BAGIAN I KENAMPAKAN GEOLOGI LAPISAN BATUBARA

advertisement
BAGIAN I
KENAMPAKAN GEOLOGI LAPISAN BATUBARA
Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific Publications.
Singapore.
I.1.
Kenampakan Geologi Lapisan Batubara
Perkembangan kenampakan geologi di sekitar lapisan batubara disebabkan
oleh proses-proses yang terjadi pada lapisan gambut, sifat fisika dan kimia lapisan batubara itu
sendiri, serta material bukan batubara yang berbeda-beda. Macam-macam kenampakan
geologi pada lapisan batubara, antara lain :
a.
Plies, bands, dan partings.
Lapisan batubara bisa terdiri dari batubara dengan tipe berbeda, atau terdiri dari material
bukan batubara yang beraneka ragam. Kehadiran lapisan batubara ini dapat digunkan
untuk membagi lapisan batubara kedalam satuan yang lebih kecil disebut benches atau plies.
Lapisan bukan batubara disebut bands atau partings. Istilah seperti clay bands atau dirt bands
kadang digunakan untuk menggambarkan material dari suatu litologi. Ada juga istilah
penny bands untuk mengindikasikan ketebalan. Litologi dari beberapa bands menurut istilah
Jerman disebut tonstein (secara kepustakaan disebut claystone) atau istilah Amerika disebut
flint clay paling umum digunakan dimana material memiliki tekstur peletoidal atau
menunjukkan pecahan konkoidal dan didominasi oleh mineral kaolin yang mengkristal
dengan baik. Penegertian parting digunakan di lapangan geologi batubara menjadi 2 macam yaitu :
1. Sebagai sinonim band, yaitu lapisan bukan batubara yang memisahkan lapisan
batubara yang satu dengan yang lain secara relatif.
2. Untuk menjelaskan bidang sejajar sepanjang satu lapisan, baik itu lapisan batubara atau
lapisan bukan batubara secara fisik dengan mudah.
Perbedaan pengertian ini penting dijelaskan dalam kegiatan persiapan penambangan
seperti adanya lapisan batubara yang bercabang akan mempengaruhi penggalian atau
penambangannya. Istilah plane of parting mungkin cocok untuk menggambarkan suatu bidang
yang tidak menerus akibat gangguan sesar atau splitting.
Bands merupakan lapisan yang terdiri dari material yang bukan batubara, terjadi karena
suplai akumulasi sedimen klastik telah melebihi akumulasi gambut. Sedimen klastik ini mungkin
menunjukkan endapan over bank atau dataran banjir yang berasal dari sungai yang
terdekat atau dari debu vulkanik yang berasal dari sumber di luar lingkungan rawa. Ini mungkin
juga dibentuk oleh mineral residu gambut yang teroksidasi, seperti yang terjadi akibat
pengeringan rawa selama waktu terbentuknya batubara.
Plies merupakan kumpulan dari maseral yang berbeda atau berasal dari bermacam
sifatdasar tumbuhan rawa atau lingkungan pengendapannya selama pembentukan batubara. Plies
atau bands bukan batubara tidak selalu membentuk lapisan yang seragam dan tetap, khususnya jika
mencakup daerah yang luas. Penentuan pola ply yang baik dapat memberikan keuntungan
yang besar dalam menjelaskan arah kualitas batubara di dalam operasi penambangan.
Tentunya membutuhkan s ej umlah bes ar data bawah p er mukaan atau data bor, d ata
p etro g raf i batubara yang dapat untuk menunjang sejumlah analisis ply by ply.
b. Splits Dalam Lapisan Batubara.
Kemenerusan lateral lapisan batubara di lapangan sering terbelah pada jarak yang relatif dekat
oleh sedimen bukan batubara yang membaji kemudian membentuk dua lapisan batubara
yang terpisah dan disebut autosedimentational split. Macam-macam bentuk spilt :
1. Simple splitting, merupakan split sederhana yang terjadi akibat kehadiran tubuh
lentikuler yang besar darisedimen bukan batubara.
2. Proggresif splitting, merupakan split yang apabila terdiri dari beber ap a
len s a, maka split ting dapat berkemban g secara terus menerus.
3. Zig zag splitting, merupakan split yang terjadi pada suatu lapisan batubara yang
terbelah dan kemudian bergabung dengan lapisan batubara lain.
Split sangat penting dalam geologi batubara. Pemahaman yang baik tentang split dapat
membantu dalam penentuan sebaran lapisan batubara yang ekonomis, dan perhitungan
cadangan. Bentuk split dengan kemiringan 45o yang disertai oleh perubahan kekompakan pada
batuan akan menimbulkan masalah dalam kegiatan tambang terbuka, kestabilan lereng,
dan kestabilan atap dalam penambangan bawah tanah.
c.
Washout dan Roof Rolls.
Washout merupakan tubuh lentikuler sedimen, biasanya batupasir, yang menonjol
kebawah dan menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara yang ada. Umumnya
memanjang atau berbelok-belok, dan menggambarkan struktur scour and fill
dibentuk oleh aktifitas channel berasosiasi dengan akumulasi gambut. Ukuran was hout
b er vari as i bai k tebal maupun pelamparannya. Washout mun gkindengan luas yang
kecil, channel yang tidak beraturan pada atap lapisan, biasanya disebut roof rolls sebagai akibat
paleochannel utama. Sebagian besar struktur washout diisi oleh batupasir, meskipun
kerikil
batubara
atau
konglomerat
keri ki lan
dapat
juga
hadi r.
Hal
in i
men cer minkan meander cut off dan paleochannel. Washout dan roof rolls merupakan
masalah utama dalam operasi penambangan. Ketebalan lapisan dan ketidakmenerusan lapisan
batubara akibat terisi channel, sehingga itu tentu memerlukan kebijaksanaan.
Demikian juga dengan peralatan yang digunakan untuk menggali batubara sering
menemui kesulitan untuk menembus material bukan batubara yang telah menggantikan
posisi lapisan batubara, terutama pada tambang bawah tanah. Struktur washout merupakan bagian
mendasar dalam
penelitian
geologi
untuk kepentingan perencanaan penambangan dan
pengembangannya.
d. Floor Rolls.
Floor roll terdiri dari material batuan yang berupa punggungan, panjang, sempit,
dansubparalel, yang menonjol kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan. Seperti
halnyaroof rolls, floor roll akan mangakibatkan ketebalan lapisan batubara berkurang. F l o o r
roll sering diterangkan sebagai intrusi lapisan ke dalam lapisan lain akibat
pengembangan hidrasi dan aktivitas tektonik. Menurut Diessel dan Moelle (1970),
roof roll dibentuk oleh kegiatan sungai selama tahap awal akumulasi tanah gambut.
e.
Clastic Dyke dan Injection Structures.
Clastic dyke merupakan tubuh membaji atau melembar dari material sedimentasi
yangmemotong melintang lapisan batubara. Pada umumnya menunjukkan pengisian retakanretakan dalam gambut atau batubara oleh endapan sedimen diatasnya. Retakan ini dapat
berhubungan dengan kekar atau pergerakan sesar minor dan hal ini dapat menambah
masalah tentang kestabilan lapisan a t a p d i d a l a m o p e r a s i p en a m b a n g a n b a w a h
t a n a h ( E l l e n b e r g e r , 1 9 7 9 ; K r a u s e e t a l 1979). Meskipun kebanyakan struktur ini
menyerupai endapan roof roll, tampak beberapa pembebanan yang tidak menerus dari tanah
gambut lunak oleh material pasir.
Lapisan-l a p i s a n
batubara
melengkung
akibat
pembebanan,
sementara
m a t e r i a l p e n gi s i y a n g biasanya terlipat dan terubah bentuknya (Nelson, 1979
dalam Ward, 1984). Struktur ini umumnya menyertai sesar-sesar, dan kekar-kekar,
serta struktur ini pun menyebabkan ketidakstabilan pada penambangan bawah tanah.
f.
Cleat
Pengkekaran
dalam
batubara,
khususnya
batubara
bituminous,
umumnya
menunjukkan pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan yang sejajar,
biasanya berorientasi tegak lurus perlapisan. Satu rangkaian retakan disebut face cleat, biasanya
dominan dengan bidang individu yang lurus dan kokoh sepanjang beberapa meter. Pola lainnya
yang disebut butt cleat, retakannya lebih pendek, sering melengkung dan cenderung
berakhir pada bidang face cleat. Jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1 mm
sampai sekitar 30 cm.
B i d a n g c l e a t s e r i n g d i i s i o l e h u n s u r e m i n e r a l a t a u k a r b o n a t , lempung, jenis
sulfida, atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan batubara yang mengelupas.
Orientasi face cleat merupakan salah satu faktor penting di dalam pengontrolan perencanaan
penambangan bawah tanah. Demikian juga untuk operasi penambangan yang
menggunakan alat bajak atau hidrolik, maka arah penbambangan dan hubunganny adengan pola
cleat sangat mempengaruhi dalam kemudahan penggalian batubara.
Jarak
cleat
juga
berpengaruh
terhadap
ukuran
partikel
batubara
yang dihasilkan, apakah berupa fine coal atau lumpy coal. Hal ini penting dalam
