 1,11 0,45 0,16 0,07 0,23 0,80 0,55 2,31 0,17 0,77 9,23 0,67 0,50 4,07 2,48 0,60 1,07 0,14 1,60 0,51 1,75 0,93 0,48 0,42 0,93 2,13 0,52 0,38 0,28 0,48 0,50 0,65 1,59 1,89 0,14 0,69 9,87 0,75 0,79 4,84 0,62 0,72 1,03 0,16 2,05 0,55 1,51 1,56 0,54 0,72 0,97 6,42 1,20 0,49 0,41 0,51 0,52 0,70 1,36 1,22 0,17 1,08 10,73 1,61 1,02 2,89 1,15 0,96 2,18 0,28 1,78 1,11 3,39 2,35 1,48 0,52 2,27 2,62 2,23 0,60 0,25 0,95 0,43 0,76 2,50 1,99 0,42 1,21 10,43 1,50 1,84 2,43 1,05 0,27 2,49 0,28 1,33 1,09 3,77 2,13 2,07 0,26 2,54 4,09 2,13 0,59 0,29 0,74 0,50 1,02 3,90 2,19 0,42 1,13 8,43 1,12 1,63 1,97 0,87 0,19 1,70 0,21 1,27 0,79 3,22 1,48 1,68 0,34 2,35 4,10 2,24 0,58 0,37 0,56 0,74 1,42 4,78 2,79 0,33 1,56 10,17 1,28 1,87 2,26 0,98 0,22 1,64 0,17 1,12 0,37 2,44 1,66 1,39 0,47 2,71 3,88 2,19 0,49 0,35 0,50 0,63 2,20 4,54 2,42 0,29 1,18 11,81 2000 2005 2008 9,12 3,54 0,08 1,79 1,15 0,94 0,73 0,90 3,11 2,86 2,57 2,78 3,18 0,04 8,93 3,92 0,08 2,72 1,11 0,75 0,67 1,67 3,07 3,12 2,55 3,44 3,34 0,04 9,49 3,20 0,06 2,54 0,71 0,67 0,48 1,81 2,57 2,81 2,61 3,14 2,76 0,04 1,04 0,76 4,23 0,76 0,53 1,37 0,15 1,91 0,87 2,98 2,45 1,17 0,62 1,53 5,17 1,33 0,44 0,30 0,92 0,52 0,87 2,07 1,63 0,15 1,22 10,56 Lampiran 15. Pangsa Output Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1980 Pangsa Output (%) 1985 1990 1995 12,24 3,68 0,15 4,57 1,24 0,38 0,81 0,24 0,83 2,22 2,61 1,25 4,09 0,53 9,97 2,72 0,09 2,92 0,76 0,53 1,16 0,25 1,34 2,11 3,28 1,90 3,40 0,00 8,36 3,03 0,07 2,70 0,83 0,57 0,56 0,35 1,22 2,41 3,23 2,33 2,72 0,00 8,30 3,48 0,07 3,35 0,90 0,48 0,83 0,50 1,87 2,99 3,83 2,17 3,39 0,03 8,36 4,01 0,06 2,98 1,03 0,82 0,70 0,58 3,13 2,70 2,76 1,95 3,46 0,05 8,00 4,76 0,06 2,50 0,72 0,82 1,10 0,81 3,40 5,35 2,84 2,59 2,62 0,03 107 Lampiran 16. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektorsektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 100,00 60,19 12,19 30,59 8,32 12,69 99,71 100,00 68,09 92,23 100,00 100,00 100,00 99,80 95,14 13,83 69,46 79,21 19,06 47,02 33,15 75,79 41,33 37,50 37,04 84,43 100,00 61,34 11,03 27,92 7,37 51,64 94,59 99,89 51,63 9,55 79,00 36,09 99,99 99,57 89,11 29,69 48,70 100,79 12,80 26,36 31,42 94,89 37,17 33,67 8,61 89,30 96,73 49,66 14,13 18,97 6,91 95,03 38,24 95,66 52,20 40,17 78,62 19,69 22,52 95,59 87,68 28,36 82,32 88,92 24,40 28,76 39,09 76,26 24,85 62,07 13,14 94,55 Pangsa Permintaan Antara (%) 1985 1990 1995 2000 98,05 41,45 17,24 13,31 6,88 94,86 89,35 99,93 48,59 52,89 92,53 28,91 40,77 98,47 71,60 22,00 79,32 92,20 19,11 39,57 78,58 30,20 24,88 56,21 39,98 99,55 99,86 40,28 35,05 11,07 7,80 71,22 92,55 98,69 35,53 70,30 87,93 54,08 58,66 96,74 65,76 23,90 33,05 90,15 29,55 44,38 89,73 62,45 40,26 36,32 43,00 96,74 99,84 53,45 57,14 16,94 12,60 88,78 96,88 99,46 54,97 96,97 89,54 96,65 85,62 97,67 96,20 50,89 97,54 91,46 26,24 42,47 89,52 58,72 41,34 30,52 48,15 97,24 97,54 54,53 52,67 20,34 11,30 92,89 99,34 98,08 55,61 99,72 87,51 93,40 86,63 93,47 98,76 34,43 89,96 82,02 29,55 38,79 88,89 53,58 27,50 47,50 65,46 99,46 2005 2008 98,15 59,58 49,96 28,93 25,02 96,08 98,62 99,00 59,56 98,08 87,60 52,85 97,09 96,77 96,38 46,01 88,55 70,38 39,40 49,30 89,19 54,38 34,68 38,00 61,19 97,61 98,22 55,88 50,27 36,99 27,94 96,99 96,86 98,30 58,77 99,62 85,57 37,56 83,69 91,08 97,69 40,85 88,35 72,06 36,34 48,69 89,97 60,08 39,62 46,56 65,61 97,76 108 Lampiran 17. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektorsektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 20,32 31,18 3,60 5,35 12,24 12,07 65,32 18,71 94,84 30,34 80,29 62,41 99,94 52,21 66,07 25,96 88,75 100,00 93,03 67,59 67,77 9,50 22,14 32,58 76,19 7,99 1975 15,39 34,03 4,81 15,37 23,04 10,64 38,98 17,48 80,40 33,72 77,75 55,17 95,53 64,44 47,49 46,28 91,53 99,83 84,05 61,15 80,41 28,93 29,13 17,50 72,61 7,97 1980 13,25 20,23 7,83 10,53 27,08 22,43 48,03 2,32 78,17 36,61 53,49 79,61 90,63 68,34 56,03 71,02 91,16 96,37 95,23 35,07 81,11 42,45 28,98 28,21 69,24 6,77 Pangsa Permintaan Antara (%) 1985 1990 1995 10,90 9,01 9,59 26,41 25,21 32,15 8,52 7,77 15,28 22,70 28,95 29,70 24,21 31,94 41,16 32,98 34,92 33,70 47,79 41,68 31,28 14,62 12,86 11,47 73,69 81,16 77,10 33,02 24,27 25,07 45,15 39,08 43,97 75,06 72,99 74,36 80,88 80,92 79,65 73,84 69,12 77,88 44,22 43,17 54,09 49,21 44,00 43,47 85,88 75,37 80,28 95,23 94,98 99,46 97,41 91,15 92,12 46,44 62,44 66,12 85,23 84,79 80,54 42,64 34,93 37,01 34,48 33,11 33,55 32,74 26,06 23,06 64,53 65,81 67,01 7,22 6,35 8,22 2000 24,02 42,20 11,42 29,65 40,14 44,15 15,52 14,14 68,57 20,46 28,14 55,87 66,90 65,26 41,78 37,11 62,25 85,64 87,25 44,85 70,94 26,43 42,13 17,47 71,64 8,47 2005 24,95 37,61 22,90 37,05 46,98 43,66 21,52 11,57 70,77 23,85 42,69 66,72 80,91 67,06 57,36 43,08 71,17 95,93 89,79 44,94 72,96 36,92 43,07 31,93 69,00 8,55 2008 24,90 27,62 22,95 37,17 46,29 44,26 22,59 11,90 61,61 27,49 55,73 64,01 83,06 73,49 58,80 43,09 72,47 96,32 88,56 32,02 72,46 41,93 42,04 32,85 68,63 8,03 Lampiran 18. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektorsektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 32,84 13,56 58,47 39,06 9,96 27,64 35,89 44,76 84,27 21,97 4,74 37,71 82,12 1975 33,34 15,77 32,12 33,50 27,92 20,92 45,75 42,41 88,32 23,63 5,76 28,77 90,47 1980 37,45 11,52 28,58 29,57 28,25 26,67 60,57 45,08 71,83 32,12 3,19 40,63 4,51 Pangsa Permintaan Antara (%) 1985 1990 1995 46,95 40,20 39,26 13,11 13,30 14,50 31,83 28,87 42,04 29,30 38,43 53,01 33,37 34,25 47,87 26,33 22,77 29,12 53,86 61,86 63,69 54,91 57,93 56,49 55,56 44,49 51,73 36,07 42,32 48,20 6,02 5,56 8,17 34,32 27,07 35,58 107,27 139,82 101,15 2000 61,18 17,65 32,06 51,01 49,10 30,74 59,36 52,71 59,11 69,12 3,20 8,02 34,54 182,28 2005 42,44 17,72 34,22 46,20 48,13 28,70 55,27 41,40 67,76 66,85 1,95 7,88 45,80 138,10 2008 42,54 20,01 33,16 51,40 49,07 36,54 68,67 41,95 78,87 65,96 4,27 7,14 52,64 25,83 109 Lampiran 19. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 Pangsa Ekspor (%) 1985 1990 1995 2000 2005 2008 3,60 11,36 0,02 0,42 0,14 0,29 6,56 7,77 1,89 73,25 22,56 1,24 3,05 0,10 47,53 2,17 3,92 61,09 61,84 0,00 0,47 1,39 0,05 0,11 0,85 5,38 101,06 21,00 65,28 0,01 0,00 0,23 41,59 19,95 2,06 1,70 0,00 52,41 3,40 10,03 60,57 89,45 0,06 0,27 0,34 0,10 0,15 0,52 58,35 1,16 59,79 12,32 58,69 28,79 0,02 0,24 43,98 2,70 0,02 1,67 0,00 49,63 16,28 13,46 34,90 80,41 0,36 1,09 0,27 0,07 0,12 0,10 10,51 0,52 46,50 7,28 62,30 54,15 0,01 0,07 51,40 1,23 0,06 1,33 0,01 0,55 59,54 11,62 43,16 58,18 1,17 0,00 0,66 0,27 0,25 0,31 0,05 0,63 0,01 1,48 0,19 2,99 1,39 58,35 0,47 2,09 0,10 0,08 0,70 14,40 4,36 50,23 32,93 3,53 0,00 0,19 0,28 0,33 0,38 0,29 0,18 0,01 1,87 0,85 41,77 1,73 5,16 0,56 46,20 1,45 1,23 0,04 0,00 5,81 16,95 5,21 60,16 37,51 2,26 0,00 0,19 0,24 0,27 0,16 0,25 0,26 0,01 1,44 0,39 61,31 2,25 7,87 0,39 52,33 0,71 0,53 0,01 0,00 0,26 2,89 1,55 40,64 26,83 1,00 0,00 0,32 1,79 0,73 0,19 15,62 6,55 0,01 0,25 29,51 7,64 13,66 32,45 0,10 0,01 59,54 5,71 1,16 0,04 0,07 1,56 4,17 5,71 58,07 46,47 1,75 0,03 0,63 1,08 0,28 0,10 2,22 0,00 1,36 0,45 10,01 0,51 0,06 0,17 45,48 0,50 0,48 0,01 0,13 0,34 13,11 3,57 67,67 37,38 1,79 110 Lampiran 20. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 0,59 14,87 1,16 1,57 25,86 0,13 3,59 0,22 0,88 0,11 0,01 0,03 0,51 5,21 70,81 0,11 1,61 31,63 0,01 0,23 0,01 4,35 - 1975 0,70 7,72 0,25 1,03 1,73 6,78 0,17 1,04 0,01 0,31 4,61 1,83 0,10 2,24 31,89 46,34 0,03 0,05 39,27 0,30 1,05 0,50 0,80 - 1980 1,26 11,21 0,76 1,37 2,29 1,81 1,71 0,07 0,44 5,33 21,55 0,41 4,38 1,27 23,74 0,15 0,68 3,63 0,95 60,46 0,39 1,70 0,71 0,78 - Pangsa Ekspor (%) 1985 1990 1995 1,17 30,25 13,12 10,08 24,24 21,05 0,32 0,02 0,01 4,16 4,59 2,59 1,75 2,50 0,66 4,32 14,44 5,87 1,06 10,20 1,11 0,15 1,57 1,53 1,48 4,53 12,43 21,17 40,58 38,91 38,34 57,71 45,83 1,74 6,43 15,84 6,49 14,61 11,44 4,14 5,08 7,65 43,04 44,12 36,00 33,93 36,04 24,29 0,77 8,13 9,53 2,14 11,15 0,49 2,13 6,20 4,54 51,74 34,95 31,96 0,25 3,24 9,41 1,69 1,59 10,07 1,32 3,17 4,74 5,41 12,64 18,14 0,00 - 2000 20,03 25,22 0,00 2,27 0,32 6,55 1,93 4,47 30,95 56,07 63,60 34,86 22,90 17,17 42,90 28,32 27,46 12,93 9,12 52,89 17,04 44,35 4,94 40,79 - 2005 24,37 42,19 0,09 3,75 1,27 4,84 1,78 3,51 28,27 38,97 46,58 21,74 9,88 15,23 31,82 28,04 14,77 3,97 7,56 52,74 11,38 21,11 7,73 31,39 0,00 - 2008 12,37 62,56 0,08 2,77 0,85 4,87 1,43 3,24 37,03 31,51 21,20 23,60 3,68 12,85 30,50 30,01 8,97 1,93 9,37 62,35 7,80 12,93 10,50 30,93 - Lampiran 21. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 1971 4,02 1,70 3,93 79,12 0,28 16,76 - 1975 5,03 5,25 6,94 4,24 45,11 18,31 38,75 1,02 1980 11,69 2,42 7,03 5,79 41,56 14,15 9,91 3,07 3,10 0,00 0,02 Pangsa Ekspor (%) 1985 1990 1995 8,31 14,44 12,66 3,42 7,06 11,28 4,59 4,98 8,08 4,11 6,43 9,98 16,84 18,99 19,40 14,85 11,25 14,82 14,67 12,54 21,63 3,21 1,36 6,15 14,36 14,55 12,74 0,21 0,35 1,10 0,98 0,00 0,18 0,49 0,03 2,16 3,19 2000 16,93 13,49 8,42 13,32 21,35 13,92 21,43 2,76 11,14 1,55 1,21 0,80 7,37 2005 15,08 10,26 2,55 7,48 28,80 13,65 15,30 9,24 1,92 5,39 2,23 6,69 3,56 2008 15,09 10,87 4,74 7,44 30,54 9,26 14,16 9,56 1,35 4,02 1,50 3,92 1,63 111 Lampiran 22. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 Pangsa Impor (%) 1985 1990 1995 0,00 0,01 0,01 0,63 0,65 5,89 0,00 47,39 56,93 0,41 25,14 0,02 0,82 1,19 0,01 0,72 0,01 1,81 0,52 4,68 0,04 0,33 0,01 0,00 0,46 47,26 0,04 0,00 7,23 0,04 0,15 51,07 77,46 0,61 16,76 0,13 0,34 0,20 0,01 0,79 0,03 1,46 0,14 10,44 6,03 1,08 0,17 1,13 97,26 0,03 0,00 0,00 7,26 0,05 12,71 82,83 4,39 0,86 0,45 0,52 0,33 0,00 0,36 0,09 3,06 4,74 6,52 8,99 0,92 0,05 0,47 97,26 0,02 0,00 4,38 3,68 0,00 0,02 10,87 62,92 1,69 1,25 0,73 0,07 0,31 0,01 2,61 0,08 19,03 5,84 11,86 11,06 0,20 0,02 0,89 77,86 0,11 0,02 0,05 15,64 3,91 0,49 1,97 1,19 0,91 0,74 0,44 0,85 1,30 0,05 3,26 8,66 9,00 0,00 14,04 9,65 0,13 2,53 95,86 0,21 0,00 0,01 0,35 0,01 1,22 1,26 0,18 6,39 0,79 0,54 0,00 0,14 0,09 1,75 9,66 6,01 2000 2005 2008 0,01 21,27 11,34 0,15 4,88 97,58 0,65 0,05 0,08 0,23 24,52 95,07 3,79 0,13 8,37 0,37 0,33 1,87 1,45 0,16 1,88 15,15 9,85 0,00 26,11 1,27 0,36 5,52 87,46 0,19 0,03 0,01 0,22 0,22 0,52 0,00 95,65 4,56 0,17 6,16 0,35 0,39 1,17 2,59 0,13 2,16 24,60 8,53 0,01 36,57 1,14 0,58 4,49 93,00 0,26 0,05 0,01 0,13 0,45 0,82 0,12 93,86 4,44 0,04 5,28 0,30 0,39 0,97 1,84 0,11 2,26 25,88 7,78 112 Lampiran 23. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 7,20 0,72 13,51 1,45 10,65 1,71 8,10 0,06 45,36 12,99 1,98 41,14 86,35 43,40 4,62 8,00 22,18 34,88 87,36 27,89 34,62 94,67 39,55 44,53 - 1975 8,99 1,02 8,20 0,24 6,81 1,40 7,80 1,77 37,79 8,96 1,73 24,04 57,79 53,80 36,72 12,85 29,28 51,04 93,21 37,96 45,74 82,74 44,97 45,67 - 1980 13,41 2,88 12,57 0,06 18,13 3,11 9,13 0,42 7,66 7,73 0,52 32,16 18,06 55,64 44,61 13,55 17,79 11,38 64,19 24,34 45,18 56,47 58,60 57,38 - Pangsa Impor (%) 1985 1990 1995 7,43 5,39 5,95 4,49 4,06 6,45 0,46 0,17 3,90 0,37 10,60 3,65 0,38 10,90 6,03 3,64 6,35 3,59 2,56 7,30 7,54 0,01 0,14 2,14 5,39 30,72 20,35 4,25 11,36 9,37 0,16 0,43 0,66 25,03 16,93 13,40 8,61 9,63 7,09 57,41 55,04 41,80 4,53 7,09 13,48 5,41 9,56 5,60 21,52 37,96 15,95 0,77 0,31 9,19 41,33 37,29 34,11 22,91 28,83 36,76 41,46 43,86 30,31 60,95 66,13 59,18 49,03 50,01 41,50 51,06 69,60 51,95 0,00 0,00 - 2000 9,77 5,16 3,91 5,22 60,50 5,72 7,89 4,08 6,67 10,86 1,54 17,70 23,30 44,10 28,21 9,57 12,53 0,31 37,94 27,90 28,92 34,62 44,66 29,77 - 2005 16,27 6,62 1,42 6,99 50,70 8,09 4,95 2,87 9,89 6,63 2,96 15,77 24,81 42,04 25,46 8,30 11,69 1,95 54,51 19,69 23,00 33,56 31,09 35,62 - 2008 11,70 6,25 0,63 6,46 24,84 7,87 6,35 3,56 14,66 5,75 2,31 14,63 38,03 35,36 28,31 7,69 12,31 2,51 62,02 24,39 15,38 33,56 32,49 32,01 - Lampiran 24. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 24,91 1,13 26,52 14,78 26,32 9,96 6,70 0,14 25,39 1975 6,18 5,73 2,71 0,77 19,00 6,52 35,32 0,78 4,31 4,06 4,66 100,00 1980 5,34 4,22 0,58 2,66 12,03 14,08 4,45 4,88 13,54 0,00 2,56 100,00 Pangsa Impor (%) 1985 1990 1995 6,93 6,09 5,87 2,39 2,54 12,30 0,92 1,04 5,68 0,22 0,19 13,69 35,04 24,03 27,77 7,83 9,21 10,26 4,76 1,98 15,19 12,37 7,84 11,09 8,53 10,58 6,76 2,43 10,20 11,31 3,00 8,10 7,92 5,01 52,19 76,16 80,70 2000 16,01 13,57 12,45 10,16 35,57 21,94 1,76 10,17 22,08 2,31 4,85 10,41 8,07 2005 6,02 1,04 0,61 19,77 24,28 26,19 5,28 4,88 25,08 1,47 5,08 7,31 0,73 2008 6,85 1,10 0,50 33,73 19,36 18,77 5,12 3,51 14,66 0,67 3,52 3,55 1,16 113 Lampiran 25. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 Pangsa Nilai Tambah Bruto (%) 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 10,11 0,78 0,81 1,72 2,21 1,50 1,06 0,37 1,34 0,36 0,32 0,43 0,16 0,36 0,09 0,31 0,07 1,07 0,53 1,07 1,86 0,49 3,09 0,48 6,15 0,63 9,24 1,04 1,13 2,09 3,91 0,11 0,56 0,20 0,94 0,32 0,22 0,30 0,08 0,29 0,07 0,18 0,11 0,73 0,60 0,87 1,39 0,29 1,62 0,50 17,46 0,63 6,49 0,82 0,70 1,17 2,72 0,01 0,98 0,32 0,81 0,30 0,31 0,81 0,36 0,56 0,05 0,18 0,08 1,12 0,36 0,99 2,47 0,45 1,32 0,63 24,43 0,67 2,16 0,29 0,68 0,65 2,52 0,04 0,57 0,17 0,27 0,43 0,04 0,21 0,02 0,07 0,01 0,31 0,26 0,57 0,56 0,95 0,63 0,16 2,07 3,56 6,46 1,01 2,44 0,23 1,10 0,49 3,06 0,03 0,46 0,14 0,27 0,83 0,04 0,13 0,02 0,05 0,01 0,26 0,32 0,95 0,66 0,94 0,65 0,15 2,61 3,79 6,01 1,26 6,52 0,90 0,74 1,55 3,38 0,01 0,22 0,41 0,77 0,40 0,37 0,45 0,20 0,41 0,12 0,25 0,17 1,02 0,56 0,95 1,32 0,11 1,26 0,27 13,91 0,74 5,98 1,04 0,66 1,21 3,47 0,03 0,32 0,33 0,52 0,37 0,12 0,23 0,08 0,25 0,04 0,22 0,30 0,80 0,38 0,94 1,30 0,14 1,33 1,01 10,09 1,24 3,75 0,58 0,52 0,78 2,75 0,01 0,50 0,57 0,49 0,39 0,13 0,18 0,08 0,10 0,03 0,34 0,24 0,74 0,82 1,17 1,34 0,15 1,79 1,46 4,74 1,48 3,48 0,43 0,67 1,01 2,46 0,01 0,62 0,29 0,42 0,26 0,04 0,10 0,04 0,10 0,02 0,40 0,41 0,56 0,75 1,23 1,00 0,17 2,17 2,80 8,57 0,90 114 Lampiran 26. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 Pangsa Nilai Tambah Bruto (%) 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,71 0,69 0,76 2,02 0,87 1,08 0,16 0,97 0,18 1,73 0,85 0,51 0,02 0,51 1,51 0,49 0,43 0,12 0,03 0,15 0,47 0,19 1,07 0,13 0,94 4,58 0,47 0,27 1,38 1,44 0,75 0,84 0,16 1,14 0,19 1,25 0,61 0,43 0,19 0,37 0,68 0,40 0,37 0,14 0,03 0,13 0,40 0,33 1,29 0,11 0,61 5,27 0,47 0,20 1,27 0,93 0,37 0,46 0,12 1,08 0,23 0,96 0,69 0,26 0,24 0,61 0,20 0,24 0,27 0,24 0,30 0,15 0,31 0,94 0,90 0,13 0,48 5,34 0,69 1,13 0,88 0,51 0,10 1,11 0,16 1,56 0,48 2,39 1,23 1,21 0,22 1,37 4,72 1,19 0,56 0,30 0,28 0,36 1,07 3,13 2,24 0,21 0,94 7,19 0,82 1,34 1,03 0,59 0,12 1,09 0,13 1,41 0,23 1,93 1,42 1,03 0,31 1,60 4,58 1,21 0,49 0,29 0,27 0,32 2,15 2,65 1,99 0,19 0,89 8,69 0,56 0,40 0,84 0,26 0,48 0,47 0,12 1,41 0,32 0,89 1,03 0,35 0,41 0,57 4,41 0,59 0,42 0,23 0,40 0,33 0,40 0,74 0,71 0,11 0,41 6,37 0,67 0,59 0,70 0,49 0,40 1,05 0,13 1,89 0,67 1,56 1,97 0,77 0,32 0,90 3,51 0,62 0,36 0,16 0,64 0,28 0,51 1,20 1,08 0,12 0,72 5,68 0,95 0,67 0,77 0,73 0,82 1,49 0,21 1,95 0,84 2,07 1,47 1,09 0,29 1,46 2,13 1,22 0,50 0,18 0,80 0,24 0,52 1,45 1,49 0,30 1,08 6,67 0,85 1,43 0,71 0,70 0,14 1,76 0,26 1,60 0,77 2,55 1,48 1,46 0,15 1,68 3,97 1,31 0,53 0,21 0,39 0,27 0,69 2,38 1,88 0,28 0,61 5,60 Lampiran 27. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Pangsa Nilai Tambah Bruto (%) 1980 1985 1990 1995 2000 17,65 1,63 0,08 4,95 1,01 0,36 1,07 0,22 0,93 2,88 4,35 1,50 4,82 0,00 13,43 1,46 0,04 3,06 0,41 0,41 1,44 0,24 1,69 2,75 5,15 2,32 3,43 0,00 11,86 2,09 0,05 2,63 0,66 0,31 0,62 0,31 1,58 3,29 5,11 2,68 2,34 0,00 12,25 2,51 0,05 3,25 0,80 0,23 0,98 0,58 2,43 4,13 6,53 2,64 3,33 0,04 12,44 3,33 0,05 3,24 1,00 0,52 0,88 0,74 4,05 3,85 4,90 2,46 3,13 0,04 11,70 3,84 0,05 3,03 0,77 0,52 1,49 1,07 4,46 7,23 3,69 3,05 2,52 0,03 11,83 2,89 0,05 1,59 0,65 0,32 0,80 1,34 4,71 3,74 3,26 2,99 3,22 0,04 2005 2008 11,54 3,52 0,05 2,23 0,68 0,46 0,76 2,58 3,96 4,36 2,91 3,78 3,27 0,04 10,27 2,93 0,04 2,14 0,45 0,41 0,56 2,87 3,42 4,00 3,04 3,45 2,77 0,04 115 Lampiran 28. