TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Kucing

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kucing
Kucing termasuk keluarga Felidae, termasuk di dalamnya spesies kucing
besar seperti singa, harimau dan macan. Kucing tersebar secara luas di seluruh
Eropa, Asia Selatan dan Tengah, dan Afrika (RED 2003). Saat ini, kucing
merupakan salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Suwed & Budiana
2006). Klasifikasi biologi kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan Fowler
(1993) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Carnivora
Subordo
: Conoidea
Famili
: Felidae
Subfamili
: Felinae
Genus
: Felis
Spesies
: Felis domestica
Kucing telah mengalami domestikasi dan hidup dalam simbiosis
mutualistik dengan manusia. Domestikasi pertama yang dilakukan manusia terjadi
pada tahun 4000 SM di Mesir, ketika kucing dimanfaatkan sebagai hewan
penjaga. Namun demikian, hubungan manusia dengan kucing sudah dimulai dari
8000 SM ketika manusia masih hidup nomaden (Susanty 2005).
4
Gambar 1 Felis domestica.
Sumber: Bohdal (2006)
Kucing domestik atau yang biasa disebut dengan kucing kampung
merupakan kucing hasil evolusi kucing liar yang beradaptasi dengan lingkungan,
dekat dengan manusia sepanjang ribuan tahun usia kehidupan. Proses adaptasi ini
menghasilkan jenis kucing yang berbeda di berbagai wilayah (Sulaiman 2010).
Karakteristik Kucing
Perkembangan evolusi keluarga kucing terbagi dalam tiga kelompok, yaitu
Panthera, Acinonyx, dan Felis. Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya
Felis sylvestris yang kemudian berkembang menjadi kucing modern (Suwed &
Budiana 2006). Selain itu terbentuk juga ras kucing yang terjadi akibat mutasi gen
secara alami ataupun perkawinan silang. Ras kucing dapat dibedakan berdasarkan
kondisi rambut, yaitu kucing short hair, semi-long hair, variasi semi-long hair,
long hair, dan kucing tidak berambut seperti kucing Sphinx (Susanty 2005).
Seekor kucing berbulu pendek biasanya mempunyai panjang sekitar 76
cm. Beratnya sangat bervariasi antara 2.5 – 7 kg. Kucing ini anggun dengan badan
yang kokoh (Gambar 1), wajah yang membulat dengan moncong lebar, telinga
tegak, dan kumis yang baik (RED 2003).
Secara umum kucing memiliki ciri-ciri bertubuh kecil, daun telinga
berbentuk segitiga dan tegak, dan memiliki gigi taring yang sangat jelas karena
kucing merupakan karnivora sejati. Gigi premolar dan molar pertama membentuk
sepasang taring di setiap sisi mulut yang bekerja efektif untuk merobek daging
(Done et al. 2009).
5
Berbeda dengan anjing dan beruang, kucing merupakan karnivora sejati.
Kucing tidak makan apapun yang mengandung tumbuhan, sedangkan anjing dan
beruang kadang mengkonsumsi buah dan madu (Turner & Bateson 2000).
Kucing memiliki indera penciuman yang tajam karena dilengkapi dengan
alat khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya
mendeteksi bau (Meadows & Flint 2006). Selain dilengkapi dengan indera
penciuman yang tajam, kucing juga sensitif pada bunyi berfrekuensi tinggi yaitu
60 kHz sehingga dapat mendengar pekikan ultrasonik bangsa rodensia (RED
2003).
Indera penglihatan kucing dilengkapi dengan tapetum lucidum sehingga
kucing tetap dapat melihat dalam kondisi lingkungan gelap (Turner & Bateson
2000). Selain itu kucing dapat menggunakan kumisnya untuk menentukan arah
dan dapat mendeteksi perubahan angin yang amat kecil (Meadows & Flint 2006).
Kucing
domestik
dalam
kehidupannya
sangat
bergantung
pada
keahliannya dalam memburu mangsa. Oleh karena itulah kucing domestik
memiliki struktur tulang yang ramping dengan ukuran panjang dan lebar tubuh
yang seimbang dan proporsional, dan juga ditunjang oleh tulang yang kuat
sehingga membuat gerakannya semakin lincah dan mampu berlari kencang
(Suwed & Budiana 2006).
