transformasi struktural perekonomian indonesia

advertisement
TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA
DALAM KERANGKA MODEL INPUT OUTPUT
TAHUN 1971-2008
BUDI KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Transformasi Struktural
Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971 - 2008
adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2011
Budi Kurniawan, SE
NRP H151090144
ABSTRACT
BUDI KURNIAWAN. Study of Indonesian Structural Transformation using the
Input Output Framework 1971-2008. Supervised under MUHAMMAD FIRDAUS
and SRI MULATSIH.
In assessing the economic impact of a sector or a group of sectors on a
single or multiregional economy, input-output analysis has proven to be a popular
method. This paper explores the degree of structural change of the Indonesian
economy using the input-output frame work. It examines how linkages among
economic sectores evolved over 1971-2008 and identifies which economic sectors
exhibited the highest intersectoral linkages. The study finds that manufacturing is
consistenly as the key sector in the Indonesian economy. Indonesian cannot afford
to leapfrog the industrialization stage and largely depend on a service-oriented
economy when the potensial for growth still lies primarily on manufacturing. The
graphical presentation of interindustry relationship through the “Multiplier Product
Matrix” (MPM) and its associated “economic landscape” provides a visualization
of the Indonesian economic structure for selected years and how it has changed
over time.
Keywords : economic landscape, input output model, key sector
RINGKASAN
BUDI KURNIAWAN. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam
Kerangka Model Input Output Tahun 1971-2008. Dibimbing oleh MUHAMMAD
FIRDAUS dan SRI MULATSIH.
Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti
merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran
kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada
tahun 1966 membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang politik dan
ekonomi (Weinstein 1976). Pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana
dengan baik di Indonesia baru dimulai sejak awal pelaksanaan Rencana
Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969 dan prosesnya berjalan
mulus sejak itu hingga terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Upaya stabilisasi
dan rehabilitasi dilakukan dalam semangat desentralisasi dan detatisme untuk
mengatasi kondisi ekonomi yang buruk pada akhir masa orde lama. Perubahan
struktur PDB merupakan akibat dari industrialisasi di Indonesia (Kuncoro 2007).
Proses industrialisasi di Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1980
(Dasril 1993), dan berdasarkan kriteria United Nation Industrial Development
Organization sampai dengan tahun 2008 Indonesia termasuk kedalam kategori
negara semi industri. Pertanyaannya adalah apakah benar telah terjadi perubahan
struktural yang mendasar dalam perekonomian Indonesia seiring dengan
pertumbuhan ekonomi? Apakah model input-output cukup akurat jika digunakan
dalam perencanaan ekonomi? Bagaimana peran sektoral dalam proses transformasi
struktural perekonomian Indonesia? Sektor ekonomi apa yang memiliki keterkaitan
antarsektor yang tinggi dan menjadi kunci dalam perekonomian Indonesia? Fakta
terjadinya deindustrialisasi negatif pada perekonomian Indonesia memunculkan
pertanyaan, apakah stategi industrialisasi yang diterapkan di Indonesia telah
berbasis sumberdaya? Apakah transformasi perekonomian Indonesia sebaik
transformasi negara berkembang lainnya? Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic
landscape) di Indonesia dalam kerangka model input output (IO) selama kurun
waktu 1971 sampai dengan 2008.
Penelitian dilakukan dengan menelaah Tabel IO Indonesia yang bersumber
dari BPS meliputi data tahun 1971, 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan
2008. Sektor-sektor dalam runtun data IO diagregasikan secara seragam (common
set) menjadi 66 sektor mengacu pada klasifikasi Tabel IO Tahun 2008 (updating
2005). Model IO digunakan untuk menjawab beberapa tujuan penelitian. Analisis
perubahan teknis dilakukan dengan cara meregresikan koefisien teknis input output
periode (n+1) terhadap koefisien teknis input output periode ke-n. Model
persamaan X = (I-A)-1F yang diturunkan dari matriks kebalikan Leontief untuk
menguji apakah koefisien teknis input output yang diprediksi dari (I-A)-1 tahun
ke-n mempunyai kekuatan peramalan yang baik sampai satu periode kedepan (n+1),
dilakukan dengan mensubstitusikan data permintaan akhir (F) tahun (n+1) kedalam
persamaan sehingga diperoleh data total output (X) untuk tahun (n+1) hasil
peramalan. Matriks pengganda output (Multiplier Product Matrix) disajikan dalam
grafik tiga dimensi untuk memvisualisasikan struktur perekonomian.
Deviasi hasil estimasi total output dengan uji matriks Leontief memiliki
kecenderungan over estimate untuk setiap periode. Hal ini disebabkan oleh adanya
deviasi yang terlalu tinggi (outlier) pada beberapa sektor, antara lain sektor
“tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil tanaman serat (15)”, “industri kimia
(40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, industri mesin, alat-alat dan perlengkapan
listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”. Keenam sektor sebagaimana tersebut
memiliki deviasi yang sangat tinggi hampir disetiap periode. Deviasi total tertinggi
terjadi pada tahun 1990 sebesar 19,33 persen dengan rata-rata 11 persen perperiode.
Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke periode
berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koefisien teknis x ij*=+xij dengan
hipotesis =0 dan =1.
Terdapat 20 (dua puluh) sektor yang menjadi sektor kunci dalam dinamika
proses perubahan struktur perekonomian Indonesia selama periode pengamatan,
namun tidak satupun sektor primer pernah menjadi sektor kunci. Selama periode
analisis terdapat 5 (lima) sektor yang mengolah hasil pertanian yang bisa disebut
sebagai sektor kunci antara lain; sektor “industri minyak dan lemak (28)”, “industri
makanan lainnya (32)”, “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, “industri bambu,
kayu dan rotan (37)” dan “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”.
Sektor industri lain yang menjadi sektor kunci adalah “industri pupuk dan pestisida
(39)”, “industri kimia (40)”, “pengilangan minyak bumi (41)” serta “industri
barang karet dan plastik (42)”. Beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci
adalah sektor “industri dasar besi dan baja (45)”, “industri logam dasar bukan besi
(46)”, “industri barang dari logam (47)”, “industri mesin, alat dan perlengkapan
listrik (48)” serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”. Sektor
“listrik, gas dan air (51)” dan sektor “bangunan (52)” adalah dua sektor yang selalu
menjadi sektor kunci disepanjang periode analisis. Sektor tersier yang pernah
menjadi sektor kunci antara lain adalah sektor “perdagangan (53)”, “jasa lainnya
(65)”, “restoran dan hotel (54)” serta sektor “angkutan darat (56)”.
Berdasarkan visualisasi perubahan lanskap ekonomi, peningkatan peranan
yang terjadi antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan
batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi
(25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida
(39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan
perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan
adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa
perusahaan (62)”. Penurunan peranan antara lain terlihat pada beberapa sel yang
terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”, ”angkutan darat (56)”
dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”.
Transformasi struktur perekonomian Indonesia jika dibandingkan dengan
proses perubahan struktur perekonomian yang terjadi pada negara-negara BRIC
(Brazil, Rusia, India dan China) dalam jangka waktu sekitar 40 tahun menunjukkan
pola yang berbeda. Pergeseran struktur GDP negara-negara BRIC diawali
pergeseran peran sektor pertanian oleh sektor industri yang selanjutya diikuti
peningkatan peran sektor jasa. Pergeseran struktur yang terjadi di Indonesia diawali
pada kondisi dimana sektor jasa telah mendominasi perekonomian, selanjutnya
terjadi peningkatan peran sektor industri menggeser sektor pertanian dan akhirnya
mendominasi perekonomian. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia
menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan dengan
teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga
kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya
tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang
produktifitasnya lebih tinggi.
Daya penyebaran yang tinggi pada sektor-sektor sekunder tidak diikuti
derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor primer mengindikasikan tidak
adanya link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku
yang tersedia. Strategi industrialisasi yang kurang tepat menyebabkan proses
deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak alami dan cenderung negatif.
Kebijakan industrialisasi sebaiknya mempertimbangkan link and match antara
industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. Seiring
perjalanan waktu seharusnya terjadi konvergensi tingkat produktifitas pada
keseluruhan sektor walaupun pada awalnya produktifitas tenaga kerja sektor jasa
memang tertinggi dibanding sektor industri dan pertanian. Peningkatan
produktivitas sektor primer memerlukan dukungan teknologi dan jaminan
ketersediaan input dalam proses produksinya.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA
DALAM KERANGKA MODEL INPUT OUTPUT
TAHUN 1971-2008
BUDI KURNIAWAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Tesis
Nama
NRP
: Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka
Model Input Output Tahun 1971 – 2008
: Budi Kurniawan
: H151090144
Disetujui
Komisi Pembimbing
Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D
Ketua
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 30 April 2011
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Supriyanto, SE, MA.
PRAKATA
Pertama, izinkan Saya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul ”Transformasi
Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun
1971-2008” telah dapat terselesaikan. Penelitian ini telah dimulai sejak Oktober
2010 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya
penelitian dan penulisan tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih
kepada, yang terhormat :
1. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), yang telah memberikan kesempatan kepada
Penulis untuk menempuh pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB.
2. Kepala Pusdiklat BPS beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran
administrasi selama Penulis mengikuti program Tugas Belajar.
3. Kepala BPS Provinsi Jambi beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran
administrasi kepegawaian selama Penulis menempuh pendidikan.
4. Bpk. Muhammad Firdaus dan Ibu Sri Mulatsih selaku Komisi Pembimbing,
yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan
arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam menyusun tesis ini.
5. Bpk. Supriyanto (Kepala Direktorat Neraca Produksi BPS), selaku Penguji Luar
Komisi pada pelaksanaan Ujian Tesis.
6. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB beserta
jajarannya, yang telah membantu kelancaran proses kegiatan belajar.
7. Teman-teman mahasiswa pascasarjana IPB, khususnya PS Ilmu Ekonomi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian tesis
ini meskipun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, semoga
hasil penelitian ini berguna dan memberikan kontribusi bagi semua pihak terutama
pemerintah dan kalangan akademisi.
Bogor, April 2011
Budi Kurniawan, SE
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 29 Agustus 1974 sebagai anak
kedua dari pasangan Munzili Madjid dan Sumiati. Pendidikan Diploma III Statistik
ditempuh di Akademi Ilmu Statistik Jakarta, lulus pada tahun 1999. Penulis
melanjutkan pendidikan tinggi pada Program Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik Jakarta, lulus tahun 2002. Gelar sarjana diperoleh melalui Program Alih
Jenjang pada Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor tahun 2009.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Jambi sejak tahun 1993. Bidang tugas yang pernah menjadi
tanggung jawab penulis antara lain adalah koordinator statitik kecamatan, seksi
statistik sosial dan seksi statistik produksi pada BPS Kabupaten Batang Hari.
Sebelum mengikuti program Tugas Belajar di IPB, bidang tugas yang menjadi
tanggung jawab penulis adalah seksi analisis statistik lintas sektor pada Bidang
Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Provinsi Jambi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xvii
1.
PENDAHULUAN .................................................................................................
1. 1. Latar Belakang ................................................................................................
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................................
1.3. Manfaat dan Tujuan Penelitian ......................................................................
1
1
3
5
2.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................
2.1. Tinjauan Teoritis..............................................................................................
2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi ................................................
2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi...............................
2.1.3. Teori Perubahan Struktural .................................................................
2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi...............
2.1.5. Model Input Output..............................................................................
2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output ...........................................
2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output ......................................
2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor ............................................................
2.1.7. Multiplier Product Matrix ...................................................................
2.2. Tinjauan Empiris .............................................................................................
2.2.1. Transformasi Struktural .......................................................................
2.2.2. Peranan Sektoral ...................................................................................
2.3. Kerangka Pemikiran........................................................................................
2.4. Hipotesis Penelitian .........................................................................................
7
7
7
7
8
10
11
13
16
17
17
18
18
20
21
23
3.
METODE PENELITIAN ......................................................................................
3.1. Jenis dan Sumber Data....................................................................................
3.2. Metode Analisis ...............................................................................................
3.2.1. Analisis Perubahan Teknis ..................................................................
3.2.2. Analisis Keterkaitan .............................................................................
3.2.3. Analisis Pengganda ..............................................................................
3.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor ........................................................
3.2.5. Analisis Perubahan Struktur Perekonomian ......................................
25
25
26
28
28
30
31
32
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
4.1. Pengujian Model Input Output.......................................................................
4.1.1. Uji Regresi Koefisien Teknis ..............................................................
4.1.2. Uji Matriks Leontief.............................................................................
4.2. Perkembangan Peran Sektoral dalam Transformasi Struktural
Perekonomian Indonesia ................................................................................
4.2.1. Struktur Permintaan dan Penawaran ..................................................
4.2.1.1. Kontribusi Sektoral dalam Permintaan Antara....................
4.2.1.2. Kontribusi Sektoral dalam Output Total ..............................
35
35
35
35
37
37
38
39
xiii
4.2.1.3. Komposisi Permintaan Agregat............................................
4.2.2. Analisis Struktur Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga
Kerja ......................................................................................................
4.2.3. Analisis Pengganda..............................................................................
4.2.3.1. Analisis Pengganda Output ...................................................
4.2.3.2. Analisis Pengganda Pendapatan ...........................................
4.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor ........................................................
4.2.5. Analisis Keterkaitan.............................................................................
4.2.6. Analisis Peran Sektoral........................................................................
4.3. Dinamika Sektor Kunci dalam Proses Transformasi Struktural
Perekonomian Indonesia................................................................................
4.3.1. Dinamika Sektor Kunci .......................................................................
4.3.2. Multiplier Product Matrix...................................................................
4.3.3. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia diantara Negara
Berkembang lainnya ............................................................................
40
43
48
48
49
50
53
55
61
62
65
71
5.
RANGKUMAN HASIL .......................................................................................
79
6.
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................
6.1. Kesimpulan ......................................................................................................
6.2. Saran .................................................................................................................
85
85
86
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
87
LAMPIRAN ...........................................................................................................
93
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Produk Domestik Regional Bruto
berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Tahun 1971 - 2008 ......................
2
2.1. Simplifikasi Tabel Input Output .........................................................................
14
3.1. Banyaknya Sektor dan Pedoman Klasifikasi Tabel IO Indonesia ..................
25
3.2. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input Output Indonesia 1971 - 2008 ............
26
3.3. Rumus Perhitungan Angka Pengganda .............................................................
31
4.1. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual ..................................
36
4.2. Struktur PDB menurut Pendapatan ....................................................................
44
4.3. Struktur PDB menurut Pengeluaran...................................................................
45
4.4. Struktur PDB menurut Lapangan Usaha ...........................................................
46
4.5. Angka Pengganda Output Rata-rata...................................................................
48
4.6. Angka Pengganda Pendapatan Rata-rata ...........................................................
49
4.7. Derajat Ketergantungan Ekspor Rata-rata .........................................................
52
4.8. Angka Pengganda Ekspor Rata-rata ..................................................................
53
4.9. Sektor-sektor Kunci Perekonomian Indonesia..................................................
63
4.10. Perubahan (signifikan) Peran Sektoral antar Periode .......................................
66
4.11. Sel-sel MPM dengan Perubahan Negatif ..........................................................
68
4.12. Sel-sel MPM dengan Perubahan Positif ............................................................
70
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output ................................................................
12
3.1. Alur Pemikiran Strategis .....................................................................................
21
3.2. Alur Kerja Studi ...................................................................................................
22
4.1. Struktur PDB ........................................................................................................
47
4.2. Pangsa Tenaga Kerja menurut Sektor................................................................
47
4.3. Plot Tren Pangsa Output dan Tren Pangsa Permintaan Antara ......................
56
4.4. Plot Tren Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Agregat dan Tren Pangsa
Permintaan Antara terhadap Permintaan Agregat ............................................
57
4.5. Plot Tren Pangsa Input dan Tren Pangsa Nilai Tambah Bruto .......................
58
4.6. Plot Tren Pengganda Pendapatan dan Tren Pengganda Output .....................
59
4.7. Plot Tren Keterkaitan ke Depan dan Tren Keterkaitan ke Belakang .............
60
4.8. Lanskap Ekonomi Indonesia berdasarkan Hirarki Tahun 1971......................
65
4.9. Perubahan Peran Sektoral antar Periode............................................................
67
4.10. Akumulasi Perubahan Peran Sektoral Tahun 1971-2008................................
69
4.11. Struktur GDP Brazil Tahun 1959-2000.............................................................
71
4.12. Struktur GDP Rusia Tahun 1989-2004 .............................................................
72
4.13. Struktur GDP India Tahun 1980-2004 ..............................................................
73
4.14. Struktur GDP China Tahun 1980-2004.............................................................
73
4.15. Struktur PDB Indonesia Tahun 1971-2008.......................................................
74
4.16. Pangsa Tenaga Kerja Brazil, India dan China ..................................................
75
4.17. Pangsa Tenaga Kerja Indonesia Tahun 1971-2008..........................................
76
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis
Sektor-sektor Primer...............................................................................................
95
2. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis
Sektor-sektor Sekunder ..........................................................................................
96
3. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ...................
97
4. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder...............
98
5. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ...................
99
6. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder ...............
100
7. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Primer
101
8. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor
Sekunder .................................................................................................................. 102
9. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Tersier
102
10. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Primer ................................................
103
11. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Sekunder............................................
104
12. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Tersier ................................................
104
13. Pangsa Output Sektor-sektor Primer.....................................................................
105
14. Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder ................................................................
106
15. Pangsa Output Sektor-sektor Tersier ....................................................................
106
16. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor
Primer ....................................................................................................................... 107
17. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor
Sekunder .................................................................................................................. 108
18. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor
Tersier ...................................................................................................................... 108
19. Pangsa Ekspor terhadap Parmintaan Total pada Sektor-sektor Primer.............
109
20. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Sekunder ........
110
21. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor Tersier ............
110
22. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Primer ...............
111
23. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Sekunder...........
112
24. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Tersier...............
112
25. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer ..............................................
113
26. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder .........................................
114
xvii
27. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier .............................................
114
28. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer .................................................
115
29. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder ............................................
116
30. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier.................................................
116
31. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer (Type II) ................................
117
32. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder (Type II) ............................
118
33. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier (Type II).................................
118
34. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer .........................................
119
35. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder.....................................
120
36. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier.........................................
120
37. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer (Type II) .........................
121
38. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder (Type II).....................
122
39. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier (Type II).........................
122
40. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Primer .......................................
123
41. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Sekunder...................................
124
42. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Tersier .......................................
124
43. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Primer.................................................
125
44. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Sekunder ............................................
126
45. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Tersier ................................................
126
46. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer.......................................
127
47. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Sekunder ..................................
128
48. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier ......................................
128
49. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer............................................
129
50. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder .......................................
130
51. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier ...........................................
130
52. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer..................
131
53. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Sekunder .............
132
54. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier .................
132
55. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer.......................
133
56. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder ..................
134
57. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier ......................
134
58. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Primer ...................................................
135
59. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder ..............................................
136
60. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Tersier ..................................................
136
xviii
61. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer.............................
137
62. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder ........................
138
63. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier ............................
138
64. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Belakang .............................
139
65. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Depan..................................
141
66. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor
terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap
Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA),
Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke
Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Primer.............. 143
67. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor
terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap
Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA),
Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke
Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Sekunder ......... 144
68. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor
terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap
Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA),
Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke
Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Tersier ............. 145
69. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 .................................................
147
70. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 berdasarkan Hirarki Tahun
1971 .......................................................................................................................... 149
71. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 berdasarkan Hirarki Tahun
2008 .......................................................................................................................... 151
xix
Halaman ini sengaja dikosongkan
xx
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti
merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran
kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada
tahun 1966 membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang politik dan
ekonomi (Weinstein 1976). Pembangunan ekonomi yang lebih serius dan
terencana dengan baik di Indonesia baru dimulai sejak awal pelaksanaan Rencana
Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969 dan prosesnya
berjalan mulus sejak itu hingga terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Upaya
stabilisasi dan rehabilitasi dilakukan dalam semangat desentralisasi dan detatisme
untuk mengatasi kondisi ekonomi yang buruk pada akhir masa orde lama
(Kuncoro 2007).
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari
pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Tingkat kesejahteraaan masyarakat dilihat dari aspek ekonomi dapat
diukur dengan pendapatan perkapita. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu
target penting yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi untuk dapat
meningkatkan pendapatan nasional. Pada awal pembangunan ekonomi, umumnya
di banyak negara perencanaan pembangunan ekonomi lebih berorientasi pada
pertumbuhan dan bukan distribusi pendapatan. Selain pertumbuhan, proses
pembangunan ekonomi juga akan membawa dengan sendirinya suatu perubahan
mendasar
dalam
struktur
ekonomi.
Dari
sisi
permintaan
agregat,
perubahan/pendalaman struktur ekonomi terjadi terutama didorong oleh
peningkatan pendapatan. Sedangkan dari sisi penawaran agregat, faktor-faktor
pendorong utama adalah perubahan teknologi, peningkatan sumberdaya manusia
dan penemuan material-material baru sebagai input produksi.
Diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan
struktur ekonomi. Pertumbuhan yang berkesinambungan dalam jangka panjang
akan membawa perubahan ekonomi lewat efek dari sisi permintaan dan pada
gilirannya perubahan tersebut akan menjadi faktor pemicu pertumbuhan ekonomi.
2
Transformasi struktural merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari
sektor
pertanian
ke
perekonomian/negara
sektor
akan
industri
mengalami
atau
jasa
transformasi
dan
yang
masing-masing
berbeda-beda.
Transformasi struktural adalah gejala ilmiah yang harus dialami oleh setiap
perekonomian yang sedang tumbuh.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan perubahan struktur
perekonomian di Indonesia yang berjalan seiring perkembangan laju pertumbuhan
ekonomi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1. Rata-rata laju pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode lima tahunan selama kurun waktu tahun
1971 sampai dengan tahun 2008 tergolong tinggi dalam kisaran 5-8 persen
pertahun kecuali pada periode 1996-2000 akibat krisis ekonomi global. Sementara
struktur PDB Indonesia mengalami perubahan yang terlihat dari menurunnya
peranan (share) sektor primer dan kecenderungan (trend) meningkatnya peranan
sektor sekunder maupun sektor tersier.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Produk Domestik Bruto
berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Tahun 1971-2008
Tahun (t)
1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
Rata-rata*
Pertumbuhan
(%)
Primer
Sekunder
Tersier
8,07
7,92
4,76
6,26
7,13
1,02
4,73
5,88
37,35
44,90
49,09
37,03
32,42
25,14
28,89
24,64
26,88
21,19
19,25
17,39
23,21
26,98
31,40
33,69
35,22
36,75
41,45
35,85
33,52
39,76
40,61
43,45
37,42
40,14
36,37
Struktur PDB (%)
*) rata-rata tahun (t-1) s/d tahun (t)
Sumber : BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari pertumbuhan PDB sebagaimana
terlihat pada Tabel 1.1 diduga menjadi penyebab terjadinya transformasi
struktural dalam perekonomian Indonesia selama kurun waktu tersebut. Perubahan
struktur PDB merupakan akibat dari industrialisasi di Indonesia (Kuncoro 2007).
Proses industrialisasi di Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1980 (Dasril
3
1993), dan berdasarkan kriteria United Nation Industrial Development
Organization sampai dengan tahun 2008 Indonesia termasuk kedalam kategori
negara semi industri.
Teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan oleh Kaldor dalam
Dasgupta dan Singh (2006) menyebutkan bahwa sektor manufaktur merupakan
mesin pertumbuhan bagi suatu negara atau wilayah. Teori ini mendorong banyak
negara untuk melakukan industrialisasi demi memperoleh pertumbuhan ekonomi
yang pesat. Pada beberapa periode terakhir ternyata terjadi fenomena
deindustrialisasi (deindustrialization) di negara-negara maju yang digambarkan
oleh penurunan proporsi pekerja di sektor manufaktur terhadap total jumlah
pekerja (IMF 1997). Argumentasi dari Rowthorn dan Coutts (2004) tentang
terjadinya deindustrialisasi di negara-negara maju adalah bahwa hal tersebut
merupakan sebuah konsekuensi atas proses pembangunan pada suatu sistem
perekonomian yang telah maju. Deindustrialisasi dapat diartikan sebagai
pergantian peran dominan sektor manufaktur oleh sektor jasa. Fenomena
deindustrialisasi seperti ini biasa disebut dengan deindustrialisasi positif.
Fenomena yang terjadi pada perekonomian Indonesia sejak tahun 2002
memperlihatkan dengan jelas tanda-tanda terjadinya proses deindustrialisasi
(Ruky 2008). Berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian yang dilakukan
oleh Dewi (2010) dapat disimpulkan bahwa sektor manufaktur telah menjadi
mesin pertumbuhan ekonomi selama tahap industrialisasi dan memacu
pertumbuhan sektor selain manufaktur. Akan tetapi telah terjadi proses
deindustrialisasi kearah yang negatif di Indonesia sejak tahun 2002 yang antara
lain ditandai dengan rendahnya trade balance. Deindustrialisasi yang terjadi
bukanlah dampak alamiah dari proses pembangunan yang sangat maju melainkan
lebih disebabkan oleh guncangan (shock) terhadap perekonomian Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
perubahan
struktural
sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa
disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya,
penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen. Proses transformasi
struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil dari penerapan kebijakan
4
pembangunan jangka panjang yang terencana. Kebijakan rekayasa transformasi
struktural diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi
tersebut dalam perekonomian.
Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary
condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer)
ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan
sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Implikasi penting dari model
perubahan struktural Gollin et al. (2002) yang merupakan pengembangan dari
model pertumbuhan neoklasik adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor
pertanian merupakan kunci penting proses pertumbuhan.
Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor
memengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele
(1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led
strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep
agricultural and structural transformation model. Kaldor (1967) diacu dalam
Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa pertumbuhan nilai tambah sektor
manufaktur memengaruhi pertumbuhan sektor selain manufaktur, yaitu bahwa
sektor manufaktur memiliki backward linkage dan forward linkage yang lebih
besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Perroux (1955) diacu dalam Daryanto
dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar sektor merupakan
salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan (growth pole) dalam
pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya lebih mengacu pada
suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi
sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan.
Pertanyaannya adalah apakah benar telah terjadi perubahan struktural yang
mendasar dalam perekonomian Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi?
Apakah model input-output cukup akurat jika digunakan dalam perencanaan
ekonomi? Bagaimana peran sektoral dalam proses transformasi struktural
perekonomian Indonesia? Sektor ekonomi apa yang memiliki keterkaitan
antarsektor yang tinggi dan menjadi kunci dalam perekonomian Indonesia? Fakta
terjadinya deindustrialisasi negatif pada perekonomian Indonesia memunculkan
pertanyaan, apakah strategi industrialisasi yang diterapkan di Indonesia telah
5
berbasis sumberdaya? Apakah transformasi perekonomian Indonesia sebaik
transformasi negara berkembang lainnya?
1.3. Manfaat dan Tujuan Penelitian
Kajian mengenai keterkaitan antar sektor dan dampak perkembangannya
melalui pendekatan input output selama ini lebih terbatas pada kajian satu tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan
struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model
input output (IO) selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguji model input output untuk perencanaan ekonomi dengan analisis
perubahan teknis dan uji Matriks Leontief.
2. Menguraikan perkembangan peran sektoral dalam transformasi struktural
di Indonesia dengan indikator struktur penawaran dan permintaan, struktur
nilai tambah, angka pengganda, indeks keterkaitan dan derajat
ketergantungan ekspor.
3. Mengidentifikasi dan menganalisa dinamika sektor kunci dalam proses
transformasi struktural perekonomian Indonesia.
Penelitian ini memanfaatkan informasi dari Tabel Input Output (Tabel IO)
Indonesia sejak pertama kali disusun tahun 1971 hingga yang terakhir tahun 2008
(updating 2005) secara sekaligus. Hasil kajian dapat dijadikan sebagai masukan
akademis dan pertimbangan berbagai pihak dalam penyusunan strategi
perencanaan pembangunan terkait dengan kebijakan rekayasa transformasi
struktural yang diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari proses
transformasi tersebut.
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
Beberapa teori yang ditinjau untuk mendukung penelitian ini adalah teori
pembangunan ekonomi, hubungan perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi,
teori perubahan struktural, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi
dan model input output untuk melihat perubahan struktural (economic landscape)
yang terjadi.
2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi
Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi
empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat
pendekatan itu adalah: (1) model pertumbuhan tahapan linear (linear stage of
growth models); (2) teori dan pola struktural (theories and pattern of structural
changes); (3) revolusi ketergantungan internasional (the international-dependence
revolution); serta (4) kontra revolusi pasar bebas neoklasik (the neo classical free
market counter-revolution). Berbagai modifikasi dari pendekatan teori-teori klasik
telah banyak dikemukakan pada beberapa tahun belakangan ini (Todaro dan
Smith 2006).
Model pertumbuhan tahapan linear mengindentikkan pembangunan
dengan pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat. Pendekatan ini tergusur oleh
dua aliran pemikiran ekonomi yang berkembang pada dekade 1970-an yaitu aliran
pemikiran yang menitikberatkan pada teori dan pola perubahan struktural, dan
aliran pemikiran revolusi ketergantungan internasional. Sepanjang dekade 1980an dan awal 1990-an pemikiran yang paling menonjol adalah pendekatan kontra
revolusi neoklasik atau seringkali disebut neo-liberal, suatu pemikiran yang
menekankan pada peranan menguntungkan perekonomian terbuka, pasar-pasar
bebas dan swastanisasi. Pendekatan yang ada saat ini menggambarkan variasi
keempat perspektif pemikiran klasik sebagaimana tersebut diatas.
2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Perubahan struktur dalam perekonomian merujuk pada perubahan struktur
perekonomian yang mendasar dalam jangka panjang, bukan hanya perubahan
struktur dalam lingkup mikro dan dalam jangka pendek. Struktur perekonomian
8
yang dimaksud adalah formasi sektor/industri dalam suatu perekonomian. Salah
satu contoh perubahan struktural adalah perekonomian subsisten yang mengalami
industrialisasi sehingga kontribusi dominan sektor pertanian bergeser ke sektor
manufaktur. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural
sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa
disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya,
penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen.
Perubahan struktur ekonomi berjalan seiring dengan pertumbuhan PDB
yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sektor
ekonomi. Bila dalam suatu sistem perekonomian hanya ada dua sektor, yaitu
industri (i) dan pertanian (p) dengan NTB masing-masing ; NTBi dan NTBp yang
membentuk PDB, maka persamaannya menjadi
PDB = NTBi + NTBp
....................................................................... (2.1)
atau,
1 = [a(t) i + a(t) p] PDB
.............................................................. (2.2)
di mana a(t)i dan a(t)p adalah pangsa PDB masing-masing dari industri dan
pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap „awal‟ pembangunan (t=0),
sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri belum berkembang a(t)i < a(t)p.
Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB
dari sektor industri meningkat dan pangsa PDB dari sektor pertanian menurun.
Pada tahap „akhir‟ pembangunan ekonomi (t=1) nilai a(1)i > a(1)p dimana a(1)i >
a(0)p dan a(1)p < a(0)p (Tambunan 2006).
2.1.3. Teori Perubahan Struktural
Teori Perubahan Struktural (structural change theory) memusatkan
perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih
terbelakang untuk mentransformasikan perekonomian dalam negeri mereka dari
pola perekonomian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern,
lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri
manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Pertumbuhan
ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi
struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor
9
pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan
mengalami transformasi yang berbeda-beda.
Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang
adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur
atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern, secara umum dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan
komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang
diperlukan secara terus menerus, untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1960,
1964; Chenery et. al. 1986; Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968;
Chenery dan Watanabe 1958). Aspek penting lain dari transformasi struktural
adalah sisi ketenagakerjaan. Clark dalam Nasoetion (1991) merumuskan bahwa
pertumbuhan ekonomi melalui proses transformasi dapat dicapai melalui (1)
peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor dan (2) transfer tenaga
kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang
produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi.
Menurut model pembangunan yang dikemukakan oleh Lewis (1954) diacu
dalam Firdaus (1998), perekonomian terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1)
sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan
ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol dan (2)
sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan
menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit
dari sektor subsisten. Sama halnya dengan model yang disusun oleh Lewis,
analisis pola pembangunan (pattern of development analysis) terhadap perubahan
struktural juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur
ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap pada perekonomian yang
terbelakang sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk
menggantikan sektor pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Hipotesis utama dari model perubahan struktural adalah bahwa
pembangunan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang dapat
diamati, yang ciri-ciri pokoknya sama di semua negara. Perbedaan-perbedaan
dapat terjadi diantara negara berkembang dalam hal langkah-langkah yang
10
ditempuh serta pola umum pembangunannya tergantung sejumlah faktor.
Pendekatan yang menekankan pada pola dan bukan teori, membuat para praktisi
beresiko mengambil kesimpulan yang salah tentang hubungan sebab akibat
(kausalitas). Studi empiris tentang proses perubahan struktural mengarah pada
kesimpulan bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda karena faktorfaktor domestik maupun internasional, dan banyak diantaranya diluar kendali
negara-negara berkembang secara individual. Para ekonom meyakini adanya polapola tertentu dalam proses pembangunan di hampir semua negara, meskipun
rumusannya bervariasi. Para analis perubahan struktural optimis bahwa ramuan
kebijakan ekonomi yang benar akan memberikan pola pertumbuhan ekonomi
yang menguntungkan secara berkesinambungan.
2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi
Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary
condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer)
ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan
sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Kuznet (1961) telah menelaah
perkembangan peran sektor pertanian dalam transformasi pembangunan. Peran
sektor pertanian menurut Kuznet antara lain adalah; (i). kontribusi produk, yaitu
sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan baku industri; (ii). kontribusi
pasar, yaitu rumah tangga sektor pertanian adalah sasaran utama konsumsi output
sektor industri baik yang bersifat konsumsi langsung maupun yang digunakan
sebagai input dalam proses produksi pertanian; (iii). kontribusi devisa, dimana
sektor pertanian juga berperan dalam menyumbangkan devisa atas ekspor barangbarang yang dihasilkan dari proses produksinya.
Gollin et. al. (2002) menyatakan bahwa model perubahan struktural dapat
menjawab dua pertanyaan penting mengenai proses industrialisasi. Pertanyaan
tersebut adalah mengapa proses industrialisasi pada setiap negara mempunyai
waktu permulaan yang berbeda-beda dan mengapa pada beberapa negara proses
tersebut berjalan lambat. Implikasi penting dari model perubahan struktural
tersebut adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan
kunci penting proses pertumbuhan. Model Gollin adalah pengembangan dari
model pertumbuhan neoklasik yang memasukkan sektor pertanian secara eksplisit.
11
Analisis pada beberapa negara industri dengan menggunakan model ini
memberikan jawaban atas pertanyaan awal. Perbedaan income antar negara pada
tahun 2000 ternyata bukanlah perbedaan steady state. Negara-negara yang
terlambat memulai proses pembangunan akan mempunyai pertumbuhan yang
lebih cepat jika dibandingkan negara-negara yang memulai lebih dulu proses
pembangunannya. Pembangunan merupakan proses yang berjalan dengan lambat.
Negara yang memulai industrialisasi pada tahun 1950 akan mencapai tingkat
steady state setidaknya dalam 100 tahun; suatu transisi yang lebih lambat jika
dibandingkan dengan model pertumbuhan neoklasik. Adanya distorsi dari
aktivitas sektor pertanian akan semakin menyebabkan tenaga kerja berpindah ke
sektor manufaktur. Berdasarkan model ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya
produktivitas sektor pertanian dapat memperlambat proses industrialisasi. Sebuah
negara dengan proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui
faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya.
2.1.5. Model Input Output
Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori
dasar yang melandasi model input output (IO). Secara sederhana, model IO
menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan
antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam
bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut
kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi (BPS 2000).
Sebagai model kuantitatif, model IO mampu memberi gambaran
menyeluruh tentang:
(1)
Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai
tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah,
(2)
Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang
dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah,
(3)
Struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam
negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan
(4)
Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan
produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan
ekspor.
12
Kerangka dasar model IO terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada
Gambar 2.1.
Kuadran I : Transaksi antarkegiatan
(nxn)
Kuadran II : Permintaan akhir
(nxm)
Kuadran III : Input primer
sektor produksi
(pxn)
Kuadran IV : Input primer
permintaan akhir
(pxm)
Sumber: BPS, 2000
Gambar 2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output
Kuadran I
: Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan
digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi di
suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi
penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi
sehingga disebut juga sebagai transaksi antara (intermediate
transaction).
Kuadran II
: Menunjukkan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir
yaitu penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi
yang biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran
pemerintah,
pembentukan
modal
tetap
bruto,
perubahan
persediaan (stock), dan ekspor.
Kuadran III
: Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi, yaitu
semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya meliputi
upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak
langsung neto.
Kuadran IV
: Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke
sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan dalam
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal dengan
sebutan
data
Social
Accounting
Matrix
(SAM).
Dalam
penyusunan Tabel IO, kuadran ini tidak disajikan.
Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk matriks, masing-masing dengan
dimensi seperti tertera pada Gambar 2.1. Bentuk seluruh matriks ini menunjukkan
13
kerangka model IO yang berisi uraian statistik mengenai transaksi barang dan jasa
antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor
produksi pada kuadran pertama, yang berisi kelompok produsen, memanfaatkan
berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa yang secara makro
disebut sebagai sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan
sektor “endogen”. Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di
kuadran kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor “eksogen”. Model IO
membedakan dengan tegas sektor endogen dan sektor eksogen. Output, selain
digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga
digunakan di luar sistem produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang
digunakan dalam sistem produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi
berupa input antara dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang
disebut input primer (Isard 1998).
Model analisis IO dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan
dalam merencanakan pembangunan sektoral. Model IO menghasilkan kajian
tentang penentuan leading sector yang dapat dijadikan fokus pembangunan untuk
mencapai target pertumbuhan ekonomi. Integrasi perekonomian dalam model IO
merefleksikan hubungan atau keterkaitan antar sektor (intersectoral) yang
merupakan hubungan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Perroux (1955)
dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar
sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan
(growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya
lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas
sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan.
2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output
Tabel IO pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930an. Tabel IO adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi
barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu perekonomian
dengan bentuk penyajian berupa matriks. Angka-angka di dalam Tabel IO
menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian
suatu wilayah. Setiap baris menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari
sebuah sektor, yang tertera pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis
14
di bawah label pembeli. Karena suatu sektor tidak menjual barangnya kepada
semua sektor yang ada, maka umum dijumpai angka nol dalam suatu baris di
dalam Tabel IO. Adapun kolom dalam Tabel IO mencatat berbagai pembelian
yang dilakukan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang
berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena
suatu sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di
perekonomian negara tersebut (Nazara 1997).
Selain transaksi antar sektor, terdapat beberapa transaksi yang juga dicatat
dalam Tabel IO. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil
produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah dan perusahaan di luar
negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi
oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat
dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir.” Dalam hal
pembelian, selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga
membutuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal
atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut
pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan
jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa.
Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor.” Secara sederhana
simplifikasi dari Tabel IO dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output
Sektor
Penjual
1
2
.
.
.
n
Nilai
Tambah
Impor
Total
Input
1
x11
x21
.
.
.
xn1
v1
m1
X1
Sumber: BPS, 2000
Sektor Pembeli
2
...
x12
...
x22
...
.
.
.
.
.
.
xn2
...
v2
...
m2
X2
...
...
n
x1n
x2n
.
.
.
xnn
vn
mn
Xn
Konsumsi
Akhir
f1
f2
.
.
.
fn
Total
Produksi
X1
X2
.
.
.
Xn
15
Dari Tabel IO pada Tabel 2.1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang
berimbang:
n
Baris
:
x
ij
 fi  Xi
i  1,..., n
ij
 v j  m j  X j j  1,..., n ................................... (2.4)
...................................... (2.3)
j 1
n
Kolom :
x
i 1
dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah
total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca
yang berimbang adalah jumlah output sama dengan jumlah input.
Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien
dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk
suatu tingkat total output (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan
tidak ada kemungkinan substitusi antara suatu bahan baku input dan bahan baku
input lainnya (dengan kata lain, bahan baku input dibeli dalam proporsi yang
tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:
aij  xij / X j
...................................................................................... (2.5)
xij  aij X j
...................................................................................... (2.6)
atau
Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas didapat:
n
a
ij
X j  fi  Xi
i  1,..., n
..................................................... (2.7)
j 1
Dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
AX  f  X
................................................................................ (2.8)
dimana :
aij  Anxn ; f i  f nx1 ; dan X i  X nx1
.................................................. (2.9)
Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungan dasar dari Tabel IO,
yaitu:
(I - A)-1 f
=X
............................................................................. (2.10)
dimana (I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (Leontief 1986).
Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi
dari suatu sektor akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya.
16
Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain)
yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap
total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief
merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total
produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai
multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks
kebalikan Leontief (I – A)-1.
2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output
Secara konseptual terdapat 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi
penyusunan model IO dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel IO
(BPS 2000), antara lain berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya
memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan bahwa
tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
b. Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi
hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap
jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding
(berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan output sektor yang
dihasilkan.
c. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total
pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing
sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem Tabel I-O semua
pengaruh luar diabaikan.
Dengan
asumsi-asumsi
tersebut,
model
analisis
I-O
mempunyai
keterbatasan-keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output konstan
sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan yang
tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya
akan dua kali juga. Asumsi ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi
ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding
dengan perubahan kuantitas dan harga output (Nazara 1997).
17
2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor
Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor
mempengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele
(1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led
strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep
agricultural and structural transformation model. King dan Byerlee (1978)
menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian akan sangat kuat
jika sektor industri mempunyai keterkaitan kebelakang yang tinggi. Adelman
(1984) menekankan pentingnya agricultural demand led industrialization (ADLI)
dan membuktikan bahwa strategi ini lebih superior dibanding strategi export led
growth apabila diterapkan di negara berkembang dimana peran sektor pertanian
masih substansial.
2.1.7. Multiplier Product Matrix
Jiemin dan Planting (2000) menggunakan suatu matriks pengganda output
atau Multiplier Product Matrix (MPM) untuk melihat dampak suatu sektor secara
keseluruhan dalam suatu perekonomian. MPM dapat memotret pengaruh suatu
sektor berdasarkan keterkaitan ke belakang dan ke depan yang sekaligus pula bisa
menjelaskan hubungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Untuk
mencari Matrix of Product Multiplier dilakukan dengan rumusan sebagai berikut :
MPM  V1
dimana :
 b1. 
 
 b2. 
bi. b. j  V1  . b.1 b.2 ... b.n 
 
 . 
b 
 n. 
................................... (2.11)
V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief Invers
n
V =
n
b
i 1 j 1
ij
bi. = jumlah semua kolom dalam baris i dari matriks Leontief Invers,
atau sering digunakan untuk mengukur besaran forward
linkage.
b.j = jumlah semua baris dalam kolom j dari matriks Leontief Invers,
atau sering digunakan untuk mengukur backward linkage.
18
Sehingga persamaan MPM tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
MPM = (1/V * FL * BL)
dimana :
.............................................................. (2.12)
FL = Forward Linkage
BL = Backward Linkage
Melalui analisis MPM dapat diamati bagaimana keadaan struktur
perekonomian suatu daerah dari periode ke periode, sehingga dapat dilihat
bagaimana perubahan struktur itu terjadi setiap waktu.
2.2. Tinjauan Empiris
Studi empiris tentang perubahan struktural perekonomian telah dilakukan
oleh beberapa peneliti. Sebagian besar yang dirujuk dalam tulisan ini adalah
penelitian tentang transformasi struktural yang terjadi di Indonesia maupun di
negara lain dalam kerangka model IO. Penelitian lain yang mendukung adalah
model ekonomi yang melihat peran dan keterkaitan sektoral dalam perekonomian
secara keseluruhan.
2.2.1. Transformasi Struktural
Penelitian Saraan (2006) menggunakan data key indicator of developping
asian and pasific countries tahun 1980-2004 dengan metode Ordinary Least
Square menyimpulkan bahwa telah terjadi transformasi struktural perekonomian
di Indonesia pada periode pengamatan yaitu transformasi sektor pertanian ke
sektor industri. Fabiomarta (2004) dengan metode yang sama mengembangkan
Model Chenery-Syrquin untuk data Indonesia tahun 1977-2002 menemukan
adanya kecenderungan menurunnya peranan sektor primer. Sementara itu, Hill
(1996) menguraikan transformasi struktural pada periode 1966–1992 dengan
obyek penelitian perekonomian Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan,
bahwa transformasi yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tersebut dinilai
terlalu cepat. Hal ini ditandai dengan sumbangan sektor pertanian terhadap Gross
Domestic Product (GDP) telah menyusut hingga kurang dari setengahnya sejak
tahun 1966, dan pada tahun 1992 sumbangannya hanya tinggal 36%. Penurunan
ini ternyata diikuti dengan kenaikan sumbangan sektor industri (secara luas
mencakup pertambangan, industri manufaktur, fasilitas umum dan kontruksi),
yang sumbangannya pada saat itu sebesar 35% lebih besar dari nilainya pada
19
pertengahan dekade 1960-an. Selanjutnya, Nasoetion (1991) mengatakan bahwa
transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap
perekonomian yang sedang tumbuh. Oleh sebab itu kebijakan rekayasa
transformasi struktur dibutuhkan untuk memaksimumkan dampak positif dari
transformasi tersebut.
Nazara dan Amir (2005) dalam kerangka Model Input Output
menguraikan bahwa selama kurun waktu tahun 1994–2000 telah terjadi perubahan
struktur perekonomian Jawa Timur, yang ditunjukkan oleh perubahan dalam
visualisasi economic landscape dengan menggunakan Multiplier Product Matrix.
Perubahan ini mengindikasi adanya perubahan pengaruh sektoral terhadap
perekonomian atau perubahan peranan sektor-sektor penting bagi perekonomian
pada tahun 1994 dan tahun 2000. Perubahan struktur ekonomi Jawa Timur
periode 1994–2000 masih terlalu kecil, namun dapat diterangkan bahwa telah
terjadi perubahan kontribusi output sektor ekonomi, perubahan sektor unggulan
dan keterkaitan antar sektor ekonomi.
Jacob (2003) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Change,
Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input Output
Perspective” menggunakan data IO 1971-1995 menguraikan pengaruh policy
regimes terhadap rekayasa kebijakan transformasi struktural perekonomian di
Indonesia. Sementara Marks (2007), dalam “Ocupational structure and stuctural
change
in
Indonesia,
1880-2000”
mengaitkan
transformasi
struktural
perekonomian Indonesia dengan data ketenagakerjaan. Hayashi (2005) melakukan
penelitian tentang perubahan struktural sektor perekonomian dan perdagangan
yang terjadi di Indonesia menggunakan pendekatan analisis IO.
Beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan proses transformasi
struktural perekonomian suatu negara menggunakan kerangka Model IO pernah
dilakukan, antara lain: Jiemin & Planting (2000) di US 1972-1996; Guilhoto, et.
al. (2000) di Brazil 1985-1995; Hewings & Sonis (1998 & 2003) di China dan
Chicago serta Hewings, et. al. (1996) di Chicago 1975-2011. Penelitian terakhir
dilakukan oleh Ramos, et. al. (2010) menggunakan Multiplier Product Matrix
untuk menguraikan perubahan struktural perekonomian di Philipina periode tahun
1979-2000.
20
2.2.2. Peranan Sektoral
Kuncoro (1996) melakukan studi empiris mengenai struktur, prilaku dan
kinerja agroindustri di Indonesia dan membuktikan bahwa agroindustri terutama
industri pengolahan hasil pertanian memiliki kaitan yang erat dengan subsektor
penyedia inputnya khususnya dengan sektor pertanian. Uji korelasi Rank
Spearman menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktural dalam agro
industri yang bersifat mendasar selama tahun 1980-1990.
Penelitian Firdaus (1998) tentang peran sektoral ekonomi Indonesia pada
fase industrialisasi menyimpulkan bahwa industri pertanian secara umum
menunjukkan keragaan yang lebih baik dalam struktur produksi, multiplier tenaga
kerja dan pendapatan, serta keterkaitan kebelakang dan kedepan. Analisis IO
menunjukkan pembangunan ekonomi pada fase industrialisasi sudah sejalan
dengan konsep agribisnis, namun masih kurang didukung oleh pengembangan
sektor jasa/lembaga keuangan.
Menurut Hayashi (2005), selama tahun 1985 sampai dengan tahun 2000
sektor manufaktur memberikan peningkatan kontribusi output, peningkatan
ekspor dan penurunan ketergantungan impor. Tetapi kemajuan tersebut bukan
dihasilkan dari peningkatan permintaan ekspor melainkan lebih disebabkan oleh
depresiasi nilai tukar rupiah.
Sholihah (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh keterkaitan antar
sektor
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
beberapa
daerah
di
Indonesia.
Penelitiannya antara lain menyimpulkan bahwa: keterkaitan total ke belakang
sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; sementara keterkaitan total ke
depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Kaldor (1967) dalam Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa
pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur mempengaruhi pertumbuhan sektor
selain manufaktur yaitu bahwa sektor manufaktur memiliki backward linkage dan
forward linkage yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Selanjutnya
Dewi (2010) menyimpulkan dari hasil analisis hukum Kaldor I, II dan III bahwa
secara umum sektor manufaktur turut berperan dalam roda perekonomian
21
Indonesia. Kenyataan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor
perdagangan turut memberikan kontribusi yang sama besarnya dengan kontribusi
pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur dalam pertumbuhan PDB, dapat
dijelaskan oleh hasil analisis regresi linear sederhana yang menyimpulkan bahwa
pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan dipengaruhi oleh pertumbuhan
nilai tambah sektor manufaktur.
Riset yang akan dilakukan berikut ini memiliki perbedaan dalam hal
cakupan dan ruang lingkup penelitian jika dibandingkan beberapa penelitian
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini mengkaji data input output
Indonesia tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 mencakup keseluruhan sektor
dalam perekonomian yang dirinci menjadi 66 sektor. Runtun data IO yang
tersusun dapat memperlihatkan peran sektoral dalam proses perubahan struktur
perekonomian (economic landscape) secara lebih terperinci.
2.3. Kerangka Pemikiran
Perekonomian Indonesia
Struktur Ekonomi
Model IO
?
Peran Sektoral
Sektor Kunci
Economic Landscape
Transformasi Struktural
Gambar 3.1. Alur Pemikiran Strategis
22
Proses transformasi struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil
dari penerapan kebijakan pembangunan jangka panjang yang terencana.
Perencanaan
pembangunan
semestinya
beorientasi
pada
tujuan
untuk
mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan
perubahan struktur perekonomian. Kebijakan rekayasa transformasi struktural
diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam
perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap
perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam
kerangka model IO selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Model IO
digunakan dalam analisis struktur, perilaku dan kinerja sektoral dalam proses
transformasi struktural. Multiplier Product Matrix akan memvisualisasikan
perubahan struktur perekonomian yang terjadi. Bagan alur penelitian ditampilkan
pada Gambar 3.2.
Model IO
Data IO
1971 
1975 
Analisis
Struktur
Analisis
Perilaku
demand/
supply
key sector
MPM
1980 
1985 
1990 
1995 
2000 
2005 
2008 
Kinerja Sektoral
Transformasi
Struktural
Gambar 3.2. Alur Kerja Studi
Economic
Lanscape
23
2.4. Hipotesis Penelitian
Beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tabel Input Output Indonesia relatif baik untuk digunakan sebagai model
perencanaan ekonomi
2. Sektor sekunder memiliki peran dominan dalam proses transformasi
struktural perekonomian Indonesia
3. Dinamika sektor kunci memengaruhi proses transformasi struktural
perekonomian Indonesia.
24
Halaman ini sengaja dikosongkan
3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Penelitian dilakukan dengan menelaah Tabel IO Indonesia yang bersumber
dari BPS meliputi data tahun 1971, 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan
2008. Sektor-sektor dalam series data IO diagregasikan secara seragam (common
set) menjadi 66 sektor mengacu pada klasifikasi Tabel IO Tahun 2008 untuk
melihat keterbandingan antar tahun pengamatan dan mendukung tujuan analisis.
Tabel
3.1
memperlihatkan
perbedaan
banyaknya
sektor
dan
pedoman
pengklasifikasian yang digunakan dalam penyusunan Tabel IO Indonesia,
sehingga harus dilakukan pengklasifikasian kembali (re-classification) dan
agregasi sektor pada beberapa Tabel IO sesuai kebutuhan penelitian.
Tabel 3.1. Banyaknya Sektor dan Pedoman Klasifikasi Tabel IO Indonesia
Tabel IO
Banyaknya
Sektor
Klasifikasi
Penyesuaian
Agregasi
Sektor
Tahun 1971
Tahun 1975
Tahun 1980
Tahun 1985
Tahun 1990
Tahun 1995
Tahun 2000
Tahun 2005
Tahun 2008
175
179
171
169
161
172
175
175
66
KLUI/KKI
KLUI/KKI
KLUI/KKI
KLUI/KKI
KLUI/KKI
KLUI/KKI
KBLI 2000
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005
KBLI 2005


66
66
66
66
66
66
66
66

Catatan: tanda (√) menunjukkan data pada periode tersebut telah disesuaikan
Sumber : BPS, diolah
Sebelum dilakukan agregasi sektor pada masing-masing Tabel IO, terlebih
dulu dilakukan pemetaan sektor menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) Tahun 2005 pada sektor-sektor dalam Tabel IO periode
sebelum tahun 2005 karena terdapat perbedaan referensi klasifikasi lapangan
usaha yang digunakan, antara lain didasarkan atas Klasifikasi Lapangan Usaha
Indonesia (KLUI) dan Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI). Penyusunan KLUI
merupakan modifikasi dari ISIC (international standard industrial classification)
yang masih terus direvisi. Selain itu juga terdapat beberapa perbedaan dalam
pemberian kode sektor antar periode walaupun referensi klasifikasinya sama.
26
Daftar nama sektor hasil agregasi berikut kode sektor dan penjelasannya dapat
dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input Output Indonesia 1971-2008
(1) Padi
(2) Tanaman kacang-kacangan
(3) Jagung
(4) Tanaman umbi-umbian
(5) Sayur-sayuran dan buah-buahan
(6) Tanaman Bahan Makanan Lainnya
(7) Karet
(8) Tebu
(9) Kelapa
(10) Kelapa sawit
(11) Tembakau
(12) Kopi
(13) Teh
(14) Cengkeh
(15) Hasil tanaman serat
(16) Tanaman perkebunan lainnya
(17) Tanaman lainnya
(18) Peternakan
(19) Pemotongan hewan
(20) Unggas dan hasil-hasilnya
(21) Kayu
(22) Hasil hutan lainnya
(23) Perikanan
(24) Penambangan batubara dan bijih logam
(25) Penambangan minyak, gas dan panas bumi
(26) Penambangan dan penggalian lainnya
(27) Industri pengolahan dan pengawetan makanan
(28) Industri minyak dan lemak
(29) Industri penggilingan padi
(30) Industri tepung, segala jenis
(31) Industri gula
(32) Industri makanan lainnya
(33) Industri minuman
(34) Industri rokok
(35) Industri pemintalan
(36) Industri tekstil, pakaian dan kulit
(37) Industri bambu, kayu dan rotan
(38) Industri kertas, barang dari kertas dan karton
(39) Industri pupuk dan pestisida
(40) Industri kimia
(41) Pengilangan minyak bumi
(42) Industri barang karet dan plastik
(43) Industri barang-barang mineral bukan logam
(44) Industri semen
(45) Industri dasar besi dan baja
(46) Industri logam dasar bukan besi
(47) Industri barang dari logam
(48) Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik
(49) Industri alat pengangkutan dan perbaikannya
(50) Industri barang lainnya
(51) Listrik, gas dan air minum
(52) Bangunan
(53) Perdagangan
(54) Restoran dan hotel
(55) Angkutan kereta api
(56) Angkutan darat
(57) Angkutan air
(58) Angkutan udara
(59) Jasa penunjang angkutan
(60) Komunikasi
(61) Lembaga keuangan
(62) Usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan
(63) Pemerintahan umum dan pertahanan
(64) Jasa sosial kemasyarakatan
(65) Jasa lainnya
(66) Lain-lain kegiatan yang tak jelas batasannya
Sumber: BPS, 2007.
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tabel
transaksi total atas dasar harga produsen yang selanjutnya diolah menggunakan
perangkat lunak (software) MS Excel dengan tambahan add-ins program untuk
perhitungan matriks (matrix.xla).
3.2. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini akan menguraikan
keterkaitan antar sektor dalam proses transformasi struktural perekonomian di
Indonesia, antara lain meliputi; analisis keterkaitan dan analisis perubahan
struktur perekonomian yang selanjutnya divisualisasikan dengan grafik economic
landscape. Tabel IO digunakan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan suatu
sektor terhadap pertumbuhan ekonomi regional dan sektor meliputi analisis
27
keterkaitan antar sektor seperti backward and forward linkage analysis, analisis
dampak pengganda (multiplier efect analysis) yang sangat penting dalam
perencanaan sektoral.
Model IO juga digunakan untuk menunjukkan sektor mana yang
seharusnya diprioritaskan sehingga sektor ini dapat menarik/mendorong sektorsektor yang lain dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan. Analisis model IO antara lain didasarkan pada dua jenis
matriks yang diturunkan dari Tabel IO, yaitu matriks koefisien teknologi dan
matriks pengganda.
Matrix koefisien teknologi berisikan koefisien aij , dimana nilai
aij  xij X j ......................................................................................... (3.1)
dimana :
aij
= koefisien teknologi
xij
= pembelian input i oleh sektor j (input antara).
Xj
= total input untuk sektor j.
Nilai–nilai koefisien teknologi tersebut dapat disusun dalam sebuah matriks
koefisien teknologi (direct requirement matrix) atau matrix A.
Tabel 2.1 (Tabel Input-Output) sebagaimana diilustrasikan pada bab
sebelumnya dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
X = AX + F
...................................................................................... (3.2)
dimana :
X : matriks output, sebuah matriks kolom yang anggotanya adalah Xi
A : matriks koefisien teknologi, matriks bujur sangkar dengan anggota aij
F : matriks permintaan akhir, matriks kolom dengan anggota fi
Selanjutnya persamaan diatas dapat ditransformasikan bentuknya menjadi:
X = (I-A)-1 F ...................................................................................... (3.3)
Jika (I-A)-1 = B, maka
X=BF
............................................................................................ (3.4)
Matrix B merupakan matriks pengganda (multiplier) atau Leontief Inverse
Matrix yang mencerminkan efek langsung dan tidak langsung dari perubahan
permintaan akhir terhadap output sektor–sektor di dalam perekonomian. Matriks
ini digunakan untuk melihat bagaimana output terjadi jika terdapat perubahan di
final demand. Anggota matriks B baris ke-i dan kolom ke-j disebut bij.
28
3.2.1. Analisis Perubahan Teknis
Uji matriks kebalikan Leontief dan uji regresi dilakukan untuk melihat
perubahan teknis atau kekuatan koefisien input output untuk perencanaan
ekonomi. Sebagaimana dikemukakan pada persamaan 3.3 bahwa X = (I-A)-1F
maka untuk menguji apakah koefisien teknis input output yang diprediksi dari (IA)-1 tahun ke-n mempunyai kekuatan peramalan yang baik sampai 5 tahun
kedepan (n+1), dapat dilakukan dengan mensubstitusikan data permintaan akhir
(F) tahun (n+1) kedalam persamaan tersebut sehingga diperoleh data total output
(X) untuk tahun (n+1) hasil peramalan. Data output total hasil peramalan ini
kemudian dibandingkan dengan data output total aktual.
Uji regresi selanjutnya dilakukan dengan cara meregresikan koefisien
teknis input output tahun (n+1) terhadap koefisien teknis input output tahun ke-n.
Persamaan regresi linear sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:
Xij* =  +  Xij
Regresi pada persamaan 3.12 terdiri dari 52 unit analisis (banyaknya sektor primer
dan sekunder) pada masing-masing persamaan yang diuji. Selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis nol, =0 dan =1. Jika hipotesis ini diterima berarti tidak
terjadi perubahan teknis pada sektor-i maka dengan demikian koefisien teknis
input output valid bila digunakan untuk peramalan atau dengan kata lain
perubahan teknis konstan.
3.2.2. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan antar sektor biasa digunakan untuk mengetahui
sektor-sektor kunci dalam perekonomian. Dikenal dua jenis keterkaitan, yakni
(1) keterkaitan ke belakang yang merupakan keterkaitan dengan bahan mentah
dan dihitung menurut kolom, dan (2) keterkaitan ke depan yang merupakan
keterkaitan kepada pengguna barang jadi dan dihitung menurut baris.
a. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages)
Backward linkages (BL) menggambarkan hubungan antara suatu sektor
dengan input–input sektornya (banyaknya sektor dalam perekonomian adalah
n). Semakin besar angka keterkaitan ke belakang suatu sektor berarti semakin
besar kemampuan sektor tersebut, jika dikembangkan atau ditingkatkan
permintaan akhirnya, menarik sektor-sektor lain untuk ikut berkembang (naik
29
outputnya). Secara umum terdapat dua jenis keterkaitan ke belakang, yakni
keterkaitan ke belakang langsung (BLL) dan keterkaitan ke belakang total
(BLT).
n
BLLj 
1 n  aij
i 1
n
1n
2
....................................................................... (3.5)
a
ij
i , j 1
n
BLTj 
1 n  bij
i 1
n
1n
2
....................................................................... (3.6)
b
i , j 1
ij
Analisis keterkaitan ke belakang total dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu (1) keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (direct and
indirect backward linkages) atau keterkaitan total terbuka, (2) keterkaitan
langsung, tidak langsung dan terimbas (direct, indirect and induced backward
linkages) atau keterkaitan total tertutup, yang masing-masing dapat dibedakan
menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja ataupun parameter ekonomi
lainnya seperti nilai tambah, pajak, keuntungan usaha dan impor.
b. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages )
Forward linkages (FL) merupakan suatu perhitungan untuk melihat
keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya yang akan memakainya
sebagai input dalam proses produksi. Secara umum terdapat dua jenis
keterkaitan ke depan, yakni keterkaitan ke depan langsung (FLL) dan
keterkaitan ke depan total (FLT).
Adapun rumusan perhitungan dari forward linkage adalah sebagai
berikut :
n
FLLi 
1 n  aij
j 1
n
1n
2
a
.................................................................... (3.7)
ij
i , j 1
n
FLTi 
1 n  bij
j 1
n
1n
2
b
i , j 1
ij
.................................................................... (3.8)
30
Seperti halnya analisis keterkaitan ke belakang, analisis keterkaitan ke
depan total juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) keterkaitan ke depan
langsung dan tidak langsung (direct and indirect forward linkages) atau
keterkaitan total terbuka dan (2) keterkaitan langsung, tidak langsung dan
terimbas (direct, indirect and induced forward linkages) atau keterkaitan total
tertutup, yang masing-masing dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan
kesempatan kerja.
Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan untuk melihat
keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan
pembangunan (Rasmussen 1956, Hirschman 1958 dan Cella 1984, diacu dalam
Daryanto & Hafizrianda 2010). Mengukur indeks keterkaitan saja dianggap
tidak cukup karena belum mencerminkan keragaman pengaruh ganda antar
sektor, untuk itu indeks penyebaran perlu dihitung guna mengetahui keragaman
ketergantungan antar sektor. Indeks penyebaran yang tinggi pada sektor i berarti
sektor i hanya tergantung pada satu atau beberapa sektor saja. Sedangkan bila
indeks penyebaran sektor i rendah, ini menggambarkan bahwa sektor i
tergantung secara merata terhadap seluruh sektor dalam perekonomian. Poot, et.
al. (1992) menyarankan bahwa dalam menentukan sektor andalan, selain
tingginya indeks keterkaitan juga harus diikuti dengan rendahnya indeks
penyebaran. Indeks penyebaran langsung masing-masing juga dapat dibedakan
menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja. Sebagai ilustrasi, Indeks
penyebaran (spread index) kebelakang langsung output sektor j di rumuskan
sebagai :
PBLOj  

 1n  1i aij   1n aij 2 

 a 
1
n
i
ij
............................. (3.9)
3.2.3. Analisis Pengganda
Berdasarkan matriks kebalikan leontif, baik model terbuka maupun model
tertutup dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda output, pendapatan dan tenaga
kerja berdasarkan rumusan yang tercantum dalam Tabel 3.3 yang diacu dari
Miller dan Blair (1985). Pada penelitian ini angka pengganda tenaga kerja tidak
dihitung karena alasan keterbatasan series data tenaga kerja yang tidak dapat
dirinci menurut 66 sektor.
31
Tabel 3.3. Rumus Perhitungan Angka Pengganda
Tipe Dampak
Output
Dampak Awal
Pengaruh Langsung
Pengaruh Tidak Langsung
Dampak Imbasan Konsumsi
Dampak Total
Dampak Luberan
1
 aij
 bij - 1 -  aij
 (b*ij - bij)
 b*ij
 b*ij - 1
Pendapatan
pi
 aij pi
 bij pi - pi -  aij pi
 (b*ij pi - bij pi)
 b*ij pi
 b*ij pi - pi
Sumber: Miller dan Blair (1985)
Dimana, pi adalah koefisien pendapatan rumah tangga; aij adalah koefisien input
langsung; bij
adalah koefisien matriks kebalikan terbuka; dan b*ij
adalah
koefisien matriks kebalikan tertutup.
3.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor
Formulasi angka ketergantungan ekspor dan multiplier output untuk
ekspor dilakukan dengan mengikuti metodologi yang diperkenalkan oleh Kaneko
(1985). Derajat ketergantungan ekspor menunjukkan proporsi produksi suatu
sektor yang secara langsung maupun tidak langsung dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan ekspor. Indikator ini menunjukkan keterkaitan suatu sektor
dengan aktivitas ekspor. Semakin tinggi derajat ketergantungan ekspor suatu
sektor berarti semakin besar ketergantungan ekspor terhadap sektor tersebut.
Derajat ketergantungan ekspor suatu sektor diperoleh dengan mengalikan invers
koefisien matriks model Leontief setelah dimodifikasi dengan koefisien impor I(I-M)A-1 dengan vektor kolom ekspor dan kemudian membaginya dengan total
output dari masing-masing sektor. Ketergantungan ekspor suatu sektor (dk)
diformulasikan sebagai berikut :
n
dki
b E

X
i 1
ij
j
....................................................................... (3.10)
i
dimana :
bij
= elemen invers Matriks Leontief
Ej
= ekspor sektor-j
Xi
= total output untuk sektor-i
Dampak pengganda ekspor akan berkaitan dengan output yang dihasilkan
oleh suatu sektor dan daya penyerapan tenaga kerja sektor tersebut. Hal ini dapat
32
diakomodasi dengan analisis pengganda ekspor untuk output dan pengganda
ekspor untuk penyerapan tenaga kerja. Angka pengganda ekspor terhadap output
mengukur dampak aktivitas ekspor dari suatu sektor terhadap peningkatan output
bagi perekonomian secara keseluruhan. Analisis pengganda tersebut mengukur
kinerja ekspor dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.
Indeks pengganda ekspor terhadap output (poi) dinyatakan dalam formula
sebagai berikut:
n
poii 
b E
i 1
n
ij
E
j
....................................................................... (3.11)
j
j
3.2.5. Analisis Perubahan Struktur Perekonomian
Hasil perhitungan matriks pengganda output (Multiplier Product Matrix)
disajikan dalam grafik tiga dimensi
untuk memvisualisasikan struktur
perekonomian (economic landscape). Multiplier Product Matrix (MPM) adalah
suatu matriks yang menunjukkan nilai dari first orderintensity dan field of
influence seluruh sel, yang menerangkan tentang reaksi pertama yang akan terjadi
pada field of influence dari masing-masing sel bila terjadi perubahan pada suatu
sel dari matriks kebalikan Leontief (B) akibat adanya suatu shock eksternal. MPM
menyediakan suatu ukuran interaksi sektor-sektor dalam perekonomian yang
menyajikan pengaruh suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya yang besaran
pengaruhnya dapat diperbandingkan dengan sektor lainnya atau sektor itu sendiri
untuk waktu yang berbeda.
Kegiatan produksi suatu sektor memiliki dua efek bagi sektor lain dalam
perekonomian yaitu efek meningkatkan permintaan dan penawaran. Keterkaitan
ini menggambarkan interaksi sektor j dengan sektor-sektor lain yang menyediakan
outputnya sebagai input bagi kegiatan produksi sektor j (backward linkage) dan
interaksi sektor j tersebut dengan sektor-sektor lain pengguna output sektor j
sebagai inputnya (forward linkage). Oleh karena MPM menyediakan ukuran
kuantitatif atas hubungan antar sektor dalam perekonomian maka besaran nilai
yang bervariasi tersebut dapat disusun berdasarkan hierarki tertentu. Semakin
besar nilai MPM suatu sel akan semakin tinggi grafik batang yang menunjukkan
33
bahwa sel tersebut memiliki nilai backward linkage dan forward linkage yang
makin besar. Nilai MPM juga menggambarkan peranan suatu sektor dalam
perekonomian.
MPM masing-masing periode yang disusun secara runtun menurut hirarki
tahun 1971 memperlihatkan proses perubahan struktur ekonomi sepanjang periode
analisis, sementara runtun MPM yang disusun menurut hirarki tahun 2008
menguraikan kilas balik perubahan struktur ekonomi tersebut. MPM masingmasing periode yang disusun menurut hirarki satu periode sebelumnya
menggambarkan perubahan terakhir yang membentuk struktur perekonomian
dimaksud.
34
Halaman ini sengaja dikosongkan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengujian Model Input Output
Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu
sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien teknis
ini menentukan pengganda dan tingkat keterkaitan suatu sektor. Perubahan
koefisien input suatu sektor dapat diamati kecenderungannya apakah meningkat,
menurun atau konstan. Aplikasi data input output dalam perencanaan ekonomi
(forecasting) biasanya menggunakan asumsi tingkat koefisien teknis yang konstan
selama periode perencanaan (biasanya lima tahun). Dari data input output
Indonesia yang dikeluarkan BPS sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008
akan diamati perubahan tersebut.
4.1.1. Uji Regresi Koefisien Teknis
Hasil uji kebaikan suai (goodness of fit test) terhadap model perubahan
teknis memperlihatkan bahwa model yang digunakan sangat baik untuk estimasi
(highly significant) kecuali untuk koefisien teknis sektor “karet (7)” tahun 1980,
sektor “tanaman lainnya (17)” tahun 1995 dan sektor “tanaman bahan makanan
lainnya (6)” tahun 2005 yang tidak signifikan. Model-model regresi tersebut
memiliki nilai R-square yang tinggi atau dengan perkataan lain koefisien teknis
periode sebelumnya (xij) mampu menjelaskan koefisien teknis periode berikutnya
(xij*). Nilai R-square sebagaimana dimaksud disajikan pada Lampiran 1 dan 2.
Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke
periode berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koefisien teknis x ij*=+xij
dengan hipotesis =0 dan =1. Nilai-nilai  untuk masing-masing sektor
ditampilkan pada Lampiran 3 dan 4, sedangkan untuk nilai-nilai koefisien 
disajikan pada Lampiran 5 dan 6.
4.1.2. Uji Matriks Leontief
Uji ini dilakukan untuk mendukung analisis, yaitu dengan menguji deviasi
nilai output sektoral hasil estimasi dengan data output aktual. Uji dilakukan
sebanyak delapan kali dengan menggunakan matriks Leontief tahun 1975, 1980,
1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2008. Deviasi hasil estimasi total output
36
dengan uji matriks Leontief memiliki kecenderungan over estimate untuk setiap
periode. Hal ini disebabkan oleh adanya deviasi yang terlalu tinggi (outlier) pada
beberapa sektor, antara lain sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil
tanaman serat (15)”, “industri kimia (40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”,
industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”.
Keenam sektor sebagaimana tersebut memiliki deviasi yang sangat tinggi hampir
disetiap periode. Deviasi total tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 19,33
persen (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual
Sektor
Total
Primer
Sekunder
Tersier
Rata-rata
1980
1985
Deviasi (%)
1990
1995
12,97
10,52
0,41
19,33
7,48
10,87
12,65
14,05
15,77
(0,52)
3,60
6,07
3,30
10,28
8,77
1,11
14,45
22,41
5,13
22,34
12,97
21,67
12,14
26,68
14,92
14,05
0,41
20,86
8,69
8,96
9,38
19,49
20,85
13,92
4,39
19,74
10,08
19,92
12,98
18,43
1975
2000
2005
2008
Deviasi terbesar pada sektor primer terjadi di sektor “tanaman bahan
makanan lainnya (6)” dan “hasil tanaman serat (15)”. Sektor 6 merupakan
agregasi dari beberapa sektor yang menghasilkan produk tanaman bahan makanan
lainnya sehingga deviasi yang besar sangat mungkin terjadi, sementara deviasi
sektor 15 mungkin disebabkan oleh perubahan harga output yang berorientasi
ekspor. Deviasi yang cukup besar juga sering terjadi antara lain pada sektor
“tanaman kacang-kacangan (2)”, “tebu (8)”, “kopi (12)”, “teh (13)”, dan
“pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”, kesemuanya disebabkan oleh
perubahan harga output yang dipengaruhi nilai tukar rupiah. Nilai deviasi sektorsektor primer ditampilkan pada Lampiran 7.
Pada sektor sekunder sebagaimana terlihat pada Lampiran 8, deviasi yang
terbesar terjadi di sektor “industri dasar, besi dan baja (45)”. Jika dilihat antar
periode pengamatan deviasi yang terjadi pada sektor-sektor sekunder cenderung
semakin kecil, artinya matriks Leontief semakin tepat untuk meramalkan
perubahan output sektoral yang terjadi akibat perubahan permintaan akhir.
Sampai dengan tahun 2008 deviasi antara output aktual dengan hasil
estimasi menggunakan matriks Leontief pada sektor tersier seperti terlihat pada
Lampiran 9 secara umum relatif kecil. Deviasi terbesar terjadi di sektor “angkutan
37
air (57)” diikuti sektor “jasa penunjang angkutan (59)” dan “usaha persewaan
bangunan dan jasa perusahaan (62)”.
Dari kedua hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa koefisien teknis
data input output nasional cukup baik untuk digunakan dalam perencanaan
ekonomi lima tahun ke depan. Kecenderungan perubahan koefisien teknis yang
relatif lebih konstan dan deviasi yang relatif semakin kecil memungkinkan
penggunaan
matriks
Leontief
untuk
perencanaan
ekonomi
ke
depan.
Perkembangan teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penyusunan
Tabel IO diharapkan akan meningkatkan akurasi matriks Leontief untuk
perencanaan.
4.2. Perkembangan Peran Sektoral
Perekonomian Indonesia
dalam
Transformasi
Struktural
Peran sektoral dalam proses transformasi struktural perekonomian terlihat
dari perkembangan beberapa indikator yang diturunkan dari model IO, antara lain;
perubahan struktur permintaan dan penawaran, struktur nilai tambah, angka
pengganda, indeks keterkaitan dan derajat ketergantungan ekspor. Runtun data IO
memperlihatkan kecenderungan perubahan berbagai indikator tersebut. Hal ini
menggambarkan dinamika peran sektoral dalam proses perubahan struktural
perekonomian.
4.2.1. Struktur Permintaan dan Penawaran
Keseimbangan umum dalam suatu sistem perekonomian dapat dilihat dari
dua sisi yaitu sisi permintaan agregat (agregat demand) dan penawaran agregat
(agregat supply). Permintaan terhadap output suatu sektor terdiri atas permintaan
antara (intermediate demand) dan permintaan akhir (final demand). Permintaan
antara adalah permintaan yang tercipta oleh suatu sektor yang menggunakan
sektor lain sebagai input dalam proses produksinya, sedangkan permintaan akhir
merupakan permintaan terhadap output suatu sektor yang langsung menjadi
konsumsi akhir. Permintaan akhir terdiri atas permintaan domestik (domestic
demand) yang berasal dari konsumsi swasta (consumption), konsumsi pemerintah
(goverment expenditure) dan investasi (investment) serta permintaan ekspor
(export). Penawaran suatu sektor dalam perekonomian terbuka dapat berasal dari
produksi domestik (production) maupun impor (import).
38
4.2.1.1. Kontribusi Sektoral dalam Permintaan Antara
Data input output menunjukkan komposisi penawaran dan permintaan
sektoral. Komposisi penawaran dari data input output meliputi kontribusi masingmasing sektor terhadap permintaan antara (intermediate demand) dan output total.
Pada Lampiran 10-12 terlihat bahwa secara keseluruhan sektor “padi (1)”
merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap total permintaan
antara pada periode 1971 sampai dengan tahun 1990. Kontribusi sektor ini terus
menurun dari kisaran 16 persen pada tahun 1971 menjadi 3 persen pada tahun
2008. Peranannnya digeser oleh sektor “perdagangan (53)” sejak 1995 sampai
tahun 2008. Menurunnya kontribusi sektor ini dimungkinkan oleh meningkatnya
transaksi produksi sektor-sektor lainnya seiring dengan perkembangan ekonomi.
Margin perdagangan yang relatif besar mengakibatkan peranan sektor
perdagangan mampu mengambil alih peranan, mengingat sektor ini adalah sektor
yang menghubungkan konsumen dengan produsen. Sektor “pertambangan
minyak, gas dan panas bumi (25)” merupakan sektor primer dengan kontribusi
terbesar kedua setelah “padi (1)” dengan tren yang positif. Meningkatnya
kontribusi sektor ini dalam komposisi permintaan antara sejalan dengan
peningkatan upaya pengolahan lanjutan produk turunan dari hasil pertambangan
minyak, gas dan panas bumi.
Sektor “industri kimia (40)” dan “pengilangan minyak bumi (41)”
merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar diantara sektor-sektor
sekunder dengan kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Sebagian besar
kontribusi sektor-sektor sekunder agak berfluktuasi bahkan cenderung menurun
diakhir periode pengamatan terutama setelah tahun 2000, kecuali sektor “industri
mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”. Peran sektor sekunder pada fase
industrialisasi terindikasi semakin meningkat jika dilihat dari kontribusi beberapa
sektor terhadap permintaan antara, namun proses deindustrialisasi yang terjadi
sejak tahun 2002 mengakibatkan penurunan peran sektor-sektor tersebut. Sektor
manufaktur
telah
menjadi
mesin
pertumbuhan
ekonomi
selama
tahap
industrialisasi berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian. Proses
deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2002 cenderung menuju
kearah yang negatif (Dewi 2010).
39
Pada sektor tersier kontribusi terbesar disumbangkan oleh sektor
“perdagangan (53)” yang berfluktuasi pada kisaran 8 hingga 11 persen. Kontribusi
sektor-sektor tersier cenderung terlihat lebih merata dan relatif konstan dari waktu
ke waktu. Sektor “komunikasi (60)” dan “lembaga keuangan (61)” memiliki
kecenderungan meningkat walaupun kontribusinya masih relatif kecil. Keragaan
sektor tersier dalam komposisi permintaan antara sangat tergantung pada
penguasaan teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan aglomerasi
industri yang terjadi sebagai akibat industrialisasi. Pertumbuhan sektor
manufaktur akan memicu pertumbuhan sektor selain manufaktur.