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 Angka Pengganda Output Terbuka 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,13 1,18 1,12 1,10 1,05 1,16 1,26 1,46 1,08 1,46 1,28 1,18 1,47 1,09 1,13 1,13 1,23 1,13 1,76 1,11 1,30 1,07 1,15 1,55 1,11 1,26 1,11 1,15 1,13 1,08 1,08 1,17 1,25 1,42 1,08 1,41 1,23 1,16 1,46 1,11 1,13 1,12 1,15 1,17 1,73 1,11 1,28 1,09 1,26 1,57 1,05 1,20 1,16 1,16 1,21 1,07 1,10 1,16 1,97 1,40 1,10 1,49 1,68 1,37 1,19 1,12 1,14 1,16 1,10 1,16 1,92 1,31 1,26 1,12 1,26 1,63 1,18 1,28 1,44 1,30 1,40 1,20 1,22 1,31 1,54 1,51 1,38 1,69 1,94 1,64 1,36 1,33 1,22 1,48 1,40 1,47 1,96 1,88 1,32 1,32 1,33 1,48 1,16 1,39 1,45 1,34 1,41 1,21 1,22 1,29 1,64 1,59 1,50 1,85 2,03 1,70 1,30 1,34 1,27 1,60 1,43 1,68 2,06 2,18 1,44 1,43 1,46 1,47 1,19 1,45 1,21 1,26 1,29 1,09 1,14 1,16 1,50 1,45 1,16 1,52 1,64 1,52 1,19 1,18 1,19 1,22 1,15 1,40 2,09 1,64 1,25 1,27 1,31 1,62 1,19 1,29 1,24 1,26 1,28 1,10 1,14 1,17 1,56 1,50 1,18 1,58 1,93 1,55 1,23 1,25 1,22 1,22 1,21 1,45 2,17 1,73 1,29 1,27 1,35 1,34 1,15 1,35 1,28 1,26 1,28 1,10 1,17 1,26 1,55 1,38 1,26 1,51 1,98 1,67 1,27 1,27 1,25 1,28 1,37 1,54 2,02 1,67 1,36 1,28 1,34 1,34 1,16 1,38 1,26 1,25 1,24 1,09 1,14 1,27 1,48 1,43 1,33 1,59 1,91 1,58 1,28 1,28 1,15 1,45 1,41 1,56 2,08 2,09 1,39 1,31 1,42 1,46 1,11 1,43 116 Lampiran 29. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 Angka Pengganda Output Terbuka 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,83 2,02 2,00 1,94 1,92 1,87 2,18 1,99 2,04 2,42 1,89 1,78 2,16 2,19 1,84 2,18 1,73 2,21 2,50 2,00 2,30 2,06 1,98 2,21 1,93 2,11 1,96 2,12 1,98 1,94 1,67 1,93 1,62 1,88 2,07 2,43 1,88 1,97 1,61 2,46 1,87 2,35 1,71 1,79 2,47 2,03 2,42 2,22 2,37 2,08 1,92 2,14 1,83 1,98 1,97 1,95 1,88 2,10 1,84 1,80 2,17 2,42 1,74 2,33 2,17 2,13 2,18 2,47 1,97 1,89 2,22 2,36 2,46 2,39 2,83 1,79 2,18 2,18 2,15 2,25 2,16 2,28 2,17 2,21 2,20 1,71 2,36 2,34 2,06 2,35 1,93 2,20 1,50 2,42 1,92 1,96 2,43 2,25 2,29 2,50 2,32 2,40 2,18 2,24 2,17 2,27 2,19 2,28 2,28 2,22 2,16 1,72 2,32 2,30 2,10 2,35 1,96 2,23 1,51 2,47 1,94 1,93 2,38 2,18 2,09 2,70 2,34 2,38 2,04 2,24 2005 2008 1,64 2,02 2,36 2,07 2,21 2,28 1,82 1,39 1,59 1,59 1,86 1,87 2,09 1,88 1,87 2,07 2,35 2,08 2,23 2,30 1,83 1,39 1,59 1,61 1,89 1,89 2,13 1,92 1,86 2,05 2,11 2,04 1,89 2,17 2,03 1,96 2,18 2,41 1,92 2,21 2,23 2,36 1,76 2,48 1,87 2,14 2,04 2,13 2,28 2,65 2,53 2,24 2,48 2,15 1,98 1,89 2,14 2,03 1,87 1,90 1,98 1,79 2,23 2,59 1,86 2,31 2,47 2,43 1,77 2,57 1,93 2,13 2,25 2,23 2,39 2,66 2,42 2,20 2,23 2,30 2,07 2,05 2,13 2,07 1,81 2,04 2,07 1,75 2,23 2,47 2,11 2,21 2,42 2,37 1,69 2,44 1,94 1,96 2,04 2,17 2,24 2,57 2,29 2,24 1,89 2,19 2,22 2,13 2,10 2,16 2,10 2,12 1,98 1,71 2,34 2,33 2,13 2,37 1,96 2,08 1,58 2,31 1,96 2,00 2,41 2,17 2,37 2,48 2,18 2,30 2,04 2,27 Lampiran 30. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Angka Pengganda Output Terbuka 1980 1985 1990 1995 2000 1,24 2,17 2,22 1,58 1,88 1,79 1,36 1,80 1,56 1,41 1,00 1,52 1,57 2,97 1,23 2,07 2,30 1,58 2,14 1,95 1,36 1,70 1,28 1,34 1,00 1,40 1,72 0,00 1,18 1,95 2,25 1,74 1,99 2,35 1,58 1,86 1,33 1,27 1,00 1,51 1,97 0,00 1,24 2,02 2,05 1,77 1,82 2,33 1,58 1,63 1,40 1,37 1,00 1,57 1,89 1,36 1,29 1,95 2,09 1,70 1,78 2,20 1,55 1,49 1,46 1,40 1,00 1,60 2,04 2,25 1,37 2,03 2,01 1,62 1,69 2,19 1,49 1,51 1,50 1,53 1,60 1,74 2,02 2,03 1,62 2,08 2,31 2,03 2,34 2,59 1,87 1,46 1,39 1,63 1,74 1,89 1,99 1,91 117 Lampiran 31. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer (Type II) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 Angka Pengganda Output Tertutup 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,35 1,29 1,42 1,39 1,22 1,36 1,56 1,83 1,31 1,66 1,57 1,45 1,81 1,20 1,39 1,42 1,54 1,67 2,10 1,13 1,48 1,23 1,25 1,76 1,14 1,66 1,48 1,38 1,47 1,23 1,33 1,37 1,82 2,09 1,43 1,87 2,02 1,67 2,13 1,49 1,67 1,53 1,54 1,66 2,18 1,35 1,65 1,42 1,59 1,91 1,08 1,59 1,51 1,37 1,52 1,22 1,31 1,51 2,57 2,00 1,43 1,91 2,35 1,75 1,87 1,48 1,65 1,55 1,45 1,63 2,43 1,58 1,56 1,44 1,56 1,86 1,23 2,02 1,57 1,42 1,51 1,29 1,35 1,40 1,85 1,73 1,52 1,89 2,17 1,81 1,58 1,48 1,31 1,60 1,60 1,64 2,15 2,12 1,47 1,47 1,46 1,60 1,22 1,62 1,57 1,45 1,51 1,30 1,35 1,39 1,93 1,80 1,64 2,04 2,25 1,87 1,52 1,49 1,36 1,73 1,62 1,85 2,24 2,40 1,58 1,59 1,59 1,59 1,25 1,67 1,35 1,35 1,41 1,17 1,24 1,30 1,82 1,71 1,28 1,67 1,90 1,68 1,46 1,30 1,38 1,33 1,24 1,56 2,27 1,76 1,36 1,42 1,43 1,80 1,23 1,60 1,37 1,35 1,40 1,17 1,24 1,26 1,90 1,77 1,30 1,75 2,19 1,72 1,50 1,40 1,41 1,33 1,42 1,62 2,35 1,85 1,41 1,44 1,47 1,53 1,18 1,58 1,42 1,36 1,42 1,18 1,28 1,36 1,94 1,63 1,41 1,70 2,29 1,86 1,57 1,45 1,47 1,41 1,61 1,73 2,22 1,80 1,50 1,46 1,48 1,57 1,20 1,64 1,36 1,34 1,34 1,17 1,29 1,36 1,84 1,67 1,46 1,79 2,17 1,75 1,52 1,45 1,24 1,57 1,61 1,72 2,28 2,35 1,52 1,48 1,56 1,66 1,16 1,66 118 Lampiran 32. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder (Type II) Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 Angka Pengganda Output Tertutup 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,95 2,22 2,25 2,19 2,15 2,12 2,42 2,20 2,30 2,70 2,09 2,05 2,40 2,42 1,92 2,48 1,98 2,43 2,75 2,16 2,56 2,40 2,19 2,47 2,15 2,41 2,30 2,53 2,41 2,33 2,08 2,34 1,94 2,24 2,64 3,09 2,39 2,53 1,92 3,00 2,00 3,00 2,47 2,17 2,85 2,37 2,91 2,63 2,87 2,94 2,37 2,77 2,14 2,39 2,37 2,35 2,36 2,49 2,19 2,12 2,62 2,91 2,23 2,85 2,58 2,56 2,29 2,94 2,59 2,18 2,52 2,62 2,82 2,77 3,26 2,32 2,62 2,72 2,31 2,46 2,29 2,45 2,38 2,38 2,39 1,82 2,51 2,53 2,23 2,53 2,11 2,35 1,62 2,62 2,13 2,12 2,56 2,41 2,48 2,68 2,52 2,60 2,34 2,44 2,33 2,47 2,32 2,43 2,48 2,38 2,34 1,83 2,46 2,49 2,28 2,53 2,13 2,39 1,63 2,66 2,14 2,09 2,51 2,32 2,28 2,88 2,54 2,58 2,20 2,44 1,98 2,18 2,26 2,18 2,09 2,34 2,18 2,08 2,34 2,60 2,06 2,41 2,38 2,55 1,81 2,68 2,04 2,28 2,13 2,30 2,43 2,81 2,71 2,44 2,60 2,36 2,11 2,04 2,28 2,19 2,09 2,06 2,14 1,90 2,37 2,79 2,02 2,51 2,68 2,66 1,83 2,80 2,09 2,30 2,36 2,42 2,56 2,87 2,60 2,42 2,37 2,52 2,24 2,25 2,28 2,25 2,03 2,24 2,27 1,88 2,38 2,71 2,29 2,40 2,64 2,63 1,77 2,69 2,17 2,15 2,18 2,41 2,46 2,80 2,51 2,48 2,05 2,46 2,37 2,36 2,22 2,33 2,32 2,28 2,17 1,81 2,47 2,54 2,30 2,54 2,10 2,25 1,64 2,52 2,16 2,16 2,54 2,37 2,55 2,66 2,37 2,50 2,17 2,48 Lampiran 33. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier (Type II) Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Angka Pengganda Output Tertutup 1980 1985 1990 1995 2000 1,42 2,37 2,64 1,77 2,10 1,99 1,58 2,18 1,95 1,58 1,82 2,17 1,89 3,20 1,49 2,50 3,32 1,97 2,75 2,29 1,96 2,55 1,85 1,53 2,75 2,78 2,37 1,84 1,47 2,36 3,55 2,18 2,61 2,65 2,14 2,41 1,85 1,46 2,63 2,71 2,48 1,71 1,36 2,18 2,40 1,92 2,05 2,46 1,78 1,83 1,63 1,46 1,63 2,03 2,09 1,55 1,42 2,10 2,42 1,87 1,91 2,34 1,72 1,66 1,70 1,50 1,63 1,97 2,26 2,45 1,55 2,24 2,37 1,80 1,90 2,37 1,68 1,71 1,78 1,69 2,16 2,18 2,29 2,23 1,78 2,27 2,57 2,20 2,50 2,76 2,07 1,60 1,53 1,77 2,22 2,28 2,23 2,09 2005 2008 1,82 2,22 2,63 2,29 2,40 2,50 2,05 1,53 1,78 1,72 2,28 2,22 2,32 2,05 2,05 2,27 2,63 2,29 2,42 2,51 2,06 1,53 1,78 1,75 2,30 2,23 2,36 2,08 119 Lampiran 34. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 1,08 1,22 1,07 1,07 1,05 1,12 1,15 1,25 1,05 1,42 1,17 1,12 1,23 1,12 1,08 1,10 1,11 1,04 16,46 1,99 1,26 1,07 1,21 1,39 1,57 1,08 1,09 1,16 1,11 1,13 1,08 1,22 1,14 1,22 1,06 1,31 1,10 1,09 1,20 1,08 1,07 1,08 1,11 1,10 2,71 1,12 1,26 1,08 1,21 1,57 1,68 1,14 1,11 1,19 1,18 1,11 1,11 1,12 1,85 1,18 1,07 1,32 1,29 1,34 1,09 1,09 1,07 1,10 1,06 1,09 3,02 1,32 1,22 1,09 1,18 1,76 2,59 1,06 Angka Pengganda Pendapatan 1985 1990 1995 2000 1,14 1,27 1,25 1,10 1,12 1,12 1,18 1,22 1,13 1,37 1,26 1,48 1,09 1,14 1,09 1,20 1,15 1,29 2,70 1,77 1,19 1,19 1,22 1,35 1,67 1,08 1,22 1,34 1,30 1,15 1,14 1,23 1,21 1,26 1,15 1,45 1,45 1,51 1,09 1,17 1,11 1,25 1,11 1,35 2,90 2,01 1,26 1,18 1,26 1,18 1,81 1,14 1,29 1,35 1,30 1,14 1,17 1,38 1,22 1,23 1,25 1,44 1,48 1,57 1,11 1,20 1,14 1,30 1,18 1,44 2,36 2,21 1,36 1,21 1,33 1,18 1,67 1,17 1,30 1,28 1,28 1,11 1,10 1,35 1,29 1,26 1,29 1,40 1,40 1,44 1,11 1,17 1,18 1,48 1,22 1,40 2,53 1,54 1,36 1,22 1,36 1,30 1,11 1,19 2005 2008 1,54 1,37 1,59 1,29 1,20 1,45 1,31 1,35 1,36 1,54 1,69 1,63 1,19 1,28 1,28 1,59 1,23 1,32 2,44 1,43 1,27 1,24 1,28 1,51 1,17 1,19 1,53 1,41 1,58 1,30 1,19 1,42 1,34 1,38 1,51 1,73 1,79 1,67 1,15 1,27 1,34 1,78 1,26 1,54 2,35 1,72 1,39 1,34 1,42 1,48 1,21 1,22 120 Lampiran 35. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 3,33 5,23 4,53 3,51 2,81 2,20 2,45 2,87 2,80 2,70 2,30 1,67 2,13 2,42 2,79 3,57 1,75 3,33 2,79 7,93 2,32 1,77 2,22 1,97 1,51 1,92 3,35 3,42 3,50 3,23 2,22 2,45 1,93 3,46 2,93 2,36 1,95 1,81 1,79 2,66 2,24 3,03 1,34 2,02 3,37 2,86 2,24 2,58 2,47 1,39 1,51 1,78 2,67 3,07 3,35 3,00 2,78 2,75 2,19 5,66 3,53 2,53 1,60 2,34 2,63 2,28 3,44 2,99 1,54 2,32 2,76 4,12 2,53 2,66 3,08 1,43 1,59 1,76 Angka Pengganda Pendapatan 1985 1990 1995 2000 2,79 4,23 7,10 3,28 2,63 2,65 2,73 5,75 3,91 2,38 2,33 2,27 3,03 2,48 2,64 3,96 1,96 3,60 5,10 2,50 2,41 3,14 2,51 2,13 2,38 1,75 3,53 2,36 5,97 2,09 2,73 1,95 2,55 3,27 4,03 2,53 1,94 2,39 2,87 2,52 1,83 4,01 2,47 3,85 4,22 2,82 2,23 2,77 2,40 1,95 2,35 1,98 3,21 2,45 5,52 2,33 2,41 2,19 2,53 2,86 4,04 2,33 2,71 2,50 3,07 2,46 1,65 4,14 2,07 2,97 3,37 3,08 2,11 2,94 2,34 2,23 2,05 1,94 3,54 2,09 4,60 2,38 4,38 2,33 1,87 2,52 3,65 2,16 2,46 2,52 1,97 2,05 1,75 2,91 1,89 2,48 3,86 3,15 2,15 2,94 2,08 2,39 2,52 1,96 2005 2008 3,14 2,59 4,54 2,70 3,69 2,61 2,53 2,31 3,44 2,31 2,29 2,59 1,55 2,48 1,28 3,29 1,82 2,16 4,61 3,11 2,07 2,94 2,28 2,44 2,45 2,27 3,07 2,59 4,53 2,62 3,56 2,54 2,43 2,28 3,45 2,25 2,28 2,58 1,54 2,52 1,28 3,17 1,81 2,11 4,46 2,97 1,70 3,38 2,28 2,42 2,07 2,25 2005 2008 1,49 1,89 1,82 1,93 2,57 2,31 1,53 1,36 1,51 1,77 1,24 1,30 1,71 1,84 1,82 1,91 1,82 1,92 2,55 2,31 1,54 1,37 1,54 1,83 1,25 1,30 1,71 1,84 Lampiran 36. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Angka Pengganda Pendapatan 1980 1985 1990 1995 2000 1,21 3,10 1,46 1,74 2,01 1,96 1,26 1,49 1,29 1,61 1,00 1,12 1,27 - 1,36 2,23 1,48 1,68 2,08 2,23 1,18 1,35 1,20 2,18 1,00 1,08 1,38 - 1,18 2,01 1,22 1,53 1,46 3,09 1,33 1,52 1,19 1,59 1,00 1,11 1,59 - 1,22 2,00 1,30 1,64 1,47 3,12 1,35 1,43 1,25 1,68 1,00 1,13 1,51 1,14 1,28 2,02 1,38 1,58 1,94 2,62 1,40 1,42 1,26 1,71 1,00 1,17 1,65 2,21 1,33 1,90 1,41 1,65 1,55 2,85 1,39 1,42 1,32 1,67 1,13 1,23 1,65 2,10 1,55 2,01 1,97 2,23 3,28 4,56 1,66 1,43 1,38 1,90 1,16 1,26 1,61 1,87 121 Lampiran 37. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer (Type II) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 1,23 1,39 1,21 1,21 1,19 1,27 1,31 1,42 1,20 1,61 1,33 1,26 1,39 1,27 1,22 1,24 1,26 1,18 18,65 2,26 1,42 1,21 1,37 1,58 1,78 1,22 1,20 1,28 1,22 1,24 1,19 1,34 1,25 1,34 1,17 1,44 1,20 1,20 1,32 1,19 1,18 1,19 1,21 1,21 2,98 1,23 1,38 1,19 1,33 1,73 1,85 1,26 1,21 1,29 1,28 1,20 1,20 1,21 2,01 1,28 1,16 1,42 1,40 1,45 1,18 1,18 1,15 1,19 1,15 1,18 3,26 1,43 1,32 1,18 1,28 1,91 2,80 1,15 Angka Pengganda Pendapatan 1985 1990 1995 2000 1,24 1,39 1,36 1,20 1,22 1,22 1,28 1,33 1,23 1,49 1,37 1,60 1,18 1,24 1,19 1,31 1,25 1,40 2,93 1,93 1,30 1,29 1,33 1,47 1,81 1,17 1,32 1,46 1,42 1,25 1,24 1,34 1,32 1,37 1,25 1,58 1,58 1,65 1,19 1,28 1,21 1,36 1,21 1,47 3,16 2,19 1,38 1,29 1,37 1,29 1,97 1,24 1,43 1,49 1,44 1,27 1,30 1,53 1,36 1,37 1,38 1,59 1,64 1,74 1,23 1,33 1,26 1,44 1,31 1,59 2,61 2,45 1,50 1,34 1,47 1,31 1,85 1,30 1,42 1,40 1,40 1,22 1,20 1,47 1,41 1,37 1,41 1,53 1,53 1,58 1,22 1,28 1,29 1,62 1,33 1,53 2,77 1,69 1,49 1,33 1,49 1,43 1,21 1,31 2005 2008 1,69 1,50 1,75 1,42 1,32 1,59 1,44 1,48 1,50 1,68 1,86 1,78 1,30 1,40 1,40 1,74 1,35 1,45 2,67 1,57 1,39 1,36 1,41 1,66 1,28 1,30 1,66 1,53 1,72 1,41 1,30 1,54 1,46 1,50 1,65 1,88 1,95 1,82 1,25 1,39 1,46 1,93 1,37 1,67 2,56 1,88 1,51 1,46 1,55 1,61 1,32 1,33 122 Lampiran 38. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder (Type II) Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 3,77 5,93 5,14 3,98 3,18 2,50 2,77 3,25 3,17 3,06 2,60 1,90 2,41 2,74 3,16 4,04 1,98 3,78 3,17 8,99 2,63 2,00 2,52 2,23 1,72 2,18 3,68 3,76 3,85 3,55 2,44 2,69 2,12 3,80 3,22 2,59 2,14 1,99 1,97 2,92 2,46 3,33 1,47 2,22 3,70 3,14 2,46 2,84 2,71 1,53 1,66 1,96 2,89 3,32 3,63 3,24 3,01 2,97 2,37 6,12 3,82 2,73 1,74 2,53 2,85 2,47 3,72 3,24 1,67 2,51 2,98 4,46 2,74 2,88 3,33 1,55 1,72 1,90 Angka Pengganda Pendapatan 1985 1990 1995 2000 3,03 4,60 7,72 3,57 2,86 2,88 2,97 6,25 4,24 2,58 2,53 2,47 3,29 2,69 2,87 4,30 2,13 3,91 5,54 2,72 2,62 3,41 2,73 2,31 2,58 1,90 3,84 2,57 6,49 2,27 2,97 2,12 2,78 3,56 4,39 2,75 2,11 2,60 3,12 2,74 1,99 4,36 2,69 4,19 4,59 3,07 2,43 3,01 2,61 2,13 2,56 2,16 3,56 2,71 6,12 2,58 2,67 2,42 2,80 3,17 4,48 2,59 3,00 2,77 3,41 2,73 1,83 4,58 2,29 3,29 3,74 3,41 2,34 3,26 2,59 2,47 2,28 2,15 3,87 2,29 5,03 2,61 4,79 2,55 2,05 2,76 4,00 2,36 2,69 2,76 2,16 2,24 1,92 3,19 2,07 2,71 4,32 3,45 2,37 3,22 2,28 2,61 2,76 2,15 2005 2008 3,45 2,84 4,98 2,96 4,05 2,86 2,77 2,53 3,77 2,53 2,52 2,85 1,70 2,72 1,40 3,60 2,00 2,37 5,05 3,41 2,27 3,22 2,50 2,67 2,69 2,49 3,34 2,82 4,94 2,85 3,88 2,77 2,65 2,49 3,76 2,45 2,49 2,81 1,68 2,74 1,39 3,46 1,98 2,30 4,86 3,23 1,86 3,68 2,49 2,64 2,26 2,46 Lampiran 39. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier (Type II) Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Angka Pengganda Pendapatan 1980 1985 1990 1995 2000 1,37 3,52 1,65 1,97 2,27 2,22 1,43 1,69 1,46 1,83 1,13 1,27 1,44 - 1,49 2,45 1,62 1,85 2,28 2,45 1,29 1,49 1,31 2,40 1,10 1,19 1,52 - 1,27 2,17 1,32 1,66 1,58 3,34 1,44 1,65 1,28 1,72 1,08 1,20 1,72 - 1,33 2,17 1,41 1,79 1,60 3,39 1,47 1,55 1,35 1,82 1,09 1,22 1,65 1,24 1,39 2,20 1,50 1,72 2,11 2,85 1,52 1,54 1,37 1,86 1,09 1,28 1,79 2,40 1,47 2,11 1,56 1,83 1,72 3,16 1,54 1,58 1,46 1,85 1,25 1,36 1,83 2,32 1,69 2,20 2,16 2,44 3,59 4,99 1,82 1,57 1,51 2,08 1,27 1,38 1,77 2,05 2005 2008 1,63 2,08 1,99 2,12 2,82 2,53 1,68 1,49 1,66 1,94 1,36 1,42 1,87 2,02 1,98 2,08 1,98 2,09 2,78 2,52 1,68 1,49 1,67 1,99 1,36 1,42 1,87 2,01 123 Lampiran 40. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 0,01 0,19 0,12 0,00 0,01 0,00 0,82 0,03 0,18 0,24 0,05 0,27 0,27 0,06 0,07 0,77 0,36 0,07 0,06 0,01 0,49 0,04 0,05 0,78 0,69 0,01 0,01 0,05 0,02 0,01 0,01 0,03 0,65 0,03 0,05 1,02 0,24 0,68 0,08 0,02 0,03 0,44 0,27 0,05 0,02 0,02 0,55 0,06 0,11 0,81 0,95 0,01 0,01 0,02 0,01 0,00 0,00 0,21 0,92 0,04 0,07 0,65 0,14 0,70 0,30 0,00 0,09 0,47 0,08 0,03 0,03 0,02 0,55 0,21 0,14 0,84 0,90 0,03 Derajat Ketergantungan Ekspor 1985 1990 1995 2000 0,02 0,02 0,01 0,01 0,00 0,06 0,52 0,03 0,06 0,56 0,08 0,82 0,58 0,01 0,17 0,54 0,08 0,03 0,03 0,02 0,22 0,70 0,13 0,83 0,81 0,04 0,00 0,07 0,05 0,02 0,01 0,88 0,57 0,03 0,12 0,55 0,11 0,25 0,46 0,02 1,07 0,59 0,02 0,04 0,03 0,02 0,42 0,46 0,16 0,72 0,73 0,04 -0,01 0,02 0,04 0,01 0,01 0,45 0,07 0,01 0,00 0,04 0,11 0,01 0,00 0,00 -3,12 0,52 0,02 0,00 0,03 0,02 0,29 0,19 0,08 0,74 0,59 0,04 0,01 0,08 0,06 0,03 0,01 2,30 0,57 0,04 0,20 0,09 0,03 0,10 0,13 0,12 17,29 0,66 0,08 0,04 0,07 0,05 0,40 0,63 0,10 0,79 0,82 0,07 2005 2008 0,03 0,07 0,07 0,03 0,04 0,11 0,41 0,10 0,34 0,62 0,04 0,52 0,11 0,10 0,65 0,60 0,11 0,08 0,08 0,06 0,32 0,46 0,15 0,83 0,75 0,08 0,02 0,05 0,06 0,04 0,03 0,11 0,40 0,06 0,40 0,76 0,04 0,68 0,09 0,12 0,55 0,63 0,13 0,07 0,07 0,06 0,14 0,20 0,07 0,67 0,64 0,05 124 Lampiran 41. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 0,02 0,17 0,00 0,02 0,03 0,27 0,06 0,05 0,03 0,03 0,02 0,06 0,09 0,07 0,16 0,82 0,02 0,01 0,16 0,48 0,04 0,05 0,05 0,11 0,14 0,01 0,02 0,12 0,01 0,02 0,03 0,08 0,03 0,01 0,02 0,02 0,07 0,08 0,11 0,14 0,58 0,63 0,02 0,01 0,03 0,65 0,04 0,11 0,04 0,03 0,15 0,01 0,02 0,13 0,01 0,02 0,04 0,03 0,05 0,00 0,09 0,11 0,25 0,08 0,17 0,14 0,48 0,07 0,03 0,06 0,06 0,83 0,05 0,17 0,04 0,05 0,09 0,02 Derajat Ketergantungan Ekspor 1985 1990 1995 2000 0,02 0,13 0,01 0,06 0,03 0,06 0,05 0,00 0,23 0,30 0,42 0,09 0,14 0,27 0,50 0,47 0,03 0,04 0,07 0,73 0,04 0,09 0,06 0,14 0,08 0,01 0,33 0,45 0,01 0,09 0,06 0,17 0,16 0,02 0,49 0,57 0,62 0,15 0,19 0,31 0,54 0,45 0,16 0,13 0,14 0,66 0,10 0,07 0,10 0,45 0,10 0,01 0,15 0,03 0,01 0,04 0,04 0,08 0,03 0,02 0,62 0,51 0,52 0,29 0,15 0,55 0,45 0,34 0,12 0,00 0,17 0,82 0,15 0,51 0,14 0,49 0,01 0,00 0,28 0,53 0,01 0,06 0,11 0,09 0,06 0,07 0,64 0,75 0,75 0,60 0,30 0,55 0,73 0,39 0,37 0,15 0,25 0,95 0,33 0,78 0,18 0,62 0,22 0,02 2005 2008 0,33 0,64 0,03 0,09 0,10 0,10 0,05 0,05 0,68 0,52 0,58 0,43 0,27 0,49 0,54 0,40 0,21 0,07 0,27 0,78 0,20 0,43 0,19 0,56 0,19 0,02 0,17 0,82 0,02 0,08 0,06 0,09 0,05 0,04 0,69 0,43 0,29 0,43 0,28 0,41 0,52 0,41 0,14 0,04 0,33 0,87 0,13 0,29 0,23 0,51 0,16 0,02 2005 2008 0,25 0,14 0,12 0,19 0,49 0,24 0,38 0,20 0,19 0,21 0,03 0,09 0,14 0,41 0,23 0,15 0,12 0,19 0,55 0,18 0,37 0,19 0,20 0,17 0,02 0,05 0,12 0,08 Lampiran 42. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Derajat Ketergantungan Ekspor 1980 1985 1990 1995 2000 0,07 0,02 0,11 0,08 0,81 0,04 0,32 0,06 0,11 0,02 0,00 0,01 0,04 0,12 0,07 0,07 0,11 0,07 0,49 0,27 0,50 0,06 0,13 0,04 0,00 0,01 0,05 - 0,15 0,06 0,12 0,10 0,48 0,25 0,27 0,12 0,27 0,14 0,00 0,01 0,10 - 0,13 0,07 0,09 0,08 0,21 0,30 0,24 0,13 0,29 0,09 0,00 0,01 0,06 0,75 0,20 0,11 0,13 0,13 0,23 0,20 0,20 0,06 0,22 0,04 0,00 0,01 0,07 1,89 0,13 0,13 0,04 0,16 0,32 0,26 0,38 0,18 0,23 0,08 0,01 0,01 0,03 0,19 0,33 0,20 0,24 0,32 0,38 0,30 0,39 0,10 0,23 0,13 0,02 0,02 0,17 1,02 125 Lampiran 43. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 Angka Pengganda Ekspor 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,0087 0,0128 0,0077 0,0007 0,0010 0,0004 0,0771 0,0011 0,0187 0,0085 0,0013 0,0097 0,0043 0,0016 0,0005 0,0191 0,0020 0,0059 0,0071 0,0008 0,0822 0,0016 0,0118 0,0405 0,3371 0,0005 0,0041 0,0024 0,0010 0,0006 0,0009 0,0001 0,0175 0,0004 0,0021 0,0177 0,0025 0,0092 0,0004 0,0002 0,0001 0,0036 0,0014 0,0016 0,0015 0,0007 0,0373 0,0007 0,0086 0,0236 0,6964 0,0004 0,0028 0,0005 0,0001 0,0002 0,0004 0,0000 0,0542 0,0005 0,0017 0,0075 0,0020 0,0227 0,0037 0,0001 0,0001 0,0028 0,0002 0,0011 0,0015 0,0005 0,0471 0,0031 0,0065 0,0224 0,7407 0,0007 0,0063 0,0011 0,0002 0,0005 0,0007 0,0000 0,0068 0,0008 0,0022 0,0130 0,0019 0,0238 0,0057 0,0001 0,0010 0,0067 0,0007 0,0016 0,0027 0,0011 0,0142 0,0040 0,0082 0,0145 0,5532 0,0016 0,0011 0,0010 0,0011 0,0007 0,0009 0,0005 0,0119 0,0004 0,0024 0,0008 0,0000 0,0003 0,0001 0,0003 0,0096 0,0083 0,0010 0,0007 0,0034 0,0029 0,0123 0,0030 0,0069 0,0715 0,1861 0,0019 0,0024 0,0007 0,0018 0,0007 0,0030 0,0002 0,0099 0,0007 0,0034 0,0125 0,0001 0,0051 0,0001 0,0002 0,0002 0,0074 0,0011 0,0017 0,0032 0,0028 0,0072 0,0025 0,0108 0,1176 0,1647 0,0028 0,0025 0,0005 0,0030 0,0007 0,0034 0,0001 0,0096 0,0004 0,0051 0,0398 0,0001 0,0050 0,0001 0,0002 0,0003 0,0083 0,0019 0,0038 0,0041 0,0042 0,0042 0,0013 0,0089 0,1191 0,1578 0,0027 0,0009 0,0035 0,0015 0,0008 0,0011 0,0012 0,0099 0,0005 0,0027 0,0110 0,0009 0,0034 0,0016 0,0003 0,0020 0,0057 0,0003 0,0015 0,0022 0,0015 0,0248 0,0029 0,0103 0,0343 0,3147 0,0026 -0,0021 0,0007 0,0011 0,0005 0,0018 0,0003 0,0021 0,0003 0,0000 0,0009 0,0011 0,0002 0,0000 0,0000 -0,0050 0,0089 0,0002 -0,0002 0,0035 0,0019 0,0215 0,0015 0,0077 0,0574 0,1350 0,0032 126 Lampiran 44. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 Angka Pengganda Ekspor 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,0029 0,0356 0,0010 0,0113 0,0040 0,0604 0,0021 0,0105 0,0014 0,0110 0,0029 0,0041 0,0005 0,0072 0,0553 0,1546 0,0010 0,0003 0,0014 0,0148 0,0040 0,0017 0,0074 0,0028 0,0199 0,0082 0,0009 0,0053 0,0019 0,0047 0,0017 0,0078 0,0003 0,0016 0,0006 0,0035 0,0043 0,0028 0,0014 0,0071 0,0596 0,0449 0,0006 0,0001 0,0001 0,0094 0,0021 0,0039 0,0054 0,0004 0,0073 0,0067 0,0006 0,0031 0,0022 0,0020 0,0011 0,0015 0,0004 0,0002 0,0021 0,0090 0,0111 0,0019 0,0033 0,0061 0,0487 0,0016 0,0005 0,0008 0,0014 0,0195 0,0014 0,0125 0,0036 0,0003 0,0028 0,0076 0,0011 0,0078 0,0028 0,0029 0,0017 0,0045 0,0005 0,0005 0,0092 0,0338 0,0482 0,0036 0,0073 0,0194 0,2358 0,0415 0,0011 0,0011 0,0028 0,0281 0,0019 0,0093 0,0051 0,0017 0,0063 0,0102 0,0201 0,0466 0,0012 0,0030 0,0014 0,0112 0,0008 0,0042 0,0334 0,1349 0,0755 0,0589 0,0038 0,0666 0,1421 0,0396 0,0104 0,0021 0,0087 0,0227 0,0159 0,1436 0,0192 0,0125 0,0116 0,0070 0,0217 0,0607 0,0031 0,0047 0,0011 0,0100 0,0007 0,0034 0,0314 0,0972 0,0499 0,0426 0,0053 0,0666 0,1292 0,0527 0,0072 0,0014 0,0090 0,0336 0,0169 0,1192 0,0311 0,0108 0,0174 0,0120 0,0158 0,1088 0,0033 0,0052 0,0010 0,0099 0,0006 0,0033 0,0181 0,0743 0,0336 0,0429 0,0092 0,0791 0,1426 0,0631 0,0048 0,0009 0,0116 0,0389 0,0209 0,0928 0,0403 0,0105 0,0135 0,0140 0,0240 0,0239 0,0016 0,0049 0,0023 0,0160 0,0016 0,0027 0,0296 0,1173 0,1050 0,0118 0,0082 0,0327 0,1923 0,0410 0,0050 0,0026 0,0087 0,0235 0,0062 0,0104 0,0109 0,0047 0,0084 0,0071 0,0191 0,0021 0,0029 0,0041 0,0033 0,0142 0,0007 0,0024 0,0556 0,1402 0,0995 0,0347 0,0061 0,1011 0,0958 0,0613 0,0060 0,0000 0,0130 0,0285 0,0093 0,1028 0,0223 0,0165 0,0011 0,0012 Lampiran 45. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1980 Angka Pengganda Ekspor 1985 1990 1995 0,1041 0,0080 0,0020 0,0438 0,1246 0,0019 0,0322 0,0019 0,0112 0,0068 0,0000 0,0010 0,0227 0,0080 0,0441 0,0129 0,0006 0,0124 0,0237 0,0094 0,0374 0,0009 0,0109 0,0057 0,0000 0,0013 0,0100 - 0,0572 0,0092 0,0004 0,0130 0,0187 0,0067 0,0071 0,0019 0,0156 0,0159 0,0000 0,0010 0,0124 - 0,0775 0,0177 0,0005 0,0187 0,0137 0,0106 0,0150 0,0048 0,0401 0,0195 0,0000 0,0015 0,0145 0,0018 0,1141 0,0300 0,0006 0,0269 0,0164 0,0114 0,0097 0,0022 0,0480 0,0082 0,0000 0,0009 0,0170 0,0061 0,0876 0,0497 0,0002 0,0316 0,0185 0,0174 0,0340 0,0116 0,0624 0,0361 0,0023 0,0027 0,0065 0,0005 2000 2005 2008 0,1437 0,0333 0,0009 0,0270 0,0209 0,0131 0,0137 0,0044 0,0339 0,0181 0,0022 0,0021 0,0256 0,0018 0,1282 0,0323 0,0006 0,0308 0,0315 0,0104 0,0148 0,0192 0,0339 0,0389 0,0039 0,0173 0,0281 0,0010 0,1563 0,0336 0,0005 0,0335 0,0278 0,0083 0,0125 0,0244 0,0357 0,0344 0,0041 0,0118 0,0242 0,0002 127 Lampiran 46. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 Indeks Keterkaitan ke Belakang 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,68 0,71 0,68 0,67 0,63 0,70 0,76 0,88 0,65 0,88 0,77 0,71 0,89 0,66 0,68 0,68 0,74 0,68 1,06 0,67 0,79 0,65 0,70 0,94 0,67 0,76 0,68 0,71 0,70 0,66 0,67 0,72 0,77 0,87 0,67 0,87 0,76 0,71 0,90 0,68 0,70 0,69 0,71 0,72 1,06 0,68 0,79 0,67 0,77 0,97 0,65 0,74 0,68 0,68 0,71 0,62 0,65 0,68 1,15 0,82 0,64 0,87 0,99 0,80 0,70 0,66 0,67 0,68 0,64 0,68 1,12 0,77 0,74 0,66 0,74 0,95 0,69 0,75 0,79 0,71 0,76 0,66 0,66 0,71 0,84 0,83 0,75 0,92 1,06 0,89 0,74 0,72 0,66 0,81 0,77 0,80 1,07 1,03 0,72 0,72 0,72 0,81 0,63 0,76 0,77 0,72 0,75 0,65 0,65 0,69 0,88 0,85 0,80 0,99 1,09 0,91 0,70 0,72 0,68 0,85 0,76 0,90 1,10 1,17 0,77 0,77 0,78 0,79 0,64 0,77 0,70 0,73 0,75 0,63 0,66 0,67 0,87 0,84 0,67 0,88 0,95 0,88 0,69 0,68 0,69 0,71 0,66 0,81 1,21 0,95 0,72 0,73 0,76 0,94 0,69 0,75 0,71 0,72 0,73 0,62 0,65 0,67 0,89 0,85 0,67 0,90 1,10 0,88 0,70 0,71 0,69 0,70 0,69 0,83 1,23 0,98 0,73 0,72 0,77 0,76 0,66 0,77 0,73 0,72 0,73 0,62 0,67 0,72 0,88 0,79 0,72 0,86 1,13 0,95 0,72 0,72 0,71 0,73 0,78 0,88 1,15 0,95 0,77 0,73 0,76 0,76 0,66 0,78 0,69 0,69 0,68 0,60 0,63 0,70 0,81 0,79 0,73 0,87 1,06 0,87 0,71 0,71 0,64 0,80 0,78 0,86 1,15 1,15 0,77 0,72 0,78 0,80 0,61 0,79 128 Lampiran 47. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 Indeks Keterkaitan ke Belakang 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,10 1,22 1,21 1,17 1,16 1,13 1,32 1,20 1,23 1,46 1,14 1,08 1,30 1,32 1,11 1,32 1,05 1,33 1,51 1,21 1,39 1,24 1,19 1,33 1,16 1,27 1,21 1,30 1,22 1,19 1,03 1,19 0,99 1,16 1,27 1,49 1,16 1,21 0,99 1,52 1,15 1,45 1,05 1,10 1,52 1,25 1,49 1,36 1,46 1,28 1,18 1,32 1,07 1,16 1,16 1,14 1,10 1,23 1,08 1,06 1,27 1,42 1,02 1,37 1,27 1,25 1,28 1,45 1,15 1,10 1,30 1,38 1,44 1,40 1,66 1,05 1,28 1,28 1,17 1,23 1,18 1,24 1,19 1,20 1,20 0,93 1,29 1,28 1,12 1,28 1,05 1,20 0,82 1,32 1,05 1,07 1,32 1,23 1,25 1,36 1,27 1,31 1,19 1,22 1,16 1,21 1,17 1,22 1,22 1,18 1,16 0,92 1,24 1,23 1,12 1,26 1,05 1,19 0,81 1,32 1,04 1,03 1,27 1,16 1,12 1,45 1,25 1,27 1,09 1,20 2005 2008 0,89 1,10 1,28 1,13 1,21 1,24 0,99 0,76 0,87 0,86 1,01 1,02 1,14 1,03 1,00 1,11 1,26 1,11 1,19 1,23 0,98 0,74 0,85 0,86 1,01 1,01 1,14 1,03 1,07 1,19 1,22 1,18 1,09 1,26 1,17 1,13 1,26 1,39 1,11 1,28 1,29 1,36 1,02 1,44 1,08 1,24 1,18 1,23 1,32 1,54 1,46 1,30 1,43 1,25 1,13 1,08 1,22 1,15 1,06 1,08 1,13 1,02 1,27 1,47 1,06 1,31 1,41 1,38 1,01 1,46 1,10 1,21 1,28 1,27 1,36 1,51 1,38 1,25 1,27 1,31 1,18 1,16 1,21 1,18 1,03 1,16 1,18 1,00 1,27 1,41 1,20 1,26 1,37 1,35 0,96 1,39 1,10 1,12 1,16 1,24 1,28 1,46 1,30 1,27 1,07 1,25 1,22 1,17 1,16 1,19 1,16 1,17 1,09 0,94 1,29 1,29 1,17 1,31 1,08 1,15 0,87 1,28 1,08 1,10 1,33 1,20 1,31 1,37 1,20 1,27 1,13 1,25 Lampiran 48. