Sentra Tembikar

advertisement
REPUBLIKA
khazanah
28
Halaman >>
Selasa > 30 November 2010
Sentra Tembikar
Oleh Yusuf Assidiq
reasi dan inovasi seni tembikar tak terhenti
sebatas mengeksplorasi keindahan. Namun, geliat
dalam bidang ini menciptakan peluang perniagaan.
Tak heran jika kemudian bermunculan sentra industri tembikar. Di sejumlah wilayah Islam, pembuatan tembikar ataupun porselen dilakukan dalam skala besar.
Kegairahan industri tembikar dimulai di ibu kota Baghdad
sekitar awal abad ke-9 Masehi. Sejumlah nama pembuat
tembikar menjadi populer. Salah satunya adalah Ibnu Naji.
Pada masanya, ia dikenal mempunyai keterampilan luar
biasa dalam menghasilkan tembikar berkualitas tinggi.
Ia memakai teknik yang terbilang canggih pada era itu
untuk memproduksi tembikar. Prestasi tersebut mendapat
apresiasi luar biasa dari Khalifah al-Ma’mun. Khalifah memberikan kepercayaan kepada Ibnu Naji untuk membuat tembikar agar melengkapi hiasan mihrab di Masjid Agung
Qairawan.
Sejarawan Eropa bernama Georges Marcais mengungkapkan, sang seniman datang ke Qairawan guna menunaikan amanah. Kehadirannya lantas membuka babak baru bagi
kota tersebut untuk kemudian menjadi salah satu sentra
industri tembikar terkemuka.
Di samping itu, catatan historis mengindikasikan Kota
Samarkand turut menyumbang andil bagi perkembangan
industri tembikar. Masa keemasan industri ini terjadi ketika
Dinasti Sasanid memangku kekuasaan sekitar 874 Masehi
hingga 999 Masehi. Tembikar dari Samarkand menjadi kondang karena hiasan kaligrafinya yang menawan.
Pada era pemerintahan Seljuk (1038-1327), sentra
industri tembikar berpusat di Persia. Sejak zaman dahulu,
wilayah ini memang merupakan penghasil barang-barang
seni bermutu, semisal keramik, porselen, karpet, tembikar,
dan lainnya.
Beragam inovasi berhasil ditorehkan pada era Seljuk.
Misalnya, teknik faiance, seni dekorasi tembikar yang di
dunia Barat disebut sgraffiato, atau metode siluet pada permukaan tembikar. Perajin Barat menjadikan penemuan-penemuan itu sebagai rujukan, khususnya era renaissance.
Perkembangan ini dirangkum dalam dua buku karya
ilmuwan Barat, Arthur Lane.
Lane menguraikan perkembangan seni dan industri tembikar warisan peradaban Islam, mulai dari era Abbasiyah
hingga Dinasti Seljuk. Ia juga memaparkan kebangkitan
kembali seni tembikar setelah penyerbuan Mongol ke
wilayah-wilayah Muslim. ■ ed: ferry kisihandi
K
Jejak
MUSLIMHERITA
GE.COM
SAUDIARAMCOWORLD.COM
PEMBUATAN TEMBIKAR MENJELMA
MENJADI SEBUAH
INDUSTRI.
l
Penjual Tembikar
MUSLIMHERITAGE.COM
PEMBUATAN
TEMBIKAR
l
Tempat Pembuatan Tembikar
1STARTGALLERY.COM
Oleh Yusuf Assidiq
J
ejak peradaban Islam tertoreh juga pada tembikar.
Benda berbahan tanah liat
yang bermotif indah itu hadir
melalui proses yang cukup
panjang. Menyerap teknik
pembuatan dari beraneka sumber,
mengkajinya, dan mengembangkannya sendiri. Para ahli kimia turut
menyumbang pemikiran bagaimana
memadu bahan agar tembikar
berkualitas.
Nyatanya, tembikar yang menjadi
satu buah peradaban Islam menuai
sanjungan. Philip K Hitti melontarkan kekagumannya. Melalui
bukunya, History of the Arabs, ia
menyatakan, di tangan seniman
Muslim, seni tembikar mencapai
ORIENTALISTGALLERY.COM
tingkat keindahan yang sulit
ditandingi.
Keindahan yang tertoreh pada
tembikar mewujud melalui lukisan
manusia, hewan, dan tumbuhan,
selain bentuk geometris dan epigraf.
Karya ini segera berkembang pesat
hingga menjadi sebuah industri yang
sangat maju di beberapa wilayah
Islam. Sentra produksi tembikar ada
di Antiokia, Aleppo, Damaskus, Tyre,
dan Phoenix.
Sejumlah tembikar peninggalan
umat Muslim pada zaman pertengahan masih tersisa. Sebagian masih disimpan di Museum Lauvre, British
Museum, dan Arabic Museum di
Kairo, Mesir. Tembikar memiliki
kegunaan luas. Salah satunya untuk
hiasan dan menjadi bagian dari dekorasi bangunan megah.
