BAB 3 PERAWATAN NON BEDAH DAN BEDAH 3.1 Perawatan Non Bedah 3.1.1 Protrusi Anterior Maksila Aktivator merupakan plat akrilik yang dibuat pada maksila dan mandibula yang digabungkan menjadi satu. Alat ini meneruskan kekuatan fungsional yang berasal dari otot-otot sekitar rongga mulut. Impuls otot-otot tersebut melalui aktivator diteruskan ke gigi-gigi, jaringan pendukung gigi dan rahang sehingga menimbulkan perubahan yang diinginkan. Cara kerja alat ini adalah mengadakan ekspansi pada maksila di mana terjadi pelebaran untuk mendapatkan ruangan untuk gigi-gigi anterior maksila supaya dapat digerakkan ke palatal dan juga mengerakkan mandibula ke posisi gigitan kerja, sehingga overjet dan overbite terkoreksi.4 Oral screen adalah alat fungsional yang tidak memiliki elemen aktif untuk menghasilkan tekanan pada gigi tetapi memberikan efek dengan mengarahkan tekanan otot dan jaringan lunak pipi dan bibir. Kegunaan alat ini adalah untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan hubungan oklusal, dan melatih fungsi otot labial untuk memperbaiki postur dan fungsi serta mencegah pernafasan mulut. Alat ini digunakan pada daerah bibir dan segmen labial lengkung gigi untuk mendapatkan hasil perawatan yang baik. Di sinilah efek pemakaian oral screen terlihat dengan tepat dan objektif. Mekanisme kerja alat ini yaitu bila insisivus atas proklinasi dan berongga, ada overjet oral screen di buat sedemikian rupa hanya menyentuh insisivus yang proklinasi dan tidak berkontak dengan gigi-gigi di segmen bukal.13 Universitas Sumatera Utara Alat cekat juga bisa untuk mengkoreksi protrusi anterior maksila dimana alat cekat terus-menerus berada dalam rongga mulut sehingga memberikan hasil yang lebih cepat daripada alat lepasan, hanya saja kontrol pada alat cekat harus lebih sering dan teliti dilakukan supaya segala penyimpangan dari bekerjanya alat dapat dihindari.4 3.1.2 Open Bite Anterior Peralatan yang digunakan untuk mengoreksi open bite anterior biasanya digunakan bersama dengan peralatan habit breaking untuk menghentikan atau mencegah kebiasaan yang menjadi faktor penyebab. Open bite anterior cenderung sembuh apabila faktor etiologinya dihentikan. Ia hanya dapat menjadi masalah jika perawatan terhadap faktor etiologi tersebut ditunda atau pasien merupakan remaja atau dewasa. Dalam kasus dimana komponen tulang masih terhad atau hasil koreksi tidak nampak secara spontan, fixed appliances digunakan bersama removable atau fixed habit breaking appliances. Chin cup yang dipasang pada kepala dengan vertical pull head cap dapat digunakan untuk tujuan mengkoreksi open bite anterior pada pasien yang masih dalam lingkungan usia pra remaja.7,11,14 Universitas Sumatera Utara 3.2 Perawatan Bedah Perawatan maloklusi secara ortodonti tidak selalu berdiri sendiri melainkan dapat berkoordinasi dengan perawatan pembedahan. Keadaan ini terjadi apabila perawatan ortodonti gagal atau adanya keparahan dari hubungan dentofasial yang anomali. Pembedahan ortognatik adalah tindakan untuk mengoreksi anomali skeletal atau malformasi terhadap maksila dan atau mandibula. Pembedahan ortognatik disebut juga sebagai bedah ortodonti karena ahli ortodonti reposisi gigi dan ahli bedah mulut menggunakan bedah ortognatik untuk reposisi seluruh atau sebagian dari salah satu atau kedua rahang. Ini karena dengan menggerakkan rahang, terjadi juga gerakan gigi. Bedah ortognatik dilakukan bersamaan dengan perawatan ortodonti agar gigi akan berada dalam posisi yang tepat dan stabil setelah operasi.12 Malformasi pada rahang dapat terjadi pada saat lahir atau kemungkinan menjadi nyata sewaktu tumbuh kembang pasien. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan mengunyah, pola bicara yang tidak normal, kehilangan gigi dini dan kerusakan serta disfungsi dari sendi temporomandibular. Tujuan bedah ortognatik adalah mengkoreksi berbagai penyimpangan wajah dan rahang yang kecil dan besar, dan manfaatnya termasuk meningkatkan kemampuan mengunyah, berbicara dan bernapas. Dalam kebanyakan kasus perawatan bedah ini menghasilkan keharmonian wajah yang sempurna.12 Universitas Sumatera Utara 3.2.1 Indikasi Adapun indikasi bedah ortognatik antara lain diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah, gigitan yang dalam pada pasien yang tidak sedang bertumbuh, gigitan terbuka anterior yang parah, masalah dentoalveolar yang parah (terlalu parah untuk dikoreksi dengan koreksi ortodontik), situasi periodontal yang sangat lemah atau terganggu dan asimetri skeletal.15,16 Ricketts (1982), mengajukan 4 keadaan spesifik yang merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan bedah yaitu apabila : 1) perbaikan posisi dental yang diharapkan sukar dicapai dengan hanya perawatan ortodonti, karena malposisi yang sangat parah; 2) pola skeletal yang buruk untuk kemungkinan koreksi ortodonti yang baik; 3) hanya dengan perawatan ortodonti saja kurang dapat diperoleh estetika fasial yang serasi; dan 4) hanya dengan perawatan ortodonsi atau restorasi yang lain tidak dapat dicapai oklusi fungsional. Sedangkan Alexander (1986) menyatakan bahwa tindakan bedah ortognatik dapat dilakukan apabila dengan perawatan ortodonti tidak dapat diperoleh keseimbangan dentoalveolar dan profil jaringan lunak fasial.15 3.2.2 Kontraindikasi Semua kondisi kesehatan umum yaitu semua intervensi bedah dikontraindikasikan. 15 Ketika keseimbangan keuntungan dan kerugian tidak langsung mengarah pada keputusan untuk merawat pasien dengan bedah orthodonsi, seseorang dapat memutuskan untuk menunda perawatan.17 Universitas Sumatera Utara Jika keluhan ringan, atau ketika pasien belum melihat perlunya untuk perawatan, maka model plaster bisa diambil, memungkinkan penilaian perubahan di kemudian hari.17 Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang lengkap sebelum dilakukan intervensi bedah. Pengecualian untuk ini adalah perlakuan dari defisiensi mandibula dengan bidang miring, mandibula rendah (morfologi konvergen), yang dapat ditangani dengan osteotomi sagital split atau osteogenesis distraksi sebelum pertumbuhan selesai.17 Alasan keuangan juga dapat menjadi keputusan untuk tidak melakukan bedah ortodontik pada saat itu.17 3.2.3 Protrusi Anterior Maksila Pembedahan maksila yaitu osteotomi segmental anterior dianjurkan pada kasus protrusi anterior maksila karena indikasinya adalah kelainan kelebihan maksila secara vertikal, defisiensi maksila secara vertikal, dan defisiensi maksila AP (hipoplasia maksila).11 3.2.4 Open Bite Anterior Osteotomi mandibular subapikal anterior dimana indikasi pembedahan ini adalah untuk memajukan atau memundurkan segmen anterior rahang bawah dan untuk menutup open bite anterior.15 Universitas Sumatera Utara Bab 4 TEKNIK PEMBEDAHAN 4.1. Prabedah 4.1.1 Evaluasi Prabedah Diagnosis preoperasi sangat penting bagi keberhasilan operasi ortognatik. Diagnosa bertujuan untuk menentukan sifat, tingkat keparahan dan etiologi kemungkinan deformitas dentofasial.4 Evaluasi medis umum adalah sejarah umum medis pasien harus dicatat untuk mencegah terjadi kesalahan medis. Kesehatan gigi pasien harus dievaluasi. Masalah pulpo-periodontal harus diperbaiki sebelum intervensi bedah. Evaluasi sosio-psikologis yaitu pasien dinilai untuk menentukan apakah dia menyadari adanya kelainan dentofasial yang dialami dan apa yang dia harapkan dari terapi bedah. Hal ini sangat membantu dalam menentukan dan memotivasi pasien. Status sosial pasien juga harus dievaluasi. Evaluasi sefalometri merupakan evaluasi penting dalam menentukan sifat dan keparahan kasus. Umumnya digunakan adalah analisis sefalometri Burstone dan analisis segiempat. Analisis sefalometri frontal membantu dalam menentukan wajah asimetris.4 Universitas Sumatera Utara Gambar 5(A) Sefalometri protrusi maksila secara skeletal. (Anonymous. A method of cephalometri