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Indeks Keterkaitan ke Belakang 1980 1985 1990 1995 2000 0,75 1,31 1,34 0,95 1,14 1,08 0,82 1,09 0,94 0,85 0,60 0,92 0,95 1,80 0,76 1,27 1,41 0,97 1,32 1,20 0,84 1,05 0,79 0,83 0,62 0,86 1,06 0,00 0,69 1,15 1,32 1,02 1,17 1,38 0,93 1,09 0,78 0,75 0,59 0,89 1,16 0,00 0,71 1,17 1,18 1,02 1,05 1,35 0,91 0,94 0,81 0,79 0,58 0,91 1,09 0,78 0,73 1,11 1,19 0,97 1,01 1,25 0,88 0,85 0,83 0,80 0,57 0,91 1,16 1,28 0,78 1,15 1,14 0,92 0,96 1,24 0,85 0,86 0,85 0,87 0,91 0,99 1,15 1,15 0,90 1,15 1,28 1,12 1,29 1,43 1,03 0,80 0,77 0,90 0,96 1,04 1,10 1,06 129 Lampiran 49. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 1,71 0,80 0,63 0,67 0,65 0,66 1,04 0,83 0,96 0,77 0,72 0,73 0,66 0,79 0,87 0,62 0,65 1,03 0,67 0,74 0,97 0,72 1,04 1,24 2,00 0,80 1,66 0,86 0,67 0,71 0,69 0,67 0,99 0,79 1,02 0,65 0,69 0,65 0,65 0,78 1,02 0,63 0,68 0,99 0,68 0,68 0,95 0,69 0,90 1,26 1,71 0,85 1,52 0,83 0,63 0,63 0,63 0,65 0,99 0,89 0,92 0,74 0,69 0,72 0,65 0,77 0,86 0,62 0,66 1,08 0,67 0,67 0,91 0,67 0,75 1,27 2,57 0,83 Indeks Keterkaitan ke Depan 1985 1990 1995 2000 1,37 0,84 0,63 0,67 0,63 0,79 0,73 0,95 0,79 0,77 0,69 0,78 0,64 0,69 0,80 0,62 0,72 0,95 0,66 0,73 0,86 0,60 0,72 0,87 2,30 0,87 1,25 0,80 0,71 0,64 0,63 0,65 0,76 0,96 0,67 0,79 0,61 0,81 0,60 0,63 0,59 0,60 0,67 0,96 0,64 0,76 0,81 0,59 0,75 1,02 1,88 1,01 1,19 0,71 0,70 0,61 0,64 0,72 0,80 0,93 0,69 0,79 0,61 0,69 0,60 0,60 0,58 0,67 0,74 0,87 0,65 0,73 0,85 0,59 0,75 1,14 1,68 1,01 1,17 0,69 0,71 0,61 0,62 0,73 0,85 1,12 0,64 0,68 0,57 0,66 0,57 0,59 0,63 0,69 0,85 0,82 0,63 0,81 0,74 0,57 0,74 1,71 3,56 0,81 2005 2008 1,12 0,69 0,74 0,63 0,71 0,71 0,83 1,01 0,61 0,76 0,56 0,68 0,56 0,58 0,65 0,73 0,74 0,82 0,61 0,73 0,68 0,57 0,78 1,53 3,51 0,80 1,09 0,66 0,82 0,62 0,78 0,74 0,77 0,85 0,61 0,94 0,55 0,59 0,54 0,55 0,67 0,70 0,77 1,07 0,62 0,75 0,67 0,57 0,89 1,78 3,83 0,81 130 Lampiran 50. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 0,75 1,05 0,70 0,76 0,78 0,78 0,68 0,81 0,85 1,18 1,02 1,40 0,92 1,46 2,17 0,88 0,76 0,69 1,44 1,02 1,04 1,16 1,16 0,69 1,45 1,16 0,69 1,01 0,73 0,81 0,76 0,69 0,66 0,75 0,98 1,17 1,01 1,08 1,13 2,09 1,79 1,06 0,77 0,69 1,79 0,96 1,18 1,58 1,53 0,67 1,41 1,35 0,65 0,68 0,74 0,67 0,74 0,75 0,64 0,60 0,87 1,06 0,80 1,48 1,12 3,08 2,12 0,91 0,70 0,72 1,82 0,89 1,05 2,06 1,97 0,69 1,06 1,11 Indeks Keterkaitan ke Depan 1985 1990 1995 2000 0,63 0,76 0,80 0,68 0,74 0,86 0,61 0,67 0,86 0,92 0,76 1,29 1,28 3,26 2,63 1,07 0,73 0,69 1,23 0,94 1,01 2,14 1,46 0,73 1,21 1,20 0,61 0,72 0,72 0,76 0,75 0,99 0,60 0,65 0,95 0,90 0,76 1,46 1,32 4,24 2,14 0,98 0,73 0,62 1,42 1,14 0,94 2,23 1,37 0,67 1,26 1,11 0,62 0,79 0,73 0,75 0,83 1,07 0,60 0,64 1,00 0,89 0,83 1,46 1,39 3,95 1,74 1,32 0,71 0,62 1,22 1,13 0,86 1,95 1,33 0,72 1,14 1,15 0,75 1,00 0,66 0,75 0,76 1,34 0,58 0,63 0,86 0,83 0,74 1,27 1,18 2,53 1,99 1,05 0,65 0,60 1,15 0,83 0,82 1,13 1,77 0,60 1,10 1,30 2005 2008 0,69 0,92 0,70 0,80 0,71 1,22 0,58 0,60 0,81 0,81 0,76 1,27 1,46 2,40 2,54 1,11 0,65 0,60 1,11 0,84 0,87 1,62 1,55 0,64 1,35 1,26 0,72 0,82 0,73 0,84 0,68 1,19 0,57 0,60 0,68 0,81 0,81 1,10 1,95 2,67 2,45 1,08 0,61 0,58 1,02 0,70 0,92 1,76 1,50 0,62 1,12 1,22 2005 2008 2,57 0,88 0,56 1,23 0,93 0,69 0,93 0,94 1,95 1,76 0,57 0,69 1,47 0,59 2,76 0,82 0,55 1,20 0,85 0,68 0,89 0,94 1,78 1,42 0,60 0,65 1,35 0,54 Lampiran 51. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Indeks Keterkaitan ke Depan 1980 1985 1990 1995 2000 3,41 1,10 0,69 1,90 0,70 0,75 0,85 0,73 1,20 0,95 0,60 0,67 1,58 1,14 2,90 0,90 0,64 1,23 0,79 0,76 1,15 0,74 1,44 1,00 0,62 0,73 1,26 0,00 2,67 0,83 0,61 1,25 0,78 0,73 0,95 0,70 1,19 0,99 0,59 0,65 1,29 0,00 3,16 0,89 0,60 1,31 0,78 0,73 0,97 0,80 1,41 1,19 0,58 0,69 1,32 0,71 2,59 0,94 0,59 1,35 0,80 0,76 0,94 0,83 1,58 1,31 0,57 0,68 1,20 1,00 2,28 0,96 0,59 1,57 0,86 0,79 1,22 0,90 1,72 1,96 0,57 0,70 1,18 0,73 3,49 0,91 0,57 1,17 0,92 0,83 0,95 0,83 1,67 1,76 0,61 0,67 1,35 0,62 131 Lampiran 52. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1,30 1,35 1,32 1,33 1,39 1,28 1,15 1,03 1,35 1,00 1,16 1,23 0,99 1,33 1,28 1,29 1,19 1,29 0,94 1,39 1,12 1,36 1,26 0,94 1,33 1,15 1,29 1,33 1,27 1,32 1,33 1,28 1,13 1,03 1,31 1,00 1,18 1,22 0,97 1,29 1,25 1,26 1,23 1,22 0,91 1,30 1,12 1,30 1,12 0,91 1,35 1,18 Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang 1980 1985 1990 1995 2000 1,26 1,32 1,22 1,36 1,32 1,26 1,14 1,04 1,32 0,97 0,87 1,24 1,24 1,29 1,26 1,24 1,31 1,23 0,89 1,11 1,18 1,29 1,14 0,91 1,27 1,13 1,25 1,29 1,18 1,38 1,32 1,30 1,02 1,10 1,28 0,98 0,92 1,28 1,28 1,27 1,24 1,22 1,33 1,05 0,79 0,93 1,19 1,17 1,13 0,95 1,30 1,15 1,23 1,27 1,20 1,38 1,33 1,31 0,99 1,08 1,28 0,96 0,81 1,27 1,23 1,22 1,23 1,22 1,27 1,03 0,78 0,90 1,16 1,17 1,11 1,16 1,30 1,11 1,22 1,29 1,22 1,41 1,33 1,29 1,02 1,17 1,21 1,02 0,81 1,01 1,22 1,22 1,22 1,20 1,12 1,00 0,81 0,95 1,15 1,20 1,17 1,17 1,35 1,11 1,30 1,35 1,30 1,45 1,39 1,35 1,26 1,19 1,19 0,99 0,84 1,12 1,22 1,22 1,36 1,08 1,10 1,01 0,79 0,83 1,14 1,19 1,12 1,20 1,55 1,09 2005 2008 1,18 1,32 1,20 1,39 1,34 1,22 1,20 1,13 1,17 0,96 0,85 1,11 1,17 1,23 1,31 1,10 1,13 1,09 0,86 0,89 1,22 1,20 1,23 1,16 1,56 1,15 1,17 1,29 1,22 1,40 1,37 1,26 1,13 1,06 1,12 0,93 0,85 1,03 1,25 1,23 1,29 1,05 1,14 0,99 0,85 0,82 1,15 1,13 1,25 1,24 1,59 1,13 132 Lampiran 53. Indeks Penyebaran Keterkaitan Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 0,90 0,81 0,92 0,91 0,78 0,79 0,69 0,85 0,77 0,86 0,86 1,02 0,70 0,82 0,92 0,80 0,85 0,67 0,81 0,83 0,71 0,89 0,88 0,68 0,82 0,71 0,81 0,84 0,90 0,86 0,86 0,77 0,90 0,93 0,81 0,82 0,83 0,91 0,88 0,89 0,91 0,78 0,83 0,80 0,89 0,82 0,71 0,81 0,91 0,71 0,79 0,68 ke Belakang Sektor-sektor Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang 1980 1985 1990 1995 2000 0,85 0,80 0,91 0,87 0,81 0,72 0,82 0,83 0,75 0,82 0,91 0,99 0,74 1,00 0,88 0,73 0,76 0,78 1,06 0,79 0,72 1,07 1,08 0,86 0,81 0,68 0,84 0,85 0,92 0,83 0,84 0,71 0,74 0,88 0,77 0,80 0,85 1,01 0,73 1,03 0,97 0,80 0,82 0,72 0,92 0,82 0,75 1,11 1,00 0,77 0,78 0,71 0,79 0,91 0,93 0,88 0,87 0,83 0,77 0,94 0,83 0,79 0,88 1,00 0,72 1,05 0,98 0,76 0,80 0,72 0,91 0,95 0,71 1,14 0,93 0,73 0,82 0,67 0,78 0,92 0,94 0,86 0,90 0,81 0,76 0,96 0,89 0,83 0,86 1,07 0,77 1,07 1,03 0,79 0,81 0,80 0,91 0,97 0,75 1,03 1,01 0,76 0,91 0,72 0,79 1,08 0,97 0,89 0,89 0,82 0,81 0,99 0,87 0,83 0,86 1,02 0,92 1,00 1,13 0,78 0,81 0,81 0,86 0,94 0,71 0,86 1,03 0,71 0,90 0,70 2005 2008 0,82 1,02 0,93 0,89 0,84 0,80 0,74 0,99 0,82 0,85 0,90 1,01 0,94 0,95 1,17 0,76 0,85 0,83 0,87 0,91 0,74 0,95 1,05 0,71 0,90 0,72 0,85 0,95 0,95 0,93 0,79 0,77 0,77 1,04 0,80 0,89 0,94 0,97 0,96 0,97 1,19 0,77 0,86 0,88 0,88 0,95 0,82 0,96 1,06 0,73 0,93 0,74 Lampiran 54. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1,19 0,68 0,71 0,95 0,78 0,82 1,07 0,82 0,97 1,06 1,45 0,96 0,95 0,56 1,16 0,69 0,64 0,93 0,70 0,81 1,04 0,84 1,11 1,07 1,41 1,01 0,87 0,00 Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang 1980 1985 1990 1995 2000 1,22 0,74 0,69 0,86 0,77 0,71 0,96 0,79 1,09 1,14 1,44 0,95 0,78 0,00 1,21 0,74 0,75 0,88 0,85 0,73 0,98 0,97 1,16 1,12 1,48 0,96 0,82 1,09 1,18 0,77 0,73 0,92 0,87 0,77 1,00 1,07 1,13 1,10 1,50 0,95 0,77 0,92 1,13 0,76 0,77 0,98 0,93 0,78 1,07 1,09 1,15 1,05 0,95 0,91 0,81 0,83 0,99 0,77 0,70 0,81 0,71 0,70 0,87 1,12 1,25 1,00 0,89 0,85 0,83 0,84 2005 2008 0,99 0,79 0,70 0,81 0,77 0,76 0,93 1,22 1,26 1,05 0,85 0,87 0,81 0,87 0,90 0,79 0,71 0,83 0,78 0,77 0,95 1,25 1,28 1,04 0,86 0,88 0,82 0,87 133 Lampiran 55. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 0,70 1,17 1,36 1,27 1,30 1,31 0,91 1,08 0,92 1,10 1,20 1,17 1,28 1,09 1,01 1,37 1,30 0,93 1,26 1,21 0,89 1,18 0,90 0,78 0,49 1,05 0,69 1,07 1,27 1,19 1,22 1,32 0,91 1,10 0,88 1,28 1,25 1,29 1,29 1,10 0,89 1,32 1,23 0,95 1,23 1,24 0,90 1,22 0,98 0,78 0,57 0,99 0,71 1,05 1,29 1,27 1,27 1,24 1,25 0,96 0,93 1,07 1,17 1,30 1,26 1,06 0,96 1,27 1,20 0,87 1,17 1,20 0,92 1,18 1,07 0,77 0,42 0,96 0,90 1,21 1,11 1,29 1,12 1,11 1,09 0,93 1,28 1,06 1,37 1,29 1,38 1,36 1,19 1,08 1,03 0,98 1,25 1,07 1,15 1,34 1,05 0,64 0,29 0,97 0,88 1,24 0,99 1,28 1,01 1,07 1,13 1,00 1,29 0,91 1,38 1,36 1,40 1,39 1,15 1,12 0,99 0,78 1,23 1,04 1,17 1,34 1,00 0,58 0,27 0,95 0,77 1,05 1,28 1,20 1,28 1,06 1,12 0,95 1,03 1,05 1,18 1,33 1,27 1,17 1,02 1,29 1,13 0,92 1,20 1,10 0,96 1,32 1,12 0,97 0,41 0,91 0,85 1,05 1,14 1,25 1,26 1,24 1,08 0,94 1,17 1,02 1,29 1,28 1,32 1,26 1,33 1,31 1,19 0,92 1,22 1,05 1,00 1,32 1,07 0,83 0,47 0,80 0,87 1,19 1,17 1,31 1,26 1,19 1,03 0,95 1,17 1,05 1,31 1,26 1,34 1,35 1,36 1,19 1,08 0,98 1,23 1,11 0,99 1,34 1,11 0,78 0,53 0,81 0,88 1,21 1,13 1,28 1,27 1,17 1,09 0,88 1,23 1,15 1,36 1,32 1,37 1,32 1,23 1,14 0,92 0,97 1,22 0,98 1,07 1,35 1,08 0,60 0,30 0,96 134 Lampiran 56. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 1,16 0,88 1,20 1,12 1,09 1,08 1,25 1,18 1,05 0,99 0,90 0,76 0,91 0,70 0,42 1,03 1,11 1,22 0,84 0,84 0,84 0,92 0,91 1,22 0,60 0,73 1,28 0,99 1,15 1,08 1,09 1,23 1,31 1,35 0,98 0,98 0,89 0,96 0,74 0,61 0,50 0,96 1,09 1,21 0,75 0,89 0,79 0,66 0,85 1,27 0,62 0,63 1,29 1,18 1,08 1,22 1,07 1,08 1,29 1,32 0,96 0,99 1,06 0,85 0,71 0,44 0,40 0,92 1,15 1,11 0,74 0,96 0,84 0,68 0,87 1,21 0,86 0,71 1,20 1,19 1,14 1,23 1,10 0,74 1,36 1,37 1,14 1,17 1,18 0,90 0,54 0,43 0,34 0,76 1,20 1,28 0,92 1,05 0,91 0,70 0,78 1,29 0,67 0,62 1,16 1,17 1,11 1,17 1,15 0,74 1,37 1,40 1,24 1,17 1,15 0,96 0,43 0,39 0,34 0,77 1,26 1,32 0,95 1,15 0,86 0,69 0,79 1,31 0,76 0,63 1,29 1,17 1,01 1,27 1,08 0,96 1,32 1,35 0,98 1,06 1,10 0,92 0,62 0,43 0,34 0,93 1,11 1,15 0,83 0,97 0,86 0,73 0,93 1,25 0,78 0,66 1,31 1,21 1,09 1,22 1,06 0,85 1,34 1,35 0,96 1,09 1,10 0,82 0,61 0,37 0,39 0,94 1,08 1,26 0,78 0,96 0,88 0,70 0,87 1,22 0,73 0,71 1,31 1,21 1,11 1,23 0,98 0,83 1,35 1,36 1,03 1,14 1,11 0,84 0,60 0,37 0,46 0,72 1,13 1,29 0,81 0,94 0,96 0,70 0,91 1,19 0,77 0,70 1,11 1,13 1,19 1,24 1,03 0,69 1,35 1,33 1,15 1,12 1,22 0,93 0,68 0,42 0,40 0,79 1,19 1,29 0,89 1,06 0,97 0,92 0,65 1,32 0,76 0,60 Lampiran 57. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan 1980 1985 1990 1995 2000 0,26 0,77 1,23 0,44 1,21 1,12 0,99 1,15 0,72 0,91 1,39 1,25 0,55 0,83 0,30 0,93 1,31 0,68 1,07 1,22 0,74 1,13 0,58 0,84 1,35 1,14 0,70 0,00 0,30 0,96 1,31 0,63 1,04 1,20 0,88 1,15 0,67 0,80 1,35 1,21 0,65 0,00 0,26 0,89 1,33 0,61 1,04 1,18 0,86 1,05 0,60 0,68 1,37 1,16 0,62 1,12 0,31 0,83 1,34 0,59 0,98 1,13 0,87 1,00 0,54 0,61 1,38 1,16 0,68 1,01 0,35 0,83 1,35 0,51 0,93 1,10 0,68 0,94 0,51 0,42 1,40 1,15 0,71 1,15 0,25 0,85 1,35 0,67 0,85 1,04 0,84 0,98 0,51 0,46 1,26 1,17 0,59 1,25 2005 2008 0,30 0,87 1,37 0,63 0,84 1,16 0,89 0,87 0,49 0,46 1,34 1,14 0,54 1,32 0,28 0,93 1,39 0,64 0,91 1,17 0,92 0,87 0,53 0,55 1,28 1,19 0,58 1,41 135 Lampiran 58. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 1980 3 40 42 28 19 29 36 49 31 51 57 50 62 58 64 60 65 38 30 37 20 48 14 45 7 44 4 34 30 19 11 61 46 55 36 47 57 50 63 52 65 59 62 41 25 37 24 51 21 42 1 43 4 36 44 29 15 65 20 56 40 58 53 31 57 50 64 61 63 28 23 30 16 54 24 38 1 46 Peringkat Pangsa Output 1985 1990 1995 6 37 43 25 13 66 56 53 46 52 51 50 60 54 62 57 61 32 19 30 27 63 28 55 2 42 7 41 48 38 15 66 52 53 49 51 60 54 63 56 65 59 55 43 27 30 33 61 28 40 3 34 15 50 51 45 22 66 49 48 52 54 59 58 63 61 65 56 57 43 25 33 37 60 27 35 9 32 2000 2005 2008 19 54 47 42 26 66 44 57 55 56 63 60 64 61 65 52 51 46 34 28 39 58 25 21 3 41 24 54 42 45 26 64 43 58 55 48 63 57 65 62 66 51 56 46 37 33 44 59 28 15 6 39 26 56 37 50 23 64 48 58 54 35 61 57 65 63 66 53 52 36 34 31 45 59 22 14 5 33 136 Lampiran 59. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 1980 22 17 10 4 26 16 52 15 47 9 24 39 66 33 11 18 43 56 63 54 35 53 21 59 27 2 27 35 5 6 28 18 58 16 45 12 26 38 53 31 17 23 44 56 64 49 29 39 13 54 32 3 33 43 5 10 35 22 59 18 42 17 25 47 49 26 13 41 51 55 48 45 34 19 14 60 32 2 Peringkat Pangsa Output 1985 1990 1995 33 31 5 38 35 23 59 14 39 17 16 40 34 24 4 21 47 49 44 41 36 18 20 58 22 1 25 36 5 37 45 21 58 18 31 10 14 24 42 20 4 22 47 50 29 46 32 16 19 57 23 1 23 31 7 28 34 19 53 21 29 6 16 24 44 17 10 18 42 55 36 46 40 14 20 47 26 1 2000 2005 2008 24 22 15 32 50 14 49 27 31 6 17 20 53 13 4 18 40 48 37 43 33 5 16 45 30 2 30 22 18 32 53 19 52 29 34 9 25 20 49 16 4 17 40 47 41 36 27 3 12 50 23 1 28 20 17 32 51 25 55 30 46 15 24 27 44 10 4 19 42 47 41 40 18 3 16 49 29 1 2000 2005 2008 1 7 59 23 29 35 38 36 9 10 12 11 8 62 2 5 60 13 31 35 38 21 11 10 14 7 8 61 2 6 60 13 38 39 43 21 12 8 11 7 9 62 Lampiran 60. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1980 1 8 61 5 25 46 34 55 32 13 12 23 6 41 2 10 60 9 33 40 22 48 20 14 8 15 7 66 3 7 62 9 27 37 39 52 21 11 6 12 8 66 Peringkat Pangsa Output 1985 1990 1995 3 8 64 10 26 48 29 45 15 11 7 12 9 65 2 6 62 11 26 35 39 44 9 13 12 17 8 64 2 4 62 13 41 38 30 39 5 3 8 12 11 64 137 Lampiran 61. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1971 1975 2 33 32 14 10 17 25 47 19 50 51 45 57 48 61 52 63 22 38 23 12 42 8 43 3 37 3 23 22 11 6 60 34 52 24 45 51 46 62 48 63 55 59 28 33 25 17 47 13 35 1 30 Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto 1980 1985 1990 1995 2000 3 25 28 16 7 65 20 43 26 49 45 27 42 35 63 58 62 17 41 19 10 39 14 32 1 30 4 22 27 14 8 66 57 42 26 46 48 38 58 40 60 54 59 19 35 21 16 62 17 52 1 28 3 24 37 20 9 66 50 49 41 47 61 55 62 54 64 56 52 30 46 27 18 58 17 25 2 19 7 42 45 36 11 66 47 43 49 50 60 58 62 61 65 51 54 39 34 27 25 59 16 23 4 20 7 44 38 28 14 66 40 50 45 54 62 60 63 59 65 47 46 42 34 27 29 56 16 12 2 30 2005 2008 18 49 35 36 14 63 38 56 51 45 64 55 65 60 66 47 52 39 40 29 37 58 19 8 3 28 16 53 27 41 9 64 42 56 49 34 63 57 65 60 66 51 45 31 36 32 37 55 15 6 3 25 138 Lampiran 62. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 1971 1975 35 36 34 11 30 20 56 27 55 13 31 39 65 40 16 41 46 60 64 58 44 54 21 59 28 6 36 49 18 16 27 26 56 21 54 20 32 37 53 42 29 40 43 57 65 58 41 44 19 61 31 4 Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto 1980 1985 1990 1995 2000 37 56 15 23 40 38 61 18 55 21 29 51 52 34 57 54 50 53 48 59 44 22 24 60 36 4 34 47 24 53 36 37 61 15 51 23 18 49 41 33 6 31 39 56 44 50 45 29 30 63 43 5 36 40 34 44 45 23 59 15 35 16 14 31 51 28 8 39 48 57 38 53 43 21 22 60 33 4 31 41 37 40 33 18 56 15 32 14 21 28 53 22 13 26 48 57 35 55 46 24 19 52 29 3 31 24 35 36 58 18 53 20 33 13 22 23 57 19 5 26 43 55 48 52 37 15 17 51 41 3 2005 2008 33 25 31 42 59 26 57 20 43 15 22 23 53 21 4 24 41 48 50 46 27 11 16 54 30 2 35 24 29 38 59 28 58 23 52 20 22 30 47 21 4 26 40 48 50 46 17 14 19 54 33 2 Lampiran 63. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1 15 62 4 26 49 24 53 29 9 7 18 5 66 2 14 64 8 39 38 15 50 12 9 5 10 7 66 Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto 1980 1985 1990 1995 2000 2 12 64 9 31 46 33 47 13 6 5 8 11 66 2 12 64 10 25 55 20 32 13 7 3 11 9 65 1 10 63 11 26 42 29 32 6 7 5 13 12 65 1 6 63 10 38 44 17 30 5 2 8 9 12 64 1 11 61 21 39 49 32 25 4 6 8 10 9 64 2005 2008 1 9 61 17 34 44 32 13 6 5 12 7 10 62 1 11 62 18 43 44 39 12 8 5 10 7 13 61 139 Lampiran 64. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Belakang Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 1971 66 45 36 47 55 44 50 40 42 33 54 39 52 48 35 28 46 29 34 49 30 51 31 37 57 32 41 27 60 58 38 19 43 1975 45 40 36 47 49 42 55 48 52 57 28 50 35 54 46 29 38 27 58 30 32 51 34 37 41 44 19 65 43 60 31 33 39 1980 49 42 47 36 48 46 58 38 55 45 51 52 41 39 35 40 32 57 28 29 65 43 7 54 30 19 44 31 60 33 27 34 50 1985 48 49 42 51 36 40 58 47 50 39 38 35 32 52 44 46 29 19 28 55 45 30 33 54 34 37 65 31 43 27 57 56 41 Kode Sektor 1990 1995 48 48 36 36 42 42 39 39 40 40 49 49 47 47 38 50 52 35 66 38 45 52 35 58 51 46 46 29 50 37 58 33 19 30 29 27 44 28 55 45 65 32 30 66 33 54 27 19 54 65 43 55 11 11 32 44 28 43 31 51 37 31 34 34 57 64 2000 58 48 45 38 47 57 35 36 42 55 50 52 27 49 46 30 37 28 32 31 29 20 19 40 54 51 56 44 65 33 39 43 11 2005 48 45 42 50 35 55 38 36 49 47 30 58 46 28 52 57 32 33 40 51 31 29 27 65 56 37 54 44 19 11 39 43 66 2008 48 42 45 50 55 38 49 35 58 36 31 30 28 52 40 57 32 29 20 46 27 33 65 37 47 56 54 19 51 11 39 43 44 140 Lampiran 64. (lanjutan) Rank 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1980 1985 56 65 61 24 64 13 8 10 62 59 21 11 7 26 53 17 2 12 6 23 15 18 16 1 3 20 25 4 14 9 22 5 63 56 24 13 8 10 64 59 62 21 61 23 7 53 11 26 6 18 12 17 2 3 15 16 1 20 14 22 9 5 4 25 63 66 37 56 11 24 59 64 10 8 12 61 20 26 62 21 23 3 13 53 25 18 2 16 6 1 15 14 22 5 17 9 4 63 66 20 11 60 24 59 64 12 10 7 8 18 61 62 66 23 3 26 22 2 21 53 16 1 15 25 13 14 6 9 17 5 4 63 Kode Sektor 1990 1995 41 20 56 64 10 7 12 59 8 60 61 18 62 26 23 24 21 53 3 22 2 14 1 13 16 15 17 9 6 25 5 4 63 57 41 20 12 56 63 7 18 62 10 60 61 59 8 26 17 53 21 24 23 16 3 1 22 14 13 9 6 2 15 5 25 4 2000 2005 2008 66 64 59 63 34 62 53 10 12 41 18 7 60 24 16 8 26 23 17 61 21 9 22 13 14 6 1 2 3 15 5 25 4 20 64 63 59 34 10 12 53 61 62 7 8 41 24 16 18 1 17 3 26 60 9 13 23 14 22 21 6 2 5 15 4 25 66 63 64 53 10 59 34 12 18 7 62 16 8 61 41 9 24 23 26 1 21 22 17 3 60 2 14 13 6 15 5 4 25 141 Lampiran 65. