BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman profesi akuntan publik semakin sangat dibutuhkan keberadaannya. Sosoknya memang tidak begitu terasa manfaatnya dalam kehidupan seharihari, namun profesi inilah yang berjasa dalam pertanggungjawaban keuangan di sebuah instansi guna meminimalisir kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi dalam laporan keuangan serta membantu berbagai pihak untuk mengkonsultasikan keadaan perusahaannya. Informasi keuangan merupakan salah satu sumber daya lain yang amat penting bagi perusahaan selain sumber daya manusia sehingga sebuah laporan keuangan hendaklah mudah dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan sehingga berguna bagi investor, karyawan, kreditor, supplier, pelanggan, pemerintah dan masyarakat. Saat perusahaan masih kecil laporan keuangan yang dihasilkan biasanya hanya digunakan untuk mengetahui hasil usaha dan posisi keuangannya. Lain halnya dengan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang bersifat terbuka, perusahaan jenis ini memiliki pengelola perusahaan dan pemilik perusahaan terpisah sehingga sosok akuntan publik semakin sangat dibutuhkan terkait laporan keuangan yang akurat dan benar berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim. Kebutuhan sosok seorang akuntan publik akan semakin besar seiring berkembangnya sebuah perusahaan, semakin besar bentuk perusahaannya maka semakin besar pula kebutuhan akan sosok akuntan. Awal tahun 2014 tercatat setidaknya 226 ribu organisasi di Indonesia memerlukan tenaga profesional akuntan, angka ini terbilang sangat tinggi (Sylke, 2014). 1 2 Setiap perusahaan pasti memiliki tenaga akuntan internal yaitu akuntan yang bertugas dalam memantau keadaan keuangan perusahaan tersebut, namun umumnya perusahaan yang besar juga menggunakan jasa akuntan publik. Akuntan publik adalah akuntan yang bekerja secara independen untuk memeriksa kembali laporan keuangan dari sebuah perusahaan untuk diperbandingkan kembali dengan data-data akuntan internal perusahaan (Suwardjono, 2011). Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam perhitungan keuangan baik disengaja maupun yang tidak disengaja. Data keuangan sangatlah penting bagi perusahaan dalam mengambil setiap keputusan dan kebijakannya. Terdapat dua jasa yang ditawarkan seorang akuntan publik, salah satunya adalah jasa pemeriksaan laporan keuangan. Jasa inilah yang menjadikan seorang akuntan lebih dikenal sebagai auditor. Lalu yang kedua adalah jasa pendampingan, dalam pendampingan seorang akuntan publik bertindak sebagai seorang konsultan bagi kliennya. Seorang akuntan harus selalu berpedoman pada tiga hal dalam membuat laporan keuangannya yaitu: Norma pemeriksaan Akuntan, Prinsip Akuntansi Indonesia, dan kode etik profesi. Tiga hal inilah yang menjadi standar atau tolak ukur mutu pekerjaan seorang Akuntan (Boynton, William, Johnson, & Raymond, 2006). Kode etik seorang akuntan di Indonesia mengkhususkan etika bagi seorang akuntan publik, etika tersebut meliputi beberapa hal sebagai berikut; Keperibadiaan, kecakapaan profesional, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, dan tanggung jawab lainnya. Kepribadian diartikan sebagai kepribadian yang independen atau dengan kata lain bebas, tidak bergantung pada pihak lain. Selain itu seorang akuntan juga dituntut untuk objektif, artinya akuntan tidak boleh memihak dalam mempertimbangkan fakta dan terlepas dari kepentingan pribadi. Terdapat tiga sifat independen yang harus dimiliki seorang akuntan publik, yaitu: independence in fact, independence inappearance, independence inappearance, 3 dan independen dari sudut keahlian (Suwardjono, 2011). Seorang akuntan harus bersikap jujur dalam melakukan pemeriksaan fakta yang ditemukan tanpa memepdulikan kepentingan pihak lain, sikap ini sering disebut dengan independence in fact. Selain itu akuntan juga dituntut untuk independen dalam penampilan atau independence inappearance, dalam hal ini independen yang dimaksud adalah pihak lain tidak boleh mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri akuntan. Lalu