perencanaan tambang karena berkait dengan aspek penumpukan, pengangkutan,
pemanfaatan, harga dan pemasaran. Pola cleat dapat juga dhubungkan dengan
terjadinya
ledakan
gas
dalam
tambang
bawah
tanah.
Terjadinya
cleat
pada hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa batubara, s e h i n g g a
d a p a t d i g u n a k a n u n t u k m e n gh u b u n g k a n p u l a c l e a t d e n g a n s t r u k t u r g e o l o g i
suatu daerah. Face cleat tampaknya sangat umum sebagai hasil dari
perpanjangan
rekahan
dalam
bidang
sejajar
dengan
paleostress
kompresif
maksimum suatu daerah (Nickelsen & Hough 1967; Hanes & Shepherd 1981),
meskipun melibatkan faktor lain seperti gangguan shear, tetapi dikatakan juga bahwa
pembentukan butt cleat kurang jelas, mungkin berkaitan dengan sejarah pembentukan
batubara dan proses pengendapan dari lapisan-lapisan yang bersangkutan.
g. Intrusi Batuan Beku Pada Lapisan Batubara.
Karena material organic dalam batubara mengalami perubahan mendasar apabila dipanask an ,
adan y a intrusi batuan beku memiliki p engaruh yang besar pada lapis an batubara
dari pada yang dialami oleh batuan bukan batubara. Batubara yang dekat dengan tubuh in tr usi
b atuan beku, s ecara lokal menin gkat deraj atn ya sehubun gan den gan meningkatan
panas yang menyertainya. Intrusi batuan beku biasanya berkembang menjadi komplek, dimana
pada titik pertemuan antara tubuh intrusi dengan lapisan batubara membentuk kontak
yang meliuk. Hal iniberhubungan dengan perilaku plastik dari bahan organik karena pemanasan
serta berkurangnya kandungan air didalam batubara. Cinder coal (batubara terarangkan)
akibat intrusi, biasanya lemah, massanya porous dengan pola belahan hexagonal.
Dalam banyak hal cinder coal kurang mempunyai nilai ekonomi, dengan demikian
cinder menunjukkan hilangnya sebagian lapisan batubara yang dapat ditambang. Dari
sudut peningkatan derajat batuabara, mungkin lebih menguntungkan dari segi ekonomi jika
pengaruh cinder coal tidak terbentuk.
I.2.
Batuan Yang Berasosiasi Dengan Lapisan Batubara.
Batuan yang sering ditemukan di dalam atau dekat dengan lapisan batubara adalah batuansedimen
klastika halus seperti batulempung, batulanau, serpih dan batupasir. Juga kaolin seperti flint clay
dan underclay material siliceous seperti chert dan gannister sertaendapan ferrigenous
seperti mudstone siderit dan clay ironstone termasuk yang berasosiasi dengan batubara.
Beberapa material di atas hanya diminati s ecara akademik, tetap i
s ek ar an g mulai diperhatikan karena mempunyai arti industri, seperti underclay. Struktur
sedimen sangat membantu didalam interpretasi lingkungan pengendapan dan yang
banyak dijumpai berasosiasi dengan lapisan batubara adalah perlapisan silangsiur,
laminasi sejajar, laminasi bergelombang, laminasi karbonan (carbonaceous laminae), coalstrings,
konkresi, dan cetak beban.
a.
Batulempung kaolinit
Istilah
batulempung
kaolinit
digunakan
oleh
Loughnan
(1978)
untuk
menggambarkan sebuah individu khusus dari batuan sedimen masif yang terbentuk dari mineral
lempung kaolin. Teks tur batuan ini bervari as i, berikut ini adalah teks tur pokok
d alam batulempun g kaolinit :
 Br eksi as i, materi aln ya terben tuk dari clast-cl ast batulempung
angul ar
penecontemporaneous, dapat mencapai diameter sampai beberapa cm.
 Pell etal , batuannya terb entuk dari parti kel- parti kel batulemp ung y an g
bu lat atau agrerat lempung, berukuran silt (kadang disebut graupen) sampai partikel
spheroidal yang berdiameter 10 mm atau lebih.
 Oolitik,
terdiri
dari
oolitik
spheroidal
yang terlapisi
secara
konsentris
oleh material yang kaya kaolin.
 Mas if,
merup akan mudst one yang berkemban g den gan bai k, teri si oleh
kumpulan kristal kaolin yang ventikular dalam bagian yang tipis. Batuan ini disebut juga
flint clay (Keller, 1967) dan tonstein (Moore, 1964).
Kao lin merupakan min eral yan g melimp ah dalam batuan ini, bi as anya terjadi d
alambentuk kristal dan berasosiasi dengan sejumlah kecil kuarsa, siderit atau illit.
Variasi batuannya berwarna putih sampai coklat keabu-abuan atau hitam tergantung
dari bahan karbonan dan material f erruginous yan g mungkin ada. Hal in i
k ad an g digambarkan sebagai tuf. Asal usul batulempung kaolinit telah lama
men jadi topi k yan g kontrovers ial dalam literatur ilmiah. Tinjauan komprehensif tentang
terjadinya material secara petrografi dan geokimia diberiakan oleh Keller (1968, 1981) dan
Loughnan (1978). Secara mekanik dijelaskan mengenai kekhususan mineral dan ciriciri teksturnya dibandingkan dengan sedimen lain dalam sekuen dimana batuan tersebut
terbentuk, dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu :
 Autochthonous Origin
Meliputi pembentukan insitu dari kaolin dalam rawa batubara atau lingkungan
lainyang serupa karena perubahan kimiawi atau biokimiawi dari sedimen volkaniklastik,
epiklastik, atau bioklastik. Mekanisme seperti ini dibahas oleh Hosterman
(1962),Moore (1964, 1968), Keller (1968, 1981), Price dan Duff (1969).
 Allochthonous Origin
Meliputi pembentukan kaolin, bauksit, atau aluminosilikat koloid karena pelapukan diluar
rawa dan tertransport ke dalam rawa atau areal yang sesuai untuk pengemdapan akhir
detritus kasar. Suatu mekanisme dari tipe ini dibahas oleh Loughnan (1970,1975,
1978). Menurut Ward (1978), perlapisan tipis batulempung kaolinit yang terjadi didalam
lapisan batubara atau di dalam sekuen lapisan pembawa batubara secara luas
telah digunakan sebagai lapisan penunjuk untuk korelasi stratigrafi.
b. Seat Rock Dan Underclay.
Batuan alas pada lapis an batubara terbentuk dari materi al yan g s angat berv
ari asi, termasuk serpih, mudstone, batugamping, dan batupasir. Lapisan ini biasanya masif tidak
berlapis dan mungkin terdiri dari bekas akar tumbuhan yang tegak terhadap perlapisan
atau memperlihatkan pola yang tidak teratur dari permukaan yang tergerus. Umumnya
berwarna muda, tetapi material yang lebih gelap berwarna abu-abu dan coklat mungkin
dapat muncul. Karen a terj adi di bawah lapis an batubara dan hadirnya ak ar
tumb uh an dalam posisi tumbuh (relatif tegak terhadap bidang perlapisan) maka dikenal
dengan seat earth’ atau underclay. Istilah lebi h umum s eat rock digun akan
o leh Hu ddle dan Patterson (1961), baik untuk endapan berbutir kasar maupun halus. Seat
rock yang batuannya bervariasi dari batupasir kuarsa dan batulanau disebut dengan gannist er .
Di lap angan batubara (coal fi eld ) di Eropa dan In ggri s diterapkan un tu k
b atulemp un g kaolin berbuti r halus atau fli nt clays . Dibanyak temp at, gani ster
tersusun oleh mudstone plastic dengan kuarsa, illit, monmorilonit, kaolinit, dan
mineral lempung lain yang didapat dari studi detil (Odom dan Perham, 1968). Kalsit, siderite, dan
pirit mungkin juga hadir pada beberapa bagian dari lapisan gannister ini. Ketebalannya bisa
bervariasi dari beberapa cm sampai 10 m, tetapi biasanya sekitar 1 m. Umumnya mempunyai
kontak yang tegas dengan lapisan di atasnya, tetapi dapat juga bergradasi secara
vertikal maupun lateral menjadi batuan lain seperti batupasir, serpih,batugamping, dan
batubara.
Sebagai tambahan, tidak semua lapisan ini ditumpangi batubara, misalnya apabila tanah peat
tidak terakumulasi atau tererosi, sehingga istilah underclays dan seat earth mungkin menyesatkan.
Juga pada batubara allochthonous, lapisan gannister tidak selalu hadir. Asal mula batuan seat
yang
dianggap
dan berkembang.
sebagai
Meskipun
tanah
atau
substratum
nampaknya seperti
tempat
itu, namun
tumbuhan
pada saat
tumbuh
tanah
peat
terakumulasi sampai ketebalan tertentu, akar tumbuhan dapat masuk ke dalam debris
organiknya sendiri. Atas dasar alasan tersebut, ketebalan dan karakteristik seat rock
kurang menunjukkan adanya hubungan yang diendapkan di atasnya. Tumbuhnya tumbuhan
juga dapat berperan sebagai sebab tidak ada perlapisan di dalam bagian batuan serat,
s emen tara kekompakan di seki tar s truktur akar dapat berp eran s ebagai sebab
b an yakn y a permukaan yan g licin.
Mesk ipun akumulasi lempun g di perairan rawa, rupanya juga terkumpul dan proses
kompaksi material semacam ini dapat meningkatkan berkembangnya permukaan licin. Pada
banyak seat cenderung diperkaya oleh kaolin dibandingkan dengan lutite dalam suatu
sekuen. Hal ini mencerminkan proses semacam pelindian kimiawi atau biologis yang
