Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015 Hal 80 KOMUNIKASI

advertisement
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DAERAH HASIL PILKADA PENGUSUNGAN
MINORITAS DALAM MEMBANGUN DUKUNGAN DPRD
KOTA PALANGKA RAYA
Oleh Junaidi
ABSTRAK
Komunikasi Politik Kepala Daerah Hasil Pilkada Pengusungan Minoritas Dalam
Membangun Dukungan DPRD Kota Palangka Raya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana komunikasi politik yang dilakukan Wali Kota Palangka Raya sebagai hasil Pilkada
2009 dalam membangun dukungan DPRD setempat. Perumusan masalah didasarkan bahwa
seorang kepala daerah sudah berjuang keras dengan segenap kemampuan baik tenaga, pikiran
dan anggaran bersama tim sukses dan parpol pengusung maupun pendukung, untuk
memperoleh dukungan suara terbanyak pemilih memenangkan Pilkada.
Penelitian ini dibatasi pada komunikasi politik Wali Kota Palangka Raya yang dalam
menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan dibantu Wakil Wali Kota, Sekda dan
pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dalam memperoleh dukungan 19 anggota
DPRD yang bukan pengusung dari 25 anggota DPRD Kota Palangka Raya. Cara memperoleh data
dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan pengumpulan data sekunder.
Spesifikasi dalam penelitian ini adalah termasuk kualitatif yang menggambarkan masalah
atau objek penelitian dengan kekuatan kata dan kalimat yang kemudian ditarik maknanya atau
interpretasinya.
Hasil penelitian ini, menunjukan bahwa komunikasi politik yang dilakukan Wali Kota
Palangka Raya dalam memperoleh dukungan DPRD dilakukan dengan pola verbal dan non
verbal. Verbal yaitu komunikasi yang dilakukan secara langsung ketika bertatap muka langsung
dengan pimpinan maupun anggota dewan maupun berbicara melalui handphone. Non Verbal
yaitu komunikasi yang dilakukan tidak secara langsung, baik melalui surat atau dokumendokumen lain maupun melalui teknoogi informasi seperti SMS. Komunikasi politik yang
dilakukan tersebut, bersifat formal seperti menjawab pertanyaan dewan melalui komisi-komisi
atau fraksi terhadap suatu perda.
Kata Kunci: Komunikasi, Politik Pilkada, DPRD
PENDAHULUAN
Pemilihan umum (pemilu) adalah
instrumen penting dalam demokrasi. Salah
satu
amanat
dari
reformasi
adalah
terselenggaranya pemilu secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, termasuk pemilihan kepala
daerah (pilkada) Kota Palangka Raya.
Pemilihan langsung kepala daerah
merupakan salah satu bentuk peningkatan
kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan
dengan tetap memberi
pengakuan
adanya
kekhususan
dan
keistimewaan daerah (A. Teras Narang, 2004:
40).
Seiring
dengan
perkembangan
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 80
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
demokrasi
di
Kalimantan
Tengah
pelaksanaan Pemilukada Walikota dan Wakil
Walikota Palangka Raya 2008 adalah
pemilihan langsung yang pertama.
Pelaksanaan
pesta
demokrasi
pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota
Palangka Raya pada tanggal 6 Juni 2008 yang
lalu yakni nomor urut 1. Pasangan Yurikus
Dimang, S.Sos-HM Wahyudie F Dirun, SP
yang diusung oleh Partai Golkar dan Partai
Buruh memperoleh suara 18.912 (24,73
persen); nomor urut 2. Kol Purn Salundik
Gohong-HM Sri Sako diusung Partai
Demokrat, Partai Persatuan Demokrasi
Kebangsaan dan Partai Persatuan Daerah
memperoleh suara 11.477 (15 persen);
pasangan nomor 3. HM Riban Satia, S.Sos,
M.Si-H
Maryono,S.Hi
diusung
Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan
Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Partai Bintang Reformasi (PBR) dan
Partai Amanat Nasional (PAN) memperoleh
suara terbanyak 23.376 (30,56 persen);
pasangan nomor 4.
