13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank perkreditan rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Undang-Undang Perbankan
NO.10 Pasal 1 ayat 4 tahun 1998). Bank Perkreditan Rakyat dalah bank yang
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan atau dalam
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Subagyo, Algifari, 1997 : 68). Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank yang hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan
atau dalam bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sesuai dengan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan dikatakan
bahwa menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat. Adapun usaha yang dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat adalah
meliputi :
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu;
2) Memberikan kredit;
13
3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah (bunga), sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.
Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya bank perkreditan rakyat dilarang
untuk :
1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang
valuta asing (dengan izin Bank Indonesia);
3) Melakukan penyertaan modal;
4) Melakukan usaha perasuransian;
5) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha yang boleh dilakukan.
Sedangkan bentuk hukum dari Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa
seperti di bawah ini:
a) Perusahaan daerah.
b) Koperasi.
c) Perseroan Terbatas.
Tujuan dan Fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
1) Tujuan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR dalam rangka ikut membantu meningkatkan produktivitas dan
penghasilan masyarakat terutama golongan ekonomi lemah, mempunyai
14
beberapa tujuan dalam menjalankan usaha diantaranya adalah sebagai
berikut:
a) Menunjang kelancaran
penyediaan
permodalan
dalam
rangka
pembangunan daerah pada umumnya dan pembangunan desa pada
khususnya.
b) Menciptakan pemerataan dalam kesempatan berusaha dalam golongan
ekonomi lemah.
2) Fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
a) Menyediakan permodalan dengan sistem perkreditan yang mudah dan
mengarah pada masyarakat pedesaan.
b) Membantu modal masyarakat yang diarahkan pada peningkatan
produksi.
c) Melindungi masyarakat pedesaan dari pengaruh pelepas uang.
d) Membimbing masyarakat pedesaan agar lebih mengenal dan
memahami asas ekonomi permodalan.
2.1.2
Teori Jumlah Uang Beredar dan Kebijakan Moneter
Menurut Iswardono (1999:111), jumlah uang beredar dianggap bisa
ditentukan secara langsung oleh penguasa moneter tanpa mempersoalkan
hubungannya dengan sektor inti, yang terdiri dari uang kartal ditambah dengan
cadangan yang dimiliki oleh bank-bank umum. Pengertian jumlah uang yang
beredar dalam arti sempit dinyatakan sebagai M1
yang
merupakan
jumlah
seluruh uang kartal yang dipegang anggota masyarakat (the nonpublik) dan
15
“demand deposit” yang dimiliki oleh perseorangan pada bank-bank umum (M1 =
kartal + DD). Secara luas M2 yang merupakan penjumlahan dari M1 dengan
“deposit = deposit berganda” ( M2 – M1 + TD). Sedangkan yang palig luas
dikenal dengan M3 yang merupaka penjumlahan dari M2 dengan semua deposito
pada lembaga-lembaga keuangan lain (nonbank).
Menurut Bank Indonesia (2003:7), otoritas meneter adalah lembaga yang
bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka pelaksaan tugas menetapkan, dan melaksanakan kebijakan moneter,
Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengendalian moneter dengan cara
pelaksanaan operasi pasar terbuka (OPT) di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing.
1) Penetapan tingkat diskonto
2) Penetapan wajib minimum
3) Pengaturan kredit atau pembiayaan
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh otoritas moneter
(Bank Central) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan
moneter terutama untuk stabilitas ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga, serta neraca pembayaran internasional yang seimbang
(Nopirin, 1992:45). Target jumlah uang bereda merupakan kebijakan moneter
murni, karena otoritas moneter dapat mengambil langkah-langkah di bidang
moneter
yang mampu mengurangi jumlah uang beredar. Kebijakan yand
16
dilakukan antara lain menurunkan jumlah uang primer, menaikan cadangan wajib
dan tingkat suku bunga, sehingga keseimbangan intern dapat tercapai (Insukindro,
1995:210).
2.1.3 Teori Permintaan Uang
Menurut Herlambang (2002:117), permintaan uang diartikan permintaan
untuk saldo riil (demand for real balance; M/P), dimana orang memegang uang
untuk keperluan daya beli (purchasing power). Jika terjadi kenaikan tingkat harga
(inflasi) maka keperluan uang (M) akan naik.
Menurut paham klasik uang tidak memiliki pengaruh terhadap , tidak ada
pengaruhnya terhadap tingkat bunga, kesempatan kerja, dan pendapatan nasional.