evaluation. http:// www.cleber. com.br/macnamar.html. 5 Juni 2012) Gambar 6 (B) Sefalometri open bite anterior. (Kim S, Park Y and Chung K. Severe anterior open bite malocclusion with multiple odontoma treated by C-lingual retractor and horseshoe mechanics. Angle orthodontist, vol 73(2), 2003: 206-212) Beberapa pemeriksaan radografi yang dilakukan sebelum intervensi bedah adalah : 1. Radiografi intra-oral periapikal: radiografi ini membantu dalam menentukan kondisi gigi dan tulang alveolar. Keadaan patologi sekitar gigi juga dapat ditentukan menggunakan radiografi 2. Panoramik: radiografi panaromik menawarkan pandangan yang luas dari seluruh bagian dentofasial termasuk sendi temporomandibular. Radiografi ini berguna dalam mengevaluasi patologi tulang, sendi temporomandibular dan sinus maksilaris. 3. Sudut pandangan titik submento: radiografi ini rutin digunakan, ia adalah untuk menentukan ketebalan bukofasial. Universitas Sumatera Utara Studi model juga sangat membantu dalam evaluasi oklusi dari segala arah. Ia digunakan untuk menilai perbedaan antar lengkungan dan intra-arch. Sendi temporomandibular dievaluasi dengan cara inspeksi, palpasi auskulasi, dan dengan pemeriksaan radiografi untuk mengevaluasi gerakan dan patologi.4 4.1.2 Prabedah Ortodonti Tujuan dari pra-bedah ortodontik adalah untuk mempersiapkan pasien untuk operasi ortognatik dan tidak membuat hubungan oklusal seideal mungkin. Prosedur berikut ini dilakukan selaras dengan pra-bedah ortodonti 1. Susunan gigi dalam lengkungan rahang : Diastema dan rotasi dirawat selama perawatan ortodontik prabedah. Koreksi sederhana dapat dicapai dengan alat ortodonti lepas. Namun fixed appliances lebih disukai karena menawarkan kontrol yang lebih baik dan mungkin untuk menyelaraskan beberapa gigi. Ruang yang diperlukan untuk pergerakkan gigi dapat diperoleh dengan ekstraksi. Ekstraksi selama ortodonsi prabedah umumnya dilakukan untuk mengurangi kasus berjejal tahap sedang maupun parah dalam lengkung gigi dan untuk memudahkan prosedur pemotongan tulang segmental.18 2. Inklinasi insisivus : gigi seri atas yang protrusi dalam Kelas II, divisi I ,kemungkinan perlu ditarik kembali ke gigi seri aksial lebih ke inklinasi normal. Manakala pada klas II divisi 2 terjadi retrognatik dan harus diperbaiki menjadi protrusi .18 Universitas Sumatera Utara 3. Dekompansasi : Sering sekali keparahan skeletal rahang dikompensasi oleh perubahan kemiringan aksial pada gigi anterior. Sebagai contoh, retrognatik mandibula berhubungan dengan protrusi anterior bawah untuk sebagian diimbangi perbedaan rangka. Kelas III dengan mandibula protrusi biasanya menunjukkan gigi seri bawah inklinasi secara lingual untuk mengimbangi hubungan rangka. Prabedah ortodontik harus membetulkan posisi ini untuk posisi gigi yang benar diatas tulang pendukungnya. Prosedur ini disebut dekompensasi.4 4. Kestabilan archwire: pasien mendekati akhir persiapan ortodontik untuk operasi, akan sangat membantu untuk mengambil foto ronsen dan memeriksa model untuk kompatibilitas oklusal. Gangguan yang kecil secara signifikan dapat menghambat gerakan bedah. Ketika penyesuaian ortodontik akhir ini telah dibuat, archwires harus ditempatkan setidaknya 4 minggu sebelum operasi, sehingga mereka pasif ketika melakukan foto ronsen untuk pentunjuk bedah (biasanya 1 sampai 2 minggu sebelum operasi). Hal ini untuk memastikan bahwa tidak akan ada pergerakan gigi yang akan menjadi hambatan dan merusak hasil bedah.17 4..2 Prosedur Bedah 4.2.1 Pembedahan Osteotomi Segmental Anterior Prosedur ini dilakukan dengan anestesi umum dengan intubasi nasal, yaitu infiltrasi lokal dengan HCl lignocaine 2% dengan adrenalin 1:80000 seperti yang dilakukan di daerah anterior rahang atas. Insisi vertikal mukoperiosteal dibuat di Universitas Sumatera Utara daerah bikuspid bilateral, dimana telah dilakukan pencabutan sebelumnya (premolar 1 atas bilateral dicabut keduanya).19 