4.2.1.2. Kontribusi Sektoral dalam Output Total
Pada bagian lain (Lampiran 13-15) dapat diamati pula kontribusi masingmasing sektor terhadap output total, dimana output total merupakan penjumlahan
total permintaan antara dan total permintaan akhir (final demand). Secara
keseluruhan sektor “bangunan (52)” memberikan kontribusi terbesar dan
cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu dalam kisaran 8 hingga 12
persen, diikuti sektor “perdagangan (53)” dengan kontribusi yang relatif konstan
pada kisaran 8 hingga 9 persen. Kontribusi sektor “bangunan (52)” yang tinggi
dalam pembentukan output total sangat terkait dengan tingginya nilai investasi
yang biasa ditanamkan dalam pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari
pembentukan modal tetap bruto sektor-sektor produksi.
Sektor “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” merupakan
sektor primer yang mempunyai peranan terbesar pada pembentukan output total
bahkan dengan kontribusi lebih dari 10 persen pada era tahun 80-an. Kontribusi
sektor ini terus menurun seiring menipisnya cadangan minyak, berbeda dengan
dua sektor pertambangan lainnya; “pertambangan batubara dan biji logam (24)”
dan “pertambangan dan penggalian lainnya (26)” yang cenderung meningkat
seiring eksplorasi temuan sumber-sumber mineral baru. Sektor-sektor primer lain
kontribusinya cenderung terus menurun, kecuali sektor “sayur dan buah (5)”,
“kelapa sawit (10)” dan “perikanan (23)”. Peningkatan kontribusi sektor-sektor ini
merupakan indikasi semakin pentingnya agroindustri (Firdaus, 1998).
Selain sektor “bangunan (52)”, pada sektor sekunder terlihat beberapa
sektor yang memiliki kontribusi relatif besar dan stabil seperti sektor “industri
40
penggilingan padi (29)”, sektor “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, sektor
“pengilangan minyak bumi (41)” dan sektor “industri mesin dan alat perlengkapan
listrik (48)”. Sedangkan sektor “industri kimia (40)” memiliki kontribusi yang
terus meningkat. Sektor-sektor sekunder yang memiliki output relatif besar
merupakan sektor yang memanfaatkan output sektor primer sebagai input pada
proses produksinya. Sektor-sektor tersebut juga merupakan penghasil barangbarang konsumsi akhir yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan akhir
domestik. Strategi industrialisasi yang bertujuan mengurangi impor barang
konsumsi (substitusi impor) menjadi salah satu faktor penyebab tingginya output
sektor-sektor sekunder (Kuncoro 2007).
Sektor “perdagangan (53)” masih mendominasi kontribusi sektor-sektor
tersier diikuti sektor “hotel dan restoran (54)” yang relatif stabil. Kontribusi
sektor-sektor tersier yang lain relatif merata dengan fluktuasi yang sangat kecil
antar periode pengamatan. Perubahan peringkat pangsa output sektoral
sebagaimana terlihat pada Lampiran 58-60 menunjukkan kecenderungan
menurunnya peran sektor primer dan semakin meningkatnya peranan sektor
tersier. Sementara peranan sektor sekunder mengalami pasang surut, bahkan
cenderung menurun yang mengindikasikan adanya proses deindustrialisasi.
Peranan sektor tersier dalam perekonomian akan semakin meningkat
seiring kemajuan perekonomian suatu negara, namun kekuatan sektor primer
menjadi landasan memuluskan proses industrialisasi. Fakta empiris menunjukkan
bahwa tidak ada satu negarapun dapat mencapai fase ekonomi maju (developed
countries) tanpa diawali fase tinggal landas (take-off) sektor pertanian, dan tidak
ada satu negarapun dapat mencapai kemakmuran ekonomi jika masih didominasi
oleh sektor pertanian.
4.2.1.3. Komposisi Permintaan Agregat
Sektor-sektor yang memiliki permintaan antara (intermediate demand)
lebih besar daripada permintaan akhir (final demand) menunjukkan sektor
tersebut berperan penting dalam transaksi produksi, artinya keluaran (output)
sektor tersebut dominan digunakan oleh sektor lainnya sebagai input dalam proses
produksi lanjutan. Sebaliknya sektor yang memiliki permintaan akhir lebih besar
41
daripada permintaan antara menunjukkan output sektor tersebut lebih dominan
dikonsumsi secara langsung.
Tabel pada Lampiran 16 memperlihatkan bahwa sebagian besar sektor
primer lebih didominasi oleh permintaan antara daripada permintaan akhir.
Keragaan ini menunjukkan adanya proses produksi lanjutan output sektor primer.
Sektor dengan kecenderungan permintaan antara yang terus meningkat antara lain
sektor “jagung (3)”, “sayur dan buah (5)”, “tanaman perkebunan lain (16)” dan
“pemotongan hewan (19)”. Hal ini seiring dengan berkembangnya industri yang
mengolah hasil pertanian dan mengindikasikan semakin pentingnya peran
agroindustri dalam perekonomian.
Sebagian besar sektor sekunder menunjukkan komponen permintaan akhir
yang lebih besar daripada permintaan antara, terutama sektor industri hilir.
Sementara sektor industri hulu lebih didominasi permintaan antara. Hal ini
dimungkinkan karena output sektor ini dimanfaatkan oleh sektor lain sebagai
masukan (input). Sektor yang menunjukkan kecenderungan komposisi permintaan
akhir yang terus meningkat adalah sektor “industri minuman (33)”, “industri
rokok (34)” dan “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”. Peningkatan ini
disebabkan oleh naiknya kontribusi permintaan ekspor yang menunjukkan
semakin pentingnya peran sektor ini dalam perekonomian. Dapat dilihat bahwa
tidak terdapat sektor yang menunjukkan peningkatan komposisi permintaan akhir
secara terus menerus, karena output sektor ini banyak digunakan sektor lain
sebagai input (Lampiran 17).
Sebagian besar output sektor tersier merupakan permintaan akhir dan tidak
banyak yang menjadi input bagi sektor lain. Namun demikian pangsa permintaan
antara cenderung terus meningkat kecuali sektor “angkutan kereta api (55)” dan
“komunikasi (60)” sebagaimana terlihat pada Lampiran 18. Permintaan antara
yang semakin meningkat memperlihatkan peranan sektor tersier dalam
pembentukan output sektor lain semakin besar sekaligus mengindikasikan bahwa
perekonomian mulai memasuki fase ekonomi maju (developed countries).
Perkembangan teknologi komunikasi dan moda transportasi meningkatkan
peranan sektor ini dalam memenuhi permintaan akhir domestik yang meningkat
seiring pertumbuhan jumlah penduduk.
42
Selanjutnya dapat diamati komposisi permintaan akhir masing-masing
sektor. Komposisi permintaan akhir secara umum lebih banyak didominasi oleh
konsumsi domestik daripada permintaan ekspor. Pada sektor primer sebagaimana
terlihat pada Lampiran 19 sampai dengan tahun 2008 hanya sektor “kopi (12)”
dan “tanaman perkebunan lain (16)” yang memiliki pangsa permintaan ekspor
lebih besar daripada permintaan domestik. Pada awal periode pengamatan
terdapat beberapa sektor yang memiliki pangsa ekspor cukup besar namun terus
berkurang dari waktu kewaktu. Upaya mengurangi ekspor bahan mentah,
terutama produk pertanian tercermin pada menurunnya pangsa ekspor produk
sektor primer. Hal ini juga mengindikasikan meningkatnya peran agroindustri
dalam perekonomian.
“Industri minyak dan lemak (28)” dan “industri logam dasar bukan besi
(46)” merupakan sektor sekunder yang lebih didominasi permintaan ekspor
sebagai akibat kelebihan produksi yang tidak terserap oleh permintaan domestik,
sedangkan sebagian besar sektor sekunder yang lain lebih banyak memenuhi
permintaan domestik. Hal ini terlihat pada Lampiran 20 dengan kecenderungan
permintaan ekspor yang terus meningkat kecuali sektor “industri makanan lain
(32)” dan “industri barang karet dan plastik (42)”. Permintaan ekspor sektor 32
yang terus menurun lebih disebabkan oleh meningkatnya konsumsi akhir produk
tersebut, sedangkan penurunan ekspor sektor 42 lebih disebabkan oleh
meningkatnya permintaan terhadap output sektor tersebut yang berasal dari sektor
lain yang menjadikannya sebagai input dalam proses produksi lanjutan.
Pada Lampiran 21 terlihat bahwa pangsa ekspor sektor tersier masih relatif
kecil, dominasi permintaan domestik masih sangat tinggi. Volume ekspor jasa
masih jauh lebih kecil dibandingkan ekspor barang, hal ini lebih disebabkan
karena masih rendahnya daya saing sektor jasa di pasar internasional. Tingginya
permintaan domestik beberapa sektor tersier bahkan masih harus dipenuhi oleh
penyediaan yang berasal dari impor. Pangsa ekspor sektor “angkutan air (57)”
yang mencapai 80 persen pada tahun 1971 terus menurun hingga tinggal 30
persen pada tahun 2008. Penurunan ini mungkin disebabkan perkembangan moda
transportasi lain yang berhasil menggeser peranan sektor “angkutan air (57)”.
43
Penawaran agregat (agregat supply) dalam sistem perekonomian terbuka
dapat dibagi menjadi dua sumber yaitu penawaran yang berasal dari produksi
domestik dan impor. Sisi penawaran (supply) sektor primer masih dapat dipenuhi
oleh produksi domestik. Sektor “tanaman bahan makanan lain (6)” dan “hasil
tanaman serat (15)” merupakan sektor yang masih sangat didominasi impor
dengan pangsa diatas 90 persen. “Tanaman kacang-kacangan (2)” dan
“pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” memiliki kecenderungan impor
yang terus meningkat (Lampiran 22). Masih tingginya impor sektor primer
mengindikasikan rendahnya produktifitas sektor primer sehingga tidak mampu
memenuhi permintaan domestik. Permintaan tersebut bahkan digunakan sebagai
input antara oleh beberapa sektor produksi sehingga biaya produksi sangat
dipengaruhi oleh nilai tukar (kurs) mata uang rupiah. Krisis ekonomi yang
berdampak pada penurunan nilai tukar rupiah akhirnya membuat biaya produksi
menjadi meningkat dan berimbas pada peningkatan harga output. Inflasi menjadi
tidak terkendali ketika harga barang-barang konsumsi sangat dipengaruhi oleh
import content dalam proses produksinya.
Pangsa impor sektor sekunder rata-rata dibawah 40 persen kecuali sektor
“industri dasar, besi dan baja (45)” yang masih diatas 60 persen. Impor sektor
sekunder cenderung menurun kecuali sektor “industri pengilangan minyak (41)”
yang meningkat dari 4,62 persen pada tahun 1971 menjadi 28,31 persen pada
tahun 2008. Meningkatnya impor sektor “industri pengilangan minyak (41)”
disebabkan oleh semakin tingginya permintaan bahan bakar minyak (BBM) yang
tidak mampu dipenuhi oleh produksi domestik. Output produksi sektor
pertambangan yang relatif besar tidak seluruhnya dapat diolah menjadi produk
turunan oleh sektor produksi domestik, sementara kebutuhan akan BBM terus
mengalami peningkatan (Lampiran 23).
Pangsa impor sektor tersier relatif kecil yaitu dibawah 30 persen, supply
masih dipenuhi oleh produksi domestik. Rincian pangsa impor menurut sektor
terlihat pada Lampiran 24.
4.2.2. Analisis Struktur Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja
Tabel IO merupakan suatu sistem perekonomian yang seimbang sehingga
nilai tambah bruto (value added) yang tercipta dapat dilihat dari sisi pendapatan
44
(income
approach)
maupun
sisi
pengeluaran
(expenditure
approach).
Penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pendapatan dapat di
dekomposisi menjadi beberapa komponen nilai tambah, antara lain upah/gaji,
surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi. Dari Tabel 4.2 dapat
dilihat struktur PDB (gross domestic product) menurut balas jasa faktor produksi
berdasarkan Tabel IO Indonesia.
Tabel 4.2. Struktur PDB menurut Pendapatan
1971
1975
1980
Struktur PDB (%)
1985 1990 1995
Upah/gaji
29,54
24,89
24,14
27,73
27,42
30,51
29,87
30,67
30,58
Surplus
Usaha
62,02
68,12
71,22
63,83
60,74
56,78
57,09
57,58
58,80
Penyusutan
5,33
4,97
5,42
6,36
7,41
8,12
8,16
10,14
9,90
Pajak Tak
Langsung
3,11
2,02
2,31
2,90
4,98
4,60
5,12
3,90
4,56
-
-
(3,08)
(0,83)
(0,55)
(0,01)
(0,25)
(2,29)
(3,84)
Balas Jasa
Subsidi
2000
2005
2008
Komponen upah/gaji tidak banyak berubah sejak tahun 1971 sampai
dengan tahun 2008 dengan pangsa berkisar pada angka 30 persen, sedangkan
komponen surplus usaha yang cenderung meningkat pada periode 1971-1980
mengalami penurunan pada periode selanjutnya hingga mencapai 58,80 persen
pada tahun 2008. Pangsa surplus usaha yang mencapai dua kali lipat dari
komponen upah/gaji memperlihatkan bahwa balas jasa atas faktor produksi yang
diterima oleh rumah tangga sebagai pekerja relatif kecil dibanding balas jasa yang
diterima pengusaha. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan
pendapatan di masyarakat. Jika surplus usaha digunakan untuk investasi maka
diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan
pendapatan. Disisi lain terlihat beban subsidi terjadi sejak tahun 1980 pada kisaran
3 persen dan terus dikurangi sampai tahun 1985 tetapi kembali meningkat hingga
hampir mencapai angka 4 persen pada tahun 2008.
Struktur PDB menurut pengeluaran sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3
terdiri atas komponen konsumsi swasta (C), pengeluaran pemerintah (G),
investasi (I) dan ekspor netto (NX). Komponen investasi dalam Tabel IO terdiri
45
atas pembentukan modal tetap bruto (303) dan perubahan stok (304), sedangkan
ekspor netto adalah selisih antara total ekspor (305+306) dan total impor (409).
Konsumsi swasta (C) masih menjadi komponen utama yang membentuk PDB
sampai dengan tahun 2008 dengan kontribusi 61,52 persen. Meskipun tren nya
terlihat menurun sepanjang periode pengamatan namun angkanya masih relatif
tinggi dan mengindikasikan struktur perekonomian yang kurang baik.
Tabel 4.3. Struktur PDB menurut Pengeluaran
Pengeluaran
Struktur PDB (%)
1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
C
74,41
62,68
52,96
58,58
59,76
67,19
62,70
62,07
61,52
G
7,57
9,93
10,65
11,67
8,97
6,67
6,64
7,82
8,03
I
23,55
22,03
24,61
23,30
31,18
28,31
21,33
25,35
29,05
NX
(5,53)
5,36
11,78
6,44
0,09
(2,16)
9,33
4,76
1,40
Kecenderungan meningkatnya pangsa investasi (I) memberikan sinyal
positf kearah perekonomian yang lebih berkualitas. Komponen ekspor bersih
(NX) bernilai positif kecuali pada tahun 1971 dan 1995 yang berarti bahwa nilai
ekspor masih lebih besar dibanding nilai impor. Ekspor bersih tertinggi terjadi
pada tahun 1980 yang merupakan era bom minyak, selanjutnya angka NX tidak
pernah lagi mencapai 10 persen.
PDB juga dapat dirinci menurut lapangan usaha/sektoral untuk melihat
peran sektoral dalam perekonomian, seperti terlihat pada Tabel 4.4. Struktur nilai
tambah bruto menurut lapangan usaha memperlihatkan terjadinya transformasi
struktural yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor primer
diiringi peningkatan peran sektor sekunder. Pada tahun 1971 kontribusi sektor
primer sebesar 37,35 persen dan sektor sekunder 21,19 persen. Tahun 2008
kontribusi sektor primer menjadi 26,88 persen sedangkan sektor sekunder 36,75
persen. Kontribusi sektor tersier terlihat lebih fluktuatif pada kisaran 35-40
persen. Kontribusi sektor primer pada pembentukan nilai tambah bruto lebih
didominasi sektor-sektor usaha pertambangan dan penggalian (24, 25 dan 26)
sementara sektor pertanian secara luas (1-23) masing-masing hanya memiliki
kontribusi dibawah 3 persen.
46
Tabel 4.4. Struktur PDB menurut Lapangan Usaha
Struktur PDB menurut Lapangan Usaha (%)
Sektor
Primer
(1)
(2)
Sekunder
(3)
(4)
(5)
Tersier
(6)
(7)
(8)
(9)
1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
37,35
30,09
7,26
21,19
15,67
0,94
4,58
41,45
19,28
7,69
3,81
10,67
44,90
26,32
18,58
19,25
13,36
0,61
5,27
35,85
14,89
5,62
4,44
10,90
49,09
23,36
25,73
17,39
11,57
0,48
5,34
33,52
13,94
4,57
4,87
10,13
37,03
22,11
14,92
23,21
16,43
0,41
6,37
39,76
14,77
5,89
6,56
12,55
32,42
20,08
12,34
26,98
20,58
0,72
5,68
40,61
15,76
6,43
7,89
10,52
25,14
17,47
7,68
31,40
23,65
1,08
6,67
43,45
15,54
6,94
11,69
9,30
28,89
16,62
12,27
33,69
27,47
0,61
5,60
37,42
14,72
4,76
8,45
9,50
24,64
13,62
11,02
35,22
27,10
0,94
7,19
40,14
15,06
6,76
8,32
10,00
26,88
15,82
11,06
36,75
27,17
0,89
8,69
36,37
13,20
6,47
7,41
9,29
Peranan sektor-sektor primer dalam pembentukan nilai tambah bruto
memiliki kecenderungan yang terus menurun, kecuali sektor “pertambangan
batubara dan biji logam (24)” yang kontribusinya terus meningkat. Pemberlakuan
Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
yang memberi keleluasan pada pemerintah daerah dalam mengeksplorasi mineral
dan batubara sejalan dengan era otonomi daerah mengakibatkan produksi sektor
ini terus meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 25.
Kontribusi sektor sekunder dalam pembentukan nilai tambah bruto seperti
terlihat pada Lampiran 26 dari tahun ke tahun cenderung meningkat kecuali sektor
“industri tepung (30)” dan “industri gula (31)” yang cenderung turun. Kontribusi
terbesar dimiliki oleh sektor “bangunan (52)” yang cenderung meningkat dari
4,58 persen pada tahun 1971 menjadi 8,69 persen pada tahun 2008. Sektor lain
yang terlihat meningkat secara signifikan adalah sektor “pengilangan minyak
bumi (41)”. Penurunan produktifitas pabrik gula yang usianya relatif sudah tua
mengakibatkan inefisiensi industri gula (Mardianto, et. al. 2005) sementara
industri tepung tidak didukung oleh ketersediaan bahan baku utama seperti
gandum (Deptan 2008). Peningkatan nilai tambah bruto sektor “bangunan (52)”
lebih disebabkan oleh pengeluaran pemerintah melalui desentralisasi fiskal yang
mengiringi otonomisasi (Ruky 2008).
47
Kontribusi sektor “perdagangan (53)” merupakan yang terbesar disektor
tersier namun peranannya perlahan-lahan terus menurun dari 17,65 persen pada
tahun 1971 hingga menjadi 10,27 persen pada tahun 2008. Hal ini diperlihatkan
oleh Lampiran 27. Sektor-sektor tersier lain terlihat berfluktuasi pada kisaran
angka
dibawah
4
persen.
Sektor
“jasa
sosial
kemasyarakatan
(64)”
memperlihatkan tren positif seiring peningkatan kebutuhan masyarakat akan jasa
sosial kemasyarakatan dan mengindikasikan pergeseran pola konsumsi akibat
adanya peningkatan pendapatan.
50
44,90
49,09
41,45
39,76
43,45
40,61
37,42
40
37,35
30
32,42
35,85
37,03
33,69
28,89
26,98
25,14
23,21
19,25
10
36,75
31,40
35,22
36,37
33,52
20
21,19
40,14
24,64
26,88
17,39
0
1971
1975
1980
1985
1990
primer
1995
sekunder
2000
2005
2008
tersier
Gambar 4.1. Struktur PDB
Struktur PDB menurut lapangan usaha memperlihatkan terjadinya
transformasi struktural yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan
sektor primer diiringi peningkatan peran sektor skunder (Gambar 4.1). Berbeda
dengan struktur PDB menurut lapangan usaha yang memperlihatkan terjadinya
transformasi struktural, perubahan pangsa tenaga kerja tidak berjalan seiring
(Gambar 4.2).
64,4
61,3
57,2
56,8
56,6
60
48,1
45,3
45,5
45,4
37
37,8
37,8
37,8
40
20
0
27,4
28,3
30,5
30,6
30,4
10,4
12,3
12,6
13
14,9
16,9
16,7
16,8
8,2
1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
primer
sekunder
Gambar 4.2. Pangsa Tenaga Kerja menurut Sektor
tersier
48
Pada tahun 1971 tenaga kerja sektor primer sebesar 64,4 persen dan sektor
sekunder 8,2 persen. Tahun 2008 tenaga kerja di sektor primer menjadi 45,4
persen sedangkan sektor sekunder 16,8 persen. Tenaga kerja sektor tersier
meningkat dari 27,4 persen pada tahun 1971 menjadi 37,8 persen tahun 2008.
Pergeseran peran sektor primer oleh sektor sekunder tidak mampu menyerap
kelebihan tenaga kerja dari sektor primer sehingga berdampak pada meningkatnya
pengangguran (Hayashi, 2005).
4.2.3.. Analisis Pengganda
4.2.3.1. Analisis Pengganda Output
Peran suatu sektor dalam analisis input output dapat diukur dari besaran
dampak pengganda (multiplier) dan koefisien keterkaitannya. Secara umum dari
Tabel 4.5 terlihat bahwa besaran pengganda output (output multiplier) rata-rata
seluruh sektor pada awalnya turun dari 1,66 pada tahun 1971 menjadi 1,60 pada
tahun 1975 dan selanjutnya terus meningkat hingga akhirnya menjadi 1,87 pada
tahun 2008 yang berarti peningkatan satu rupiah permintaan akhir akan
menyebabkan peningkatan output total sebesar 1.870 rupiah (nilai output diukur
dalam ribuan rupiah).
Tabel 4.5. Angka Pengganda Output Rata-rata
Sektor
Total
Primer
Sekunder
Tersier
1971
1975
Angka Pengganda Output Terbuka
1980 1985 1990 1995 2000
1,66
1,60
1,68
1,73
1,76
1,76
1,81
1,83
1,87
1,23
1,22
1,30
1,34
1,37
1,39
1,42
1,45
1,52
2,05
2,03
2,12
2,16
2,18
2,13
2,15
2,18
2,18
1,72
1,51
1,57
1,64
1,70
1,74
1,92
1,90
1,94
2005
2008
Demikian pula halnya dengan angka pengganda output rata-rata sektor
primer, pada tahun 1971 sebesar 1,23 persen turun menjadi 1,22 pada tahun 1975
dan selanjutnya terus meningkat hingga mencapai 1,52 pada tahun 2008.
Pergerakan angka pengganda output rata-rata sektor tersier searah dengan angka
pengganda output rata-rata sektor primer, berbeda dengan pergerakan angka
pengganda output rata-rata sektor sekunder yang lebih berfluktuasi. Angka
pengganda output rata-rata sektor sekunder selalu lebih tinggi dibanding sektor
49
primer, tersier maupun angka pengganda output rata-rata seluruh sektor,
sedangkan angka pengganda output sektor primer adalah yang terkecil.
Angka-angka pengganda output sektor primer secara umum cenderung
meningkat walaupun peningkatannya relatif kecil (Lampiran 28). Sampai dengan
tahun 2008 hanya ada tiga sektor yang memiliki besaran angka pengganda output
lebih dari 2, yaitu sektor “tembakau (11)”, “pemotongan hewan (19)” dan “unggas
dan hasil-hasilnya (20)”. Sebagian besar angka pengganda output sektor-sektor
sekunder sebagaimana terlihat pada Lampiran 29 bernilai lebih besar dari 2 dan
hanya terdapat lima sektor yang bernilai kurang dari 2, antara lain adalah sektor
“pengilangan minyak bumi (41)”, “industri rokok (34)”, “industri semen (44)”,
“industri barang mineral bukan logam (43)” dan “industri pupuk dan pestisida
(39)”. Tiga sektor yang disebut terakhir bahkan juga nyaris mendekati nilai 2.
Angka-angka pengganda output sektor tersier relatif lebih besar daripada
angka pengganda output sektor primer. Sampai dengan tahun 2008 sebagian besar
nilainya lebih dari 1,5 kecuali sektor “komunikasi (60)” yang hanya sebesar 1,39
atau menurun dari 1,80 pada tahun 1971 (Lampiran 30).
4.2.3.2. Analisis Pengganda Pendapatan
Pengganda pendapatan (income multiplier) dihitung dari data upah/gaji,
yang menunjukkan besarnya peningkatan pendapatan rumah tangga sebagai akibat
peningkatan permintaan akhir. Secara umum dari Tabel 4.6 terlihat bahwa besaran
pengganda pendapatan rata-rata seluruh sektor pada awalnya turun dari 2,18 pada
tahun 1971 menjadi 1,79 pada tahun 1975 dan kembali meningkat menjadi 1,92
pada tahun 1980. Selanjutnya menjadi 2,07 pada tahun 1985 dan cenderung
konstan pada kisaran 1,99 sampai dengan tahun 2008 yang berarti peningkatan
satu rupiah permintaan akhir akan menyebabkan peningkatan pendapatan total
sebesar 1.990 rupiah (nilai diukur dalam ribuan rupiah).
Tabel 4.6. Angka Pengganda Pendapatan Rata-rata
Sektor
Total
Primer
Sekunder
Tersier
1971
1975
Angka Pengganda Pendapatan
1980 1985 1990 1995 2000
2,18
1,79
2,88
1,58
1,79
1,24
2,46
1,57
1,92
1,33
2,71
1,52
2,07
1,30
3,14
1,52
1,99
1,36
2,83
1,62
1,97
1,37
2,75
1,61
1,99
1,33
2,64
1,99
2005
2008
1,98
1,41
2,67
1,73
1,99
1,47
2,62
1,77
50
Pergerakan angka pengganda pendapatan disektor primer diawali
penurunan pada tahun 1975 dan cenderung meningkat pada periode 1980-2008
dengan sedikit kontraksi pada 1985 dan 2000. Pergerakan angka pengganda
pendapatan sektor sekunder dan tersier terlihat fluktuatif dengan kecenderungan
yang sedikit berbeda. Sektor tersier cenderung meningkat, sementara sektor
sekunder cenderung menurun tetapi nilai pengganda pendapatan sektor sekunder
jauh lebih tinggi daripada sektor tersier.
Angka pengganda pendapatan sektor
“pemotongan hewan (19)”
merupakan yang tertinggi disektor primer sejak tahun 1971 namun terus menurun
sampai tahun 2008. sebagian besar angka pengganda pendapatan sektor-sektor
primer bernilai kurang dari 1,5 (Lampiran 34). Angka pengganda pendapatan
sektor-sektor sekunder relatif lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor primer
maupun tersier dengan pergerakan yang fluktuatif seperti terlihat pada Lampiran
35. Sektor “industri penggilingan padi (29)” dan “industri dasar besi dan baja
(45)” bahkan memiliki nilai lebih dari 4 dan hanya ada empat sektor yang nilainya
kurang dari 2 yaitu sektor “industri pupuk dan pestisida (39)”, “pengilangan
minyak bumi (41)’, “industri barang mineral bukan logam (43)” dan “industri
barang logam (47)”.
Angka-angka pengganda pendapatan sektor-sektor tersier yang disajikan
pada Lampiran 36 terlihat lebih moderat dengan kecenderungan meningkat selama
periode pengamatan, kecuali sektor “restoran dan hotel (54)” dan “komunikasi
(60)” yang cenderung menurun. Nilai angka pengganda pendapatan sektor
“angkutan air (57)’ dan “angkutan udara (58)” merupakan yang terbesar. Angka
pengganda pendapatan sektor tersier yang terlihat tinggi menjelaskan bahwa
peningkatan pendapatan yang relatif besar akan terjadi seiring peningkatan
permintaan akhir sektor tersebut. Peningkatan angka pengganda pendapatan akan
lebih berdampak pada perekonomian ketika peningkatan tersebut terjadi pada
sektor yang banyak menyerap tenaga kerja.
4.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor
Derajat ketergantungan ekspor menunjukkan proporsi produksi suatu
sektor yang secara langsung maupun tidak langsung dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan ekspor, dengan kata lain indikator ini menunjukkan
51
keterkaitan suatu sektor dengan aktivitas ekspor. Semakin tinggi derajat
ketergantungan ekspor suatu sektor berarti semakin besar ketergantungan ekspor
terhadap sektor tersebut. Pada Lampiran 40 terlihat bahwa sektor “kelapa sawit
(10)”, “kopi (12)”, “tanaman perkebunan lain (16)”, “pertambangan batubara
(24)” dan “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” adalah sektor-sektor
primer yang memiliki derajat ketergantungan ekspor yang tinggi. Sektor “kelapa
sawit (10)” dan “kopi (12)” memiliki derajat ketergantungan ekspor yang
cenderung meningkat, sementara tiga sektor lainnya relatif konstan.
Meningkatnya luasan perkebunan kelapa sawit tidak sebanding dengan
perkembangan industri yang mengolah hasil perkebunan tersebut sehingga
menjadikan sektor ini sangat bergantung pada permintaan ekspor. Sektor
“pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)” memang merupakan sumber
utama devisa negara sehingga ketergantungan ekspornya relatif tinggi, disamping
itu juga disebabkan oleh tidak adanya industri pengolahan lanjutan dari hasil
produksi sektor tersebut.
Derajat ketergantungan ekspor sebagian besar sektor-sektor sekunder
cenderung mengalami peningkatan yang relatif kecil dan mengalami kontraksi
pada periode setelah tahun 2000 seperti terlihat pada Lampiran 41. Namun
demikian terdapat beberapa sektor yang mengalami peningkatan cukup signifikan
yaitu sektor “industri minyak dan lemak (28)”, “industri pemintalan (35)” dan
“industri logam dasar bukan besi (46)”. Peningkatan yang terjadi lebih terlihat
pada sektor-sektor sekunder yang memanfaatkan sektor primer sebagai input
dalam proses produksinya. Sementara kontraksi yang terjadi setelah tahun 2000
pada beberapa sektor sekunder awalnya disebabkan oleh krisis ekonomi global.
Daya beli beberapa negara tujuan ekspor Indonesia mengalami penurunan pasca
krisis ekonomi. Selanjutnya era perdagangan bebas menuntut daya saing produk
yang tinggi untuk dapat bertahan di pasar internasional.
Dibagian lain sebagaimana terlihat pada Lampiran 43-45 disajikan angka
pengganda ekspor terhadap output. Angka pengganda ekspor terhadap output
dapat mengukur dampak aktivitas ekspor dari suatu sektor terhadap peningkatan
output bagi perekonomian secara keseluruhan. Angka pengganda ekspor terhadap
output sektor “pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan “pertambangan
52
minyak, gas dan panas bumi (25)” merupakan yang terbesar di sektor primer akan
tetapi arah pergerakannya berbeda dimana sektor “pertambangan batubara dan biji
logam (24)” cenderung meningkat sedangkan sektor “pertambangan minyak, gas
dan panas bumi (25)” cenderung turun. Aktivitas ekspor sektor primer yang
berdampak pada peningkatan output sangat bergantung pada sumberdaya alam tak
terbarukan (un renewable resources) sehingga tidak menjamin keberlanjutannya
sebagai mesin pertumbuhan.
Pada sektor sekunder, sektor “industri lemak dan minyak (28)” dan
“pengilangan minyak bumi (41)” memiliki angka pengganda ekspor terhadap
output yang terbesar dengan kecenderungan meningkat, berbeda dengan sektor
“industri barang karet dan plastik (42)” yang cenderung menurun. Daya saing
produk menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada ekspor sektor sekunder yang
menghasilkan barang-barang konsumsi. Derajat ketergantungan ekspor sektorsektor tersier relatif rendah seperti terlihat pada Lampiran 42, demikian pula
halnya dengan angka penganda ekspornya yang terlihat pada Lampiran 45.
Kecenderungan peningkatan angka pengganda ekspor terhadap output juga
terjadi pada sektor-sektor tersier dengan nilai terbesar pada sektor “perdagangan
(53)”. Pada tahun 1971 angka pengganda ekspor sektor “angkutan air (57)” relatif
lebih besar dibanding angka pengganda ekspor sektor tersier yang lain, tetapi
menjadi relatif kecil pada periode-periode selanjutnya sampai dengan tahun 2008.
Hal ini menunjukkan bahwa dampak aktivitas ekspor sektor-sektor tersier tidak
signifikan memengaruhi output perekonomian secara keseluruhan.
Tabel 4.7. Derajat Ketergantungan Ekspor Rata-rata
Sektor
Total
Primer
Sekunder
Tersier
1971
1975
Derajat Ketergantungan Ekspor
1980 1985 1990 1995 2000
0,16
0,22
0,11
0,13
0,17
0,24
0,12
0,14
0,18
0,25
0,12
0,16
Secara
umum
derajat
0,19
0,24
0,16
0,17
0,26
0,29
0,25
0,25
ketergantungan
0,13
0,01
0,24
0,15
ekspor
0,58
0,95
0,38
0,27
2005
2008
0,27
0,26
0,32
0,22
0,25
0,24
0,29
0,19
sepanjang
periode
pengamatan, rata-rata sekitar 20 persen kecuali pada tahun 2000 yang relatif
tinggi yaitu hampir 60 persen. Derajat ketergantungan ekspor tahun 2000 lebih
didominasi sektor-sektor primer yang secara rata-rata sebesar 95 persen (Tabel
53
4.7). Hal ini disinyalir sebagai salah satu faktor yang mempercepat pemulihan
ekonomi pasca krisis tahun 1998.
Angka pengganda ekspor rata-rata sektor sekunder sebagaimana terlihat
pada Tabel 4.9 merupakan yang terbesar diantara angka pengganda ekspor ratarata sektor primer maupun tersier. Aktivitas ekspor sektor-sektor sekunder secara
rata-rata lebih memberi pengaruh terhadap peningkatan output perekonomian
secara keseluruhan. Angka pengganda ekspor rata-rata sektor sekunder cenderung
meningkat selama periode analisis, berbeda dengan angka pengganda ekspor ratarata sektor primer yang cenderung turun.
Tabel 4.8. Angka Pengganda Ekspor Rata-rata
Sektor
Total
Primer
Sekunder
Tersier
Angka Pengganda Ekspor
1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,0221
0,0183
0,0189
0,0212
0,0218
0,0219
0,0237
0,0241
0,0251
0,0255
0,0321
0,0355
0,0259
0,0170
0,0093
0,0127
0,0140
0,0149
0,0164
0,0071
0,0056
0,0188
0,0270
0,0325
0,0345
0,0323
0,0330
0,0263
0,0130
0,0122
0,0168
0,0208
0,0258
0,0243
0,0279
0,0291
4.2.5. Analisis Keterkaitan
Koefisien keterkaitan merupakan indikator sejauh mana kemampuan suatu
sektor menyerap input dari sektor lain atau indikator besar kecilnya peran suatu
sektor dalam pembentukan output sektor lain. Tingkat keterkaitan diukur dengan
indeks keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung atau disebut
keterkaitan total (total linkage) yang terdiri dari keterkaitan ke belakang
(backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage).
Tidak banyak perubahan nilai indeks keterkaitan ke belakang (IBL) yang
terjadi pada sektor-sektor primer sebagaimana terlihat pada Lampiran 46.
Sebagian besar nilai IBL sektor primer kurang dari 1 yang mengindikasikan
bahwa peningkatan output sektor primer tidak akan banyak mengakibatkan
peningkatan output sektor-sektor yang menjadi inputnya. Sampai dengan tahun
2008 hanya terdapat tiga sektor yang memiliki nilai IBL lebih besar dari 1 yaitu
sektor “tembakau (11)”, “pemotongan hewan (19)” dan “unggas dan hasilhasilnya (20)”.
54
Sebagian IBL sektor-sektor sekunder memiliki nilai lebih besar dari 1
artinya sebagian besar sektor sekunder memiliki kemampuan yang tinggi dalam
menyerap sektor-sektor lain sebagai input. Sampai dengan tahun 2008 hanya
terdapat dua sektor yang memiliki nilai IBL lebih kecil dari 1 yaitu sektor
“industri rokok (34)” dan “pengilangan minyak bumi (41)” walaupun pada
awalnya memiliki nilai IBL lebih besar dari 1 (Lampiran 47).
IBL sektor-sektor tersier mengindikasikan adanya keterkaitan ke belakang
yang tidak sebesar keterkaitan sektor-sektor sekunder, bahkan sampai tahun 2008
masih terdapat sektor-sektor tersier dengan nilai IBL lebih kecil dari 1. Sektorsektor tersier tidak banyak menggunakan output sektor lain sebagai input dalam
proses produksinya. Sektor “perdagangan (53)” yang memiliki kontribusi terbesar
terhadap pembentukan PDB justru memiliki IBL yang tidak pernah mencapai
angka
1
sebelum
tahun
2008.
Indeks
keterkaitan
sektor
komunikasi
mengindikasikan keterkaitan ke belakang yang terus berkurang dari sektor
tersebut terhadap sektor lain (Lampiran 48).
Sebagian besar sektor primer memiliki nilai indeks keterkaitan ke depan
(IFL) yang lebih kecil dari 1, artinya peran sektor-sektor primer dalam
pembentukan output sektor-sektor lain juga relatif kecil. Sampai dengan tahun
2008 sektor primer yang memiliki IFL relatif besar adalah sektor “pertambangan
batubara dan biji logam (24)”, “pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”,
“padi (1)” dan “peternakan (18)”. Peningkatan output sektor-sektor sebagaimana
dimaksud memberi dampak pada perkembangan industri yang menggunakan
produk sektor tersebut sebagai input.
Sektor-sektor primer yang memiliki output relatif besar semestinya
memiliki keterkaitan ke depan yang besar pula, sehingga output tersebut dapat
memberikan nilai tambah (value added) dalam perekonomian secara keseluruhan.
Lampiran 49 justru memperlihatkan bahwa sektor primer tidak memiliki derajat
kepekaan yang tinggi. Analisis pada bagian sebelumnya tentang ketergantungan
ekspor juga memperlihatkan bahwa sebagian besar sektor primer memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap aktivitas ekspor. Permintaan akhir yang
tinggi terhadap produk sektor primer mengakibatkan derajat kepekaannya menjadi
rendah. Kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan mentah terutama
55
produk pertanian antara lain bertujuan untuk menciptakan nilai tambah pada
perekonomian secara keseluruhan. Daya penyebaran yang tinggi pada sektorsektor sekunder tidak diikuti derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor
primer. Hal ini mengindikasikan tidak adanya link and match antara industri yang
dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia. Strategi industrialisasi yang
kurang tepat menyebabkan proses deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak
alami dan cenderung negatif (Dewi 2010).
Sektor “industri makanan lain (32)”, “industri pupuk dan pestisida (39)’,
“pengilangan minyak bumi (41)”, “industri barang karet dan plastik (42)”,
“industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan “industri alat
pengangkutan dan perbaikannya (49)” adalah sektor-sektor sekunder dengan IFL
yang bernilai lebih besar dari 1 dengan kecenderungan meningkat. Sementara
sektor “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”, “industri dasar besi
dan baja (45)”, dan “listrik, gas dan air minum (51)” yang juga mempunyai nilai
IFL lebih besar dari 1 namun cenderung menurun. Sektor lain dengan IFL bernilai
lebih besar dari 1 adalah sektor “industri kimia (40)” dan “bangunan (52)” dengan
besaran yang fluktuatif antar periode (Lampiran 50). Keterkaitan yang tinggi antar
sektor dalam sektor sekunder akan mengakibatkan terjadinya proses aglomerasi.
Selanjutnya aglomerasi yang terjadi diharapkan mampu memacu pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan jika didukung atau berbasis pada sektor primer.
