15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran
Harvard Business School professor Theodore Levitt dalam Andrea Belz
(2011:44) mendefinisikan Marketing sebagai
“the process of creating, satisfying, and retaining customer”.
Definisi yang luas ini mencakup sebagian besar aspek proses bisnis:
Membuat pelanggan mengacu pada menciptakan dan mengkomunikasikan proposisi
nilai, mengidentifikasi calon pelanggan, dan menghasilkan transaksi. Memuaskan
pelanggan menjelaskan pengiriman produk dan memenuhi semua persyaratan
transaksi. Mempertahankan pelanggan menandakan mengkomunikasikan nilai yang
sedang berlangsung untuk menghasilkan transaksi tambahan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012:5) Pemasaran adalah proses sosial
dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut Joseph P. Cannon, William D. Perreault, Jr., dan E. Jerome
McCarthy (2008:8) Pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai
sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau
klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan
atau klien dari produsen.
Jim Blythe (2012:4) mendefinisikan Pemasaran sebagai kegiatan antarmuka
yang terjadi antara organisasi dan pelanggannya.
Sedangkan menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2012:28)
Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola
hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan bagi organisasi dan para
pemangku kepentingan.
Dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu
aktivitas atau kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan nilai dengan memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen akan suatu produk dan jasa yang dapat
dipertukarkan dengan pihak lain.
15
16
2.1.1 Bauran Pemasaran
Perusahaan akan berhasil mencapai tujuannya tergantung pada strategi
pemasaran yang digunakan. Dalam melaksanakan strategi pemasaran
perusahaan dapat menggunakan berbagai alat untuk mengetahui tanggapan
konsumen terhadap perusahaan. Alat yang dapat digunakana salah satunya
adalah bauran pemasaran atau marketing mix yang menjadi konsep utama
dalam pemasaran modern.
Menurut
Kotler
dan
Armstrong
(2012:51-52)
bauran
pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis yang memadukan
perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkandalam target pasar.
Bauran pemasaran dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok
variabel yang disebut “empat P”: Product, Price, Place, dan Promotion.
1. Product (Produk)
Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan
perusahaan kepada target pasar untuk memenuhi atau memuaskan
kebutuhan dan keinginan dari target pasar.
2. Price (Harga)
Harga merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen
untuk memperoleh suatu produk.
3. Place (Tempat)
Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia
untuk target pasar.
4. Promotion (Promosi)
Promosi merupakan aktivitas menyampaikan manfaat produk dan
membujuk konsumen membelinya, serta meningkatkan pasar sasaran
yang bertujuan merubah sikap dan tingkah laku pembelian, yang
tadinya tidak mengenal hingga menjadi pembeli dan mengingat suatu
produk.
2.1.2 Store Image
Menurut Wu, et al. (2011) citra toko adalah keseluruhan sikap
konsumen yang berasal dari karakteristik intrinsik dan ekstrinsik sebuah toko.
17
Citra toko adalah apa yang konsumen pikirkan tentang toko, termasuk
persepsi dan sikap berdasarkan sensasi yang ada di toko terkait rangsangan
yang diterima melalui panca indera. (Peter dan Olson, 2010:464)
Menurut Martineau (1958) dalam Hosseini, Jayashree, dan Malarvizhi
(2014) mendefinisikan citra toko sebagai definisi pelanggan tentang toko
sesuai dengan atributnya yang bekerja secara fungsional dan psikologis.
Martineau menjelaskan bahwa karakteristik citra toko membantu pelanggan
membedakan toko tersebut dengan toko yang lainnya. Karakteristik
fungsional dari citra toko termasuk tata letak toko dan produknya, lokasi,
harga dan atribut nilai uang, dan layanan pelanggan. Sedangkan aspek
psikologis termasuk kemewahan dan daya tarik toko.
Dari definisi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa citra toko
merupakan gambaran tentang apa yang dirasakan dan dilihat oleh konsumen
terhadap sebuah toko melalui panca indera mereka sehingga menghasilkan
persepsi tentang toko tersebut.