independen yang terakhir adalah independen yang dipandang dari sudut keahlian, yang berarti bahwa ketika akuntan menggunakan alat bantu dalam memeriksa keuangan, akuntan harus tahu benar mengenai alat bantu tersebut. Seorang Akuntan diharapkan bekerja dengan hati-hati dan seksama dalam pekerjaanya agar tidak terjadi kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi perusahaan maupun bagi akuntan itu sendiri. Akuntan diharapkan selalu memiliki kinerja yang optimal karena opini yang dikeluarkan oleh mereka menjadi sandaran berbagai pihak untuk mengambil sebuah keputusan. Sering kali mereka dihadapkan dengan rentang waktu kerja yang sempit, padahal mereka dituntut untuk jelih dan teliti terutama dalam melakukan pemeriksaan keuangan. Hal ini membuat akuntan terpaksa untuk terus bekerja hingga sangat kekurangan waktu beristirahat. Tuntutan profesionalisme untuk menyelesaikan pekerjaan secara Independen yang dimaksud sebelumnya sesuai kesepakatan batas waktu yang telah disepakati bersama klien menjadi tekanan kerja tersendiri bagi seorang akuntan publik. Tekanan-tekanan profesionalisme tersebutlah yang memicu terjadinya stres bagi para akuntan publik. Sebuah penelitian menunjukan hasil bahwa faktor motivasi, stres, reward dan rekan kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja seorang auditor dan dari keempat faktor tersebut, hanya stres yang memiliki pengaruh negatif pada kinerja seorang auditor. Stres yang meningkat menyebabkan kinerja auditor menurun (Yuresta, 2011). Hal ini memunculkan 4 sebuah tekanan tuntutan tersendiri bagi seorang akuntan, di satu sisi pekerjaannyalah yang memunculkan stres, namun di sisi lain stres itu justru menyebabkan kinerjanya menurun. Biasanya dalam melakukan proses audit akuntan publik bekerja secara berkelompok sehingga kerjasama tim harus terbangun dengan baik. Apabila tidak tercipta kerjasama yang baik maka sangat memungkinkan dapat berdampak pada hasil audit secara keseluruhan. Timbulnya masalah kerjasama tim ini dapat menjadi tekanan tersendiri pada akuntan publik (Lubis, 2010). Segala macam tekanan jelas mempengaruhi hasil kinerja seseorang termasuk pada seorang akuntan publik. Demikianlah sedikit gambaran mengenai keadaan menekan yang dialami oleh para akuntan publik. Stresor merupakan pemicu dari munculnya stres. Setiap orang pasti pernah mengalami stres dalam hidupnya. Stres yang dialami setiap orang memang berbeda-beda tergantung pada stresor dan individu yang mengalaminya, oleh karena itu dampak stres yang dihasilkanpun berbeda-beda. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa stres dapat menyebabkan kinerja seorang auditor menurun, lebih jelasnya bahwa stres menjadi salah satu penyebab bagi para auditor wanita yang bekerja di big four kantor akuntan publik Indonesia memiliki keinginan berpindah (Utami, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Utami tersebut diperkuat dengan sebuah fakta yang terungkap melalui sebuah wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Januari 2016. SN seorang mantan akuntan publik wanita di PWC salah satu kantor akuntan publik yang termasuk dalam big four berafiliasi dengan salah satu kantor akuntan publik yang ada di Jakarta kini telah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. SN telah bekerja selama tiga bulan dengan status magang dan bekerja menjadi karyawan tetap selama empat bulan. Stres menjadi alasan utama mengapa SN berhenti. Awalnya SN ingin tetap bertahan hingga ia mendapat pekerjaan lain namun tekanan yang begitu besar membuat dirinya tidak dapat lagi 5 membendung keinginannya untuk berhenti. SN mengaku selalu merasa tegang dan merasa pekerjaannya tidak akan selesai sesuai tenggat waktu, hal ini membuat ia tidak dapat berhenti memikirkan pekerjaannya bahkan ketika ingin beristirahat pun ia selalu merasa gelisah. Fenomena mengenai stres yang dialami para akuntan bukan hal yang asing lagi bagi para pengguna jasa maupun akuntan itu sendiri. Perusahaan-perusahaan besar di Amerika memilih untuk memberi gaji yang lebih besar dan memutuskan untuk terus mengikutsertakan auditor