Analisis karakterisktik reflektansi spektral

advertisement
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Teluk Jakarta
Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jawa dengan panjang pantai sejauh 72
km yang diapit oleh Tanjung Pasir di Barat dan Tanjung Karawang di timur.
Teluk Jakarta ini terletak secara geografis pada koordinat 5⁰48’29.88”- 6⁰10’30”
LS dan 106⁰33’00”- 107⁰03’00” BT. Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal
dengan variasi kedalaman sebesar 1-24 m. Terdapat 13 sungai yang bermuara ke
Teluk Jakarta diantaranya 3 sungai besar yaitu Sungai Cisadane, S. Ciliwung dan
S. Citarum, sedangkan 10 sungai kecil diantaranya S. Kamal, S. Cengkareng, S.
Angke, S. Karang, S. Ancol, S. Sunter, S. Cakung, S. Blencong, S. Grogol dan
S.Pasanggrahan (Gambar 1).
Gambar 1. Teluk Jakarta
3
4
Secara oseanografis Teluk Jakarta merupakan bagian dari Laut Jawa
sehingga perairan ini juga dipengaruhi oleh sifat-sifat serta perubahan yang terjadi
di Laut Jawa. Peningkatan pemanfaatan sumber daya laut merupakan fenomena
dari kemajuan teknologi dan semakin meningkatnya pula ketergantungan manusia
terhadap laut. Oleh sebab itu secara langsung maupun tidak langsung tekanantekanan yang terus meningkat akan sangat berpengaruh terhadap ekosistem
perairan Teluk Jakarta (Tarigan, 2008).
2.2 Fitoplankton
Fitoplankton atau plankton nabati merupakan penggolongan kelompok
plankton secara fungsional. Definisi plankton adalah makhluk (tumbuhan dan
hewan) yang hidupnya mengapung, mengambang atau melayang di dalam air
yang kemampuan renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga terbawa
hanyut oleh arus. Jadi fitoplankton adalah tumbuhan yang hidupnya melayang
atau mengapung dalam laut (Nontji, 2008). Fitoplankton bisa ditemukan
diseluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai kedalaman dengan
intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis.
Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autrofik,
yaitu dapat menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Fitoplankton juga
mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik karena
mengandung klorofil. Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu parameter
ekologi yang dapat menggambarkan bagaimana kondisi ekologis suatu perairan
dan merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan
(Odum,1998).
5
Kelompok fitoplankton yang sangat umum dijumpai di perairan tropis adalah
Diatom (Bacillariophyceae) dan Dinoflagellata (Dynophyceae) (Nontji, 2008).
Diatom adalah salah satu kelompok besar fitoplankton yang banyak menarik
perhatian untuk diteliti karena keberadaannya yang selalu mendominasi di
wilayah perairan laut khususnya di wilayah bersuhu dingin dan kaya nutrisi
(Raymont, 1980; Valiela, 1995 in Soedibjo, 2007). Ukuran diatom cukup
beragam, dari yang kecil berukuran sekitar 5 µm hingga yang relatif besar
berukuran 2 mm. Distribusi plankton khususnya Diatom bervariasi secara
temporal (bergantung waktu) dan spasial (menurut ruang), yang banyak
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Nontji, 2008).
Hasil penelitian Fachrul et.al (2005) menemukan 42 jenis fitoplankton dari
kelompok Diatom (21 jenis) dan non Diatom masing-masing dari kelas
Chlorophyta (3 jenis), kelas Cyanophyta (4 jenis), kelas Dinoflagellata (8 jenis)
dan kelas Tintinidae (6 jenis) pada bulan Desember 2004 di Teluk Jakarta.
Sedangkan fitoplankton yang mendominasi perairan tersebut adalah dari marga
Chaetoceros, Skeletonema dan Stephanopyxsis yang diketahui mampu bertahan di
perairan tercemar. Sementara Soedibjo (2007) menemukan 4 jenis marga
predominan (Chaetoceros, Skeletonema, Rhizosolenia, dan Bacteriastrum) pada
bulan Agustus 2003 di Teluk Jakarta. Menurut Nontji (2008) bahwa di perairan
Laut Jawa sering ditemukan populasi Skeletonema yang menyebabkan air
berwarna hijau kecoklatan, selain itu banyak juga ditemukan jenis Diatom lainnya
seperti Chetoceros, Bacteristrum dan Rhizosolenia.
