BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor formal dan 70% disektor informal. Pertumbuhan industri dan bertambahnya tenaga kerja tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif.Salah satu dampak negatifnya adalah meningkatnya penyakit akibat kerja (PAK). PAK dapat terjadi karena adanya proses penuaan, penyakit, dan kecacatan yang terjadi selama bekerja. Untuk menanggulanginya maka perlu dilakukan upaya kesehatan tidak hanya bekerja tetapi juga dilingkungan kerja, dengan melibatkan organisasi pekerja.Misi yang ingin dicapai dari upaya ini adalah dapat melakukan aktifitas fisik dalam keadaan sehat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2011). Penyakit akibat kerja dapat menyerang anggota tubuh yang lebih banyak digunakan saat bekerja atau menanggung beban kerja saat aktiftas terberat pada anggota tubuh seperti leher, tangan, lutut, dan kaki. Salah satu keluhan yang sering dijumpai tanpa disadari pada pekerja pada anggota gerak bawah adalah hamstring tightness. Apabila keluhan tersebut tidak ditangani secara benar maka akan menyebabkan penyakit lain yang tidak hanya dapat menggangu aktifitas fungsional manusia bahkan dapat menyebabkan kecacatan (Quinn, 2009). Ada dua komponen penyusun untuk bergerak yaitu otot sebagai alat gerak aktif dan tulang sebagai gerak pasif.Otot – otot kita terbuat dari kumpulan serat otot yang berisi ribuan struktur kecil yang disebut miofibril, dimana kontraksi yang sebenarnya terjadi.Dalam miofibril, ada dua jenis filamen yaitu aktin dan miosin. Teori pergeseran filamen menjelaskan ketika otot diaktifkan dan gerakan terjadi, kedua filamin saling menempel dan tarik menarik satu sama lain, yang menyebabkan miofibril memendek, pemendekan ini disebut kontraksi otot(Quinn,2009). Selain berkontraksi, otot juga memiliki kemampuan untuk meregang kembali keukurannya sebelumnya.Hal ini berkaitan dengan daya fleksibilitas otot yang merupakan komponen paling penting dalam kebugaran dan peforma fisik. Setiap individu dengan fleksibilitas yang baik pada sendi bahu, belum tentu memiliki fleksibilitas yang baik pula pada lower back atau otot hamstringnya. Adanya pemendekan pada otot – otot tubuh yang mengakibatkan menurunnya range of motion (ROM)terutama pada otot hamstring, banyak terjadi pada masyarakat tanpa disadari. Akan tetapi, cepat atau lambat akibatnya akan dirasakan antara lain nyeri pada area panggul, dan nyeri ringan pada daerah paha perut dan pinggang, menjalar turun ke bagian depan atau belakang dari tungkai atas dan bawah(Wahyuni, 2008). Otot yang mengalami pemendekan harus di regangkan ke ukuran panjang otot yang normal dan mengembalikan fleksibilitasnya. Untuk mengatasi masalah pemendekan dan gangguan fleksibilitas yang terjadi serta meningkatkan kerja otot hamstring secara optimal, maka dibutuhkan suatu terapi atau latihan yang bersifat mengulur jaringan atau otot yang mengalami kontraktur atau pemendekan serta mengembalikan fleksibilitas otot tersebut (Wismanto, 2011). Respon otot lebih cepat mengalami pemendekan ketika bekerja secara intensif. Jika otot tersebut diabaikan terus - menerus maka otot akan tetap memendek, tightness dan membuat otot sisi sendi lain bekerja lebih keras. Hal ini akan membuat otot yang bekerja sedikit akan menjadi lemah. Jika hamstring tightness dibiarkan, pola jalan akan ikut berubah. Berarti gerakan – gerakan pada sendi akan terbatas atauterganggu dan pembuluh darah terjepit sehingga sirkulasi darah menjadi terganggu.Kemudian akan muncul berbagai gejala akibat dari tightnesstersebut seperti : kaku jika duduk dalam waktu yang lama, letih dan sakit jika saat bergerak atau saat istirahat terjadi kram, sehingga berkurangnya fleksibilitas pada otot hamstring. Cepat atau lambat akibatnya akan dirasakan antara lain nyeri pada area hip, dan nyeri samar pada daerah paha, perut dan pinggang, menjalar turun bagian depan atau belakang dari tungkai atas dan bawah lalu berubahnya postur tubuh yang akan menghambat aktifitas dalam bekerja(Irfan,2012). Tightness adalah suatu keadaan dimana terjadinya tumpang tindih antara filamen aktin dengan miosin dan tidak dapat kembali ke posisi normal.Tightness pada otot dapat membatasi gerak normal. Bila tidak dilakukan penguluran pada otot yang tightness, maka pada kondisi fisiologis, tightness akan berubah menjadi kontraktur komplek (Lubis, 2011). Pada hamstring tightness ditemukan bahwa tingkat prevalensi mencapai 80% pada mahasiswa atlet di University of Pradeniya Sri Lanka. Kasus ini juga dapat dilihat pada setiap usia dan tidak selalu terjadi pada atlet saja, namun bisa terjadi pada para pekerja kantoran dan mahasiswa(weerasekara, et al 2010). Hasil penelitian dari Akinpelu meyatakan bahwa hamstring tightness dapat terjadi pada semua umur dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada hamstring tightness di kelompok usia antara 5- 12 tahun, 13 – 19 tahun, dan 20 – 29 tahun. Dalam kelompok usia antara 30 – 39 tahun dan 40 -49 tahun hamstring tightness meningkat lebih tinggi dari kelompok usia yang lebih muda. Secara signifikan kelompok usia antara 50 – 59 tahun lebih rendah dibanding kelompok usia 40 – 49 tahun. Temuan ini menunjukkan dalam lingkungan ini, hamstring tightness cenderung terjadi pada usia dini dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Namun itu tidak meningkat secara signifikan sampai pada rentang usia 30 – 49 tahun dan setelah itu menurun. Ini menjelaskan bahwa hamstring tightness padausia remaja lebih sedikit dibanding usia dewasa(Akinpelu,2005). Derajat keparahan hamstring tightness diukur dengan menggunakan tes sit and reach.Sit and reach test bisa digunakan untuk yang terlatih seperti atlet maupun tidak terlatih. Skor yang diberikan dari tes sit and reach didasarkan pada titik yang paling jauh yang dicapai dengan kedua tangan dikotak standar dalam posisi duduk di lantai kedua kaki lurus memanjang(long sitting).