Pendapatan nasional ditentukan oleh jumlah dan kualitas daripada tenaga kerja,
jumlah modal yang dipakai serta teknologi. Tanpa perubahan dari faktor-faktor
produksi, maka pendapatan nasional tidak akan berubah. Kaum neo-klasik,
menyebutkan bahwa uang mempunyai pengaruh terhadap , terutama dalam
keadaan full employment (Nopirin, 1992:72).
1) Teori Irving Fisher
Teori ini mendasarkan diri pada falsafah hukum say, bahwa
ekonomi akan berada dalam keadaan full employment. Secara sederhana,
Irving Fisher merumuskan teorinya dengan suatu persamaan sederhana:
MV = PT
................................................................. (2.1)
17
Dimana M adalah jumlah uang, V adalah tingkat perputaran uang
(velocity), yakni berapa kali uang pindah tangan dari satu orang ke orang
lain dalam suatu periode tertentu, P adalah harga barang, dan T adalah
volume barang yang menjadi objek transaksi.
Persamaan tersebut merupakan suatu identitas, sebab selalu benar.
Artinya, jumlah unit barang yang ditransaksikan (T) dikalikan dengan
harganya (nilai barang tersebut) harus/selalu sama dengan jumlah uang
(M) dikalikan dengan perputarannya (total pengeluaran transaksi). Dengan
kata lain, total pengeluaran (MV) sama dengan nilai barang yang dibeli
(PT).
2) Teori Friedman
Milto Friedman mencoba menghidupkan kembali teori kuantitas
uang dengan membuat suatu pernyataan bahwa teori kuantitas adalah teori
tentang permintaan uang, bukan teori tentang penentuan produk,
pendapatan maupun harga. Menurut dia uang merupakan salah satu bentuk
kekayaan, seperti halnya bentuk-bentuk kekayaan yang lain (misalnya :
surat berharga, tanah atau kepandaian). Disamping itu, bagi seorang
pengusaha uang merupakan barang yang preoduktif. Apabila uang ini
dikombinasikan dengan faktor produksi yang lain ( mesin serta bahan
mentah misalnya) dapat menghasilkan barang lain. Dengan demikian, teori
tentang permintaan uang dapat pula dipandang sebagai teori tentang modal
(capital theory).
18
Friedman memberikan definisi kekayaan meliputi segala sesuatu
yang dapat dijadikan sumber pendapatan. Salah satu pendapatan ini adalah
dari manusia itu sendiri sehingga manusia merupakan salah satu bentuk
kekayaan disamping bentuk yang lain seperti : surat berharga, tanah,
perhiasan dan lain-lainnya. Dari sudut pandang ini maka tingkat bunga
menunjukkan suatu hubungan antara jumlah (stock) kekayaan dengan
aliran (flow) pendapatan. Secara formula hubungan ini dapat ditunjukkan
sebagai berikut:
W=
.............................................................................. (2.2)
Dimana : W = kekayaan
Y = aliran pendapatan
r = tingkat bunga
Seorang pemilik kekayaan akan selalu berusaha untuk memilih
bentuk-bentuk kekayaan sehingga mencapai kepuasan yang maksimum.
Hal ini dapat dicapai apabila tingkat substitusi antara satu bentuk kekayaan
itu berbeda dengan bentuk yang lain dalam hal adanya aliran pendapatan,
maka perbedaan inilah yang mendasari kepuasan seorang pemilik
kekayaan. Konsekuensinya, kepuasanya tidak hanya terpengaruhi oleh
harga daripada bentuk kekayaan tersebut, tetapi juga dari pendapatan yang
diperoleh. Harga suatu bentuk kekayaan (kecuali manusia / kepandaian)
dapat dinyatakan dengan kesatuan satu mata uang.
19
Friedman membagi bentuk kekayaan dalam lima katagori, yakni :
a) Uang kas (M)
b) Obligasi (B)
c) Saham (E)
d) Kekayaan dalam bentuk fisik seperti tanah, mesin (G)
e) Kekayaan yang berbentuk manusia seperti kecakapan (H)
3) Teori Keynes
Keynes, dalam teorinya tentang permintaan akan uang kas,
membedakan antara motif transaksi (dan berjaga-jaga) serta spekulasi.
Keynes juga mengakui adanya motif transaksi, hanya yang lebih penti
adalah motif spekulasi.
