BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Karya sastra adalah karya fiksi hasil dari pengolahan imajinasi pengarang.
Meskipun bersifat imajinatif, sastra tidak dapat dilepaskan dari pengalaman
kehidupan dalam dunia nyata. Karya sastra seringkali menyajikan peristiwaperistiwa yang biasa terjadi di dalam kehidupan nyata melalui tokoh-tokoh
sebagai pelakunya. Selain itu, karya sastra juga tercipta dari pengalaman kejiwaan
pengarang yang berupaya menangkap gejala di dunia sekitarnya, lalu diresepsi,
dan diekspresikan lewat gagasan (Endraswara, 2013:129). Hal ini berarti bahwa
karya sastra merekam gejala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala kejiwaan yang
terdapat dalam sebuah karya sastra salah satunya tercermin dalam perilaku dan
kepribadian tokoh dalam cerita.
Tokoh merujuk pada individu-individu yang muncul di dalam cerita
(Pujiharto, 2010:43). Dalam sebuah karya sastra, tokoh merupakan unsur yang
sangat penting karena merupakan sosok yang benar-benar mengambil peran dalam
cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita, memiliki dan memainkan perannya masingmasing sehingga membuat karya sastra menjadi lebih hidup. Melalui tokohtokohnya, pengarang menyampaikan sesuatu ide atau gagasan yang ada di
pikirannya ke dalam bentuk cerita yang utuh yang dapat dipahami dan memiliki
makna.
1
2
Sebagai bentuk dari aktivitas kejiwaan pengarang, tokoh dapat diibaratkan
seperti manusia dalam kehidupan nyata. Seperti manusia, tokoh dalam sastra juga
diciptakan memiliki watak, pikiran, perasaan, dan pandangan serta berada dalam
kondisi psikologis tertentu. Demikianlah sebuah karya sastra memuat gejalagejala kejiwaan, yaitu melalui perilaku tokoh. Perilaku merupakan cerminan dari
keadaan jiwa atau mental seseorang. Melalui perilaku, keadaan jiwa seseorang
dapat dijelaskan.
Karya sastra yang di dalamnya secara dominan memuat gejala-gejala
kejiwaan disebut sebagai fiksi psikologis. Seperti yang diungkapkan Minderop
bahwa karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional, dan mental
para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji tentang perwatakan daripada
mengkaji alur atau peristiwa (Minderop, 2011:53). Dalam fiksi psikologis, kritik
sastra berusaha menelusuri gerak jiwa lewat permainan kata (Endraswara,
2013:129).
Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari merupakan sebuah fiksi
psikologis. Dalam novel Pasung Jiwa, tokoh-tokoh diceritakan secara kompleks.
Tokoh dalam novel tersebut digambarkan seperti halnya dengan manusia dalam
kehidupan nyata yang memiliki berbagai macam kepribadian, pandangan, dan
perasaan. Mereka memiliki sifat dan ciri yang khas, berbeda satu dengan yang
lainnya. Tidak hanya itu, dalam novel ini juga banyak ditampilkan perilakuperilaku tokoh yang termasuk dalam perilaku yang tidak biasa atau dapat
dikatakan abnormal.
3
Pasung Jiwa menceritakan tokoh-tokoh yang memiliki problem hidup yang
kompleks. Problem hidup tersebut membuat tokoh-tokoh dalam novel Pasung
Jiwa tertekan sehingga mengalami gangguan jiwa dan terjerumus ke dalam
perilaku-perilaku yang tergolong sebagai perilaku abnormal. Selain itu, dalam
novel Pasung Jiwa juga terdapat latar tempat di rumah sakit jiwa. Hal ini
membuat novel Pasung Jiwa lebih kental dengan nuansa psikologis.
Selain Pasung Jiwa, Okky Madasari juga telah menulis banyak novel.