Drs Yansen A Binti,
MBA-H. Tajudin Noor, SE diusung Partai
Damai Sejahtera, Partai Perhimpunan
Indonesia Baru, Partai Nasional Banteng
kemerdekaan, Partai Penegak Demokrasi
Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Pelopor,
Partai Persatuan Nahdatul Ulama Indonesia
memperoleh suara 6.255 (8,18 persen); nomor
urut 5. Pasangan H. Mas Sailly Muchtar,
SE,MT-Tagah Pahoe, ST memperoleh suara
16.465 (21,53 persen),
dari keseluruhan
pemilih yang menggunakan hak suaranya
79.102, sebanyak 76.485 atau 96.70 persen
suara sah dan 2.617 (3,30) dinyatakan tidak
sah.
Karena pasangan HM. Riban Satia,
S.Sos, M.Si dan Maryono, SHI memperoleh
suara terbanyak yaitu 23.376 suara (30,56
persen) dari jumlah suara sah; maka sesuai
dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota
Palangka Raya menetapkan pasangan HM
Riban Satia, S.Sos, M.Si dan Maryono, SHI
menjadi Walikota dan Wakil Walikota
Palangka Raya terpilih periode jabatan tahun
2008 sampai 2013, yang selanjutnya disahkan
oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden dengan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 131.62.693 Tahun 2008 dan
Nomor 132.62.694 Tahun 2008 yang
selanjutnya
dilantik
oleh
Gubernur
Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang,
SH atas nama Menteri Dalam Negeri dalam
rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota
Palangka Raya tanggal 22 September 2008
yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD
Kota Palangka Raya,
Aries Marcorius
Narang, SE.
Dengan pengusungan oleh partai
politik yang ada di Palangka Raya terhadap
calon Walikota dan Wakil Wali Kota terpilih
hanya diusung oleh 9 kursi atau 36% dari
jumlah 25 kursi di DPRD Kota Palangka
Raya, sehingga ada 16 kursi atau 64 persen
yang tidak mengusung. Sementara hasil
perolehan suara sah juga hanya 30, 56 persen.
Dengan menjalankan tugas sebagai
kepala daerah yang didukung yang
minoritas yaitu 9 kursi di legislatif dari lima
parpol pengusung PKS, PAN, PBB, PBR PPP,
membuat kepala daerah dalam keadaan yang
sulit untuk memperoleh dukungan dengan
16 kursi dari parpol bukan pengusung.
Bahkan, menghadapi ”perlawanan” yang
menghambat pelaksanaan program kerja
yang tertuang dalam visi dan misi. Hal ini
terlihat dari sulitnya pembahasan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah
(RAPBD) 2009 yang diawali pada bulan
Nopember 2008.
LANDASAN TEORI
Aristoteles yang hidup empat abad
sebelum masehi
(385-322 SM) dalam
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 81
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
bukunya
Rethoric
membuat
definisi
komunikasi dengan menekankan ”siapa
mengatakan apa kepada siapa”.
Definisi yang dibuat Aristoteles ini
sangat sederhana, tetapi telah mengilhami
seorang ahli politik benama Harold D.
Lasswell pada 1948, dengan mencoba
membuat definisi komunikasi yang lebih
sempurna dengan menanyakan ”SIAPA
mengatakan APA, MELALUI apa, KEPADA
siapa dan apa AKIBATNYA”.
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan atau perspektif atau
paradigma dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan triangulasi
yakni wawancara, observasi dan analisis isi.
Mulayana
(2007:5)
mengatakan
penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bersifat
interpretif
(menggunakan
penafsiran) yang melibatkan banyak metode,
dalam menelaah masalah penelitiannya.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975)
sebagaimana dikutip Moleong (2005:4),
metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk
dan Miller (1986) dalam Moleong (2005:4)
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung
dari pengamatan pada manusia baik dalam
kawasannya maupun peristilahannya.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan ada beberapa hal yang perlu
mendapat
perhatian
terkait
dengan
komunikasi politik kepala daerah hasil
pilkada pengusungan minoritas dalam
membangun dukungan DPRD Kota Palangka
Raya.