berasosiasi dengan pertumbuhan tumbuhan dan pembusukan tanah peat (Huddledan
Patterson, 1961). Proses pembentukan kaolin denagn persyaratan ini kemungkinan
s ama dengan pros es yan g beras os iasi dengan batulempun g kaolin murni d an
p ros es pembentukan kaolin di dalam batubara itu sendiri. Batubara seat berbutir halus dapat
untuk bahan baku berbagai macam produk yang berasal dari batulempung (Odom dan Parham,
1968), disebut juga dengan fireclays. Sif at batuannya yan g plas ti s s erta terdi ri d ar i
b er macam materi al, maka dip erlukan pemahaman yang baik bila dilakukan penambangan
bawah tanah.
c.
Coal Balls
Coal balls merupakan massa yang berbentuk tidak teratur sampai bentuk spheroidal daribahan
mineral yang terjadi di dalam suatu lapisan batubara. Umumnya terbentuk dari kalsit,
dolomit, siderit, dan pirit dalam proporsi yang bervariasi, kadang menunjukkan suatu
zonasi yang bervariasi dari beberapa cm, meter, sampai luas. Bila kaya pirit disebut
sulphur balls. Coal balls dapat sebagai sumber penelitian paleobotani lapisan batubara (Phillips,
1979), karena sisa tumbuhan terawet dengan baik dari berbagai jenis di dalam coal balls. Tidak
adanya pengaruh kompaksi pada fragmen organik, menunjukkan bahwa coal ballsmengandung
bahan mineral pada tahap awal pembentukannya. Tentu saja, batubara yang terbentuk juga dapat
memperlihatkan bukti adanya kompaksi lipatan di sekitarnya. Sangat umum ditentukan di
dalam lapisan yang berasosiasi dengan lapisan marin, juga sebagai konkresi hadir pada
lapisan atap maupun lapisan dasar.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/48956704/kenampakan-geologi-lapisan-batubara
BAGIAN II
GEOMETRI BATUBARA
II.1.
Pengertian Batubara
 Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan
dalam variasi tingkat pengawetan, diikuti oleh proses kompaksi dan terkubur dalam cekungancekungan yang diawali pada kedalaman yang tidak terlalu dangkal.
 Batubara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Definisi Batubara adalah bahan bakar fosil. Batu bara
dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batu bara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara
strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan
tahun sehingga membentuk lapisan batubara.
 Batubara adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari akumulasi
pengendapan bahan tumbuhan dalam kondisi tertutup dari udara (bebas oksigen) dan terkena
pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali, berwarna coklat sampai hitam,
yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan
pengkayaan kandungan karbonnya. Secara garis besar batubara terdiri dari zat organik, air dan
bahan mineral. Batubara dapat diklasifikasikan menurut tingkatan yaitu lignit, sub bituminous,
bituminous, dan antrasit.
II.2.
Definisi Kendali
Kendali adalah suatu proses yang mempengaruhi, mengontrol ataupun yang mempengaruhi
suatu objek. Pengendali dalam hal ini adalah batuan pengapit lapisan pembawa batubara btersebut.
II.3.
Definisi Batuan Pengapit
Batuan Pengapit adalah batuan sebagai pembatas batuan di bagian atas ( Top ) dan
pembatas di bagian bawah ( Bottom ) lapisan pembawa batubara jika kemenrusan lapisan batubara
cenderung horizontal, ataupun samping kanan ( Right ) ataupun kiri ( Left ) jika kemenerusan
lapisan batubara cenderung vertikal.
II.4. Definisi Geometri
a. Geometri adalah cabang Matematika yang pertama kali diperkenalkan oleh Thales (624-547
SM) yang berkenaan dengan relasi ruang. Dari pengalaman, atau intuisi, kita mencirikan ruang
dengan kualitas fundamental tertentu, yang disebut aksioma dalam geometri. Aksioma
demikian tidak berlaku terhadap pembuktian, tetapi dapat digunakan bersama dengan definisi
matematika untuk titik, garis lurus, kurva, permukaan dan ruang untuk menggambarkan
kesimpulan logis.
b. Geometri dalam aplikasinya diartikan sebagai suatu gambaran ataupun model yang
mengandung unsur - unsur seperti titik, garis, arah, kemiringan, , volume, bentuk dalam
tampialan 2 dimensi ( 2D ) maupun 3 dimensi ( 3D ).
II.5.
Parameter Geometri Batubara
Parameter geometri lapisan batubara meliputi :
1.
Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara berhubungan langsung dengan perhitungan cadangan, perencanaan
produksi, sistem panambangan dan umur tambang. Karenanya, maka faktor pengendali terjadinya
arah perubahan ketebalan, penipisan, pembajian, splitting dan kapan terjadinya perlu diketahui.
Apakah etrjadi selama proses pengendapan, antara lain akibat perbedaan kecepatan akumulasi
batubara, perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar dan proses karst atau
terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan. Pengertian tebal perlu
dijelaskan, apakah tebal tersebut termasuk parting (gross coal thickness), tebal lapisan batubara
tidak termasuk parting (net coal thickness) atau tebal lapisan batubara yang dapat ditambang
(mineable thickness).
2.
Kemiringan
Dianjurkan pengukuran kedudukan lapisan batubara menggunakan kompas dengan metode dip
direction, sekaligus harus mempertimbangkan kedudukan lapisan batuan yang mengapitnya.
Pengertian kemiringan, selain besarnya kemiringan lapisan juga masih perlu dijelaskan :
a. Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut bersifat menerus dan sama besarnya
sepanjang cross strike maupun on strike atau hanya bersifat setempat.
b. Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut membentuk pola linier, pola lengkung
atau pola luasan (areal).
c. Mengenai faktor-faktor pengendalinya.
3.
Pola sebaran lapisan batubara
Faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah dikendalikan oleh struktur lipatan
(antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar dengan pola tertentu atau dengan
pensesaran kuat. Karena Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan batas
perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan.
4.
Kemenerusan lapisan batubara
Faktor pengendalinya adalah jarak dan apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses
pengendapan dan split, sesar, intrusi, atau erosi. Contoh pada split, kemenerusan lapisan batubara
dapat terbelah oleh bentuk membaji dari sedimen, bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya dapat
karena proses sedimentasi (autosedimentational split) atau tektonik yang ditunjukkan oleh
perbedaan penurunan dasar cekungan yang mencolok akibat sesar (Warbroke, 1981 dalam Diessel,
1992).
5.
Keteraturan lapisan batubara
Faktor pengendalinya adalah pola kedudukan lapisan batubara (jurus dan kemiringan),
artinya :
a. Apakah pola lapisan batubara di permukaan menunjukkan pola teratur (garis menerus yang
lurus, melengkung pada elevasi yang hampir sama) atau membentuk pola tidak teratur
(garis yang tidak menerus, melengkung pada elevasi yang tidak sama).
b. Apakah bidang lapisan batubara membentuk bidang permukaan yang hampir rata,
bergelombang lemah atau bergelombang.
c. Juga harus dipahami factor pengendali keteraturan lapisan batubara.
6.
Bentuk lapisan batubara
Bentuk lapisan batubara adalah perbandingan antara tebal lapisan batubara dan
kemenerusannya, apakah termasuk kategori bentuk melembar, membaji, melensa, atau bongkah.
7.
Floor dan roof
Kontak batubara dengan roof merupakan fungsi dari proses pengendapannya. Pada kontak
yang tegas menunjukkan proses pengendapan berlangsung secara tiba-tiba, sebaliknya jika proses
pengendapan lambat kontaknya akan terlihat berangsur kandungan karbonannya. Roof banyak
mengandung fosil sehingga baik untuk korelasi.
Litologi pada floor lebih bervariasi seperti serpih, batulempung, batulanau, batupasir,
batugamping atau soil yang umumnya lebih massif. Bila berupa seatearth (merupakan istilah
umum untuk batuan berbutir kasar maupun halus yang mengandung akar tumbuhan dalam posisi
tumbuh dan berada di bawah lapisan batubara) umumnya mengandung bekas akar tumbuhan,
berwarna abu-abu cerah sampai coklat, plastis, merupakan tanah purbatempat tumbuhan hidup,
tidak mengandung alkali, kandungan kalsium dan besi rendah. Terjadi karena proses perlindian
oleh air yang jenuh asam humik dari pembusukan tanaman.
8.
Cleat
Cleat adalah kekar didalam lapisan batubara, khusunya pada batubara bituminous yang
ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar. Adanya cleat dapat disebabkan beberapa faktor :