6
Blooming fitoplankton umumnya ditunjukkan dengan densitas komunitas
fitoplankton yang tinggi, bahkan melampaui rata-rata kondisi eutrofik (Basmi,
1994 in Mulyasari et. al, 2003). Harmful Algal Blooms (HABs) adalah istilah
yang digunakan untuk mengacu pada pertumbuhan lebat fitoplankton di laut atau
perairan payau yang dapat menyebabkan kematian missal ikan, mengontaminasi
makanan bahari dengan toksin (racun yang diproduksi oleh fitoplankton) dan
mengubah ekosistem sedemikian rupa yang dipersepsikan manusia sebagai
mengganggu (harmful) (GEOHAB, 2000 in Nontji, 2008). Toksin dari spesies
yang berbahaya terkonsentrasi di jaringan kerang dan dampak dari toksin terlihat
setelah mengkonsumsi jaringan tersebut. Orang yang memakan makanan bahari
yang terkontaminasi toksin HAB dapat menderita keracunan, tergantung jenis
toksin yang diproduksi oleh biota HAB. Sebagian grup dari alga tidak
mengandung toksin, tetapi jika memiliki biomassa yang sangat tinggi dapat
berdampak negatif karena penurunan kandungan oksigen terlarut (Van-der-Woerd
et. al, 2005).
Sebelumnya juga dikenal istilah red tide untuk menggambarkan ledakan populasi
fitoplankton yang dapat mengubah warna air laut. Tetapi istilah ini sering menyesatkan
karena tidak selalu ledakan populasi fitoplankton ini berwarna merah (red), bisa kuning,
hijau, kecokelat-cokelatan. Selain itu, ledakan populasi ini tidak berkaitan dengan
tide alias pasang surut (Nontji, 2008).
Jenis plankton yang potensial sebagai penyebab Harmful Algal Bloom
(HAB) yang terdapat di perairan Teluk Jakarta adalah dari filum Dinoflagellata
seperti: Ceratium, Dinophysis, Gonyaulax dan Gymnodium. Filum
Bacillariophyceae adalah genus Nitzchia, Chaetocheros dan Thalassiosira,
7
sedangkan dari filum Cyanophyceae adalah genus Trichodesmium (Mulyasari
et.al, 2003). Spesies yang menjadi penyebab HAB, akan menjadi bahaya pada
saat kelimpahan lebih besar dari 103 sel/l. Sedangkan untuk fitoplankton yang
bukan HAB akan menjadi bahaya pada saat kelimpahan lebih besar dari 106 sel/l.
2.3 Klorofil-a
Menurut Nontji (1984) klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang
paling penting bagi pertumbuhan yang ada di perairan khususnya fitoplankton dan
dikandung oleh sebagian besar dari jenis fitoplankton yang hidup di laut. Klorofil
memegang posisi kunci dalam reaksi fotosintesis yang memegang peranan dalam
produktivitas perairan (Nontji, 2008).
Klorofil-a berpotensial sebagai indikator untuk estimasi biomassa dari
fitoplankton yang diteliti secara ekstensif (Alarcon, et.al, 2006). Sifat klorofil
yang dapat menyerap dan memantulkan spektrum cahaya tertentu dimanfaatkan
untuk mendeteksi sebaran klorofil fitoplankton di permukaan laut dari satelit.
Individu fitoplankton memang berukuran sangat kecil, akan tetapi bila berada
dalam satu komunitas maka warna hijau yang menjadi ciri khas klorofil
fitoplankton dapat diindera melalui satelit. Kandungan klorofil-a disuatu perairan
dapat digunakan untuk menghitung biomassa fitoplankton (Nontji, 1987).
Penginderaan terhadap fitoplankton didasarkan pada kenyataan bahwa semua
fitoplankton mengandung klorofil, pigmen berwarna hijau yang ada pada setiap
tumbuhan. Klorofil cenderung menyerap warna biru dan merah serta
memantulkan warna hijau (Nontji, 2008).