Indeks keterkaitan ke depan sektor-sektor tersier disajikan pada Lampiran
51. Sektor “perdagangan (53)” adalah sektor tersier dengan IFL tertinggi sejak
tahun 1971 dengan kecenderungan yang menurun. Sektor tersier lain yang
memiliki nilai IFL lebih besar dari 1 adalah sektor “angkutan darat (56), “lembaga
keuangan (61)”, “usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”, dan “jasa
lain (65)”. Peranan sektor tersier akan menjadi semakin signifikan ketika proses
industrialisasi berjalan mulus diikuti proses deindustrialisasi positif yang terjadi
secara alamiah sebagaimana terjadi pada negara-negara industri.
4.2.6. Analisis Peran Sektoral
Hubungan antara tren pangsa output dan tren pangsa permintaan antara
terlihat pada Gambar 4.3 yang mengelompokkan sektor kedalam kuadran (urutan
kuadran dibaca mulai dari kanan atas berlawanan arah jarum jam). Kuadran
56
pertama memperlihatkan sektor-sektor yang semakin besar kontribusinya pada
pertumbuhan output sekaligus semakin dibutuhkan dalam proses produksi sektor
lain. Kuadran ini ditempati antara lain oleh sektor pertambangan selain minyak
dan gas, sektor industri padat modal, sektor jasa teknologi informasi dan moda
transportasi modern. Sementara kuadran ketiga ditempati subsektor pertanian
tanaman pangan, moda transportasi dan beberapa industri pengolah produk
pertanian seperti “industri tepung (30)”, “industri gula (31)” dan “industri rokok
(34)”. Permasalahan bahan baku, inefisiensi produksi dan penurunan pangsa pasar
menjadi faktor penyebab menurunnya tren pangsa output sektor industri tersebut.
62
40
48
61
38 41 24
60
42 64
1,00
25
trend pangsa permintaan antara
29
(4,50)
(3,00)
30
(1,50)
56
53
52 1,50
-
3,00
(1,00)
0,70
32
49
57
0,35
(3,00)
5
3
31
(5,00)
19
16
-
(0,35)
12
34
65
21
4
2
26
20
5827 54
45
50 4651
7
55
59 15 13
8
22
11
(0,35)
66
18
33 44 39
23
35
43
9
0,70
37
36
(0,70)
(7,00)
trend pangsa output
Gambar 4.3. Plot Tren Pangsa Output dan Tren Pangsa Permintaan Antara
Tren pangsa permintaan antara sektor “pertambangan minyak, gas dan
panas bumi (25)” yang positif memperlihatkan sektor ini semakin dibutuhkan,
namun dengan tren pangsa output yang negatif menjadikannya sebagai pencilan
di kuadran kedua. Hal ini diakibatkan menurunnya eksplorasi dan produksi.
Sektor-sektor ekonomi dituntut untuk mengadopsi teknologi untuk mampu
memaksimalkan output sesuai tuntutan modernisasi di era informasi dan
teknologi.
47
0,35
14
1
28
17
63
6
(0,70)
10
57
Gambar 4.4 memperlihatkan hubungan antara tren pangsa ekspor dan tren
pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat. Sektor sekunder dengan
tren pangsa ekspor terhadap permintaan agregat yang positif memiliki tren pangsa
permintaan antara terhadap permintaan agregat yang negatif. Terdapat tiga sektor
industri yang menempati kuadran pertama yaitu sektor “industri pengawetan
makanan (27)”, “industri kimia (40)” dan “industri alat perlengkapan listrik (48)”.
Artinya sektor ini memiliki pangsa pasar domestik maupun pangsa pasar ekspor
yang cukup baik.
21
6
2,25
trend pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat
10
62
3
25
57
32
66
31
30
17
16
59
0,75
19
7
56
5
29
(1,75)
27
-63
64
23
42
11
40
26
58
15
(3,50)
48
53
65
20
13
49
4
12
52
9
8
24 2 1
51
(0,75)
1,75
54
60
41
45
34
44
28
50
38
47
14
36
55
61
18
46
39
22
43
35
37
33
(2,25)
trend pangsa ekspor terhadap permintaan agregat
Gambar 4.4.
Plot Tren Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Agregat dan Tren
Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Agregat
Sementara itu hanya terdapat dua sektor primer yang memiliki tren pangsa
ekspor terhadap permintaan agregat positif yaitu ”cengkeh (14)” dan
”pertambangan lainnya (26)” namun hanya sektor 26 yang menempati kuadran
pertama. Sebagian besar sektor primer yang memiliki tren pangsa ekspor negatif
memiliki tren pangsa permintaan antara positif (trade off) tetapi banyak juga yang
58
memiliki hubungan searah antara lain beberapa sektor pertanian tradisional.
Upaya mengurangi ekspor bahan mentah produk pertanian terindikasi dari plot
sektor pada Gambar 4.4 dan diharapkan terjadi penciptaan nilai tambah dari
industri yang mengolah produk pertanian tersebut.
Tren pangsa input (input akan sama dengan output) berbanding lurus
dengan tren pangsa nilai tambah bruto seperti terlihat pada Gambar 4.5. Sektorsektor dengan tren pangsa input yang positif (seperti penjelasan Gambar 4.3)
memiliki tren pangsa nilai tambah bruto yang juga positif demikian pula sektor
dengan tren pangsa output negatif memiliki Tren pangsa nilai tambah bruto yang
juga negatif kecuali sektor ”pemotongan hewan (19)”, ”industri rokok (34)” dan
sektor ”lain-lain (66)”. Sektor ”padi (1)” dan ”pertambangan minyak, gas dan
panas bumi (25)” menjadi pencilan dengan pangsa output maupun pangsa nilai
tambah bruto yang terus menurun.
41
60
24
61
52
1,25
48
trend pangsa nilai tambah bruto
54
(1,50)29
(3,00)
30
21
56
5
31 6 7
65 92
4
64
36 49 47
28 42 38
37
45
34
(4,50)
62
40
-
1,50
3,00
(0,75)
63
0,35
26
0,20
53
35
17
23
(2,75)
66
19
0,05
33 16 44
55
8 (0,05)
3 15
57(0,10)
11 22 13
18
12
14
59
(0,20)
1
25
(4,75)
32
10
43 39
50
0,10
(0,25)
trend pangsa input
Gambar 4.5. Plot Tren Pangsa Input dan Tren Pangsa Nilai Tambah Bruto
Meskipun tren pangsa output dan tren pangsa nilai tambah bruto bersifat
searah tetapi sampai dengan tahun 2008 masih banyak sektor yang memiliki
pangsa output dan pangsa nilai tambah bruto dibawah rata-rata. Bahkan terdapat
beberapa sektor dengan pangsa output diatas rata-rata tetapi memiliki pangsa nilai
27
46
58
51
20
0,25
59
tambah bruto dibawah rata-rata, antara lain sektor ”industri minyak dan lemak
(28)”, ”industri penggilingan padi (29)”, ”industri makanan lainnya (32)”,
”industri bambu, kayu, rotan (37)” serta ”industri barang karet dan plastik (42)”.
Sebagian besar sektor (lebih dari 70 persen) memiliki tren angka
pengganda pendapatan yang positif. Pada kelompok sektor primer hanya ”Teh
(13)” sektor pertanian yang memiliki tren pengganda pendapatan negatif bersama
dengan dua sektor pertambangan ; ”(24) dan (25)”. Sementara di kelompok tersier
hanya ada sektor ”komunikasi (60)” dan ”restoran dan hotel (54)”.
3,00
20
63
66
11
1,50
53
18 12
56 16
48
59
65
38
58
27
9
10
50
1
62 17
64 37 35
57
32
14
3
- 33 23
26
43 29
7- 2
5
6
61
42 21
52
8 4 15
55
51
22
30
19
(2,50)
(1,25)
28
46
25
trend pengganda output
39
54
49
44
36
47
31
1,25
2,50
45
40
13
24
(1,50)
34
41
60
(3,00)
trend pengganda pendapatan
Gambar 4.6. Plot Tren Pengganda Pendapatan dan Tren Pengganda Output
Sektor dengan tren pengganda pendapatan negatif juga memiliki tren
pengganda output negatif, kecuali sektor “industri tepung (30)” dan “pemotongan
hewan (19)”. Gambar 4.6 memperlihatkan hubungan antara tren angka pengganda
pendapatan dan tren angka pengganda output. Sektor 19 merupakan pencilan
60
dengan tren penurunan angka pengganda pendapatan yang sangat besar, tetapi
sampai dengan tahun 2008 sektor ini masih memiliki angka pengganda
pendapatan dan angka pengganda output diatas rata-rata. Hal ini berbeda dengan
ketiga sektor primer dengan tren pengganda pendapatan negatif sebagaimana
disebutkan sebelumnya, dimana ketiganya ternyata juga memiliki angka
pengganda pendapatan dan angka penganda output dibawah rata-rata.
Dari ketujuh indikator tren yang digunakan sebagai dasar keempat plot
sektoral pada Gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 terdapat 4 (empat) sektor yang selalu
memiliki tren positif. Keempat sektor tersebut adalah sektor ”industri pengolahan
dan pengawetan makanan (27)”, ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)”,
”angkutan udara (58)” serta sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa
perusahaan (62)”. Sampai dengan tahun 2008 sektor 27 dan sektor 48 masih
memiliki pangsa output dan pangsa nilai tambah bruto diatas rata-rata, sedangkan
kedua sektor lainnya memiliki pangsa dibawah rata-rata.
63
20
2,00
66
11
53
12
trend keterkaitan kebelakang
18
56
1
22
14
(2,00)
15
16
59 64
9
65
31
38
0,50
23
37
2 35
7
50
(0,50) 33
21
43
46
51
58
26
19
4
28 29
55
13
48
10
30
17
62
3
5 6
57
52
2,50
61
25
42
39
49
44
24
36
47
32
1,00
8
(1,00)
54
45
27
40
34
60
(2,50)
41
trend keterkaitan kedepan
Gambar 4.7. Plot Tren Keterkaitan ke Depan dan Tren Keterkaitan ke Belakang
Sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menjadi sektor kunci dapat
dilihat dari plot hubungan antara tren indeks keterkaitan antar sektor, baik ke
depan (forward linkage) maupun ke belakang (backward linkage). Gambar 4.7
memperlihatkan hubungan antara tren kedua indeks keterkaitan tersebut. Sektor
61
primer yang berpotensi untuk menjadi sektor kunci antara lain ”jagung (3),
”kelapa sawit (10)”, ”tanaman perkebunan lain (16)”, ”tanaman lain (17)” dan
”unggas (20)”. Sektor lain yang juga berpotensi untuk menjadi sektor kunci
adalah sektor ”industri tepung (30)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa
perusahaan (62)”. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dengan
tren BL dan FL yang positif menjadikannya akan terus bertahan sebagai sektor
kunci, berbeda dengan sektor ”listrik, gas dan air (51) serta sektor ”industri dasar
besi dan baja (45)” yang dikhawatirkan tidak dapat bertahan sebagai sektor kunci
karena memiliki tren BL dan tren FL negatif.
Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” merupakan satusatunya sektor kunci dalam perekonomian Indonesia yang memiliki Tren positif
pada semua indikator sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sektor ”usaha
persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)” juga memiliki tren positif pada
semua indikator tetapi sampai dengan tahun 2008 belum mempunyai keterkaitan
ke belakang yang kuat sehingga bukan merupakan sektor kunci. Dari hasil
pengamatan tidak mungkin sektor pertanian secara luas (1-23) dapat diharapkan
bisa menjadi sektor kunci, sementara sektor industri yang mengolah hasil
pertanian juga belum memiliki kinerja yang bagus. Perlu perubahan teknis dalam
upaya menciptakan pertumbuhan output dan nilai tambah pada sektor-sektor yang
memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi (Gollin, et. al. 2002).
4.3. Dinamika Sektor Kunci dalam Proses Transformasi Struktural
Perekonomian Indonesia
Analisis keterkaitan antar sektor dapat mengidentifikasi sektor-sektor
mana yang menjadi sektor kunci (key sector), yang dalam hal ini adalah sektorsektor yang mempunyai nilai indeks keterkaitan baik keterkaitan ke belakang
(BL) maupun keterkaitan ke depan (FL) lebih besar dari 1. Pada sektor primer
tidak terdapat sektor yang memiliki nilai IBL sekaligus nilai IFL yang lebih besar
dari 1, artinya tidak ada sektor primer yang bisa disebut sebagai sektor kunci. Hal
ini berarti tidak ada sektor primer yang menimbulkan penyerapan input dari sektor
lain atau sektor itu sendiri serta alokasi output kepada sektor-sektor lainnya dan
sektor itu sendiri secara langsung dan tidak langsung akibat peningkatan satu
satuan output akhir sektor tersebut.
62
Sektor-sektor sekunder yang dapat dijadikan sebagai sektor kunci selain
dilihat dari nilai IBL dan IFL yang lebih besar daripada 1, juga dilihat dari indeks
penyebaran keterkaitan (spread index) nya. Indeks ini melihat bagaimana variasi
penyebaran keterkaitan antar sektor, semakin kecil nilai indeks tersebut maka
suatu sektor dikatakan memiliki keterkaitan yang lebih merata. Sektor kunci yang
baik semestinya memiliki nilai indeks penyebaran keterkaitan yang kecil baik ke
belakang (backward spread) maupun ke depan (forward spread). Jika suatu sektor
memiliki keterkaitan yang kuat dan merata pada semua sektor dalam
perekonomian maka dipastikan bahwa peningkatan output sektor tersebut akan
menciptakan peningkatan besar pada output secara keseluruhan.
4.3.1. Dinamika Sektor Kunci
Berdasarkan klasifikasi 66 sektor selama periode analisis terdapat 5 (lima)
sektor yang mengolah hasil pertanian yang bisa disebut sebagai sektor kunci
antara lain; sektor “industri minyak dan lemak (28)” pada tahun 1971 dan 1975,
“industri makanan lainnya (32)” pada tahun 1995-2008, “industri tekstil, pakaian
dan kulit (36)” pada tahun 1971-1980, “industri bambu, kayu dan rotan (37)”
tahun 1971 dan 1975 dan “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”
pada tahun 1975, 1980, 1990 dan 2008. Sektor industri lain yang menjadi sektor
kunci adalah “industri pupuk dan pestisida (39)” sejak tahun 1980 sampai tahun
2008, “industri kimia (40)” pada tahun 1971, 1975 dan 2000-2008, “pengilangan
minyak bumi (41)” pada tahun 1971-1990 serta “industri barang karet dan plastik
(42)” pada tahun 1975, 1985, dan 1995-2008.
Selain itu juga terdapat beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci,
yaitu sektor “industri dasar besi dan baja (45)” hampir disepanjang periode
pengamatan kecuali tahun 1975, “industri logam dasar bukan besi (46)” pada
tahun 1971, 1990 dan 1995, “industri barang dari logam (47)” pada tahun 19711985, “industri mesin, alat dan perlengkapan listrik (48)” pada tahun 1971, 1975
dan 2000-2008 serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)” pada
tahun 1971, 1975, 1985 dan 1990. Sektor “listrik, gas dan air (51)” dan sektor
“bangunan (52)” adalah dua sektor yang selalu menjadi sektor kunci di sepanjang
periode analisis.
63
Sektor “perdagangan (53)” adalah sektor tersier yang baru menjadi sektor
kunci pada tahun 2008, berbeda dengan sektor “jasa lainnya (65)” yang telah
menjadi sektor kunci sejak 1975 sampai dengan tahun 2008 sementara “restoran
dan hotel (54)” hanya menjadi sektor kunci pada tahun 1971. Sektor tersier lain
yang merupakan sektor kunci adalah sektor “angkutan darat (56)” yaitu pada
tahun 1980,1985 dan 2000-2008. Tabel 4.9 berikut memperlihatkan 20 (dua
puluh) sektor yang pernah menjadi sektor kunci sepanjang periode analisis. Sektor
kunci yang masih bertahan pasca krisis (setelah tahun 2000) terlihat tetap menjadi
sektor kunci pada periode berikutnya. Sektor-sektor industri yang mengolah hasil
pertanian tidak mampu bertahan sebagai sektor kunci kecuali sektor “industri
barang dari karet dan plastik (42)”.
Tabel 4.9. Sektor-sektor Kunci Perekonomian Indonesia
Sektor
28
32
36
37
38
39
40
41
42
45
46
47
48
49
51
52
53
54
56
65
1971
1975
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sektor Kunci (key sector)
1980 1985 1990 1995 2000
2005
2008
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan: tanda () menunjukkan eksistensi sektor kunci pada suatu periode
Dinamika sektor kunci dalam perekonomian Indonesia memperlihatkan
bahwa sektor yang mampu bertahan saat krisis ekonomi berhasil mempertahankan
eksistensinya pasca krisis sampai akhir periode analisis. Beberapa sektor yang
pernah menjadi sektor kunci pada awal periode analisis bahkan tidak mampu
64
mempertahankan eksistensinya. Terdapat beberapa faktor yang dimungkinkan
menjadi penyebab tidak mampunya sektor kunci tersebut untuk bertahan.
Sektor kunci sebagaimana dimaksud dapat dikelompokkan menurut
karakteristik faktor penyebab ketidakmampuan bertahannya. Kelompok pertama
adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang besar sepanjang periode
tetapi memiliki keterkaitan ke depan yang kecil diakhir periode, diikuti derajat
ketergantungan ekspor yang tinggi (diatas 50 persen) dan cenderung meningkat.
Sektor tersebut antara lain yaitu ; sektor “ industri minyak dan lemak (28)”,
“industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, “industri bambu, kayu dan rotan (37)”
dan “industri logam dasar bukan besi (46)”.
Kelompok kedua adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang
maupun keterkaitan ke depan yang tinggi sepanjang periode analisis tetapi dengan
daya sebar keterkaitan yang kecil (spread index yang tinggi) diakhir periode.
Sektor tersebut adalah sektor “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”,
“industri kimia (40)”, “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”. Sektorsektor ini masih bisa disebut sebagai sektor kunci tetapi memiliki angka
pengganda yang cenderung menurun. Sektor “industri barang dari logam (47)”
awalnya merupakan sektor kunci dengan keterkaitan ke belakang yang tinggi
sepanjang periode tetapi diakhir periode memiliki keterkaitan ke depan yang
rendah. Permintaan akhir yang terus meningkat sejak 1990 terhadap produk sektor
ini diduga menjadi penyebabnya.
Sementara itu sektor “restoran dan hotel (54)” dengan keterkaitan ke
belakang yang tinggi disepanjang periode hanya memiliki keterkaitan ke depan
yang tinggi pada tahun 1971. Hal ini karena sebagian besar output sektor ini
merupakan permintaan akhir swasta (C) yang terus meningkat seiring
pertumbuhan penduduk. Hal ini berbeda dengan sektor “perdagangan (53)”
dengan keterkaitan ke depan yang tinggi sepanjang periode tetapi memiliki
keterkaitan ke belakang yang rendah, kecuali tahun 2008. Meskipun output sektor
perdagangan merupakan yang terbesar kedua dalam komposisi output total
sepanjang periode analisis, tetapi sektor ini bukanlah sektor kunci karena
karakteristiknya yang tidak banyak menggunakan output sektor lain sebagi input.
65
4.3.2. Multiplier Product Matrix
Multiplier Product Matrix (MPM) yang diilustrasikan secara grafis
memperlihatkan perubahan struktural perekonomian (economic landscape)
Indonesia sejak 1971 hingga 2008. Variasi ukuran kuantitatif atas hubungan
antarsektor dalam perekonomian yang diperoleh dari MPM dapat disusun
berdasarkan hirarki tertentu, dimana FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL
diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sebagaimana terlihat pada Lampiran 64
dan 65. Gambar pada Lampiran 69 menggambarkan lanskap ekonomi Indonesia
tahun 1971-2008 yang disusun berdasarkan besarnya nilai MPM dari sudut yang
paling besar sampai yang terkecil dari seluruh sel untuk masing-masing periode.
Urutan ini mengindikasikan urutan besarnya pengaruh total sektor tersebut
kedalam perekonomian.
Gambar 4.8. Lanskap Ekonomi Indonesia berdasarkan Hirarki Tahun 1971
Gambar 4.8 menggambarkan lanskap ekonomi Indonesia tahun 1971 dan
2008 yang disusun berdasarkan hirarki tahun 1971. Sel tertinggi pada hirarki
tahun 1971 adalah (53;66) dan terendah adalah (63;63). Sektor “perdagangan
(53)” memiliki IFL tertinggi dan sektor “lain-lain (66)” memiliki IBL tertinggi.
Sektor “pemerintahan umum dan pertahanan (63)” pada awal periode penelitian
merupakan sektor dengan indeks keterkaitan yang paling rendah. Penggambaran
lanskap untuk masing-masing periode dengan hirarki tahun tertentu dilakukan
untuk membuat perbandingan antara satu periode dengan periode dasar hirarki.
Lampian 70 menyajikan visualisasi lanskap ekonomi Indonesia tahun
1971-2008 berdasarkan hirarki tahun 1971, sedangkan lanskap ekonomi yang
66
didasarkan pada hirarki tahun 2008 disajikan pada Lampiran 71. Perbedaan tinggi
grafik batang dalam setiap sel untuk kedua periode menunjukkan adanya
perubahan keterkaitan antarsektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya atau
terjadi perubahan struktur dalam perekonomian. Grafik ini memperlihatkan bahwa
telah terjadi perubahan dalam struktur perekonomian Indonesia dari tahun 1971 ke
tahun 2008, dimana visualisasi lanskap ekonomi tahun 2008 sudah tidak mulus
sebagaimana tahun 1971 walaupun tidak mengalami perubahan drastis.
Perubahan struktur secara lebih detil dapat dilihat dari selisih besaran
angka MPM untuk setiap sel. Sel yang memiliki nilai selisih yang relatif besar
menunjukkan adanya perubahan yang relatif besar dari interaksi sektor-sektor
tersebut dalam perkonomian. Perubahan dari periode ke periode yang disajikan
pada Gambar 4.9 menggambarkan perubahan peran sektoral dalam proses
transformasi struktural perekonomian Indonesia. Selisih besaran sel MPM periode
tertentu dengan MPM periode sebelumnya menggambarkan perubahan peranan
sektoral. Perubahan yang terjadi antara lain terkait dengan sektor-sektor
sebagaimana terlihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Perubahan (signifikan) Peran Sektoral antar Periode
Perubahan
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
Negatif
25, 41,
53, 56,
65, 66
53
24, 45,
49
53
40, 41,
53
4, 40,
48, 56
53
-
Positif
40, 45,
48, 49
25, 38,
40, 41,
45, 48,
49
41, 53,
66
40, 47
62
24, 25,
32, 41,
49, 53
41, 48
25, 39
Perubahan negatif yang relatif signifikan hampir selalu terjadi pada sel
MPM yang terkait dengan sektor “perdagangan (53)”. Hal ini menunjukkan
kecenderungan penurunan peran sektor perdagangan. Sementara itu perubahan
positif yang signifikan terjadi pada beberapa sel yang antara lain terkait dengan
sektor pertambangan minyak, gas dan panas bumi (25)”, “pengilangan minyak
bumi (41)”, “industri alat dan perlengkapan listrik (48)” dan “industri alat
pengangkutan (49)”. Peningkatan peran sektor-sektor tersebut juga terlihat pada
perkembangan beberapa indikator yang diturunkan dari analisis model IO
sebelumnya.
67
1971-1975
1975-1980
1980-1985
1985-1990
1990-1995
1995-2000
2000-2005
2005-2008
Gambar 4.9. Perubahan Peran Sektoral antar Periode
68
Gambar 4.10 memperlihatkan akumulasi perubahan yang terjadi pada
lanskap ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008.
Akumulasi perubahan yang signifikan pada sel-sel MPM sepanjang periode
penelitian yang diilustrasikan oleh gambar tersebut antara lain terkait dengan
sektor-sektor sebagaimana terlihat pada Tabel 4.11 dan 4.12.
Tabel 4.11. Sel-sel MPM dengan Perubahan Negatif
Baris
1;
9;
21;
23;
28;
36;
37;
42;
45;
46;
51;
53;
56;
65;
66;
Kolom
33, 34, 36, 39, 40, 41, 44, 45, 47, 54, 60, 66
66
66
66
66
66
66
66
66
66
66
33, 34, 36, 39, 41, 44, 45, 47, 54, 60, 66
33, 34, 36, 39, 40, 41, 44, 45, 47, 50, 52, 54, 55, 60, 66
66
34, 36, 39, 44, 45, 47, 54, 66
Keterangan: sel MPM (baris;kolom) menunjukkan interaksi antarsektor
Sel-sel yang mengalami perubahan negatif cukup signifikan dengan
besaran penurunan diatas 0,02 meliputi beberapa sel pada baris dan kolom
sebagaimana terlihat pada Tabel 4.11. Sel-sel yang mengalami perubahan negatif
tersebut artinya mengalami penurunan tingkat peranan dalam perekonomian tahun
2008 dibanding kondisi tahun 1971. Penurunan peranan antara lain terlihat pada
beberapa sel yang terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”,
”angkutan darat (56)” dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”. Sementara
itu, sel-sel yang mengalami perubahan positif dengan besaran peningkatan diatas
0,02 dapat dilihat pada Tabel 4.12. Sel-sel yang mengalami perubahan positif
tersebut artinya mengalami peningkatan peranan dalam perekonomian dibanding
kondisi tahun 1971.
69
1971-1975
1971-1980
1971-1985
1971-1990
1971-1995
1971-2000
1971-2005
1971-2008
Gambar 4.10. Akumulasi Perubahan Peran Sektoral Tahun 1971-2008
70
Peningkatan peranan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1971 sampai
dengan 2008 antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan
batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi
(25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida
(39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan
perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan
adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa
perusahaan (62)”.
Tabel 4.12. Sel-sel MPM dengan Perubahan Positif
Baris
Kolom
24;
7,9,10,11,12,16,18,19,20,27,28,29,30,31,32,35,37,38,42,46,48,49,50,52,53,55,
56,57,58,59,63,64,65
25;
32;
39;
40;
41;
42;
semua kolom
11,20,63
semua kolom, kecuali; 41 dan 66
semua kolom, kecuali; 41
9,10,11,12,16,18,20,30,31,32,38,48,49,50,53,56,57,58,59,63,64,65
20
48;
7,9,10,11,12,16,18,19,20,27,28,29,30,31,32,35,37,38,40,42,43,46,48,49,50,51,
52,53,55,56,57,58,59,63,64,65
49;
52;
53;
11,20,63
20
20,63
61;
7,9,10,11,12,16,18,19,20,27,28,29,30,31,32,35,37,38,40,42,43,46,48,49,50,51,
52,53,55,56,57,58,59,63,64,65
62;
11,19,20,27,30,31,32,35,38,48,49,57,58,63,65
Keterangan: sel MPM (baris;kolom) menunjukkan interaksi antarsektor
Perubahan struktural yang terlihat dari visualisasi grafik MPM berhasil
mengindentifikasi sektor-sektor yang memiliki peran penting dalam proses
transformasi perekonomian. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang juga
menunjukkan perannya dalam analisis perkembangan peran sektoral pada
beberapa plot tren pangsa sektoral berbagai indikator turunan model IO
sebelumnya. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” terbukti
memang memiliki peran yang signifikan dalam perubahan struktur perekonomian.
Sektor pertambangan juga terlihat memberi pengaruh besar pada perubahan
struktur disamping peningkatan peran sektor ”lembaga keuangan (61)”.
71
4.3.3. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia diantara Negara
Berkembang lainnya
Kelompok negara berkembang BRIC yang beranggotakan Brazil, Rusia,
India dan China (Goldman Sachs, 2001) akan diperkuat masuknya Afrika Selatan
(South Africa). Hal ini akan semakin meningkatkan pengaruhnya dalam
perekonomian global. Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan dengan
total penduduk sekitar 40 persen populasi penduduk dunia, kelompok ini
diperkirakan akan menguasai 61 persen pertumbuhan ekonomi global pada 2014.
Proses transformasi struktural yang terjadi pada perekonomian negara-negara
tersebut berlangsung mulus melalui optimalisasi kinerja sektor industri diikuti
peningkatan pendapatan perkapita yang signifikan.
Brazil
70
60
agriculture
50
industry
40
services
30
20
10
2000
1990
1980
1970
1959
0
Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008
Gambar 4.11 Struktur GDP Brazil Tahun 1959-2000
Tahun 1990-an bisa dikatakan sebagai dekade keterbukaan dan
modernisasi di Brazil. Kualitas investasi yang meningkat seiring pertumbuhan
pangsa impor barang modal memberikan kontribusi terhadap peningkatan
produktifitas. Sebagai konsekuensinya terjadi peningkatan dalam upah dan
penurunan tingkat pengangguran. Kinerja yang kuat dari sektor industri diikuti
oleh pertumbuhan sektor jasa yang penting (Bernie 2001). Brazil sampai dengan
tahun 2000 memiliki pangsa sektor industri sebesar 39 persen dari total GDP dan
hanya menyisakan kurang dari 7 persen pangsa sektor pertanian. Sektor jasa
mendominasi struktur perekonomian Brazil dengan pangsa sebesar 54 persen,
72
setelah menggeser peran sektor industri sejak tahun 1973. Perubahan yang
signifikan terjadi pada sektor pertanian dimana pada tahun 1959 sektor ini masih
memiliki pangsa sekitar 25 persen dan terus menurun (Gambar 4.11).
Perekonomian Brazil mengalami kemajuan sektoral pada dekade terakhir
dengan tetap mempertahankan pangsa sektor pertanian sebagaimana dikatakan
Melo et al. (1998) diacu dalam Bernie (2001). Rusia bahkan hanya memiliki
pangsa nilai tambah bruto sektor pertanian kurang dari 5 persen dengan struktur
perekonomian yang didominasi sektor jasa hampir sebesar 60 persen. Pangsa
sektor jasa dalam perekonomian telah menggeser sektor industri sejak tahun 1992
seperti terlihat pada Gambar 4.12.
Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008
Gambar 4.12 Struktur GDP Rusia Tahun 1989-2004
Gambar 4.13 memperlihatkan pergeseran struktur perekonomian India
dimana sektor jasa telah lebih dulu menggeser sektor pertanian pada tahun 1982.
Sektor industri baru terlihat menggeser peran sektor pertanian setelah tahun 2000.
Sampai dengan tahun 2008 pangsa sektor pertanian India sebesar 17,2 persen,
sementara sektor jasa mendominasi perekonomian dengan pangsa sebesar 53,7
persen. Proses transformasi struktur perekonomian India sedikit berbeda dengan
Brazil dan Rusia dimana peran sektor pertanian masih relatif besar.
73
Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008
Gambar 4.13 Struktur GDP India Tahun 1980-2004
Perekonomian China lebih didominasi peran sektor industri dengan pangsa
hampir 50 persen dari total GDP. Sektor jasa menggeser peran sektor pertanian
sejak 1986 dan terus meningkat perananannya mengejar peran sektor industri.
Sektor pertanian China memiliki pangsa sebesar 11 persen (Gambar 4.14).
Sumber: CSESSCE-SSEES Economics Working Paper No.97, 2008
Gambar 4.14 Struktur GDP China Tahun 1980-2004
74
Perekonomian Indonesia sebagaimana terlihat pada Gambar 4.15 sampai
dengan tahun 2008 didominasi sektor industri dengan pangsa sebesar 47,8 persen.
Sektor pertanian memiliki pangsa sebesar 15,8 persen. Pergeseran struktur yang
terjadi pada perekonomian Indonesia berbeda dengan negara-negara BRIC
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Jika negara-negara BRIC memperlihatkan
kecenderungan sektor jasa yang menggeser sektor industri, di Indonesia
pergeseran yang terjadi justru sektor industri menggeser peran sektor jasa sejak
tahun 2000. Sebelumnya sektor jasa memiliki pangsa yang selalu lebih tinggi
daripada sektor industri kecuali tahun 1975-1980, suatu era dimana produksi
minyak booming (sektor industri secara luas mencakup pertambangan).
Indonesia
70
60
Agriculture
50
Industry
Services
40
30
20
10
2008
2005
2000
1995
1990
1985
1980
1975
1971
0
Gambar 4.15 Struktur PDB Indonesia Tahun 1971-2008
Pola perubahan struktural di Indonesia dilatarbelakangi perubahan
kebijakan yang pada dasarnya didorong oleh fluktuasi pendapatan dari minyak
bumi, menjelang liberalisasi ekonomi pada akhir tahun delapan puluhan.
Indonesia mampu merubah dirinya dari ekonomi berbasis sumberdaya ke salah
satu bentuk manufaktur sebagai andalan produksi dan pendapatan ekspor. Transisi
berjalan seperti didampingi pergeseran dari kebijakan rezim. Kekuatan sisi
permintaan dipengaruhi oleh pertumbuhan dan nilai tambah (Jacob 2003).
Gambar 4.16 memperlihatkan pergeseran pangsa tenaga kerja beberapa negara
BRIC yang sejalan dengan pergeseran struktur GDP.
75
Braz il
75
60
45
30
15
2000
1990
1980
1970
1959
0
India
75
60
45
30
15
2007
2004
1993
1989
1978
0
China
75
60
45
30
15
Agriculture
Industry
Services
Gambar 4.16 Pangsa Tenaga Kerja Brazil, India dan China
2007
2005
1997
1989
1978
0
76
Pergeseran struktur GDP negara-negara BRIC diawali pergeseran peran
sektor pertanian oleh sektor industri yang selanjutya diikuti peningkatan peran
sektor jasa. Pergeseran struktur yang terjadi di Indonesia diawali pada kondisi
dimana sektor jasa telah mendominasi perekonomian, selanjutnya terjadi
peningkatan peran sektor industri menggeser sektor pertanian dan akhirnya
mendominasi perekonomian. Hal lain yang membedakan adalah; pergeseran
struktur PDB negara-negara BRIC diikuti perubahan pangsa tenaga kerja yang
sejalan, tetapi untuk kasus Indonesia tidak demikian halnya.
Pangsa tenaga kerja yang dirinci menurut struktur PDB memperlihatkan
pola pergeseran yang tidak seiring. Hal ini terlihat pada Gambar 4.17 dan diduga
menjadi penyebab tingginya angka pengangguran. Sektor pertanian terlihat masih
mendominasi pangsa tenaga kerja, sementara sektor industri memiliki pangsa
terkecil. Sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 bahkan tidak pernah terjadi
pergeseran dominasi pangsa tenaga kerja. Perkembangan struktur tenaga kerja di
Indonesia menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan
dengan teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas
tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa
sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor
yang produktifitasnya lebih tinggi. Dalam hal ini patut dipertanyakan apakah
Indonesia benar-benar membuat langkah menuju ekonomi modern seperti
terminologi Kuznet?
Indonesia
70
60
Agriculture
50
Industry
Services
40
30
20
10
2008
2005
2000
1995
1990
1985
1980
1975
1971
0
Gambar 4.17 Pangsa Tenaga Kerja Indonesia Tahun 1971-2008
77
Tingkat produktifitas yang dicapai oleh sektor primer di negara
berkembang biasanya tidak lebih tinggi dan mungkin memang lebih rendah dari
yang dicapai oleh sektor lain, terutama diakibatkan kurangnya kemajuan teknologi
dan surplus tenaga kerja. Perbedaan besar dalam struktur sektoral antara negara
maju dan negara berkembang adalah adanya hambatan atas difusi teknologi
(Abramovitz 1994). Kasus Indonesia mengungkap dua temuan penting; pertama,
sejak awal pangsa tenaga kerja sektor jasa sangat signifikan dan lebih tinggi dari
pangsa tenaga kerja sektor industri; kedua, pertumbuhan pangsa tenaga kerja
sektor jasa tidak didahului oleh pertumbuhan lapangan kerja sektor industri tetapi
lebih bertepatan atau bahkan diikuti oleh sektor industri (Marks 2007). Horlings
(1995) menemukan bahwa Belanda tidak mengikuti model sektoral, bukan
transfer tenaga kerja sektor pertanian ke industri dan selanjutnya ke jasa yang
membuat struktur ekonomi Belanda menjadi lebih maju bahkan tanpa
pertumbuhan industri yang signifikan. Skenario yang sama juga terjadi pada
beberapa negara bekas koloninya. Dalam kasus Belanda keterkaitan antara sektor
pertanian dan jasa menjadi sesuatu yang penting.
Produktifitas tenaga kerja di sektor jasa ternyata, seperti yang diharapkan
lebih tinggi daripada sektor pertanian. Produktifitas tenaga kerja sektor industri
secara signifikan lebih tinggi daripada sektor jasa. Mulder diacu dalam Marks
(2007) menemukan hasil yang berbeda pada sektor jasa di Brazil, Meksiko dan
Amerika Serikat. Produktifitas tenaga kerja sektor jasa di tiga negara tersebut
pada awalnya memang tertinggi dibanding sektor industri dan pertanian. Dalam
perjalanan waktu terjadi konvergensi tingkat produktifitas pada keseluruhan
sektor sebagai akibat melambatnya pertumbuhan produktifitas sektor jasa. Di
Indonesia konvergensi dalam produktifitas seperti ini belum ditemukan. Laporan
ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia Tahun 2010
menyebutkan bahwa daya serap tenaga kerja sektor industri manufaktur padat
karya semakin melemah dan beralih ke sektor jasa dengan kualitas lapangan kerja
yang rendah1.
1
Kompas, Selasa 19 April 2011
78
Halaman ini sengaja dikosongkan
5. RANGKUMAN HASIL
Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum
beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu:
1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual dari hasil uji matriks
Leontief
memiliki kecenderungan over estimate untuk setiap periode.
Terdapat 6 (enam) sektor yang memiliki deviasi sangat tinggi hampir disetiap
periode, yaitu; sektor “tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil tanaman
serat (15)”, “industri kimia (40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, industri
mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”.
2. Deviasi total output hanya berkisar antara 0,41 sampai dengan 19,33 persen
dimana deviasi rata-rata persektor berkisar antara 4,39 sampai dengan 20,85
persen. Data IO relatif cukup baik digunakan untuk perencanaan ekonomi
lima tahun kedepan.
3. Hasil uji kebaikan suai (goodness of fit test) terhadap model perubahan teknis
memperlihatkan bahwa model yang digunakan Xij*=+Xij sangat baik
untuk estimasi (highly significant) kecuali untuk koefisien teknis sektor “karet
(7)” tahun 1980, sektor “tanaman lainnya (17)” tahun 1995 dan sektor
“tanaman bahan makanan lainnya (6)” tahun 2005 yang tidak signifikan.
Model-model regresi tersebut memiliki nilai R-square yang tinggi atau dengan
perkataan lain koefisien teknis periode sebelumnya (xij) mampu menjelaskan
koefisien teknis periode berikutnya (xij*).
4. Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke periode
berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koofisien teknis Xij*=+Xij
dengan hipotesis =0 dan =1.
5. Sektor-sektor yang semakin besar kontribusinya pada pertumbuhan output
sekaligus semakin dibutuhkan dalam proses produksi sektor lain diantaranya
adalah sektor pertambangan selain minyak dan gas, sektor industri padat
modal, sektor jasa teknologi informasi dan moda transportasi modern.
Beberapa sektor pertanian tanaman pangan, moda transportasi dan beberapa
industri pengolah produk pertanian seperti “industri tepung (30)”, “industri
80
gula (31)” dan “industri rokok (34)” memiliki tren pangsa output maupun tren
permintaan antara yang negatif.
6. Sektor sekunder dengan tren pangsa ekspor terhadap permintaan agregat yang
positif memiliki tren pangsa permintaan antara terhadap permintaan agregat
yang negatif (trade off). Namun terdapat tiga sektor industri yang memiliki
tren pangsa pasar domestik maupun tren pangsa pasar ekspor yang positif
yaitu sektor “industri pengawetan makanan (27)”, “industri kimia (40)” dan
“industri alat perlengkapan listrik (48)”.