Mekanisme pengendapan.

Petrografi batubara.

Derajat batubara.

Tektonik (struktur geologi).

Aktifitas penambangan.
Menurut Jeremic, 1986 dalam Kuncoro, 2007 berdasarkan ganesanya membedakan cleat
menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Endogenous cleat dibentuk oleh gaya internal akibat pengeringan atau penyusutan material
organic. Umumnya tegak lurus bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung
membagi lapisan batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular.
b. Exogenic cleat dibentuk oleh gaya eksternal yang berhubungan dengan kejadian tektonik.
Mekanismenya tergantung pada karakteristik struktur dari lapisan pembawa batubara.
Cleat ini terorientasi pada arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar yang saling
membentuk sudut.
c. Included cleat bersifat lokal akibat proses penambangan dengan adanya perpindahan beban
kedalam struktur tambang. Frekuensi included cleat tergantung pada tata letak tambang dan
macam teknologi penambangan yang digunakan.
Terjadinya cleat ada hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa batubara, sehingga
dapat digunakan untuk menghubungkan pola cleat dengan struktur geologi dari suatu daerah.
II.6
Orientasi Parameter Geometri
Menurut Jeremic (1985) dalam Kuncoro (2000), parameter geometri lapisan batubara
berdasarkan hubungan dengan dapatnya suatu lapisan batubara ditambang dan kestabilannya
meliputi :
a.
b.
Ketebalan lapisan batubara :
-
Sangat tipis, jika tebalnya < 0,5 m
-
Tipis, jika tebalnya 0,5 - 1,5 m.
-
Sedang, jika tebalnya 1,5 - 3,5 m.
-
Tebal, jika tebalnya 3,5 - 25 m.
-
Sangat tebal, jika tebalnya > 25 m.
Kemiringan lapisan batuan :
- Lapisan horizontal.
-
Lapisan landai, jika kemiringannya < 250.
-
Lapisan miring, jika kemiringannya antara 250-450.
-
Lapisan miring curam, jika kemiringannya antara 450-750.
- Lapisan vertikal.
c.
Pola kedudukan lapisan batubara/sebarannya :
- Teratur.
- Tidak teratur.
b.
Kemenerusan batubara :
- Ratusan meter.
- Ribuan meter 5-10 km.
- Menerus sampai lebih dari 200 km.
Pemahaman geometri lapisan batubara hanya akan diperoleh jika hubungannya dengan lapisan
batuan yang berasosiasi ( lingkungan pengendapan ) diperhitungkan bersamaan dengan proses
tektonik yang mempengaruhi daerah tersebut. (Kuncoro 2000).
II.7.
Arti Penting Geometri Batubara dan Eksplorasi Penambangan
Pembahasan dan pemahaman geometri lapisan batubaraharus dikaitkan dengan kegiatan
eksplorasi dan penambangan batubara, yang kemudian akan sangat membantu untuk :
a. Evaluasi pada setiap tahap eksplorasi.
b. Perencanaan pengembangan atau perluasan daerah eksplorasi.
c. Keputusan mendirikan usaha pertambangan.
d. Rencana penambangan.
e. Perencanaan produksi dan umur tambang karena berkaitan dengan cadangan batubara.
f. Sistem penambangan yang akan diterapkan.
g. Pemilihan tata letak tambang.
h. Penerapan teknologi penambangan.
Sumber : http://valentinomalau31.blogspot.com/2011/04/geometri-batubara.html?
zx=58ec569c4c45cc7f
BAGIAN III
CLEAT
III.1. Pengertian Cleat
Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada batubara bituminous yang
ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar, umumnya mempunyai orientasi berbeda dengan
kedudukan lapisan batubara.
Adanya cleat dapat disebabkan beberapa faktor :
 mekanisme pengendapan.
 petrografi batubara.
 derajat batubara.
 tektonik (struktur geologi).
 aktifitas penambangan.
III.2. Jenis - Jenis Cleat
Berdasar genesanya, cleat dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
c. Endogenous cleat dibentuk oleh gaya internal akibat pengeringan atau penyusutan material
organic. Umumnya tegak lurus bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung
membagi lapisan batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular.
d. Exogenic cleat dibentuk oleh gaya eksternal yang berhubungan dengan kejadian tektonik.
Mekanismenya tergantung pada karakteristik struktur dari lapisan pembawa batubara. Cleat
ini terorientasi pada arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar yang saling
membentuk sudut.
e. Included cleat bersifat lokal akibat proses penambangan dengan adanya perpindahan beban
kedalam struktur tambang. Frekuensi included cleat tergantung pada tata letak tambang dan
macam teknologi penambangan yang digunakan.
Berdasarkan bentuknya, cleat dapat dikelompokkan menjadi lima :
a. Bentuk kubus, umumnya pada endogeneous cleat yang berderajat rendah.
b. Bentuk laminasi, pada exogenic cleat berupa perselingan antara batubara keras dan lunak
atau antara durain dan vitrain.
c. Bentuk tidak menerus, berhubungan dengan endogeneous cleat dan exogenic cleat.
d. Bentuk menerus, berhubungan dengan struktur geologi atau akibat penambangan.
e. Bentuk bongkah yang disebabkan oleh kejadian tektonik.
III.3. Hubungan Cleat
a. Hubungan Cleat Dengan Penambangan
Arah kekar merupakan faktor utama dalam penentuan arah penambangan.
Operasipenambangan akan lebih mudah jika kita bekerja pada kekar utama sehingga
produksi batubara akan lebih cepat.
Besarnya pengaruh cleat pada beberapa bagian dari suatu rangkaian industry
pertambangan, membuat cleat menjadi penting untuk dipelajari dan diketahui karena
kehadiran dan orientasi cleat antara lain akan mempengaruhi pemilihan tata letak tambang,
arah penambangan, penerapan teknologi penambangan, proses pengolahanbatubara,
penumpukan batubara bahkan pemasaran batubara (fine coal sampai lumpycoal).
Oleh karena itu perekaman data cleat berupa :

Kedudukan cleat

Kisaran jarak antar cleat

Jenis cleat

Pengisi cleat

Pengendali terbentuknya

Karakteristik kerekatannya

Jarak dominan cleat
b. Hubungan Cleat Dengan Struktur Geologi
Cleat mempunyai pola sama dengan pola kekar pada batuan disekitarnya, namun
spasi lebih rapat. Permukaan cleat :

Vertikal
: Pada lapisan batubara yang datar.

