SKENARIO 1 BLOK GIT LI 1. Memahami dan Menjelaskan

advertisement
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
SKENARIO 1 BLOK GIT
LI 1.
Memahami dan Menjelaskan Gaster
LO 1.1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Gaster








Terletak pada region epigastrium sinistra dan hypocondrium sinistra dan sebagian pada
region umbilical cranio lateral sinistra.
Bentuk seperti koma, dalam bidang frontal dengan lengkung ke kiri.
Dimulai dari esophagus pars abdominalis pada foramen esophagicum pada diaphragm
setinggi TX.
Ukuran dan bentuknya bervariasi dari satu individu ke individu lain, tergantung :
 Banyaknya isi
 Lanjutnya pencernaan
 Kuatnya otot – otot ventrikulus
 Keadaan usus – usus disekelilingnya
Dapat dibedakan :
 Curvatura major (lengkung besar)
 Curvatura minor (lengkung kecil), sebelah medial
 Paries ventralis (anterior)
 Paries dorsalis (posterior)
Ventriculus dapat dibagi dalam :
 Cardia, tempat muara oesophagus kedalam ventriculus
 Fundus, bagian yang menonjol ke kranial disebelah kiri oesophagus
 Corpus, bagian dari tempat muara oesophagus sampai tempat terkaudal
 Pars pylorica, bagian dari tempat terkaudal sampai akhir ventriculus
 Pylorus, tempat terakhir ventrikulus
Pada batas antara corpus dan pars pylorica, lengkung venriculus lebih membuat suatu sudut
atau angulus dengan incisura yang melintang disebut incisura angularis.
Pada pylorus terdapat tempat yang sempit disebut isthmus dengan vena yang berjalan
melintang. Terdapat serabut – serabut yang berjalan melingkar membentuk m. Sfingter
pylori.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Gb.1 anatomi gaster (www.netter.com)
Pendarahan gaster
 Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.
- Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan
kiri untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor
gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan
gaster.
- Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas
pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian
kanan bawah gaster.
- Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke
depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.
- Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan
berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang
bagian atas curvatura major.
- Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan
cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster
sepanjang bawah curvatura major.
-
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Gb.2 vascularisasi gaster (www.netter.com)
 Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra
dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena
gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra
bermuara ke dalam vena mesentrica superior.
Persarafan gaster
Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan
serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.
Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus
vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang
mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang menyarafi
permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju hepar,
dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus.
Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus
vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya truncus
membentuk cabang-cabang yang menyarafi permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang
besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior dan kemudian
didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas.
Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut
parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan serabut
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus sphincter pyloricus menerima serabut motoris
dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.
LO 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Gaster
Peralihan Oesophagus-Gaster (Cardiac)
Merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, fungsi utama menambah cairan
makanan, mengubahnya menjadi bubur dan melanjutkan proses pencernaan. Ada 3 daerah
struktur histologis yang berbeda yaitu, corpus, fundus dan pylorus. Peralihan oesophagus dan
lambung disebut oesophagus-cardia, epitel berlapis gepeng oesophagus beralih menjadi epitel
selapis toraks pada cardia. Mukosa cardia terlihat berlipat-lipat disebut foveola gastrica. Didalam
lamina propria terdapat kelenjar terpotong melintang (kelenjar tubulosa berkelok-kelok), dapat
meluas ke dalam lamina propria oesophagus.
kardia
Esofagus
T. Muskularis eksterna
T. submukosa
Setelah mencapai cardia, kelenjar oesophagus di submukosa tidak ada lagi. Tunica
muscularis circularis menebal membentuk sphincter.
Gaster
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus (PAS-positif). Permukaan
lambung ditandai dengan lipatan mukosa disebut rugae. Dalam lipatan terdapat invaginasi
atau cekungan disebut gastric-pits atau foveolae gastrica. Di dalam mukosa terdapat
kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveolae gastrica.
Fundus
Mukosa diliputi epitel selapis toraks. Pada dasar faveola gastrica bermuara kelenjar
fundus, kelenjar tubulosa simpleks dan lurus. Foveolae gastrica sepertiga tebal mukosa
(dangkal), sedang kelenjarnya (fundus) dua pertiga tebal mukosa, terletak dalam lamina
propria.
Macam sel kelenjar :
a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)
Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumur-sumur atau
foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis gepeng
oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel selapis silindris).
Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan pendek-pendek.
Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan membentuk
lapisan tipis, melindungi mukosa terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan
mengalami ulserasi.
b. Sel zimogen (Chief cell)
Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi
protein (zimogen). Sel zimogen mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di
lambung akan diubah menjadi pepsin aktif dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi
peptida yang lebih kecil.
c. Sel parietal (oksintik)
Sel ini tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di antara jenis sel lainnya, mulai dari
ismus sampai ke dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus.
Pada keadaan isitirahat, terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kenalikuli melebar
dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan
gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan, sekresi asam HCl
terjadi pada permukaan membran yang luas ini. Sel ini juga mensekresikan faktor intrinsik,
suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B12 dan membantu absorbsi vitamin ini di
usus halus. Vitamin B12 diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan
vitamin B12 akibat kurangnya faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
d. Sel mukus leher
Sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu.
Bentuknya cenderung tidak teratur, seakan-akan terdesak oleh sel-sel disekitarnya
(terutama sel parietal). Sel ini memiliki mikrovili apikal yang gemuk dan pendek berisi