internalnya dalam proses pengambilan keputusan mengenai pekerjaan mereka guna meminimalisir stres yang mereka hadapi, hal itu disebabkan karena ketika stres pada auditor meningkat akan menyebabkan peningkatan turnover yang justru akan menyebabkan perusahaan mengeluarkan budget lebih banyak lagi (Larson, 2006). AA LPP, sebuah firma akuntansi terbesar di Amerika Serikat yang berdiri sejak 1913 dan telah mengalami pertumbuhan tercepat sebagai menyedia jasa akuntansi dan konsultan keuangan kini telah runtuh begitu saja akibat terungkapnya skandal-skandal yang terjadi dalam proses audit. Mulai dari keruntuhan BFA yang disinyalir bangkrut akibat pemalsuan laporan keuangan oleh AA sebagai auditornya (Weil, 2002). Lalu berlanjut pada kegagalan audit yang membuat kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan hukum dari perusahaan S (Harris, 2001). Hingga skandal terbesarnya dengan perusahaan E yang membuat citra firma akuntansi sebagai pihak yang bersifat independen tercoreng, AA melakukan penghancuran dokumen-dokumen keuangan demi kepentingan beberapa pihak yang ada di E. Kecurangan firma akuntansi ini berlanjut terus-menerus dengan berbagai kasus. Ternyata setelah dikaji lebih lanjut budaya perusahaan AA telah memunculkan tekanan sendiri bagi para pekerjanya dengan menjadikan keuntungan dan pertumbuhan perusahaan sebagai prioritas utama perusahaan (Brown & Dugan, 2002). 6 SW salah satu akuntan publik yang bekerja sebagai konsultan di EY salah satu the big four firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, setelah sebelumnya selama kurang lebih satu tahun bekerja sebagai seorang auditor di PWC, melalui sebuah wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 November 2015 mengaku bahwa bagi wanita mungkin cukup berat bekerja di kantor akuntan publik, setiap hari harus pulang larut malam dan terus dikejar deadline. Keadaan ini membuat dirinya kehilangan banyak waktu bersama keluarga bahkan waktu beristirahat pun terasa kurang. Memang imbalan yang diberikan terbilang besar namun pekerjaan ini memang tidak mudah karena harus mengorbankan banyak waktu dan tenaga setiap harinya. Kondisi demikian telah memberikan sedikit gambaran mengenai kondisi stressfull yang terjadi pada akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik. Sikap independen membuat akuntan publik sangat dituntut kualitas dan profesionalitasnya. Berangkat dari fenomena tersebut, para ilmuan akuntansi kini mulai mengembangkan bidang keilmuan akuntansi keperilakuan yang kini mulai banyak diperhatikan. Akuntansi keperilakuan merupakan bidang ilmu yang mengkaji hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, serta dimensi keperilakuan organisasi dimana manusia dan sistem akuntansi itu berada serta diakui keberadaanya (Lubis, 2010). Bidang ilmu ini telah menunjukkan kedekatan ilmu akuntansi dengan psikologi. Melihat banyaknya fenomena stres yang ternyata berdampak negatif bagi kinerja para akuntan, banyak peneliti mulai menggali mengenai fenomena tersebut. Stres dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor dari dalam diri seperti kepribadian, ketahanan diri, dan kemampuan diri dalam menejemen stres itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal dapat berupa suasana kerja, dukungan sosial baik dari teman maupun keluarga dan karakteristik stresor itu sendiri. 7 Umumnya stresor yang dihadapi oleh auditor lebih besar daripada stresor yang dihadapi konsultan (Sanders, Fulks, & Knobeltt, 1995). Pasalnya seorang auditor berkewajiban memeriksa laporan keuangan sebuah perusahaan secara detail sehingga konsentrasi sangat diperlukan dalam hal ini. Disisi lain sering terjadinya perbedaan deadline yang ditetapkan kantor akuntan publik dengan ekspektasi klien, hal ini membuat klien yang terus mendesak dan menimbulkan tekanan bagi para akuntan. Lain halnya dengan konsultan yang bertugas sebagai pendamping, umumnya stres yang dialami seorang konsultan berasal dari keinginan klien yang terlalu banyak. Stres memang sudah menjadi hal yang sangat melekat pada sosok akuntan seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, walau banyak temuan penelitian dan fakta yang menunjukan besarnya keinginan berpindah dan tingginya angka turnover pada akuntan publik akibat stres masih banyak individu-individu yang memilih untuk bertahan dan terus menekuni pekerjaannya sebagai akuntan publik. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan mengenai faktor mengapa seseorang mampu bertahan dengan pekerjaan yang berat tersebut, namun itu memunculkan asumsi bahwa terdapat proses yang mampu dilalui seseorang dalam menghadapi stresnya sebagai akuntan. RWA seorang akuntan senior yang diyakini telah bekerja lebih dari dua puluh tahun sebagai akuntan. Beliau dikenal sebagai sosok yang ramah dan terbuka kepada banyak orang. “bapaknya gak pelit ilmu dan baik banget ke semua orang”, ujar W yang ditemui peneliti dalam wawancara pada tanggal 26 Desember 2015. W merupakan salah satu dosen yang mengajar di Fakultas Ekonomi di salah satu universitas negeri di Lampung. Selain Bapak RWA juga terdapat sosok lain yang tidak kalah mengesankan, beliau berinisial ZK. Beliau juga telah diyakini telah berprofesi sebagai akuntan lebih dari dua puluh tahun. Bapak ZK dikenal sebagai sosok yang alim dan ramah. Kedua figur tersebut telah menunjukan bahwa 8 sebesar apa pun stres yang dihadapi seorang akuntan tidak menutup kemungkinan menjadikan seorang akuntan tersebut menjadi figur yang sangat positif dan disukai orang disekitarnya. Sebenarnya setiap individu memiliki potensi untuk mengubah sesuatu yang negatif menjadi lebih positif, termasuk stres. Stres merupakan sebuah tekanan yang bersifat negatif hingga menyebabkan seseorang dapat depresi, namun melalui kacamata psikologi positif stres justru dapat menjadikan seseorang tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Figur Bapak RWA dan Bapak ZK telah menunjukan sisi positif dari sosok Akuntan yang dikenal penuh dengan stres. Melalui penelitiannya Yalom dan Lierberman (1991) memperkenalkan istilah positive psychological changes dengan mendokumentasikan sebuah bukti perubahan pribadi yang positif pada pasangan berduka dengan kesadaran eksistensial yang tinggi. Istilah lain yang serupa diungkapkan oleh Tedeschi dan Calhoun (1996) yaitu post-traumatic growth yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan dengan krisis besar dalam hidup dan masih banyak istilah-istilah lain yang seperti perceived benefit, stern conversion, adversarial growth dan istilah lainnya yang secara epistemologis istilah-istilah tersebut memiliki kedudukan yang sama yaitu perubahan positif yang terjadi pada seorang individu dalam berjuang menghadapi berbagai stresor (Joseph & Butler, 2010). Park, Cohen, dan Murch (1996) juga memperkenalkan sebuah istilah yaitu Stress Related Growth yang terjadi ketika individu berhasil merubah stres yang bersifat kontinu menjadi suatu hal yang lebih positif bahkan individu tersebut ikut mengalami perubahan diri menjadi lebih positif dan mampu tumbuh dalam menghadapi berbagai masalah yang menekannya. Banyak orang menganggap bahwa tuntutan dan tekanan merupakan hambatan dalam hidupnya, padahal beberapa orang menganggap sebaliknya. Pengalaman hidup yang penuh tekanan adalah kesempatan untuk tumbuh menjadi lebih positif (Ping-yi, 2012). 9 Stress Related Growth menjadi sebuah paradigma baru dalam memaknai stres, yaitu gagasan baru yang menyatakan bahwa seorang sebenarnya individu mampu melepaskan diri dari stresor negatif dan serta merta tumbuh menjadi lebih positif. Umumnya orang yang mengalami stress related growth sebelumnya mengalami masa yang berat, merasa cemas, takut, marah, depresi terlebih dulu hingga gejala fisik (Tedeschi & Calhoun, 2004; Park & Juliane, 2004). Stres Related Growth bukanlah sesuatu yang mudah dicapai, perlu adanya usaha dalam mencapai titik tersebut. Terjadinya perubahan positif ini jelas sangat bergantung pada beberapa faktor baik dari luar maupun dari dalam individu itu sendiri. Kualitas seorang individu jelas berpengaruh dalam terjadinya stress related growth. Karakteristik pribadi seorang individu sangat menentukan seberapa stress