Miring (oblique) : Terhadap lapisan batubara yang terganggu struktur.
Permukaan bagian cleat yang tersingkap kadang-kadang dilapisi mineral sekunder
(kaolinit, pirit, kalsit, ankerit, melanterit / FeSO4).
c. Hubungan Cleat Dengan Kualitas Batubara
Cleat sering terisi material klastik yang menyebabkan meningkatnya kandungan
mineral matter, volatile matter dan ash content sehingga nilai kalorinya rendah. Semakin
banyak cleat maka batubara tersebut semakin rendah kalorinya.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/34118761/Cleat-Pada-Batubara
TIPE BATUBARA, STRUKTUR MIKRO DAN KELAKUAN ALIRAN GAS PADA BOWEN
BASIN COALS ABSTRAK
Produksi methane dari “coal seams” dari reservoar batu pasir porous adalah
sekarang dipantau sebagai suatu berharga dan sumber energi dapat dipulihkan kembali. PermoTrasssic bowen basin, memiliki seam batubara yang terdefinisi dengan baik, dimana mengandung
sumberdaya methane major. Bagaimanapun, produksi gas komersial untuk saat sekarang telah
terhambat oleh permeabilitas rendah pada seam batubara. Studi ini memeriksa hubungan antara
tipe batubara, struktur mikro dan kelakuan aliran gas. Pemeriksaan SEM ( Scanning Elektron
Microscope) pada batubara terang (bright coal ) dan batubara kusam ( dull coal ), menunjukkan
adanya keberadaan hirarki rekahan berukuran micron (rekahan mikro) dan rongga- rongga ( rongga
mikro) diantara pori- pori mikro dan jaringan “cleat yang mana bervariasi dalam ketebalan dari
0.05  m sampai 20 m. Rekahan mikro adalah secara umum berasosiasi dengan batubara terang
dan rongga-rongga mikro adalah berasosiasi dengan lapisan- lapisan batubara kusam. Ukuran ,
kontinuitas dan konektivitas pada struktur mikro memberi kesan bahwa mereka memberikan suatu
kontribusi berarti terhadap permeabilitas keseluruhan (mikro), dan adalah kemungkinan besar
memberikan peranan major dalam aliran methane melalui batubara pada suatu level diantara difusi
pada suatu level pori mikro dan aliran laminar pada level cleat. Untuk mendeterminasi pengaruh
struktur mikro memiliki atas aliran gas melalui percobaan-percobaan serapan matrix batubara
dimana dilakukan atas blok- blok batubara padat kecil menggunakan suatu teknik gravimetric baru.
Teknik baru ini memungkinkan serapan/ tidak menyerap isoterm simultan dan difusivitas methane
pada batubara. Hasil- hasil mendemonstrasikan adanya keberadaan perbedaan yang jelas diantara
difusivitas kusam dan terang pada tipe batubara dalam response terhadap struktur mikro. Data
serapan gas memberi kesan bahwa batubara kusam (dull) dan terang (bright) dapat dibagi kedalam
dua kategori : Batubara yang mana mempunyai suatu kelakuan serapan yang cepat dan batubara
yang mana mempunyai kelakuan serapan yang lambat. Itu adalah dipercaya bahwa kontinuitas
komersial yang akan datang kembali pada sumber daya methane akan tergantung atas pengertian
struktur fisik mendasar dalam batubara dan pengaruhnya atas penyimpanan dan pengeluaran gas
methane.
PENDAHULUAN Produksi gas alam (methane) seam batubara dari reservoir- reservoir batupasir
porous adalah sekarang dipantau sebagai sumber energi berharga dan dapat diperbaharui di USA
( Duel dan Kim, 1975) dan Australia ( Bell, 1987). Suatu evaluasi terinci baru- baru ini pada
sumberdaya gas alam dalam batubara terukur di Australia telah diindikasikan suatu sumberdaya
gas methane ditempat ….TCF. Walaupun reservoar seam batubara di Australia mengandung
sumberdaya gas methane sangat besar, produksi gas komersial saat ini terhambat oleh
permeabilitas seam batubara yang rendah Methane terutama terletak dalam batubara sebagai suatu
lapisan terserap pada permukaan internal batubara atau gas bebas dalam pori-pori besar dan
rekahan- rekahan (Curl, 1978). Sebagai dicatat oleh Harpalani dan Schraufnagel (1990a) “ Suatu
pengetahuan permodelan reservoar gas konvensional adalah pada suatu nilai sedikit dalam kasus
reservoar coalbed methane , berdasarkan mekanisme penyimpanan gas yang unik dalam coalbeds
dan kelakuan aliran gas yang luarbiasa dalam batubara”.
Pemindahan methane melalui batubara adalah umumnya dimodelkan sebagai dua phase. Pertama,
methane yang terserap harus difusi melalui pori- pori mikro pada matrik batubara sampai dia
menjangkau suatu fraktur alami (cleat) dan kedua aliran methane melalui jaringan cleat terhadap
lobang bor dalam response terhadap suatu gradient tekanan ( Aliran Darcy) (Harpalani dan
Scraufnagel, 1990a). Aliran methane dari batubara adalah tergantung atas permeabilitas efektif
pada batubara. Sesuai matematikal dan model komputer pada penirisan methane, spasi pada
fracture makro (cleats) merupakan aturan permainan dalam transport methane melalui batubara.
(Harpalanidan Schraufnagel, 1990a, b; Harpalani dan Zhao, 1991). Bagaimanapun studi pada
batubara menggunakan SEM menunjukkan bahwa suatu hirarki pada fracture- fracture berukuran
micron dan keberadaan rongga- rongga diantara pori- pori mikro dan system cleat dalam batubara (
Gamson et. Al, 1990). Ini adalah penting dalam hubungan pada permodelan aliran gas melalui
batubara, sebagai itu memberi kesan bahwa struktur- struktur mikro mungkin memainkan : 1)
Suatu kontribusi berarti terhadap permeabilitas keseluruhan dan 2) Peranan utama dalam aliran
methane melalui batubara pada level diantara difussi pada level pori mikro dan aliran laminar pada
level cleat. Maksud pada studi ini adalah untuk memeriksa hubungan diantara tipe batubara,
struktur mikro batubara dan kelakuan aliran gas dalam lembah batubara Bowen. Tulisan ini
merinci efek struktur mikro batubara pada difusivitas methane melalui batubara kusam (dull) dan
batubara terang (bright).
TIPE BATUBARA DAN STRUKTUR MIKRO
PENDAHULUAN
Dalam tulisan ini SEM adalah digunakan untuk memeriksa struktur mikro dalam batubara.
Walaupun kita sedikit menggunakan SEM terhadap penyelidikan struktur mikro batubara, SEM
memberikan suatu metode ideal untuk memeriksa struktur batubara dalam hubungan terhadap
sifat- sifat reservoar batubara. Dalam studi ini ukuran yang sesuai , berorientasi, pemotongan jenis
yang tidak digerus dari lobang inti seam dari suatu program pengeboran yang sedang berlangsung,
memberikan suatu metode pemeriksaan terbaik suatu bagian spesifik kecil pada suatu sample
diberikan dalam tiga dimensi pada magnifikasi tinggi.Keuntungan utama pada penggunaan teknik
ini adalah bahwa memperkenankan observasi pada :
1) struktur mikro batubara dalam tiga dimensi dan, oleh karena itu, memberikan informasi
atas bentuk, ukuran dan area bagian lintasan pada struktur mikro dan sangkut pautnya
terhadap „face‟ dan „butt‟ cleat dan „bedding‟.
2) Densitas „fracture‟, orientasi dan kontinuitas
3) Konektivitas pada „cleats‟, „fracture-fracture‟ mikro dan rongga- rongga
4) Pita- pita individual terang (bright) dan kusam (dull) batubara sesungguhnya beberapa
centimeter
5) Konektivitas diantara kusam (dull) dan terang (bright) pita- pita batubara
6) Rincian tekstural terbesar pada maceral- maceral.
STRUKTUR MIKRO BATUBARA
SEM memeriksa tipe- tipe batubara terang dan kusam dari lembah Bowen menunjukkan bahwa
kedua tipe batubara tersebut terdiri dari dua struktur mikro utama : „fracture‟ berukuran micron
(„fracture‟ mikro) dan rongga-rongga berukuran micron („cavities‟ mikro). Struktur- struktur
mikro bervariasi dalam ketebalan dari 0.01 m sampai 20m, jadi sesuai terhadap klasifikasiklasifikasi pori, adalah memiliki suatu ukuran terhadap salah satu meso atau pori- pori makro, dan
adalah dibedakan melalui ukuran, dari pori- pori mikro ( < 0.0012 m ). Dalam hubungan pada
tipe-tipe batubara, „fracture-fracture‟ mikro adalah secara umum berasosiasi dengan batubara