8
Penelitian mengenai konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta telah banyak
dilakukan. Menurut Wouthuyzen (2007) dengan mengekstraksi konsentrasi
klorofil-a melalui citra MODIS dapat diestimasi konsentrasi klorofil-a rata-rata 10
tahun untuk keseluruhan Teluk Jakarta berkisar 0.323-2.965 mg/m3. Wouthuyzen
(2007) juga mengembangkan sistem peringatan dini untuk menduga kejadian
marak algae di Teluk Jakarta dengan mengelompokkan konsentrasi klorofil-a
perairan dalam kriteria aman (< 5 mg/m3), hati-hati (5- 10 mg/m3) dan bahaya
(≥10 mg/m3). Kriteria bahaya dapat mengindikasikan terjadinya eutrofikasi di
Teluk Jakarta.
2.4 Coloured Dissolved Organic Matter (CDOM)
CDOM atau Yellow Substances adalah suatu kelompok unsur organik yang
dan terdiri dari asam fulvic dan humic (Nurjannah, 2000). Menurut Hansell dan
Clarson (1998) in Hu et al. (2006) CDOM merupakan bagian dari Dissolved
Organic Matter (DOM) di laut. DOM dalam perairan laut sangat kompleks dan
umumnya mudah terurai. Kelompok organik terlarut ini sangat penting secara
biokimia terutama sebagai energi bagi mikroorganisme. CDOM kemungkinan
berasal dari sel fitoplankton dan partikel-partikel organik lainnya dari sumber
yang jauh. Sebagai contoh sungai yang mengalir sepanjang daerah yang kaya
akan unsur organik akan mengakumulasi banyak sekali CDOM sepanjang
lintasan sungai tersebut (Nurjannah, 2000).
CDOM berperan penting di ekosistem akuatik dan berpengaruh terhadap
warna dan kualitas perairan tersebut (Kirk 1983, Dera 1992, Lindell and Rai 1994
9
in Toming et al 2009). CDOM dapat mengurangi sifat optik perairan pada
panjang gelombang tampak (400-700 nm ) dan ultraviolet (280-400 nm). CDOM
bersaing dengan fitoplankton dan tanaman akuatik lainnya dalam menangkap
energi cahaya.
2.5 Karakteristik Sensor MODIS
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) adalah salah satu
sensor penting dalam satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM). Garis edar
satelit Terra di sekitar bumi di atur sedemikian waktu sehingga melintas dari utara
ke selatan dan melewati garis khatulistiwa pada pagi hari, sedangkan satelit Aqua
melintas dari selatan ke utara dan berada di garis khatulistiwa di sore hari.
TERRA MODIS dan Aqua MODIS mengamati keseluruhan permukaan bumi
setiap 1 hingga 2 hari, dan memperoleh data dari 36 spektral kanal. Sensor
MODIS dilengkapi dengan sensitifitas radiometrik tinggi (12 bit) dengan
memiliki 36 spektral kanal yang berkisar pada panjang gelombang 0.4-14.4 µm.
Untuk kanal 1 dan 2 memiliki resolusi spasial 250 m, kanal 3-7 sebesar 500 m dan
kanal 8-36 sebesar 1 km (Maccherone, 2005).
Adapun spesifikasi dari sensor MODIS antara lain dapat ditampilkan pada
Tabel 1. (Maccherone, 2005).
10
Tabel 1. Spesifikasi sensor MODIS
Orbit
705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) or 1:30 p.m.
ascending node (Aqua), sun-synchronous
Luas Liputan
2330 km dengan10 km (sepanjang nadir)
Ukuran
1.0 x 1.6 x 1.0 m
Berat
228.7 kg
Tenaga
162.5 W
Kuantisasi Data
12 bit
Resolusi spasial
250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36)
Umur Desain
6 tahun
2.6 Karakteristik Spektral Fitoplankton
Menurut Liew et.al (2000) reflektansi spektral merupakan rasio dari radiansi
yang dideteksi dari permukaan target terhadap total radiansi yang datang.
Karakteristik reflektansi dari permukaan bumi mungkin bisa diukur dengan
pengukuran bagian dari energi yang masuk yang direflektansikan. Pengukuran ini
merupakan fungsi dari panjang gelombang yang disebut reflektansi spektral (Rλ).
Secara matematika reflektansi spektral diperoleh dari
………………………………………………………………(1)
Keterangan :
adalah energi dari panjang gelombang λ yang direfleksikan oleh objek dan
adalah energi dari panjang gelombang λ yang masuk pada objek.