7. Sementara itu hanya terdapat dua sektor primer yang memiliki tren pangsa
ekspor terhadap permintaan agregat positif yaitu ”cengkeh (14)” dan
”pertambangan lainnya (26)” namun hanya sektor 26 yang memiliki tren
pangsa permintaan antara yang juga positif. Sebagian besar sektor primer yang
memiliki tren pangsa ekspor negatif memiliki tren pangsa permintaan antara
positif (trade off) tetapi banyak juga yang memiliki hubungan searah antara
lain beberapa sektor pertanian tradisional.
8. Sektor-sektor dengan tren pangsa input yang positif memiliki tren pangsa nilai
tambah bruto yang juga positif demikian pula sektor dengan Tren pangsa
output negatif memiliki tren pangsa nilai tambah bruto yang juga negatif
kecuali sektor ”pemotongan hewan (19)”, ”industri rokok (34)”dan sektor
”lain-lain (66)”.
9. Sebagian besar sektor (lebih dari 70 persen) memiliki tren angka pengganda
pendapatan yang positif. Pada kelompok sektor primer hanya ”Teh (13)”
sektor pertanian yang memiliki tren pengganda pendapatan negatif bersama
dengan dua sektor pertambangan ; ”(24) dan (25)”. Sementara di kelompok
tersier hanya ada sektor ”komunikasi (60)” dan ”restoran dan hotel (54)”.
Sektor dengan tren pengganda pendapatan negatif juga memiliki tren
pengganda output negatif, kecuali sektor “industri tepung (30)” dan
“pemotongan hewan (19)”.
10. Terdapat 20 (dua puluh) sektor yang menjadi sektor kunci dalam dinamika
proses
perubahan
struktur
perekonomian
Indonesia
selama
periode
pengamatan, namun tidak satupun sektor primer pernah menjadi sektor kunci.
81
11. Selama periode analisis terdapat 5 (lima) sektor yang mengolah hasil pertanian
yang bisa disebut sebagai sektor kunci antara lain; sektor “industri minyak dan
lemak (28)”, “industri makanan lainnya (32)”, “industri tekstil, pakaian dan
kulit (36)”, “industri bambu, kayu dan rotan (37)” dan “industri kertas, barang
dari kertas dan karton (38)”. Sektor industri lain yang menjadi sektor kunci
adalah “industri pupuk dan pestisida (39)”, “industri kimia (40)”,
“pengilangan minyak bumi (41)” serta “industri barang karet dan plastik (42)”.
12. Beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci adalah sektor “industri
dasar besi dan baja (45)”, “industri logam dasar bukan besi (46)”, “industri
barang dari logam (47)”, “industri mesin, alat dan perlengkapan listrik (48)”
serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”.
13. Sektor “listrik, gas dan air (51)” dan sektor “bangunan (52)” adalah dua sektor
yang selalu menjadi sektor kunci disepanjang periode analisis.
14. Sektor tersier yang pernah menjadi sektor kunci antara lain adalah sektor
“perdagangan (53)”, “jasa lainnya (65)”, “restoran dan hotel (54)” serta sektor
“angkutan darat (56)”.
15. Sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menjadi sektor kunci dapat dilihat
dari plot hubungan antara trend indeks keterkaitan antar sektor. Sektor primer
yang berpotensi untuk menjadi sektor kunci antara lain ”jagung (3), ”kelapa
sawit (10)”, ”tanaman perkebunan lain (16)”, ”tanaman lain (17)” dan ”unggas
(20)”. Sektor lain yang juga berpotensi untuk menjadi sektor kunci adalah
sektor ”industri tepung (30)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa
perusahaan (62)”.
16. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik (48)” merupakan satusatunya sektor kunci dalam perekonomian Indonesia yang memiliki tren
positif pada semua indikator yang diamati, yaitu pangsa output, pangsa
permintaan antara, pangsa ekspor terhadap total permintaan, pangsa
permintaan antara terhadap total permintaan, pangsa nilai tambah bruto,
pengganda
pendapatan,
keterkaitan kebelakang.
pengganda
output,
keterkaitan
kedepan
dan
82
17. Sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)” juga memiliki
tren positif pada semua indikator tetapi sampai dengan tahun 2008 belum
mempunyai keterkaitan kebelakang yang kuat sehingga bukan merupakan
sektor kunci.
18. Rata-rata angka pengganda output, angka pengganda pendapatan, derajat
ketergantungan ekspor serta angka pengganda ekspor sektor-sektor sekunder
merupakan yang tertinggi dibanding sektor lain.
19. Struktur PDB sisi pendapatan (income aproach) tidak menunjukkan
perubahan yang signifikan. Surplus usaha merupakan bagian balas jasa faktor
produksi yang terbesar, hampir dua kali lipat upah/gaji.
20. Struktur PDB sisi pengeluaran (expenditure approach) memperlihatkan
penurunan perananan konsumsi swasta (C) dan peningkatan peranan investasi
(I). Pangsa ekspor netto (NX) terlihat selalu positif yang mengindikasikan
surplus neraca perdagangan luar negeri.
21. Struktur PDB menurut sektoral memperlihatkan terjadinya pergeseran struktur
ekonomi yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor
primer diiringi peningkatan peran sektor skunder. Pada tahun 1971 kontribusi
sektor primer sebesar 37,35 persen dan sektor skunder 21,19 persen. Tahun
2008 kontribusi sektor primer menjadi 26,88 persen sedangkan sektor skunder
36,75 persen.
22. Perubahan pangsa tenaga kerja tidak berjalan seiring dengan pergeseran
struktur PDB. Pada tahun 1971 tenaga kerja sektor primer sebesar 64,4 persen
dan sektor sekunder 8,2 persen. Tahun 2008 tenaga kerja di sektor primer
menjadi 45,4 persen sedangkan sektor sekunder 16,8 persen. Tenaga kerja
sektor tersier meningkat dari 27,4 persen pada tahun 1971 menjadi 37,8 persen
tahun 2008. Pergeseran peran sektor primer oleh sektor sekunder tidak mampu
menyerap kelebihan tenaga kerja dari sektor primer sehingga berdampak pada
meningkatnya pengangguran.
23. Multiplier Product Matrix yang diilustrasikan secara grafis memperlihatkan
perubahan struktural perekonomian (economic landscape) Indonesia sejak
1971 hingga 2008. Penurunan peranan antara lain terlihat pada beberapa sel
83
yang terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”, ”angkutan darat
(56)” dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”.
24. Peningkatan peranan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1971 sampai
dengan 2008 antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan
batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi
(25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida
(39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat
dan perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan
peranan adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan
bangunan dan jasa perusahaan (62)”.
25. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia menunjukkan pola yang
tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan dengan teori perkembangan
tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga kerja memberikan
justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja
yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang
produktifitasnya lebih tinggi.
84
Halaman ini sengaja dikosongkan
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Beberapa simpulan dapat ditarik dari hasil pengolahan data Tabel IO
Indonesia Tahun 1971-2008, antara lain :
1. Data IO relatif cukup baik untuk perencanaan ekonomi jika dilihat dari hasil
uji matriks Leontief dengan deviasi hasil estimasi terhadap output aktual ratarata sebesar 11 persen per-periode. Perubahan teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan output masih relatif kecil sepanjang periode analisis.
2. Berdasarkan visualisasi perubahan lanskap ekonomi, peningkatan peranan
yang terjadi antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan
batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi
(25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida
(39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat
dan perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan
peranan adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan
bangunan dan jasa perusahaan (62)”.
3. Sektor primer tidak memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi sehingga
tidak pernah menjadi sektor kunci dalam perekonomian Indonesia, bahkan
beberapa subsektor memiliki ketergantungan ekspor yang relatif tinggi.
Sebagian besar sektor sekunder tidak memiliki keterkaitan yang tinggi
terhadap sektor-sektor primer. Sektor-sektor yang berhasil bertahan saat krisis
ekonomi, memiliki kecenderungan untuk tetap eksis sebagai sektor kunci.
4. Pergeseran struktur PDB tidak diikuti perubahan pangsa tenaga kerja sehingga
transformasi struktural perekonomian Indonesia tidak sebaik negara-negara
berkembang lainnya. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia
menunjukkan pola yang tidak biasa (unusual pattern) dan bertentangan
dengan teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat
produktifitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang
terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian
tidak beralih ke sektor yang produktifitasnya lebih tinggi.
86
6.2. Saran
Implikasi dari hasil penelitian ini memberikan beberapa masukan
akademis dan pertimbangan kepada berbagai pihak dalam penyusunan strategi
perencanaan pembangunan terkait dengan kebijakan rekayasa transformasi
struktural yang diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari proses
transformasi struktural.
1. Perencanaan ekonomi menuntut peningkatan akurasi peramalan dengan
matriks Leontief yang dibentuk dari model IO. Teknik penyusunan dengan
cakupan yang lebih rinci (base on comodity) didasarkan pada supply and use
table (SUT) menjadi sangat penting untuk menyempurnakan Tabel IO.
2. Daya penyebaran yang tinggi pada sektor-sektor sekunder tidak diikuti derajat
kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor primer mengindikasikan tidak adanya
link and match antara industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang
tersedia. Strategi industrialisasi yang kurang tepat menyebabkan proses
deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak alami dan cenderung negatif.
Kebijakan industrialisasi sebaiknya mempertimbangkan link and match antara
industri yang dibangun dengan sumber bahan baku yang tersedia.
3. Seiring perjalanan waktu seharusnya terjadi konvergensi tingkat produktifitas
pada keseluruhan sektor walaupun pada awalnya produktifitas tenaga kerja
sektor jasa memang tertinggi dibanding sektor industri dan pertanian.
Peningkatan produktivitas sektor primer memerlukan dukungan teknologi dan
jaminan ketersediaan input dalam proses produksinya.
4. Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara berkembang yang
sudah maju seperti kelompok negara BRIC, antara lain berupaya
mempertahankan peran sektor pertanian sampai batas yang dibutuhkan dan
mengembangkan sektor industri berbasis sumberdaya yang tersedia.
Melemahnya daya serap tenaga kerja pada sektor industri padat karya harus
diimbangi pengembangan sektor jasa dengan kualitas pekerjaan yang lebih
baik (bukan sektor informal).
DAFTAR PUSTAKA
Abramovitz M. 1994. Catch-up and Convergence in the Postwar Growth Boom
and After in Convergence of Productivity: Cross National Studies and
Historical Evidence. Boumol WJ, Nelson RR, Wolff EN (eds). New York:
Oxford University Press.
Alesandrini M, Bucelato T. 2008. China, India and Rusia: Economic Reforms,
Structural Change and Regional Disparities. Economic Working Paper
No.97. London: Centre for the Study of Economic and Social Change in
Europe (CSESCE), UCL School of Slavonic and East European Studies
(SSEES).
Adelman I. 1984. Beyond Export Led Growth. World Development Report
12(9):17-27
Bernie DA. 2001. Structural Change in The Brazilian Economy Between 1959
and 2000. Rio Grande: Department of Economics of Pontifícia
Universidade Católica.
BPS Badan Pusat Statistik. 2000. Teknik Penyusunan Tabel Input Output.
Jakarta: BPS.
BPS Badan Pusat Statistik. 2007. Tabel Input Output Indonesia Tahun 2005.
Jakarta: BPS Statistic Indonesia.
Cella, G. 1984. The Input-Output Measurement of Interindustry Linkages. Oxford
Bulletin of Economics and Statistics 46(1):73-84.
Chenery HB. 1964. Land : The Effects of Resources on Economic Growth. Di
dalam K. Bernill, ed. Economic Development with Special Reference to
East Asia. New York: St. Martin.
Chenery HB. 1960. Pattern of Industrial Growth. American Economic Review
50:624-654.
Chenery HB, Syrquin M. 1975. Pattern of Development 1950-1970. Washington
D.C: The World Bank.
Chenery HB, Taylor L. 1968. Development Patterns: Among Countries and
Overtime. Review of Economics and Statistics 50:391-416.
Chenery HB, Robinson S, Syrquin M. 1986. Industrialisation and Growth. New
York: Oxford University Press.
Chenery HB, Watanabe T. 1958. International Comparasions of the Structure of
Production. Econometrica 26(4):487-521.
Daryanto A, Hafizrianda Y. 2010. Analisis Input Output & Social Acounting
Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor: IPB Press.
Dasgupta S, Singh A. 2006. Manufacturing, Service and Premature
Deindustrialization in Developing Countries: A Kaldorian Analysis.
Research Paper United Nation University 49:1-18.
88
Dasril ASN. 1993. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor
Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia, 1971-1990 Disertasi.
Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Deptan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian. 2008. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Pengolahan Tanaman Pangan Berbasis Tepung Lokal. Jakarta: Ditjen
PPHP-Deptan.
Dewi DA. 2010. Deindustrialisasi di Indonesia 1983-2008: Analisis dengan
Pendekatan Kaldorian Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Fabiomarta W. 2004. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dan
Faktor-Faktor yang Memengaruhinya Skripsi. Bogor: FEM Institut
Pertanian Bogor.
Felipe J. 1998. The Role of Manufacturing Sector in Southeast Asian
Development: A test of Kaldor’s first law. J Post Keynessian Economics
20(3):463-485.
Firdaus M. 1998. Peran Sektoral Ekonomi Indonesia Pada Fase Industrialisasi :
Analisis Input Output Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Goldman Sachs Goldman Sachs Global Economics Group. 2001. Building
Better Global Economic BRICs. Global Economics Paper November 2001.
Gollin D, Parente S, Rogersen R. 2002. The Role of Agriculture in Development.
American Economic Review 92(2):160-164.
Guilhoto JJM, Maistro MCM, Hewings GJD. 2000. Economic Landscape, what
are They ? An Application to the Brazilian Economy and to the Sugar
Cane Complex. Discussion Paper. Urbana-Champaign: Regional
Economics Applications Laboratory, University of Illinois and Sao Paulo:
University of Sao Paulo.
Guo D, Hewings GJD, Sonis M. 2003. Temporal Changes in The Structure of
Chicago’s Economy: 1980–2000 Discussion Paper. Urbana-Champaign:
Regional Economics Applications Laboratory, University of Illinois.
Hayashi M. 2005. Structural Changes in Indonesian Industry and Trade: An InputOutput Analysis. Journal the Developing Economies 43(1):39-71.
Hewings GJD, Sonis M, Guo J, Israilevich PR dan Schindler GR. 1998. The
Hollowing Out Process in the Chicago Economy, 1975-2011.
Geographical Analysis 30(3):217-233.
Hewings GJD, Sonis M. 1999. Economic Landscape: Multiplier Product Matrix
Analysis for Multiregional Input Output Systems. Hitotsubashi Journal of
Economics 40:59-74.
Hill H. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966 : Sebuah Studi Kritis
dan Komprehensif. Yogyakarta: PAU (Studi Ekonomi) Universitas Gajah
Mada dan PT Tiara Wacana.
89
Hirschman AO. 1958. The Strategy of Economic Development. New Haven: Yale
University Press.
Horlings E. 1995. The Economic Development of the Dutch Service Sector 18001850. Trade and Transport in a Premodern Economy. Amsterdam: Aksant.
IMF International Monetery Fund. 1997. Deindustrialization: Causes and
Implications. IMF Working Paper 97(42):1-38.
Isard W, Azis IJ, Drennan MP, Miller Re, Saltzman S dan Thorbecke E. 1998.
Methods of Interregional and Regional Analysisi. Brookfield: Ashgate
Publishing Limited.
Jacob J. 2003. Structural Change, Liberalisation and Growth: The Indonesian
Experience in an Input Output Perspective. Eindhoven: ECIS, Eindhoven
University of Technology.
Jiemin G, Planting MA. 2000. Using Input-Output Analysis to Measure U.S.
Economic Structural Change Over a 24 Year Period Discussion Paper.
Paper Presented at The 13th International Conference on Input Output
Techniques, Macerata, Italy.
Johnston BF, Kilby P. 1975. Agriculture and Structural Transformation:
Economic Strategies in Late Developing Countries. New York: Oxford
University Press.
Kaneko Y. 1985. Some Aspects of Economic Development Process in Indonesia:
Input-Output Analysis of the Indonesian Economy. Ekonomi dan
Keuangan Indonesia 33:17-35.
King RP, Byerlee D. 1978. Factor Intensity and Locational Linkages of Rural
Consumption Patterns in Siera Leone. American Journal of Agricultural
Economics 60(2):19-28.
Kuncoro M. 1996. Analisis Struktur-Prilaku-Kinerja Agroindustri di Indonesia:
Suatu Catatan Empiris. Kelola Gadjah Mada University Business Review
6(11):17-28.
Kuncoro M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru
2030 ?. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kuznet S. 1961. Modern Economic Growth Trend, Structure and Spread. New
York: Peffer and Simons, Inc.
Leontief W. 1986. Input-Output Economics. Second Edition. New York: Oxford
University Press.
Lewis WA. 1954. Economic Development with Limitted Supply of Labor. New
York: Manchester School
Mardianto S, Simatupang P, Hadi PU, Malian H, Susmiadi A. 2005. Peta Jalan
(Road Map) dan Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional. Forum
Penelitian Agro Ekonomi 23(1):19-37.
90
Marks D. 2007. Occupational Structure and Structural Change in Indonesia,
1880-2000. Discussion Paper. Amsterdam: International Institue of
Social History (IISH).
Mellor JW. 1976. The New Economies of Growth: A Strategy for India and the
Developing Countries. Cornell: Cornell University Press.
Mellor JW. 1986. Agriculture on the Road to Industrialization in John P. Lewis
and Valeriana Kallab (eds.). Development Strategies Reconsidered.
Washington DC: Overseas Development Council.
Mellor JW. 1989. The Balance Between Industry and Agriculture. Houndmills:
Macmillan.
Mellor JW, Lele U. 1973. Growth Linkages of the New Foodgrain Technologies.
Indian Journal of Agricultural Economics 28(1):19-37
Miller RE, Blair PD. 1985. Input Output Analysis: Foundation and Extensions.
New Jersey: Prentice Hall Inc.
Mulder N. 1999. The Economic Performance of the Service Sector in Brazil,
Mexico and the USA: A Comparative Historical Perspective PhD Thesis.
Groningen: University of Groningen.
Nasoetion LI. 1991. Perekayasaan Transformasi Struktur Perekonomian
Indonesia untuk Meningkatkan Efisiensi Sektor Pertanian. Seminar
Pembangunan Pertanian dalam PJP II; Bogor, 19 Sep 1991.
Nazara S. 1997. Analisis Input Output. Jakarta: LP-FEUI.
Nazara S, Amir H. 2005. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (economic
landscape) dan Kebijakan Strategi Pembangunan Jawa Timur Tahun 1994
dan 2000 Analisis Input Output. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia
FEUI edisi Januari 2005.
Perroux F. 1955. Note sur la Notion de Pole de Croissance. Economique Applique
1(2):307-322
Poot H, Kuyvenhoven A, Jansen J. 1992. Industrialisation and Trade in Indonesia.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ramos NM, Estrada G, Felipe J. 2010. Exploring the Philipine Economic
Landscape and Structural Change using the Input Output Framework.
Mandaluyong City: Central and West Asia Department, Asian
Development Bank.
Rasmussen P. 1956. Studies in Intersectoral Relations. Amsterdam: NorthHolland PC.
Rowthorn R, Couts K. 2004. De-industrialization and the Balance of Payments in
Advanced Economies. Cambridge Journal of Economics 28:767-790
Ruky IMS. 2008. Industrialisasi di Indonesia: Dalam Jebakan Mekanisme Pasar
dan Desentralisasi. Di dalam: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia; Jakarta, 15 November 2008. Jakarta: FEUI. Hlm 1-61.
91
Saraan S. 2006. Analisis Transformasi Struktural Ekonomi di Indonesia Thesis.
Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Sholihah DHA. 2008. Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Daerah. Skripsi. Bogor: FEM Institut Pertanian Bogor.
Tambunan TTH. 2006. Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan.
Munandar, Haris. Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Weinstein. 1976. Indonesian Foreign Policy and Dilemma of Dependence: from
Soekarno to Soeharto. Cornell: Cornell University Press.
92
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAMPIRAN
94
Halaman ini sengaja dikosongkan
95
Lampiran 1.
Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis
Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
R-square
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,887
0,919
0,988
0,991
0,871
0,731
0,938
0,841
0,991
0,976
0,969
0,936
0,999
0,819
0,904
0,887
0,760
0,934
0,956
0,974
0,997
0,687
0,794
0,927
0,750
0,722
0,879
0,960
0,985
0,364
0,723
0,909
0,114
0,979
0,987
0,998
0,975
0,121
0,400
0,668
0,336
ts
0,958
ts
0,994
0,506
0,732
0,718
0,030
0,990
0,111
0,996
0,949
0,235
0,925
0,853
0,696
0,009
0,412
0,935
0,735
0,998
0,981
0,576
0,905
0,626
0,511
0,758
0,576
0,955
0,796
0,839
0,734
0,853
0,704
0,984
0,991
0,998
0,878
0,623
0,351
0,746
0,571
0,723
0,984
0,948
0,986
0,979
0,921
0,962
0,388
0,063
0,902
1,000
0,337
0,876
0,831
0,695
0,760
0,470
0,964
0,745
0,955
0,952
0,812
0,904
0,600
0,925
0,955
0,968
0,991
0,942
0,950
0,963
0,883
0,898
0,803
0,996
0,982
0,450
0,584
0,933
0,164
0,890
0,968
0,998
0,993
0,952
0,966
0,918
0,435
0,881
0,426
ts
0,863
0,960
0,541
0,828
0,020
0,349
0,201
0,887
0,899
0,917
0,897
0,991
0,950
1,000
0,999
0,935
0,985
0,980
0,940
0,976
0,957
0,618
0,143
0,981
0,993
0,995
0,995
0,998
0,993
0,816
0,739
0,612
0,973
0,732
0,638
0,733
0,942
0,782
0,682
0,287
0,979
0,995
0,909
0,398
0,974
0,546
0,919
0,727
0,979
0,743
0,866
0,814
0,666
0,245
0,781
0,482
0,754
0,923
0,429
0,923
0,945
0,508
0,372
0,915
0,355
0,783
0,142
0,999
1,000
0,629
0,072
0,764
0,513
0,592
0,586
0,951
0,973
catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen, kecuali berkode “ts”
96
Lampiran 2.
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis
Sektor-sektor Sekunder
R-square
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,9494
0,9707
0,9409
0,9386
0,9771
0,6233
0,7285
0,9804
0,8023
0,7912
0,7833
0,8040
0,9715
0,5393
0,8797
0,8136
0,9979
0,9994
0,9992
0,9994
0,9995
0,9988
0,9993
0,9985
0,9863
0,9881
0,2185
0,3369
0,8787
0,7201
0,6826
0,9905
0,8400
0,9191
0,9980
0,9848
0,9771
0,9929
0,9985
0,9896
0,6587
0,9187
0,9693
0,8220
0,6922
0,5588
0,7922
0,8107
0,7806
0,6630
0,7473
0,8872
0,9344
0,6160
0,5571
0,8170
0,9045
0,5707
0,6824
0,7841
0,8904
0,7901
0,8725
0,9323
0,8962
0,5048
0,9791
0,5546
0,7761
0,9493
0,8463
0,8477
0,9712
0,9929
0,9534
0,9911
0,9811
0,8722
0,9344
0,9354
0,9120
0,9104
0,9611
0,9361
0,9402
0,9246
0,8956
0,9813
0,9603
0,9503
0,9966
0,9642
0,9916
0,9893
0,9963
0,9813
0,3327
0,7152
0,9493
0,8604
0,9885
0,1477
0,9973
0,9993
0,6522
0,9386
0,9963
0,9929
0,9977
0,4602
0,9941
0,9851
0,9984
0,9951
0,9998
0,9991
0,9997
0,9985
0,9999
1,0000
0,8608
0,1614
0,6176
0,9429
0,9927
0,8960
0,9844
0,9873
0,8093
0,4814
0,8794
0,6270
0,8831
0,6653
0,7038
0,9831
0,6086
0,3177
0,8175
0,5177
0,9395
0,2676
0,9765
0,9311
0,8542
0,9442
0,8621
0,9765
0,8655
0,8738
0,9543
0,9577
0,9990
0,9901
0,8119
0,8313
0,9112
0,8650
0,9981
0,9803
0,9178
0,9425
0,9543
0,9005
0,9427
0,8624
0,9772
0,9662
0,8977
0,7250
0,9975
0,9993
0,9913
0,9014
0,9580
0,9969
0,8799
0,9530
0,9895
0,9837
0,9803
0,9368
0,9660
0,9986
0,7954
0,4772
0,7015
0,6863
0,6768
0,8341
0,8583
0,9092
0,9043
0,8467
0,9633
0,9017
0,7602
0,3737
0,2790
0,9604
0,8686
0,7351
0,9369
0,9012
0,8807
0,8385
0,9713
0,9637
catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen
97
Lampiran 3.
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer
Nilai 
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
0,00005
-0,00020
0,00002
2008
-0,00014
0,00011
0,00048
0,00052
0,00047
-0,00011
0,00015
0,00004
0,00027
0,00009
0,00028
0,00034
0,00034
-0,00019
-0,00009
-0,00037
0,00041
0,00003
0,00072
0,00014
-0,00018
0,00003
0,00005
-0,00004
0,00000
-0,00001
0,00039
0,00009
0,00023
0,00043
0,00000
-0,00006
-0,00002
-0,00004
0,00088
0,00084
-0,00002
-0,00001
0,00052
0,00001
0,00081
0,00012
-0,00062
0,00204
-0,00015
-0,00006
0,00614
0,00335
-0,00012
0,00008
0,00073
0,00074
0,00071
0,00076
-0,00011
0,00036
-0,00011
-0,00001
0,00097
0,00073
0,00008
0,00013
0,00017
0,00043
0,00009
-0,00024
-0,00001
0,00052
-0,00094
0,00003
-0,00031
-0,00017
-0,00006
0,00085
0,00089
0,00261
-0,00018
-0,00005
0,00137
-0,00035
-0,00225
-0,00074
0,00081
0,00039
-0,00151
0,00061
0,00163
-0,00055
0,00005
0,00299
0,00039
0,00076
0,00046
-0,00069
0,00059
-0,00007
0,00040
-0,00013
-0,00011
0,00010
-0,00052
0,00031
0,00003
-0,00038
-0,00020
-0,00020
-0,00005
0,00001
-0,00047
0,00008
0,00006
-0,00032
0,00002
0,00008
0,00044
0,00020
-0,00061
0,00060
-0,00009
0,00010
-0,00002
-0,00017
0,00033
0,00033
-0,00105
-0,00035
0,00011
0,00048
-0,00039
0,00279
0,00131
0,00008
0,00033
0,00075
0,00057
0,00052
-0,00063
-0,00066
-0,00134
0,00020
0,00093
0,00002
-0,00006
0,00256
-0,00055
0,00143
0,00096
-0,00032
-0,00115
0,00066
0,00080
-0,00013
-0,00096
-0,00005
-0,00125
0,00010
0,00027
0,00017
0,00002
0,00056
0,00016
0,00076
0,00036
0,00054
-0,00027
-0,00002
0,00018
0,00070
-0,00002
0,00004
-0,00026
0,00138
-0,00005
0,00050
-0,00011
0,00015
-0,00011
0,00083
-0,00015
0,00010
0,00007
0,00224
-0,00022
0,00263
0,00047
0,00019
-0,00010
0,00094
-0,00092
0,00019
0,00042
0,00004
0,00057
0,00000
0,00015
0,00012
-0,00002
0,00032
0,00142
0,00059
0,00105
0,00068
0,00064
0,00011
-0,00009
catatan: semua nilai tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen
98
Lampiran 4.
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder
Nilai 
1975
1980
1985
0,00264
0,00237
0,00076
0,00097
-0,00025
0,00030
1990
1995
2000
2005
-0,00084
0,00151
0,00035
0,00221
-0,00142
0,00320
0,00047
0,00021
0,00133
0,00087
0,00035
0,00016
-0,00058
-0,00069
0,00046
0,00001
0,00058
0,00032
0,00218
-0,00024
0,00820
0,00528
0,00109
-0,00156
0,00239
-0,00070
0,00083
-0,00303
-0,00012
-0,00100
0,00052
-0,00236
0,00111
0,00251
0,00174
0,00109
0,00160
0,00059
0,00370
-0,00015
0,00308
0,00022
0,00071
0,00205
0,00131
-0,00029
-0,00056
-0,00021
0,00475
-0,00009
-0,00057
0,00117
0,00328
0,00147
0,00103
0,00100
0,00069
-0,00029
-0,00141
0,00287
0,00067
0,00195
0,00252
0,00054
0,00221
0,00097
-0,00006
-0,00019
0,00067
-0,00067
0,00085
0,00284
-0,00010
0,00053
0,00071
-0,00105
0,00006
0,00079
0,00100
0,00145
0,00156
-0,00081
0,00091
-0,00343
0,00054
0,00022
-0,00042
0,00059
0,00046
0,00111
0,00283
-0,00442
0,00203
-0,00119
-0,00084
0,00586
-0,00007
-0,00004
0,00053
-0,00016
-0,00082
-0,00025
0,00005
0,00463
0,00095
0,00011
-0,00049
-0,00148
0,00005
0,00012
-0,00020
-0,00035
0,00010
-0,00005
0,00252
0,00573
0,00452
0,00031
0,00046
-0,00015
0,00090
-0,00097
0,00058
0,00213
0,00039
0,00188
0,00060
0,00165
0,00208
-0,00040
0,00148
0,00161
0,00183
0,00269
0,00040
0,00445
0,00024
-0,00177
-0,00134
-0,00203
0,00348
-0,00102
0,00228
0,00032
-0,00001
0,00044
-0,00055
0,00144
0,00504
-0,00080
-0,00090
-0,00194
0,00073
-0,00190
0,00186
-0,00052
0,00124
-0,00033
0,00005
0,00250
0,00126
-0,00024
0,00103
-0,00520
-0,00043
-0,00027
0,00192
0,00374
-0,00186
-0,00063
-0,00360
-0,00372
0,00169
0,00144
-0,00032
0,00042
-0,00037
0,00002
0,00089
0,00304
0,00052
0,00188
-0,00046
0,00316
0,00208
0,00173
0,00065
0,00073
-0,00034
0,00249
0,00244
0,00063
0,00558
0,00061
0,00140
0,00090
0,00057
0,00074
0,00071
0,00136
0,00023
-0,00063
catatan: semua nilai tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen
2008
99
Lampiran 5.
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer
Nilai 
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,994
1,390
1,344
1,016
0,969
0,891
1,420
0,991
0,835
0,949
1,405
0,784
0,980
0,953
1,076
0,933
1,303
1,471
1,511
0,752
1,011
0,686
1,547
1,051
0,725
0,798
1,307
0,989
1,003
0,683
2,110
0,875
0,843
1,073
1,396
0,953
1,191
0,303
0,876
0,973
1,245
0,473
0,992
0,582
1,483
1,374
0,156
1,003
1,000
0,673
0,080
1,106
0,996
0,842
0,885
0,970
0,758
0,828
1,082
1,066
0,790
0,909
0,963
1,068
0,793
0,952
1,167
0,932
1,648
1,346
0,935
1,628
0,957
1,091
1,120
1,049
0,739
1,067
0,594
1,239
0,905
1,838
0,995
1,739
1,170
0,923
1,021
1,265
0,543
1,623
1,373
1,012
0,394
0,910
0,970
0,950
1,222
0,276
1,023
0,802
1,190
1,150
1,290
1,005
0,973
0,995
1,744
1,382
1,199
1,159
1,197
1,159
0,951
0,919
1,654
1,035
1,112
0,454
1,179
1,592
0,409
1,214
1,268
0,955
1,369
1,629
0,984
1,495
0,976
0,427
1,166
1,468
0,136
0,734
0,937
0,981
0,645
0,583
2,023
1,291
1,313
1,302
0,755
1,236
0,929
1,277
0,759
1,067
0,727
0,849
0,987
1,129
0,293
1,711
1,978
1,398
0,882
1,764
0,774
1,278
0,897
0,875
0,642
1,077
0,998
0,939
0,645
1,442
1,338
0,942
1,382
1,005
0,998
1,205
0,423
1,343
1,335
0,929
1,235
1,194
0,748
1,269
0,745
1,419
0,497
1,021
0,517
0,460
0,954
1,428
0,760
1,229
0,293
2,677
1,105
0,400
1,104
0,900
1,258
1,205
0,715
0,351
0,897
0,660
0,910
0,882
0,870
1,154
catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen
100
Lampiran 6.
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder
Nilai 
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,769
0,578
0,929
1,232
0,911
1,018
0,756
1,137
0,926
1,013
0,661
0,753
1,126
0,802
0,971
0,965
0,963
0,947
1,168
1,060
0,910
0,996
0,863
0,973
0,796
0,998
0,278
0,383
0,922
1,160
0,827
1,064
0,700
1,847
0,999
1,045
0,892
1,649
0,896
0,774
0,859
0,995
0,857
0,724
0,680
1,036
0,726
0,980
0,467
0,941
1,008
0,983
1,204
0,914
0,594
1,005
0,949
0,806
0,665
0,575
0,780
0,787
0,854
1,051
1,158
0,714
0,875
0,657
0,756
1,022
0,852
0,908
0,975
1,001
0,939
1,141
0,872
0,702
0,958
0,920
0,928
1,006
1,150
0,807
1,092
0,834
0,735
1,089
1,007
1,709
0,893
0,986
1,003
1,001
0,941
0,885
0,198
2,802
0,834
1,191
1,064
0,459
0,948
1,004
1,054
0,855
1,218
1,044
0,972
0,551
0,966
0,995
1,144
1,424
0,631
1,020
0,934
0,945
0,808
1,007
0,751
0,433
0,581
1,008
0,916
0,990
0,975
1,083
0,980
0,892
0,854
0,834
0,945
0,798
0,680
1,051
0,509
0,789
1,189
0,780
0,826
0,551
0,915
1,198
1,086
1,037
0,518
1,247
0,650
1,303
1,018
0,955
1,081
1,099
0,370
1,177
1,099
1,219
0,974
1,167
0,884
1,062
0,840
1,034
0,945
0,776
0,818
0,862
0,974
1,587
1,131
1,013
0,831
0,648
1,144
1,127
1,734
1,467
0,781
0,810
0,987
0,902
1,092
0,998
0,872
0,349
1,412
0,722
1,125
0,754
0,809
0,830
0,877
1,038
1,435
0,648
0,536
1,315
0,454
0,846
0,847
0,939
0,934
0,994
0,872
0,876
0,945
1,057
catatan: semua nilai signifikan pada taraf nyata 5 persen
101
Lampiran 7.
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1975
Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektorsektor Primer
1980
1985
Deviasi (%)
1990
1995
2000
2005
2008
14,45
22,75
(21,62)
0,80
33,73
8,08
13,50
3,25
(26,84)
15,25
15,00
28,21
211,46
80,02
67,36
175,39
(5,74)
3,21
(4,34)
(31,80)
31,03
5,86
(26,35)
(22,40)
(15,23)
38,93
(5,93)
22,16
20,14
(9,42)
(26,50)
1,03
(3,80)
8,91
(0,14)
1,63
2,40
11,13
(20,03)
(10,87)
(34,71)
(194,59)
(520,54)
829,22
166.746,44
7.472,00
145,08
2.466,79
89,50
(18,44)
12,74
(3,29)
3,85
6,12
18,73
72,24
52,48
(46,50)
(16,99)
23,88
6,40
252,29
159,12
124,71
11,68
19,34
56,90
154,79
(6,17)
61,90
163,61
27,89
78,79
(41,31)
(1,05)
12,26
16,24
245,10
(14,24)
(49,10)
144,44
(38,57)
(8,31)
(611,60)
(4,21)
(529,63)
124,27
(18,12)
162,43
(13,33)
(41,52)
(216,39)
(22,28)
374,82
(9,27)
381,04
143,47
(4,14)
(26,26)
(395,12)
6,79
849,11
272,74
231,98
149,91
(6,69)
197,85
306,59
(20.819,41)
(20,59)
54,92
179,07
409,48
930,01
158,31
(2.923,04)
122,72
435,52
5.163,83
623,10
(20,38)
(5,14)
4,87
37,07
(32,95)
22,64
(7,76)
65,47
13,63
34,53
(26,12)
49,93
(68,71)
(29,22)
69,98
(13,09)
28,70
(34,44)
55,89
(0,24)
69,09
60,18
8,51
(41,68)
2,86
(14,82)
2,51
16,02
1,54
3,42
13,04
(12,35)
35,99
(5,55)
(18,01)
(14,14)
16,50
(16,16)
(11,09)
(19,98)
28,35
(16,98)
272,18
30,87
(10,44)
87,40
290,48
(3,31)
100,83
(7,90)
(405,65)
(30,14)
7,71
16,14
(10,73)
(12,34)
50,73
30,42
12,82
(13,31)
6,57
4,23
(15,39)
(19,29)
74,64
50,29
(1.563,12)
(3,14)
16,13
(20,17)
(0,78)
1,49
8,63
1,63
92,78
67,55
161,05
(4,23)
40,36
85,19
26,33
14,96
10,38
(36,49)
(7,62)
160,50
83,76
(5,29)
catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif (deviasi under estimate)
102
Lampiran 8.
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektorsektor Sekunder
1975
27,22
190,57
4,09
(17,19)
(10,85)
5,14
148,79
4,03
26,49
10,61
88,62
121,10
44,75
122,18
233,48
(1,12)
67,28
288,54
2.182,70
258,28
63,16
252,95
64,06
167,47
179,00
(0,55)
1980
33,63
96,60
14,32
28,01
34,68
(6,20)
12,19
27,80
3,97
13,28
69,65
32,31
(11,72)
166,76
45,55
115,64
104,46
19,45
276,22
81,35
210,65
100,05
230,28
133,90
84,61
3,17
1985
8,03
(9,79)
(9,51)
(16,58)
(5,96)
(10,59)
14,36
(19,61)
7,75
33,86
(9,97)
102,54
(33,40)
268,14
(17,53)
(0,64)
10,56
(19,44)
328,89
39,47
86,07
324,68
100,29
92,47
(5,68)
(0,49)
Deviasi (%)
1990
1995
7,91
4,01
25,63
(1,18)
7,24
5,61
4,70
1,84
48,88
(13,77)
(5,53)
(3,67)
44,00
3,28
5,36
7,28
49,87
45,21
22,30
12,59
(8,91)
(3,01)
(2,95)
22,52
30,12
14,39
226,49
135,05
61,52
183,35
51,39
(5,26)
121,41
14,59
122,36
25,11
61,18
138,52
84,21
217,84
70,16
145,98
408,09
268,69
173,72
86,39
430,71
91,38
19,99
29,80
3,70
0,01
2000
(13,78)
(19,79)
14,31
9,47
(669,71)
(14,49)
31,00
1,35
91,49
25,80
32,26
50,15
384,27
215,58
31,14
50,32
48,63
(11,43)
206,21
175,54
18,34
116,99
97,38
95,42
23,04
2,72
2005
16,07
2,31
(17,47)
(8,33)
168,28
13,38
24,96
5,57
110,17
2,99
43,94
40,20
(7,83)
192,85
(13,83)
16,88
52,31
(30,93)
475,72
80,46
(6,79)
87,50
27,85
156,25
(13,36)
(0,21)
2008
2,48
36,16
(7,65)
1,05
14,50
17,89
15,01
3,76
(425,70)
(2,15)
(25,13)
80,99
7,89
36,11
54,95
15,01
86,84
55,25
387,51
152,20
(11,26)
58,84
85,55
70,32
97,80
(0,53)
catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif (deviasi under estimate)
Lampiran 9.