Insisi menembus subperiosteal, membedah maju ke tepi piriform sekitar 5mm di atas tingkat puncak gigi gigi taring. Korteks bukal tulang dipotong dengan gergaji berosilasi atau bur fisur, pertama secara vertikal dan distal ke gigi taring dan kemudian secara horizontal ke tepi piriform di atas apeks gigi. Osteotomi secara bilateral selesai.19,20 Gambar 7. Insisi vertikal ditempatkan pada area kaninus, flep tercermin dan potongan tulang terbuat dari daerah premolar pertama untuk batas lateral bukaan pyriform, jauh di atas apeks akar dari kaninus. (Mani V. Surgical correction of facial deformities.Mosby: Jaypee medical,2010: 112-4) Sebuah insisi dibuat melintang pada palatal dan jaringan palatal posterior akan terlihat untuk memungkinkan ahli bedah menyelesaikan osteotomi palatal secara melintang. 19,20 Universitas Sumatera Utara Gambar 8. Midline sagital insisi dibuat untuk mengakses palatum untuk osteotomi. (Mani V. Surgical correction of facial deformities.Mosby: Jaypee medical,2010: 112-4) Insisi vertikal pendek dibuat langsung di atas tulang hidung anterior. Diseksi minimal pada jaringan lunak dilakukan untuk memungkinkan penempatan osteotomi untuk memisahkan premaksila dari septum hidung. Segmen premaksila sekarang bisa diputar ke arah superior pada jaringan lunak, memungkinkan ahli bedah untuk mengakses langsung ke situs osteotomi untuk pemotongan. 19,20 Ketika segmen dapat ditempatkan dalam posisi yang direncanakan sebelumnya, keadaan ini distabilkan dengan kawat ortodontik yaitu fiksasi intermaksilari serta pelindung ortodonti. Kemudian dilakukan penjahitan pada jaringan mukosa dan submukosa untuk menutup bekas pembukaan operasi dengan jahitan sintesis yang absorbel. 19,20 Universitas Sumatera Utara Gambar 9. Anterior rahang atas osteotomi sehubungan dengan Le Fort I osteotomi (A)diagram (B) foto. (Mani V. Surgical correction of facial deformities.Mosby:Jaypee medical,2010: 112-4) Terdapat modifikasi dari teknik pembedahan segmental anterior maksila yaitu pembedahan secara subapical anterior maxillary segmental osteotomy.22 Prosedur awalnya sama seperti segmental anterior maksila kemudian dilanjutkan dengan insisi secara vertikal yang merentasi soket alveolar gigi premolar yang diekstraksi pada kedua sisi. Agar hujung akar gigi yang berada dekat dengan dinding sinus maksila anterior dan piriform aperture pada bagian inferior tidak terganggu saat insisi, osteotomi yang mendatar dilakukan, titik-tiitk ditandai dengan selang 3mm di atas daerah hujung akar tersebut dengan menggunakan bur fisur. Dengan berdasarkan titik-titik ini, osteotomi secara mendatar dilakukan dalam bentuk tanduk banteng di antara apeks gigi anterior dan piriform aperture. Osteotomi ini akan bersambung dengan osteotomi vertikal yang dibuat antara kedua-dua sisi. Setelah melakukan mobilisasi, balok tulang dentoalveolar anterior dihaluskan menggunakan bur vulkanit dan selanjutnya posisikannya pada prefabrikasi oklusal splint. Setelah difiksasi kuat dengan miniplates, penutupan luka bekas operasi Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan bahan absorbel. Osteotomi ini dimodifikasi agar tidak mempengaruhi lebar dasar alar, tulang belakang hidung anterior dan septum nasal karena pelestarian tepi inferior dari aperture piriform.22 Gambar 10. Skematik SAMSO menampilkan garis bergelombang osteotomi horisontal 3-mm di atas kaninus dan apeks gigi. Diseksi subperiosteal dan osteotomy horisontal dilakukan lebih rendah daripada tulang belakang hidung dan aperture Piriform. ( Wu et al. Subapical anterior maxillary segmental steotomy: A modified surgical approach to treat maxillary protrusion. The journal of craniofacial surgery. vol 21(1),Januari 2010:97-100) 4.2.2 Pembedahan Osteotomi Mandibula Subapikal Anterior Setelah pemberian anestesi lokal, skalpel no.15 digunakan untuk membuat insisi pada bibir bawah sekitar 15 mm dari vestibulum. Perluasan insisi