Keynes mengatakan, bahwa permintaan akan uang kas untuk tujuan
transaksi ini tergantung dari pendapatan. Makin tinggi pendapatan makin
besar, maka makin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi.
Seseorang atau masyarakat yang tingkat pendapatan tinggi, biasa
melakukan transaksi yang lebih banyak dibanding yang memiliki
pendapatan yang lebih rendah. Ketergantungan permintaan uang untuk
transaksi terhadap pendapatan dapat digambarkan sebagai berikut :
20
Gambar 2.1 Permintaan Uang untuk transaksi
p
0
y
Sumber : Nopirin (1992:118)
Permintaan uang untuk transaksi (riil) ditunjukkan dengan
.
Meskipun hubungan antara permintaan uang untuk transaksi dengan
pendapatan riil Y/P digambarkan dengan gari lurus (
), namun pada
kenyataannya tidak lurus demikian. Dari sini terlihat bahwa keynes
mengikuti jejak kaum klasik (marshall) bahwa permintaan uang untuk
transaksi tergantu dari pendapatan. Namun keynes berbade dengan kaum
klasik dalam hal penekanan pada motif spekulasi dan peranan tingkat suku
bunga dalam menentukan permintaan uang untuk spekulasi.
Keynes juga menyadari bahwa masyarakat menghendaki jumlah
uang kas yang melebihi untuk keperluan transaksi, karena keinginan untuk
menyimpan kekayaan dalam bentuk yang paling lancar (uang kas). Uang
kas yang disimpan ini memenuhi fungsi uang sebagai alat penimbun
kekayaan (store of value). Dalam istilah yang lebih modern sering disebut
permintaan uang untuk penimbun kekayaan (asset demand for money).
Permintaan uang untuk tujuan spekulasi ini, menurut keynes ditentukan
oleh tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin rendah keinginan
masyarakat akan uang kas untuk tujuan spekulasi. Alasannya, pertama
21
apabila tingkat bunga naik, berarti ongkos memegang uang kas makin
tinggi, sehingga keinginan masyarakat akan uang kas semakin rendah,
begitu juga sebaliknya. Kedua, hipotesis keynes bahwa masyarakat
menganggap
akan
adanya
pengalaman,
terutama
tingkat
tingkat
bunga
bunga
“normal”
yang
berdasarkan
baru-baru
terjadi.
Ketergantungan permintaan uang kas untuk spekulasi terhadap tingkat
bunga dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Permintaan Uang untuk spekulasi
Tingkat
bunga (r)
0
(a)
L
Sumber : Nopirin (1992:120)
Tingkat
bunga (r)
(b)
Sumber : Nopirin (1992:120)
22
L
gambar (a) menunjukan adanya hubungan negatif antara tingkat bunga (r)
dengan permintaan uang untuk spekulasi ( ). Gambar (b) menunjukkan
adanya apa yang disebut Keynes dengan “liquidity trap” bagian horisontal
dari permintaan uang kas pada tingkat bunga
. Liquidity trap
menggambarkan bahwa ada tingkat bunga yang rendah, elastisitas
permintaan uang kas menjadi tak terhingga besarnya. Masyarakat tidak
akan memegang surat berharga pada tingkat bunga ini ( ) kerena mereka
memperkirakan bahwa keuntungan dari memegang surat berharga pada
tingkat
lebih rendah dari pada kerugian yang timbul akibat kenaikan
tingkat bunga di masa datang. Masyarakat memperkirakan bahwa
dikemudian hari tingkat bunga akan naik, sebab tingkat bunga
sudah
begitu rendah dan tidak mungkin akan turun lagi.
Implikasi dari adanya hipotesa liquidity trap ini adalah bahwa
tingkat bunga
tidak bisa turun lagi, padahal mungkin
ini dirasa
terlalu tinggi untuk menunjang tingkat kesempatan kerja penuh (full
employment). Dalam keadaan demikian output dan kesempatan kerja akan
tetap berada di bawah kesempatan kerja penuh. Lebih lanjut kebijakan
moneter yang berupa penambahan jumlah uang beredar tidak dapat
menurunkan tingkat bunga ( ) sehingga dengan demikian ivestasi tidak
akan bertambah akibat tidak berubah.