Semua novel yang pernah ditulis oleh Okky Madasari mengangkat permasalahanpermasalahan yang ada di masyarakat. Melalui novel-novelnya tersebut Okky
Madasari berusaha menyampaikan gagasannya mengenai isu-isu yang terjadi di
masyarakat. Adapun novel-novel yang pernah ditulis oleh Okky Madasari
diantaranya adalah Entrok (2010) yang berkisah tentang dominasi militer dan
ketidakadilan pada masa orde baru, 86 (2011) bercerita tentang korupsi di
Indonesia pada masa sekarang ini, Maryam (2012) yang bercerita tentang orangorang yang terusir karena keyakinannya (http://okkymadasari.net/about/).
Berdasarkan permasalahan tersebut, untuk
memahami
gejala-gejala
kejiwaan dalam novel Pasung Jiwa teori yang tepat digunakan adalah teori
psikologi sastra. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan
psikologis karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun
imajinatif, dapat menampilkan berbagai problem psikologis (Minderop, 2011:55).
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan
diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung Jiwa karya
Okky Madasari.
2. Faktor-faktor penyebab abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung
Jiwa karya Okky Madasari.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini ada dua, yaitu tujuan teoretis
dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan
masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu untuk mengungkapkan
bentuk-bentuk abnormalitas dan penyebab abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel
Pasung Jiwa.
Tujuan praktis dalam penelitian ini ada tiga. Pertama, yaitu sebagai bentuk
apresiasi terhadap karya sastra Indonesia, terutama novel Pasung Jiwa karya
Okky Madasari. Kedua, yaitu untuk menambah khazanah studi penelitian sastra
dan diharapkan dapat meningkatkan minat terhadap perkembangan penelitian
sastra, terutama dengan menggunakan teori psikologi sastra. Ketiga, tujuan
penelitian ini sama halnya dengan tujuan dari penelitian psikologi sastra pada
umumnya, yaitu untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak
langsung (Ratna, 2011:342). Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya,
misalnya,
masyarakat
dapat
memahami
perubahan,
kontradiksi,
dan
5
penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya
dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2011:342-343).
1.4 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam penelitian berisi paparan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, baik yang berkaitan dengan objek formal maupun objek
material dalam penelitian ini. Penelitian tentang perilaku dan kepribadian tokoh
dengan menggunakan teori psikologi sastra dan psikoanalisis sebelumnya telah
dilakukan, yaitu sebagai berikut.
Skripsi yang disusun oleh Febriesha dari Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Ilmu Budaya UGM yang berjudul Dinamika Kepribadian Tokoh Drama Mangir
Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Psikoanalisis (2006) membahas tentang
psikologis
tokoh.
Skripsi
ini
menganalisis
kepribadian
tokoh
dengan
menggunakan teori psikoanalis Sigmund Freud. Kajian psikoanalisis dalam
penelitian ini terfokus pada empat tokoh, yaitu Putri Pambayun, Wanabaya, Baru
Klinthing, dan Tumenggung Mandaraka.
Skripsi yang disusun oleh Fathma Kamaliyah dari Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Kajian Psikoanalisis Trilogi
Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (2006) membahas mengenai gejala
kejiwaan yang dialami oleh tokoh utama. Dengan menggunakan teori psikologi
sastra, Fatma menyimpulkan bahwa kegilaan yang dialami oleh tokoh utama,
yaitu Srintil diakibatkan oleh lemahnya ego sehingga superegonya mengalami
kekalahan.
6
Skripsi yang disusun oleh Denta Sahputri dari Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Gangguan Jiwa dan Perilaku
Abnormal tokoh-tokoh novel Dadaisme karya Dewi Sartika: Analisis Psikologi
Sastra (2010) juga membahas tentang gangguan jiwa dan perilaku abnormal tokoh
dengan menggunakan teori psikologi sastra. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa tokoh-tokoh dalam novel Dadaisme adalah tokoh-tokoh yang unik dan
aneh. Mereka mengalami gangguan jiwa. Selain meneliti tentang gangguan jiwa
dan perilaku abnormal dalam novel Dadaisme, Denta Sahputri juga menelaah
tentang akibat perilaku abnormal terhadap eksistensi tokoh dalam kehidupannya.