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Depan Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 1971 1975 1980 1985 53 41 25 56 1 65 40 51 45 38 24 61 36 49 52 48 66 54 28 7 47 23 18 46 37 21 9 62 39 42 15 35 59 53 40 41 45 25 1 48 49 61 51 52 65 24 56 47 36 59 39 38 42 15 9 28 37 62 7 18 35 46 21 23 54 2 40 53 25 41 48 49 45 1 38 65 24 56 61 39 52 18 51 36 47 62 7 59 9 42 21 8 46 35 15 2 54 26 37 40 53 41 25 48 49 61 1 65 56 38 39 45 51 52 62 42 47 59 18 8 46 36 54 26 24 32 35 21 2 60 15 29 Kode Sektor 1990 1995 40 53 48 41 25 61 38 45 49 56 39 62 51 1 65 46 52 24 26 66 32 42 8 18 35 47 54 59 36 60 21 12 57 40 53 62 48 41 61 25 56 38 39 49 42 45 59 1 65 52 51 24 46 32 26 35 54 8 60 36 18 57 47 21 31 37 2000 2005 2008 25 53 40 41 49 62 24 61 65 32 52 38 39 56 1 45 48 8 51 42 28 59 57 54 35 7 17 46 36 60 58 18 47 25 53 41 40 61 62 48 49 24 65 39 51 38 52 56 32 1 42 45 8 60 57 59 28 54 47 46 7 18 36 35 30 26 25 53 40 41 39 24 61 48 49 62 65 52 56 32 51 38 1 42 18 45 10 60 47 23 59 8 57 30 54 3 28 26 36 142 Lampiran 65. (lanjutan) Rank 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 1971 1975 1980 1985 8 34 26 2 14 32 31 10 43 30 58 27 20 60 12 11 22 29 57 44 50 55 33 64 19 4 13 6 17 5 3 16 63 26 30 8 57 14 43 31 58 34 60 64 29 4 32 44 5 27 22 11 20 19 17 6 3 50 33 10 12 13 55 16 63 66 57 14 23 32 10 29 31 58 12 44 43 60 50 11 28 19 22 20 30 17 64 27 13 6 33 5 4 3 16 55 34 63 66 9 6 12 57 10 28 37 31 20 7 58 50 43 17 23 66 44 14 64 11 30 34 4 19 13 27 3 5 16 33 22 55 63 Kode Sektor 1990 1995 2 10 30 37 20 58 7 23 31 43 29 28 3 64 9 17 50 6 34 19 4 14 5 44 11 27 13 16 33 22 15 55 63 7 10 58 28 23 30 17 20 29 66 6 50 2 43 64 3 12 9 16 19 34 5 27 44 11 4 13 14 33 22 55 15 63 2000 2005 2008 26 20 31 30 27 21 23 37 6 3 2 16 10 64 12 29 43 9 34 19 15 66 5 63 4 50 44 14 33 22 55 11 13 23 10 37 17 3 16 20 6 31 5 29 58 27 64 2 21 12 43 15 50 4 19 9 44 34 66 14 33 22 63 55 11 13 37 5 17 7 20 6 29 27 46 16 58 31 35 15 21 2 64 4 19 50 43 9 34 63 12 44 33 22 11 14 55 13 66 143 Lampiran 66. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Primer. Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 p.O p.ID (3,23) (0,33) (0,05) (0,58) (0,28) (0,32) (0,24) (0,08) (0,38) 0,15 (0,15) (0,18) (0,09) (0,17) (0,04) 0,04 0,11 (0,10) (0,10) 0,26 (0,64) (0,12) 0,03 1,40 (4,45) 0,21 (6,90) (0,38) 0,22 (0,33) 0,21 0,05 (0,36) (0,21) (0,48) 0,32 (0,29) (0,18) (0,12) (0,57) (0,09) 0,06 0,14 (0,40) 0,07 0,16 (0,21) (0,24) (0,18) 0,84 0,93 0,23 p.XoAD p.IDoAD (0,11) (0,19) (0,41) (0,08) (0,10) (0,12) (1,01) (0,10) (0,19) (3,33) (0,65) (0,13) (0,73) 0,24 (0,12) (0,41) (1,07) (0,11) (0,24) (0,10) (2,88) (0,14) (0,43) (0,28) (2,78) 0,01 (0,44) (0,39) 1,87 (0,18) 0,47 2,31 0,37 (0,42) (0,39) 2,30 (0,49) (0,30) 0,19 (0,67) 0,07 0,77 0,95 (1,18) 0,58 0,19 2,61 (1,57) (0,35) (0,42) 1,87 0,11 Tren p.VA (3,80) (0,35) (0,03) (0,65) (0,12) (0,38) (0,18) (0,06) (0,46) 0,13 (0,15) (0,20) (0,09) (0,20) (0,04) 0,05 0,14 (0,15) 0,09 0,03 (0,63) (0,14) 0,10 1,75 (4,66) 0,30 IM OM FL BL 0,38 0,16 0,39 0,15 0,09 0,26 0,01 0,10 0,34 0,22 0,49 0,43 (0,04) 0,14 0,20 0,53 0,13 0,35 (6,20) 0,07 0,10 0,18 0,15 (0,11) (0,64) 0,10 0,31 (0,26) 0,06 (0,44) (0,30) (0,25) (0,20) (0,46) 0,58 0,33 1,85 1,02 (1,16) 0,10 (0,44) 0,78 0,26 0,99 0,12 2,86 (0,37) 0,29 (0,03) (1,40) (0,62) (0,06) (1,80) (0,55) 0,41 (0,21) 0,18 0,18 (0,66) 0,39 (1,19) 0,29 (0,52) (0,26) (0,36) (0,74) (0,95) 0,26 0,35 (0,38) (0,20) 0,15 (0,87) (0,43) (0,35) 1,43 4,96 (0,03) 0,50 (0,03) 0,27 (0,17) (0,03) (0,02) (0,07) (0,33) 0,76 0,38 1,82 1,11 (0,96) 0,32 (0,18) 0,93 0,44 1,11 0,05 2,80 (0,18) 0,50 0,15 (1,25) (0,33) 0,12 catatan: nilai tren sudah distandarisasi t(Z)N(0,1) angka dalam kurung menunjukkan nilai tren negatif. 144 Lampiran 67. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Sekunder. Sektor 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 p.O p.ID 0,25 0,52 (1,44) (2,54) (0,49) 0,30 0,01 (0,45) 0,22 0,39 0,51 0,85 0,13 1,32 0,97 0,82 0,09 0,07 0,33 0,24 0,66 2,81 0,57 0,13 0,28 1,27 0,12 0,24 0,15 (0,18) (0,04) 0,69 (0,12) (0,23) (0,18) (0,45) (0,28) 0,65 (0,11) 1,82 0,57 0,43 (0,27) (0,15) 0,09 0,04 0,21 1,53 0,45 0,03 0,01 (0,01) p.XoAD p.IDoAD 0,99 2,07 (0,11) (0,00) (0,16) (0,61) (0,03) 0,00 1,88 2,23 1,87 1,44 0,46 0,70 0,76 (1,22) 0,82 0,14 0,37 0,74 0,60 1,23 0,39 1,79 (0,10) (0,10) 0,00 (0,12) 0,46 1,00 1,08 1,20 (2,18) (0,53) (1,43) (0,87) (1,89) (0,43) (1,33) 0,14 (0,50) (0,48) (1,50) (0,65) (0,52) (1,28) (0,56) 0,29 0,47 (0,31) (0,59) (0,35) Tren p.VA 0,14 0,49 (0,10) (0,53) (0,32) 0,28 0,02 0,29 0,17 0,54 0,39 0,47 0,06 0,65 1,85 0,50 0,09 0,07 0,14 0,10 0,60 1,36 0,58 0,06 0,11 1,44 IM OM FL BL 0,05 (1,78) 0,42 (0,79) 1,09 0,05 0,09 (1,59) 0,47 (0,30) 0,32 0,69 (0,47) (0,07) (1,41) (0,09) 0,26 (0,51) 1,14 (2,17) (0,44) 0,82 (0,27) 0,73 0,69 0,35 0,49 (0,09) (0,12) 0,44 0,68 0,12 0,07 (1,74) 0,23 (1,23) 0,22 0,74 (0,89) (1,16) (2,51) (0,39) (0,15) (1,09) (0,93) (0,37) (1,50) 0,75 (0,94) 0,38 (0,67) (0,36) (0,00) (0,22) (0,10) 0,16 (0,18) 1,61 (0,32) (0,46) (0,42) (1,11) (0,62) (0,34) 1,87 1,87 0,77 0,50 (0,40) (0,39) (1,82) (0,59) (0,74) 0,15 0,29 (0,23) (0,55) 0,08 0,35 (0,26) (0,26) 0,27 0,54 (0,02) (0,05) (1,70) 0,03 (1,44) 0,11 0,54 (0,93) (1,33) (2,39) (0,64) (0,19) (1,14) (1,18) (0,52) (1,67) 0,45 (1,13) 0,15 (0,76) (0,54) catatan: nilai tren sudah distandarisasi t(Z)N(0,1) angka dalam kurung menunjukkan nilai tren negatif. 145 Lampiran 68. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Tersier. Sektor 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 p.O p.ID (1,02) 0,32 (0,03) (0,90) (0,05) 0,23 (0,17) 0,94 1,38 0,68 (0,36) 1,07 (0,43) (0,14) (0,59) 0,15 (0,06) (0,47) 0,39 0,16 (0,07) 0,56 1,00 1,95 0,09 0,16 (0,25) (0,34) p.XoAD p.IDoAD 0,48 0,48 (0,07) 0,19 (1,93) 0,04 (0,43) 0,34 0,07 0,13 0,00 0,14 0,11 (0,21) 0,23 (0,12) (0,85) 0,51 1,21 0,02 0,59 (0,37) (1,05) 1,91 (0,22) (0,23) 0,20 1,18 Tren p.VA (2,24) 0,89 (0,01) (1,00) (0,09) 0,04 (0,20) 1,26 1,57 0,83 (1,16) 0,83 (0,49) 0,02 IM OM FL BL 0,38 (0,63) 0,42 0,30 0,77 0,45 0,30 (0,08) 0,25 0,02 0,22 0,18 0,30 1,85 1,32 (0,96) (0,48) 0,93 0,14 0,68 0,85 (2,42) (0,26) 0,25 2,88 0,88 0,75 1,84 (1,03) (0,35) (0,34) (0,99) 0,47 (0,10) (0,11) 0,61 1,80 2,26 (0,07) (0,09) (0,12) 0,20 1,37 (1,06) (0,70) 0,86 (0,02) 0,49 0,88 (2,25) (0,14) 0,35 2,89 0,87 0,66 1,82 catatan: nilai tren sudah distandarisasi t(Z)N(0,1) angka dalam kurung menunjukkan nilai tren negatif 146 Halaman ini sengaja dikosongkan 147 Lampiran 69. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971-2008 1971 1975 1995 1980 2000 1985 2005 Keterangan: FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sektor pada Lampiran 64-65. 1990 2008 148 Halaman ini sengaja dikosongkan 149 Lampiran 70. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971-2008 berdasarkan Hirarki Tahun 1971 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 Keterangan: FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sektor pada Lampiran 64-65. 150 Halaman ini sengaja dikosongkan 151 Lampiran 71. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971-2008 berdasarkan Hirarki Tahun 2008 2008 2005 2000 1995 1990 1985 1980 1975 1971 Keterangan: FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sektor pada Lampiran 64-65. Halaman ini sengaja dikosongkan