Kucing dikenal sebagai hewan penyendiri. Kucing jarang sekali
membentuk koloni dalam menjalankan kehidupannya. Setiap kucing memiliki
daerah tersendiri. Kucing jantan yang dianggap memiliki kemampuan kawin
tinggi akan memiliki daerah kekuasaan terbesar, sedangkan jantan steril memiliki
daerah paling kecil. Namun demikian tetap terdapat daerah netral, dimana kucingkucing dapat saling bertemu tanpa adanya konflik teritorial (Turner & Bateson
2000).
Masa kebuntingan kucing sekitar 63 hari, dengan kondisi anak yang
dilahirkan belum mampu berjalan dan kelopak mata masih tertutup. Mata mereka
baru terbuka pada 8-10 hari kemudian. Anak kucing sangat bergantung pada
induknya selama 6-7 minggu di awal kehidupannya, dan akhirnya dapat hidup
mandiri pada umur 10-15 bulan (RED 2003).
6
Perilaku kucing yang sangat mencolok adalah seringnya merawat diri
(grooming) dengan cara menjilat bulu mereka sendiri. Kucing termasuk hewan
yang bersih. Saliva kucing merupakan agen pembersih yang kuat. Akan tetapi,
akibat perilaku ini, dapat menimbulkan hairball atau gumpalan rambut yang bisa
menyebabkan gangguan yang bersifat patologis (Turner & Bateson 2000).
Darah
Darah merupakan cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah
yang tertutup, tersusun atas cairan ekstraseluler (cairan plasma) dan cairan
intraseluler (cairan dalam sel darah) (Vander et al. 2001). Marieb (1988)
menyatakan bahwa sel darah dibentuk oleh tiga elemen, yaitu sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit).
Volume darah kucing berkisar antara 4.7 - 6.9% berat badan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi volume darah meliputi umur, status kesehatan, makanan,
ukuran tubuh, derajat aktivitas dan lingkungan (Mitruka & Rawnsley 1977).
Darah bersirkulasi di dalam sistem vaskuler dan melaksanakan fungsinya
sebagai sistem transportasi nutrisi, oksigen, sisa-sisa metabolisme, dan hormon.
Darah berperan sebagai alat pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing yang
bersifat patogen, seperti bakteri atau virus. Selain itu,darah berfungsi pula dalam
menjaga hemostasis pada proses pembekuan darah dan persembuhan luka
(Guyton 1997). Gambaran darah kucing kampung normal dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1 Gambaran normal darah kucing
Parameter
Eritrosit (x 106/µl)
Hemoglobin (g/dl)
Hematokrit (%)
MCV (fl)
MCH (pg)
MCHC (%)
Leukosit (x103/µl)
Neutrofil (x103/µl)
Limfosit (x103/µl)
Monosit (/µl)
Eosinofil (/µl)
Basofil (/µl)
Jain (1993)
5.00 – 10.00
8.00 – 15.00
24.00 – 45.00
39.00 – 55.00
13.50 – 17.50
30.00 – 36.00
5.50 – 19.50
2.50 – 12.50
1.50 – 7.00
0 – 850
0 – 1500
0 – 143
Nilai rata-rata
(Jain 1993)
7.50
12.00
37.00
45.00
15.50
33.20
12.50
7.50
4.00
350
650
0
Wassmuth et al.
(2011)
7.00 – 10.70
11.30 – 15.50
33.00 – 45.00
41.00 – 49.00
14.00 – 17.00
3.00 – 36.00
4.60 – 12.80
2.32 – 10.01
1.05 – 6.00
46 – 678
100 – 600
0 – 143
7
Leukopoiesis
Leukopoiesis merupakan pembentukan leukosit atau sel darah putih. Selsel darah ini dibentuk dari sel stem hemopoietik pluripotensial yang berasal dari
sumsum tulang. Sel stem hemopoietik pluripotensial akan berdifereniasi menjadi
berbagai tipe sel stem committed, dimana sel-sel committed ini akan membentuk
eritrosit dan cell lineages utama leukosit, yaitu mielositik yang dimulai dari
mieloblas dan limfositik yang dimulai dari limfoblas (Shier et al. 2002).
