3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Kucing termasuk keluarga Felidae, termasuk di dalamnya spesies kucing besar seperti singa, harimau dan macan. Kucing tersebar secara luas di seluruh Eropa, Asia Selatan dan Tengah, dan Afrika (RED 2003). Saat ini, kucing merupakan salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Suwed & Budiana 2006). Klasifikasi biologi kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan Fowler (1993) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Subordo : Conoidea Famili : Felidae Subfamili : Felinae Genus : Felis Spesies : Felis domestica Kucing telah mengalami domestikasi dan hidup dalam simbiosis mutualistik dengan manusia. Domestikasi pertama yang dilakukan manusia terjadi pada tahun 4000 SM di Mesir, ketika kucing dimanfaatkan sebagai hewan penjaga. Namun demikian, hubungan manusia dengan kucing sudah dimulai dari 8000 SM ketika manusia masih hidup nomaden (Susanty 2005). 4 Gambar 1 Felis domestica. Sumber: Bohdal (2006) Kucing domestik atau yang biasa disebut dengan kucing kampung merupakan kucing hasil evolusi kucing liar yang beradaptasi dengan lingkungan, dekat dengan manusia sepanjang ribuan tahun usia kehidupan. Proses adaptasi ini menghasilkan jenis kucing yang berbeda di berbagai wilayah (Sulaiman 2010). Karakteristik Kucing Perkembangan evolusi keluarga kucing terbagi dalam tiga kelompok, yaitu Panthera, Acinonyx, dan Felis. Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya Felis sylvestris yang kemudian berkembang menjadi kucing modern (Suwed & Budiana 2006). Selain itu terbentuk juga ras kucing yang terjadi akibat mutasi gen secara alami ataupun perkawinan silang. Ras kucing dapat dibedakan berdasarkan kondisi rambut, yaitu kucing short hair, semi-long hair, variasi semi-long hair, long hair, dan kucing tidak berambut seperti kucing Sphinx (Susanty 2005). Seekor kucing berbulu pendek biasanya mempunyai panjang sekitar 76 cm. Beratnya sangat bervariasi antara 2.5 – 7 kg. Kucing ini anggun dengan badan yang kokoh (Gambar 1), wajah yang membulat dengan moncong lebar, telinga tegak, dan kumis yang baik (RED 2003). Secara umum kucing memiliki ciri-ciri bertubuh kecil, daun telinga berbentuk segitiga dan tegak, dan memiliki gigi taring yang sangat jelas karena kucing merupakan karnivora sejati. Gigi premolar dan molar pertama membentuk sepasang taring di setiap sisi mulut yang bekerja efektif untuk merobek daging (Done et al. 2009). 5 Berbeda dengan anjing dan beruang, kucing merupakan karnivora sejati. Kucing tidak makan apapun yang mengandung tumbuhan, sedangkan anjing dan beruang kadang mengkonsumsi buah dan madu (Turner & Bateson 2000). Kucing memiliki indera penciuman yang tajam karena dilengkapi dengan alat khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya mendeteksi bau (Meadows & Flint 2006). Selain dilengkapi dengan indera penciuman yang tajam, kucing juga sensitif pada bunyi berfrekuensi tinggi yaitu 60 kHz sehingga dapat mendengar pekikan ultrasonik bangsa rodensia (RED 2003). Indera penglihatan kucing dilengkapi dengan tapetum lucidum sehingga kucing tetap dapat melihat dalam kondisi lingkungan gelap (Turner & Bateson 2000). Selain itu kucing dapat menggunakan kumisnya untuk menentukan arah dan dapat mendeteksi perubahan angin yang amat kecil (Meadows & Flint 2006). Kucing domestik dalam kehidupannya sangat bergantung pada keahliannya dalam memburu mangsa. Oleh karena itulah kucing domestik memiliki struktur tulang yang ramping dengan ukuran panjang dan lebar tubuh yang seimbang dan proporsional, dan juga ditunjang oleh tulang yang kuat sehingga membuat gerakannya semakin lincah dan mampu