2.1.2.1 Faktor Pendukung Store Image
Menurut
Simamora
(2003:279)
ada
dua
faktor
yang
mendukung citra toko diantaranya:
a. External Impressions
Secara eksternal, penempatan lokasi toko, desain arsitek, tampak
muka toko, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka
merupakan bagian dari citra suatu toko. Atribut-atribut eksternal
tersebut termasuk salah satu alat komunikasi non-verbal dalam
menyampaikan citra toko yang diinginkan oleh peritel kepada
konsumennya. Pentingnya penyampaian citra toko yang benar
didasari pada kepercayaan bahwa citra toko menolong penempatan
posisi suatu peritel dibandingkan dengan para pesaingnya. Dalam
penyampaian pesan yang tepat, masalah yang dihadapi adalah
bagaimana sebuah peritel mampu menggunakan atribut-atribut
eksternal secara maksimal sehingga konsumen dapat menyerap apa
yang peritel inginkan untuk mereka lihat dan rasakan. Kesan yang
masuk pertama kali di benak konsumen pada umumnya adalah
18
semua atribut eksternal toko. Kesan pertama inilah yang penting
karena hal ini dapat membedakan sebuah peritel dengan pesaingnya.
b. Internal Impressions
Secara internal, citra sebuah toko dapat diciptakan menurut warna
toko,
bentuk
toko,
ukuran
toko,
penempatan
departemen,
pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display,
penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko. Khusus
untuk pemilihan citra toko secara internal ini, sebuah peritel harus
memperhatikan target pasar yang dituju. Citra toko harus diciptakan
sesuai dengan kebutuhan psikologis dan kebutuhan fisik dari target
pasar yang dituju.
2.1.2.2 Dimensi Store Image
Dimensi citra toko menurut Smeijn et al., (2004) dalam Mbaye
Fall Diallo (2012) sebagai berikut:
1. Layout
Rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari
jalan/gang di dalam toko yang cukup lebar sehingga
memudahkan orang untuk berlalu-lalang melihat produk apa
saja yang di jual oleh toko. Serta penyusunan dari elemenelemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang
sehingga membentuk susunan artistik.
2. Merchandise
Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya. Kegiatan
pengadaan barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani
untuk disediakan dalam toko pada waktu yang sesuai pada saat
dibutuhkan, jumlah keragaman dan daya saing.
3. Service
Atribut yang berkaitan dengan layanan yang ditawarkan oleh
penjual kepada pembeli bersamaan dengan produk yang dijual.
Seperti karyawan yang bersikap sopan dan menguasai setiap
pengetahuan yang diperlukan untuk menangani berbagai
pertanyaan atau masalah konsumen.
19
2.1.3 Service Quality
2.1.3.1 Service
Christopher H. Lovelock dan Jochen Wirtz (2011:37)
mendefinisikan jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh
salah satu pihak kepada pihak lainnya. Sering kali berbasis, kinerja
yang membawa hasil yang diinginkan ke penerima, benda, atau aset
lainnya yang memiliki tanggungjawab pembeli.
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan
oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya
bersifat tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
(Kotler dan Keller, 2012:356)
Definisi lainnya yang berorientasi pada aspek proses atau
aktivitas dikemukakan oleh Gronroos (2000) dalam Tjiptono dan
Chandra (2007:11): “jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian
aktivitas intangible yang biasanya terjadi pada interaksi antara
pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang
dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas
masalah pelanggan”. Menurut Gronroos, interaksi antara penyedia
jasa dan pelanggan kerapkali terjadi dalam jasa, sekalipun pihak-pihak
tersebut mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada
situasi di mana pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi
langsung dengan perusahaan jasa.
Dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu tindakan yang
pada dasarnya tidak berwujud dan dapat dirasakan pada saat jasa itu
disampaikan, tindakan ini ditawarkan oleh salah satu pihak kepada
pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.
2.1.3.2 Karakteristik Service
Menurut Kotler dan Armstrong (2012:236-238) jasa memiliki
empat karakteristik, sebagai berikut:
1. Intangibility
Berarti bahwa layanan tidak dapat dilihat dan dirasakan sebelum
konsumen membelinya.
20
2. Inseparability
Tidak dapat dipisahkan berarti bahwa jasa diproduksi dan
dikonsumsi pada saat yang sama dan tidak dapat dipisahkan dari
penyedia jasa.
3. Variability
Yang berarti bahwa kualitas pelayanan tergantung pada siapa yang
menyediakan jasa tersebut serta kapan, dimana, dan bagaimana
jasa tersebut disediakan.