23
2.1.4 Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut Kasmir (2000) sebagaimana dikutip dari Desi Arisandi
mengungkapkan bahwa Dana Pihak Ketiga atau yang sering disingkat dengan
DPK adalah seluruh dana yang berhasil dihimpun sebuah bank yang bersumber
dari masyarakat. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 dan dalam UU Perbankan No.10 Tahun 1998, dana yang dihimpun
bank umum dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro (demand
deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time
deposit). Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindahbukuan.
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dan deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Menurut Kasmir (2008) (Billy Arma, 2010:46) menyatakan bahwa
kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito adalah meny alurkan kembali dana tersebut
kepada yang membutuhkan. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal juga dengan
istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk
pinjaman atau lebih dikenal dengan sebutan kredit. Pemberian kredit merupakan
kegiatan atau aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan
24
bagi bank. Menurut Desi Arisandi dan Billy Arma (2010), Dana Pihak Ketiga
berpengaruh positif terhadap kredit perbankan. Dengan demikian DPK diprediksi
berpengaruh positif terhadap kredit perbankan.
2.1.5 Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian
kredit oleh debitur (Darmawan, 2004). Non Performing Loan (NPL) juga dapat
diartikan sebagai kredit yang tidak menepati jadwal angsuran sehingga terjadi
tunggakan. Ini berarti suatu kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah (NPL)
bila tidak dapat kembali sesuai jangka waktu diperjanjikan atau kesepakatan
(Mahmoedin, 2004:12). NPL menunjukkan kemampuan kolektivitas sebuah bank
didalam mengumpulkan kembali kredit yang telah dikeluarkan oleh bank hingga
lunas. NPL merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria
kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan oleh
bank. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil
pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank.
Menurut Ali (2004), Bank didalam memberikan kredit harus melakukan
analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya.
Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan
kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya.
Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadap agunan untuk
memperkecil risiko kredit.
25
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, NPL dirumuskan sebagai berikut:
Kredit dalam kualitas Kurang Lancar,
NPL =
Diragukan, dan Macet
x 100%
Total Kredit
NPL
mencerminkan
risiko
kredit,
semakin
……............ (2.3)
besar
tingkat
NPL
menunjukkan bahwa bank tersebut tidak profesional dalam pengelolaan kreditnya
sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada
bank tersebut cukup tinggi searah dengan tingginya NPL yang dihadapi oleh bank,
dengan kata lain semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar risiko kredit
yang harus ditanggung oleh pihak bank. Akibat dari tingginya NPL tersebut maka
pihak perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar sehingga pada
akhirnya modal bank akan ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat
mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Besarnya NPL menjadi salah satu
penyebab sulitnya pihak perbankan dalam menyalurkan kredit. Menurut Soedarto
(2004), Non Performing Loan (NPL) berpengaruh positif terhadap kredit
perbankan. Dengan demikian Non Performing Loan
(NPL) diprediksi
berpengaruh positif terhadap kredit perbankan.
Menurut Desi Arisandi, pada umumnya perbankan nasional melakukan
penghapusbukuan (write off) untuk mengurangi NPL, dengan cara ini utang tetap
ditagih, namun jumlah utangnya tidak muncul dalam pembukuan bank. Penilaian
kolektibitas kredit digolongkan kedalam empat kelompok, yaitu:
26
1) Lancar (pass)
2) Kurang lancar (sub-standard)
3) Diragukan (doubtfull)
4) Macet (loss)
Apabila kredit dikaitkan dengan tingkat kolektibitasnya, maka yang
digolongkan kredit bermasalah adalah kredit yang memiliki kualitas kurang
lancar, diragukan, dan macet. Apabila kredit dikaitkan dengan tingkat
kolektibitasnya, maka yang digolongkan kredit bermasalah adalah kredit yang
memilikikwalitas, kurang lancar, diragukan, dan macet.
2.1.6
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Menurut Hasibuan (2007) (Diana Puspitasari, 2009:34), menyatakan
bahwa bunga merupakan hal yang penting bagi suatu bank dalam penarikan
tabungan dan penyaluran kreditnya. Bunga bagi bank bias menjadi biaya (cost of
fund) yang harus dibayarkan kepada penabung. Tetapi di lain pihak, bunga juga
dapat merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitor karena kredit yang
diberikannya. Kebijakan tingkat suku bunga merupakan kebijakan moneter yang
diputuskan oleh pemerintah untuk mendorong perumbuhan ekonomi perbankan.