berlari kencang (Suwed & Budiana 2006). Kucing dikenal sebagai hewan penyendiri. Kucing jarang sekali membentuk koloni dalam menjalankan kehidupannya. Setiap kucing memiliki daerah tersendiri. Kucing jantan yang dianggap memiliki kemampuan kawin tinggi akan memiliki daerah kekuasaan terbesar, sedangkan jantan steril memiliki daerah paling kecil. Namun demikian tetap terdapat daerah netral, dimana kucingkucing dapat saling bertemu tanpa adanya konflik teritorial (Turner & Bateson 2000). Masa kebuntingan kucing sekitar 63 hari, dengan kondisi anak yang dilahirkan belum mampu berjalan dan kelopak mata masih tertutup. Mata mereka baru terbuka pada 8-10 hari kemudian. Anak kucing sangat bergantung pada induknya selama 6-7 minggu di awal kehidupannya, dan akhirnya dapat hidup mandiri pada umur 10-15 bulan (RED 2003). 6 Perilaku kucing yang sangat mencolok adalah seringnya merawat diri (grooming) dengan cara menjilat bulu mereka sendiri. Kucing termasuk hewan yang bersih. Saliva kucing merupakan agen pembersih yang kuat. Akan tetapi, akibat perilaku ini, dapat menimbulkan hairball atau gumpalan rambut yang bisa menyebabkan gangguan yang bersifat patologis (Turner & Bateson 2000). Darah Darah merupakan cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup, tersusun atas cairan ekstraseluler (cairan plasma) dan cairan intraseluler (cairan dalam sel darah) (Vander et al. 2001). Marieb (1988) menyatakan bahwa sel darah dibentuk oleh tiga elemen, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Volume darah kucing berkisar antara 4.7 - 6.9% berat badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume darah meliputi umur, status kesehatan, makanan, ukuran tubuh, derajat aktivitas dan lingkungan (Mitruka & Rawnsley 1977). Darah bersirkulasi di dalam sistem vaskuler dan melaksanakan fungsinya sebagai sistem transportasi nutrisi, oksigen, sisa-sisa metabolisme, dan hormon. Darah berperan sebagai alat pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing yang bersifat patogen, seperti bakteri atau virus. Selain itu,darah berfungsi pula dalam menjaga hemostasis pada proses pembekuan darah dan persembuhan luka (Guyton 1997). Gambaran darah kucing kampung normal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Gambaran normal darah kucing Parameter Eritrosit (x 106/µl) Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (%) Leukosit (x103/µl) Neutrofil (x103/µl) Limfosit (x103/µl) Monosit (/µl) Eosinofil (/µl) Basofil (/µl) Jain (1993) 5.00 – 10.00 8.00 – 15.00 24.00 – 45.00 39.00 – 55.00 13.50 – 17.50 30.00 – 36.00 5.50 – 19.50 2.50 – 12.50 1.50 – 7.00 0 – 850 0 – 1500 0 – 143 Nilai rata-rata (Jain 1993) 7.50 12.00 37.00 45.00 15.50 33.20 12.50 7.50 4.00 350 650 0 Wassmuth et al. (2011) 7.00 – 10.70 11.30 – 15.50 33.00 – 45.00 41.00 – 49.00 14.00 – 17.00 3.00 – 36.00 4.60 – 12.80 2.32 – 10.01 1.05 – 6.00 46 – 678 100 – 600 0 – 143 7 Leukopoiesis Leukopoiesis merupakan pembentukan leukosit atau sel darah putih. Selsel darah ini dibentuk dari sel stem hemopoietik pluripotensial yang berasal dari sumsum tulang. Sel stem hemopoietik pluripotensial akan berdifereniasi menjadi berbagai tipe sel stem committed, dimana sel-sel committed ini akan membentuk eritrosit dan cell lineages utama leukosit, yaitu mielositik yang dimulai dari mieloblas dan limfositik yang dimulai dari limfoblas (Shier et al. 2002). Hormon yang mengatur dan merangsang pembentukan eritrosit dan leukosit disebut Colony Stimulating Factor (CSF). Proses pembentukan sel granulosit dipengaruhi oleh interleukin-3 (IL-3) dan Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF), sedangkan pembentukan monosit dipengaruhi oleh Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Guyton 1997). Gambar 2 Pembentukan leukosit. Sumber: Vander et al. (2001) Mieloblas kemudian berkembang menjadi promielosit, lalu mielosit, dimana mielosit ini masing-masing akan berdiferensiasi menjadi mielosit neutrofil, mielosit eosinosil, dan mielosit basofil. Mielosit kemudian berkembang lagi menjadi metamielosit, sel muda dan kemudian sel dewasa. Tahap perkembangan monosit adalah monoblas, promonosit, monosit, dan selanjutnya akan menjadi makrofag di dalam jaringan (Ganong 1996). 