4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Andaliman Andaliman

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Andaliman
Andaliman termasuk tanaman perdu yang tersebar antara lain di India Timur,
Nepal, Pakistan Timur, Myanmar, Thailand, Cina, dan Surnatera Utara (Hartley,
1966). Menurut Hasairin (1994), tinggi tanaman andaliman 3-8 meter, batang
dan cabang merah kasar beralur, berbulu halus dan berduri. Buahnya bulat
hijau kecil, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam yang khas
serta dapat merangsang produksi air liur, tumbuh liar di Sumatera Utara pada
daerah dengan ketinggian di atas 1500 meter (Widiastuti, 2000).
Tanaman ini tumbuh liar di daerah Tapanuli dan digunakan sebagai
rempah pada masakan adat Batak Angkola dan Batak Mandailing (Tensiska dkk.,
2003). Andaliman terdiri dari beberapa senyawa terpen seperti geraniol, linalool,
dan limonen. Dengan kandungan senyawa kimia yang berbeda-beda sehingga
terdapat kemungkinan perbedaan interaksi dari senyawa-senyawa tersebut dalam
tubuh. Sisa-sisa metabolisme maupun kandungan senyawa lain yang belum
diketahui bentuk dan sifatnya dapat mempengaruhi struktur ginjal sebagai organ
ekskresi yang mengalami kontak dengan senyawa-senyawa tersebut (Suparman
dkk., 2013).
Menurut Hsuan Keng (1978), tanaman andaliman dengan nama latin
Zanthoxylum acanthopodium DC dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Geraniales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Zanthoxylum
Spesies
: Zanthoxylum acanthopodium DC.
5
Buah andaliman berbentuk bulat kecil berwarna hijau, bila digigit
mengeluarkan aroma wangi dan ada rasa getir yang tajam yang khas, serta dapat
merangsang produksi air liur. Menurut Sirait (1991), masyarakat Himalaya, Tibet
dan sekitarnya menggunakan tumbuhan ini dalam produk pangan sebagai bahan
aromatik, perangsang nafsu makan dan sebagai obat sakit perut.
2.2. Kandungan Andaliman
Tanaman andaliman mengandung senyawa terpenoid yang mempunyai aktivitas
antioksidan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk
mempertahankan mutu produk pangan dari berbagai kerusakan seperti ketengikan,
perubahan nilai gizi serta perubahan warna dan aroma makanan. Selain itu
senyawa terpenoid pada andaliman juga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba.
Hal ini memberikan peluang bagi andaliman sebagai bahan baku senyawa
antioksidan atau antimikroba bagi industri pangan dan farmasi (Wijaya, 2000).
Andaliman pada saat ini diperhitungkan menjadi sumber senyawa
aromatik dan minyak esensial. Senyawa aromatiknya mampu memberikan rasa
pedas dan getir yang khas pada makanan sehingga menyebabkan lidah terasa
getir. Kandungan kimia dan aktivitas fisiologinya telah banyak dipublikasikan
(Siregar, 2003).
2.3. Anatomi dan Morfologi Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ yang berperan aktif melakukan detoksifikasi
zat yang masuk ke dalam tubuh, dimana organ ini menerima 20- 30% sirkulasi
darah untuk dibersihkan (Widayanti, 2004), sehingga kemungkinan
terjadi
perubahan ke arah patologik akibat terpapar zat-zat yang bersifat toksik sangat
besar.
Glomerulus terdiri dari kapiler yang memperoleh supply dari arteriole
afferent dan dialirkan keluar melalui arteriole efferent. Ultrafiltrasi berlangsung
melintasi kapiler glomerulus masuk ke dalam ruang Bowman (ruang kemih)
dan ultrafiltrat kemudian dialirkan melalui tubulus proksimal. Dinding kapiler
glomerulus terdiri 3 lapisan yang unik yaitu sel epitel, membran basal
glomerulus dan sel endotel. Sel endotel merupakan lapisan dalam dinding
6
kapiler glomerulus. Sel-sel ini melapisi membran basal glomerulus dan selalu
berhubungan langsung dengan darah yang mengalir dalam lumen kapiler.
Sitoplasma sel endotel mempunyai banyak bukaan (opening) yang disebut
endothelial fenestrations, yang mempunyai diameter antara dari 500 sampai 1000
μm (Noer, 2006).
Gambar 2.1. Struktur Umum Histologis Ginjal (Focosi, 2009).
2.4. Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke
dalam tubuh. Pemberian senyawa-senyawa yang bersifat toksik ataupun senyawasenyawa yang bersifat iritatif dapat menimbulkan perubahan-perubahan
degeneratif seperti degenerasi melemak sampai nekrosis (Guyton & Hall, 2007).
Ginjal juga sangat berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh dengan
menghasilkan urin serta sebagai tempat untuk pembentukan renin dan eritropoetin
(Junqueria & Carniero, 1997).
