1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi
struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan
berumur pendek. Hemoglobinopati secara umum diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu thalassemia yang disebabkan oleh penurunan sintesis rantai globin yang
merupakan pembentuk hemoglobin (Ghodekar et al., 2010) dan varian Hb akibat
perubahan asam amino penyusun polipeptida. Kelainan tersebut dapat disebabkan
oleh perubahan nukleotida yang menyebabkan sintesis rantai globin menurun
bahkan tidak disintesis sama sekali. Perubahan nukleotida juga dapat
menyebabkan perubahan urutan asam amino yang berpengaruh terhadap struktur
dan fungsi protein, sehingga dalam beberapa kasus kelainan tersebut dapat
mengubah stabilitas atau fungsi hemoglobin dan menyebabkan gangguan klinis
(Weatherall et al., 2006). Thalassemia merupakan kelainan genetik yang
diakibatkan oleh adanya gangguan sintesis rantai globin
Thalassemia dapat
digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan letak mutasinya pada gen globin,
yaitu thalassemia α dan thalassemia β. Thalassemia α disebabkan adanya mutasi
pada gen HBA yang berada pada kromosom 16, sedangkan thalassemia β
disebabkan adanya mutasi pada gen HBB yang berada pada kromosom 11
(Galanello, 2010). Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) pada
2
tahun 2010, 7% dari total penduduk dunia merupakan pembawa sifat thalassemia
dan tiap tahunnya terjadi 300 ribu kelahiran baru thalassemia. Prevalensi
meningkat bila hal ini tidak mendapatkan perhatian dan tidak dilakukan upaya
pencegahan. Meningkatnya jumlah penyandang thalassemia di dunia khususnya
di Indonesia karena pemahaman masyarakat terhadap thalassemia masih rendah.
Berdasarkan data secara global terhitung sekitar 30 ribu dollar Amerika Serikat
per anak dalam setahun yang dibutuhkan untuk pengobatan thalassemia,
sedangkan di Indonesia sekitar 200 sampai 300 juta rupiah per anak dalam satu
tahun (Anonymous, 2012).
Thalassemia α terjadi akibat adanya mutasi pada gen HBA yang
menyebabkan produksi rantai globin α berkurang (thalassemia α+) atau tidak
disintesis sama sekali (thalassemia α0). Jika rantai globin α tidak disintesis sama
sekali dapat menyebabkan kematian pada janin yang dikenal dengan Hb Bart
Hydrops Fetalis Syndrome (Higgs et al., 2005). Thalassemia α yang umum terjadi
di Asia Tenggara adalah thalassemia α°/thalassemia α tipe 1 (delesi yang
melibatkan dua gen globin α) dan thalassemia α+/thalassemia α tipe 2 (delesi yang
melibatkan satu gen globin α). Delesi dua gen globin α yang paling umum adalah
tipe South East deletion (SEA deletion) dan delesi satu gen globin α yang paling
umum adalah tipe 3,7 kb dan 4,2 kb. Genotip thalassemia α dapat berupa
homozigot atau heterozigot (Pagon et al., 2013). Uji indeks sel darah merah
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada ukuran (volume)
3
sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin yang ada didalam sel darah merah,
sedangkan analisis hemoglobin merupakan pemeriksaan hematologi untuk
mengetahui kadar hemoglobin normal dan dan abnormal (Hb variant)
(Eleftheriou, 2007).
Mutasi thalassemia α yang paling sering ditemukan pada pasien
thalassemia yang dirujuk di klinik genetik GENNEKA Lembaga Eijkman adalah
thalassemia α tipe 1 dan thalassemia α tipe 2 seperti yang umumnya ditemukan di
populasi Asia Tenggara dan Afrika serta Indian. Pada pasien atau pembawa sifat
thalassemia α di Indonesia terutama yang berlatar belakang etnik Jawa cukup
sering didapatkan mutasi non delesi yaitu mutasi titik pada kodon 59 (Cd 59,
GGCglisin →GACaspartat) pada gen HBA2 yang mengubah asam amino posisi 59
dari glisin menjadi aspartat. Bahkan beberapa pasien dengan kasus hidrops fetalis
ditemukan membawa mutasi titik Cd 59 homozigot (Nainggolan et al., 2010).