Hormon yang mengatur dan merangsang pembentukan eritrosit dan
leukosit disebut Colony Stimulating Factor (CSF). Proses pembentukan sel
granulosit dipengaruhi oleh interleukin-3 (IL-3) dan Granulocyte Colony
Stimulating Factor (G-CSF), sedangkan pembentukan monosit dipengaruhi oleh
Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Guyton 1997).
Gambar 2 Pembentukan leukosit.
Sumber: Vander et al. (2001)
Mieloblas kemudian berkembang menjadi
promielosit, lalu mielosit,
dimana mielosit ini masing-masing akan berdiferensiasi menjadi mielosit
neutrofil, mielosit eosinosil, dan mielosit basofil. Mielosit kemudian berkembang
lagi menjadi metamielosit, sel muda dan kemudian sel dewasa. Tahap
perkembangan monosit adalah monoblas, promonosit, monosit, dan selanjutnya
akan menjadi makrofag di dalam jaringan (Ganong 1996).
8
Limfosit berasal dari sel stem dalam folikel limfatik pada nodus limfe,
limpa, timus, kemudian berkembang menjadi limfoblas, prolimfosit, hingga tahap
limfosit. Faktor yang merangsang produksi, diferensiasi, dan multiplikasi sel
progenitor
limfoid
sangat
kompleks,
diantaranya
adalah
pengaruh
microenvironmental seperti, interleukin, dan antigen (Vander et al. 2001).
Leukosit (Sel Darah Putih)
Leukosit dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi dibentuk di
jaringan limfe. Leukosit merupakan sel yang berperan dalam respon kekebalan
tubuh, dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan
berbahaya oleh tubuh seperti virus atau bakteri (Guyton 1997). Leukosit mampu
keluar dari pembuluh darah pada saat menjalankan fungsinya untuk menuju ke
jaringan yang membutuhkan (Dellmann & Brown 1989; Ganong 1996).
Leukosit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu leukosit granulosit dan
leukosit agranulosit. Jenis leukosit granulosit memiliki granula khas yang terdapat
di dalam sitoplasmanya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah neutrofil, eosinofil
dan basofil. Leukosit agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit, dimana jenis
sel ini tidak memiliki granula dalam sitoplasmanya (Ganong 1996).
Jumlah leukosit total jauh di bawah jumlah eritrosit, dan jumlah dari
masing-masing jenisnya bervariasi tergantung dari spesies hewan. Fluktuasi
jumlah leukosit total pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh kondisi
tertentu misalnya stres, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Dellmann & Brown
1989).
Respons leukosit merefleksikan adanya suatu proses fisiologis atau adanya
penyakit di dalam sistem/organ lain. Manifestasi respons lekosit berupa
peningkatan atau penurunan pada satu atau lebih jenis lekosit di dalam sirkulasi
darah (Stockham & Scott 2008).
Menurut Meyer & Harvey (2004), suatu keadaan dimana jumlah leukosit
total di dalam sirkulasi darah meningkat melebihi batas atas normal untuk spesies
tersebut disebut sebagai leukositosis. Leukositosis bisa bersifat fisiologis ataupun
patologis.
Leukositosis yang dihasilkan oleh adanya suatu aktifitas yang bersifat
psikologis dan/atau fisik disebut sebagai leukositosis fisiologis. Keadaan ini
9
sering terjadi pada kondisi stres (akut) fisik, emosi atau penyakit, dan biasanya
bersifat temporer (Jain 1993).
Menurut Stockham & Scott (2008), leukositosis yang bersifat patologis
muncul sebagai respons terhadap adanya penyakit akibat meningkatnya neutrofil
yang bersirkulasi (relatif, absolut, atau keduanya), bisa dengan atau tanpa left
shift. Peningkatan jumlah leukosit total lebih nyata terutama pada infeksi yang
bersifat lokal oleh bakteri piogenik (misalnya piometra, abses).
Leukopenia merupakan suatu keadaan dimana jumlah leukosit total yang
bersirkulasi menurun dibawah nilai referensi normal untuk spesies tersebut.
Biasanya disebabkan karena kebutuhan terhadap leukosit yang meningkat,
penurunan produksi sumsum tulang akibat penggunaan obat-obatan tertentu,
infeksi virus, dan penurunan produksi sel limfoid (Stockham & Scott 2008).