Setiap ginjal dibagi dalam korteks di bagian luar yang tercat gelap dalam
preparat mikroskopis dan medula di bagian dalam yang tercat lebih terang
(Paulsen, 2000). Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars
konvulata/kontorta tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk
labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian lurus (segmen lurus
tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal) dari nefron dan duktus
koligens. Massa jaringan korteks yang mengelilingi setiap piramid medula
membentuk sebuah lobus renis, dan setiap berkas medula merupakan pusat dari
7
lobulus renis. Jaringan korteks juga terdapat di antara piramid medula, yang
disebut kolumna Bertin (Gartner & Hiatt, 2007).
Ginjal organ bervaskularisasi tinggi yang menerima kurang lebih 25 %
darah cardiak output. Masing-masing ginjal mengandung 1 juta nefron, yang
berkembang dalam fetus manusia sejak usia 35 minggu kehamilan. Masingmasing nefron terbentuk atas 2 bagian yaitu glomerulus yang terdiri dari bundel
kapiler berdinding tipis yang berfungsi sebagai filter, dan sebuah tubulus yang
berfungsi untuk mengalirkan cairan ultrafiltrat dari glomerulus. Fungsi ginjal
normal
ditandai
dengan
3
hal
pokok
yaitu:
ultrafiltrasi
glomerulus,
reabsorpsi air dan solut yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion
organik dan nonorganik tubulus (Noer, 2006).
Mempertahankan keseimbangan asam basa adalah fungsi tubulus yang
penting. Regulasi keseimbangan asam basa oleh ginjal terdiri dari reabsorbsi
bikarbonat yang telah difiltrasi oleh glomerulus, sekresi ion hidrogen dan
pembentukan
bikarbonat
baru. Pasien dengan
asidosis
tubular
renal
menunjukkan gambaran asidosis metabolik hiperchloremik dengan anion gap
yang normal dan pH kemih tinggi > 5.5. Laju filtrasi glomerulus menunjukkan
fungsi filtrasi ginjal. Proses filtrasi plasma menembus barier filtrasi glomerulus
dikendalikan oleh hukum Starling
glomerulus
merupakan
faktor
dimana
utama
tekanan
hidrostatik
yang memungkinkan
kapiler
terjadinya
ultrafiltrasi plasma dari lumen kapiler ke dalam ruang urinaria (Noer, 2006).
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan
berkembang untuk beberapa fungsi, diantaranya: ekskresi produk sisa
metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam dan
basa, serta sekresi berbagai hormon dan autokoid (Cotran dkk., 2007). Walaupun
mempunyai banyak fungsi, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume
dan komposisi cairan ekstraseluler dalam batas-batas normal (Wilson, 2005).
Menurut Noer (2006), tubulus renal berfungsi menjaga keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa dengan cara mengatur reabsorpsi air dan solut
dari ultrafiltrat glomerulus, sekresi ion organ beracun (toxic organic ions), dan
ekskresi ion hidrogen yang dihasilkan oleh aktivitas metabolik. Pemeriksaan
berat jenis kemih dan pH sering dipakai untuk menilai fungsi tubulus dan
8
disamping itu juga dipakai untuk melihat daya pemekatan tubulus dan
mekanisme asidifikasi kemih.
Fungsi ginjal tercermin pada sistem buluh kompleks yang berkaitan erat
dengan pembuluh darah. Pengetahuan yang diperoleh dari kaitan bangun anatomi
antar buluh bersekresi, saluran pembuang dan jalinan kapiler, mampu
memperjelas struktur serta fungsi ginjal (Dellmann, 1992). Fungsi utama ginjal
adalah menyingkirkan buangan metabolisme normal dan mensekresi xenobiotik
dan metabolitnya. Hal ini dipengaruhi oleh produksi urin, suatu proses yang juga
berperan dalam pemeliharaan status homeostatis tubuh (Lu, 1995).
Menurut Sloane (2004), beberapa fungsi ginjal antara lain:
a. Pengeluaran
kreatinin,
sisa
organik,
ginjal
mengeksresi
urea,
asam
urat,
mengekskresi
ion
produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan
natrium,
zat
konsentrasi
ion-ion
penting,
ginjal
kalium, magnesium, sulfat dan fosfat.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh, ginjal mengendalikan ekskresi
ion
hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), dan amonium (NH4+).
d. Pengaturan
yang
produksi
sel
darah
merah,
ginjal
melepas
eritropoietin,
mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah, ginjal mengatur volume cairan yang esensial
bagi
pengaturan tekanan darah dan juga memproduksi enzim renin.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam
amino
darah, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung
jawab
atas konsentrasi nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun, ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan,
obat-obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh.