filamen halus yang tampak kabur. Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus
netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan.
e. Sel enteroendokrin
Beberapa jenis sel enteroendokrin ditemukan di dalam kelenjar lambung. Sel-sel ini
berjumlah banyak, terutama di daerah antrum pylorik, dan umumnya ditemukan pada dasar
kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel
ini juga ditemukan di dalam epitel usus halus dan besar,
kelenjar oesophagus bagian bawah (cardia), dan dalam jumlah terbatas pada ductus utama
hati dan pankreas. Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni
(sekretin, gastrin, kolesitokinin); semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ
sasaran pankreas, lambung, dan kandung
empedu. Walaupun sistem saraf mengendalikan aktivitas sekretoris dan gerakan otot dalam
saluran cerna, terdapat interaksi yang rumit dengan kebanyakan hormon yang dihasilkan
oleh sel enteroendokrin ini.
▲
Gambar 1-2. Histologi gaster: sel epitel permukaan, sel mukosa, sel parietal, Chief sel.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Pylorus
Berbeda dengan fundus foveolae gastrica lebih dalam. Sel-sel kelenjar hampir
homogen, semua sel mucus kelenjar pylorus sering berkelok-kelok di dalam lamina
propria. Kadang-kadang ditemukan nodulus lymphaticus yang menembus sampai tunica
submucosa. Tunica muscularis, dengan lapisan circular amat tebal membentuk sphincter.
Peralihan Gaster-Duodenum
Perubahan histologis dari dinding gaster pylorus ke dinding duodenum. Tunica
mucosa epitel toraks, yang pada bagian duodenum mulai terdapat sel goblet. Pada
duodenum mulai terdapat tonjolan ke permukaan villus intestinal yang gemuk atau lebar
dengan sel goblet dan criptus atau sumur Lieberkuhn. Pada pylorus terdapat kelenjar
pylorus.
Ciri khas duodenum adalah adanya kelenjar Brunner atau mucu. Tunica adventitia
pada duodenum, tidak terbungkus peritoneum.
Epitel berlapis
gepeng
Kelenjar
esofagus
Epitel selapis
torak
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
LI 2.
Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
FUNGSI LAMBUNG
a. Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval yang
panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar
sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna.
b. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen
setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam
duodenum.
c. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.
d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm
untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
e. Produksi faktor intrinsik.
 Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
 Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik.
Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin B12
diabsorbsi.
f. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat
larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air
terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
Gaster berdasarkan fungsi
1. Fungsi motorik lambung
Fungsi menampung : menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikt demi sedikit
dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.
Fungsi mencampur : memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.
Fungsi pengosongan lambung : diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipengaruhi
viskositas, volume, keasamam, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta emosi, obat-obatan, dan
olahraga. Pengosongan lambung juga diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti
kolesistokinin.
2. Fungsi pencernaan dan sekresi
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini : pencernaan karbohidrat dan lemak
oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya.
Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum,
alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai barrier
dari asam lumen dan pepsin.
MEKANISME SEKRESI ASAM LAMBUNG
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum
makanan mencapai lambung; (2) faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam
lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung. Dengan
demikian, diaktifkan, pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak pepsinogen dan
memulai pencernaan protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk inaktif mencegah pencernaan
protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan. Pengaktifan pepsinogen tidak terjadi
sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl yang disekresikan oleh sel
lain di kantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi menjadi tiga fase—fase sefalik, fase
lambung, dan fase usus.
1. Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam
mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi
lambung. Fase ini sepenuhnya diperantarai oleh nervus vagus dan dihilangkan dengan
vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau
pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung.
Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk menyekresi HCl, pepsinogen, dan
menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan 10% dari sekresi lambung normal yang
berhubungan dengan makanan.
2. Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan
masih ada. Dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi anthrum juga dapat
menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor pada dinding lambung. Impuls
tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui
eferen vagus. Impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung
merangsang kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran
darah menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang
oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol.
Membran sel parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin,
histamine dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat
beraksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang
pelepasan histamine dari sel snterokromafin dan mukosa untuk sekresi asam. Fase sekresi
gastric menghasilkan lebih dari dua per tiga sekresi lambung total setelah makan, sehingga
merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000
ml. Fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pilorus , sebab disinilah
pembentukan gastrin.
 Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan
memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus.
Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung untuk
menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin.
 Fungsi gastrin:
- merangsang sekresi lambung,
- meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus,
- efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
 Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan
balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan
rendah dan sekresi lambung terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang
mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.
3. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.Dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke
duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein
yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus,
suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil
cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi
lambung jauh lebih besar. Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik,
diperantarai oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi
dan pengosongan lambung. Adanya asam (pH <2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan
protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesistokinin, dan peptide
penghambat gastrik (gastric inhibiting peptide,GIP), semuanya memiliki efek inhibisi
terhadap sekresi lambung.
 Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung
selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan dibawa
dalam sirkulasi menuju lambung.
 Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan
duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon
terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak.
Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin,
kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih enterogastron.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Tabel 2-1. Stimulasi Sekresi Lambung
Proses pengisian, penyimpanan, pencampuran dan pengosongan gaster
Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2)
penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan (4)
pengosongan lambung/gastric emptying.
1. Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang
hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume
yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding
lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut
ini:
 Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot
rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan demikian, saat
serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas
tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
 Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu
menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume
makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila
lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh
nervus vagus.
2. Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama.
Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas.
Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang
lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola
depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm)
lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot
polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke
antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi
peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh
lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang
masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran.
Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan
secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran
makanan.
3. Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan
sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong
kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar,
gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut
berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke
dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat
didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak
kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat
gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut
retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke
dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat
terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat
bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian,
pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung
utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila
hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume
kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek
langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus,
dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung
juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin
cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat
pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan
pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk
memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai
duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya
sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum
siap menerima kimus baru.
Mekanisme pembentukan asam lambung
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung yang kemudian
mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lambung turun sampai serendah 2 akibat
sekresi HCl. Ion hidrogen dan ion klorida secara aktif ditansportasikan oleh pompa yang berbeda
di membran plasma parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi
karena itu diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria. Klorida juga
disekresikan secara aktif tetapi melawan gradien kosentrasi jauh lebih kecil.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Ion hidrogen yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses
metabolisme di dalam sel parietal. Apabila
disekresikan, netralitas interior di pertahankan
oleh pembentukan
dari asam karbonat untuk menggantikan
yang keluar tersebut.
H2O +CO2 dibantu oleh Carbonat Anhidrase menjadi H2CO3↓
+
H masuk ke lumen lambung melalui H+K+ATPase
↓
HCO3 bertukar dengan Cl- di plasma
↓
+
H berikatan dengan Cl↓
Menjadi HCl
LI 3.
Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster
Enzim-enzim pencernaan dan proses pencernaan di gaster
Karbohidrat
Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa),
disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam
kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula
pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan).
Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (α–amilase)
yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini
bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum makanan
dicampur dengan sekret lambung. Meskipun asam menginaktifkan amilase liur, namun bagian
dalam massa makan yang tidak tercampur, bebas dari asam lambung. Karena kontraksi
peristaltik di fundus dan korpus sangat lemah.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan
bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase
bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida α(1à4) dan menghasilkan maltosa dan
beberapa oligosakarida.
Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali
dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus.
Protein
Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum lambung dan usus
halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang
menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana
asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada dagingdagingan).
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
LI 4.
Memahami dan Menjelaskan Sindroma Dyspepsia
LO 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Sindroma Dyspepsia
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dyspepsia sebagai yang
mengarah ke rasa sakir atau rasa tidak nyaman yang berpusat di atas abdomen.
Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dyspepsia yang berlangsung paling tidak 12
minggu, yang tidak perlu terus menerus dalam 1 tahun yang terdiri dari :