related growth yang akan di dapatkannya (Rifa’i, 2014). Setiap individu memiliki resiliensi, kepribadian, gender dan spritualitas yang berbeda (Schaefer & Moos, 1992). Kesimci, dkk (2005) juga mendapati perbedaan yang terjadi pada pria dan wanita dalam mencapai stress related growth, melalui penelitiannya ditemukan bahwa ternyata wanita mengalami stress related growth lebih tinggi daripada pria. Perbedaan karakteristik ini merujuk pada perbedaan coping strategies seorang individu. Coping merupakan sebuah usaha seseorang dalam mengatasi sesuatu yang berasal dari dalam maupun dari luar individu tersebut (Lazarus & Folkman, 1984). Schaefer dan Moos (1998) menemukan bahwa jenis coping yang paling sering memicu terjadinya stress related growth adalah problem focused coping yaitu usaha yang diupayakan seorang individu dalam menghadapi stresornya dengan berfokus menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Berbeda dengan Hoffman dan Whitmire (2013) yang mengungkapkan bahwa religius focused coping merupakan jenis coping yang paling dekat dengan stress related growth. Hal ini menunjukkan 10 bahwa karakteristik dan strategi coping seorang individu menjadi salah satu faktor penting penentu terjadinya stress related growth yang berasal dari diri individu. Karakteristik stresor juga menjadi faktor seseorang dalam mencapai stress related growth-nya. Park, Cohen, dan Murch (1996) mengatakan bahwa semakin berat stresor maka akan semakin besar stress related growth yang akan dicapai. Senada dengan hal tersebut Tedeschi & Calhoun (2004) mengatakan bahwa semakin berat peristiwa yang dialami individu maka akan membuat individu tersebut akan semakin tertantang menghadapi stresornya. karakteristik stresor akan menentukan bagaimana individu tersebut menghadapi stresnya (Schaefer & Moos, 1992; Kesimci, dkk, 2005). Dari berbagai pernyataan diatas dapat terlihat jelas bahwa karakteristik juga turut menjadi salah satu faktor tercapainya stress related growth pada seorang individu. Fredrickson (2001) memiliki pandangan bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap stress related growth. Karanci dan Erkam (2007) juga menemukan adanya hubungan positif antara dukungan sosial dan stress related growth pada wanita penderita kanker payudara di Turki. Sebagai makhluk sosial, individu jelas membutuhkan dukungan orang lain, terutama orang-orang terdekatnya. Berdasarkan teori pertukaran sosial, dukungan sosial yang diberikan kepada seseorang baik dari keluarga maupun rekan kerja akan menjadikan orang tersebut memiliki keharusan untuk membalas dengan berperilaku positif (Blau dalam Allen, Shore, & Griffeth, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2013) ditemukan bahwa dukungan sosial secara signifikan memoderasi pengaruh konflik peran terhadap niat karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Artinya dukungan sosial memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan seorang individu. Keluarga merupakan lingkup sosial yang paling dekat dengan individu sehingga dalam peranannya jelas keluarga memiliki andil besar dalam kehidupan seorang individu terutama 11 pada keberhasilan seseorang. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2014) yang mengatakan bahwa dukungan sosial keluarga memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan fear of success pada wanita karier dengan sumbangan efektif sebesar 8.3%. SW memperkuat temuan penelitian-penelitian tersebut, dirinya mengaku lelah yang dirasa bisa sedikit berkurang ketika perhatian orang lain datang padanya. Terutama ketika SW berbincang dengan orang tuanya melalui telepon hanya untuk sekedar ditanya kabar, diingatkan untuk makan, beristirahat serta jangan lupa solat membuat SW merasa senang. Belum lagi kasih sayang yang dirasakan dari suaminya membuat dirinya merasa berarti. Hal ini yang membuat dirinya dapat bertahan dengan segala tekanan yang dihadapi dan terus mencoba untuk menjadi sosok yang berguna bagi mereka yang ada disisinya. Bahkan menurutnya justru pada saat kondisi dirinya terasa lebih berat, SW berusaha untuk lebih bersikap tenang dan mencoba memaknainya. Baginya masalah lah yang membuat kita semakin dewasa.