8 Limfosit berasal dari sel stem dalam folikel limfatik pada nodus limfe, limpa, timus, kemudian berkembang menjadi limfoblas, prolimfosit, hingga tahap limfosit. Faktor yang merangsang produksi, diferensiasi, dan multiplikasi sel progenitor limfoid sangat kompleks, diantaranya adalah pengaruh microenvironmental seperti, interleukin, dan antigen (Vander et al. 2001). Leukosit (Sel Darah Putih) Leukosit dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfe. Leukosit merupakan sel yang berperan dalam respon kekebalan tubuh, dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh seperti virus atau bakteri (Guyton 1997). Leukosit mampu keluar dari pembuluh darah pada saat menjalankan fungsinya untuk menuju ke jaringan yang membutuhkan (Dellmann & Brown 1989; Ganong 1996). Leukosit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu leukosit granulosit dan leukosit agranulosit. Jenis leukosit granulosit memiliki granula khas yang terdapat di dalam sitoplasmanya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah neutrofil, eosinofil dan basofil. Leukosit agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit, dimana jenis sel ini tidak memiliki granula dalam sitoplasmanya (Ganong 1996). Jumlah leukosit total jauh di bawah jumlah eritrosit, dan jumlah dari masing-masing jenisnya bervariasi tergantung dari spesies hewan. Fluktuasi jumlah leukosit total pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh kondisi tertentu misalnya stres, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Dellmann & Brown 1989). Respons leukosit merefleksikan adanya suatu proses fisiologis atau adanya penyakit di dalam sistem/organ lain. Manifestasi respons lekosit berupa peningkatan atau penurunan pada satu atau lebih jenis lekosit di dalam sirkulasi darah (Stockham & Scott 2008). Menurut Meyer & Harvey (2004), suatu keadaan dimana jumlah leukosit total di dalam sirkulasi darah meningkat melebihi batas atas normal untuk spesies tersebut disebut sebagai leukositosis. Leukositosis bisa bersifat fisiologis ataupun patologis. Leukositosis yang dihasilkan oleh adanya suatu aktifitas yang bersifat psikologis dan/atau fisik disebut sebagai leukositosis fisiologis. Keadaan ini 9 sering terjadi pada kondisi stres (akut) fisik, emosi atau penyakit, dan biasanya bersifat temporer (Jain 1993). Menurut Stockham & Scott (2008), leukositosis yang bersifat patologis muncul sebagai respons terhadap adanya penyakit akibat meningkatnya neutrofil yang bersirkulasi (relatif, absolut, atau keduanya), bisa dengan atau tanpa left shift. Peningkatan jumlah leukosit total lebih nyata terutama pada infeksi yang bersifat lokal oleh bakteri piogenik (misalnya piometra, abses). Leukopenia merupakan suatu keadaan dimana jumlah leukosit total yang bersirkulasi menurun dibawah nilai referensi normal untuk spesies tersebut. Biasanya disebabkan karena kebutuhan terhadap leukosit yang meningkat, penurunan produksi sumsum tulang akibat penggunaan obat-obatan tertentu, infeksi virus, dan penurunan produksi sel limfoid (Stockham & Scott 2008). Leukosit Granulosit Neutrofil Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dan