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektorsektor Tersier
1975
23,91
23,45
270,88
75,69
(21,02)
29,52
(22,70)
72,91
(31,28)
10,42
3,29
29,76
-
1980
19,71
11,72
39,29
18,35
4,76
9,00
157,22
5,54
64,23
7,15
(0,00)
2,24
0,61
-
1985
(2,09)
6,80
4,35
0,22
(6,19)
103,85
1,74
(20,37)
0,86
(10,51)
17,28
13,69
(100,00)
Deviasi (%)
1990
1995
40,85
22,40
8,32
3,81
42,74
21,53
13,72
13,86
6,75
49,82
27,44
35,96
57,97
(19,57)
10,39
5,43
8,56
6,94
24,02
(24,71)
3,89
21,33
(3,12)
25,78
5,44
4,14 1.944,43
2000
(29,11)
34,77
23,38
111,24
(2,64)
56,08
199,47
13,28
19,13
128,78
(3,23)
7,20
6,61
455,79
2005
20,62
(0,65)
4,02
5,07
24,94
44,75
138,62
(1,98)
(1,00)
50,19
(0,09)
4,30
(18,80)
396,15
catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif (deviasi under estimate)
2008
1,21
17,51
74,82
4,68
355,70
8,81
71,03
1,37
14,85
63,02
(5,23)
6,22
14,62
419,76
103
Lampiran 10. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
16,34
0,82
0,16
0,84
0,29
0,32
1,88
0,76
1,44
0,66
0,61
0,72
0,32
1,08
0,34
0,07
0,11
1,39
0,43
0,84
1,11
0,59
2,09
0,40
3,67
0,97
17,45
1,26
0,24
1,07
0,54
0,22
1,09
0,47
0,89
0,07
0,37
0,21
0,20
1,09
0,56
0,10
0,13
1,44
0,34
0,43
0,91
0,51
1,23
0,43
2,72
1,23
11,88
0,84
0,20
0,40
0,35
0,36
1,31
0,67
0,77
0,27
0,71
0,37
0,16
1,14
0,46
0,10
0,12
1,91
0,65
0,60
1,94
0,64
0,65
0,99
6,53
1,34
Pangsa Permintaan Antara (%)
1985
1990
1995
2000
10,18
0,70
0,22
0,31
0,36
0,42
0,38
0,76
0,59
0,42
0,74
0,27
0,13
0,72
0,37
0,09
0,21
1,74
0,61
0,80
1,69
0,06
0,53
0,39
9,55
1,41
8,76
0,71
0,35
0,18
0,38
0,15
0,54
0,57
0,26
0,47
0,27
0,25
0,07
0,36
0,04
0,08
0,14
1,27
0,63
0,90
1,79
0,13
0,85
0,60
6,73
2,07
5,12
0,50
0,45
0,16
0,45
0,35
0,80
0,82
0,37
0,59
0,24
0,30
0,10
0,13
0,04
0,24
0,34
1,20
0,73
0,89
1,75
0,12
1,07
0,65
3,27
2,24
4,16
0,37
0,48
0,22
0,33
0,33
0,90
0,38
0,29
0,40
0,06
0,14
0,04
0,14
0,47
0,19
0,49
0,73
0,59
1,04
1,18
0,11
0,80
1,86
7,49
1,31
2005
2008
2,96
0,29
0,46
0,22
0,78
0,36
0,83
0,23
0,20
0,69
0,07
0,18
0,03
0,08
0,26
0,21
0,30
0,57
0,55
0,83
0,70
0,11
0,90
1,90
6,16
1,37
3,13
0,24
0,71
0,20
1,00
0,46
0,66
0,19
0,21
1,45
0,06
0,08
0,02
0,05
0,24
0,16
0,37
1,08
0,57
0,99
0,75
0,11
1,37
2,36
6,12
1,67
104
Lampiran 11. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
0,69
1,29
0,31
0,82
0,40
0,55
0,48
0,88
1,59
2,89
2,56
1,50
0,83
1,90
4,71
1,07
1,30
0,91
1,36
0,59
2,02
1,13
1,20
0,31
2,22
1,54
1975
0,44
0,67
0,77
1,75
0,58
0,47
0,18
0,92
1,57
2,41
2,08
1,13
1,15
3,00
3,32
1,62
1,59
0,90
2,42
0,61
3,26
2,54
3,36
0,15
1,53
2,02
1980
0,28
0,29
0,99
0,71
0,54
0,68
0,21
0,10
1,17
1,89
1,37
1,55
1,26
3,90
5,88
1,15
1,15
0,84
3,46
0,63
2,62
4,24
3,61
0,25
1,30
1,82
Pangsa Permintaan Antara (%)
1985
1990
1995
2000
0,21
0,23
0,36
0,81
0,53
0,46
0,76
1,66
1,00
0,76
0,99
0,58
0,34
0,56
0,77
0,67
0,42
0,43
0,91
0,56
0,85
1,17
1,65
2,36
0,18
0,16
0,21
0,10
0,73
0,56
0,45
0,40
1,04
2,34
2,33
1,62
1,26
1,87
2,03
1,75
1,71
2,21
2,25
1,23
1,32
2,37
2,76
2,85
1,54
1,28
0,97
0,47
4,06
5,40
6,57
6,01
7,20
5,51
3,55
4,82
1,51
1,48
2,23
1,77
1,29
1,24
1,24
0,86
0,95
0,65
0,60
0,50
2,06
3,05
2,88
2,12
0,76
1,04
0,97
0,63
2,47
3,01
1,92
2,06
3,59
4,89
4,91
3,19
1,99
2,48
2,47
3,38
0,27
0,30
0,43
0,21
1,69
1,85
1,76
1,64
1,87
1,54
1,86
1,45
2005
0,67
1,32
0,93
0,70
0,37
1,64
0,10
0,31
1,25
1,66
1,32
2,70
0,74
5,49
6,38
2,13
0,94
0,73
2,24
0,84
2,72
5,37
3,53
0,33
2,18
1,76
2008
0,71
1,09
1,03
0,77
0,27
1,55
0,08
0,27
0,53
1,40
1,87
2,06
1,24
6,07
6,27
2,02
0,81
0,67
2,32
0,53
3,72
5,65
2,98
0,27
1,60
1,87
2005
7,67
1,50
0,06
2,56
1,34
0,58
1,02
1,48
4,42
5,64
0,10
0,58
3,34
0,12
2008
7,97
1,36
0,04
2,59
1,04
0,60
0,81
1,58
4,15
4,29
0,22
0,46
2,97
0,02
Lampiran 12. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
10,07
1,25
0,29
4,52
0,31
0,36
0,85
0,37
1,94
1,31
0,15
3,87
1,45
1975
9,15
1,26
0,08
2,77
0,59
0,38
1,56
0,45
3,29
1,43
0,31
2,82
0,26
1980
8,53
1,01
0,05
2,19
0,66
0,48
1,08
0,45
2,51
2,44
0,20
3,10
0,06
Pangsa Permintaan Antara (%)
1985
1990
1995
2000
9,43
7,71
6,81
11,29
1,19
1,30
1,59
1,51
0,05
0,04
0,06
0,06
2,39
2,65
3,05
2,11
0,73
0,81
0,86
1,28
0,47
0,57
0,72
0,90
1,18
1,09
1,69
1,13
0,70
0,78
1,17
0,98
2,88
3,46
4,29
4,14
2,86
2,93
6,00
5,14
0,17
0,35
0,28
0,47
0,47
3,06
2,33
2,12
2,48
0,17
0,63
0,40
0,15
105
Lampiran 13. Pangsa Output Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
Pangsa Output (%)
1985
1990
1995
2000
2005
2008
6,53
0,54
0,52
1,10
1,37
1,00
0,75
0,30
0,84
0,29
0,23
0,29
0,13
0,23
0,06
0,20
0,05
0,70
0,90
0,70
1,34
0,31
2,02
0,42
3,93
0,44
6,34
0,75
0,79
1,40
2,64
0,08
0,42
0,17
0,63
0,27
0,16
0,21
0,07
0,19
0,05
0,13
0,08
0,52
0,96
0,59
1,06
0,20
1,20
0,45
11,45
0,45
4,50
0,59
0,50
0,77
1,83
0,00
1,26
0,26
0,54
0,25
0,31
0,69
0,25
0,38
0,03
0,13
0,05
0,78
0,98
0,76
1,82
0,31
0,95
0,56
17,35
0,49
4,29
0,63
0,51
0,96
2,15
0,01
0,18
0,32
0,50
0,32
0,32
0,39
0,13
0,27
0,08
0,17
0,11
0,78
1,32
0,83
0,89
0,08
0,88
0,23
9,30
0,52
2,10
0,26
0,40
0,54
1,36
0,00
0,44
0,19
0,26
0,20
0,04
0,07
0,02
0,06
0,01
0,27
0,27
0,40
0,99
1,32
0,64
0,10
1,44
1,90
4,80
0,58
1,49
0,18
0,45
0,38
1,46
0,02
0,41
0,12
0,17
0,35
0,04
0,17
0,01
0,04
0,01
0,21
0,17
0,38
0,69
0,82
0,38
0,09
1,28
2,42
3,75
0,64
1,61
0,14
0,71
0,28
1,72
0,02
0,34
0,10
0,18
0,74
0,04
0,10
0,01
0,03
0,01
0,19
0,21
0,72
0,79
1,03
0,42
0,09
1,75
2,51
3,50
0,80
3,82
0,69
0,43
0,72
2,11
0,02
0,25
0,25
0,32
0,29
0,11
0,20
0,05
0,16
0,03
0,14
0,19
0,61
0,93
0,88
0,86
0,09
0,92
0,69
6,23
0,85
2,37
0,37
0,33
0,45
1,62
0,01
0,38
0,38
0,31
0,28
0,12
0,14
0,05
0,06
0,02
0,21
0,16
0,57
1,27
0,96
0,90
0,09
1,20
0,96
2,83
1,00
106
Lampiran 14. Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
Pangsa Output (%)
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,25
1,64
3,00
6,01
1,16
1,78
0,27
1,87
0,37
3,31
1,25
0,57
0,05
0,82
2,71
1,51
0,46
0,24
0,07
0,25
0,78
0,25
1,31
0,21
1,16
7,69
0,94
0,71
5,32
4,14
0,85
1,57
0,15
1,87
0,44
2,37
0,96
0,56
0,19
0,78
1,61
1,11
0,45
0,16
0,07
0,23
0,80
0,55
2,31
0,17
0,77
9,23
0,67
0,50
4,07
2,48
0,60
1,07
0,14
1,60
0,51
1,75
0,93
0,48
0,42
0,93
2,13
0,52
0,38
0,28
0,48
0,50
0,65
1,59
1,89
0,14
0,69
9,87
0,75
0,79
4,84
0,62
0,72
1,03
0,16
2,05
0,55
1,51
1,56
0,54
0,72
0,97
6,42
1,20
0,49
0,41
0,51
0,52
0,70
1,36
1,22
0,17
1,08
10,73
1,61
1,02
2,89
1,15
0,96
2,18
0,28
1,78
1,11
3,39
2,35
1,48
0,52
2,27
2,62
2,23
0,60
0,25
0,95
0,43
0,76
2,50
1,99
0,42
1,21
10,43
1,50
1,84
2,43
1,05
0,27
2,49
0,28
1,33
1,09
3,77
2,13
2,07
0,26
2,54
4,09
2,13
0,59
0,29
0,74
0,50
1,02
3,90
2,19
0,42
1,13
8,43
1,12
1,63
1,97
0,87
0,19
1,70
0,21
1,27
0,79
3,22
1,48
1,68
0,34
2,35
4,10
2,24
0,58
0,37
0,56
0,74
1,42
4,78
2,79
0,33
1,56
10,17
1,28
1,87
2,26
0,98
0,22
1,64
0,17
1,12
0,37
2,44
1,66
1,39
0,47
2,71
3,88
2,19
0,49
0,35
0,50
0,63
2,20
4,54
2,42
0,29
1,18
11,81
2000
2005
2008
9,12
3,54
0,08
1,79
1,15
0,94
0,73
0,90
3,11
2,86
2,57
2,78
3,18
0,04
8,93
3,92
0,08
2,72
1,11
0,75
0,67
1,67
3,07
3,12
2,55
3,44
3,34
0,04
9,49
3,20
0,06
2,54
0,71
0,67
0,48
1,81
2,57
2,81
2,61
3,14
2,76
0,04
1,04
0,76
4,23
0,76
0,53
1,37
0,15
1,91
0,87
2,98
2,45
1,17
0,62
1,53
5,17
1,33
0,44
0,30
0,92
0,52
0,87
2,07
1,63
0,15
1,22
10,56
Lampiran 15. Pangsa Output Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1980
Pangsa Output (%)
1985
1990
1995
12,24
3,68
0,15
4,57
1,24
0,38
0,81
0,24
0,83
2,22
2,61
1,25
4,09
0,53
9,97
2,72
0,09
2,92
0,76
0,53
1,16
0,25
1,34
2,11
3,28
1,90
3,40
0,00
8,36
3,03
0,07
2,70
0,83
0,57
0,56
0,35
1,22
2,41
3,23
2,33
2,72
0,00
8,30
3,48
0,07
3,35
0,90
0,48
0,83
0,50
1,87
2,99
3,83
2,17
3,39
0,03
8,36
4,01
0,06
2,98
1,03
0,82
0,70
0,58
3,13
2,70
2,76
1,95
3,46
0,05
8,00
4,76
0,06
2,50
0,72
0,82
1,10
0,81
3,40
5,35
2,84
2,59
2,62
0,03
107
Lampiran 16. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektorsektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
100,00
60,19
12,19
30,59
8,32
12,69
99,71
100,00
68,09
92,23
100,00
100,00
100,00
99,80
95,14
13,83
69,46
79,21
19,06
47,02
33,15
75,79
41,33
37,50
37,04
84,43
100,00
61,34
11,03
27,92
7,37
51,64
94,59
99,89
51,63
9,55
79,00
36,09
99,99
99,57
89,11
29,69
48,70
100,79
12,80
26,36
31,42
94,89
37,17
33,67
8,61
89,30
96,73
49,66
14,13
18,97
6,91
95,03
38,24
95,66
52,20
40,17
78,62
19,69
22,52
95,59
87,68
28,36
82,32
88,92
24,40
28,76
39,09
76,26
24,85
62,07
13,14
94,55
Pangsa Permintaan Antara (%)
1985
1990
1995
2000
98,05
41,45
17,24
13,31
6,88
94,86
89,35
99,93
48,59
52,89
92,53
28,91
40,77
98,47
71,60
22,00
79,32
92,20
19,11
39,57
78,58
30,20
24,88
56,21
39,98
99,55
99,86
40,28
35,05
11,07
7,80
71,22
92,55
98,69
35,53
70,30
87,93
54,08
58,66
96,74
65,76
23,90
33,05
90,15
29,55
44,38
89,73
62,45
40,26
36,32
43,00
96,74
99,84
53,45
57,14
16,94
12,60
88,78
96,88
99,46
54,97
96,97
89,54
96,65
85,62
97,67
96,20
50,89
97,54
91,46
26,24
42,47
89,52
58,72
41,34
30,52
48,15
97,24
97,54
54,53
52,67
20,34
11,30
92,89
99,34
98,08
55,61
99,72
87,51
93,40
86,63
93,47
98,76
34,43
89,96
82,02
29,55
38,79
88,89
53,58
27,50
47,50
65,46
99,46
2005
2008
98,15
59,58
49,96
28,93
25,02
96,08
98,62
99,00
59,56
98,08
87,60
52,85
97,09
96,77
96,38
46,01
88,55
70,38
39,40
49,30
89,19
54,38
34,68
38,00
61,19
97,61
98,22
55,88
50,27
36,99
27,94
96,99
96,86
98,30
58,77
99,62
85,57
37,56
83,69
91,08
97,69
40,85
88,35
72,06
36,34
48,69
89,97
60,08
39,62
46,56
65,61
97,76
108
Lampiran 17. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektorsektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
20,32
31,18
3,60
5,35
12,24
12,07
65,32
18,71
94,84
30,34
80,29
62,41
99,94
52,21
66,07
25,96
88,75
100,00
93,03
67,59
67,77
9,50
22,14
32,58
76,19
7,99
1975
15,39
34,03
4,81
15,37
23,04
10,64
38,98
17,48
80,40
33,72
77,75
55,17
95,53
64,44
47,49
46,28
91,53
99,83
84,05
61,15
80,41
28,93
29,13
17,50
72,61
7,97
1980
13,25
20,23
7,83
10,53
27,08
22,43
48,03
2,32
78,17
36,61
53,49
79,61
90,63
68,34
56,03
71,02
91,16
96,37
95,23
35,07
81,11
42,45
28,98
28,21
69,24
6,77
Pangsa Permintaan Antara (%)
1985
1990
1995
10,90
9,01
9,59
26,41
25,21
32,15
8,52
7,77
15,28
22,70
28,95
29,70
24,21
31,94
41,16
32,98
34,92
33,70
47,79
41,68
31,28
14,62
12,86
11,47
73,69
81,16
77,10
33,02
24,27
25,07
45,15
39,08
43,97
75,06
72,99
74,36
80,88
80,92
79,65
73,84
69,12
77,88
44,22
43,17
54,09
49,21
44,00
43,47
85,88
75,37
80,28
95,23
94,98
99,46
97,41
91,15
92,12
46,44
62,44
66,12
85,23
84,79
80,54
42,64
34,93
37,01
34,48
33,11
33,55
32,74
26,06
23,06
64,53
65,81
67,01
7,22
6,35
8,22
2000
24,02
42,20
11,42
29,65
40,14
44,15
15,52
14,14
68,57
20,46
28,14
55,87
66,90
65,26
41,78
37,11
62,25
85,64
87,25
44,85
70,94
26,43
42,13
17,47
71,64
8,47
2005
24,95
37,61
22,90
37,05
46,98
43,66
21,52
11,57
70,77
23,85
42,69
66,72
80,91
67,06
57,36
43,08
71,17
95,93
89,79
44,94
72,96
36,92
43,07
31,93
69,00
8,55
2008
24,90
27,62
22,95
37,17
46,29
44,26
22,59
11,90
61,61
27,49
55,73
64,01
83,06
73,49
58,80
43,09
72,47
96,32
88,56
32,02
72,46
41,93
42,04
32,85
68,63
8,03
Lampiran 18. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektorsektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
32,84
13,56
58,47
39,06
9,96
27,64
35,89
44,76
84,27
21,97
4,74
37,71
82,12
1975
33,34
15,77
32,12
33,50
27,92
20,92
45,75
42,41
88,32
23,63
5,76
28,77
90,47
1980
37,45
11,52
28,58
29,57
28,25
26,67
60,57
45,08
71,83
32,12
3,19
40,63
4,51
Pangsa Permintaan Antara (%)
1985
1990
1995
46,95
40,20
39,26
13,11
13,30
14,50
31,83
28,87
42,04
29,30
38,43
53,01
33,37
34,25
47,87
26,33
22,77
29,12
53,86
61,86
63,69
54,91
57,93
56,49
55,56
44,49
51,73
36,07
42,32
48,20
6,02
5,56
8,17
34,32
27,07
35,58
107,27 139,82 101,15
2000
61,18
17,65
32,06
51,01
49,10
30,74
59,36
52,71
59,11
69,12
3,20
8,02
34,54
182,28
2005
42,44
17,72
34,22
46,20
48,13
28,70
55,27
41,40
67,76
66,85
1,95
7,88
45,80
138,10
2008
42,54
20,01
33,16
51,40
49,07
36,54
68,67
41,95
78,87
65,96
4,27
7,14
52,64
25,83
109
Lampiran 19. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor
Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
Pangsa Ekspor (%)
1985
1990
1995
2000
2005
2008
3,60
11,36
0,02
0,42
0,14
0,29
6,56
7,77
1,89
73,25
22,56
1,24
3,05
0,10
47,53
2,17
3,92
61,09
61,84
0,00
0,47
1,39
0,05
0,11
0,85
5,38
101,06
21,00
65,28
0,01
0,00
0,23
41,59
19,95
2,06
1,70
0,00
52,41
3,40
10,03
60,57
89,45
0,06
0,27
0,34
0,10
0,15
0,52
58,35
1,16
59,79
12,32
58,69
28,79
0,02
0,24
43,98
2,70
0,02
1,67
0,00
49,63
16,28
13,46
34,90
80,41
0,36
1,09
0,27
0,07
0,12
0,10
10,51
0,52
46,50
7,28
62,30
54,15
0,01
0,07
51,40
1,23
0,06
1,33
0,01
0,55
59,54
11,62
43,16
58,18
1,17
0,00
0,66
0,27
0,25
0,31
0,05
0,63
0,01
1,48
0,19
2,99
1,39
58,35
0,47
2,09
0,10
0,08
0,70
14,40
4,36
50,23
32,93
3,53
0,00
0,19
0,28
0,33
0,38
0,29
0,18
0,01
1,87
0,85
41,77
1,73
5,16
0,56
46,20
1,45
1,23
0,04
0,00
5,81
16,95
5,21
60,16
37,51
2,26
0,00
0,19
0,24
0,27
0,16
0,25
0,26
0,01
1,44
0,39
61,31
2,25
7,87
0,39
52,33
0,71
0,53
0,01
0,00
0,26
2,89
1,55
40,64
26,83
1,00
0,00
0,32
1,79
0,73
0,19
15,62
6,55
0,01
0,25
29,51
7,64
13,66
32,45
0,10
0,01
59,54
5,71
1,16
0,04
0,07
1,56
4,17
5,71
58,07
46,47
1,75
0,03
0,63
1,08
0,28
0,10
2,22
0,00
1,36
0,45
10,01
0,51
0,06
0,17
45,48
0,50
0,48
0,01
0,13
0,34
13,11
3,57
67,67
37,38
1,79
110
Lampiran 20. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor
Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
0,59
14,87
1,16
1,57
25,86
0,13
3,59
0,22
0,88
0,11
0,01
0,03
0,51
5,21
70,81
0,11
1,61
31,63
0,01
0,23
0,01
4,35
-
1975
0,70
7,72
0,25
1,03
1,73
6,78
0,17
1,04
0,01
0,31
4,61
1,83
0,10
2,24
31,89
46,34
0,03
0,05
39,27
0,30
1,05
0,50
0,80
-
1980
1,26
11,21
0,76
1,37
2,29
1,81
1,71
0,07
0,44
5,33
21,55
0,41
4,38
1,27
23,74
0,15
0,68
3,63
0,95
60,46
0,39
1,70
0,71
0,78
-
Pangsa Ekspor (%)
1985
1990
1995
1,17
30,25
13,12
10,08
24,24
21,05
0,32
0,02
0,01
4,16
4,59
2,59
1,75
2,50
0,66
4,32
14,44
5,87
1,06
10,20
1,11
0,15
1,57
1,53
1,48
4,53
12,43
21,17
40,58
38,91
38,34
57,71
45,83
1,74
6,43
15,84
6,49
14,61
11,44
4,14
5,08
7,65
43,04
44,12
36,00
33,93
36,04
24,29
0,77
8,13
9,53
2,14
11,15
0,49
2,13
6,20
4,54
51,74
34,95
31,96
0,25
3,24
9,41
1,69
1,59
10,07
1,32
3,17
4,74
5,41
12,64
18,14
0,00
-
2000
20,03
25,22
0,00
2,27
0,32
6,55
1,93
4,47
30,95
56,07
63,60
34,86
22,90
17,17
42,90
28,32
27,46
12,93
9,12
52,89
17,04
44,35
4,94
40,79
-
2005
24,37
42,19
0,09
3,75
1,27
4,84
1,78
3,51
28,27
38,97
46,58
21,74
9,88
15,23
31,82
28,04
14,77
3,97
7,56
52,74
11,38
21,11
7,73
31,39
0,00
-
2008
12,37
62,56
0,08
2,77
0,85
4,87
1,43
3,24
37,03
31,51
21,20
23,60
3,68
12,85
30,50
30,01
8,97
1,93
9,37
62,35
7,80
12,93
10,50
30,93
-
Lampiran 21. Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor
Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
1971
4,02
1,70
3,93
79,12
0,28
16,76
-
1975
5,03
5,25
6,94
4,24
45,11
18,31
38,75
1,02
1980
11,69
2,42
7,03
5,79
41,56
14,15
9,91
3,07
3,10
0,00
0,02
Pangsa Ekspor (%)
1985
1990
1995
8,31
14,44
12,66
3,42
7,06
11,28
4,59
4,98
8,08
4,11
6,43
9,98
16,84
18,99
19,40
14,85
11,25
14,82
14,67
12,54
21,63
3,21
1,36
6,15
14,36
14,55
12,74
0,21
0,35
1,10
0,98
0,00
0,18
0,49
0,03
2,16
3,19
2000
16,93
13,49
8,42
13,32
21,35
13,92
21,43
2,76
11,14
1,55
1,21
0,80
7,37
2005
15,08
10,26
2,55
7,48
28,80
13,65
15,30
9,24
1,92
5,39
2,23
6,69
3,56
2008
15,09
10,87
4,74
7,44
30,54
9,26
14,16
9,56
1,35
4,02
1,50
3,92
1,63
111
Lampiran 22. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
Pangsa Impor (%)
1985
1990
1995
0,00
0,01
0,01
0,63
0,65
5,89
0,00
47,39
56,93
0,41
25,14
0,02
0,82
1,19
0,01
0,72
0,01
1,81
0,52
4,68
0,04
0,33
0,01
0,00
0,46
47,26
0,04
0,00
7,23
0,04
0,15
51,07
77,46
0,61
16,76
0,13
0,34
0,20
0,01
0,79
0,03
1,46
0,14
10,44
6,03
1,08
0,17
1,13
97,26
0,03
0,00
0,00
7,26
0,05
12,71
82,83
4,39
0,86
0,45
0,52
0,33
0,00
0,36
0,09
3,06
4,74
6,52
8,99
0,92
0,05
0,47
97,26
0,02
0,00
4,38
3,68
0,00
0,02
10,87
62,92
1,69
1,25
0,73
0,07
0,31
0,01
2,61
0,08
19,03
5,84
11,86
11,06
0,20
0,02
0,89
77,86
0,11
0,02
0,05
15,64
3,91
0,49
1,97
1,19
0,91
0,74
0,44
0,85
1,30
0,05
3,26
8,66
9,00
0,00
14,04
9,65
0,13
2,53
95,86
0,21
0,00
0,01
0,35
0,01
1,22
1,26
0,18
6,39
0,79
0,54
0,00
0,14
0,09
1,75
9,66
6,01
2000
2005
2008
0,01
21,27
11,34
0,15
4,88
97,58
0,65
0,05
0,08
0,23
24,52
95,07
3,79
0,13
8,37
0,37
0,33
1,87
1,45
0,16
1,88
15,15
9,85
0,00
26,11
1,27
0,36
5,52
87,46
0,19
0,03
0,01
0,22
0,22
0,52
0,00
95,65
4,56
0,17
6,16
0,35
0,39
1,17
2,59
0,13
2,16
24,60
8,53
0,01
36,57
1,14
0,58
4,49
93,00
0,26
0,05
0,01
0,13
0,45
0,82
0,12
93,86
4,44
0,04
5,28
0,30
0,39
0,97
1,84
0,11
2,26
25,88
7,78
112
Lampiran 23. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor
Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
7,20
0,72
13,51
1,45
10,65
1,71
8,10
0,06
45,36
12,99
1,98
41,14
86,35
43,40
4,62
8,00
22,18
34,88
87,36
27,89
34,62
94,67
39,55
44,53
-
1975
8,99
1,02
8,20
0,24
6,81
1,40
7,80
1,77
37,79
8,96
1,73
24,04
57,79
53,80
36,72
12,85
29,28
51,04
93,21
37,96
45,74
82,74
44,97
45,67
-
1980
13,41
2,88
12,57
0,06
18,13
3,11
9,13
0,42
7,66
7,73
0,52
32,16
18,06
55,64
44,61
13,55
17,79
11,38
64,19
24,34
45,18
56,47
58,60
57,38
-
Pangsa Impor (%)
1985
1990
1995
7,43
5,39
5,95
4,49
4,06
6,45
0,46
0,17
3,90
0,37
10,60
3,65
0,38
10,90
6,03
3,64
6,35
3,59
2,56
7,30
7,54
0,01
0,14
2,14
5,39
30,72
20,35
4,25
11,36
9,37
0,16
0,43
0,66
25,03
16,93
13,40
8,61
9,63
7,09
57,41
55,04
41,80
4,53
7,09
13,48
5,41
9,56
5,60
21,52
37,96
15,95
0,77
0,31
9,19
41,33
37,29
34,11
22,91
28,83
36,76
41,46
43,86
30,31
60,95
66,13
59,18
49,03
50,01
41,50
51,06
69,60
51,95
0,00
0,00
-
2000
9,77
5,16
3,91
5,22
60,50
5,72
7,89
4,08
6,67
10,86
1,54
17,70
23,30
44,10
28,21
9,57
12,53
0,31
37,94
27,90
28,92
34,62
44,66
29,77
-
2005
16,27
6,62
1,42
6,99
50,70
8,09
4,95
2,87
9,89
6,63
2,96
15,77
24,81
42,04
25,46
8,30
11,69
1,95
54,51
19,69
23,00
33,56
31,09
35,62
-
2008
11,70
6,25
0,63
6,46
24,84
7,87
6,35
3,56
14,66
5,75
2,31
14,63
38,03
35,36
28,31
7,69
12,31
2,51
62,02
24,39
15,38
33,56
32,49
32,01
-
Lampiran 24. Pangsa Impor terhadap Penawaran Total pada Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
24,91
1,13
26,52
14,78
26,32
9,96
6,70
0,14
25,39
1975
6,18
5,73
2,71
0,77
19,00
6,52
35,32
0,78
4,31
4,06
4,66
100,00
1980
5,34
4,22
0,58
2,66
12,03
14,08
4,45
4,88
13,54
0,00
2,56
100,00
Pangsa Impor (%)
1985
1990
1995
6,93
6,09
5,87
2,39
2,54
12,30
0,92
1,04
5,68
0,22
0,19
13,69
35,04
24,03
27,77
7,83
9,21
10,26
4,76
1,98
15,19
12,37
7,84
11,09
8,53
10,58
6,76
2,43
10,20
11,31
3,00
8,10
7,92
5,01
52,19
76,16
80,70
2000
16,01
13,57
12,45
10,16
35,57
21,94
1,76
10,17
22,08
2,31
4,85
10,41
8,07
2005
6,02
1,04
0,61
19,77
24,28
26,19
5,28
4,88
25,08
1,47
5,08
7,31
0,73
2008
6,85
1,10
0,50
33,73
19,36
18,77
5,12
3,51
14,66
0,67
3,52
3,55
1,16
113
Lampiran 25. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
Pangsa Nilai Tambah Bruto (%)
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
10,11
0,78
0,81
1,72
2,21
1,50
1,06
0,37
1,34
0,36
0,32
0,43
0,16
0,36
0,09
0,31
0,07
1,07
0,53
1,07
1,86
0,49
3,09
0,48
6,15
0,63
9,24
1,04
1,13
2,09
3,91
0,11
0,56
0,20
0,94
0,32
0,22
0,30
0,08
0,29
0,07
0,18
0,11
0,73
0,60
0,87
1,39
0,29
1,62
0,50
17,46
0,63
6,49
0,82
0,70
1,17
2,72
0,01
0,98
0,32
0,81
0,30
0,31
0,81
0,36
0,56
0,05
0,18
0,08
1,12
0,36
0,99
2,47
0,45
1,32
0,63
24,43
0,67
2,16
0,29
0,68
0,65
2,52
0,04
0,57
0,17
0,27
0,43
0,04
0,21
0,02
0,07
0,01
0,31
0,26
0,57
0,56
0,95
0,63
0,16
2,07
3,56
6,46
1,01
2,44
0,23
1,10
0,49
3,06
0,03
0,46
0,14
0,27
0,83
0,04
0,13
0,02
0,05
0,01
0,26
0,32
0,95
0,66
0,94
0,65
0,15
2,61
3,79
6,01
1,26
6,52
0,90
0,74
1,55
3,38
0,01
0,22
0,41
0,77
0,40
0,37
0,45
0,20
0,41
0,12
0,25
0,17
1,02
0,56
0,95
1,32
0,11
1,26
0,27
13,91
0,74
5,98
1,04
0,66
1,21
3,47
0,03
0,32
0,33
0,52
0,37
0,12
0,23
0,08
0,25
0,04
0,22
0,30
0,80
0,38
0,94
1,30
0,14
1,33
1,01
10,09
1,24
3,75
0,58
0,52
0,78
2,75
0,01
0,50
0,57
0,49
0,39
0,13
0,18
0,08
0,10
0,03
0,34
0,24
0,74
0,82
1,17
1,34
0,15
1,79
1,46
4,74
1,48
3,48
0,43
0,67
1,01
2,46
0,01
0,62
0,29
0,42
0,26
0,04
0,10
0,04
0,10
0,02
0,40
0,41
0,56
0,75
1,23
1,00
0,17
2,17
2,80
8,57
0,90
114
Lampiran 26. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
Pangsa Nilai Tambah Bruto (%)
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,71
0,69
0,76
2,02
0,87
1,08
0,16
0,97
0,18
1,73
0,85
0,51
0,02
0,51
1,51
0,49
0,43
0,12
0,03
0,15
0,47
0,19
1,07
0,13
0,94
4,58
0,47
0,27
1,38
1,44
0,75
0,84
0,16
1,14
0,19
1,25
0,61
0,43
0,19
0,37
0,68
0,40
0,37
0,14
0,03
0,13
0,40
0,33
1,29
0,11
0,61
5,27
0,47
0,20
1,27
0,93
0,37
0,46
0,12
1,08
0,23
0,96
0,69
0,26
0,24
0,61
0,20
0,24
0,27
0,24
0,30
0,15
0,31
0,94
0,90
0,13
0,48
5,34
0,69
1,13
0,88
0,51
0,10
1,11
0,16
1,56
0,48
2,39
1,23
1,21
0,22
1,37
4,72
1,19
0,56
0,30
0,28
0,36
1,07
3,13
2,24
0,21
0,94
7,19
0,82
1,34
1,03
0,59
0,12
1,09
0,13
1,41
0,23
1,93
1,42
1,03
0,31
1,60
4,58
1,21
0,49
0,29
0,27
0,32
2,15
2,65
1,99
0,19
0,89
8,69
0,56
0,40
0,84
0,26
0,48
0,47
0,12
1,41
0,32
0,89
1,03
0,35
0,41
0,57
4,41
0,59
0,42
0,23
0,40
0,33
0,40
0,74
0,71
0,11
0,41
6,37
0,67
0,59
0,70
0,49
0,40
1,05
0,13
1,89
0,67
1,56
1,97
0,77
0,32
0,90
3,51
0,62
0,36
0,16
0,64
0,28
0,51
1,20
1,08
0,12
0,72
5,68
0,95
0,67
0,77
0,73
0,82
1,49
0,21
1,95
0,84
2,07
1,47
1,09
0,29
1,46
2,13
1,22
0,50
0,18
0,80
0,24
0,52
1,45
1,49
0,30
1,08
6,67
0,85
1,43
0,71
0,70
0,14
1,76
0,26
1,60
0,77
2,55
1,48
1,46
0,15
1,68
3,97
1,31
0,53
0,21
0,39
0,27
0,69
2,38
1,88
0,28
0,61
5,60
Lampiran 27. Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Pangsa Nilai Tambah Bruto (%)
1980
1985
1990
1995
2000
17,65
1,63
0,08
4,95
1,01
0,36
1,07
0,22
0,93
2,88
4,35
1,50
4,82
0,00
13,43
1,46
0,04
3,06
0,41
0,41
1,44
0,24
1,69
2,75
5,15
2,32
3,43
0,00
11,86
2,09
0,05
2,63
0,66
0,31
0,62
0,31
1,58
3,29
5,11
2,68
2,34
0,00
12,25
2,51
0,05
3,25
0,80
0,23
0,98
0,58
2,43
4,13
6,53
2,64
3,33
0,04
12,44
3,33
0,05
3,24
1,00
0,52
0,88
0,74
4,05
3,85
4,90
2,46
3,13
0,04
11,70
3,84
0,05
3,03
0,77
0,52
1,49
1,07
4,46
7,23
3,69
3,05
2,52
0,03
11,83
2,89
0,05
1,59
0,65
0,32
0,80
1,34
4,71
3,74
3,26
2,99
3,22
0,04
2005
2008
11,54
3,52
0,05
2,23
0,68
0,46
0,76
2,58
3,96
4,36
2,91
3,78
3,27
0,04
10,27
2,93
0,04
2,14
0,45
0,41
0,56
2,87
3,42
4,00
3,04
3,45
2,77
0,04
115
Lampiran 28. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
Angka Pengganda Output Terbuka
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,13
1,18
1,12
1,10
1,05
1,16
1,26
1,46
1,08
1,46
1,28
1,18
1,47
1,09
1,13
1,13
1,23
1,13
1,76
1,11
1,30
1,07
1,15
1,55
1,11
1,26
1,11
1,15
1,13
1,08
1,08
1,17
1,25
1,42
1,08
1,41
1,23
1,16
1,46
1,11
1,13
1,12
1,15
1,17
1,73
1,11
1,28
1,09
1,26
1,57
1,05
1,20
1,16
1,16
1,21
1,07
1,10
1,16
1,97
1,40
1,10
1,49
1,68
1,37
1,19
1,12
1,14
1,16
1,10
1,16
1,92
1,31
1,26
1,12
1,26
1,63
1,18
1,28
1,44
1,30
1,40
1,20
1,22
1,31
1,54
1,51
1,38
1,69
1,94
1,64
1,36
1,33
1,22
1,48
1,40
1,47
1,96
1,88
1,32
1,32
1,33
1,48
1,16
1,39
1,45
1,34
1,41
1,21
1,22
1,29
1,64
1,59
1,50
1,85
2,03
1,70
1,30
1,34
1,27
1,60
1,43
1,68
2,06
2,18
1,44
1,43
1,46
1,47
1,19
1,45
1,21
1,26
1,29
1,09
1,14
1,16
1,50
1,45
1,16
1,52
1,64
1,52
1,19
1,18
1,19
1,22
1,15
1,40
2,09
1,64
1,25
1,27
1,31
1,62
1,19
1,29
1,24
1,26
1,28
1,10
1,14
1,17
1,56
1,50
1,18
1,58
1,93
1,55
1,23
1,25
1,22
1,22
1,21
1,45
2,17
1,73
1,29
1,27
1,35
1,34
1,15
1,35
1,28
1,26
1,28
1,10
1,17
1,26
1,55
1,38
1,26
1,51
1,98
1,67
1,27
1,27
1,25
1,28
1,37
1,54
2,02
1,67
1,36
1,28
1,34
1,34
1,16
1,38
1,26
1,25
1,24
1,09
1,14
1,27
1,48
1,43
1,33
1,59
1,91
1,58
1,28
1,28
1,15
1,45
1,41
1,56
2,08
2,09
1,39
1,31
1,42
1,46
1,11
1,43
116
Lampiran 29. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
Angka Pengganda Output Terbuka
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,83
2,02
2,00
1,94
1,92
1,87
2,18
1,99
2,04
2,42
1,89
1,78
2,16
2,19
1,84
2,18
1,73
2,21
2,50
2,00
2,30
2,06
1,98
2,21
1,93
2,11
1,96
2,12
1,98
1,94
1,67
1,93
1,62
1,88
2,07
2,43
1,88
1,97
1,61
2,46
1,87
2,35
1,71
1,79
2,47
2,03
2,42
2,22
2,37
2,08
1,92
2,14
1,83
1,98
1,97
1,95
1,88
2,10
1,84
1,80
2,17
2,42
1,74
2,33
2,17
2,13
2,18
2,47
1,97
1,89
2,22
2,36
2,46
2,39
2,83
1,79
2,18
2,18
2,15
2,25
2,16
2,28
2,17
2,21
2,20
1,71
2,36
2,34
2,06
2,35
1,93
2,20
1,50
2,42
1,92
1,96
2,43
2,25
2,29
2,50
2,32
2,40
2,18
2,24
2,17
2,27
2,19
2,28
2,28
2,22
2,16
1,72
2,32
2,30
2,10
2,35
1,96
2,23
1,51
2,47