4. Perishability
Cepat rusak berarti bahwa layanan tidak dapat disimpan untuk
kemudian dijual atau digunakan kembali.
2.1.3.3 Service Quality
Menurut Jim Blythe (2012:272) Service quality adalah
kemampuan suatu organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan.
Menurut Chakrabarty et al. (2007) dalam Wu et al. (2011)
mendefinisikan service quality sebagai kesesuaian dengan kebutuhan
pelanggan dalam penyampaian layanan.
Menurut Parasuraman et al. (1988) dalam Munhurrun, Naidoo,
dan Nundlall (2010) kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai
memenuhi harapan pelanggan atau menyediakan tingkat layanan yang
memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dari ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan kualitas
layanan adalah kesesuaian antara apa yang konsumen harapkan
dengan apa yang disampaikan oleh penyidia jasa untuk memenuhi
bahkan melebihi harapan dari konsumen itu sendiri.
2.1.3.4 Dimensi Service Quality
Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:420-421) terdapat lima
dimensi kualitas pelayanan, diantaranya:
1. Tangibles
Berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan
material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
21
2. Reliability
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang
disepakati.
3. Responsiveness
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para konsumen dan merespon permintaan mereka, serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara cepat.
4. Assurance
Perilaku para karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan
konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan
rasa aman bagi para konsumennya.
5. Empathy
Berkaitan dengan perusahaan memahami masalah konsumennya,
mendengarkan keluhan konsumen dengan menjawab menggunakan
bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen.
2.1.4 Brand Image
2.1.4.1 Brand
Menurut Kenneth E. Clow dan Donald Baack (2012:49)
Merek adalah nama yang diberikan untuk barang atau jasa individual
atau kelompok produk yang saling melengkapi.
Menurut American Marketing Association (AMA) dalam
Keller (2013:30) Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol,
desain, atau kombinasi dari semua, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok
penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaing.
Menurut Hermawan Kartajaya (2007:11) “Merek merupakan
aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat
kepuasan dan loyalitasnya”.
Dari definisi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa merek
merupakan berbagai bentuk karakter pembeda seperti nama, simbol,
22
maupun kombinasi keduanya yang digunakan untuk mengidentifikasi
suatu produk dan jasa dari satu penjual dengan penjual lainnya
sehingga dapat mempermudah konsumen dalam memilih produk dan
jasa yang akan mereka konsumsi jika ada pesaing yang memiliki
produk yang hampir sama.
Untuk membangun merek yang kuat harus memerlukan fondasi
yang kuat. Menurut Rangkuti (2008:5-8) caranya adalah:
1.
Memiliki positioning yang tepat
Merek dapat di positioning kan dengan berbagai cara,
misalnya dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak
pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua
aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional) secara
konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan.
Menjadi nomor satu di benak pelanggan merupakan tujuan
utama dari positioning. Menjadi nomor satu di benak pelanggan
bukan berarti selalu menjadi nomor satu untuk semua aspek.
Merek yang berhasil harus memiliki kategori spesifik agar menjadi
nomor satu di benak pelanggan.
Keberhasilan positioning adalah tidak sekadar menemukan
kata kunci atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih
jauh lagi: menjembatani keinginan dan harapan pelanggan
sehingga dapat memuaskan pelanggan.
Positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang
mendalam terhadap produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat
persaingan, kondisi pasar serta pelanggan.
2.
Memiliki brand value yang tepat
Semakin tepat merek di positioning kan di benak
pelanggan, merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk
mengelola hal tersebut perlu mengetahui brand value. Brand value
membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat
berubah dibandingkan brand positioning, karena brand personality
mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen. Brand value
juga mencerminkan brand equity secara nyata sesuai dengan
customer value-nya.
23
3.
Memiliki konsep yang tepat
Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan
positioning yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh
konsep yang tepat.
Pengembangan konsep merupakan proses kreatif, karena
berbeda dari positioning, konsep dapat terus-menerus berubah
sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang
baik adalah konsep yang dapat mengkomunikasikan semua
elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga
brand image dapat terus-menerus ditingkatkan.
2.1.4.1.1 Karakteristik Brand
Menurut Buchholz dan Wordermann (2000:115) dalam
Bernard T. Widjaja (2009:104) merek harus memiliki karakteristik
dasar, yaitu:
1.