terang dan cenderung menjadi bentuk suatu susunan structural kontinu melalui lapisan- lapisan
batubara. Sebaliknya, batubara kusam terutama mengandung rongga- rongga mikro bahwa adalah
bagian phyteral dam porositas matriks. (Istilah struktur mikro mengacu terhadap struktur- struktur
tertentu tidak tampak dalam „hand specimen‟, dan pemisahan penggunaannya dari istilah
„fracture‟ makro atau „cleat‟ bahwa adalah umum digunakan untuk menggambarkan “fracturefracture‟ makroskopik terlihat dalam „hand specimen‟. Struktur-struktur mikro yang diobservasi
adalah dipertimbangkan terhadap adanya struktur- struktur asli, dan adalah tidak berdasarkan
sampling atau melepaskan tekanan karena : 1) sebagian besar „fracture‟ makro dan mikro adalah
terisi dengan mineral-mineral sekunder, 2) „fracture-fracture‟ adalah jarang terobservasi diantara
batubara dan mineralisasi yang mengisi ruang pori, dan 3) struktur- struktur mikro diobservasi
tidak terobservasi dalam semua sample yang dipelajari.
BATUBARA TERANG ( BRIGHT COAL )
Dalam hubungan pada struktur mikro batubara terang terutama mengandung porositas “fracture‟
pada “fracture-fracture‟ mikro dimana terbentuk diantara „cleats‟. Dua ukuran fracture adalah
terpantau dalam batubara terang: “fracture-fracture‟ makro terbesar atau cleats, dan “fracturefracture‟ mikro terkecil diantara cleats.
JARINGAN CLEAT
Umumnya tiga tipe berbeda pada “cleat‟ ( face, butt dan ketiga arah “cleat‟) adalah ada dalam
lembah batubara Bowen ( table 1). Cleat dalam centimeter diskalakan potongan percontohpercontoh adalah dibedakan disini dari kekar- kekar dan fracture- fracture skala besar ( master
kekar- kekar) dimana adalah menempati secara luas ( terlepas 0.1 –10 m) dalam seam batubara.
Gambar 1arah sumbu ( sepanjang inti) dan “face cleat‟, “butt cleat‟ dan ketiga arah-arah „cleat‟
dengan respek terhadap ukuran dan bentuk pada masing-masing struktur mikro. Kedua „face‟ dan
„butt‟ cleats umumnya terbentuk sebagai kumpulan orthogonal terorientasi terhadap perlapisan
(“bedding‟) ( gambar 1a, e, f). “Face cleat‟ adalah “fracture‟ terlihat lebih menyolok dalam “hand
specimen‟ dan menembus batubara pada sudut kanan terhadap perlapisan ( gambar 1a, e). Dalam
perbandingan „butt cleat‟ adalah kurang tertembus dan adalah tertekan terhadap daerah diantara
“face cleats‟ (gambar 1a). “Face‟ dan “butt‟ cleat adalah tidak kontinyu melalui seam batubara,
tetapi malahan cenderung hanya menembus pita- pita batubara terang (“bright coal bands‟) dari
pada pita-pita batubara kusam (“dull coal bands‟). Pembatasan istimewa pada cleats terhadap pitapita terang (“bright bands‟) dapat terlihat jelas dalam sayatan tipis (gambar 1e) dan dalam
pandangan sisi ( gambar 1f). Secara karakteristik , face dan butt cleat adalah bentuk bidang,
dimana bervariasi dalam tingkatan vertical atau tinggi ( rentang dari 1–5 mm ) dan tebal ( rentang
dari 0.01–2 mm) dan umumnya menempati 0.5–2 mm terpisah). Umumnya ketiga arah cleat
curviplanar adalah ada dimana memotong melintang arah– arah kedua face dan butt cleat ( gambar
1a).
FRACTURE MIKRO
Lima tipe fracture mikro berbeda adalah terpantau dalam diantara cleat- cleat pada batubara
terang : cleat mikro vertical, cleat mikro horizontal, fracture blocky, fracture concoidal dan striae.
Gambar 1b mengilustrasikan ukuran dan bentuk masing- masing fracture mikro dengan respek
terhadap sumbu dan arah cleat. Variasi dalam kehadiran fracture mikro dalam batubara adalah
diringkaskan dalam table 1 sesuai terhadap ukuran keseluruhannya, spasi, orientasi, frekuensi dan
asosiasi dengan tipe batubara.
Paralel cleats mikro vertical arah face dan butt cleat dan adalah umumnya lebar 5-20m,
panjangnya 50–500m dan adalah menempati terpisah 30–100m ( gambar 1g, 2a-b). Analog
terhadap cleats , cleats mikro adalah berasosiasi hanya dengan pita- ita batubara terang sebagai
mereka berakhir pada batas dengan pita- pita batubara kusam (gambar 1e). “Cleats‟ mikro
horizontal terbentuk diantara „cleats‟ mikro vertical dan perlapisan parallel. ( gambar1g, 2c-d).
Fracture- fracture mikro ini adalah umumnya lebar 0.5–2m, panjang 50-300m, menempati pada
interval teratur pada 5-10m dan cenderung menjadi kontinyu dalam diantara „cleats‟ mikro
vertical. Umumnya, meratakan, homogen, blok- blok sudut pada batubara terang (bright coal)
menunjukkan suatu pola „fracture‟ tidak beraturan dihubungkan fracture-fracture bloky dimana
memberikan pita- pita terang menampakkan suatu bocky (gambar 2e-f). Fracture-fracture blocky
umumnya lebar 1-15m, panjang 50-200m dam menempati sebagian kurang dari 100m.
Sebagai tambahan, block- block sudut pada batubara terang umumnya menunjukkan suatu pola
fracture conchoidal (gambar 2g-h) menunjukkan hubungan tidak beraturan terhadap perlapisan
atau arah cleat atau regularitas dalam spasi. Pada magnifikasi maksimum 80.000 x batubara terang
menunjukkan suatu pola fracture striated bahwa adalah terbuat pada sejumlah paket laminasi
parallel rapat atau lembaran seperti lapisan- lapisan (gambar 2i-j). Struktur ini dikatakan striae
adalah dirata- ratakan lebar 0.1m, panjang 10-100m dan adalah paket bersifat padat , dengan
perata- rataan spasi pada 0.1-0.3m. Itu akan nampak dari ukuran kecil, kontinuitas dan spasi
konstan pada bidang- bidang lemah menunjukkan striae dimana nampak terhadap hubungan
ketebalan lapisan- lapisan sekunder yang diobservasi dalam dinding- dinding cel dan strukturstruktur bidang lapisan dasar yang dipantau dalam vitrinite. Umumnya fracture- fracture mikro
terisi dengan mineral- mineral (gambar 2b, d, f, h, j).
BATUBARA KUSAM
Dalam hubungan struktur mikro batubara kusam terutama mengandung suatu phyteral dan
porositas matrik pada rongga- rongga mikro. Kehadiran porositas phyteral ruang rongga
berasosiasi dengan fragment- fragment tumbuhan original. Secara umum struktur- struktur mikro
berasosiasi dengan komponen- komponen organic ini adalah berlimpah- limpah dalam pita- pita
batubara kusam dan bentuk rongga-rongga mikro, sebagai berlawanan terhadap fracture-fracture
mikro. Gambar 1c, mengilustrasikan ukuran dan bentuk pada rongga- rongga ini dengan respek
terhadap arah-arah cleats. Suatu komponen umum pada struktur- struktur phyteral adalah lembaran
banyak seperti struktur- struktur tersusun dalam suatu rangkaian pada lapisan- lapisan yang
dikumpulkan parallel terhadap perlapisan (gambar 1c, h). Struktur- struktur ini merepresentasikan
sisa- sisa pada serat- serat kayu. Dalam bagian potongan lembaran- lembaran adalah secara khas
mempunyai ketebalan 2-4m, merata dan homogen bersifat semu ( gambar 3a-b). Lembaranlembaran ini adalah dipisahkan oleh silinder panjang seperti rongga- rongga mikro (disebut lumen
sel), bahwa adalah umumnya tinggi 2-4m dan lebar 10-30m ( gambar1c,h). Walaupun
rongga- rongga original adalah rectangular dalam bagian potongan dan berbentuk struktur- struktur
saringan (gambar 3a-b) , beberapa struktur, bagaimanapun karena jatuh dan tertekan, dalam
ketentuan untuk mengakomodasi perubahan- perubahan dalam tekanan. Ini dihasilkan dalam
struktur morfologi yang bervariasi, yakni needle ( dinding-dinding sel terfragmentasi dihasilkan
dalam jaringan pada titik…………… Umumnya struktur- struktur ini adalah terisi dengan mineralmineral (gambar 3b, d, f, h, j).
RONGGA-RONGGA MIKRO DAN POROSITAS MATRIX
Porositas matrix merepresentasikan rongga- rongga berasosiasi dengan ruang pori memisahkan
partikel- partikel. Porositas matrix terbentuk dalam tiga bentuk: 1) Dalam diantara suatu matrix
granular kasar ( 10-50m) pada fragmen- fragmen maceral
(gambar 7g-h), seperti vitrinite dan fusinite, 2) didalam suatu massa kaotik pada minute (1-5