Dalam hal ini, Denta Sahputri menyimpulkan bahwa peristiwa-peristiwa atau
perilaku-perilaku abnormal yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel Dadaisme
disebabkan oleh tokoh lain yang menjadi pangkal masalah. Selain itu, Denta juga
meneliti tentang pengaruh tema psikologis terhadap struktur estetika novel
Dadaisme. Pada akhirnya diambil kesimpulan bahwa seperti halnya dengan
tokoh-tokohnya yang menyimpang, struktur estetika cerita novel Dadaisme juga
abnormal.
Skripsi lainnya yang membahas tentang aspek kejiwaan tokoh adalah skripsi
karya Pekik Nursasongko dari Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
UGM yang berjudul Teks Drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya: Kajian
Psikoanalisis Sigmund Freud (2010). Dengan menggunakan teori psikoanalisis
Sigmund Freud, Pekik menyimpulkan bahwa tokoh-tokoh dalam Teks Drama Dag
Dig Dug mengalami dinamika kepribadian secara parsial, seperti yang terjadi pada
tokoh Chairul Umam, Tamu, Cokro, Ibrahim, dan Tobing. Selain menarasikan
7
keberagaman dinamika kepribadian, dalam skripsinya, Pekik juga menyimpulkan
bahwa tokoh-tokoh dalam teks drama DDD merupakan bentuk representasi dari
masyarakat menengah ke bawah yang lemah dan tidak memiliki kepentingan
politik dan kekuasaan.
Skripsi yang ditulis oleh Elviana Yuniar Kuswanti dari Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan UMS pernah membahas mengenai novel Pasung Jiwa.
Skripsi tersebut berjudul Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Pasung Jiwa
Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya sebagai
Bahan Ajar Sastra di SMA (2014). Skripsi ini membahas mengenai konflik batin
yang dialami oleh tokoh Sasana, yaitu tokoh Sasana rela meninggalkan keluarga
demi untuk mendapatkan sebuah kebebasan yang diinginkannya. Kesimpulan
yang didapat dari penelitian Elviana adalah terdapat tiga konflik yang dialami
oleh sasana, yaitu konflik mendekat-mendekat, konflik mendekat-menjauh,
konflik menjauh-menjauh. Konflik mendekat-mendekat hasil penelitian tersebut
meliputi antara kasih sayang dan kesukaannya, antara senang dan heran, antara
baik dan buruk saat merubah penampilan, dan antara meninggalkan atau
menemani ibunya. Konflik mendekat-menjauh dalam penelitian tersebut adalah
antara hal yang disukai dan dibenci, antara melupakan masa lalu atau meneruskan
masa lalu. Konflik menjauh-menjauh dalam penelitian tersebut adalah antara
kasih sayang atau kenyamanan, dan antara takut dan gelisah.
Selain meneliti tentang konflik batin tokoh utama, dalam skripsinya, Elviana
juga meneliti tentang latar sosio-historis dan struktur novel Pasung Jiwa. Dalam
penelitiannya, Elviana menyimpulkan bahwa Okky madasari merupakan seorang
8
sastrawan yang berbicara masalah-masalah sosial dalam karyanya. Analisis
konflik batin dalam skripsi ini pun ditujukan untuk kepentingan pengajaran, yaitu
sebagai implementasi bahan ajar di SMA.
Novel Pasung Jiwa sebelumnya memang pernah diteliti menggunakan teori
psikologi Sastra. Akan tetapi, fokus penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya,
yaitu
membahas
mengenai
bentuk-bentuk
dan
penyebab
abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung Jiwa dengan memanfaatkan teori
psikologi abnormal dan teori kepribadian Freud. Sepengetahuan penulis,
penelitian tentang abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung Jiwa belum
pernah dibahas sebelumnya.
1.5 Landasan Teori
Teori yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
penelitian ini adalah psikologi sastra. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan
tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia (Kartono, 1996:1).