2.5. Glomerulus dan Tubulus Proksimal
Glomerulus merupakan struktur yang dibentuk oleh beberapa berkas anastomosis
kapiler yang berasal dari cabang-cabang arteriol aferen. Komponen jaringan ikat
pada arteriol aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman, dan secara normal
sel-sel jaringan ikat digantikan oleh tipe sel khusus, yaitu sel-sel mesangial. Ada
dua kelompok sel-sel mesangial, yaitu sel-sel mesangial ekstraglomerular yang
9
terletak pada kutub vaskuler dan sel-sel mesangial intraglomerular mirip perisit
yang terletak di dalam korpuskulus ginjal (Gartner & Hiatt, 2007).
Unit terkecil dari ginjal adalah nefron, yang terdiri dari sebuah glomerulus
dan sebuah tubulus. Nefron memiliki fungsi dasar membersihkan atau
menjernihkan plasma darah dari substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh.
Biasanya substansi tersebut berasal dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin,
asam urat dan ion-ion natrium, kalium, klorida serta ion-ion hidrogen dalam
jumlah yang berlebihan. Proses filtrasi terjadi di glomerulus dan substansi dengan
ukuran kecil sampai sedang dapat melewati dinding kapilernya. Substansi yang
besar seperti protein plasma tidak dapat melewati dinding kapiler sehingga tidak
terfiltrasi (Guyton, 1994).
Glomerulus berfungsi sebagai filter dan ultrafiltrat bebas protein
berkumpul dalam ruang glomerulus dan mengalir ke dalam tubulus. Seluruh
tubulus kontortus proksimal terletak dalam korteks (Himawan, 1979).
Tubulus proksimal merupakan lanjutan dari kapsul bowman. Tubulus
proksimal terdiri dari pars konvoluti dan pars rekti. Keduanya memiliki bangun
histology yang sama dan lumen yang sempit karena memiliki mikrovili (brush
border) (Hartono, 1976).
Sel epitel tubulus proksimal ginjal secara normal berbentuk kuboid selapis
dengan batas sel yang tidak jelas, sitoplasma eosinofilik bergranula dan inti sel
besar, bulat, berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap
ke lumen tubulus mempunyai mikrofili cukup panjang yang disebut brush border
(Gartner & Hiatt, 2007).
2.6. Kelainan Ginjal
Soeksmanto (2003) menyatakan bahwa indikator adanya gangguan ginjal dapat
diketahui dengan mengamati adanya proliferasi glomerulus yang berasal dari
pembengkakan dan penambahan sel-sel endotel dan kapiler. Proliferasi
glomerulus ini menyebabkan perubahan pada korpuskulum
renal secara
keseluruhan, meliputi diameter glomerulus, ruang urinari dan diameter kapsula
bowman. Secara mendasar ginjal mendapat efek langsung dari senyawa toksik.
Selain itu, urin merupakan jalur utama ekskresi sebagian besar bahan toksik,
10
akibatnya ginjal mempunyai aliran darah yang tinggi mengkonsentrasikan bahan
toksik pada filtrat, membawa bahan toksik melalui sel tubulus dan mengaktifkan
bahan toksik tertentu. Oleh karena itu ginjal adalah organ sasaran utama dari efek
toksik.
Nefrotoksikan dapat menyebabkan efek buruk pada berbagai bagian ginjal,
yang mengakibatkan berbagai perubahan fungsi. Kerusakan pada ginjal dapat
mengenai glomerulus, tubulus maupun intertisiumnya. Penyakit yang terjadi pada
glomerulus diantaranya adalah glomerulonefritis, glomerular lipidosis serta
amiloidosis. Nefrosis adalah istilah morfologik yang digunakan para ahli patologi
untuk kelainan ginjal degeneratif (Juhryyah, 2008).
Menurut Soeksmanto (2003), menyatakan bahwa indikator adanya
gangguan ginjal dapat diketahui dengan mengamati adanya proliferasi glomerulus
yang berasal dari pembengkakan dan penambahan sel-sel endotel dan kapiler.
Poliferasi glomerulus ini menyebabkan perubahan pada korpuskulum
renale
secara keseluruhan, meliputi diameter glomerulus, ruang urinari dan diameter
kapsula bowman.
Menurut Sloane (2004), beberapa gangguan sistem urinaria yaitu sebagai
berikut:
a. Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan
oleh
atau
infeksi bakteri seperti Escherichia coli yang menyebar dari uretra
karena respon alergik dan akibat iritasi mekanis pada kandung kemih.
b. Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
c. Plelonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri.
Inflamasi dapat berawal dari traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan
menyebar ke ureter atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfa ke ginjal.
d. Batu
ginjal
kalsium,
(kalkuli
urinaria)
terbentuk
dari
pengendapan
garam
magnesium, asam urat dan sistein.
e. Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan
terjadinya
retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan
penurunan
drastis volume urin (oliguria).
Download