m), sudut terhadap partikel bulat, secara kolektive diketahui sebagai mikrinite dan 3) sebagai
rongga- rongga mikro dalam diantara partikel- partikel clay ( gambar 5c). Dalam hubungan pada
tipe- tipe batubara, clays dalam batubara terang terbentuk terutama sebagai pengisi fracture.
Sebaliknya, clay dalam batubara kusam terbentuk dalam bentuk pita- pita clay lain / lensa- lensa
sebagai partikel- partikel terdiseminasi dengan baik melalui batubara, sebagai pengisi rongga, dan
atau antar lapisan partikel clay diantara fragmen- fragmen maceral. Rongga- rongga dimana
terbentuk diantara partikel- partikel clay dan kumpulan- kumpulan butiran bervariasi dari lebar 0.12m dan panjang diatas 20m.
TIPE BATUBARA DAN KELAKUAN ALIRAN GAS
Di Australia penelitian dipertimbangkan berhubungan terhadap penirisan methane dari seam
batubara untuk memperkenankan pertambangan yang aman ( Hargraves, 1982 et.al), tetapi sedikit
secara relatif atas produksi itu sendiri pada gas, terutama dalam lembah Bowen. Suatu penelitian
terdahulu oleh Hargraves ( 1962) menunjukkan bahwa variasi dalam keberadaan pancaran gas
diantara tipe- tipe batubara yang bervariasi didalam satu seam pada setiap lokasi. Sebagai
tambahan, Lama dan Mitchell (1981) menunjukkan penggunaan permukaan dan data porositas
pada batubara dari seam Gemini, Bowen, bahwa batubara terang, dimana mempunyai suatu
kapasitas yang besar terhadap penyimpanan gas, mempunyai permeabilitas rendah dari pada
batubara kusam. Pemeriksaan dirinci pada struktur mikro pada batubara menggunakan SEM
dihadirkan disini dalam studi lain menunjukkan bahwa suatu hirarki pada fracture- fracture ukuran
micron dan keberadaan rongga dalam batubara terang dan kusam pada skala diantara pori-pori
mikro dan system „cleat‟. Ukuran, kontinuitas dan konektivitas pada struktur mikro memberi
kesan bahwa mereka bermain suatu kontribusi yang berarti terhadap keseluruhan permeabilitas
mikro, dan adalah kemungkinan besar terhadap permainan suatu aturan major dalamaliran methane
melalui batubara pada suatu level diantara difusi pada level pori mikro dan aliran laminar pada
level cleat.
STRUKTUR- STRUKTUR MIKRO DAN KELAKUAN ALIRAN GAS
Untuk mengerti hubungan diantara tipe batubara, struktur mikro dan kelakuan aliran gas,
percobaan serapan dilakukan atas sample- sample terseleksi yang telah diperiksan sebelumnya
dalam SEM untuk struktur mikro. Menggunakan pengembangan teknik gravimetric baru pada
CGRI , percobaan serapan dilakukan atas kecil (1g), blok batubara padat daripada sample yang
dihancurkan, menggunakan suatu penyeimbang mikro. Teknik ini telah dikembangkan terhadap
percobaan sample- sample kecil dan memperkenankan suatu pengertian pengaruh tertutup struktur
mikro batubara mempunyai difusivitas batubara , dimana tingkatan kontrol aliran gas melalui
matrix batubara.
Pendekatan baru ini terhadap studi serapan gas melalui penggunaan kecil, sample batubara padat,
kontras dengan studi sebelumnya dimana mengukur serapan batubara menggunakan suatu sample
„bulk‟ (80-150g) pada suatu pengetahuan ukuran fraksi dihancurkan ( < 250m) dan adalah
dilakukan untuk memperoleh kesetimbangan serapan yang cepat. Teknik baru berikut atas dari
percobaan yang dilakukan pada CGRI (beamish et.al., 1991) untuk mendeterminasi efek padatan
dan sample yang dihancurkan mempunyai serapan gas. Percobaan serapan awal dimana dilakukan
…….
sumber : http://www.docstoc.com/docs/87208964/TIPE-BATUBARA-STRUKTUR-MIKRODAN-KELAKUAN-ALIRAN-GAS--PADA-BOWEN-BASIN-COALS
Kenampakan Geologi Lapisan Batubara
(Ward, C.R., 1984, Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific Publications,
Singapore. Dan Kuncoro, P., 1996, Model Pengendapan Batubara untuk menunjang Ekspolorasi
dan Perencanaan Penambangan, ITB, Bandung.)
Perkembangan kenampakan geologi di sekitar lapisan batubara disebabkan oleh proses-proses
yang terjadi pada lapisan gambut, sifat fisika dan kimia lapisan batubara itu sendiri serta material
bukan batubara yang berbeda-beda. Macam-macam kenampakan geologi pada lapisan batubara,
antara lain :
Plies, bands dan partings
Lapisan batubara bisa terdiri dari batubara dengan tipe berbeda, atau terdiri dari material bukan
batubara yang beraneka ragam. Kehadiran lapisan batubara ini dapat digunkan untuk membagi
lapisan batubara kedalam satuan yang lebih kecil disebut “ benches, atau plies”.
Lapisan bukan batubara disebut ”bands”, atau “partings”. Istilah seperti “clay bands” atau dirt
bands” kadang digunakan untuk menggambarkan material dari suatu litologi. Ada juga istilah
“penny bands” untuk mengindikasikan ketebalan.
Litologi dari beberapa bands menurut istilah Jerman disebut tonstein (secara kepustakaan disebut
claystone) atau istilah Amerika disebut “flint clay” paling umum digunakan dimana material
memiliki tekstur peletoidal atau menunjukkan pecahan konkoidal dan didominasi oleh mineral
kaolin yang mengkristal dengan baik.
Penegertian parting digunakan di lapangan geologi batubara menjadi 2 macam :
1. sebagai sinonim band, yaitu lapisan bukan batubara yang memisahkan lapisan batubara
yang satu dengan yang lain secara relatif.
2. untuk menjelaskan bidang sejajar sepanjang satu lapisan, baik itu lapisan batubara atau
lapisan bukan batubara secara fisik dengan mudah.
Perbedaan pengertian ini penting dijelaskan dalam kegiatan persiapan penambangan seperti adanya
lapisan batubara yang bercabang akan mempengaruhi penggalian atau penambangannya. Istilah
“plane of parting” mungkin cocok untuk menggambarkan suatu bidang yang tidak menerus akibat
gangguan sesar atau splitting.
“Bands” merupakan lapisan yang terdiri dari material yang bukan batubara, terjadi karena suplai
akumulasi sedimen klastik telah melebihi akumulasi gambut. Sedimen klastik ini mungkin
menunjukkan endapan over bank atau dataran banjir yang berasal dari sungai yang terdekat atau
dari debu vulkanik yang berasal dari sumber di luar lingkungan rawa. Ini mungkin juga dibentuk
oleh mineral residu gambut yang teroksidasi, seperti yang terjadi akibat pengeringan rawa selama
waktu terbentuknya batubara.
“Plies” merupakan kumpulan dari maseral yang berbeda atau berasal dari bermacam sifat dasar
tumbuhan rawa atau lingkungan pengendapannya selama pembentukan batubara.
Plies atau bands bukan batubara tidak selalu membentuk lapisan yang seragam dan tetap,
khususnya jika mencakup daerah yang luas.
Penentuan pola ply yang baik dapat memberikan keuntungan yang besar dalam menjelaskan arah
kualitas batubara di dalam operasi penambangan. Tentunya membutuhkan sejumlah besar data
bawah permukaan atau data bor, data petrografi batubara yang dapat untuk menunjang sejumlah
analisis “ply by ply”.
Splits dalam lapisan batubara
Kemenerusan lateral lapisan batubara di lapangan sering terbelah pada jarak yang relatif dekat oleh
sedimen bukan batubara yang membaji kemudian membentuk dua lapisan batubara yang terpisah
dan disebut autosedimentational split. Macam-macam bentuk spilt :
1. Simple splitting
Adalah split sederhana yang terjadi akibat kehadiran tubuh lentikuler yang besar dari sedimen
bukan batubara.
2.
Proggresif splitting
Bila terdiri dari beberapa lensa, maka splitting dapat berkembang secara terus menerus.
3.
Zig zag splitting
Terjadi pada suatu lapisan batubara yang terbelah dan kemudian bergabung dengan lapisan
batubara lain.
Split sangat penting dalam geologi batubara. Pemahaman yang baik tentang split dapat membantu
dalam penentuan sebaran lapisan batubara yang ekonomis, dan perhitungan cadangan. Bentuk split
dengan kemiringan 45o yang disertai oleh perubahan kekompakan pada batuan akan menimbulkan
masalah dalam kegiatan tambang terbuka, kestabilan lereng, dan kestabilan atap dalam
penambangan bawah tanah.
Washout dan roof rolls
“Washout” merupakan tubuh lentikuler sedimen, biasanya batupasir, yang menonjol ke bawah dan
menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara yang ada. Umumnya memanjang atau
berbelok-belok, dan menggambarkan struktur scour and fill dibentuk oleh aktivitas channel
berasosiasi dengan akumulasi gambut.
Ukuran washout bervariasi baik tebal maupun pelamparannya. Washout mungkin dengan luas
yang kecil, channel yang tidak beraturan pada atap lapisan, biasanya disebut roof rolls sebagai
akibat palechannel utama.
Sebagian besar struktur washout diisi oleh batupasir, meskipun kerikil batubara atau konglomeratt
kerikilan dapat juga hadir. Hal ini mencerminkan meander cut off dan paleochannel.
Washout dan roof rolls merupakan masalah utama dalam operasi penambangan. Ketebalan lapisan
dan ketidakmenerusan lapisan batubara akibat terisi channel, sehingga itu tentu memerlukan
kebijaksanaan. Demikian juga dengan peralatan yang digunakan untuk menggali batubara sering
menemui kesulitan untuk menembus material bukan batubara yang telah menggantikan posisi
lapisan batubara, terutama pada tambang bawah tanah.
Struktur washout merupakan bagian mendasar dalam penelitian geologi untuk kepentingan
perencanaan penambangan dan pengembangannya.
Floor rolls
Floor roll terdiri dari material batuan yang berupa punggungan, panjang, sempit, dan subparalel,
yang menonjol kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan. Seperti halnya roof rolls, floor roll
akan mangakibatkan ketebalan lapisan batubara berkurang.
Floor roll sering diterangkan sebagai intrusi lapisan ke dalam lapisan lain akibat pengembangan
hidrasi and aktivitas tektonik. Menurut Diessel dan Moelle (1970), roof roll dibentuk oleh kegiatan
sungai selama tahap awal akumulasi tanah gambut.
Clastic dyke dan injection struktures
“Clastic dyke” merupakan tubuh membaji atau melembar dari material sedimentasi yang
memotong melintang lapisan batubara.
Pada umumnya menunjukkan pengisian retakan-retakan dalam gambut atau batubara oleh endapan
sedimen diatasnya. Retakan ini dapat berhubungan dengan kekar atau pergerakan sesar minor dan
hal ini dapat menambah masalah tentang kestabilan lapisan atap di dalam operasi penambangan
bawah tanah (Ellenberger, 1979; Krause et al 1979).meskipun kebanyakan struktur ini menyerupai
endapan roof roll, tampak beberapa pembebanan yang tidak menerus dari tanah gambut lunak oleh
material pasir. Lapisan-lapisan batubara melengkung akibat pembebanan, sementara material
pengisi yang biasanya terlipat dan terubah bentuknya (Nelson, 1979 dalam Ward, 1984). Struktur
ini umumnya menyertai sesar-sesar, dan kekar-kekar, serta struktur ini pun menyebabkan
ketidakstabilan pada penambangan bawah tanah.
Cleat
Pengkekaran dalam batubara, khususnya batubara bituminous, umumnya menunjukkan pola cleat.
Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan yang sejajar, biasanya berorientasi tegak lurus
perlapisan. Satu rangkaian retakan disebut “ face cleat”, biasanya dominan dengan bidang individu
yang lurus dan kokoh sepanjang beberapa meter. Pola lainnya yang disebut “ butt cleat” ,
retakannya lebih pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada bidang face cleat.jarak
antar bidang cleat bervariasi dari 1mm sampai sekitar 30 cm. Bidang cleat sering diisi oleh unsur
mineral atau karbonat, lempung, jenis sulfida, atau sulfat dapat secara umum nampak pada
permukaan batubara yang mengelupas.
Orientasi face cleat merupakan salah satu faktor penting di dalam pengontrolan perencanaan
penambangan bawah tanah. Demikian juga untuk operasi penambangan yang menggunakan alat
bajak atau hidrolik, maka arah penbambangan dan hubungannya dengan pola cleat sangat
mempengaruhi dalam kemudahan penggalian batubara.
Jarak cleat juga berpengaruh terhadap ukuran partikel batubara yang dihasilkan, apakah berupa
fine coal atau lumpy coal. Hal ini penting dalam perencanaan tambang karena berkait dengan
aspek penumpukan, pengangkutan, pemanfaatan, harga dan pemasaran. Pola cleat dapat juga
dhubungkan dengan terjadinya ledakan gas dalam tambang bawah tanah.
Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa batubara, sehingga
dapat digunakan untuk menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi suatu daerah. Face cleat