Dimensi jiwa adalah dimensi yang hanya ada dalam diri manusia (Fananie,
2002:178). Teori psikologi yang relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini
adalah teori kepribadian yang diungkapkan oleh Freud dan teori tentang psikologi
abnormal. Teori Freud yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kepribadian,
yaitu yang berhubungan dengan wilayah pikiran yang dibagi Freud menjadi tiga,
yaitu id, ego, dan superego. Teori tentang id, ego, dan superego inilah yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu untuk mencari penyebab abnormalitas
tokoh-tokoh dalam novel Pasung Jiwa.
9
1.5.1
Teori Kepribadian
Sigmund Freud mendasarkan teori kepribadiaanya pada dua ide yang sangat
mendasar. Yang pertama adalah bahwa tingkah laku manusia terutama tidak
dikuasai akal, tetapi oleh naluri-naluri irasional, naluri menyerang, dan terutama
oleh naluri seks. Ide kedua adalah bahwa sebagian kecil dari pikiran dan kegiatan
kita muncul dari proses mental yang disadari dan yang paling besar memengaruhi
tingkah laku kita adalah ketidaksadaran (Calhoun dan Acocella, 1995:19). Untuk
menjelaskan gambaran mental berdasarkan fungsi atau tujuannya, Freud membagi
pikiran ke dalam tiga bagian, yaitu bagian yang paling primitif dari pikiran adalah
Das Es atau „sesuatu‟, „itu‟ (it), yang hampir selalu diterjemahkan sebagai id.
Bagian kedua adalah Das Ich, atau „saya‟ (I), yang diterjemahkan sebagai ego;
dan yang terakhir adalah Uber-Ich atau „saya yang lebih‟ (over I), yang dalam
bahasa Inggris disebut sebagai Superego (Feist, 2012:31-35).
1.5.1.1 Id
Id adalah bagian inti dari kepribadian. Fungsi id adalah untuk memperoleh
kepuasan sehingga disebut sebagai prinsip kesenangan (pleasure principle). Bayi
yang baru lahir adalah perwujudan dari id yang bebas dari hambatan ego maupun
superego. Id adalah wilayah yang primitif, kacau balau, dan tak terjangkau oleh
alam sadar. Id tak mau diubah, amoral, tidak logis, tak bisa diatur, dan penuh
energi yang datang dari dorongan-dorongan dasar serta dicurahkan semata-mata
untuk memuaskan prinsip kesenangan.
10
1.5.1.2 Ego
Ego atau saya adalah satu-satunya wilayah pikiran yang memiliki kontak
dengan realita. Ego berkembang dari id semasa bayi dan menjadi satu-satunya
sumber seorang dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Ego dikendalikan oleh
prinsip kenyataan (reality principle) yang berusaha mengganti prinsip kesenangan
milik id. Sebagai satu-satunya wilayah pikiran yang berhubungan dengan dunia
luar maka ego pun mengambil peran eksekutif sebagai pengambil keputusan dari
kepribadian.
Pada saat menjalankan fungsi kognitif dan intelektual, ego harus
menimbang-nimbang antara sederetan tuntuan id yang tidak masuk akal dan
saling bertentangan dengan superego. Jadi ego terus-menerus berupaya untuk
mengendalikan tuntutan buta dan irasional dari id serta superego dengan tuntutan
realistis dari dunia luar. Terjepit oleh dua sisi kekuatan yang saling berlawanan
satu dengan yang lainnya maka ego pun memunculkan reaksi yang sudah bisa
diperkirakan sebelumnya, yaitu cemas. Oleh karena itu, ego menggunakan represi
dan mekanisme pertahanan (defense mechanisms) lainnya untuk melindungi diri
dari kecemasan tersebut.
1.5.1.3 Superego
Superego atau saya yang lebih (above-I) mewakili aspek-aspek moral dan
ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralitas dan idealis
(moralistic and idealistic principles) yang berbeda dengan prinsip kesenangan
dari id dan prinsip relitas dari ego. Superego memiliki dua sistem, yaitu suara hati
11
dan ego ideal. Suara hati lahir dari dari pengalaman-pengalaman mendapatkan
hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari tentang hal-hal yang
sebaiknya dilakukan sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapat
imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan pada hal-hal yang sebaiknya
dilakukan.