Persistent / Recurrent dyspepsia ( rasa sakit/ tidak nyaman mengarah ke abdomen atas
Tidak ada bukti dari penyakit organic yang mungkin menjelaskan gejalanya
Tidak ada bukti bahwa dyspepsia secara eksklusif sembuh dari defekasi atau berhubungan
dengan gejala dari berubahnya frekuensi BAB atau bentuk BABnya ( Contoh : Tidak Diare)
Dispepsia menggambarkan keluhan atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa,
regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada
LO 4.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindroma Dyspepsia
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh
seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30 % orang
dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dan dari data di Negara barat didapatkan
angka pravalensinya berkisar 7-14 %, tapi hanya 10-20 % yang mencari pertolongan medis.
Angka insidens diperkirakan antara 1-8 %. Belum ada data epidemiologi di Indonesia.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
LO 4.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Sindroma Dyspepsia

Esofago-gastro-duodenal
tukak peptic, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan

Obat-obatan
antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotic

Hepato-Bilier
hepatitis, kolesistitis, kolelotiasis, keganasan, disfungsi sfingter odii

Pankreas
pankreatitis, keganasan

Penyakit sistemik lain
DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner / iskemik

Gangguan fungsional
Dispepsia funsional, irritable bowel syndrome
LO 4.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Sindroma Dyspepsia
Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya
hilang timbul atau terus-menerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan kumpulan
gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1) dispepsia organik dan
(2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional.
a. Dispepsia organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih
dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya sudah jelas,
antara lain:
 Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa
nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan,
pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan
pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di
duodenum.
 Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa
ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan
tanda-tanda tukak.
 Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di
dada dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan
tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma
dispepsia refluks gastroesofageal.
 Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran
empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung
dan bahu kanan.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
 Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia.
Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan
dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.
 Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa
makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada.
 Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan
rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang
mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.
 Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau
tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat
golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral
(terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan
obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
 Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi
pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas
kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus,
sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi
mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.
b. Dispepsia non-organik/fungsional
Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan
organik, tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan. Yang termasuk dispepsia
fungsional adalah:
 Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia)
Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu
pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung,
refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap
produksi asam lambung yang meningkat.
Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia
fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali pada faal saluran cerna pada proses pencernaan
yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel
parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain
dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja
sudah terbentuk asam lambung yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin.
LO 4.5.
Dyspepsia
Memahami dan Menjelaskan Patogenesis dan Patofisiologi Sindroma
Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas
gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.
a) Sekresi asam lambung. Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat
sekresi asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di perut.
Helicobacter pylori. Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima.
Dismotilitas gastrointestinal. Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional
terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi harus
dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks,
sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
Ambang rangsang persepsi. Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor
kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia
ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di gaster atau duodenum.
Disfungsi autonom. Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga
berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan,
sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.
Aktivitas mioelektrik lambung. Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan
elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini
bersifat inkonsisten.
Hormonal. Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan adanya
penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal.
Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.
Diet dan faktor lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi
pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.
Psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang
mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis
stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan
kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun
dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia,
adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional.
LO 4.6. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Sindroma Dyspepsia
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan adanya organomegali, tumor abdomen,
ascites, untuk menyingkirkan penyakit organik.
Oleh karena dispepsia ini merupakan kumpulan gejala-gejala di mana pada suatu keadaan
satu gejala lebih dominan dari yang lain, sehingga para ahli membagi gejala-gejala ini dalam
beberapa sub-group:
1. Dispepsia tipe refluks yaitu adanya rasa terbakar pada epigastrium, dada atau regurgitasi
dengan gejala perasaan asam di mulut.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
2. Dispepsia tipe dismotilitas yaitu nyeri epigastrium yang bertambah sakit setelah makan,
disertai kembung, cepat kenyang , rasa penuh setelah makan, mual atau muntah,
bersendawa dan banyak flatus.
3. Dispepsia tipe ulkus yaitu nyeri epigastrium yang mereda bila makan atau minum antasid
dan nyeri biasanya terjadi sebelum makan dan tengah malam.
4. Dispepsia non-spesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori di
atas.
LO 4.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindroma
Dyspepsia
Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:









nyeri perut (abdominal discomfort)
rasa pedih di ulu hati
mual, kadang-kadang sampai muntah
nafsu makan berkurang
rasa cepat kenyang
perut kembung
rasa panas di dada dan perut
regurgitasi
banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)
Diagnosis:

Anamnesis
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan
jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Gejala (alarm symptom) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri
yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice
kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti
endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma
gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua,
tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar,
cerai), pekerjaan dan pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, PHK, pindah jabatan, tidak naik
pangkat). Hal ini dapat mengakibatkan eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien ulkus peptikum
biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan
tertentu atau antasid. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan
pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk
setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
(bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus,
gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan
sering terjadi pada ulkus duodenum. Pasien DNU lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI,
ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
LO 4.8. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Sindroma Dyspepsia
1. Laboratorium :
 Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollingerellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang
timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Nyeri lambung yang khas merupakan
petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis
karena kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.
 Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara
langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini
dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum dilakukannya
pembedahan.
 Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa
menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah lainnya bisa
menemukan adanya Helicobacter pylori.
2. Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran
cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna
bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan
tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak
antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit
barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan
terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media.
Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.
3. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu
menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di
oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa,
lesi, tumor (jinak atau ganas).
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
4. Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini
makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada
kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada
sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan
di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.
5. Biopsi. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang
mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori
Diagnosis banding sindrom dispepsia
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis banding.
Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas epigastrum/ulu
hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS)
yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air
besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung..
Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama
dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola defekasi kepada pasien untuk
mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis kronik juga
dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen atas yang hebat dan konstan. Biasanya
menyebar ke belakang.
Obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi atau
kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral, terutama eritromisin dan ampisilin. Mengurangi dosis
ataupun menghentikan pengobatan dapat mengurangi keluhan dispepsia. Penyakit psikiatrik juga
dapat menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan multisistem
yang salah satunya adalah gejala di abdomen ternyata menderita depresi ataupun gangguan
somatisasi. Gangguan pola makan juga tidak boleh dilupakan apalagi pada pasien usia remaja
dengan penurunan berat badan yang signifikan.
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga timbul
keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual, dan muntah. Lebih jauh diabetik
radikulopati pada akar saraf thoraks dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Gangguan
metabolisme, seperti hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen
bagian atas.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri abdomen
bagian atas yang diinduksi oleh aktivitas fisik. Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan
oleh otot yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat membingungkan dengan
dispepsia fungsional. Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan
menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan tersebut tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
meregangkan otot-otot abdomen.
LO 4.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindroma Dyspepsia
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya komplikasi yang
tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di dinding lambung yang
dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan
Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah. Muntah darah ini
sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang
air besar berwarna hitam terlebih dulu. Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi
yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya
melakukan operasi.
LO 4.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindroma Dyspepsia
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat
mempunyai prognosis yang baik.
LO 4.11. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Sindroma Dyspepsia
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu
yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi
kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai :
a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan
menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia.
b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan
penyediaan air bersih.
c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus
diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan
porsi pemberiannya
d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta
merokok.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early
Diagmosis and Prompt Treatment).
a) Diagnosis Dini (Early Diagnosis)
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi
anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang
diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang,
pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah
berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk
memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan
b) Pengobatan Segera (Prompt Treatment)
1. Diet mempunyai peranan yang sangat penting. Dasar diet tersebut adalah makan sedikit
berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan
yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan dalam
lambung dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCL.
2. Perbaikan keadaan umum penderita
3. Pemasangan infus untuk pemberian cairan, elektrolit dan nutrisi.
4. Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan
penderita dispepsia adalah antasida, antikolinergik, sitoprotektif dan lain-lain.
3. Pencegahan Tertier
a. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan
mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.
b. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit
agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat.
LI 5.
Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Sindroma Dyspepsia
Terapi nonmedikamentosa
Diet merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai ialah cara
pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy’s diet. Sekarang
lebih dikenal dengan diet lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat Indonesia. Dasar
diet tersebut ialah makan sedikit dan berulang kali, makan makanan yang mengandung susu
dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang,
dan kemungkinan dapat menetralisir HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali.
Dilarang makan pedas, asam, alkohol.
Terapi medikamentosa
Antasida
1. Antasid Sistemik
 Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon
dioksida yang tebentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat
terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik, obat ini dapat
menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai
antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan
pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu
gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram.
Pemberian dosis besar NaHCO3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak
peptik dapat menimbulkan sindrom alkali susu (milk alkali syndrom)
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
2. Antasid Non-sistemik
 Aluminium hidroksida -- Al(OH)3
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang. Al(OH)3
bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya. Al(OH)3
dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat membentuk aluminium
fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat melalui urin berkurang
sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga
bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan
setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium
juga bersifat demulsen dan adsorben.
Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan
antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi
sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi
absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan
konstipasi pada usia lanjut.
Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai
adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang
mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet
Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam.
Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.
 Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya
kerjanya
lama
dan
daya
menetralkannya
cukup
lama.
Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan
disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya
netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin
yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada
malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang
dapat terjadi ialah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi
pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali syndrom).
Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan
pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang. Kalsium karbonat tersedia dalam
bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq
asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.
 Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak larut,
dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium
hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan
natrium bikarbonat sama efektif dalam hal menetralkan HCl.
Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini
akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang
alkalosis.
Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya,
sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik
air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan neurologik,
neuromuskular, dan kardiovaskular.
Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55 Mg(OH).
Satu ml susu magnesium dap menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml.
Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH)2 yang dapat dinetralkan 11,1 mEq
asam.
 Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambung
sebagai berikut:
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak.
Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan dieksresi dalam
urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya
mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium
trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk
menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.
Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadi batu silikat
setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya yang rendah dan
potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang khas, kurang beralasan mengunakan obat
ini sebagai antasid.
Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram.
Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20%
MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq
asam.
Obat Penghambat Sekresi Lambung
1. Penghambat pompa proton
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat
dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP.
Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol,
dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau
benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah
campuran resemik isomer omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari
R-omeprazol.
Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana
asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan
berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ
membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+,
K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung
berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton tersebut.
Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam
lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau
gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali dapat terjdai 3-4 hari
pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut
enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak
mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah
dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan.
Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab
itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.
Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan persentasi
jumlah absorbsi yang bervariasi luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam
5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam lambung setelah obat bekerja.
Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4.
Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom
Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada
dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam
kulit.
Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan
1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg,
serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.
2. Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid dan
metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik
tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H2 yang ada saat ini adalah simetidin, ranitidin,
famotidin, dan nizatidin.
Antagonis reseptor H2 merupakan obat yang efektif dan relatif aman untuk pasien dengan
hipersekresi asam lambung, misalnya untuk pasien tukak duodenum dan tukak lambung.
Golongan obat ini menggeser penggunaan antasid yang membutuhkan pemberian yang lebih
sering sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien. Bagi pasien yang menggunakan obat
lain/banyak obat, nampaknya akan lebih aman menggunakan ranitidin, famotidin, atau nizatidin
yang tidak/kurang kemungkinannya dibandingkan simetidin untuk mengadakan interaksi dengan
obat lain yang merupakan substrat enzim sitokrom P450. Dibandingkan simetidin, kemungkinan
efek samping ranitidin, famotidin, dan nizatidin nampaknya lebih kecil, termasuk kemungkinan
di antaranya kemungkinan impotensi dan ginekomastia karena ketiga obat tersebut tidak
mengikat reseptor androgen.
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung
1. Sulkralfat
Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam
dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara
sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap
tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian
bersama AH2 atau antasid menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah
konstipasi. Karena sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal
harus hati-hati.
Antibiotik Untuk H. pylori
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering
digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang
ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,
penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan
inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori
sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat
tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama
(terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah
terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis
pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan
darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun
pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
Terapi lini pertama :

o
o
o
Urutan prioritas
PPI + amoksisilin + kklaritromisin
PPI + metronidazol + klaritromisin
PPI + metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama satu minggu.
Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel :
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal adalah 4
minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau
histopatologi.

Urutan prioritas
CINDY DWI PRIMASANTI
1102012046/A11
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin
Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori dengan
media transport MIU.
Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian obat sudah efektif.
Pembedahan terutama dilakukan untuk:
o mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi, penyumbatan yang tidak
memberikan respon terhadap pemberian obat atau mengalami kekambuhan)
o 2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
o ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
o ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan dapat timbul masalahmasalah lain seperti pencernaan yang buruk, anemia dan penurunan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5.
Jakarta: Gaya Baru
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC
Prince, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep-konsep penyakit Volume 1 Edisi 6,
Jakarta:EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2.Jakarta: EGC.
Sofwan, Achmad. 2012. Tractus Digestivus. Jakarta: FKUY
Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed. 4,
Jakarta :Interna Publishing
Download