dilakukan dari gigi premolar pertama menuju ke gigi premolar pertama pada sisi yang berlawanan dan bagian anterior mandibula menuju tepi inferior. Proses diseksi dilakukan pada bagian posterior sepanjang tepi inferior hingga bundle neurovascular mental dapat terlihat.15 Osteotomi dapat dilakukan dengan rotary instrumen atau dengan mini microsaw. Setelah pembuatan potongan vertikal, potongan horizontal dibuat Universitas Sumatera Utara menghubungkan potongan vertikal dengan ukuran 5 mm di bagian bawah apikal gigi anterior. Osteotomi harus dilakukan dengan osteotomi kecil atau chisel spatula. Potongan segmen dapat dimobilisasi dengan tekanan ringan pada sisi osteotomi menuju ke posisi yang diinginkan.15 Penutupan luka dilakukan dengan lapisan per lapisan. Resorbable chromic suture berukuran 4-0 ditempatkan pada bagian submukosa, diikuti dengan teknik penjahitan mattress vertikal untuk menutupi lapisan mukosa. Kemudian tekanan eksternal diberikan 5 hingga 7 hari untuk menghindari terjadinya edema atau hematom.15 Gambar 11. Lower subapical anterior osteotomy (A) diagram (B) foto (C) Lower subapical anterior osteotomy dapat dikombinasikan dengan genioplasty. (Mani V. Surgical correction offacial deformities.Mosby:Jaypee medical,2010: 112-4) 4.3 Perawatan Pasca Bedah Universitas Sumatera Utara Setelah operasi, pasien dibawa ke unit perawatan postanesthesia yaitu, ruang pemulihan untuk periode yang tepat, biasanya sampai waspada, berorientasi, nyaman dan menunjukkan tanda vital stabil, maka pasien dikembalikan ke kamar rumah sakit. Staf perawat terlatih dan berpengalaman ditempatkan dalam perawatan pasca operasi pasien bedah untuk terus memantau perkembangan pasca operasi. Pasien dipulangkan saat merasa nyaman, buang air kecil tanpa bantuan, mengambil makanan dan cairan secara oral tanpa kesulitan dan ambulating juga. Rumah sakit pascaoperasi tinggal biasanya dari 1 sampai 4 hari. Pasien umumnya memerlukan hanya ringan sampai sedang obat sakit selama ini dan sering tidak memerlukan analgesik setelah dibenarkan pulang. Dengan begitu pasien sudah sembuh, radiografi pasca operasi diperoleh untuk memastikan bahwa perubahan tulang ditarget terjadi dan perangkat stabilisasi berada dalam posisi yang tepat. Pentingnya nutrisi pasca operasi, harus didiskusikan dengan pasien dan keluarga mereka sebelum masuk rumah sakit untuk operasi.14 Di masa lalu, salah satu perhatian utama pada periode pasca operasi segera adalah kesulitan akibat intermaksila fiksasi (IMF). Apabila rahang atas dan bawah difiksasi bersama-sama, pasien merasakan kesulitan dalam memperoleh gizi yang cukup, melakukan kebersihan mulut, dan berkomunikasi. Periode IMF berkisar antara 6 sampai 8 minggu. Selama beberapa tahun terakhir, beberapa sistem menggunakan sekrup tulang kecil dan plat tulang telah dikembangkan untuk memberikan stabilisasi tulang langsung di daerah osteotomi. Perkembangan terbaru dalam fiksasi internal yang kaku adalah penggunaan sekrup dan plat terbuat dari bahan absorbel. Bahan ini mampu mempertahankan kekuatan yang memadai untuk menstabilkan tulang selama masa penyembuhan dan kemudian diserap kembali secara hidrolisasi. Penggunaan Universitas Sumatera Utara sistem fiksasi ini memungkinkan untuk dibebaskan lebih awal atau penghapusan total IMF, yang menghasilkan kenyamanan pasien membaik, kenyamanan berbicara dan kebersihan mulut dan lebih baik stabilitas rahang pascaoperasi dan fungsinya.14 Pada saat operasi, sebuah occlusal wafer akrilik yang kecil digunakan untuk membantu mereposisi dan menstabilkan oklusi. Ketika IMF dilepaskan (biasanya di dalam ruang operasi), splint dipasang ke rahang atas atau rahang bawah. Karet elastis yang ringan kemudian ditempatkan pada splint dan kombinasi dari splint dan karet elastis berfungsi untuk membantu rahang ke dalam oklusi baru setelah pascaoperasi. Setelah tempoh masa yang memadai, splint oklusal akan dikeluarkan