1.5.2
Psikologi Abnormal
Abnormal menurut KBBI adalah tidak sesuai dengan keadaan yang biasa,
mempunyai kelainan, dan tidak normal (KBBI, 2014:3). Berikut adalah kriteria
perilaku yang digolongkan sebagai perilaku abnormal menurut James F. Calhoun
dan Joan Ross Acocella (1995:481-483).
a. Pelanggaran norma
Setiap masyarakat mempunyai seperangkat norma yang lengkap atau aturan
untuk perilaku yang meliputi hampir semua aspek kehidupan. Pada umunya
norma dianggap sebagai hal yang mutlak „benar‟ atau „salah‟. Oleh karena itu,
pelanggaran terhadap norma dipandang sangat serius dan orang yang melanggar
norma dianggap sebagi orang yang abnormal, contohnya orang yang berjalan
tanpa pakaian.
b.
Kelangkaan statistik
Menurut patokan, semua perilaku yang menyimpang terlalu jauh dari rata-
rata statistik yang ditetapkan sebagai abnormal, contoh atas dasar patokan orang
dapat didiagnosis sebagai bermental belakang. Nilai IQ rata-rata ialah sekitar 100.
12
Semua nilai yang terlalu jauh di bawah rata-rata tersebut (nilai batasnya adalah
68) dianggap abnormal.
c. Ketidaksenangan Pribadi
Apabila orang mengatakan sangat tidak bahagia maka perilaku ini
dinamakan abnormal dan memerlukan bantuan. Ini adalah ukuran yang lebih
bebas
daripada
pelanggaran
norma
atau
kelangkaan
statistik
memperbolahkan orang menilai terhadap kenormalannya sendiri.
karena
Aturan
ketidaksenangan pribadi secara luas digunakan untuk gangguan neurolik, seperti
fobia.
Pedoman Diagnostik dan Statistik untuk Gangguan Mental (PDS) membagi
kategori perilaku abnormal menjadi dua, yaitu gangguan neurotik dan psikosis
(Calhoun dan Acocella. 1995:484-486). Pertama, gangguan Neurotik meliputi
berbagai macam pola. Sebagian pola tersebut jarang dan sebagian lagi banyak
ditemukan. Gangguan neurotik yang paling umum adalah gangguan kecemasan
yang ditandai dengan ketakutan yang tidak masuk akal dan lumpuh. Dalam satu
pola yang dinamakan gangguan kecemasan umum, si penderita terus menerus
merasa tegang dan takut, tetapi dia tidak mengetahui apa yang dia takuti suatu
keadaan yang dinamakan Freud „kecemasan yang mengambang bebas‟. Pada pola
lain dinamakan gangguan panik kecemasan itu sewaktu-waktu meningkat menjadi
serangan panik sehingga menyebabkan penderita berkeringat, gemetar, berdebardebar, dan gejala fisis lain (Calhoun dan Acocella. 1995:481-484).
13
Kedua, kategori gangguan abnormal psikosis. Jika penderita neurosis masih
dapat berhubungan secara baik dengan kenyataan, penderita psikosis tidak dapat.
Dalam gangguan psikosis, pikiran dan emosi penderita begitu terganggu sehingga
dia melihat gambaran yang sangat salah tentang kenyataan. Persepsi indra yang
salah di sini disebut halusinasi. Kemudian dia mulai mempercayai hal tersebut.
kepercayaan yang salah itu disebut delusi. Halusinasi dan delusi digabungkan
dengan gangguan lain pada pikiran dan emosi menimbulkan kesulitan besar bagi
penderita psikosis untuk dapat hidup wajar dalam masyarakat. Oleh karena itu,
penderita psikosis umumnya dirawat di rumah sakit (Calhoun dan Acocella.
1995:484-486).
Berdasarkan pada kategori abnormalitas di atas, beberapa perilaku yang
tergolong bentuk-bentuk gangguan jiwa dan abnormalitas adalah sebagai berikut.