1. Komunikasi Politik Secara Verbal
dengan Anggota Dewan
Komunikasi sangat penting di
dunia ini. Komunikasi ada di manamana, bahkan ia sanggup menyentuh
segala aspek kehidupan. Hampir seluruh
kegiatan manusia, di mana pun adanya,
selalu tersentuh oleh komunikasi. Pada
bidang politik selalu menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam
proses pengembangannya. Sama seperti
yang dilakukan Wali Kota Palangka
Raya, HM Riban Satia. Dalam melakukan
koordinasi dengan anggota DPRD baik
secara formal dan nonformal banyak
menggunakan
komunikasi
verbal.
Misalnya
secara
resmi,
ketika
menyampaikan jawaban atas pertanyaan
fraksi-fraksi pendukung dewan terhadap
sebuah RAPBD yang sedang dibahas.
Begitu juga saat melakukan hearing atau
dengar pendapat untuk membahas
persoalan yang berkembang di tengah
masyarakat. Misalnya, dengar pendapat
mengenai persoalan sengketa lahan yang
akhir-akhir ini semakin mencuat dan
sudah menyentuh konflik sosial yang
bermuara kepada tindakan kriminilitas.
Menurut
Wali
kota
dalam
melakukan
koordinasi
sering
menyampaikan secara langsung dengan
pimpinan atau anggota dewan, apakah
itu melalui handphone (HP) berbicara
langsung atau bertemu langsung, agar
semua persoalan menjadi jelas dan bisa
dilakukan secara dua arah. Apa yang
dilakukan Wali Kota ini diakui Ketua
DPRD Kota Palangka Raya, Sigi K
Yuniato, SH. Sebagai mitra selalu
bekerjasama dan melakukan koordinasi,
tidak ada yang merasa di atas dan di
bawah, seperti yang diungkapkannya
”Kita merupakan mitra kerja dengan
kepala daerah dengan mempunyai tugas
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 82
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
dan kewajiban masing-masing. Kita
selalu berkoordinasi kalau ada persoalan
kita bahas bersama untuk mencari jalan
keluar. Kalau melakukan komunikasi
lewat telpon biasa formal”.
Seringnya Wali Kota melakukan
komunikasi verbal, dirasakan anggota
dewan
lainnya,
Sugianto,
SP.
Komunikasi itu dilakukan apakah itu
ketika ada masalah terkait dengan tugas
dan fungsi dewan maupun yang bersifat
non formal seperti terkait partai politik
maupun masalah sosial, keagamaan dan
kemasyarakatan,
seperti
kegiatan
keagamaan.
Menurutnya, hampir setiap kali
bertemu,
kalau
pun
tidak
ada
pembicaraan penting, dipastikan selalu
menyapa atau sekadar berbasa-basi.
Begitupun ketika menelpon Walikota
selalu disambut kecuali ada kesibukan
mendesak
atau
dalam
perjalanan
misalnya di pesawat terbang. Kalau pun,
tidak diangkat biasanya akan dihubungi
kembali setelah beberapa waktu.
Sugianto
punya
pengalaman
pernah suatu kali, ketika pembahasan
sebuah program yang disampaikan oleh
tim Pemko dari SKPD terkait bersama tim
dewan, tidak mendapat penjelasan yang
memuaskan dari tim Pemko, maka
pihaknya langsung meminta penjelasan
Wali Kota secara langsung melalui HP
dan dilayani dengan hangat dan
bersahabat.
Simbol atau pesan verbal adalah
semua jenis simbol yang menggunakan
satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga
dianggap sebagai sistem kode verbal
(Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat
didefinisikan sebagai seperangkat simbol,
dengan aturan untuk mengkombinasikan
simbol-simbol tersebut, yang digunakan
dan
dipahami
suatu
komunitas.
Komunikasi langsung atau verbal ini
lebih banyak dilakukan komunikasi
interpersonal antar pribadi. Walaupun
dilakukan juga terkadang dilakukan
secara komunikasi kelompok sebagai
eksekutif dengan legislative. Langsung
menerima feedback dari komunikannya
saat proses interaksi berlangsung.