Leukosit Granulosit
Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dan dikeluarkan ke dalam
sirkulasi darah. Persentase di dalam sirkulasi darah berkisar antara 60–70% dari
jumlah leukosit total yang beredar. Memiliki granula halus berwarna ungu dalam
sitoplasma yang beraspek kelabu pucat dan inti bergelambir (Gambar 3). Granula
pada neutrofil ada dua jenis yaitu azurofilik yang merupakan granula yang
mengandung enzim lisosom dan peroksidase dan granula spesifik yang lebih
kecil, mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein kationik)
yang dinamakan fagositin (Dellmann & Brown 1989).
Gambar 3 Neutrofil (dewasa) kucing.
Sumber: Schalm (2010)
10
Neutrofil merupakan garis pertahanan tubuh pertama terhadap infeksi
bakteri. Selain itu neutrofil juga mampu melawan agen patogen lain seperti jamur
dan protozoa (Tortora & Bryan 2006). Sel ini mampu mencari, memakan, dan
membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh inangnya (Ganong 1996; Guyton
1997).
Neutrofil mampu bertahan hidup selama 4-10 jam di dalam sirkulasi, dan
selama 1-2 hari di dalam jaringan (Metcalf 2006). Neutrofil dalam menjalankan
fungsinya akan
mengalami proses diapedesis, dimana neutrofil memasuki
jaringan, melekat pada endotelium dan kemudian menyusup melalui dinding
kapiler diantara sel-sel endotel (Ganong 1996).
Neutrofil matang/dewasa (neutrofil segmen) berada dalam peredaran darah
perifer, memiliki bentuk inti yang terdiri dari 2-5 segmen, sedangkan neutrofil
yang belum matang (band neutrophil) memiliki bentuk inti seperti ladam kuda.
Band neutrophil dapat dijumpai di dalam darah dalam jumlah yang meningkat
akibat adanya kebutuhan terhadap neutrofil yang meningkat dan cadangan
neutrofil matang berkurang. Keadaan dimana jumlah band neutrophil di dalam
sirkulasi darah meningkat disebut sebagai left shift. Jika dalam sirkulasi darah
banyak ditemukan neutrofil multi-segmen, maka keadaan ini disebut sebagai right
shift (Colville & Bassert 2008).
Menurut Jain (1993), meningkatnya jumlah neutrofil di dalam sirkulasi
darah diatas nilai referensi normal disebut neutrofilia. Meningkatnya jumlah
neutrofil disebabkan karena meningkatnya pergeseran sel-sel neutrofil dari pool
marginal ke dalam pool sirkulasi (demarginasi) dan/atau meningkatnya pelepasan
neutrofil dari sumsum tulang. Beberapa faktor yang mempengaruhi demarginasi
neutrofil
misalnya
glukokortikoid
eksogen/endogen
dan
epinefrin
endogen/eksogen.
Menurut Stockham & Scott (2008), jumlah neutrofil dalam sirkulasi darah
bisa juga meningkat akibat meningkatnya proses granulopoiesis & meningkatnya
pelepasan neutrofil dari pool penyimpanan. Kondisi ini bisa ditemukan pada
kasus-kasus inflamasi, infeksi oleh bakteri, Feline Infectious Peritonitis, nekrosis,
hemolisis immune- mediated.
11
Basofil
Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dan hampir tidak memiliki
kemampuan untuk memfagosit (Swenson 1997). Persentase basofil di dalam
sirkulasi darah berkisar antara 0.5 - 1.5% dari jumlah leukosit total. Diameter sel
antara 10-12 µm, dan memiliki inti dua gelambir (Gambar 4). Granula berwarna
biru tua sampai ungu yang sering menutup inti yang berwarna cerah dengan
ukuran antara 0.5 - 1.5 µm (Dellmann & Brown 1989).
Basofil sulit ditemukan di dalam sirkulasi darah pada hewan anjing dan
kucing. Granula basofil kucing berwarna biru ungu dan memiliki selaput yang
berbentuk bulat atau lonjong besar. Granula tersebut bersifat metakromatik pada
pH rendah yang disebabkan oleh proteoglikan dan heparin (Dellmann&Brown
1989).