1,94
1,93
2,38
2,18
2,09
2,70
2,34
2,38
2,04
2,24
2005
2008
1,64
2,02
2,36
2,07
2,21
2,28
1,82
1,39
1,59
1,59
1,86
1,87
2,09
1,88
1,87
2,07
2,35
2,08
2,23
2,30
1,83
1,39
1,59
1,61
1,89
1,89
2,13
1,92
1,86
2,05
2,11
2,04
1,89
2,17
2,03
1,96
2,18
2,41
1,92
2,21
2,23
2,36
1,76
2,48
1,87
2,14
2,04
2,13
2,28
2,65
2,53
2,24
2,48
2,15
1,98
1,89
2,14
2,03
1,87
1,90
1,98
1,79
2,23
2,59
1,86
2,31
2,47
2,43
1,77
2,57
1,93
2,13
2,25
2,23
2,39
2,66
2,42
2,20
2,23
2,30
2,07
2,05
2,13
2,07
1,81
2,04
2,07
1,75
2,23
2,47
2,11
2,21
2,42
2,37
1,69
2,44
1,94
1,96
2,04
2,17
2,24
2,57
2,29
2,24
1,89
2,19
2,22
2,13
2,10
2,16
2,10
2,12
1,98
1,71
2,34
2,33
2,13
2,37
1,96
2,08
1,58
2,31
1,96
2,00
2,41
2,17
2,37
2,48
2,18
2,30
2,04
2,27
Lampiran 30. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Angka Pengganda Output Terbuka
1980
1985
1990
1995
2000
1,24
2,17
2,22
1,58
1,88
1,79
1,36
1,80
1,56
1,41
1,00
1,52
1,57
2,97
1,23
2,07
2,30
1,58
2,14
1,95
1,36
1,70
1,28
1,34
1,00
1,40
1,72
0,00
1,18
1,95
2,25
1,74
1,99
2,35
1,58
1,86
1,33
1,27
1,00
1,51
1,97
0,00
1,24
2,02
2,05
1,77
1,82
2,33
1,58
1,63
1,40
1,37
1,00
1,57
1,89
1,36
1,29
1,95
2,09
1,70
1,78
2,20
1,55
1,49
1,46
1,40
1,00
1,60
2,04
2,25
1,37
2,03
2,01
1,62
1,69
2,19
1,49
1,51
1,50
1,53
1,60
1,74
2,02
2,03
1,62
2,08
2,31
2,03
2,34
2,59
1,87
1,46
1,39
1,63
1,74
1,89
1,99
1,91
117
Lampiran 31. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Primer (Type II)
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
Angka Pengganda Output Tertutup
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,35
1,29
1,42
1,39
1,22
1,36
1,56
1,83
1,31
1,66
1,57
1,45
1,81
1,20
1,39
1,42
1,54
1,67
2,10
1,13
1,48
1,23
1,25
1,76
1,14
1,66
1,48
1,38
1,47
1,23
1,33
1,37
1,82
2,09
1,43
1,87
2,02
1,67
2,13
1,49
1,67
1,53
1,54
1,66
2,18
1,35
1,65
1,42
1,59
1,91
1,08
1,59
1,51
1,37
1,52
1,22
1,31
1,51
2,57
2,00
1,43
1,91
2,35
1,75
1,87
1,48
1,65
1,55
1,45
1,63
2,43
1,58
1,56
1,44
1,56
1,86
1,23
2,02
1,57
1,42
1,51
1,29
1,35
1,40
1,85
1,73
1,52
1,89
2,17
1,81
1,58
1,48
1,31
1,60
1,60
1,64
2,15
2,12
1,47
1,47
1,46
1,60
1,22
1,62
1,57
1,45
1,51
1,30
1,35
1,39
1,93
1,80
1,64
2,04
2,25
1,87
1,52
1,49
1,36
1,73
1,62
1,85
2,24
2,40
1,58
1,59
1,59
1,59
1,25
1,67
1,35
1,35
1,41
1,17
1,24
1,30
1,82
1,71
1,28
1,67
1,90
1,68
1,46
1,30
1,38
1,33
1,24
1,56
2,27
1,76
1,36
1,42
1,43
1,80
1,23
1,60
1,37
1,35
1,40
1,17
1,24
1,26
1,90
1,77
1,30
1,75
2,19
1,72
1,50
1,40
1,41
1,33
1,42
1,62
2,35
1,85
1,41
1,44
1,47
1,53
1,18
1,58
1,42
1,36
1,42
1,18
1,28
1,36
1,94
1,63
1,41
1,70
2,29
1,86
1,57
1,45
1,47
1,41
1,61
1,73
2,22
1,80
1,50
1,46
1,48
1,57
1,20
1,64
1,36
1,34
1,34
1,17
1,29
1,36
1,84
1,67
1,46
1,79
2,17
1,75
1,52
1,45
1,24
1,57
1,61
1,72
2,28
2,35
1,52
1,48
1,56
1,66
1,16
1,66
118
Lampiran 32. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Sekunder (Type II)
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
Angka Pengganda Output Tertutup
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,95
2,22
2,25
2,19
2,15
2,12
2,42
2,20
2,30
2,70
2,09
2,05
2,40
2,42
1,92
2,48
1,98
2,43
2,75
2,16
2,56
2,40
2,19
2,47
2,15
2,41
2,30
2,53
2,41
2,33
2,08
2,34
1,94
2,24
2,64
3,09
2,39
2,53
1,92
3,00
2,00
3,00
2,47
2,17
2,85
2,37
2,91
2,63
2,87
2,94
2,37
2,77
2,14
2,39
2,37
2,35
2,36
2,49
2,19
2,12
2,62
2,91
2,23
2,85
2,58
2,56
2,29
2,94
2,59
2,18
2,52
2,62
2,82
2,77
3,26
2,32
2,62
2,72
2,31
2,46
2,29
2,45
2,38
2,38
2,39
1,82
2,51
2,53
2,23
2,53
2,11
2,35
1,62
2,62
2,13
2,12
2,56
2,41
2,48
2,68
2,52
2,60
2,34
2,44
2,33
2,47
2,32
2,43
2,48
2,38
2,34
1,83
2,46
2,49
2,28
2,53
2,13
2,39
1,63
2,66
2,14
2,09
2,51
2,32
2,28
2,88
2,54
2,58
2,20
2,44
1,98
2,18
2,26
2,18
2,09
2,34
2,18
2,08
2,34
2,60
2,06
2,41
2,38
2,55
1,81
2,68
2,04
2,28
2,13
2,30
2,43
2,81
2,71
2,44
2,60
2,36
2,11
2,04
2,28
2,19
2,09
2,06
2,14
1,90
2,37
2,79
2,02
2,51
2,68
2,66
1,83
2,80
2,09
2,30
2,36
2,42
2,56
2,87
2,60
2,42
2,37
2,52
2,24
2,25
2,28
2,25
2,03
2,24
2,27
1,88
2,38
2,71
2,29
2,40
2,64
2,63
1,77
2,69
2,17
2,15
2,18
2,41
2,46
2,80
2,51
2,48
2,05
2,46
2,37
2,36
2,22
2,33
2,32
2,28
2,17
1,81
2,47
2,54
2,30
2,54
2,10
2,25
1,64
2,52
2,16
2,16
2,54
2,37
2,55
2,66
2,37
2,50
2,17
2,48
Lampiran 33. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Tersier (Type II)
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Angka Pengganda Output Tertutup
1980
1985
1990
1995
2000
1,42
2,37
2,64
1,77
2,10
1,99
1,58
2,18
1,95
1,58
1,82
2,17
1,89
3,20
1,49
2,50
3,32
1,97
2,75
2,29
1,96
2,55
1,85
1,53
2,75
2,78
2,37
1,84
1,47
2,36
3,55
2,18
2,61
2,65
2,14
2,41
1,85
1,46
2,63
2,71
2,48
1,71
1,36
2,18
2,40
1,92
2,05
2,46
1,78
1,83
1,63
1,46
1,63
2,03
2,09
1,55
1,42
2,10
2,42
1,87
1,91
2,34
1,72
1,66
1,70
1,50
1,63
1,97
2,26
2,45
1,55
2,24
2,37
1,80
1,90
2,37
1,68
1,71
1,78
1,69
2,16
2,18
2,29
2,23
1,78
2,27
2,57
2,20
2,50
2,76
2,07
1,60
1,53
1,77
2,22
2,28
2,23
2,09
2005
2008
1,82
2,22
2,63
2,29
2,40
2,50
2,05
1,53
1,78
1,72
2,28
2,22
2,32
2,05
2,05
2,27
2,63
2,29
2,42
2,51
2,06
1,53
1,78
1,75
2,30
2,23
2,36
2,08
119
Lampiran 34. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
1,08
1,22
1,07
1,07
1,05
1,12
1,15
1,25
1,05
1,42
1,17
1,12
1,23
1,12
1,08
1,10
1,11
1,04
16,46
1,99
1,26
1,07
1,21
1,39
1,57
1,08
1,09
1,16
1,11
1,13
1,08
1,22
1,14
1,22
1,06
1,31
1,10
1,09
1,20
1,08
1,07
1,08
1,11
1,10
2,71
1,12
1,26
1,08
1,21
1,57
1,68
1,14
1,11
1,19
1,18
1,11
1,11
1,12
1,85
1,18
1,07
1,32
1,29
1,34
1,09
1,09
1,07
1,10
1,06
1,09
3,02
1,32
1,22
1,09
1,18
1,76
2,59
1,06
Angka Pengganda Pendapatan
1985
1990
1995
2000
1,14
1,27
1,25
1,10
1,12
1,12
1,18
1,22
1,13
1,37
1,26
1,48
1,09
1,14
1,09
1,20
1,15
1,29
2,70
1,77
1,19
1,19
1,22
1,35
1,67
1,08
1,22
1,34
1,30
1,15
1,14
1,23
1,21
1,26
1,15
1,45
1,45
1,51
1,09
1,17
1,11
1,25
1,11
1,35
2,90
2,01
1,26
1,18
1,26
1,18
1,81
1,14
1,29
1,35
1,30
1,14
1,17
1,38
1,22
1,23
1,25
1,44
1,48
1,57
1,11
1,20
1,14
1,30
1,18
1,44
2,36
2,21
1,36
1,21
1,33
1,18
1,67
1,17
1,30
1,28
1,28
1,11
1,10
1,35
1,29
1,26
1,29
1,40
1,40
1,44
1,11
1,17
1,18
1,48
1,22
1,40
2,53
1,54
1,36
1,22
1,36
1,30
1,11
1,19
2005
2008
1,54
1,37
1,59
1,29
1,20
1,45
1,31
1,35
1,36
1,54
1,69
1,63
1,19
1,28
1,28
1,59
1,23
1,32
2,44
1,43
1,27
1,24
1,28
1,51
1,17
1,19
1,53
1,41
1,58
1,30
1,19
1,42
1,34
1,38
1,51
1,73
1,79
1,67
1,15
1,27
1,34
1,78
1,26
1,54
2,35
1,72
1,39
1,34
1,42
1,48
1,21
1,22
120
Lampiran 35. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
3,33
5,23
4,53
3,51
2,81
2,20
2,45
2,87
2,80
2,70
2,30
1,67
2,13
2,42
2,79
3,57
1,75
3,33
2,79
7,93
2,32
1,77
2,22
1,97
1,51
1,92
3,35
3,42
3,50
3,23
2,22
2,45
1,93
3,46
2,93
2,36
1,95
1,81
1,79
2,66
2,24
3,03
1,34
2,02
3,37
2,86
2,24
2,58
2,47
1,39
1,51
1,78
2,67
3,07
3,35
3,00
2,78
2,75
2,19
5,66
3,53
2,53
1,60
2,34
2,63
2,28
3,44
2,99
1,54
2,32
2,76
4,12
2,53
2,66
3,08
1,43
1,59
1,76
Angka Pengganda Pendapatan
1985
1990
1995
2000
2,79
4,23
7,10
3,28
2,63
2,65
2,73
5,75
3,91
2,38
2,33
2,27
3,03
2,48
2,64
3,96
1,96
3,60
5,10
2,50
2,41
3,14
2,51
2,13
2,38
1,75
3,53
2,36
5,97
2,09
2,73
1,95
2,55
3,27
4,03
2,53
1,94
2,39
2,87
2,52
1,83
4,01
2,47
3,85
4,22
2,82
2,23
2,77
2,40
1,95
2,35
1,98
3,21
2,45
5,52
2,33
2,41
2,19
2,53
2,86
4,04
2,33
2,71
2,50
3,07
2,46
1,65
4,14
2,07
2,97
3,37
3,08
2,11
2,94
2,34
2,23
2,05
1,94
3,54
2,09
4,60
2,38
4,38
2,33
1,87
2,52
3,65
2,16
2,46
2,52
1,97
2,05
1,75
2,91
1,89
2,48
3,86
3,15
2,15
2,94
2,08
2,39
2,52
1,96
2005
2008
3,14
2,59
4,54
2,70
3,69
2,61
2,53
2,31
3,44
2,31
2,29
2,59
1,55
2,48
1,28
3,29
1,82
2,16
4,61
3,11
2,07
2,94
2,28
2,44
2,45
2,27
3,07
2,59
4,53
2,62
3,56
2,54
2,43
2,28
3,45
2,25
2,28
2,58
1,54
2,52
1,28
3,17
1,81
2,11
4,46
2,97
1,70
3,38
2,28
2,42
2,07
2,25
2005
2008
1,49
1,89
1,82
1,93
2,57
2,31
1,53
1,36
1,51
1,77
1,24
1,30
1,71
1,84
1,82
1,91
1,82
1,92
2,55
2,31
1,54
1,37
1,54
1,83
1,25
1,30
1,71
1,84
Lampiran 36. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Angka Pengganda Pendapatan
1980
1985
1990
1995
2000
1,21
3,10
1,46
1,74
2,01
1,96
1,26
1,49
1,29
1,61
1,00
1,12
1,27
-
1,36
2,23
1,48
1,68
2,08
2,23
1,18
1,35
1,20
2,18
1,00
1,08
1,38
-
1,18
2,01
1,22
1,53
1,46
3,09
1,33
1,52
1,19
1,59
1,00
1,11
1,59
-
1,22
2,00
1,30
1,64
1,47
3,12
1,35
1,43
1,25
1,68
1,00
1,13
1,51
1,14
1,28
2,02
1,38
1,58
1,94
2,62
1,40
1,42
1,26
1,71
1,00
1,17
1,65
2,21
1,33
1,90
1,41
1,65
1,55
2,85
1,39
1,42
1,32
1,67
1,13
1,23
1,65
2,10
1,55
2,01
1,97
2,23
3,28
4,56
1,66
1,43
1,38
1,90
1,16
1,26
1,61
1,87
121
Lampiran 37. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Primer (Type II)
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
1,23
1,39
1,21
1,21
1,19
1,27
1,31
1,42
1,20
1,61
1,33
1,26
1,39
1,27
1,22
1,24
1,26
1,18
18,65
2,26
1,42
1,21
1,37
1,58
1,78
1,22
1,20
1,28
1,22
1,24
1,19
1,34
1,25
1,34
1,17
1,44
1,20
1,20
1,32
1,19
1,18
1,19
1,21
1,21
2,98
1,23
1,38
1,19
1,33
1,73
1,85
1,26
1,21
1,29
1,28
1,20
1,20
1,21
2,01
1,28
1,16
1,42
1,40
1,45
1,18
1,18
1,15
1,19
1,15
1,18
3,26
1,43
1,32
1,18
1,28
1,91
2,80
1,15
Angka Pengganda Pendapatan
1985
1990
1995
2000
1,24
1,39
1,36
1,20
1,22
1,22
1,28
1,33
1,23
1,49
1,37
1,60
1,18
1,24
1,19
1,31
1,25
1,40
2,93
1,93
1,30
1,29
1,33
1,47
1,81
1,17
1,32
1,46
1,42
1,25
1,24
1,34
1,32
1,37
1,25
1,58
1,58
1,65
1,19
1,28
1,21
1,36
1,21
1,47
3,16
2,19
1,38
1,29
1,37
1,29
1,97
1,24
1,43
1,49
1,44
1,27
1,30
1,53
1,36
1,37
1,38
1,59
1,64
1,74
1,23
1,33
1,26
1,44
1,31
1,59
2,61
2,45
1,50
1,34
1,47
1,31
1,85
1,30
1,42
1,40
1,40
1,22
1,20
1,47
1,41
1,37
1,41
1,53
1,53
1,58
1,22
1,28
1,29
1,62
1,33
1,53
2,77
1,69
1,49
1,33
1,49
1,43
1,21
1,31
2005
2008
1,69
1,50
1,75
1,42
1,32
1,59
1,44
1,48
1,50
1,68
1,86
1,78
1,30
1,40
1,40
1,74
1,35
1,45
2,67
1,57
1,39
1,36
1,41
1,66
1,28
1,30
1,66
1,53
1,72
1,41
1,30
1,54
1,46
1,50
1,65
1,88
1,95
1,82
1,25
1,39
1,46
1,93
1,37
1,67
2,56
1,88
1,51
1,46
1,55
1,61
1,32
1,33
122
Lampiran 38. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Sekunder (Type II)
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
3,77
5,93
5,14
3,98
3,18
2,50
2,77
3,25
3,17
3,06
2,60
1,90
2,41
2,74
3,16
4,04
1,98
3,78
3,17
8,99
2,63
2,00
2,52
2,23
1,72
2,18
3,68
3,76
3,85
3,55
2,44
2,69
2,12
3,80
3,22
2,59
2,14
1,99
1,97
2,92
2,46
3,33
1,47
2,22
3,70
3,14
2,46
2,84
2,71
1,53
1,66
1,96
2,89
3,32
3,63
3,24
3,01
2,97
2,37
6,12
3,82
2,73
1,74
2,53
2,85
2,47
3,72
3,24
1,67
2,51
2,98
4,46
2,74
2,88
3,33
1,55
1,72
1,90
Angka Pengganda Pendapatan
1985
1990
1995
2000
3,03
4,60
7,72
3,57
2,86
2,88
2,97
6,25
4,24
2,58
2,53
2,47
3,29
2,69
2,87
4,30
2,13
3,91
5,54
2,72
2,62
3,41
2,73
2,31
2,58
1,90
3,84
2,57
6,49
2,27
2,97
2,12
2,78
3,56
4,39
2,75
2,11
2,60
3,12
2,74
1,99
4,36
2,69
4,19
4,59
3,07
2,43
3,01
2,61
2,13
2,56
2,16
3,56
2,71
6,12
2,58
2,67
2,42
2,80
3,17
4,48
2,59
3,00
2,77
3,41
2,73
1,83
4,58
2,29
3,29
3,74
3,41
2,34
3,26
2,59
2,47
2,28
2,15
3,87
2,29
5,03
2,61
4,79
2,55
2,05
2,76
4,00
2,36
2,69
2,76
2,16
2,24
1,92
3,19
2,07
2,71
4,32
3,45
2,37
3,22
2,28
2,61
2,76
2,15
2005
2008
3,45
2,84
4,98
2,96
4,05
2,86
2,77
2,53
3,77
2,53
2,52
2,85
1,70
2,72
1,40
3,60
2,00
2,37
5,05
3,41
2,27
3,22
2,50
2,67
2,69
2,49
3,34
2,82
4,94
2,85
3,88
2,77
2,65
2,49
3,76
2,45
2,49
2,81
1,68
2,74
1,39
3,46
1,98
2,30
4,86
3,23
1,86
3,68
2,49
2,64
2,26
2,46
Lampiran 39. Angka Pengganda Pendapatan Sektor-sektor Tersier (Type II)
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Angka Pengganda Pendapatan
1980
1985
1990
1995
2000
1,37
3,52
1,65
1,97
2,27
2,22
1,43
1,69
1,46
1,83
1,13
1,27
1,44
-
1,49
2,45
1,62
1,85
2,28
2,45
1,29
1,49
1,31
2,40
1,10
1,19
1,52
-
1,27
2,17
1,32
1,66
1,58
3,34
1,44
1,65
1,28
1,72
1,08
1,20
1,72
-
1,33
2,17
1,41
1,79
1,60
3,39
1,47
1,55
1,35
1,82
1,09
1,22
1,65
1,24
1,39
2,20
1,50
1,72
2,11
2,85
1,52
1,54
1,37
1,86
1,09
1,28
1,79
2,40
1,47
2,11
1,56
1,83
1,72
3,16
1,54
1,58
1,46
1,85
1,25
1,36
1,83
2,32
1,69
2,20
2,16
2,44
3,59
4,99
1,82
1,57
1,51
2,08
1,27
1,38
1,77
2,05
2005
2008
1,63
2,08
1,99
2,12
2,82
2,53
1,68
1,49
1,66
1,94
1,36
1,42
1,87
2,02
1,98
2,08
1,98
2,09
2,78
2,52
1,68
1,49
1,67
1,99
1,36
1,42
1,87
2,01
123
Lampiran 40. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
0,01
0,19
0,12
0,00
0,01
0,00
0,82
0,03
0,18
0,24
0,05
0,27
0,27
0,06
0,07
0,77
0,36
0,07
0,06
0,01
0,49
0,04
0,05
0,78
0,69
0,01
0,01
0,05
0,02
0,01
0,01
0,03
0,65
0,03
0,05
1,02
0,24
0,68
0,08
0,02
0,03
0,44
0,27
0,05
0,02
0,02
0,55
0,06
0,11
0,81
0,95
0,01
0,01
0,02
0,01
0,00
0,00
0,21
0,92
0,04
0,07
0,65
0,14
0,70
0,30
0,00
0,09
0,47
0,08
0,03
0,03
0,02
0,55
0,21
0,14
0,84
0,90
0,03
Derajat Ketergantungan Ekspor
1985
1990
1995
2000
0,02
0,02
0,01
0,01
0,00
0,06
0,52
0,03
0,06
0,56
0,08
0,82
0,58
0,01
0,17
0,54
0,08
0,03
0,03
0,02
0,22
0,70
0,13
0,83
0,81
0,04
0,00
0,07
0,05
0,02
0,01
0,88
0,57
0,03
0,12
0,55
0,11
0,25
0,46
0,02
1,07
0,59
0,02
0,04
0,03
0,02
0,42
0,46
0,16
0,72
0,73
0,04
-0,01
0,02
0,04
0,01
0,01
0,45
0,07
0,01
0,00
0,04
0,11
0,01
0,00
0,00
-3,12
0,52
0,02
0,00
0,03
0,02
0,29
0,19
0,08
0,74
0,59
0,04
0,01
0,08
0,06
0,03
0,01
2,30
0,57
0,04
0,20
0,09
0,03
0,10
0,13
0,12
17,29
0,66
0,08
0,04
0,07
0,05
0,40
0,63
0,10
0,79
0,82
0,07
2005
2008
0,03
0,07
0,07
0,03
0,04
0,11
0,41
0,10
0,34
0,62
0,04
0,52
0,11
0,10
0,65
0,60
0,11
0,08
0,08
0,06
0,32
0,46
0,15
0,83
0,75
0,08
0,02
0,05
0,06
0,04
0,03
0,11
0,40
0,06
0,40
0,76
0,04
0,68
0,09
0,12
0,55
0,63
0,13
0,07
0,07
0,06
0,14
0,20
0,07
0,67
0,64
0,05
124
Lampiran 41. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
0,02
0,17
0,00
0,02
0,03
0,27
0,06
0,05
0,03
0,03
0,02
0,06
0,09
0,07
0,16
0,82
0,02
0,01
0,16
0,48
0,04
0,05
0,05
0,11
0,14
0,01
0,02
0,12
0,01
0,02
0,03
0,08
0,03
0,01
0,02
0,02
0,07
0,08
0,11
0,14
0,58
0,63
0,02
0,01
0,03
0,65
0,04
0,11
0,04
0,03
0,15
0,01
0,02
0,13
0,01
0,02
0,04
0,03
0,05
0,00
0,09
0,11
0,25
0,08
0,17
0,14
0,48
0,07
0,03
0,06
0,06
0,83
0,05
0,17
0,04
0,05
0,09
0,02
Derajat Ketergantungan Ekspor
1985
1990
1995
2000
0,02
0,13
0,01
0,06
0,03
0,06
0,05
0,00
0,23
0,30
0,42
0,09
0,14
0,27
0,50
0,47
0,03
0,04
0,07
0,73
0,04
0,09
0,06
0,14
0,08
0,01
0,33
0,45
0,01
0,09
0,06
0,17
0,16
0,02
0,49
0,57
0,62
0,15
0,19
0,31
0,54
0,45
0,16
0,13
0,14
0,66
0,10
0,07
0,10
0,45
0,10
0,01
0,15
0,03
0,01
0,04
0,04
0,08
0,03
0,02
0,62
0,51
0,52
0,29
0,15
0,55
0,45
0,34
0,12
0,00
0,17
0,82
0,15
0,51
0,14
0,49
0,01
0,00
0,28
0,53
0,01
0,06
0,11
0,09
0,06
0,07
0,64
0,75
0,75
0,60
0,30
0,55
0,73
0,39
0,37
0,15
0,25
0,95
0,33
0,78
0,18
0,62
0,22
0,02
2005
2008
0,33
0,64
0,03
0,09
0,10
0,10
0,05
0,05
0,68
0,52
0,58
0,43
0,27
0,49
0,54
0,40
0,21
0,07
0,27
0,78
0,20
0,43
0,19
0,56
0,19
0,02
0,17
0,82
0,02
0,08
0,06
0,09
0,05
0,04
0,69
0,43
0,29
0,43
0,28
0,41
0,52
0,41
0,14
0,04
0,33
0,87
0,13
0,29
0,23
0,51
0,16
0,02
2005
2008
0,25
0,14
0,12
0,19
0,49
0,24
0,38
0,20
0,19
0,21
0,03
0,09
0,14
0,41
0,23
0,15
0,12
0,19
0,55
0,18
0,37
0,19
0,20
0,17
0,02
0,05
0,12
0,08
Lampiran 42. Derajat Ketergantungan Ekspor Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Derajat Ketergantungan Ekspor
1980
1985
1990
1995
2000
0,07
0,02
0,11
0,08
0,81
0,04
0,32
0,06
0,11
0,02
0,00
0,01
0,04
0,12
0,07
0,07
0,11
0,07
0,49
0,27
0,50
0,06
0,13
0,04
0,00
0,01
0,05
-
0,15
0,06
0,12
0,10
0,48
0,25
0,27
0,12
0,27
0,14
0,00
0,01
0,10
-
0,13
0,07
0,09
0,08
0,21
0,30
0,24
0,13
0,29
0,09
0,00
0,01
0,06
0,75
0,20
0,11
0,13
0,13
0,23
0,20
0,20
0,06
0,22
0,04
0,00
0,01
0,07
1,89
0,13
0,13
0,04
0,16
0,32
0,26
0,38
0,18
0,23
0,08
0,01
0,01
0,03
0,19
0,33
0,20
0,24
0,32
0,38
0,30
0,39
0,10
0,23
0,13
0,02
0,02
0,17
1,02
125
Lampiran 43. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
Angka Pengganda Ekspor
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,0087
0,0128
0,0077
0,0007
0,0010
0,0004
0,0771
0,0011
0,0187
0,0085
0,0013
0,0097
0,0043
0,0016
0,0005
0,0191
0,0020
0,0059
0,0071
0,0008
0,0822
0,0016
0,0118
0,0405
0,3371
0,0005
0,0041
0,0024
0,0010
0,0006
0,0009
0,0001
0,0175
0,0004
0,0021
0,0177
0,0025
0,0092
0,0004
0,0002
0,0001
0,0036
0,0014
0,0016
0,0015
0,0007
0,0373
0,0007
0,0086
0,0236
0,6964
0,0004
0,0028
0,0005
0,0001
0,0002
0,0004
0,0000
0,0542
0,0005
0,0017
0,0075
0,0020
0,0227
0,0037
0,0001
0,0001
0,0028
0,0002
0,0011
0,0015
0,0005
0,0471
0,0031
0,0065
0,0224
0,7407
0,0007
0,0063
0,0011
0,0002
0,0005
0,0007
0,0000
0,0068
0,0008
0,0022
0,0130
0,0019
0,0238
0,0057
0,0001
0,0010
0,0067
0,0007
0,0016
0,0027
0,0011
0,0142
0,0040
0,0082
0,0145
0,5532
0,0016
0,0011
0,0010
0,0011
0,0007
0,0009
0,0005
0,0119
0,0004
0,0024
0,0008
0,0000
0,0003
0,0001
0,0003
0,0096
0,0083
0,0010
0,0007
0,0034
0,0029
0,0123
0,0030
0,0069
0,0715
0,1861
0,0019
0,0024
0,0007
0,0018
0,0007
0,0030
0,0002
0,0099
0,0007
0,0034
0,0125
0,0001
0,0051
0,0001
0,0002
0,0002
0,0074
0,0011
0,0017
0,0032
0,0028
0,0072
0,0025
0,0108
0,1176
0,1647
0,0028
0,0025
0,0005
0,0030
0,0007
0,0034
0,0001
0,0096
0,0004
0,0051
0,0398
0,0001
0,0050
0,0001
0,0002
0,0003
0,0083
0,0019
0,0038
0,0041
0,0042
0,0042
0,0013
0,0089
0,1191
0,1578
0,0027
0,0009
0,0035
0,0015
0,0008
0,0011
0,0012
0,0099
0,0005
0,0027
0,0110
0,0009
0,0034
0,0016
0,0003
0,0020
0,0057
0,0003
0,0015
0,0022
0,0015
0,0248
0,0029
0,0103
0,0343
0,3147
0,0026
-0,0021
0,0007
0,0011
0,0005
0,0018
0,0003
0,0021
0,0003
0,0000
0,0009
0,0011
0,0002
0,0000
0,0000
-0,0050
0,0089
0,0002
-0,0002
0,0035
0,0019
0,0215
0,0015
0,0077
0,0574
0,1350
0,0032
126
Lampiran 44. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
Angka Pengganda Ekspor
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,0029
0,0356
0,0010
0,0113
0,0040
0,0604
0,0021
0,0105
0,0014
0,0110
0,0029
0,0041
0,0005
0,0072
0,0553
0,1546
0,0010
0,0003
0,0014
0,0148
0,0040
0,0017
0,0074
0,0028
0,0199
0,0082
0,0009
0,0053
0,0019
0,0047
0,0017
0,0078
0,0003
0,0016
0,0006
0,0035
0,0043
0,0028
0,0014
0,0071
0,0596
0,0449
0,0006
0,0001
0,0001
0,0094
0,0021
0,0039
0,0054
0,0004
0,0073
0,0067
0,0006
0,0031
0,0022
0,0020
0,0011
0,0015
0,0004
0,0002
0,0021
0,0090
0,0111
0,0019
0,0033
0,0061
0,0487
0,0016
0,0005
0,0008
0,0014
0,0195
0,0014
0,0125
0,0036
0,0003
0,0028
0,0076
0,0011
0,0078
0,0028
0,0029
0,0017
0,0045
0,0005
0,0005
0,0092
0,0338
0,0482
0,0036
0,0073
0,0194
0,2358
0,0415
0,0011
0,0011
0,0028
0,0281
0,0019
0,0093
0,0051
0,0017
0,0063
0,0102
0,0201
0,0466
0,0012
0,0030
0,0014
0,0112
0,0008
0,0042
0,0334
0,1349
0,0755
0,0589
0,0038
0,0666
0,1421
0,0396
0,0104
0,0021
0,0087
0,0227
0,0159
0,1436
0,0192
0,0125
0,0116
0,0070
0,0217
0,0607
0,0031
0,0047
0,0011
0,0100
0,0007
0,0034
0,0314
0,0972
0,0499
0,0426
0,0053
0,0666
0,1292
0,0527
0,0072
0,0014
0,0090
0,0336
0,0169
0,1192
0,0311
0,0108
0,0174
0,0120
0,0158
0,1088
0,0033
0,0052
0,0010
0,0099
0,0006
0,0033
0,0181
0,0743
0,0336
0,0429
0,0092
0,0791
0,1426
0,0631
0,0048
0,0009
0,0116
0,0389
0,0209
0,0928
0,0403
0,0105
0,0135
0,0140
0,0240
0,0239
0,0016
0,0049
0,0023
0,0160
0,0016
0,0027
0,0296
0,1173
0,1050
0,0118
0,0082
0,0327
0,1923
0,0410
0,0050
0,0026
0,0087
0,0235
0,0062
0,0104
0,0109
0,0047
0,0084
0,0071
0,0191
0,0021
0,0029
0,0041
0,0033
0,0142
0,0007
0,0024
0,0556
0,1402
0,0995
0,0347
0,0061
0,1011
0,0958
0,0613
0,0060
0,0000
0,0130
0,0285
0,0093
0,1028
0,0223
0,0165
0,0011
0,0012
Lampiran 45. Angka Pengganda Ekspor Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1980
Angka Pengganda Ekspor
1985
1990
1995
0,1041
0,0080
0,0020
0,0438
0,1246
0,0019
0,0322
0,0019
0,0112
0,0068
0,0000
0,0010
0,0227
0,0080
0,0441
0,0129
0,0006
0,0124
0,0237
0,0094
0,0374
0,0009
0,0109
0,0057
0,0000
0,0013
0,0100
-
0,0572
0,0092
0,0004
0,0130
0,0187
0,0067
0,0071
0,0019
0,0156
0,0159
0,0000
0,0010
0,0124
-
0,0775
0,0177
0,0005
0,0187
0,0137
0,0106
0,0150
0,0048
0,0401
0,0195
0,0000
0,0015
0,0145
0,0018
0,1141
0,0300
0,0006
0,0269
0,0164
0,0114
0,0097
0,0022
0,0480
0,0082
0,0000
0,0009
0,0170
0,0061
0,0876
0,0497
0,0002
0,0316
0,0185
0,0174
0,0340
0,0116
0,0624
0,0361
0,0023
0,0027
0,0065
0,0005
2000
2005
2008
0,1437
0,0333
0,0009
0,0270
0,0209
0,0131
0,0137
0,0044
0,0339
0,0181
0,0022
0,0021
0,0256
0,0018
0,1282
0,0323
0,0006
0,0308
0,0315
0,0104
0,0148
0,0192
0,0339
0,0389
0,0039
0,0173
0,0281
0,0010
0,1563
0,0336
0,0005
0,0335
0,0278
0,0083
0,0125
0,0244
0,0357
0,0344
0,0041
0,0118
0,0242
0,0002
127
Lampiran 46. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
Indeks Keterkaitan ke Belakang
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,68
0,71
0,68
0,67
0,63
0,70
0,76
0,88
0,65
0,88
0,77
0,71
0,89
0,66
0,68
0,68
0,74
0,68
1,06
0,67
0,79
0,65
0,70
0,94
0,67
0,76
0,68
0,71
0,70
0,66
0,67
0,72
0,77
0,87
0,67
0,87
0,76
0,71
0,90
0,68
0,70
0,69
0,71
0,72
1,06
0,68
0,79
0,67
0,77
0,97
0,65
0,74
0,68
0,68
0,71
0,62
0,65
0,68
1,15
0,82
0,64
0,87
0,99
0,80
0,70
0,66
0,67
0,68
0,64
0,68
1,12
0,77
0,74
0,66
0,74
0,95
0,69
0,75
0,79
0,71
0,76
0,66
0,66
0,71
0,84
0,83
0,75
0,92
1,06
0,89
0,74
0,72
0,66
0,81
0,77
0,80
1,07
1,03
0,72
0,72
0,72
0,81
0,63
0,76
0,77
0,72
0,75
0,65
0,65
0,69
0,88
0,85
0,80
0,99
1,09
0,91
0,70
0,72
0,68
0,85
0,76
0,90
1,10
1,17
0,77
0,77
0,78
0,79
0,64
0,77
0,70
0,73
0,75
0,63
0,66
0,67
0,87
0,84
0,67
0,88
0,95
0,88
0,69
0,68
0,69
0,71
0,66
0,81
1,21
0,95
0,72
0,73
0,76
0,94
0,69
0,75
0,71
0,72
0,73
0,62
0,65
0,67
0,89
0,85
0,67
0,90
1,10
0,88
0,70
0,71
0,69
0,70
0,69
0,83
1,23
0,98
0,73
0,72
0,77
0,76
0,66
0,77
0,73
0,72
0,73
0,62
0,67
0,72
0,88
0,79
0,72
0,86
1,13
0,95
0,72
0,72
0,71
0,73
0,78
0,88
1,15
0,95
0,77
0,73
0,76
0,76
0,66
0,78
0,69
0,69
0,68
0,60
0,63
0,70
0,81
0,79
0,73
0,87
1,06
0,87
0,71
0,71
0,64
0,80
0,78
0,86
1,15
1,15
0,77
0,72
0,78
0,80
0,61
0,79
128
Lampiran 47. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
Indeks Keterkaitan ke Belakang
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,10
1,22
1,21
1,17
1,16
1,13
1,32
1,20
1,23
1,46
1,14
1,08
1,30
1,32
1,11
1,32
1,05
1,33
1,51
1,21
1,39
1,24
1,19
1,33
1,16
1,27
1,21
1,30
1,22
1,19
1,03
1,19
0,99
1,16
1,27
1,49
1,16
1,21
0,99
1,52
1,15
1,45
1,05
1,10
1,52
1,25
1,49
1,36
1,46
1,28
1,18
1,32
1,07
1,16
1,16
1,14
1,10
1,23
1,08
1,06
1,27
1,42
1,02
1,37
1,27
1,25
1,28
1,45
1,15
1,10
1,30
1,38
1,44
1,40
1,66
1,05
1,28
1,28
1,17
1,23
1,18
1,24
1,19
1,20
1,20
0,93
1,29
1,28
1,12
1,28
1,05
1,20
0,82
1,32
1,05
1,07
1,32
1,23
1,25
1,36
1,27
1,31
1,19
1,22
1,16
1,21
1,17
1,22
1,22
1,18
1,16
0,92
1,24
1,23
1,12
1,26
1,05
1,19
0,81
1,32
1,04
1,03
1,27
1,16
1,12
1,45
1,25
1,27
1,09
1,20
2005
2008
0,89
1,10
1,28
1,13
1,21
1,24
0,99
0,76
0,87
0,86
1,01
1,02
1,14
1,03
1,00
1,11
1,26
1,11
1,19
1,23
0,98
0,74
0,85
0,86
1,01
1,01
1,14
1,03
1,07
1,19
1,22
1,18
1,09
1,26
1,17
1,13
1,26
1,39
1,11
1,28
1,29
1,36
1,02
1,44
1,08
1,24
1,18
1,23
1,32
1,54
1,46
1,30
1,43
1,25
1,13
1,08
1,22
1,15
1,06
1,08
1,13
1,02
1,27
1,47
1,06
1,31
1,41
1,38
1,01
1,46
1,10
1,21
1,28
1,27
1,36
1,51
1,38
1,25
1,27
1,31
1,18
1,16
1,21
1,18
1,03
1,16
1,18
1,00
1,27
1,41
1,20
1,26
1,37
1,35
0,96
1,39
1,10
1,12
1,16
1,24
1,28
1,46
1,30
1,27
1,07
1,25
1,22
1,17
1,16
1,19
1,16
1,17
1,09
0,94
1,29
1,29
1,17
1,31
1,08
1,15
0,87
1,28
1,08
1,10
1,33
1,20
1,31
1,37
1,20
1,27
1,13
1,25
Lampiran 48. Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Indeks Keterkaitan ke Belakang
1980
1985
1990
1995
2000
0,75
1,31
1,34
0,95
1,14
1,08
0,82
1,09
0,94
0,85
0,60
0,92
0,95
1,80
0,76
1,27
1,41
0,97
1,32
1,20
0,84
1,05
0,79
0,83
0,62
0,86
1,06
0,00
0,69
1,15
1,32
1,02
1,17
1,38
0,93
1,09
0,78
0,75
0,59
0,89
1,16
0,00
0,71
1,17
1,18
1,02
1,05
1,35
0,91
0,94
0,81
0,79
0,58
0,91
1,09
0,78
0,73
1,11
1,19
0,97
1,01
1,25
0,88
0,85
0,83
0,80
0,57
0,91
1,16
1,28
0,78
1,15
1,14
0,92
0,96
1,24
0,85
0,86
0,85
0,87
0,91
0,99
1,15
1,15
0,90
1,15
1,28
1,12
1,29
1,43
1,03
0,80
0,77
0,90
0,96
1,04
1,10
1,06
129
Lampiran 49. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
1,71
0,80
0,63
0,67
0,65
0,66
1,04
0,83
0,96
0,77
0,72
0,73
0,66
0,79
0,87
0,62
0,65
1,03
0,67
0,74
0,97
0,72
1,04
1,24
2,00
0,80
1,66
0,86
0,67
0,71
0,69
0,67
0,99
0,79
1,02
0,65
0,69
0,65
0,65
0,78
1,02
0,63
0,68
0,99
0,68
0,68
0,95
0,69
0,90
1,26
1,71
0,85
1,52
0,83
0,63
0,63
0,63
0,65
0,99
0,89
0,92
0,74
0,69
0,72
0,65
0,77
0,86
0,62
0,66
1,08
0,67
0,67
0,91
0,67
0,75
1,27
2,57
0,83
Indeks Keterkaitan ke Depan
1985
1990
1995
2000
1,37
0,84
0,63
0,67
0,63
0,79
0,73
0,95
0,79
0,77
0,69
0,78
0,64
0,69
0,80
0,62
0,72
0,95
0,66
0,73
0,86
0,60
0,72
0,87
2,30
0,87
1,25
0,80
0,71
0,64
0,63
0,65
0,76
0,96
0,67
0,79
0,61
0,81
0,60
0,63
0,59