(Cornbleet,1996). Seperti yang telah disebutkan pemendekanpada otot harus segera diulur keukuran panjang yang normal sebelum terjadi tightness.Untuk mengatasi masalah fleksibilitas maupun pemendekan otot yang terjadi serta meningkatkan kerja otot hamstring secara maksimal, maka dibutuhkan terapi latihan yang bersifat mengulur jaringan atau otot yang telah mengalamitightness dengan mengembalikan fleksibilitas tersebut dengan istilah stretching(Irfan,2012). Passive stretching atau yang sering disebut peregangan statisadalah metode yang menggunakan kekuatan eksternal untuk meregangkan jaringan tubuh yang diinginkan, bisa dengan bantuan terapis, mesin, dan sisitem katrol atau tanpa bantuan dari luar melainkan dengan subyek yang menarik.Klien merilekskan suatu kelompok otot tertentu, dan kemudian salah satu temannya membantu meregangkan otot tersebut, secara perlahan – lahan sampai titik fleksibilititas maksimum tercapai, tanpa keikutsertaan aktif dari pelaku. Sikap regang ini dipertahankan 20 – 30 detik. Selama ini passive stretching (statis)merupakanteknik peregangan yang merupakan standar emas.Tetapi masyarakat kurang mengetahui bahwa passive stretching dapat beresiko timbulnya cedera pada otot, jika pada saat mengulurnya menggunakan tenaga yang berlebihan. Ada beberapa teknik stretching yang lebih aman tanpa beresiko terjadinya cedera pada otot seperti misalnya muscle energy technique, teknik ini menggunakan metode kontraksi isometrik dan isotonik pada kekuatan otot hamstring ( Jay, 2011). Dari jurnal penelitian yang ditulis oleh Emad T.Ahmed et al (2013) menunjukkan bahwa Muscle Energy technique lebih efektif dari peregangan passive stretching(statis) untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamstring post kontraktur.Hasil dari kedua kelompok (MET dan peregangan pasif) telah sangat nyata peningkatan ROM dalam ekstensi lutut setelah 5 dan 8 hari pasca latihan peregangan.Tetapi muscle energy technique lebih menunjukkan peningkatan yang signifikan. Muscle Energy Technique merupakan teknik osteopatik yang memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung dandengan kontrol gerak yang dilakukan oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isotonik atau isometrik untuk meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri(Chaitow, 2006). Teknik ini diklaim efektif untuk berbagai tujuan, termasuk mengulur otot yang memendek maupun yang kontraktur, penguatan otot, sebagai pompa limfatik atau vena untuk membantu drainase cairan atau darah, dan meningkatkan jangkauan gerak (ROM) dari sendi yang terbatas (Ballantyne, 2003). Muscle Energy Technique diyakini sangat membantu dalam memperpanjang otot postural, yang rentan terhadap pemedekan.Secara teoritis, kontraksi aktif di lakukan oleh klien terhadap resistensi yang dihasilkan oleh terapis adalah kontraksi isometrik dan karena itu dapat membantu dalam memperkuat otot.Muscle Energy technique juga bermanfaat dalam membantu kram, karena satu kelompok otot yang berkontraksi dan mengurangi penegangan kelompok otot yang berlawanan (Jane, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan kajian lebih dalam yang disusun dalam bentuk penelitian skripsi berjudul Muscle Energy Technique lebih efektif daripada passive stretching untuk meningkatkan fleksibilitas hamstring pada kasus tightness hamstring di klinik swasta Renon Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah Muscle Energy Technique efektif dalam meningkatkanfleksibilitas hamstringpada kasus hamstringtightness di klinik swasta daerah Renon Denpasar? 2. Apakah passive stretching efektif dalam meningkatkan fleksibilitas hamstring pada kasus hamstringtightness di klinik swasta daerah Renon Denpasar? 3. Apakah Muscle Energy Technique lebih efektif daripadapassive stretching dalam meningkatkan fleksibilitas hamstring pada kasus hamstringtightness di klinik swasta Renon Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum : Untuk mengetahui apakahmuscle energy technique,danpassive stretching terhadap peningkatan fleksibilitas hamstring 1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui efektifitas muscle energy technique terhadap peningkatan fleksibilitas hamstring pada kasus hamstring tightness 2. Untuk mengetahui efektifitas passive stretching terhadap peningkatan fleksibilitas hamstring pada kasus hamstring tightness 3. Untuk mengetahui bahwa muscle energy technique lebih efektif daripada passive stretching terhadap peningkatan fleksibilitas hamstring pada kasus hamstring tightnesspada pegawai klinik swasta. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Teoritis Memberikan tambahan ilmu bagi fisioterapis dalam memilih metode latihan kasus yang tepat untuk menangani kasus hamstringtightness 2. Praktis Diharapkan fisioterapis dapat menanigani dan menanggulangi kasus hamstring tightness dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.