PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN Nama

advertisement
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Nama : Muhammad Iqbal
NIM : 105020204111012
Schiffman, L.G., & Kanuk, L.L. dalam bukunya Consumer Behaviour, 9th ed. New Jersey,
Pearson Prentice Hall mengatakan bahwa keputusan konsumen untuk membeli atau tidak
membeli suatu produk atau jasa merupakan saat yang penting bagi pemasar. Keputusan ini
dapat menandai apakah suatu strategi pemasaran telah cukup bijaksana, berwawasan luas,
dan efektif, atau apakah kurang baik direncanakan atau keliru menetapkan sasaran.
Keputusan merupakan seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih.
Riset konsumen eksperimental mengungkapkan bahwa menyediakan pilihan bagi konsumen
ketika sesungguhnya tidak ada satu pun pilihan, dapat dijadikan strategi bisnis yang tepat,
strategi tersebut dapat meningkatkan penjualan dalam jumlah yang sangat besar.
TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Terdapat tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen spesifik, yaitu:
1. Pemecahan masalah yang luas, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk
menetapkan serangkaian kriteria yang berguna menilai merek-merek tertentu dan banyak
informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan.
2. Pemecahan masalah yang terbatas, konsumen tetal menetapkan criteria dasar untuk menilai
kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut.
3. Perilaku sebagai respon yang rutin, konsumen telah memepunyai beberapa pengalaman
mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk
menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan.
MODEL
KEPUTUSAN:
KEPUTUSAN KONSUMEN
EMPAT
PANDANGAN
MENGENAI
PENGAMBILAN
Teori-teori pengambilan keputusan konsumen bervariasi, tergantung kepada asumsi peneliti
mengenai sifat-sifat manusia. Terdapat empat pandangan atas pengambilan keputusan
konsumen:
1. Pandangan ekonomi, konsumen sering dianggap sebagai pengambil keputusan yang
rasional.
2. Pandangan pasif, menggambarkan konsumen sebagai orang yang pada dasarnya tunduk
pada kepentingan melayani diri dan usaha promosi para pemasar. Para konsumen dianggap
sebagai pembeli yang menurutkan kata hati dan irasional.
3. Pandangan kognitif, menggambarkan konsumen berada diantara pandangan ekonomi dan
pandangan pasif yang ekstrim, yang tidak (atau tidak dapat) memperoleh pengetahuan yang
mutlak mengenai semua alternatif produk yang tersedia dan karena itu tidak dapat
mengambil keputusan yang sempurna, namun secara aktif mencari informasi dan berusaha
mengambil keputusan yang memuaskan.
4. Pandangan emosional, mengambil keputusan yang emosional atau impulsive (menurutkan
desakan hati)
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Model dalam pengambilan keputusan mempunyai tiga komponen utama yaitu:
1. Masukan (input), komponen ini mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai
sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan
perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama dalam faktor masukan ini
adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosiobudaya di luar pemasaran.
2. Proses, komponen ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Tindakan
pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap, yaitu: (a) Pengenalan kebutuhan,
(b) Penelitian sebelum pembelian, dan (c) Penilaian berbagai alternatif. Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan pencarian informasi sebelum pembelian, yaitu: (a) Faktor-faktor
produk (lamanya waktu antar pembelian, perubahan model produk, perubahan harga,
jumlah pembelian, harga yang tinggi, merk alternatif yang banyak, berbagai macam
keistimewaan), (b) Faktor situasi (pengalaman, dapat diterima secara sosial, pertimbangan
yang berhubungan dengan nilai), dan (c) Faktor produk (karakteristik demografis
konsumen, kepribadian). Berbagai isu dalam mengevaluasi alternative, yaitu: (a) Rangkaian
merek yang diminati, mengacu pada merk-merk khusus yang dipertimbangkan konsumen
dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu, (b) Kriteria yang Dipakai
untuk Mengevaluasi Merek, merupakan rangkaian merk yang mereka minati biasanya
dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting, (c) Consumer Desicion Rules,
merupakan prosedur yang digunakan oleh konsumen untuk memudahkan pemilihan merk,
(d) Gaya Hidup sebagai Suatu Strategi Pengambilan Keputusan Konsumen, berpengaruh
pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari. (e) Incomplete Information and
Noncomparable Alternatives, dalam berbagai situasi pilihan para konsumen menghadapi
informasi yang tidak lengkap sebagaid asar keputusan dan harus menggunakan berbagai
strategi alternative untuk mengatasi unsur-unsur yang hilang, (e) Series of Decisions
(Serangkaian Keputusan), dalam suatu pembelian dapat mencakup sejumlah keputusan. (f)
Aturan Pengambilan Keputusan dan Strategi Pemasaran, pengertian mengenai kaidah
keputusan mana yang akan digunakan konsumen dalam memilih produk atau jasa tertentu
sangat berguna bagi pemasar yang berkepentingan untuk merumuskan program promosi, (g)
Visi Konsumsi, sebagai gambaran pengambilan keputusan yang tidak ortodoks, tetapi
mungkin sekali akurat dalam situasi kurangnya pengalaman konsumen dan tidak
terstrukturnya maslah dengan baik, maupun dalam situasi yang diliputi emosi yang dalam.