Adapun kelebihan dari komunikasi
verbal ini, isi atau kedalaman sebuah
pesan dapat tersampaikan dengan jelas
dan juga dipertegas dengan komunikasi
non verbal dari lawan bicara yang dapat
dilihat langsung.
Selain itu, melalui komunikasi
langsung
dapat
dengan
mudah
membujuk lawan bicaranya karena
adanya pengaruh komunikasi lain dan
pengaruh lingkungannya, sehingga lebih
efektif mempengaruhi sikap.
2. Komunikasi Politik Secara Non Verbal
Selain komunikasi verbal secara
langsung, Wali Kota Palangka Raya juga
sering
menggunakan
komunikasi
nonverbal yaitu melakukan komunikasi
tidak
langsung.
Komunikasi
ini
dilakukan baik ketika acara formal seperti
ketika menghadiri sidang paripurna
selain melakukan komunikasi verbal
dengan mengucapkan salam, juga diringi
dengan komunikasi nonverbal dengan
menyebarkan senyum dengan semua
yang hadir, kemudian berjabat tangan,
kepada yang tidak bisa disambangi satu
persatu, Walikota menempelkan kedua
telapak tangan sebagai isyarat mohon
pamit.
Dalam melakukan komunikasi
nonverbal ini, tidak jarang Walikota
setelah bersalaman langsung berpelukan
dengan melakukan cium pipi kanan dan
kiri, khususnya kepada para pejabat atau
tokoh agama dan tokoh masyarakat. Hal
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 83
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
ini dirasakan Ketua NU Kalteng H.
Abdul Wahid, Aha, SH, bahwa setiap kali
bertemu dengan Walikota Palangka Raya
dipastikan didahului dengan ucapan
salam, berjabat tangan dan cium pipi kiri
serta kanan.
Kebiasaan berpelukan dan cium
pipi kanan dan kiri tersebut, menurutnya,
dilakukan sejak awal menjabat sebagai
Walikota Palangka Raya hampir lima
tahun yang lalu. Dengan melakukan
gerakan tersebut, terjalin hubungan yang
semakin akrab dan mendalam baik secara
pribadi maupun kedinasan.
Komunikasi
nonverbal
yang
dilakukan Walikota juga sering dirasakan
anggota DPRD Kota Palangka Raya
Subandi.
Menurutnya,
walauapun
Walikota sehabis acara resmi di lembaga
dewan segera meninggalkan ruangan
untuk menghadiri acara penting lainnya,
tapi selalu menyempatkan diri untuk
berjabat tangan dan berpelukan. Hal itu
dilakukan Walikota hampir setiap ada
acara di DPRD.
Komunikasi nonverbal adalah
komunikasi yang menggunakan pesanpesan nonverbal. Istilah nonverbal
biasanya digunakan untuk melukiskan
semua peristiwa komunikasi di luar katakata terucap dan tertulis. Komunikasi
nonverbal dan komunikasi verbal saling
jalin menjalin, saling melengkapi dalam
komunikasi yang kita lakukan seharihari.
Jalaludin
Rakhmat
(1994)
mengelompokkan pesan-pesan nonverbal
sebagai berikut:
1. Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang
menggunakan gerakan tubuh yang
berarti, terdiri dari tiga komponen
utama: pesan fasial, pesan gestural,
dan pesan postural.
2. Pesan fasial menggunakan air muka
untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa wajah dapat menyampaikan
paling sedikit sepuluh kelompok
makna: kebagiaan, rasa terkejut,
ketakutan, kemarahan, kesedihan,
kemuakan,
pengecaman,
minat,
ketakjuban, dan tekad.
3. Leathers
(1976)
menyimpulkan
penelitian-penelitian tentang wajah
sebagai
berikut:
a.
Wajah
mengkomunikasikan penilaian dengan
ekspresi senang dan taksenang, yang
menunjukkan apakah komunikator
memandang objek penelitiannya baik
atau
buruk;
b.