1.5.2.1 Gangguan Kecemasan
Anxiety (kecemasan) adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandai
oleh gejala-gejala jasmaniah seperti fisik dan kekhawatiran tentang masa depan.
Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat
subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir, gelisah, dan resah), atau respon
fisologis yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang
meningkat dan otot yang menegang (Durand dan Barlow, 2006:158). Gangguangangguan yang termasuk ke dalam gangguan kecemasan, yaitu ada gangguan
kecemasan menyeluruh, gangguan panik dengan dan tanpa agorafobia, fobia khas,
14
fobia sosial, gangguan stres pascatrauma, dan gangguan obsesif kompulsif
(Durand dan Barlow, 2006:157).
1.5.2.2 Gangguan Suasana Perasaan dan Bunuh Diri
Mood disorders (gangguan suasana perasaan) ditandai oleh adanya deviasi
atau penyimpangan yang sangat besar pada mood (suasana perasaan) (Durand dan
Barlow, 2006:272). Gangguan-gangguan yang termasuk pada gangguan suasana
perasaan adalah gangguan episode manik, gangguan afektif bipolar, gangguan
episode depresi, dan gangguan depresif berulang (Maslim, 2001:60-66).
Gangguan suasana perasaan dapat membuat orang begitu kehilangan daya hingga
bunuh diri dianggap sebagai pilihan yang lebih baik daripada tetap hidup (Durand
dan Barlow, 2006:270).
Bunuh diri merupakan sebuah tindakan yang sengaja dilakukan seseorang
untuk membunuh nyawanya atau menghabisi dirinya sendiri. Bunuh diri ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menelan pil atau biasanya obat
tidur, meminum hal-hal berbahaya, menggantung diri, dan lain-lain (Supratiknya,
1995:105:106). Selain completed suicide (tindakan bunuh diri hingga tewas), dua
indeks perilaku bunuh diri lain yang penting adalah suicidal attemps (percobaan/
atau usaha
bunuh diri, tetapi pelakuya tidak tewas) dan suicidal ideations
(ide/pikiran bunuh diri, orang mempunyai pikiran serius untuk bunuh diri)
(Durand dan Barlow, 2006:325).
15
1.5.2.3 Gangguan Seksualitas
Contoh-contoh gangguan seksual yang terjadi adalah gangguan identitas
gender, disfungsi seksual, dan parahilia (Durand dan Barlow, 2007:63). Gender
identity disorder (gangguan identitas gender) merupakan ketidakpuasan psikologis
terhadap gender biologisnya sendiri atau gangguan dalam memahami identitas
sendiri sebagai laki-laki atau perempuan. Gangguan identitas gender ditandai oleh
keinginan menjalani kehidupan lawan jenisnya (Durand dan Barlow, 2007:69).
Disfungsi seksual adalah individu-individu dalam hal ini merasa kesulitan
untuk berfungsi secara adekuat pada saat berhubungan seks (Durand dan Barlow,
2007:77). Contoh jenis gangguan disfungsi seksual adalah gangguan nafsu
seksual, gangguan aversi seksual, gangguan rangsangan seksual, gangguan
orgasme, dan gangguan nyeri seksual (Durand dan Barlow, 2007:77-85)..
Paraphilia (parafilia) merupakan istilah untuk merujuk pada peyimpangan
seksual, mencakup gangguan-gangguan di mana keterangsangan seksual timbul
terutama di dalam konteks objek-objek atau individu-individu yang tidak
semestinya. Contoh paraphilia adalah fetisisme, voyeurisme, eksibisionis,
sadisme seksual, masokhisme seksual, perkosaan sadistik, pedofilia, inses
(Durand dan Barlow, 2007:99-103)
Selain disfungsi seksual, gangguan identitas gender, dan paraphilia yang
termasuk dalam perilaku seksual yang menyimpang ada prostitusi. Prostitusi atau
pelacuran adalah memberikan layanan hubungan seksual demi imbalan uang
16
(Supratiknya, 1995:97). Secara teknis ada empat macam pelacuran (Coleman,
Buthcer, Carson via Supratiknya, 1995:97) adalah sebagai berikut.
a. Hubungan heteroseksual di mana pihak perempuan menerima pembayaran
b. Hubungan heteroseksual di mana pihak lelaki menerima pembayaran
c. Pelacuran homoseksual di mana seorang lelaki menawarkan layanan
hubungan homoseksual kepada lelaki lain.
d. Pelacuran homoseksual di mana seoarang perempuan menawarkan layanan
hubungan homoseksual kepada perempuan lain.