3. Keluaran (output), komponen ini menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang
berhubungan erat: perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari dua
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya.
PERILAKU KONSUMEN UNTUK MEMBERI HADIAH
Perilaku memberi hadiah didefinisikan sebagai proses pertukaran hadiah yang terjadi antara
pemberi dan penerima. Proses pertukaran hadiah merupakan bagian perilaku konsumen yang
penting. Terdapat lima jenis pemberian hadiah dan penerimaan hadiah, yaitu:
1. Pemberian hadiah antar kelompok (sebuah kelompok memberikan hadiah kepada kelompok
lain),
2. Pemberian hadiah antar kategori (seorang individu memberikan hadiah kepada sebuah
kelompok atau sebuah kelompok memberikan hadiah kepada seorang individu),
3. Pemberian hadiah di dalam kelompok (sebuah kelompok memberikan hadiah kepada
dirinya sendiri atau kepad para anggotanya),
4. Pemberian hadiah antar perorangan (seorang individu memberikan hadiah kepada individu
lain), dan
5. Pemberian hadian pada diri sendiri (hadiah untuk diri sendiri).
HAL-HAL di LUAR KEPUTUSAN: MENGKONSUMSI dan MEMILIKI
Perilaku konsumen tidak hanya mengambil keputusan pembelian atau perbuatan membeli, ia
juga mencakup berbagai pengalaman yang dihubungkan dengan pemakaian atau konsumsi
berbagai produk dan jasa. Pengalaman memakai produk dan jasa maupun perasaan senang
yang berasaldari memiliki, mengumpulkan atau mengkonsumsi barang-barang dan berbagai
pengalaman menyumbang kepada kepuasan konsumen dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Pemasaran berdasarkan hubungan menjadi demikian penting karena konsumen sekarang ini
kurang setia dibandingkan masa lalu, hal ini disebabkan enam kekuatan utama: berlimpahnya
pilihan, tersedianya informasi, perasaan berhak, pengkomoditian, ketidakkokohan (masalah
keuangan konsumen menurunkan kesetiaan) dan kekurangan waktu (tidak cukup waktu untuk
setia).
Pemasaran berdasarkan hubungan mempengaruhi keputusan konsumen dan kepuasan
konsumsi mereka. Pemasaran berdasarkan hubungan adalah hal-hal yang berhubungan
dengan membangun kepercayaan dan memegang janji yang dibuat oleh para konsumen.
Dalam hal ini digunakan untuk mengembangkan ikatan jangka panjang dengan para
pelanggan dengan membuat mereka merasa istimewa dan memberikan berbagai pelayanan
khusus kepada mereka.
Bilson Simamora (2003: 37) mengungkapkan bahwa merek memiliki image (brand image)
dan untuk memudahkan deskripsi image, konsumen melakukan asosiasi merek. Asosiasi
merek adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi ini
tidak hanya ada tetapi mempunyai sebuah kekuatan (A.B Susanto & Himawan Wijanarko,
2004: 132). Merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk menggunakannya sebagai
faktor penentu dalam pemilihan keputusan pembelian, sedangkan syarat yang kuat adalah
citra merek (brand image). Citra merek merupakan interprestasi akumulasi berbagai
informasi yang diterima konsumen.Yang menginterpretasikan adalah konsumen dan yang
diinterpretasikan adalah informasi. Hasil interpresentasi bergantung pada dua hal.