Di Indonesia, informasi mengenai kebijakan moneter dapat dipantau melalui suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 4/10/PBI/2002 tentang
Sertifikat Bank Indonesia, SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
27
pendek. Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah
satu piranti Operasi Pasar Terbuka, kegiatan transaksi di pasar uang yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter. Tingkat suku bunga ditentukan oleh mekanisme pasar
berdasarkan sistem lelang.
Menurut Sinungan (2000) (Billy Arma, 2010:52) menyatakan bahwa
kebijaksanaan pengenaan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia
umumnya hanya diberikan sebagai pedoman saja untuk Bank – bank Umum
Pemerintah dan Bank Perkreditan Rakyat, walaupun kemudian dijadikan juga
sebagai landasan oleh Bank – bank Swasta (dalam hal ini termasuk Bank Swasta
Nasional Devisa). Penetapan tingkat suku bunga ini disebut sebagai tingkat suku
bunga dasar atau tingkat suku bunga acuan. Sedangkan nilai riilnya tercermin
dalam tingkat suku bunga SBI.
Sertifikat Bank Indonesia merupakan instrumen yang menawarkan return
yang cukup kompetitif serta bebas resiko (risk free) gagal bayar. Suku bunga SBI
yang terlalu tinggi membuat perbankan bertahan untuk menempatkan dananya
pada SBI dibandingkan bila harus menyalurkan kredit. Menurut Billy Arma
(2010), suku bunga SBI berpengaruh positif terhadap kredit perbankan. Dengan
demikian suku bunga SBI diprediksi berpengaruh positif terhadap kredit
perbankan.
28
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian-
penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk memberi dasar yang kuat dalam
penyajian materi, pemantapan variabel maupun konsep-konsep yang dipakai
peneliti dalam penelitian ini. Penelitian dari Billy Arma Pratama (2010) yang
berjudul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran
Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 20052009)”, dimana penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda.
Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini meliputi Dana Pihak
Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan variabel dependen yang
digunakan adalah kredit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial
maupun simultan variabel Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penawaran kredit, variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) dan variabel
Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
penawaran kredit, dan variabel Suku Bunga SBI berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kredit perbankan.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Billy Arma (2010)
adalah penelitian sebelumnya dilakukan pada bank umum di Indonesia, namun
penelitian ini dilakukan pada bank perkreditan rakyat di Provinsi Bali. Sedangkan
persamaannya adalah sama – sama menggunakan teknik analisis regresi linear
berganda.
29
Penelitian yang kedua dari Mochamad Soedarto (2004) yang berjudul
“Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank
Perkreditan Rakyat (Studi Kasus Pada BPR Di Wilayah Kerja BI Semarang)”,
dimana penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda.
Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini meliputi tingkat
kecukupan modal, jumlah simpanan masyarakat, tingkat suku bunga, dan jumlah
kredit non lancar, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah kredit.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial maupun simultan tingkat
suku bunga, tingkat kecukupan modal, jumlah simpanan masyarakat dan jumlah
kredit non lancar berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Mochamad Sodarto
(2004) adalah penelitian sebelumnya menggunakan variabel indipenden tingkat
kecukupan modal, jumlah simpanan masyarakat, tingkat suku bunga, dan jumlah
kredit non lancar, namun pada penelitian ini menggunakan variabel independen
Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL), dan Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sedangkan persamaannya adalah sama-sama
meneliti tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kredit dan sama – sama
menggunakan teknik analisis regresi linear berganda.
2.3
Rumusan Hipotesis
Berdasarkan pokok masalah, landasan teori dan hasil penelitian terdahulu
yang telah dikemukakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut.
30
1) Uji Simultan ( F test)
Ho : β1 < 0,
berarti tidak ada hubungan antara Dana Pihak Ketiga
(DPK), Non Performing Loan (NPL), dan Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara simultan terhadap
Jumlah Kredit BPR di Provinsi Bali.
H1 : βi ≥ 0,
berarti ada hubungan signifikan antara Dana Pihak
Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL), dan Suku
Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau salah
satunya memiliki hubungan yang siginifikan secara
simultan terhadap Jumlah Kredit BPR di Provinsi Bali.
2) Uji Parsial ( T test)
Ho:βi = 0,
Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
bebas yaitu βi secara parsial terhadap jumlah kredit
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Bali (βi = β1, β2, β3)
Hi :βi > 0,
Ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas
yaitu βi secara parsial terhadap jumlah kredit Bank
Perkreditan Rakyat di Provinsi Bali (βi = β1, β2, β3).
31
Download