Link, yang mencerminkan ciri kekuatan dari product/
service/ company.
2.
Aspiration, merek harus mampu mencerminkan
aspirasi pelanggan.
3.
Genuineness, merek mampu mengekspresikan ciri
karakternya.
4.
Uniqueness, mampu memberikan karakter yang
berbeda dari competitor dengan jelas.
2.1.4.1.2 Manfaat Brand
Menurut Keller (2003) dalam Tjiptono (2005:20)
menyebutkan bahwa merek memiliki beberapa manfaat yang
dikategorikan menjadi 2, yaitu:
1.
Bagi produsen
1)
Sarana
identifikasi
untuk
memudahkan
proses
penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan,
terutama
dalam
pengorganisasian
pencatatan akuntansi.
sediaan
dan
24
2)
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek
produk yang unik.
3)
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang
puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih
dan membelinya lagi di lain waktu.
4)
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang
membedakan produk dari para pesaing.
5)
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui
perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra
unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
6)
Sumber financial returns, terutama menyangkut
pendapatan masa datang.
2.
Bagi konsumen
1)
Sebagai identifikasi sumber produk.
2)
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau
distributor tertentu.
3)
Pengurang resiko.
4)
Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan
eksternal.
5)
Janji atau ikatan khusus dengan produsen.
6)
Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri.
7)
Signal kualitas.
2.1.4.2 Brand Equity
Menurut Kenneth E. Clow dan Donald Baack (2012:53)
ekuitas merek adalah kumpulan karakteristik yang unik untuk sebuah
merek.
Menurut Kotler dan Keller (2012:243) ekuitas merek adalah
nilai tambah yang diberikan kepada produk dan jasa. Ini dapat
tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak
sehubungan dengan merek, serta dalam harga pangsa pasar dan
profitabilitas bagi merek pemimpin.
25
Menurut David Aaker dalam Saxena (2006:300) ekuitas merek
mengacu pada “sekumpulan aset dan kewajiban yang dimiliki
perusahaan yang terkait dengan merek, nama, dan simbolnya dengan
menambahkan atau mengurangi nilai yang diberikan dari sebuah
barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan”.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa ekuitas
merek adalah sebuah nilai tambah atas pencapaian yang telah
diperoleh sebuah produk dan jasa yang dapat dilihat melalui cara
konsumen berpikir dan bertindak terhadap suatu merek.
2.1.4.3 Brand Image
Menurut Keller (2013:72) citra merek adalah persepsi
konsumen mengenai sebuah merek, yang tercemin dari asosiasi merek
yang ada di memori konsumen.
Menurut Fandy Tjiptono (2005:49) citra merek adalah
deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek
tertentu.
Aaker (1991) dalam Wu, et al. (2011) mendefinisikan citra
merek sebagai suatu rangkaian asosiasi merek yang tersimpan di
dalam memori konsumen.
Menurut Roy dan Banerjee (2007) dalam Hsiang-Ming Lee et
al. (2011) citra merek merupakan gambaran pikiran dan perasaan
konsumen terhadap merek. Dengan kata lain, citra merek adalah
gambaran mental secara keseluruhan mengenai merek yang di miliki
oleh konsumen, dan keunikan merek tersebut dibandingkan dengan
merek lain (Faircloth, 2005) dalam Hsiang-Ming Lee et al. (2011).
Sedangkan menurut Iversen dan Hem (2008) dalam Hsiang-Ming Lee
et al. (2011) citra merek merupakan perlambangan pribadi yang
konsumen asosiasikan terhadap merek, yang terdiri dari semua
informasi mengenai merek yang berhubungan dengan deskriptif dan
evaluatif.
Dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa citra merek
adalah sebuah gambaran dari pikiran dan perasaan yang dimiliki oleh
26
konsumen terhadap suatu merek mengenai semua informasi yang
terdapat di dalam merek tersebut.
2.1.4.4 Dimensi Brand Image
Dimensi citra merek menurut Keller (1993) dalam Wu, et al.,
(2011), sebagai berikut:
1. Quality
Kualitas mengacu pada kondisi dari daya tahan suatu produk
dalam memenuhi kebutuhan.
2. Affective
Afektif mengacu pada sikap yang berhubungan dengan
suasana hati, perasaan, dan emosi seperti preferensi atau
kepuasan terhadap produk.