Salah satu yang terkenal adalah
tembikar Qasyani. Karya seni asal
Persia itu berhias gambar bunga dan
diakui keistimewaannya oleh banyak
kalangan. Perkembangan seni tembikar di dunia Islam bermula sejak
abad ke-7 Masehi. Pengetahuan pembuatan barang itu diserap dari sejumlah sumber, seperti Persia dan Cina.
Teknik-teknik yang diadopsi dari
luar kemudian dipadukan dengan
teknik yang dikembangkan oleh umat
Islam. Maka itu, hadirlah sebuah
karya seni dengan reputasi menjulang
sepanjang masa.Dalam tulisannya
berjudul The Potters of Islam,
John Luter mencatat kontribusi
sains Islam dalam pengembangan
tembikar.
Menurut dia, pembuatan tembikar
berkualitas oleh masyarakat Muslim
terinspirasi keunggulan teknik yang
dikembangkan di Cina. Bangsa Cina
dikenal dengan tembikarnya yang
kuat, tidak mudah pecah, berbalut
dekorasi warna-warni, dan mengilap.
Buku karya Muhammad bin alHusayn al-Baihaki yang berangka
tahun 1059 Masehi menjadi rujukan
para sejarawan kontempoter. Al-
Baihaki berkata, seorang gubernur
dari Khurasan, Iran, mengirimkan
hadiah kepada Khalifah Harun alRasyid berupa tembikar yang berasal
dari Cina.
Sang khalifah terpikat keindahan
benda itu. Lalu, ia mendorong
seniman Muslim untuk membuat
karya yang tak kalah hebatnya.
Inisiatif ini memicu banyak seniman
terkemuka berdatangan ke Baghdad,
ibu kota pemerintahan, untuk
memenuhi tantangan Khalifah Harun
al-Rasyid.
Karya awal mereka masih berupa
eksperimen. Seiring waktu, kajian
teknik untuk melahirkan karya
berkualitas gencar dilakukan.
Kemudian, hadirlah motif, rancangan, ataupun dekorasi baru. Begitu
pula teknik dan metode pembuatan
tembikar berkembang begitu pesat
dan diperbarui dari waktu ke waktu.
Salah satu inovasi penting adalah
kemampuan mewujudkan lukisan
yang berkilau. Beberapa sumber
sejarah menyebut teknik itu pertama
kali diciptakan bangsa Mesir dan
Cina. Umat Islam mengadopsi metode
itu bahkan memperbaikinya untuk
memperoleh kualitas yang lebih baik.
Para seniman pada masa
Abbasiyah memunculkan kreasi
warna keemasan dan juga menghadirkan motif mengilap pada tembikar yang biasanya hanya dihias
warna biru, hijau, atau abu-abu.
Teknik itu, sambung John Luter,
memakai bahan sulfur dan zat asam
serta dicampurkan dengan material
tanah lempung.
Bahan campuran itu dipakai
sebagai cat pada motif lukisan.
Goresan motif gambar dilakukan
segera setelah tembikar itu melalui
proses pencetakan dan pembakaran.
Setelah digambar dan diberi motif
atau dekorasi, sekali lagi tembikar itu
dibakar untuk mencegah pengapuran.
“Ketika residu bahan perlahan
menghilang selama proses pem-
bakaran, efek mengilap dari cat tadi
muncul sehingga menjadikan tembikar itu tampak sangat indah,” ujar
John Luter. Menurut dia, bahan
pembuat tembikar yang juga paling
umum digunakan adalah semacam
semen putih.
Di sini, ahli kimia Muslim
memainkan peran penting. Mereka
menemukan bahan yang sanggup
menghasilkan tembikar berkualitas
tinggi. Kian majunya teknik pembuatan tembikar memantik lahirnya
industri tembikar. Masa-masa pentingnya berlangsung dalam kurun
abad ke-9 hingga abad ke-13 Masehi.
Ragam tembikar dan variasi motif
membanjiri kota-kota besar Islam.
Gedung-gedung dan istana berhias
barang tembikar nan indah. Di sisi
lain, seni tembikar Islam juga mendapatkan sentuhan aspek kaligrafi. Hal
ini menambah keunggulan dan keistimewaan yang tidak ada pada peradaban lainnya.
Kaligrafi bukan sekadar untuk
menghias permukaan tembikar. Pada
beberapa daerah, kalimat kaligrafi
yang tersemat di permukaan tembikar
mencerminkan tradisi keagamaan
ataupun kondisi umat Muslim setempat. Tak dimungkiri bahwa masyarakat pada masa itu telah memandang
seni tembikar bukan sekadar hiasan,
tapi juga ekspresi keyakinan.
Hingga masa kekuasaan Dinasti
Seljuk, penelitian ilmiah dan kreasi
baru seni tembikar tak henti bermunculan. Seniman era ini mengenalkan
tembikar jenis baru, yaitu faience.
Tembikar itu terbuat dari bahan
semen putih dicampur dengan cairan
alkalin yang memunculkan efek kaca.
Risalah dari Abulqassim pada
tahun 1301 Masehi menjelaskan
teknik dan proses pembuatan faience.
Dalam salah satu bagian risalah, ia
menuturkan, untuk menambah kekuatan tembikar, para pembuatnya mengurangi kadar air pada bahan-bahan
dasar tembikar. ■ ed: ferry kisihandi
Download