Pasien thalassemia α bergenotip heterozigot ganda dengan mutasi Cd 59 pada
salah satu alelnya cukup banyak dilaporkan (Nainggolan at el., 2013). Mutasi non
delesi lain yang sering terjadi di Asia Tenggara khususnya di Thailand dan Laos
adalah mutasi titik yang disebabkan oleh mutasi substitusi menghasilkan mutasi
Hb CS. Kodon terminal TAA yang merupakan stop kodon mengalami mutasi
menjadi CAA yang mengkode glutamin (Cd142, TAAstop→CAAglutamin) sehingga
mRNA ditranskripsikan sampai stop kodon berikutnya dan menghasilkan rantai
4
globin α yang lebih panjang dari normal. Rantai globin yang lebih panjang ini
bersifat kurang stabil sehingga sintesis rantai globin α menurun.
Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa frekuensi pembawa sifat
thalassemia alfa berat (α0) berdasarkan mean corpuscular hemoglobin (MCH) di
populasi Jawa, Sulawesi dan Sumatera Selatan yaitu 2.6-3.2%. Frekuensi
pembawa sifat thalassemia ringan (α+) di populasi Jawa yaitu sebesar 2.7%, di
Sumatera Selatan sebesar 10% dan populasi Sulawesi Selatan sebesar 11%
(Setianingsih et al.,2003).
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian thalassemia yang
dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pada Populasi Sulawesi,
Sumatera dan Jawa. Deteksi mutasi yang telah dilakukan adalah delesi dua gen
globin α, yaitu tipe SEA, Fil dan Thai, dan delesi satu gen globin α, yaitu tipe 3,7
dan 4,2 kb. Deteksi mutasi non delesi seperti Cd 59 dan Hb CS belum dilakukan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan deteksi mutasi lanjutan yaitu
mutasi-mutasi non delesi menggunakan sampel DNA genom arsip tersebut diatas
yang diduga sebagai pembawa sifat thalassemia α tetapi belum ditemukan mutasi
penyebab thalassemia α. Jenis mutasi thalassemia α yang akan dideteksi adalah
mutasi Cd 59 dan Hb CS yang merupakan jenis mutasi non delesi yang sering
ditemukan pada pasien thalassemia α di Indonesia.
5
Penyakit thalassemia α merupakan masalah yang sangat penting di
Indonesia dan informasi mengenai mutasi Cd 59 dan Hb CS masih sangat terbatas
dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi mutasi Cd
59 dan Hb CS gen HBA2 pada populasi Sulawesi, Sumatera dan Jawa, sehingga
hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi spektrum mutasi
thalassemia  yang umum di Indonesia. Metode analisis DNA yang akan
digunakan adalah Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length
Polymorphisme (PCR-RFLP).
B. Permasalahan
Dari uraian di atas, dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah sampel DNA arsip yang diperiksa membawa mutasi Cd 59.
2. Apakah sampel DNA arsip yang diperiksa membawa mutasi Hb CS.
3. Menghitung frekuensi masing-masing mutasi Cd 59 dan Hb CS yang
ditemukan pada sampel DNA arsip dari populasi yang diperiksa.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan dan manfaat penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Mendeteksi mutasi Cd 59 pada gen globin HBA2 sampel DNA arsip
yang diperiksa.
6
b. Mendeteksi mutasi Hb CS pada gen globin HBA2 sampel DNA arsip
yang diperiksa.
c. Mengetahui frekuensi mutasi Cd 59 dan Hb CS pada sampel DNA
arsip yang diperiksa.
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang penyebaran dan frekuensi mutasi Cd
59 dan Hb CS gen HBA2 di populasi yang diperiksa.
b. Melengkapi data base spektrum mutasi thalassemia α di Indonesia
terutama pada sampel populasi yang diperiksa yang dapat menjadi
acuan untuk mendeteksi mutasi
diagnosis
prenatal
dan
konsultasi
dalam program pencegahan,
genetik,
manajemen pasien thalassemia di Indonesia.
sehingga
dalam
Download