Wajah
mengkomunikasikan berminat atau
tak berminat pada orang lain atau
lingkungan;
c.
Wajah
mengkomunikasikan
intensitas
keterlibatan dalam situasi situasi; d.
Wajah mengkomunikasikan tingkat
pengendalian
individu
terhadap
pernyataan
sendiri;
dan
wajah
barangkali
mengkomunikasikan
adanya atau kurang pengertian.
1. Pesan
gestural
menunjukkan
gerakan sebagian anggota badan
seperti mata dan tangan untuk
mengkomunikasi berbagai makna.
2. Pesan postural berkenaan dengan
keseluruhan anggota badan, makna
yang dapat disampaikan adalah: a.
Immediacy
yaitu
ungkapan
kesukaan dan ketidak sukaan
terhadap individu yang lain. Postur
yang condong ke arah yang diajak
bicara menunjukkan kesukaan dan
penilaian
positif;
b.
Power
mengungkapkan status yang tinggi
pada diri komunikator. Anda dapat
membayangkan postur orang yang
tinggi hati di depan anda, dan
postur orang yang merendah; c.
Responsiveness, individu dapat
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 84
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
bereaksi secara emosional pada
lingkungan secara positif dan
negatif. Bila postur anda tidak
berubah, anda mengungkapkan
sikap yang tidak responsif.
3. Pesan
proksemik disampaikan
melalui pengaturan jarak dan
ruang. Umumnya dengan mengatur
jarak
kita
mengungkapkan
keakraban kita dengan orang lain.
4. Pesan artifaktual diungkapkan
melalui
penampilan
tubuh,
pakaian, dan kosmetik. Walaupun
bentuk tubuh relatif menetap,
orang sering berperilaku dalam
hubungan dengan orang lain sesuai
dengan
persepsinya
tentang
tubuhnya (body image). Erat
kaitannya dengan tubuh ialah
upaya kita membentuk citra tubuh
dengan pakaian, dan kosmetik.
5. Pesan paralinguistik adalah pesan
nonverbal
yang
berhubungan
dengan dengan cara mengucapkan
pesan verbal. Satu pesan verbal
yang sama dapat menyampaikan
arti yang berbeda bila diucapkan
secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy
Mulyana (2005) disebutnya sebagai
parabahasa.
3. Komunikasi Politik Formal Walikota
Komunikasi verbal dan nonverbal
yang dilakukan Wali Kota Palangka Raya
dalam menjalan roda pemerintahan dan
pembangunan dengan DPRD selama hampir
lima tahun sebagai kepala daerah, dilakukan
bentuk
komunikasi
politik
formal.
Komunikasi ini lebih bayak dilakukan
melalui
komunikasi
organisasi
atau
kelembagaan dan berlangsung dalam
jaringan lebih besar dari interpersonal.
Sehingga organisasi dapat diartikan sebagai
kelompok dari kelompok. Komunikasi
organisasi
seringkali
melibatkan
juga
komunikasi antar pribadi, dan adakalanya
komunikasi public.
Komunikasi
formal
adalah
komunikasi menurut struktur organisasi
yakni komunikasi horizontal misalnya
dengan pimpinan dan anggota DPRD. Dalam
rangka
menjalankan
pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat
yang kondusif dan aman langkah-langkah
komunikasi yang ditempuh oleh Walikota
Palangka Raya dengan DPRD Kota Palangka
Raya dalam bentuk antara lain :
1. Rapat Koordinasi
2. Konsultasi Rapat
3. Rapat Dengar Pendapat
4. Rapat Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
5. Rapat Paripurna
6. Forum Koordinasi Pemerintah Daerah
7. Tinjauan Bersama antara Eksekutif
dengan Legislatif.
4. Komunikasi Informal
Selain informasi formal, Walikota
Palangka Raya H.M. Riban Satia juga
mengedepankan komunikasi informal.
Komunikasi ini lebih mengedepankan
komunikasi interpersonal atau antar
pribadi adalah komunikasi antara
Walikota dengan pimpinan dan anggota
dewan maupun dengan masyarakat luas.