0,60
0,67
0,96
0,64
0,76
0,81
0,59
0,75
1,02
1,88
1,01
1,19
0,71
0,70
0,61
0,64
0,72
0,80
0,93
0,69
0,79
0,61
0,69
0,60
0,60
0,58
0,67
0,74
0,87
0,65
0,73
0,85
0,59
0,75
1,14
1,68
1,01
1,17
0,69
0,71
0,61
0,62
0,73
0,85
1,12
0,64
0,68
0,57
0,66
0,57
0,59
0,63
0,69
0,85
0,82
0,63
0,81
0,74
0,57
0,74
1,71
3,56
0,81
2005
2008
1,12
0,69
0,74
0,63
0,71
0,71
0,83
1,01
0,61
0,76
0,56
0,68
0,56
0,58
0,65
0,73
0,74
0,82
0,61
0,73
0,68
0,57
0,78
1,53
3,51
0,80
1,09
0,66
0,82
0,62
0,78
0,74
0,77
0,85
0,61
0,94
0,55
0,59
0,54
0,55
0,67
0,70
0,77
1,07
0,62
0,75
0,67
0,57
0,89
1,78
3,83
0,81
130
Lampiran 50. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
0,75
1,05
0,70
0,76
0,78
0,78
0,68
0,81
0,85
1,18
1,02
1,40
0,92
1,46
2,17
0,88
0,76
0,69
1,44
1,02
1,04
1,16
1,16
0,69
1,45
1,16
0,69
1,01
0,73
0,81
0,76
0,69
0,66
0,75
0,98
1,17
1,01
1,08
1,13
2,09
1,79
1,06
0,77
0,69
1,79
0,96
1,18
1,58
1,53
0,67
1,41
1,35
0,65
0,68
0,74
0,67
0,74
0,75
0,64
0,60
0,87
1,06
0,80
1,48
1,12
3,08
2,12
0,91
0,70
0,72
1,82
0,89
1,05
2,06
1,97
0,69
1,06
1,11
Indeks Keterkaitan ke Depan
1985
1990
1995
2000
0,63
0,76
0,80
0,68
0,74
0,86
0,61
0,67
0,86
0,92
0,76
1,29
1,28
3,26
2,63
1,07
0,73
0,69
1,23
0,94
1,01
2,14
1,46
0,73
1,21
1,20
0,61
0,72
0,72
0,76
0,75
0,99
0,60
0,65
0,95
0,90
0,76
1,46
1,32
4,24
2,14
0,98
0,73
0,62
1,42
1,14
0,94
2,23
1,37
0,67
1,26
1,11
0,62
0,79
0,73
0,75
0,83
1,07
0,60
0,64
1,00
0,89
0,83
1,46
1,39
3,95
1,74
1,32
0,71
0,62
1,22
1,13
0,86
1,95
1,33
0,72
1,14
1,15
0,75
1,00
0,66
0,75
0,76
1,34
0,58
0,63
0,86
0,83
0,74
1,27
1,18
2,53
1,99
1,05
0,65
0,60
1,15
0,83
0,82
1,13
1,77
0,60
1,10
1,30
2005
2008
0,69
0,92
0,70
0,80
0,71
1,22
0,58
0,60
0,81
0,81
0,76
1,27
1,46
2,40
2,54
1,11
0,65
0,60
1,11
0,84
0,87
1,62
1,55
0,64
1,35
1,26
0,72
0,82
0,73
0,84
0,68
1,19
0,57
0,60
0,68
0,81
0,81
1,10
1,95
2,67
2,45
1,08
0,61
0,58
1,02
0,70
0,92
1,76
1,50
0,62
1,12
1,22
2005
2008
2,57
0,88
0,56
1,23
0,93
0,69
0,93
0,94
1,95
1,76
0,57
0,69
1,47
0,59
2,76
0,82
0,55
1,20
0,85
0,68
0,89
0,94
1,78
1,42
0,60
0,65
1,35
0,54
Lampiran 51. Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Indeks Keterkaitan ke Depan
1980
1985
1990
1995
2000
3,41
1,10
0,69
1,90
0,70
0,75
0,85
0,73
1,20
0,95
0,60
0,67
1,58
1,14
2,90
0,90
0,64
1,23
0,79
0,76
1,15
0,74
1,44
1,00
0,62
0,73
1,26
0,00
2,67
0,83
0,61
1,25
0,78
0,73
0,95
0,70
1,19
0,99
0,59
0,65
1,29
0,00
3,16
0,89
0,60
1,31
0,78
0,73
0,97
0,80
1,41
1,19
0,58
0,69
1,32
0,71
2,59
0,94
0,59
1,35
0,80
0,76
0,94
0,83
1,58
1,31
0,57
0,68
1,20
1,00
2,28
0,96
0,59
1,57
0,86
0,79
1,22
0,90
1,72
1,96
0,57
0,70
1,18
0,73
3,49
0,91
0,57
1,17
0,92
0,83
0,95
0,83
1,67
1,76
0,61
0,67
1,35
0,62
131
Lampiran 52. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1,30
1,35
1,32
1,33
1,39
1,28
1,15
1,03
1,35
1,00
1,16
1,23
0,99
1,33
1,28
1,29
1,19
1,29
0,94
1,39
1,12
1,36
1,26
0,94
1,33
1,15
1,29
1,33
1,27
1,32
1,33
1,28
1,13
1,03
1,31
1,00
1,18
1,22
0,97
1,29
1,25
1,26
1,23
1,22
0,91
1,30
1,12
1,30
1,12
0,91
1,35
1,18
Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang
1980
1985
1990
1995
2000
1,26
1,32
1,22
1,36
1,32
1,26
1,14
1,04
1,32
0,97
0,87
1,24
1,24
1,29
1,26
1,24
1,31
1,23
0,89
1,11
1,18
1,29
1,14
0,91
1,27
1,13
1,25
1,29
1,18
1,38
1,32
1,30
1,02
1,10
1,28
0,98
0,92
1,28
1,28
1,27
1,24
1,22
1,33
1,05
0,79
0,93
1,19
1,17
1,13
0,95
1,30
1,15
1,23
1,27
1,20
1,38
1,33
1,31
0,99
1,08
1,28
0,96
0,81
1,27
1,23
1,22
1,23
1,22
1,27
1,03
0,78
0,90
1,16
1,17
1,11
1,16
1,30
1,11
1,22
1,29
1,22
1,41
1,33
1,29
1,02
1,17
1,21
1,02
0,81
1,01
1,22
1,22
1,22
1,20
1,12
1,00
0,81
0,95
1,15
1,20
1,17
1,17
1,35
1,11
1,30
1,35
1,30
1,45
1,39
1,35
1,26
1,19
1,19
0,99
0,84
1,12
1,22
1,22
1,36
1,08
1,10
1,01
0,79
0,83
1,14
1,19
1,12
1,20
1,55
1,09
2005
2008
1,18
1,32
1,20
1,39
1,34
1,22
1,20
1,13
1,17
0,96
0,85
1,11
1,17
1,23
1,31
1,10
1,13
1,09
0,86
0,89
1,22
1,20
1,23
1,16
1,56
1,15
1,17
1,29
1,22
1,40
1,37
1,26
1,13
1,06
1,12
0,93
0,85
1,03
1,25
1,23
1,29
1,05
1,14
0,99
0,85
0,82
1,15
1,13
1,25
1,24
1,59
1,13
132
Lampiran 53. Indeks Penyebaran Keterkaitan
Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
0,90
0,81
0,92
0,91
0,78
0,79
0,69
0,85
0,77
0,86
0,86
1,02
0,70
0,82
0,92
0,80
0,85
0,67
0,81
0,83
0,71
0,89
0,88
0,68
0,82
0,71
0,81
0,84
0,90
0,86
0,86
0,77
0,90
0,93
0,81
0,82
0,83
0,91
0,88
0,89
0,91
0,78
0,83
0,80
0,89
0,82
0,71
0,81
0,91
0,71
0,79
0,68
ke Belakang Sektor-sektor
Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang
1980
1985
1990
1995
2000
0,85
0,80
0,91
0,87
0,81
0,72
0,82
0,83
0,75
0,82
0,91
0,99
0,74
1,00
0,88
0,73
0,76
0,78
1,06
0,79
0,72
1,07
1,08
0,86
0,81
0,68
0,84
0,85
0,92
0,83
0,84
0,71
0,74
0,88
0,77
0,80
0,85
1,01
0,73
1,03
0,97
0,80
0,82
0,72
0,92
0,82
0,75
1,11
1,00
0,77
0,78
0,71
0,79
0,91
0,93
0,88
0,87
0,83
0,77
0,94
0,83
0,79
0,88
1,00
0,72
1,05
0,98
0,76
0,80
0,72
0,91
0,95
0,71
1,14
0,93
0,73
0,82
0,67
0,78
0,92
0,94
0,86
0,90
0,81
0,76
0,96
0,89
0,83
0,86
1,07
0,77
1,07
1,03
0,79
0,81
0,80
0,91
0,97
0,75
1,03
1,01
0,76
0,91
0,72
0,79
1,08
0,97
0,89
0,89
0,82
0,81
0,99
0,87
0,83
0,86
1,02
0,92
1,00
1,13
0,78
0,81
0,81
0,86
0,94
0,71
0,86
1,03
0,71
0,90
0,70
2005
2008
0,82
1,02
0,93
0,89
0,84
0,80
0,74
0,99
0,82
0,85
0,90
1,01
0,94
0,95
1,17
0,76
0,85
0,83
0,87
0,91
0,74
0,95
1,05
0,71
0,90
0,72
0,85
0,95
0,95
0,93
0,79
0,77
0,77
1,04
0,80
0,89
0,94
0,97
0,96
0,97
1,19
0,77
0,86
0,88
0,88
0,95
0,82
0,96
1,06
0,73
0,93
0,74
Lampiran 54. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1,19
0,68
0,71
0,95
0,78
0,82
1,07
0,82
0,97
1,06
1,45
0,96
0,95
0,56
1,16
0,69
0,64
0,93
0,70
0,81
1,04
0,84
1,11
1,07
1,41
1,01
0,87
0,00
Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Belakang
1980
1985
1990
1995
2000
1,22
0,74
0,69
0,86
0,77
0,71
0,96
0,79
1,09
1,14
1,44
0,95
0,78
0,00
1,21
0,74
0,75
0,88
0,85
0,73
0,98
0,97
1,16
1,12
1,48
0,96
0,82
1,09
1,18
0,77
0,73
0,92
0,87
0,77
1,00
1,07
1,13
1,10
1,50
0,95
0,77
0,92
1,13
0,76
0,77
0,98
0,93
0,78
1,07
1,09
1,15
1,05
0,95
0,91
0,81
0,83
0,99
0,77
0,70
0,81
0,71
0,70
0,87
1,12
1,25
1,00
0,89
0,85
0,83
0,84
2005
2008
0,99
0,79
0,70
0,81
0,77
0,76
0,93
1,22
1,26
1,05
0,85
0,87
0,81
0,87
0,90
0,79
0,71
0,83
0,78
0,77
0,95
1,25
1,28
1,04
0,86
0,88
0,82
0,87
133
Lampiran 55. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
0,70
1,17
1,36
1,27
1,30
1,31
0,91
1,08
0,92
1,10
1,20
1,17
1,28
1,09
1,01
1,37
1,30
0,93
1,26
1,21
0,89
1,18
0,90
0,78
0,49
1,05
0,69
1,07
1,27
1,19
1,22
1,32
0,91
1,10
0,88
1,28
1,25
1,29
1,29
1,10
0,89
1,32
1,23
0,95
1,23
1,24
0,90
1,22
0,98
0,78
0,57
0,99
0,71
1,05
1,29
1,27
1,27
1,24
1,25
0,96
0,93
1,07
1,17
1,30
1,26
1,06
0,96
1,27
1,20
0,87
1,17
1,20
0,92
1,18
1,07
0,77
0,42
0,96
0,90
1,21
1,11
1,29
1,12
1,11
1,09
0,93
1,28
1,06
1,37
1,29
1,38
1,36
1,19
1,08
1,03
0,98
1,25
1,07
1,15
1,34
1,05
0,64
0,29
0,97
0,88
1,24
0,99
1,28
1,01
1,07
1,13
1,00
1,29
0,91
1,38
1,36
1,40
1,39
1,15
1,12
0,99
0,78
1,23
1,04
1,17
1,34
1,00
0,58
0,27
0,95
0,77
1,05
1,28
1,20
1,28
1,06
1,12
0,95
1,03
1,05
1,18
1,33
1,27
1,17
1,02
1,29
1,13
0,92
1,20
1,10
0,96
1,32
1,12
0,97
0,41
0,91
0,85
1,05
1,14
1,25
1,26
1,24
1,08
0,94
1,17
1,02
1,29
1,28
1,32
1,26
1,33
1,31
1,19
0,92
1,22
1,05
1,00
1,32
1,07
0,83
0,47
0,80
0,87
1,19
1,17
1,31
1,26
1,19
1,03
0,95
1,17
1,05
1,31
1,26
1,34
1,35
1,36
1,19
1,08
0,98
1,23
1,11
0,99
1,34
1,11
0,78
0,53
0,81
0,88
1,21
1,13
1,28
1,27
1,17
1,09
0,88
1,23
1,15
1,36
1,32
1,37
1,32
1,23
1,14
0,92
0,97
1,22
0,98
1,07
1,35
1,08
0,60
0,30
0,96
134
Lampiran 56. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
1,16
0,88
1,20
1,12
1,09
1,08
1,25
1,18
1,05
0,99
0,90
0,76
0,91
0,70
0,42
1,03
1,11
1,22
0,84
0,84
0,84
0,92
0,91
1,22
0,60
0,73
1,28
0,99
1,15
1,08
1,09
1,23
1,31
1,35
0,98
0,98
0,89
0,96
0,74
0,61
0,50
0,96
1,09
1,21
0,75
0,89
0,79
0,66
0,85
1,27
0,62
0,63
1,29
1,18
1,08
1,22
1,07
1,08
1,29
1,32
0,96
0,99
1,06
0,85
0,71
0,44
0,40
0,92
1,15
1,11
0,74
0,96
0,84
0,68
0,87
1,21
0,86
0,71
1,20
1,19
1,14
1,23
1,10
0,74
1,36
1,37
1,14
1,17
1,18
0,90
0,54
0,43
0,34
0,76
1,20
1,28
0,92
1,05
0,91
0,70
0,78
1,29
0,67
0,62
1,16
1,17
1,11
1,17
1,15
0,74
1,37
1,40
1,24
1,17
1,15
0,96
0,43
0,39
0,34
0,77
1,26
1,32
0,95
1,15
0,86
0,69
0,79
1,31
0,76
0,63
1,29
1,17
1,01
1,27
1,08
0,96
1,32
1,35
0,98
1,06
1,10
0,92
0,62
0,43
0,34
0,93
1,11
1,15
0,83
0,97
0,86
0,73
0,93
1,25
0,78
0,66
1,31
1,21
1,09
1,22
1,06
0,85
1,34
1,35
0,96
1,09
1,10
0,82
0,61
0,37
0,39
0,94
1,08
1,26
0,78
0,96
0,88
0,70
0,87
1,22
0,73
0,71
1,31
1,21
1,11
1,23
0,98
0,83
1,35
1,36
1,03
1,14
1,11
0,84
0,60
0,37
0,46
0,72
1,13
1,29
0,81
0,94
0,96
0,70
0,91
1,19
0,77
0,70
1,11
1,13
1,19
1,24
1,03
0,69
1,35
1,33
1,15
1,12
1,22
0,93
0,68
0,42
0,40
0,79
1,19
1,29
0,89
1,06
0,97
0,92
0,65
1,32
0,76
0,60
Lampiran 57. Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
Indeks Penyebaran Keterkaitan ke Depan
1980
1985
1990
1995
2000
0,26
0,77
1,23
0,44
1,21
1,12
0,99
1,15
0,72
0,91
1,39
1,25
0,55
0,83
0,30
0,93
1,31
0,68
1,07
1,22
0,74
1,13
0,58
0,84
1,35
1,14
0,70
0,00
0,30
0,96
1,31
0,63
1,04
1,20
0,88
1,15
0,67
0,80
1,35
1,21
0,65
0,00
0,26
0,89
1,33
0,61
1,04
1,18
0,86
1,05
0,60
0,68
1,37
1,16
0,62
1,12
0,31
0,83
1,34
0,59
0,98
1,13
0,87
1,00
0,54
0,61
1,38
1,16
0,68
1,01
0,35
0,83
1,35
0,51
0,93
1,10
0,68
0,94
0,51
0,42
1,40
1,15
0,71
1,15
0,25
0,85
1,35
0,67
0,85
1,04
0,84
0,98
0,51
0,46
1,26
1,17
0,59
1,25
2005
2008
0,30
0,87
1,37
0,63
0,84
1,16
0,89
0,87
0,49
0,46
1,34
1,14
0,54
1,32
0,28
0,93
1,39
0,64
0,91
1,17
0,92
0,87
0,53
0,55
1,28
1,19
0,58
1,41
135
Lampiran 58. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
1980
3
40
42
28
19
29
36
49
31
51
57
50
62
58
64
60
65
38
30
37
20
48
14
45
7
44
4
34
30
19
11
61
46
55
36
47
57
50
63
52
65
59
62
41
25
37
24
51
21
42
1
43
4
36
44
29
15
65
20
56
40
58
53
31
57
50
64
61
63
28
23
30
16
54
24
38
1
46
Peringkat Pangsa Output
1985
1990
1995
6
37
43
25
13
66
56
53
46
52
51
50
60
54
62
57
61
32
19
30
27
63
28
55
2
42
7
41
48
38
15
66
52
53
49
51
60
54
63
56
65
59
55
43
27
30
33
61
28
40
3
34
15
50
51
45
22
66
49
48
52
54
59
58
63
61
65
56
57
43
25
33
37
60
27
35
9
32
2000
2005
2008
19
54
47
42
26
66
44
57
55
56
63
60
64
61
65
52
51
46
34
28
39
58
25
21
3
41
24
54
42
45
26
64
43
58
55
48
63
57
65
62
66
51
56
46
37
33
44
59
28
15
6
39
26
56
37
50
23
64
48
58
54
35
61
57
65
63
66
53
52
36
34
31
45
59
22
14
5
33
136
Lampiran 59. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
1980
22
17
10
4
26
16
52
15
47
9
24
39
66
33
11
18
43
56
63
54
35
53
21
59
27
2
27
35
5
6
28
18
58
16
45
12
26
38
53
31
17
23
44
56
64
49
29
39
13
54
32
3
33
43
5
10
35
22
59
18
42
17
25
47
49
26
13
41
51
55
48
45
34
19
14
60
32
2
Peringkat Pangsa Output
1985
1990
1995
33
31
5
38
35
23
59
14
39
17
16
40
34
24
4
21
47
49
44
41
36
18
20
58
22
1
25
36
5
37
45
21
58
18
31
10
14
24
42
20
4
22
47
50
29
46
32
16
19
57
23
1
23
31
7
28
34
19
53
21
29
6
16
24
44
17
10
18
42
55
36
46
40
14
20
47
26
1
2000
2005
2008
24
22
15
32
50
14
49
27
31
6
17
20
53
13
4
18
40
48
37
43
33
5
16
45
30
2
30
22
18
32
53
19
52
29
34
9
25
20
49
16
4
17
40
47
41
36
27
3
12
50
23
1
28
20
17
32
51
25
55
30
46
15
24
27
44
10
4
19
42
47
41
40
18
3
16
49
29
1
2000
2005
2008
1
7
59
23
29
35
38
36
9
10
12
11
8
62
2
5
60
13
31
35
38
21
11
10
14
7
8
61
2
6
60
13
38
39
43
21
12
8
11
7
9
62
Lampiran 60. Peringkat Pangsa Output Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1980
1
8
61
5
25
46
34
55
32
13
12
23
6
41
2
10
60
9
33
40
22
48
20
14
8
15
7
66
3
7
62
9
27
37
39
52
21
11
6
12
8
66
Peringkat Pangsa Output
1985
1990
1995
3
8
64
10
26
48
29
45
15
11
7
12
9
65
2
6
62
11
26
35
39
44
9
13
12
17
8
64
2
4
62
13
41
38
30
39
5
3
8
12
11
64
137
Lampiran 61. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1971
1975
2
33
32
14
10
17
25
47
19
50
51
45
57
48
61
52
63
22
38
23
12
42
8
43
3
37
3
23
22
11
6
60
34
52
24
45
51
46
62
48
63
55
59
28
33
25
17
47
13
35
1
30
Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto
1980
1985
1990
1995
2000
3
25
28
16
7
65
20
43
26
49
45
27
42
35
63
58
62
17
41
19
10
39
14
32
1
30
4
22
27
14
8
66
57
42
26
46
48
38
58
40
60
54
59
19
35
21
16
62
17
52
1
28
3
24
37
20
9
66
50
49
41
47
61
55
62
54
64
56
52
30
46
27
18
58
17
25
2
19
7
42
45
36
11
66
47
43
49
50
60
58
62
61
65
51
54
39
34
27
25
59
16
23
4
20
7
44
38
28
14
66
40
50
45
54
62
60
63
59
65
47
46
42
34
27
29
56
16
12
2
30
2005
2008
18
49
35
36
14
63
38
56
51
45
64
55
65
60
66
47
52
39
40
29
37
58
19
8
3
28
16
53
27
41
9
64
42
56
49
34
63
57
65
60
66
51
45
31
36
32
37
55
15
6
3
25
138
Lampiran 62. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1971
1975
35
36
34
11
30
20
56
27
55
13
31
39
65
40
16
41
46
60
64
58
44
54
21
59
28
6
36
49
18
16
27
26
56
21
54
20
32
37
53
42
29
40
43
57
65
58
41
44
19
61
31
4
Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto
1980
1985
1990
1995
2000
37
56
15
23
40
38
61
18
55
21
29
51
52
34
57
54
50
53
48
59
44
22
24
60
36
4
34
47
24
53
36
37
61
15
51
23
18
49
41
33
6
31
39
56
44
50
45
29
30
63
43
5
36
40
34
44
45
23
59
15
35
16
14
31
51
28
8
39
48
57
38
53
43
21
22
60
33
4
31
41
37
40
33
18
56
15
32
14
21
28
53
22
13
26
48
57
35
55
46
24
19
52
29
3
31
24
35
36
58
18
53
20
33
13
22
23
57
19
5
26
43
55
48
52
37
15
17
51
41
3
2005
2008
33
25
31
42
59
26
57
20
43
15
22
23
53
21
4
24
41
48
50
46
27
11
16
54
30
2
35
24
29
38
59
28
58
23
52
20
22
30
47
21
4
26
40
48
50
46
17
14
19
54
33
2
Lampiran 63. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1
15
62
4
26
49
24
53
29
9
7
18
5
66
2
14
64
8
39
38
15
50
12
9
5
10
7
66
Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto
1980
1985
1990
1995
2000
2
12
64
9
31
46
33
47
13
6
5
8
11
66
2
12
64
10
25
55
20
32
13
7
3
11
9
65
1
10
63
11
26
42
29
32
6
7
5
13
12
65
1
6
63
10
38
44
17
30
5
2
8
9
12
64
1
11
61
21
39
49
32
25
4
6
8
10
9
64
2005
2008
1
9
61
17
34
44
32
13
6
5
12
7
10
62
1
11
62
18
43
44
39
12
8
5
10
7
13
61
139
Lampiran 64. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Belakang
Rank
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
1971
66
45
36
47
55
44
50
40
42
33
54
39
52
48
35
28
46
29
34
49
30
51
31
37
57
32
41
27
60
58
38
19
43
1975
45
40
36
47
49
42
55
48
52
57
28
50
35
54
46
29
38
27
58
30
32
51
34
37
41
44
19
65
43
60
31
33
39
1980
49
42
47
36
48
46
58
38
55
45
51
52
41
39
35
40
32
57
28
29
65
43
7
54
30
19
44
31
60
33
27
34
50
1985
48
49
42
51
36
40
58
47
50
39
38
35
32
52
44
46
29
19
28
55
45
30
33
54
34
37
65
31
43
27
57
56
41
Kode Sektor
1990
1995
48
48
36
36
42
42
39
39
40
40
49
49
47
47
38
50
52
35
66
38
45
52
35
58
51
46
46
29
50
37
58
33
19
30
29
27
44
28
55
45
65
32
30
66
33
54
27
19
54
65
43
55
11
11
32
44
28
43
31
51
37
31
34
34
57
64
2000
58
48
45
38
47
57
35
36
42
55
50
52
27
49
46
30
37
28
32
31
29
20
19
40
54
51
56
44
65
33
39
43
11
2005
48
45
42
50
35
55
38
36
49
47
30
58
46
28
52
57
32
33
40
51
31
29
27
65
56
37
54
44
19
11
39
43
66
2008
48
42
45
50
55
38
49
35
58
36
31
30
28
52
40
57
32
29
20
46
27
33
65
37
47
56
54
19
51
11
39
43
44
140
Lampiran 64. (lanjutan)
Rank
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1980
1985
56
65
61
24
64
13
8
10
62
59
21
11
7
26
53
17
2
12
6
23
15
18
16
1
3
20
25
4
14
9
22
5
63
56
24
13
8
10
64
59
62
21
61
23
7
53
11
26
6
18
12
17
2
3
15
16
1
20
14
22
9
5
4
25
63
66
37
56
11
24
59
64
10
8
12
61
20
26
62
21
23
3
13
53
25
18
2
16
6
1
15
14
22
5
17
9
4
63
66
20
11
60
24
59
64
12
10
7
8
18
61
62
66
23
3
26
22
2
21
53
16
1
15
25
13
14
6
9
17
5
4
63
Kode Sektor
1990
1995
41
20
56
64
10
7
12
59
8
60
61
18
62
26
23
24
21
53
3
22
2
14
1
13
16
15
17
9
6
25
5
4
63
57
41
20
12
56
63
7
18
62
10
60
61
59
8
26
17
53
21
24
23
16
3
1
22
14
13
9
6
2
15
5
25
4
2000
2005
2008
66
64
59
63
34
62
53
10
12
41
18
7
60
24
16
8
26
23
17
61
21
9
22
13
14
6
1
2
3
15
5
25
4
20
64
63
59
34
10
12
53
61
62
7
8
41
24
16
18
1
17
3
26
60
9
13
23
14
22
21
6
2
5
15
4
25
66
63
64
53
10
59
34
12
18
7
62
16
8
61
41
9
24
23
26
1
21
22
17
3
60
2
14
13
6
15
5
4
25
141
Lampiran 65. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Depan
Rank
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
1971
1975
1980
1985
53
41
25
56
1
65
40
51
45
38
24
61
36
49
52
48
66
54
28
7
47
23
18
46
37
21
9
62
39
42
15
35
59
53
40
41
45
25
1
48
49
61
51
52
65
24
56
47
36
59
39
38
42
15
9
28
37
62
7
18
35
46
21
23
54
2
40
53
25
41
48
49
45
1
38
65
24
56
61
39
52
18
51
36
47
62
7
59
9
42
21
8
46
35
15
2
54
26
37
40
53
41
25
48
49
61
1
65
56
38
39
45
51
52
62
42
47
59
18
8
46
36
54
26
24
32
35
21
2
60
15
29
Kode Sektor
1990
1995
40
53
48
41
25
61
38
45
49
56
39
62
51
1
65
46
52
24
26
66
32
42
8
18
35
47
54
59
36
60
21
12
57
40
53
62
48
41
61
25
56
38
39
49
42
45
59
1
65
52
51
24
46
32
26
35
54
8
60
36
18
57
47
21
31
37
2000
2005
2008
25
53
40
41
49
62
24
61
65
32
52
38
39
56
1
45
48
8
51
42
28
59
57
54
35
7
17
46
36
60
58
18
47
25
53
41
40
61
62
48
49
24
65
39
51
38
52
56
32
1
42
45
8
60
57
59
28
54
47
46
7
18
36
35
30
26
25
53
40
41
39
24
61
48
49
62
65
52
56
32
51
38
1
42
18
45
10
60
47
23
59
8
57
30
54
3
28
26
36
142
Lampiran 65. (lanjutan)
Rank
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
1971
1975
1980
1985
8
34
26
2
14
32
31
10
43
30
58
27
20
60
12
11
22
29
57
44
50
55
33
64
19
4
13
6
17
5
3
16
63
26
30
8
57
14
43
31
58
34
60
64
29
4
32
44
5
27
22
11
20
19
17
6
3
50
33
10
12
13
55
16
63
66
57
14
23
32
10
29
31
58
12
44
43
60
50
11
28
19
22
20
30
17
64
27
13
6
33
5
4
3
16
55
34
63
66
9
6
12
57
10
28
37
31
20
7
58
50
43
17
23
66
44
14
64
11
30
34
4
19
13
27
3
5
16
33
22
55
63
Kode Sektor
1990
1995
2
10
30
37
20
58
7
23
31
43
29
28
3
64
9
17
50
6
34
19
4
14
5
44
11
27
13
16
33
22
15
55
63
7
10
58
28
23
30
17
20
29
66
6
50
2
43
64
3
12
9
16
19
34
5
27
44
11
4
13
14
33
22
55
15
63
2000
2005
2008
26
20
31
30
27
21
23
37
6
3
2
16
10
64
12
29
43
9
34
19
15
66
5
63
4
50
44
14
33
22
55
11
13
23
10
37
17
3
16
20
6
31
5
29
58
27
64
2
21
12
43
15
50
4
19
9
44
34
66
14
33
22
63
55
11
13
37
5
17
7
20
6
29
27
46
16
58
31
35
15
21
2
64
4
19
50
43
9
34
63
12
44
33
22
11
14
55
13
66
143
Lampiran 66. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID),
Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa
Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa
Nilai Tambah Bruto (p.VA),
Pengganda Pendapatan (IM),
Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan
Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Primer.
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
p.O
p.ID
(3,23)
(0,33)
(0,05)
(0,58)
(0,28)
(0,32)
(0,24)
(0,08)
(0,38)
0,15
(0,15)
(0,18)
(0,09)
(0,17)
(0,04)
0,04
0,11
(0,10)
(0,10)
0,26
(0,64)
(0,12)
0,03
1,40
(4,45)
0,21
(6,90)
(0,38)
0,22
(0,33)
0,21
0,05
(0,36)
(0,21)
(0,48)
0,32
(0,29)
(0,18)
(0,12)
(0,57)
(0,09)
0,06
0,14
(0,40)
0,07
0,16
(0,21)
(0,24)
(0,18)
0,84
0,93
0,23
p.XoAD p.IDoAD
(0,11)
(0,19)
(0,41)
(0,08)
(0,10)
(0,12)
(1,01)
(0,10)
(0,19)
(3,33)
(0,65)
(0,13)
(0,73)
0,24
(0,12)
(0,41)
(1,07)
(0,11)
(0,24)
(0,10)
(2,88)
(0,14)
(0,43)
(0,28)
(2,78)
0,01
(0,44)
(0,39)
1,87
(0,18)
0,47
2,31
0,37
(0,42)
(0,39)
2,30
(0,49)
(0,30)
0,19
(0,67)
0,07
0,77
0,95
(1,18)
0,58
0,19
2,61
(1,57)
(0,35)
(0,42)
1,87
0,11
Tren
p.VA
(3,80)
(0,35)
(0,03)
(0,65)
(0,12)
(0,38)
(0,18)
(0,06)
(0,46)
0,13
(0,15)
(0,20)
(0,09)
(0,20)
(0,04)
0,05
0,14
(0,15)
0,09
0,03
(0,63)
(0,14)
0,10
1,75
(4,66)
0,30
IM
OM
FL
BL
0,38
0,16
0,39
0,15
0,09
0,26
0,01
0,10
0,34
0,22
0,49
0,43
(0,04)
0,14
0,20
0,53
0,13
0,35
(6,20)
0,07
0,10
0,18
0,15
(0,11)
(0,64)
0,10
0,31
(0,26)
0,06
(0,44)
(0,30)
(0,25)
(0,20)
(0,46)
0,58
0,33
1,85
1,02
(1,16)
0,10
(0,44)
0,78
0,26
0,99
0,12
2,86
(0,37)
0,29
(0,03)
(1,40)
(0,62)
(0,06)
(1,80)
(0,55)
0,41
(0,21)
0,18
0,18
(0,66)
0,39
(1,19)
0,29
(0,52)
(0,26)
(0,36)
(0,74)
(0,95)
0,26
0,35
(0,38)
(0,20)
0,15
(0,87)
(0,43)
(0,35)
1,43
4,96
(0,03)
0,50
(0,03)
0,27
(0,17)
(0,03)
(0,02)
(0,07)
(0,33)
0,76
0,38
1,82
1,11
(0,96)
0,32
(0,18)
0,93
0,44
1,11
0,05
2,80
(0,18)
0,50
0,15
(1,25)
(0,33)
0,12
catatan: nilai tren sudah distandarisasi t(Z)N(0,1)
angka dalam kurung menunjukkan nilai tren negatif.
144
Lampiran 67. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID),
Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa
Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa
Nilai Tambah Bruto (p.VA),
Pengganda Pendapatan (IM),
Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan
Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Sekunder.
Sektor
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
p.O
p.ID
0,25
0,52
(1,44)
(2,54)
(0,49)
0,30
0,01
(0,45)
0,22
0,39
0,51
0,85
0,13
1,32
0,97
0,82
0,09
0,07
0,33
0,24
0,66
2,81
0,57
0,13
0,28
1,27
0,12
0,24
0,15
(0,18)
(0,04)
0,69
(0,12)
(0,23)
(0,18)
(0,45)
(0,28)
0,65
(0,11)
1,82
0,57
0,43
(0,27)
(0,15)
0,09
0,04
0,21
1,53
0,45
0,03
0,01
(0,01)
p.XoAD p.IDoAD
0,99
2,07
(0,11)
(0,00)
(0,16)
(0,61)
(0,03)
0,00
1,88
2,23
1,87
1,44
0,46
0,70
0,76
(1,22)
0,82
0,14
0,37
0,74
0,60
1,23
0,39
1,79
(0,10)
(0,10)
0,00
(0,12)
0,46
1,00
1,08
1,20
(2,18)
(0,53)
(1,43)
(0,87)
(1,89)
(0,43)
(1,33)
0,14
(0,50)
(0,48)
(1,50)
(0,65)
(0,52)
(1,28)
(0,56)
0,29
0,47
(0,31)
(0,59)
(0,35)
Tren
p.VA
0,14
0,49
(0,10)
(0,53)
(0,32)
0,28
0,02
0,29
0,17
0,54
0,39
0,47
0,06
0,65
1,85
0,50
0,09
0,07
0,14
0,10
0,60
1,36
0,58
0,06
0,11
1,44
IM
OM
FL
BL
0,05
(1,78)
0,42
(0,79)
1,09
0,05
0,09
(1,59)
0,47
(0,30)
0,32
0,69
(0,47)
(0,07)
(1,41)
(0,09)
0,26
(0,51)
1,14
(2,17)
(0,44)
0,82
(0,27)
0,73
0,69
0,35
0,49
(0,09)
(0,12)
0,44
0,68
0,12
0,07
(1,74)
0,23
(1,23)
0,22
0,74
(0,89)
(1,16)
(2,51)
(0,39)
(0,15)
(1,09)
(0,93)
(0,37)
(1,50)
0,75
(0,94)
0,38
(0,67)
(0,36)
(0,00)
(0,22)
(0,10)
0,16
(0,18)
1,61
(0,32)
(0,46)
(0,42)
(1,11)
(0,62)
(0,34)
1,87
1,87
0,77
0,50
(0,40)
(0,39)
(1,82)
(0,59)
(0,74)
0,15
0,29
(0,23)
(0,55)
0,08
0,35
(0,26)
(0,26)
0,27
0,54
(0,02)
(0,05)
(1,70)
0,03
(1,44)
0,11
0,54
(0,93)
(1,33)
(2,39)
(0,64)
(0,19)
(1,14)
(1,18)
(0,52)
(1,67)
0,45
(1,13)
0,15
(0,76)
(0,54)
catatan: nilai tren sudah distandarisasi t(Z)N(0,1)
angka dalam kurung menunjukkan nilai tren negatif.
145
Lampiran 68. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID),
Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa
Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa
Nilai Tambah Bruto (p.VA),
Pengganda Pendapatan (IM),
Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan
Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Tersier.
Sektor
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
p.O
p.ID
(1,02)
0,32
(0,03)
(0,90)
(0,05)
0,23
(0,17)
0,94
1,38
0,68
(0,36)
1,07
(0,43)
(0,14)
(0,59)
0,15
(0,06)
(0,47)
0,39
0,16
(0,07)
0,56
1,00
1,95
0,09
0,16
(0,25)
(0,34)
p.XoAD p.IDoAD
0,48
0,48
(0,07)
0,19
(1,93)
0,04
(0,43)
0,34
0,07
0,13
0,00
0,14
0,11
(0,21)
0,23
(0,12)
(0,85)
0,51
1,21
0,02
0,59
(0,37)
(1,05)
1,91
(0,22)
(0,23)
0,20
1,18
Tren
p.VA
(2,24)
0,89
(0,01)
(1,00)
(0,09)
0,04
(0,20)
1,26
1,57
0,83
(1,16)
0,83
(0,49)
0,02
IM
OM
FL
BL
0,38
(0,63)
0,42
0,30
0,77
0,45
0,30
(0,08)
0,25
0,02
0,22
0,18
0,30
1,85
1,32
(0,96)
(0,48)
0,93
0,14
0,68
0,85
(2,42)
(0,26)
0,25
2,88
0,88
0,75
1,84
(1,03)
(0,35)
(0,34)
(0,99)
0,47
(0,10)
(0,11)
0,61
1,80
2,26
(0,07)
(0,09)
(0,12)
0,20
1,37
(1,06)
(0,70)
0,86
(0,02)
0,49
0,88
(2,25)
(0,14)
0,35
2,89
0,87
0,66
1,82
catatan: nilai tren sudah distandarisasi t(Z)N(0,1)
angka dalam kurung menunjukkan nilai tren negatif
146
Halaman ini sengaja dikosongkan
147
Lampiran 69. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971-2008
1971
1975
1995
1980
2000
1985
2005
Keterangan: FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sektor pada Lampiran 64-65.
1990
2008
148
Halaman ini sengaja dikosongkan
149
Lampiran 70. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971-2008 berdasarkan Hirarki Tahun 1971
1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2008
Keterangan: FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sektor pada Lampiran 64-65.
150
Halaman ini sengaja dikosongkan
151
Lampiran 71. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971-2008 berdasarkan Hirarki Tahun 2008
2008
2005
2000
1995
1990
1985
1980
1975
1971
Keterangan: FL diurutkan dari nilai terkecil dan BL diurutkan dari nilai terbesar sesuai urutan sektor pada Lampiran 64-65.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Download