dikeluarkan ke dalam sirkulasi darah. Persentase di dalam sirkulasi darah berkisar antara 60–70% dari jumlah leukosit total yang beredar. Memiliki granula halus berwarna ungu dalam sitoplasma yang beraspek kelabu pucat dan inti bergelambir (Gambar 3). Granula pada neutrofil ada dua jenis yaitu azurofilik yang merupakan granula yang mengandung enzim lisosom dan peroksidase dan granula spesifik yang lebih kecil, mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein kationik) yang dinamakan fagositin (Dellmann & Brown 1989). Gambar 3 Neutrofil (dewasa) kucing. Sumber: Schalm (2010) 10 Neutrofil merupakan garis pertahanan tubuh pertama terhadap infeksi bakteri. Selain itu neutrofil juga mampu melawan agen patogen lain seperti jamur dan protozoa (Tortora & Bryan 2006). Sel ini mampu mencari, memakan, dan membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh inangnya (Ganong 1996; Guyton 1997). Neutrofil mampu bertahan hidup selama 4-10 jam di dalam sirkulasi, dan selama 1-2 hari di dalam jaringan (Metcalf 2006). Neutrofil dalam menjalankan fungsinya akan mengalami proses diapedesis, dimana neutrofil memasuki jaringan, melekat pada endotelium dan kemudian menyusup melalui dinding kapiler diantara sel-sel endotel (Ganong 1996). Neutrofil matang/dewasa (neutrofil segmen) berada dalam peredaran darah perifer, memiliki bentuk inti yang terdiri dari 2-5 segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (band neutrophil) memiliki bentuk inti seperti ladam kuda. Band neutrophil dapat dijumpai di dalam darah dalam jumlah yang meningkat akibat adanya kebutuhan terhadap neutrofil yang meningkat dan cadangan neutrofil matang berkurang. Keadaan dimana jumlah band neutrophil di dalam sirkulasi darah meningkat disebut sebagai left shift. Jika dalam sirkulasi darah banyak ditemukan neutrofil multi-segmen, maka keadaan ini disebut sebagai right shift (Colville & Bassert 2008). Menurut Jain (1993), meningkatnya jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah diatas nilai referensi normal disebut neutrofilia. Meningkatnya jumlah neutrofil disebabkan karena meningkatnya pergeseran sel-sel neutrofil dari pool marginal ke dalam pool sirkulasi (demarginasi) dan/atau meningkatnya pelepasan neutrofil dari sumsum tulang. Beberapa faktor yang mempengaruhi demarginasi neutrofil misalnya glukokortikoid eksogen/endogen dan epinefrin endogen/eksogen. Menurut Stockham & Scott (2008), jumlah neutrofil dalam sirkulasi darah bisa juga meningkat akibat meningkatnya proses granulopoiesis & meningkatnya pelepasan neutrofil dari pool penyimpanan. Kondisi ini bisa ditemukan pada kasus-kasus inflamasi, infeksi oleh bakteri, Feline Infectious Peritonitis, nekrosis, hemolisis immune- mediated. 11 Basofil Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dan hampir tidak memiliki kemampuan untuk memfagosit (Swenson 1997). Persentase basofil di dalam sirkulasi darah berkisar antara 0.5 - 1.5% dari jumlah leukosit total. Diameter sel antara 10-12 µm, dan memiliki inti dua gelambir (Gambar 4). Granula berwarna biru tua sampai ungu yang sering menutup inti yang berwarna cerah dengan ukuran antara 0.5 - 1.5 µm (Dellmann & Brown 1989). Basofil sulit ditemukan di dalam sirkulasi darah pada hewan anjing dan kucing. Granula basofil kucing berwarna biru ungu dan memiliki selaput yang berbentuk bulat atau lonjong besar. Granula tersebut bersifat metakromatik pada pH rendah yang disebabkan oleh proteoglikan dan heparin (Dellmann&Brown 1989). Gambar 4 Basofil kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006) Guyton (1997) menyatakan bahwa basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast. Kedua