Pertama, bagaimana konsumen melakukan interpresentasi dan kedua, informasi apa yang
diinterpresentasikan. (Bilson Simamora, 2003:92).
Menurut David A.Aker dalam Freddy Rangkuti (2002 : 45) citra merek terdiri dari dua faktor
utama yaitu :
a. Faktor fisik, merupakan karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain, kemasan,
logo, nama merek, fungsi, dan kegunaan produk dari merek itu.
b. Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai dan kepribadian yang dianggap
oleh konsumen dapat menggambarkan produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat
kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu, sehingga
dalam citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor fisik merek
tertentu.
Menurut Fandy Tjiptono (2002:22) perilaku konsumen merupakan tindakan yang secara
langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menentukan produk dan jasa, termasuk proses
pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut. Dari
pengertian ini dapat diketahui bahwa pemahama terhadap perilaku konsumen bukanlah
pekerjaan yang mudah, tetapi cukup sulit dan kompleks, khususnya disebabkan oleh
banyaknya variabel yang mempengaruhi dan variabel – variabel tersebut cenderung saling
berinteraksi. Tahap – tahap proses keputusan pembelian menurut Philip Kotler (2008:179)
adalah sebagai berikut :
1. Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Kebutuhan itu dapat
digerakkan oleh rangsangan dari dalam atau dari luar pembeli.
2. Pencarian informasi
Konsumen dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, meliputi :
a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b. Sumber komersil : iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan, pameran.
c. Sumber publik : media massa, organisasi konsumen.
d. Sumber eksperensal : pernah menangani, menguji dan menggunaksn produk tersebut.
3. Evaluasi alternatif
Dalam tahap ini tidak ada suatu proses evaluasi yang mudah dan tunggal yang dapat
dipergunakan untuk semua konsumen atau bahkan oleh seorag konsumen dalam semua
situasi pembeliannya.
4. Keputussan pembelian
Tahap ini diawali dengan tahap penilaian berbagai alternatif yang dapat dilihat dari atribut –
atribut yang melekat pada produk itu. Dengan indikasi itu konsumen membentuk pilihan.
Namun ada dua faktor yang mempengaruhi pada saat memilih, yaitu sikap pada orang lain
dan kejelekan suatu produk.
5. Perilaku setelah pembelian
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan. (Jurnal: Dessy Amelia Fristiana)
Beragam faktor dapat mempengaruhi konsumen dalam mempercayakan tempat berbelanja.
Citra merek yang baik dapat dijadikan kekuatan oleh perusahaan ritel untuk menarik
konsumen. Harga produk yang murah dan terjangkau dengan daya beli konsumen pun akan
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk meningkatkan keputusan pembelian sebaiknya Ramai
Swalayan Peterongan menjaga citra mereknya khususnya dalam kenyamanan dan pelayanan,
dan mempertahankan harga yang murah.
Memahami persepsi konsumen merupakan hal yang penting bagi para pemasar dan produsen.
Produsen dan pemasar selalu berharap bahwa para konsumen akan menyukai iklan produk
yang mereka buat, kemudian menyukai produknya, dan membelinya. Produsen, pemasar, dan
agen pembuat iklan tentunya tidak mau dana yang mereka keluarkan untuk promosi iklan
terbuang percuma karena konsumen tidak memperhatikan, memahami, atau bahkan
mengingat produk dan merek produk yang diiklankannya. Oleh karena itu, penting bagi
pihak-pihak tersebut untuk memahami bagaimana konsumen mengolah informasi, supaya
mereka dapat merancang proses komunikasi yang efektif bagi konsumen.
Engel, et.al. dalam Sumarwan (2002) mengutip pendapat William McGuire yang menyatakan
bahwa ada lima tahap pengolahan informasi (the information processing model), yaitu
sebagai berikut :
1. pemaparan (exposure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan konsumen menyadari
stimulus tersebut melalui pancainderanya.
2. perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap
stimulus yang masuk.
3. pemahaman (comprehension) : interpretasi terhadap makna stimulus.
4. penerimaan (acceptance) : dampak persuasif stimulus kepada konsumen.
5. retensi (retention) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang
(long-term memory).
Tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman oleh Mowen dalam Sumarwan (2002) disebut
sebagai persepsi, dan kemudian didefinisikan sebagai perception is the process through which
individuals are exposed to information, attend to that information, and comprehend it.
Menurut Sciffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002), perception is defined as the process
by which an individual selects, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and
coherent picture of the world. Persepsi dapat dideskripsikan dengan bagaimana kita melihat
dunia sekitar kita. Dua orang yang menghadapi objek atau stimuli yang sama, dalam kondisi
yang sama pula, akan mengenali, memilih, menyusun, dan menginterpretasikan stimuli
tersebut dengan cara berbeda sesuai dengan kebutuhan, nilai dan ekspektasi masing-masing.
Identitas merek adalah apa yang disodorkan oleh pemasar, sedangkan citra adalah apa yang
dipersepsikan oleh konsumen. Identitas merupakan pendahuluan dari citra. Identitas merek
bersama dengan sumber-sumber informasi yang lain dikirimkan kepada konsumen melalui
media komunikasi. Informasi ini berfungsi sebagai stimulus yang diserap oleh indera, lalu
ditafsirkan oleh konsumen. Proses penafsirannya dilakukan dengan membuat asosiasi
berdasarkan pengalaman masa lalu dan kemudian mengartikannya. Proses ini disebut sebagai
persepsi. Berdasarkan persepsi konsumen tersebut, citra merek terbentuk (Susanto dan
Wijanarko, 2004).
Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan
ingatannya mengenai suatu merek. Asosiasi merek umumnya menjadi pertimbangan atau
pijakan konsumen dalam keputusan pembeliannya. Berbagai asosiasi merek yang saling
berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut dengan brand image. Brand
image yang ada di benak konsumen dapat terbentuk secara langsung melalui pengalaman
konsumen dan kontak konsumen tersebut dengan produk, merek, pasar sasaran atau situasi
pemakaian, maupun secara tidak langsung yaitu melalui iklan dan komunikasi gethok tular
atau word of mouth. Kesan-kesan yang terkait akan semakin meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin
seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Brand image atau
brand association merupakan deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap
merek tertentu (Tjiptono, 2005).
Jefkins dalam Kembaren (2007) menyimpulkan bahwa secara umum citra diartikan sebagai
kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan
dan pengalamannya. Jefkins juga menyatakan bahwa citra adalah kesan yang diperoleh
berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta atau kenyataan. Menurut
Jefkins ada beberapa jenis citra yaitu:
1. The mirror image (citra bayangan), yaitu bagaimana dugaan (citra) manajemen terhadap
publik eksternal dalam melihat perusahaan.
2. The current image (citra yang berlaku), yaitu citra yang terdapat pada publik eksternal
berdasarkan pengalaman atau menyangkut miskinnya informasi dan pemahaman publik
eksternal. Citra ini bisa berbeda atau bahkan bertentangan dengan mirror image.
3. The wish image (citra yang diharapkan), yaitu citra yang diinginkan oleh pihak
manajemen, yang juga bisa saja tidak sama dengan citra yang berlaku. Citra ini diterapkan
untuk sesuatu yang baru sebelum publik eksternal memperoleh informasi secara lengkap.
Biasanya citra yang diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada.
Namun secara umum, wish image memang selalu berkonotasi lebih baik.