Komunikasi ini dengan tatap muka
secara langsung maupun melalui saluran
alat komunikasi. Komunikasi ini sangat
efektif dalam mencairkan kebuntuan
yang terjadi. Komunikasi informal adalah
komunikasi antara orang yang ada dalam
suatu organisasi, akan tetapi tidak
direncanakan atau tidak ditentukan
dalam struktur organisasi. Fungsi
komunikasi informal adalah untuk
memelihara
hubungan
sosial
persahabatan kelompok informal ,
penyebaran informasi yang bersifat
pribadi dan privat. Tentang komunikasi
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 85
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
informal sebaiknya tidak dilakukan
berdasarkan informasi yang masih belum
jelas dan tidak akurat, carilah sumber
informasi yang dapat dipercaya, selalu
gunakan akal sehat dan bertindak
berdasarkan pikiran yang positif .
Informasi dalam komunikasi informal
biasanya
timbul
melalui
rantai
kerumunan di mana seseorang menerima
informasi
dan
diteruskan
kepada
seseorang atau lebih dan seterusnya
sehingga informasi tersebut tersebar ke
berbagai kalangan. Komunikasi informal
akan untuk memenuhi kebutuhan sosial,
mempengaruhi orang lain dan mengatasi
kelambatan komunikasi formal yang
biasanya cenderung kaku dan harus
melalui berbagai jalur terlebih dahulu .
Komunikasi
infromal
yang
dilakukan Wali Kota Palangka Raya
disampaikan dengan bahasa santun dan
membuahkan komunikasi yang harmonis
dan mengesankan. Bentuk komunikasi
informal yang dilakukan antara lain :
1. Kekeluargaan
2. Organisasi Massa dan Organisasi
Keagamaan (Toga dan Tomas)
3. Dukungan dalam reogranisasi Partai
Politik
4. Komunikasi dengan Jaringan Partai
Tingkat Pusat.
5. Safari Subuh dan Magrib
6. Komunikasi dengan Media
7. Media Luar (Outdoor)
A. KESIMPULAN
1. Walikota dalam menjalankan roda
pemerintahan dan pembangunan
optimal
melakukan
komunikasi
politik walau pada awal tugasnya
mendapat
perlawanan
anggota
dewan dari parpol yang bukan
pengusung saat maju Pilkada.
Komunikasi politik ini dilakukan di
antaranya melakukan koordinasi,
konsultasi
dan
melakukan
pendekatan komunikasi organisasi
dan interpersonal, akhirnya mampu
mempengaruhi anggota dewan yang
sebelumnya tidak mendukungnya.
Pendekatan,
koordinasi
dan
konsultasi mendapat dukungan yang
cukup besar, sehingga
sampai
menjelang masa pengabdiannya,
tugas
pemerintahan
dan
pembangunan relatif berjalan lancar.
Bahkan
Walikota
mendapat
dukungan pilkada periode kedua
diusung delapan partai politik
dengan jumlah kursi di dewan tiga
belas kursi.
2. Pola komunikasi yang dilakukan
Walikota sebagai Kepala Daerah
dilakukan dengan verbal secara
langsung dengan anggota dewan
apakah itu bertatap muka saat
menghadiri forum tertentu seperti
sidang parpurna, Walikota berupaya
hadir
secara
langung
baik
kelembagaan
maupun
pribadi.
Sehingga anggota dewan merasa
dihargai.
Keadaan
itu
sangat
berpengaruh
kepada
ikatan
emosional dan kebersamaan. Selain
itu, tidak jarang juga menggunakan
komuninkasi non verbal misalnya
ketika berpelukan dan bersalaman,
serta menyebarkan senyum.
3. Dalam
melakukan
komunikasi
Walikota cendrung menggunakan
pola komunikasi organisasi secara
formal dan komunikasi interpersonal
secara nonformal dengan bahasa yang
santun dan kerendahan hati untuk
bisa memahami keinginan anggota
dewan
dengan
mengdepankan
kepentingan masyarakat dan tidak
melanggar hukum.