dan pasien dirujuk untuk perawatan ortodontik.14 Apabila pergerakan rahang yang diinginkan dan stabilitas di daerah osteotomi telah tercapai, perawatan ortodontik dapat dihentikan. Prosedur penyusunan dan reposisi gigi telah tercapai apabila setiap ruangan sisa ekstrasi tertutup. Karet elastis vertikal dibiarkan di daerah osteotomi untuk menimbulkan impuls proprioseptif dari gigi, dimana sekiranya tidak dilakukan tindakan sebegini akan menyebabkan pasien untuk mencari posisi baru interkuspal maksimal. Proses adaptasi berlangsung cepat dan jarang memakan waktu lebih lama dari 6 sampai 10 bulan. Retensi setelah bedah ortodonti tidak ada bedanya untuk pasien yang dewasa dan pengobatan periodontal serta prostetik yang bersifat definitif dapat dimulai segera setelah hubungan oklusal akhir ini telah tercapai. Pasien harus dianjurkan untuk kontrol gigi dan periodontal sekitar 10 sampai 14 minggu postoperatif. Selepas alat ortodontik dikeluarkan, kebersihan mulut menyeluruh disarankan dengan teknik profilaksis.14 4.4 Komplikasi Universitas Sumatera Utara 4.4.1 Nervus Injuri Cedera nervus dalam operasi ortognatik dapat disebabkan oleh trauma secara tidak langsung, seperti kompresi oleh edema bedah, atau trauma secara langsung, seperti kompresi, robek atau terpotong dengan instrumen bedah atau peregangan selama manipulasi osteotomi segmental. Seddon (1943) mengklasifikasikan defisit neurosensorik dan motor menjadi tiga kategori untuk menggambarkan jenis morfofisiologi cedera nervus mekanis yaitu neuropraxia, axonotmesis dan neurotmesis.21 Neuropraxia adalah bentuk cedera yang paling ringan dan digambarkan sebagai kerusakan selubung mielin secara lokal tanpa kecacatan yang kontinuitas. Mayoritas cedera nervus alveolar inferior (IAN) setelah osteotomi bilateral sagital split pada mandibula (BSSO) adalah neuropraxias dan mungkin disebabkan oleh manipulasi saraf, traksi atau kompresi. Sensasi normal atau fungsi biasanya sembuh dalam waktu dua bulan.21 Axonotmesis ditandai dengan gangguan dan kerusakan pada akson dan selubung mielin tanpa gangguan pada perineurium atau epineurium. Hal ini disebabkan kerusakan yang lebih besar atau lebih lama, dan defisit neurosensorik lebih lama dan lebih mendalam daripada di neuropraxia.21 Neurotmesis adalah gangguan yang parah pada batang saraf, yang dapat menyebabkan defisit neurosensorik yang mendalam dan mungkin permanen. Cedera nervus fasialis dalam bedah ortognatik jarang terjadi, namun konsekuensi dari cedera tersebut dapat merugikan pasien. Kerusakan pada cabang Universitas Sumatera Utara mandibula marginal nervus fasialis merupakan komplikasi dari pendekatan ekstraoral terhadap ramus mandibula atau angulus, tetapi pendekatan ini dalam bedah ortognatik jarang terjadi. Nervus fasial telah dilaporkan mengalami kerusakan di osteotomi subkondilar intraoral vertikal dan dalam prosedur kemunduran BSSO dengan kejadian kurang dari 1%. Mekanisme trauma dianggap telah kompresi disebabkan oleh retraktor belakang patah tulang, ramus posterior dari proses stiloid dan tekanan langsung sebagai akibat dari kemunduran segmen distal. 21 Gangguan pada saraf neurosensorik palatina dan infraorbital kemungkinan besar terjadi setelah osteotomi rahang atas. Insiden gangguan kepekaan yang lama telah dilaporkan lebih rendah dari 4%, dan mereka sepertinya tidak mengganggu pasien.21 4.4.2. Komplikasi Pada TMJ. TMJ ankilosis fibrosa atau hipomobiliti setelah operasi ortognatik telah diusulkan, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: imobilisasi sendi rahang dengan intermaksilari fiksasi (IMF), perpindahan iatrogenik di bagian posterior kondilus dan intra-artikular hematoma atau pengambilan jaringan yang berlebihan dari periosteum dan lampiran otot pada ramus, mengakibatkan kontraksi dan pembentukan jaringan parut miofibrotik. Fibrilasi dan erosi tulang rawan kondilar merupakan konsekuensi dari faktor-faktor ini