Gambar 4 Basofil kucing.
Sumber: Hoffbrand et al. (2006)
Guyton (1997) menyatakan bahwa basofil di dalam sirkulasi darah mirip
dengan sel mast. Kedua sel tersebut melepaskan heparin yang berfungsi mencegah
pembekuan darah. Selain heparin, sel mast dan basofil juga melepaskan histamin
dan sedikit bradikinin dan serotinin. Meskipun berkembang sebagai sistem yang
terpisah, namun keduanya sama-sama berperan pada kondisi alergi (Meyer &
Harvey 2004). Basofil dan sel mast dapat melepaskan isi granulanya melalui
proses kemotaksis dan secara fungsional mampu untuk meresintesis isi granula
(Dellmann & Eurell 2006). Masa hidup basofil hanya beberapa hari, sedangkan
sel mast bisa berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan (Jain 1993).
12
Basofil juga berperan dalam metabolisme trigliserida dan memiliki
reseptor untuk IgE yang menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Adanya
reseptor
tersebut
mengakibatkan
basofil
dapat
membangkitkan
reaksi
hipersensitifitas dengan mensekresikan mediator vasoaktif, sehingga dapat
menyebabkan peradangan akut pada tempat antigen berada (Tizard 1988).
Granula basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
serotonin dan beberapa faktor kemotaktik lainnya (Dellmann&Brown 1989).
Eosinofil
Eosinofil berdiameter antara 10-15 µm dengan inti bergelambir dua dan
dikelilingi granula-granula asidofil yang cukup besar, berukuran antara 0,5-1,0
µm (Gambar 5). Masa hidup sel berkisar antara 3-5 hari. Eosinofil kucing
memiliki banyak granula berbentuk batang yang tidak refraktil (Dellmann
&Brown 1989).
Gambar 5 Eosinofil kucing.
Sumber: Hoffbrand et al. (2006)
Persentase eosinofil di dalam sirkulasi darah berkisar antara 2-8% dari
jumlah leukosit total (Dellmann & Brown 1989). Menurut Tizard (1988), eosinofil
diproduksi dalam jumlah besar ketika terjadi infeksi parasit, dimana eosinofil
langsung bermigrasi ke jaringan yang terinfeksi. Mekanismenya dengan cara
melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus dan melepaskan
bahan-bahan yang dapat membunuh parasit.
Menurut Tizard (1988), terdapat dua fungsi istimewa eosinofil. Pertama,
eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing
yang menyusup. Kedua, enzim yang dihasilkan eosinofil mampu menetralkan
faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil.
13
Leukosit Agranulosit
Monosit
Monosit merupakan jenis leukosit dengan ukuran sel terbesar, berdiameter
antara 15-20 µm. Persentase monosit di dalam sirkulasi darah berkisar antara 39% dari jumlah leukosit total. Secara umum sitoplasma monosit lebih banyak dan
berwarna biru abu-abu pucat dibandingkan dengan limfosit. Sering tampak adanya
granula azurofil halus seperti debu, inti berbentuk lonjong seperti ginjal atau
mirip tapal kuda (Gambar 6) (Dellmann & Brown 1989).
Monosit merupakan fagosit aktif, dimobilisasi sebagai bagian dari respon
peradangan dan membentuk garis pertahanan setelah neutrofil (Ganong 1996).
Apabila monosit masuk ke dalam jaringan tubuh maka akan berubah menjadi
makrofag (Tizard 1988).
Gambar 6 Monosit kucing.
Sumber: Hoffbrand et al. (2006)
Menurut Colville & Bassert (2008), monosit memiliki tiga fungsi.
Pertama, membersihkan sel debris yang dihasilkan oleh proses peradangan atau
infeksi. Kedua, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel
limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan
makrofag. Ketiga, monosit memiliki kemampuan yang sama dengan neutrofil,
yaitu untuk menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
Sel monosit merupakan sel makrofag yang belum matang dan memiliki
kemampuan yang lemah untuk mengeliminasi benda asing yang menyebabkan
infeksi. Ukuran sel monosit mulai membesar saat masuk ke dalam jaringan,
dengan diameter bisa mencapai lima kali lipat. Monosit pada tahap ini disebut
sebagai makrofag yang memiliki kemampuan untuk memfagosit (Guyton 1997).