“manfaatkanlah masalah selagi ada, jangan mau dimanfaatkan masalah”, ujar SW. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata sebuah tekanan tidak selalu akan membuat seseorang menjadi stres bahkan depresi seperti pada umumnya yang telah banyak dibahas dibanyak penelitian. Melalui tekanan-tekanan yang ada justru membuat seseorang berusaha untuk menjadikan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik lagi, ini menjadi salah satu sebuah fenomena positif dari sebuah tekanan. Dalam hirarki kebutuhan yang dicanangkan Maslow terdapat lima kebutuhan dalam hidup yaitu kebutuhan fisiologis (1), kebutuhan rasa aman (2), kebutuhan akan rasa sayang (3), kebutuhan akan penghargaan (4), dan kebutuhan aktualisasi diri (5) (Passer & Smith, 2011). Kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, dan juga penghargaan dapat seseorang peroleh paling tidak dari keluarganya. Perhatian-perhatian kecil dapat menjadi sangat berarti 12 bagi seorang individu, oleh karena itu banyak individu yang menginginkan pekerjaan yang berlokasi dekat dengan keluarganya. Borg dan Elizur (1992) dalam penelitiannya mengatakan bahwa dukungan sosial keluarga sangat berpengaruh pada niat karyawan untuk keluar dari pekerjaannya, hal ini dikarenakan dukungan sosial keluarga merupakan variabel situasional yang mampu meningkatkan perasaan nyaman dan memungkinkan seseorang untuk lebih mengendalikan diri. Hal ini diperkuat dengan penelitian lain yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan komitmen organisasi, dukungan sosial keluarga memberi sumbangan efektif sebesar 10.6% terhadap komitmen organisasi (Tobing, 2015). Dari penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan dukungan sosial mampu memberikan dampak positif bagi seorang individu termasuk dalam pencapaian stressrelated growth. Permasalahan stres menjadi suatu hal yang tidak terhindarkan lagi bagi para akuntan publik. Berkembangnya psikologi positif memunculkan sebuah harapan untuk menjadikan seorang individu menjadi pribadi yang sehat mental ketika stresor tidak terelakan. Berdasarkan studi literatur dan beberapa penelitian yang telah dibahas sebelumnya diketahui bahwa dukungan sosial keluarga memiliki manfaat yang positif bagi aspek kehidupan manusia guna menjadi pribadi yang lebih positif. Beberapa peneliti pun telah menemukan adanya manfaat dukungan sosial terhadap tercapainya stress-related growth diberbagai kelompok, namun apakah dukungan sosial keluarga yang diterima para akuntan publik juga memiliki hubungan dengan stress-related growth yang terjadi pada akuntan publik? 13 B. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik apakah dukungan sosial keluarga memiliki hubungan dengan stress-related growth yang dialami akuntan yang bekerja di akuntan publik. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya pada bidang psikologi klinis. Penelitian ini dapat menambah ilmu dan informasi bagi ilmuwan bidang psikologi, terlebih pada bidang psikologi positif yaitu stress-related growth. 2. Manfaat Praktis Stres telah menjadi permasalahan yang sering dijumpai didunia kerja. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres itu sendiri. Di dunia profesi akuntan publik, stres telah menjadi hal yang harus dihadapi sehari-hari. Stres menjadi suatu hal yang tidak dapat ditepis lagi. Jika benar terbukti bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan pencapaian stressrelated growth yang dialami oleh akuntan publik, hal ini dapat menambah pengetahuan kepada masyarakat luas akan pentingnya dukungan sosial keluarga dalam pencapaian diri yang lebih positif sehingga hal ini dapat diaplikasikan di kehidupan nyata. Selain itu pengetahuan tentang stress-related growth juga menjadi pengetahuan baru sehingga para akuntan publik tidak perlu lagi memikirkan bagaimana cara untuk menghilangkan stres yang dialami tetapi justru melatih diri untuk memanfaatkan stres tersebut menjadi hal yang mampu membantu diri menjadi pribadi yang lebih positif.