tampaknya sangat umum sebagai hasil dari perpanjangan rekahan dalam bidang sejajar dengan
paleostress kompresif maksimum suatu daerah ( Nickelsen & Hough 1967; Hanes & Shepherd
1981), meskipun melibatkan faktor lain seperti gangguan shear, tetapi dikatakan juga bahwa
pembentukan butt cleat kurang jelas, mungkin berkaitan dengan sejarah pembentukan batubara dan
proses pengendapan dari lapisan-lapisan yang bersangkutan.
Intrusi batuan beku pada lapisan batubara
Karena material organik dalam batubara mengalami perubahan mendasar apabila dipanaskan,
adanya intrusi batuan beku memiliki pengaruh yang besar pada lapisan batubara daripada yang
dialami oleh batuan bukan batubara. Batubara yang dekat dengan tubuh intrusi batuan beku, secara
lokal meningkat derajatnya sehubungan dengan meningkatan panas yang menyertainya.
Intrusi batuan beku biasanya berkembang menjadi komplek, dimana pada titik pertemuan antara
tubuh intrusi dengan lapisan batubara membentuk kontak yang meliuk. Hal ini berhubungan
dengan perilaku plastik dari bahan organik karena pemanasan serta berkurangnya kandungan air
didalam batubara.
“Cinder coal” (batubara terarangkan) akibat intrusi, biasanya lemah, massanya porous dengan pola
belahan hexagonal. Dalam banyak hal cinder coal kurang mempunyai nilai ekonomi, dengan
demikian cinder menunjukkan hilangnya sebagian lapisan batubara yang dapat ditambang. Dari
sudut peningkatan derajat batuabara, mungkin lebih menguntungkan dari segi ekonomi jika
pengaruh cinder coal tidak terbentuk.
Batuan yang biasanya berasosiasi dengan lapisan batubara
Batuan yang sering ditemukan di dalam atau dekat dengan lapisan batubara adalah batuan sedimen
klastika halus seperti batulempung, batulanau, serpih dan batupasir. Juga kaolin seperti “flint clay”
dan “underclay” material siliceous seperti chert dan gannister serta endapan ferrigenous seperti
mudstone siderit dan clay ironstone termasuk yang berasosiasi dengan batubara.
Beberapa material di atas hanya diminati secara akademik, tetapi sekarang mulai diperhatikan
karena mempunyai arti industri, seperti underclay.
Struktur sedimen sangat membantu didalam interpretasi lingkungan pengendapan dan yang banyak
dijumpai berasosiasi dengan lapisan batubara adalah perlapisan silangsiur, laminasi sejajar,
laminasi bergelombang, laminasi karbonan (carbonaceous laminae), coal strings, konkresi, dan
cetak beban.
Batulempung kaolinit
Istilah batulempung kaolinit digunakan oleh Loughnan (1978) untuk menggambarkan sebuah
individu khusus dari batuan sedimen masif yang terbentuk dari mineral lempung kaolin.
Tekstur batuan ini bervariasi, berikut ini adalah tekstur pokok dalam batulempung kaolinit :
1. Breksiasi,
materialnya
terbentuk
dari
clast-clast
batulempung
angular
penecontemporaneous, dapat mencapai diameter sampai beberapa cm.
2. Pelletal, batuannya terbentuk dari partikel-partikel batulempung yang bulat atau agrerat
lempung, berukuran silt (kadang disebut graupen) sampai partikel spheroidal yang
berdiameter 10 mm atau lebih.
3. Oolitik, terdiri dari oolitik spheroidal yang terlapisi secara konsentris oleh material yang
kaya kaolin.
4. Masif, merupakan mudstone yang berkembang dengan baik, terisi oleh kumpulan kristal
kaolin yang ventikular dalam bagian yang tipis.
Batuan ini disebut juga “flint clay” (Keller, 1967) dan “tonstein (Moore, 1964).
Kaolin merupakan mineral yang melimpah dalam batuan ini, biasanya terjadi dalam bentuk kristal
dan berasosiasi dengan sejumlah kecil kuarsa, siderit atau illit. Variasi batuannya berwarna putih
sampai coklat keabu-abuan atau hitam tergantung dari bahan karbonan dan material ferrugenous
yang mungkin ada. Hal ini kadang digambarkan sebagai tuf.
Asal usul batulempung kaolinit telah lama menjadi topik yang kontroversial dalam literatur ilmiah.
Tinjauan komprehensif tentang terjadinya material secara petrografi dan geokimia diberiakan oleh
Keller (1968, 1981) dan Loughnan (1978). Secara mekanik dijelaskan mengenai kekhususan
mineral dan ciri-ciri teksturnya dibandingkan dengan sedimen lain dalam sekuen dimana batuan
tersebut terbentuk, dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu :
1. Autochthonous Origin
Meliputi pembentukan insitu dari kaolin dalam rawa batubara atau lingkungan lain yang serupa
karena perubahan kimiawi atau biokimiawi dari sedimen volkaniklastik, epiklastik, atau bioklastik.
Mekanisme seperti ini dibahas oleh Hosterman (1962), Moore (1964, 1968), Keller (1968, 1981),
Price dan Duff (1969).
1. Allochthonous Origin
Meliputi pembentukan kaolin, bauksit, atau aluminosilikat koloid karena pelapukan di luar rawa
dan tertransport ke dalam rawa atau areal yang sesuai untuk pengemdapan akhir detritus kasar.
Suatu mekanisme dari tipe ini dibahas oleh Loughnan (1970, 1975, 1978).
Menurut Ward (1978), perlapisan tipis batulempung kaolinit yang terjadi didalam lapisan batubara
atau di dalam sekuen lapisan pembawa batubara secara luas telah digunakan sebagai lapisan
penunjuk untuk korelasi stratigrafi.
Seat rock dan underclay
Batuan alas pada lapisan batubara terbentuk dari material yang sangat bervariasi, termasuk serpih,
mudstone, batugamping dan batupasir. Lapisan ini biasanya masif tidak berlapis dan mungkin
terdiri dari bekas akar tumbuhan yang tegak terhdap perlapisan atau memperlihatkan pola yang
tidak teratur dari permukaan yang tergerus. Umumnya berwarna muda, tetapi material yang lebih
gelap berwarna abu-abu dan coklat mungkin dapat muncul.
Karena terjadi di bawah lapisan batubara dan hadirnya akar tumbuhan dalam posisi tumbuh (relatif
tegak terhadap bidang perlapisan) maka dikenal dengan “seat earth’’ atau “underclay”. Istilah lebih
umum “seat rock” digunakan oleh Huddle dan Patterson (1961), baik untuk endapan berbutir kasar
maupun halus.
Seat rock yang batuannya bervariasi dari batupasir kuarsa dan batulanau disebut dengan “
gannister”. Di lapangan batubara (coal field) di Eropa dan Inggris diterapkan untuk batulempung
kaolin berbutir halus atau “ flint clays”. Dibanyak tempat, gannister tersusun oleh mudstone plastic
dengan kuarsa, illit, monmorilonit, kaolinit, dan mineral lempung lain yang didapat dari studi detil
(Odom dan Perham, 1968). Kalsit, siderit dan pirit mungkin juga hadir pada beberapa bagian dari
lapisan gannister ini.
Ketebalannya bisa bervariasi dari beberapa cm sampai 10 m, tetapi biasanya sekitar 1 m. umumnya
mempunyai kontak yang tegas dengan lapisan di atasnya, tetapi dapat juga bergradasi secara
vertikal maupun lateralmenjadi batuan lain seperti batupasir, serpih, batugamping, dan batubara.
Sebagai tambahan, tidak semua lapisan ini ditumpangi batubara, misalnya apabila tanah peat tidak
terakumulasi atau tererosi, sehingga istilah underclays dan seat earth mungkin menyesatkan. Juga
pada batubara allochthonous, lapisan gannister tidak selalu hadir.
Asal mula batuan seat yang dianggap sebagai tanah atau substratum tempat tumbuhan tumbuh dan
berkembang. Meskipun nampaknya seperti itu, namun pada saat tanah peat terakumulasi sampai
ketebalan tertentu, akar tumbuhan dapat masuk ke dalam debris organiknya sendiri. Atas dasar
alasan tersebut, ketebalan dan karakteristik batuan seat kurang menunjukkan adanya hubungan
yang diendapkan di atasnya.
Tumbuhnya tumbuhan juga dapat berperan sebagai sebab tidak ada perlapisan di dalam bagian
batuan serat, sementara kekompakan di sekitar struktur akar dapat berperan sebagai sebab
banyaknya permukaan yang licin. Meskipun akumulasi lempung di perairan rawa, rupanya juga
terkumpul dan proses kompaksi material semacam ini dapat meningkatkan berkembangnya
permukaan licin.
Pada banyak seat cenderung diperkaya oleh kaolin dibandingkan dengan lutite dalam suatu sekuen.
Hal ini mencerminkan proses semacam pelindian kimiawi atau biologis yang berasosiasi dengan
pertumbuhan tumbuhan dan pembusukan tanah peat (Huddle dan patterson, 1961). Proses
pembentukan kaolin denagn persyaratan ini kemungkinan sama dengan proses yang berasosiasi
dengan batulempung kaolin murni dan proses pembentukan kaolin di dalam batubara itu sendiri.
Batubar seat berbutir halus dapat untuk bahan baku berbagai macam produk yang berasal dari
batulempung (Odom dan Parham, 1968), disebut juga dengan “fireclays”.
Sifat batuannya yang plastis serta terdiri dari bermacam material, maka diperlukan pemahaman
yang baik bila dilakukan penambangan bawah tanah.
Coal balls
Coal balls merupakan massa yang berbentuk tidak teratur sampai bentuk spheroidal dari bahan
mineral yang terjadi di dalam suatu lapisan batubara. Umumnya terbentuk dari kalsit, dolomit,
siderit, dan pirit dalam proporsi yang bervariasi, kadang menunjukkan suatu zonasi yang bervariasi
dari beberapa cm, m sampai luas. Bila kaya pirit disebut “sulphur balls’.
Coal balls dapat sebagai sumber penelitian paleobotani lapisan batubara (Phillips, 1979), karena
sisa tumbuhan terawet dengan baik dari berbagai jenis di dalam coal balls.
Tidak adanya pengaruh kompaksi pada fragmen organik, menunjukkan bahwa coal balls
mengandung bahan mineral pada tahap awal pembentukannya. Tentu saja, batubara yang terbentuk
juga dapat memperlihatkan bukti adanya kompaksi lipatan di sekitarnya. Sangat umum ditentukan
di dalam lapisan yang berasosiasi dengan lapisan marin, juga sebagai konkresi hadir pada lapisan
atap maupun lapisan dasar.
Kehadiran cleat atau rekahan di dalam lapisan batu bara
Kehadiran cleat atau rekahan di dalam lapisan batu bara disebabkan oleh berbagai faktor meliputi
mekanisme pengendapan, petrografi batubara, derajat batubara, tektonik (struktur), dan aktivitas
pekerjaan tambang. Unsur-unsur juga meruapakan faktor yang mengendalikan distribusi, luas,
kepadatan dan kemenerusan dari kekar pada lapisan batu bara
Cleat sebagian besar diperlihatkan oleh mayoritas sistem kekar yang memanjang dan memotong
kenampakan dari lapisan batu bara, juga menjadi zona lemah dan bidang rekahannya berorientasi
secara acak dan berbeda pada strike dan dip dari seam.
Orientasi dan Kehadiran cleat di (dalam) lapisan batu bara mempengaruhi pemilihan tata letak
tambang, arah pengambilan batubara, aplikasi teknologi penggalian batubara, dll. Oleh karena itu,
perkembangan dari cleat dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kestabilan tambang batu bara,
terutama jika cleat berkembang di dalam atap tambang. Untuk analisa stabilitas tambang, sangat
diperlukan mengetahui sifat alami lapisan batu bara, kemas dari cleat pada batubara , kepadatan
cleat sepanjang profil lapisan batubara, dan kuat geser dari cleat.
Pembentukan dari cleat telah diuraikan oleh banyak pengarang, namun bagaimanapun penentuan
asal pembentukan kekar di dalam struktur tambang bukanlah suatu hal yang mudah oleh karena
kompleksitas dari struktur tambang dan variasi pekerjaan tambang. Secara umum tiga jenis cleat
pada lapisan batubara dapat dikenali masing-masing secara singkat diuraikan di bawah.
1. Endogenous cleavage, orientasi utamanya tegak lurus bidang perlapisan sehingga bidang kekar
cenderung untuk membagi lapisan batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular. Hal ini
dibentuk oleh gaya internal akibat pengeringan dan penyusutan dari material organik seperti halnya
kompaksi dan pelepasan/release dari volatile matter. Hal ini sulit untuk menentukan orientasi dari
bidang yang tegas, tetapi bentuknya memanjang dengan bidang yang acak dimana dipengaruhi
oleh resultan stresses dan strength yang paling berpengaruh pada formasi tersebut. Hal ini adalah
benar untuk mengidentifikasi orientasi dari endogenous cleat jauh lebih besar pada lapisan batu
bara yang belum diakibatkan oleh tekanan tektonik, dibanding tektoniknya telah terganggu.
Sebagai contoh, lapisan batu bara di dataran canada barat adalah horisontal (belum terdeformasi).
cleat pada lapisan batubara ini dapat dianggap berasal dari endogeneous. Lapisan batu bara ini
memperlihatkan dua pemotongan satuan siar tegak [yang] orientasi siapa diberi di bawah:
Sumber
:
batubara.htm
http://ilmupertambangan.info/2011/10/25/kenampakan-geologi-lapisan-
Download