1.5.2.4 Gangguan-Gangguan Kepribadian
Kepribadian adalah semua ciri yang tampak pada cara orang berperilaku
dan berpikir sedangkan yang dimaksud dengan gangguan kepribadian (personality
disorder) adalah pola yang menetap dan mempersepsi, berhubungan, dan
memikirkan tentang lingkungan dan diri sendiri, yang diperlihatkan di berbagai
macam konteks sosial, dan pribadi, yang bersifat tidak fleksibel dan maladaptif
serta menyebabkan hendaya fungsional dan distress subjektif yang signifikan
(Durand dan Barlow, 2007:177). Diagnostic Statistic Manual (DSM) –IV-TR
membagi gangguan kepribadian menjadi tiga kelompok atau cluster berdasarkan
kemiripannya (Durand dan Barlow, 2007:179-180). Klater A disebut klaster ganjil
atau eksentrik, terdiri atas gangguan kepribadian paranoid, skizoid, skizotip.
Klaster B disebut klaster dramatis, emosional, atau eratik atau tak menentu, terdiri
atas gangguan kepribadian ambang, historik, dan narsistik klater. Klaster C adalah
17
klaster cemas atau ketakutan, terdiri atas gangguan kepribadian menghindar,
dependen, dan obsesif kompulsif.
1.5.2.5 Gangguan Skizofrenia
Gangguan Skizofrenia merupakan gangguan menakutkan yang ditandai oleh
spektrum disfungsi kognitif dan emosional yang luas, pembicaraan dan perilaku
yang terdisorganisasi, dan emosi-emosi yang tidak pas. Gangguan skizofrenia
juga merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan
gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan,
emosi, dan perilaku (Durand dan Barlow, 2007:227).
1.5.3
Model Perilaku Abnormal
Model perilaku abnormal adalah sejenis kerangka berpikir yang dipakai
untuk mencoba menjelaskan seluk-beluk perilaku abnormal (Supratiknya,
1995:17). Ada enam model tentang perilaku abnormal yang cukup penting, yaitu
sebagai berikut.
a. Model Biologis
Dalam model ini, perilaku abnormal timbul akibat aneka kondisi organik tak
sehat yang merusak fungsi sistem syaraf pusat di otak. Gangguan perilaku
dipandang sebagai penyakit, setidak-tidaknya bersumber pada penyakit yang
langsung menyerang otak atau keadaan tidak ideal pada tubuh yang akhirnya juga
18
berakibat menganggu atau bahkan melumpuhkan kerja otak (Supratiknya,
1995:17).
b.
Model Psikoanalitik
Model ini diturunkan dari teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh
Sigmund Freud (dalam Supratiknya, 1995:18). Menurut Freud, aneka situasi
menekan yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang.
Kecemasan ini berfungsi sebagai peringatan bahaya sekaligus merupakan kondisi
tak menyenangkan yang perlu diatasi.
c. Model Behavioristik
Menurut model Behavioristik penyebab gangguan perilaku adalah proses
belajar yang salah (faulty learning). Bentuk kesalahan belajar itu ada dua
kemungkinan. Pertama, gagal mempelajari bentuk-bentuk perilaku atau kecakapan
adaptif yang diperlukan dalam hidup, misal seorang anak laki-laki yang
dibesarkan hanya oleh ibunya, sesudah dewasa ia cenderung bersifat feminim,
karena tidak pernah menemukan model untuk mempelajari sifat-sifat dan peran
lelaki. Kedua, mempelajari tingkah laku yang maladaptif. Misalnya, seorang anak
yang sesudah dewasa cenderung agresif dan asosial karena dibesarkan di tengah
keluarga yang retak dengan ayah pemabuk dan senang memukuli istri dan anakanaknya (ayah tipe ‘child and wife beater’) (Supratiknya, 1995:18-19).