11
Grafik dari reflektansi spektral suatu objek sebagai fungsi dari panjang
gelombang disebut dengan kurva reflektansi spektral. Bentuk dari kurva
reflektansi spektral memberikan informasi mengenai karakteristik objek dan
berpengaruh kuat dalam pemilihan saluran panjang gelombang pada penginderaan
jauh untuk terapan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1979)
Menurut Barale (1987) in Susilo dan Gaol (2008) bahwa pada umumnya
fitoplankton dan produk-produk turunannya, bahan-bahan sedimen anorganik dan
bahan-bahan hasil penghancuran organisme laut dan teresterial (disebut juga
sebagai yellow substance) menjadi bahan utama yang mempengaruhi ocean color.
Liew et.al (2000) telah mengklasifikasikan 8 tipe blooming fitoplankton
berdasarkan reflektansi objek dari data penginderaan jauh yaitu SeaWiFS dan
MERIS. Kedelapan jenis fitoplankton tersebut antara lain: Trichodesmium, chain
forming diatoms/Skeletonema, Cochlodinium, Ceratium dan Pyrodinium
bahamense, Dinoflagellates, Diatoms, Skeletonema, dan gabungan
Protoperidinium dan Ceratium.
2.7 Sifat Optik Kolom Air
Sifat optik laut secara umum dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu (1) sifat
penyerapan atau absorption , (2) sifat pemencaran atau scattering, (3) sifat
pemantulan atau reflection atau backscattering, (4) sifat penerusan atau
transmission dan (5) sifat pemancaran kembali atau emission. Seluruh sifat optik
laut tersebut sangat penting di dalam penginderaan jauh kelautan. Walaupun
demikian untuk penginderaan jauh obyek-obyek biologis laut, khususnya untuk
12
deteksi fitoplankton dan produktivitas primer laut maka sifat pemantulanlah yang
paling penting (Susilo dan Gaol, 2008)
Absorpsi dibagi tiga yakni kontribusi dari air laut jernih (aw), fitoplankton
(aΦ) dan CDOM (aCDOM); backscatter (hamburan-balik) dibagi menjadi dua,
yakni kontribusi dari air laut jernih (bbw), partikel(bbp) dan CDOM (bCDOM).
Distribusi spektral dari irradiansi perairan ditentukan oleh proses absorbsi dan
backscatter (hamburan-balik) dari berbagai jenis komponen dalam air tersebut.
Karakteristik spektral dari komponen tersebut dapat ditentukan dengan rasio
variabel dari komponen-komponen tersebut ( Spinrad, et al. 1994). Menurut
Sathyendranath (2000) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sinyal yang
berasal dari air yakni : cahaya matahari langsung yang merambat di atmosfer lalu
penetrasi ke dalam laut dan sebagian akan diserap dan disebarkan oleh molekul
molekul air atau oleh berbagai bahan organik tersuspensi yang ada dalam air.
Tipe perairan dibagi menjadi dua (case) berdasarkan materi pembentuk warna
perairan. Case 1 merupakan daerah perairan lepas pantai, komponen utama yang
mempengaruhi sifat optik/bio-optik air laut adalah pigmen-pigmen fitoplankton
(khusunya klorofil-a). Case 2 merupakan daerah yang tidak hanya dipengaruhi
oleh fitoplankton, tetapi juga dari kandungan perairan lainnya khususnya partikel
inorganik dan yellow substance. Case 2 perairan dengan materi tersuspensi dan
atau yellow substance yang mungkin memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap sifat optik perairan. Gambar dari kedua tipe perairan terlihat pada
Gambar 2. Sifat optik perairan (absorpsi atau reflektansi) pada beberapa panjang
gelombang, waktu dan lokasi tertentu dipengaruhi oleh fitoplankton, padatan
tersuspensi dan yellow substances.
13
Yellow substances kemungkinan berasal dari sel-sel fitoplankton dan partikelpartikel organik lainnya dari sumber yang jauh. Yellow substances lebih banyak
terakumulasi pada daerah yang lebih dalam dibandingkan kolom air (Nurjannah,
2006).
Gambar 2. Diagram dari perairan Case 1 dan 2 (Prieur and Sathyendranath ,1981
in Sathyendranath, 2000).
Download