4. The multiple image (citra yang majemuk),
yaitu sejumlah individu, unit, kantor cabang atau perwakilan perusahaan lainnya dapat
membentuk citra tertentu yang belum tentu sesuai dengan keseragaman citra dari seluruh
organisasi atau perusahaan. (jurnal: Mida Kusumah Eriquina)
Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki
oleh merek tersebut. Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2004) asosiasi-asosiasi yang
terkait dengan suatu merek berhubungan dengan hal-hal berikut:
1. Product attributes (atribut produk)
Mengasosiasikan merek suatu produk melalui atribut atau karakteristik yang dimiliki oleh
suatu produk. Asosiasi ini efektif untuk dikembangkan karena jika atribut tersebut bermakna,
asosiasi dapat langsung menjadi dasar pengambilan keputusan pembelian. Pada produk
SimCard yang tergolong atribut produk antara lain meliputi semua bentuk produk, fitur dan
fasilitas utama yang disediakan oleh operator, seperti SimCard, sinyal, jaringan, fasilitas
SMS, MMS, Internet, dsb.
2. Intangibles attribute (atribut tak berwujud)
Mengasosiasikan merek melalui atribut tak berwujud dari suatu produk. Pada produk
SimCard yang tergolong atribut tak berwujud yaitu layanan customer service, pembayaran
tagihan, fitur atau fasilitas tambahan seperti call barring, flexi combo, ring back tone, dsb.
3. Customer’s benefit (manfaat bagi pelanggan)
Mengasosiasikan merek melalui manfaat yang diberikan. Manfaat bagi pelanggan terbagi
menjadi dua yaitu rational benefit (manfaat rasional) dan psychological benefit (manfaat
psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi
bagian dari pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis merupakan
konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang
ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tertentu.
4. Relative price (harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek melalui penentuan posisi merek dalam satu atau dua dari
tingkat harga. Pada produk simCard, yang termasuk ke dalam atribut harga relatif adalah
harga starterpack, harga vocher isi ulang, tarif percakapan, serta tarif SMS/MMS/Internet.
5. Application (penggunaan)
Mengasosiasikan merek tertentu dengan suatu penggunaan atau situasi tertentu.
6. User/customer (pengguna/pelanggan)
Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pelanggan dari produk tertentu.
7. Celebrity/person (orang terkenal)
Mengasosiasikan sebuah merek dengan artis atau orang terkenal dimana artis atau orang
terkenal tersebut dianggap dapat mentransfer asosiasi yang kuat ke dalam sebuah merek
tertentu.
8. Life style (gaya hidup/kepribadian)
Mengasosiasikan sebuah merek dengan suatu gaya hidup. Asosiasi ini didasarkan pada suatu
penemuan bahwa para pelanggan merek tertentu memiliki kepribadian dan karakteristik gaya
hidup yang hampir sama.
9. Product class (kelas produk)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
10. Competitors (para pesaing)
Mengasosiasikan sebuah merek secara sama dengan pesaing atau bahkan lebih unggul dari
pesaing.
11. Country/geographic area (Negara/wilayah geografis)
Mengasosiasikan suatu merek dengan sebuah Negara. Sebuah negara dapat menjadi simbol
yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.
Pada pasar yang sangat kompetitif, merek mempunyai peranan yang sangat penting sebagai
pembeda. Produk yang ada, mudah sekali untuk ditiru. Namun merek, khususnya brand
image (citra merek) yang terekam dalam benak konsumen tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang
kuat dan spesifik, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru dan
mempertahankan yang sudah ada serta meminta pelanggan membayar dengan harga tinggi.
Produk yang akan diluncurkan dipersiapkan dengan matang dan diberi nama yang sesuai agar
dapat diterima oleh pasar. Berdasarkan hasil segmentasi, penetapan target, dan penempatan
posisi, lalu dilakukan penempatan posisi merek (brand positioning). Merek yang mewakili
produk ini diposisikan di benak konsumen. Merek ini diberi identitas (brand identity) yang
didukung dengan kepribadian (strategic brand personality) agar mengena di hati konsumen
yang menjadi sasarannya. Konsumen akhirnya mengenal merek itu (brand awareness) dan
kemudian mempunyai kesan tertentu terhadapnya (brand image). Jika konsumen telah
mengenal sebuah merek, maka konsumen tersebut akan mengasosiasikannya dengan
serangkaian atribut dan meletakannya dalam ingatan mereka. Agar mempunyai brand image
yang kuat, konsistensi dalam mengkomunikasikan kepribadian merek yang sesuai dengan
penempatan posisi produk perlu diperhatikan (Susanto dan Wijanarko, 2004).
Download