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 86
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
B. Saran
1. Dalam melakukan komunikasi politik
yang telah dilakukan Wali Kota
Palangka Raya, perlu diikuti oleh
SKPD lainnya dalam mendukung
menjalankan roda pemerintahan, baik
dilakukan secara formal seperti dalam
rencana
pembahasan
Raperda
maupun agenda lainnya maupun non
formal seperti saat kunjungan ke
lapangan dan acara kekeluargaan.
2. Komunikasi politik juga dari anggota
dewan perlu lebih ditingkatkan tidak
hanya dengan kepala daerah, tetapi
juga dengan pimpinan SKPD maupun
jajarannya,
dalam
melakukan
koordinasi
maupun pelaksanaan
pengawasan.
3. Dalam
mendukung
komunikasi
politik dengan masyarakat, Walikota
sebaiknya melakukan pertemuan
langsung yang bersifat nonformal dan
dilakukan secara berkala seperti acara
hasupa hasundau (bertemu dan bicara)
untuk saling meningkatkan jalinan
silaturahmi dan aspirasi masyarakat.
REFERENSI
Ahmad, Nyarwi, 2007, Fluktuasi Hubungan
Lembaga Politik (eksekutif) dan (legislatif)
dan Birokrat Pasca Pilkada, Lingkaran
Survei Indonesia Kajian Bulanan,
Edisi 07 November 2007.
Arni M, 2007, Komunikasi Organisasi, PT Bumi
Aksara Jakarta. Darmansyah, 2003,
Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi
Daerah Dalam Otonomi Daerah
Evaluasi dan Perpektif, , Partnership,
Yayasan Harkat Bangsa, CV. Rio
Rimba Persada, Jakarta.
Arkanudin, 2010, Artikel Pilkada Langsung dan
Pengembangan
Demokrasi,
http://arkandien.blogspot.com/2010
/06/pilkada-langsung-danpengembangan.html. 14 Juni 2010.
Depdiknas, 2008, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Eriyanto, 2007, Pilkada dan Pemerintahan Yang
Terbelah
(divided
government)~
Lingkaran survai Indonesia, Edisi 07
November 2007.
Faroek, Awang Ishak,2010, kekuasaan kepala
daerah era otonomi dan Pilkada langsung,
artikel AFI, 9 Desember 2010.
Hasibuan Bara, 2008, Pemerintahan Yang
Terbelah. http://www2 kompas.com,
11 februari 2008.
Hafied, Cangara, 2011, Komunikasi Politik
Konsep, Teori dan Strategi. Rajawali
Pers, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta.
Iqbal Hasan M, 2002, Pokok-Pokok Materi
Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk Otonomi Daerah,
PT Rineka Cipta, Jakarta
Kaloh, J, 2009, Kepemimpinan Kepala Daerah
(Pola Kegiatan, dan Perilaku Kepala
Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah), PT Sinar Grafika, Jakarta.
Maran Rafael Raga,2005“ Pengantar Sosiologi
Politik Suatu Pemikiran dan Penerapan,
PT Rineka Cipta, Jakarta
Moloeng lexy, 2010, Metedologi Penelitian
Kualitatif,
Remaja
Resdakarya,
Bandung
Mulyana, Dedy, 2009, Pengantar Ilmu
Komunikasi, Remaja Resdakarya,
Bandung.
Santoso, Purwo, 2005, Peta Jalan untuk
Pengembangan
Akuntabilitas
Pemerintah Daerah Pasca Pilkada
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 87
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
Langsung, FISIP UPN ”Veteran”
Yogyakarta Press, Yogyakarta.
Salim, Abdul Muin, 2006, Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen I,
II, Ill dan IV, Redaksi Lima Adi
Sekawan, Jakarta.
Teras, Agustin,
Narang, 2004, Pilkada
Langsung , PT Megatama Sarfa
Pressindo, Jakarta.
Wasistiono Sadu, 2009, Meningkatkan Kinerja
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FOKUSMEDIA, Bandung.
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 88
Download