sehingga terjadi hipomobiliti atau resorpsi kondilar. Idiopatik progresif kondilar resorpsi adalah kondisi yang dianggap disebabkan oleh faktorfaktor yang mengurangi kapasitas remodeling yang normal secara fungsional (umur, penyakit sistemik, hormon) atau meningkatkan stres biomekanik pada sendi rahang Universitas Sumatera Utara (terapi oklusal, gangguan internal, parafungsional, makrotrauma, oklusi tidak stabil). Sebagai konsekuensinya, penurunan kondilar, tinggi ramus, tingkat pertumbuhan (juvenil), retrusi mandibula yang progresif atau apertognathia dan gerakan mandibula terbatas. Resorpsi kondilar dapat dikaitkan dengan operasi ortognatik. Beberapa faktor resiko telah diajukan yaitu faktor morfologi atau fungsional praoperasi yang termasuk tanda-tanda radiologis osteoarthrosis, disfungsi TMJ, sudut mandibular yang tinggi dan rasio tinggi wajah di posterior dan anterior .20 4.4.3 Komplikasi Vaskular Perdarahan yang tidak terkontrol pada rahang dapat terjadi akibat dari gangguan mekanis pembuluh darah atau koagulasi bawaan atau didapat. Penyebab umum perdarahan dalam operasi ortognatik adalah ketidakseimbangan hemostasis saat bedah. Variasi anatomi tulang atau pembuluh darah atau penanganan inadvertant jaringan dengan anatomi normal, anestesi hipotensi atau infeksi merupakan penyebab perdarahan segera atau sekunder. Jika perdarahan besar dapat dihindari, maka pemulihan akan lebih cepat. Osteotomi rahang atas, terutama osteotomi Le Fort I dan II, memiliki potensi tinggi untuk terjadi pendarahan hebat dalam bedah ortognatik. Komplikasi ini dapat muncul sebagai perdarahan intraoperatif langsung atau sebagai pembengkakan pasca operasi atau epistaksis. Sumber yang paling umum dari perdarahan adalah cabang terminal dari arteri maksilaris internal, terutama arteri palatina atau sphenopalatina. Universitas Sumatera Utara Perdarahan yang paling terkait dengan mandibula osteotomi cenderung intraoperatif dan jarang terjadi dibandingkan dengan osteotomi rahang atas. Jika jaringan lunak ditarik dengan benar memungkinkan operasi yang akan dilakukan sepenuhnya dalam amplop periosteal dan resiko untuk perdarahan yang signifikan sangat kecil. Keparahan dan gangguan yang lama dalam sirkulasi darah dapat menyebabkan nekrosis jaringan avascular, yang dapat menyebabkan devitalization gigi, kelainan periodontal atau bahkan kehilangan segmen tulang yang besar. Karena jaringan anastomosis yang padat di wajah, ini merupakan kejadian langka, tapi pada nyatanya mungkin baik pada rahang atas dan rahang bawah dalam, terutama dalam hubungan dengan osteotomi segmental. Bagian anterior rahang atas adalah zona resiko khusus.21 4.4.4. Relaps Relaps adalah resiko tak terduga dari bedah ortognatik. Relaps mungkin terjadi pada dental atau skeletal atau keduanya. Secara umum, memajukan mandibula akan menjadi stabil, bila fiksasi internal kaku dan ketinggian fasial anterior dipertahankan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekambuhan pada proses memajukan mandibula yaitu: keterampilan dokter bedah, kontrol segmen proksimal, termasuk posisi kondilar dan pencegahan rotasi segmen proksimal; pencegahan rotasi berlawanan dari segmen distal pada Universitas Sumatera Utara kasus dengan sudut mandibular tinggi; tingkat kemajuan mandibula, dan peregangan jaringan perimandibula, termasuk kulit, jaringan ikat, otot dan periosteum. Kemunduran mandibula tidak selalu stabil dan inklinasi ramus sewaktu operasi tampaknya memiliki pengaruh penting pada stabilitas.21 4.4.5 Infeksi Infeksi setelah operasi ortognatik dapat bersifat akut atau kronis, lokal atau umum. Kebanyakan infeksi pasca operasi disebabkan oleh bakteri endogen, kemungkinan besar oleh bakterik aerobik yaitu streptokokus. Infeksi terjadi apabila keseimbangan antara sistem pertahanan pejamu dan virulensi bakteri hilang. Faktor yang berkontribusi terhadap bedah ortognatik yaitu penggunaan steroid, durasi