14
Mekanisme monosit dalam menjalankan tugasnya terdiri dari beberapa
tahap. Tahap-tahap tersebut yaitu, monosit masuk ke dalam jaringan melalui
proses kemotaksis yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan akibat trauma
atau serangan mikroorganisme (Colville & Bassert 2008). Kemudian luka pada
jaringan
melepaskan
substansi
seperti
histamin,
bradikinin,
serotonin,
prostaglandin, beberapa macam reaksi komplemen dan substansi hormonal yang
disebut limfokin (Guyton 1997). Limfokin merupakan substansi hormonal yang
dihasilkan oleh leukosit yang berperan dalam aktivasi makrofag, transformasi
limfosit, dan kekebalan berperantara sel (Haen 1995). Selain itu, monosit juga
mensekresikan kolagenase, elastase, dan aktivator plasminogen yang berguna
dalam proses penyembuhan luka dan fagositosis (Tizard 1988).
Limfosit
Limfosit dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi sebagian besar dibentuk
dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekusor yang mula-mula berasal
dari sumsum tulang itu sendiri (Ganong 1996). Sel limfosit memiliki dua bentuk,
yaitu limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit besar merupakan sel limfosit yang
belum dewasa, sedangkan limfosit kecil adalah sel limfosit yang sudah dewasa.
Limfosit besar (Gambar 7) memiliki inti yang besar dengan sitoplasma yang lebih
banyak dibandingkan dengan limfosit kecil. Limfosit kecil memiliki nukleus lebih
kecil dan kuat mengambil zat warna, dan dikelilingi oleh sitoplasma berwarna
biru pucat (Dellmann & Brown 1989).
Gambar 7 Limfosit besar pada kucing.
Sumber: Hoffbrand et al. (2006)
Ukuran limfosit secara umum berkisar antara 7-8 µm, dengan diameter
antara 9-15 µm untuk limfosit besar dan 6-9 µm untuk limfosit kecil (Dellmann &
15
Brown 1989). Menurut fungsinya limfosit dibagi menjadi dua jenis, yaitu limfosit
B sebagai penghasil antibodi dan limfosit T yang dapat menimbulkan kekebalan
berperantara sel (Ganong 1996).
Limfosit merupakan unsur yang penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Sistem ini sangat mampu menghasilkan antibodi melawan agen asing yang
menginvasi tubuh inang (Ganong 1996). Dalam perjalanannya, limfosit terusmenerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe
dan jaringan limfoid lainnya. Setelah beberapa jam kemudian, limfosit berjalan
kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki
jaringan limfoid atau ke sirkulasi darah (Guyton 1997). Persentase limfosit di
dalam sirkulasi darah berkisar antara 20-25% dari jumlah leukosit total (Dellmann
& Brown 1989).
Peningkatan jumlah limfosit dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun
patologis. Limfositosis fisiologis terjadi terutama pada hewan muda dan bersifat
sementara. Kucing berumur muda cenderung memiliki jumlah limfosit yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan kucing dewasa. Kucing berumur muda masih
sangat responsif terhadap rasa senang dan rasa takut, dimana hal ini cenderung
akan mengakibatkan terjadinya limfositosis fisiologis (Schalm 2010). Selain itu,
kucing yang berumur muda masih memiliki timus, dimana timus berfungsi untuk
menghasilkan limfosit sehingga secara tidak langsung jumlah limfosit akan lebih
besar. Limfositosis patologis terjadi pada peradangan kronis yang disertai dengan
neutrofilia dan monositosis (Schalm 2010).
Keadaan dimana jumlah limfosit yang bersirkulasi dalam darah berada
dibawah nilai interval normal disebut limfopenia. Limfopenia dapat disebabkan
oleh faktor stres. Kondisi stres akan menyebabkan kadar kortisol dalam darah
meningkat. Kortisol dapat menyebabkan limfopenia dengan cara mengurangi
mitosis atau pembentukan limfosit. Hormon ini juga berpengaruh terhadap
berkurangnya limfosit dalam sirkulasi darah karena terjadi redistribusi limfosit ke
sumsum tulang (Chastai & Ganjam 1986).
Download