sel tersebut melepaskan heparin yang berfungsi mencegah pembekuan darah. Selain heparin, sel mast dan basofil juga melepaskan histamin dan sedikit bradikinin dan serotinin. Meskipun berkembang sebagai sistem yang terpisah, namun keduanya sama-sama berperan pada kondisi alergi (Meyer & Harvey 2004). Basofil dan sel mast dapat melepaskan isi granulanya melalui proses kemotaksis dan secara fungsional mampu untuk meresintesis isi granula (Dellmann & Eurell 2006). Masa hidup basofil hanya beberapa hari, sedangkan sel mast bisa berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan (Jain 1993). 12 Basofil juga berperan dalam metabolisme trigliserida dan memiliki reseptor untuk IgE yang menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Adanya reseptor tersebut mengakibatkan basofil dapat membangkitkan reaksi hipersensitifitas dengan mensekresikan mediator vasoaktif, sehingga dapat menyebabkan peradangan akut pada tempat antigen berada (Tizard 1988). Granula basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik lainnya (Dellmann&Brown 1989). Eosinofil Eosinofil berdiameter antara 10-15 µm dengan inti bergelambir dua dan dikelilingi granula-granula asidofil yang cukup besar, berukuran antara 0,5-1,0 µm (Gambar 5). Masa hidup sel berkisar antara 3-5 hari. Eosinofil kucing memiliki banyak granula berbentuk batang yang tidak refraktil (Dellmann &Brown 1989). Gambar 5 Eosinofil kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006) Persentase eosinofil di dalam sirkulasi darah berkisar antara 2-8% dari jumlah leukosit total (Dellmann & Brown 1989). Menurut Tizard (1988), eosinofil diproduksi dalam jumlah besar ketika terjadi infeksi parasit, dimana eosinofil langsung bermigrasi ke jaringan yang terinfeksi. Mekanismenya dengan cara melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit. Menurut Tizard (1988), terdapat dua fungsi istimewa eosinofil. Pertama, eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup. Kedua, enzim yang dihasilkan eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil. 13 Leukosit Agranulosit Monosit Monosit merupakan jenis leukosit dengan ukuran sel terbesar, berdiameter antara 15-20 µm. Persentase monosit di dalam sirkulasi darah berkisar antara 39% dari jumlah leukosit total. Secara umum sitoplasma monosit lebih banyak dan berwarna biru abu-abu pucat dibandingkan dengan limfosit. Sering tampak adanya granula azurofil halus seperti debu, inti berbentuk lonjong seperti ginjal atau mirip tapal kuda (Gambar 6) (Dellmann & Brown 1989). Monosit merupakan fagosit aktif, dimobilisasi sebagai bagian dari respon peradangan dan membentuk garis pertahanan setelah neutrofil (Ganong 1996). Apabila monosit masuk ke dalam jaringan tubuh maka akan berubah menjadi makrofag (Tizard 1988). Gambar 6 Monosit kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006) Menurut Colville & Bassert (2008), monosit memiliki tiga fungsi. Pertama, membersihkan sel debris yang dihasilkan oleh proses peradangan atau infeksi. Kedua, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag. Ketiga, monosit memiliki kemampuan yang sama dengan neutrofil, yaitu untuk menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Sel monosit merupakan sel makrofag yang belum matang dan memiliki kemampuan yang lemah untuk mengeliminasi benda asing yang menyebabkan infeksi. Ukuran sel monosit mulai membesar saat masuk ke dalam jaringan, dengan diameter bisa mencapai lima kali lipat. Monosit pada tahap ini disebut sebagai makrofag yang memiliki kemampuan untuk memfagosit (Guyton 1997). 