MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI Pembentukan Dan Perubahan Perilaku Dalam Komunikasi Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat Tatap Muka 15 Kode MK Disusun Oleh MK85006 Ety Sujanti, M.Ikom Abstract Kompetensi Modul ini membahas bagaimana pembentukan dan perubahan perilaku dalam proses komunikasi. Faktorfaktor yang membentuk perilaku dan proses bagaimana proses perubahan perilaku terjadi agar efektivitas komunikasi dapat terwujud. Diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu menjelaskan: Faktor-faktor pembentuk perilaku Proses terjadinya perilaku perubahan Peranan komunikasi dalam pembentukan dan perubahan perilaku Pembentukan Dan Perubahan Perilaku Dalam Komunikasi I. Pengertian Perilaku Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Sehingga ada tigakemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni: a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulusstimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Kita bisa mengetahui perilaku melalui Pendekatan Perspektif Perilaku (Behavioural Perspective) yang awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920-an s/d 1960-an. Para ”behaviorist” memasukan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan ”tanggapan” (responses), dan lingkungan ke dalam unit ”rangsangan” (stimuli). Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Kaum behaviouris tadi percaya bahwa ‘14 2 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Gambar 15.1 Proses Terbentuknya Perilaku Stimulus Organisme Respons Stimulus (rangsangan) berupa lingkungan, manusia, benda dan hal lain yang bisa memotivasi organisme tersebut. Pada gambar di atas, stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima maka proses berhenti disini. Tetapi bila stimulus tersebut diterima oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan adanya dukungan dan dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu berupa respon. Respon inilah yang disebut dengan perilaku individu. Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui percobaan yang dinamakan ”operant behavior” dan ”reinforcement”, yang menghasilkan ”operant conditioning theory” adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan ”operant behavior”. Yang dimaksud dengan ”reinforcement” adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum ‘14 3 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (diam saja). Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi. II. Pembentukan Perilaku Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner adalah sebagai berikut : 1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. 2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen yang tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. 3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut. 4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan. Terdapat empat cara pembentukan perilaku: 1. Penguatan positif: jika suatu respon diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya pujian. 2. Penguatan negatif: jika suatu respon diikuti oleh dihentikannya atau ditarik kembalinya sesuatu yang tidak menyenangkan, misalnya berpura-pura bekerja lebih rajin saat pengawas berkeliling. ‘14 4 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Hukuman: mengakibatkan suatu kondisi yang tidak enak dalam suatu usaha untuk menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya : Penskorsan 4. Pemusnahan: menyingkirkan penguatan apa saja yang mempetahankan perilaku. Misalnya tidak mengabaikan masukan dari bawahan akan menghilangkan keinginan mereka untuk menyumbangkan pendapat. Menurut Lawrence Green (1980), perilaku dibentuk oleh tiga faktor, antara lain: 1. Faktor pendukung (predisposing factors), mencakup: pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan, sosial ekonomi, dan sebagainya. 2. Faktor pemungkin (enambling factors), mencakup: fasilitas kesehatan, misal: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck, makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti RS, poliklinik, puskesmas, RS, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat dan sebagainya. 3. Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup: sikap dan perilaku: toma, toga, petugas kesehatan, Kebijakan/peraturan/UU, LSM. III. Perubahan Perilaku Individu Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku Individu: 1. Perubahan Alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Contoh: perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang. 2. Perubahan terencana (Planned Change) Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Contoh: perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai baginya. 3. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to Change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk ‘14 5 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Contoh : perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal dari mesin ketik manual ke mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua sulit untuk menerima perubahan pemakaian teknologi tersebut. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku, dikelompokkan menjadi tiga : 1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan Misal: dengan adanya peraturan-peraturan / perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Strategi ini dapat berlangsung cepat akan tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan perilaku terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. 2. Pemberian informasi Dengan memberikan informasi-informasi tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan hal tertentu. 3. Diskusi partisipasi Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua di atas yang dalam memberikan informasi-informasi tentang peraturan baru organisasi tidak bersifat searah saja tetapi dua arah. Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu : 1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang manajer sedang belajar tentang strategi bisnis. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang strategi bisnis. Setelah belajar strategi bisnis dia ‘14 6 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan strategi bisnis. 2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. 3. Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. 4. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. 5. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, manajer ingin memperoleh pengetahuan baru tentang strategi bisnis, maka manajer tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku strategi bisnis, berdiskusi dengan manajer lain tentang strategi bisnis dan sebagainya. 6. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian mengoperasikan yang melekat program dalam akuntansi, dirinya. maka Misalnya, manajer penguasaan belajar keterampilan mengoperasikan komputer program akuntansi tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut. 7. Perubahan yang bertujuan dan terarah. ‘14 7 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misal seorang manajer mempelajari strategi bisnis mempunyai tujuan jangka pendeknya untuk tahu tentang apa-apa yang akan dilakukan dalam dunia bisnis, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk ahli dalam bisnis dan mungkin untuk opromosi ke jabatan yang lebih tinggi karena telah menguasai bidang tertentu. 8. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. IV. Teori-teori Perubahan Perilaku Individu pada Perspektif Perilaku (Behaviourial Perspective) Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi. Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory). a) Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Di tahun 1941, dua orang psikolog - Neil Miller dan John Dollard – dalam laporan hasil percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan ”social learning” -”pembelajaran sosial”. Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka ”para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.”, demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard. Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan ‘14 8 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berupa permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anakanak dapat membedakan orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orangorang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku ”baru” melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi, di masa lampau. Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut ”observational learning” - pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anakanak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film kartun. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial seyogianya diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benar-benar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain. b) Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain ‘14 9 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan - hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan. Berdasarkan keyakinan tersebut Homans dalam bukunya ”Elementary Forms of Social Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi ”. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi : ”Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah ”distributive justice” - aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya - makin tingghi pengorbanan, makin tinggi imbalannya - dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya - makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”. Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan. Daftar Pustaka ‘14 10 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Psikologi Komunikasi, Jalaluddin Rakhmat, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001 2. Sosiologi Suatu Pengantar, Soerjono Soekanto, PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2012 3. Sosiologi Komunikasi, Sutaryo, Arti Bumi Intaran, Jakarta, 2005 4. Interpersonal Communication Everyday Encounters, Julia T. Wood, Wadswprth Group, USA, 2002 5. Social Psychology, James W. Vander Zanden, Random House Inc., USA, 1984 6. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Dennis McQuail, Erlangga, Jakarta, 1987 ‘14 11 Psikologi Komunikasi Ety Sujanti, M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id