2.2
Perilaku Konsumen
Menurut American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2010:5-9)
Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pikiran dan perasaan, perilaku,
dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam
hidup mereka.
Perilaku konsumen adalah dinamis karena pemikiran, perasaan, dan tindakan
konsumen individu, kelompok konsumen sasaran, dan masyarakat pada umumnya
yang terus berubah. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pemikiran,
perasaan, dan tindakan seseorang, serta lingkungannya. Jadi pemasar perlu
memahami produk dan merek apa yang dimaksudkan oleh konsumen, apa yang
konsumen harus lakukan untuk membeli dan menggunakannya, dan apa yang
mempengaruhi konsumen dalam berbelanja, membeli, dan mengkonsumsi. Perilaku
konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dengan kata lain, orang-orang
memberikan sesuatu yang berharga kepada orang lain dan menerima sesuatu sebagai
balasannya.
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dalam Sunyoto (2013),
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
27
Menurut Hoyer, Maclnnis, dan Pieters (2013:3) perilaku konsumen adalah
totalitas keputusan konsumen sehubungan dengan akuisisi, konsumsi, dan disposisi
barang, jasa, waktu, dan ide-ide oleh unit atau manusia yang mengambil keputusan
dari waktu ke waktu.
Dari definisi yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumen
adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang maupun sebuah organisasi
mulai dari memilih, menggunakan, dan membuang suatu produk atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
2.2.1 Purchase Intention
Purchase intention merupakan kemungkinan bahwa konsumen akan
merencanakan atau bersedia untuk membeli produk atau jasa tertentu di masa
yang akan datang. Peningkatan niat pembelian berarti meningkatkan
kemungkinan pembelian. (Schiffman dan Kanuk, 2007) dalam Wu et al.
(2011). Ketika konsumen mempunyai purchase intention yang positif dalam
arti ada niat untuk membeli di masa yang akan datang, hal ini akan
membentuk suatu komitmen merek yang positif yang pada akhirnya akan
mendorong konsumen untuk mengambil tindakan pembelian (Schiffman dan
Kanuk, 2007) dalam Wu et al. (2011).
Menurut Kinnear dan Taylor (1995:306) dalam Tommy Soebagyo dan
Hartono
Subagio
(2014)
mendefinisikan
minat
beli
adalah
tahap
kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli
benar-benar dilaksanakan.
Menurut Spears dan Singh (2004) dalam Wang dan Tsai (2014)
mendefinisikan purchase intention sebagai rencana yang di sadari oleh
individu dalam melakukan upaya untuk pembelian merek.
Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa purchase
intention adalah kemungkinan pembelian yang akan dilakukan oleh
konsumen terhadap sebuah produk dan jasa yang ada dengan melalui
berbagai proses.
Penelitian ini mengadopsi 4 pertanyaan dari (Grewal et al, 1998 dan
Liljander et al, 2009) dalam Diallo (2012) yang digunakan untuk mengukur
niat pembelian terhadap private label brand diantaranya: kemungkinan besar
28
untuk
mempertimbangkan
membeli,
membeli
di
lain
waktu,
mempertimbangkan membeli, dan kemungkinan kuat untuk membeli.
2.3
Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian, maka rancangan hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk T-1
H1: Ada pengaruh store image terhadap brand image untuk private label
brand pada Best Pongs Home Center.
2. Untuk T-2
H2: Ada pengaruh service quality terhadap brand image untuk private label
brand pada Best Pongs Home Center.
3. Untuk T-3
H3: Ada pengaruh store image dan service quality secara serentak terhadap
brand image untuk private label brand pada Best Pongs Home Center.
4. Untuk T-4
H4: Ada pengaruh store image terhadap purchase intention untuk private
label brand pada Best Pongs Home Center.
5. Untuk T-5
H5: Ada pengaruh service quality terhadap purchase intention untuk private
label brand pada Best Pongs Home Center.
6. Untuk T-6
H6: Ada pengaruh brand image terhadap purchase intention untuk private
label brand pada Best Pongs Home Center.
7. Untuk T-7
H7: Ada pengaruh brand image memediasi store image dan service quality
terhadap purchase intention untuk private label brand pada Best Pongs Home
Center.
29
2.4
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti, 2014
30
Download