14 Mekanisme monosit dalam menjalankan tugasnya terdiri dari beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut yaitu, monosit masuk ke dalam jaringan melalui proses kemotaksis yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan akibat trauma atau serangan mikroorganisme (Colville & Bassert 2008). Kemudian luka pada jaringan melepaskan substansi seperti histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam reaksi komplemen dan substansi hormonal yang disebut limfokin (Guyton 1997). Limfokin merupakan substansi hormonal yang dihasilkan oleh leukosit yang berperan dalam aktivasi makrofag, transformasi limfosit, dan kekebalan berperantara sel (Haen 1995). Selain itu, monosit juga mensekresikan kolagenase, elastase, dan aktivator plasminogen yang berguna dalam proses penyembuhan luka dan fagositosis (Tizard 1988). Limfosit Limfosit dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi sebagian besar dibentuk dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekusor yang mula-mula berasal dari sumsum tulang itu sendiri (Ganong 1996). Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit besar merupakan sel limfosit yang belum dewasa, sedangkan limfosit kecil adalah sel limfosit yang sudah dewasa. Limfosit besar (Gambar 7) memiliki inti yang besar dengan sitoplasma yang lebih banyak dibandingkan dengan limfosit kecil. Limfosit kecil memiliki nukleus lebih kecil dan kuat mengambil zat warna, dan dikelilingi oleh sitoplasma berwarna biru pucat (Dellmann & Brown 1989). Gambar 7 Limfosit besar pada kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006) Ukuran limfosit secara umum berkisar antara 7-8 µm, dengan diameter antara 9-15 µm untuk limfosit besar dan 6-9 µm untuk limfosit kecil (Dellmann & 15 Brown 1989). Menurut fungsinya limfosit dibagi menjadi dua jenis, yaitu limfosit B sebagai penghasil antibodi dan limfosit T yang dapat menimbulkan kekebalan berperantara sel (Ganong 1996). Limfosit merupakan unsur yang penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sistem ini sangat mampu menghasilkan antibodi melawan agen asing yang menginvasi tubuh inang (Ganong 1996). Dalam perjalanannya, limfosit terusmenerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Setelah beberapa jam kemudian, limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki jaringan limfoid atau ke sirkulasi darah (Guyton 1997). Persentase limfosit di dalam sirkulasi darah berkisar antara 20-25% dari jumlah leukosit total (Dellmann & Brown 1989). Peningkatan jumlah limfosit dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Limfositosis fisiologis terjadi terutama pada hewan muda dan bersifat sementara. Kucing berumur muda cenderung memiliki jumlah limfosit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kucing dewasa. Kucing berumur muda masih sangat responsif terhadap rasa senang dan rasa takut, dimana hal ini cenderung akan mengakibatkan terjadinya limfositosis fisiologis (Schalm 2010). Selain itu, kucing yang berumur muda masih memiliki timus, dimana timus berfungsi untuk menghasilkan limfosit sehingga secara tidak langsung jumlah limfosit akan lebih besar. Limfositosis patologis terjadi pada peradangan kronis yang disertai dengan neutrofilia dan monositosis (Schalm 2010). Keadaan dimana jumlah limfosit yang bersirkulasi dalam darah berada dibawah nilai interval normal disebut limfopenia. Limfopenia dapat disebabkan oleh faktor stres. Kondisi stres akan menyebabkan kadar kortisol dalam darah meningkat. Kortisol dapat menyebabkan limfopenia dengan cara mengurangi mitosis atau pembentukan limfosit. Hormon ini juga berpengaruh terhadap berkurangnya limfosit dalam sirkulasi darah karena terjadi redistribusi limfosit ke sumsum tulang (Chastai & Ganjam 1986).