19
d. Model Humanistik
Menurut
model
humanistik,
penyebab
gangguan
perilaku
adalah
terhambatnya atau terdistorsinya perkembangan pribadi dan kecenderungan wajar
ke arah kesehatan fisik dan mental. Hambatan atau distorsi itu sendiri dapat
bersumber pada faktor-faktor berikut: (1) penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang berlebihan, sehingga individu semakin kehilangan kontak dengan realitas;
(2) kondisi-kondisi sosial yang tidak menguntungkan serta proses belajar yang
tidak semestinya; dan (3) stres yang berlebihan (Supratiknya, 1995:19-20).
e. Eksistensional
Menurut para eksistensialis, manusia modern terjebak dalam situasi hidup
tidak menyenangkan yang merupakan buah pahit dari proses modernisasi berupa
antara lain melemahnya nilai-nilai tradisional, krisis iman, hilangnya pengakuan
atas diri individu sebagai pribadi akibat berubahnya masyarakat ke arah
masyarakat birokratik yang bersifat massal, dan menghilangnya banyak hal yang
dapat menjadi sumber makna hidup seperti persahabatan, kesetiakawanan, dan
sebagainya (Supratiknya, 1995:20).
f. Model Interpersonal
Menurut model interpersonal, hubungan antarpribadi yang tidak memuaskan
merupakan sumber utama penyebab tingkah laku maladaptif (Supratiknya,
1995:21).
20
g. Model Sosiokultural
Menurut model sosiokultural, penyebab utama perilaku abnormal adalah
keadaan-keadaan obyektif di masyarakat yang bersifat merugikan, seperti
kemiskinan, diskriminasi, dan prasangka ras, serta kekejaman/kekerasan
(Supratiknya, 1995:21).
1.6 Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu metode
pengumpulan data dan metode analisis data. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Metode tersebut dipilih
karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata, frasa, klausa,
dan kalimat yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa. Data yang diambil dari
novel Pasung Jiwa adalah data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
dalam skripsi ini.
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis merupakan metode yang
dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta dan kemudian disusul dengan
analisis. Analisis yang dilakukan tidak semata-mata menguraikan, tetapi juga
memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2011:53). Secara
keseluruhan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
21
1) Membaca novel Pasung Jiwa secara intensif dan berulang-ulang agar peneliti
memahami isi cerita secara keseluruhan.
2) Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan bentuk-bentuk abnormalitas tokohtokoh dalam novel Pasung Jiwa berdasarkan kriteria, kategori, dan bentukbentuk abnormalitas yang telah disebutkan di dalam landasan teori. Dengan
melakukan identifikasi dan klasifikasi tersebut, secara tidak langsung peneliti
juga dapat menggolongkan mana tokoh yang berperilaku normal dan mana
yang tidak.
3) Mencari penyebab internal abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung
Jiwa dengan memanfaatkan teori kepribadian Freud.
4) Mencari penyebab eksternal abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung
Jiwa dengan memahami kehidupan tokoh-tokoh dalam cerita yang
digambarkan oleh pengarang.
5) Menyusun kesimpulan.
6) Menyajikan penelitian dalam bentuk laporan.
1.7
Sistematika Laporan Penelitian
Penelitian ini disajikan dalam empat Bab. Bab pertama merupakan
“Pendahuluan” yang berisi subbab latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika
laporan penelitian. Bab kedua dalam penelitian ini berjudul “Bentuk-bentuk
abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari”. Bab
ketiga berjudul “Faktor-faktor penyebab abnormalitas tokoh-tokoh dalam novel
22
Pasung Jiwa karya Okky Madasari”. Bab keempat dalam penelitian ini
merupakan “Kesimpulan”.
Download