prosedur operasi, usia pasien, gangguan pada suplai darah ke segmen tulang, dehidrasi dari luka-luka, adanya benda asing, rawat inap di bangsal besar, gizi, hematoma dan merokok. Pengalaman dokter bedah, teknik aseptik yang baik dan penanganan yang baik pada jaringan juga merupakan faktor yang relevan.21 4.4.6 Komplikasi Lain Fraktur segmen osteotomi di BSSO, yaitu split buruk, telah dilaporkan terjadi pada 3% - 23% kasus. Komplikasi kedokteran adalah sekuel langka osteotomi rahang atas yaitu ketajaman visual menurun, disfungsi otot luar mata, keratitis neuroparalitik Universitas Sumatera Utara dan masalah nasolakrimal. Cedera ini tampaknya disebabkan oleh trauma langsung pada struktur neurovaskular selama pterigo-maksilaris dysjunction atau patah tulang memanjang hingga ke dasar tengkorak. Masalah periodontal dan kerusakan gigi mungkin ditemukan, terutama di osteotomi segmental. Masalah ini mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam teknik bedah. Desain dari insisi jaringan lunak sangat penting yaitu: insisi vertikal dalam osteotomi diduga akan menimbulkan masalah periodontal. Trauma pada mukoperiosteum palatal adalah resiko. Panas yang berlebihan dari instrumen yang berosilasi atau memutar, cedera pada jaringan lunak atau pengangkatan tulang interdental berlebihan dapat mengakibatkan pasokan pembuluh darah yang hebat seperti halnya juga saat reposisi segmen. Kebersihan rongga mulut yang buruk juga mempunyai peran dalam masalah periodontal. Banyak masalah bedah dapat diminimalkan jika ruang interdental dibuat sebelum operasi atau preoperasi dengan alat ortodontik. 18 Universitas Sumatera Utara BAB 5 KESIMPULAN Kelainan skeletal dentofasial dan profil wajah yang abnormal (prognati/retrognati mandibula) yang mempengaruhi estetika wajah sering dijumpai oleh dokter gigi. Pada kondisi bahwa diperkirakan penggunaan alat-alat ortodontik memiliki keterbatasan dalam mengoreksi kelainan tersebut, maka pilihan yang dapat dijalani adalah dengan perawatan bedah rahang orthodontik atau bedah orthognatik. Protrusi anterior maksila yaitu dimana terjadi protrusi di anterior tetapi tidak melibatkan gigi-gigi geligi posterior dan berada dalam klas I Angle. Open bite anterior pula merupakan keadaan dimana terdapat celah atau ruangan atau tidak ada kontak di antara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah di regio anterior apabila rahang dalam keadaan hubungan sentrik. Etiologi dari kedua-dua maloklusi ini adalah sama yaitu faktor tumbuh kembang dari rahang dan kebiasaan buruk. Penatalaksanaan dari bedah orthognatik pada kelainan skeletal oromaksilofasial itu sendiri meliputi penilaian preoperatif, manajemen pembedahan, teknik pembedahan (maksila/mandibula), dan fase perawatan pasca pembedahan. Jenis bedah orthognatik yang sesuai bagi protrusi anterior maksila adalah osteotomi anterior segmental tetapi telah dimodifikasi yaitu subapical anterior maxillary segmental osteotomy dan untuk kasus open bite anterior adalah osteotomi mandibula subapikal anterior. Pembedahan ortognatik semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Dahulu teknik pembedahan yang sering dilakukan Universitas Sumatera Utara adalah secara total pada maksila atau mandibula tetapi pada masa kini telah disederhanakan dimana osteotomi hanya dilakukan secara segmental. Setelah operasi,pemakaian bahan fiksasi pada mandibula atau maksila dilakukan untuk menstabilkan hasil pembedahan tersebut agar dapat membantu proses penyembuhan. Pasien diberi edukasi dalam cara penjagaan makanan,kebersihan rongga mulut yang baik dan kontrol yang berkala untuk mencapai hasil yang baik. Komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada bedah maksila secara umum meliputi perdarahan, kegagalan reposisi segmen, kehilangan pasokan darah segmen, komplikasi saraf, infeksi mikroorganisme dan terjadi juga komplikasi jalan nafas. Universitas Sumatera Utara