BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,5% tahun, sehingga mendorong permintaan pangan yang terus meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah pada tahun 2009 mencapai 7,7 juta ha dan luas lahan tersebut akan terus menyusut tiap tahunnya. Penyusutan tersebut terjadi akibat lahan pertanian saat ini banyak yang dialih fungsikan menjadi perumahan, perkantoran dan industri. Adanya peningkatan jumlah penduduk dan penyusutan lahan pertanian akan mengakibatkan krisis pangan di Indonesia sehingga perlu ditambah dengan impor bahan pangan yang jumlahnya semakin meningkat tiap tahunnya (Anonim. 2009). Dengan konsumsi beras sebesar 139 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 mencapai 237 juta orang maka konsumsi beras nasional tahun 2010 berarti mencapai 34 juta ton. Perhitungan tersebut diperoleh dengan mengalikan konsumsi beras per kapita dan jumlah penduduk Indonesia saat itu. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi pada tahun 2011 mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversi ke beras maka produksi beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Dan jika memperhitungkan adanya kehilangan sebesar 15 persen, maka produksi beras mencapai 37 juta ton. Dengan demikian tahun tahun 2010 Indonesia sebenarnya surplus beras sebesar 3-4 juta ton. Namun pemerintah masih melakukan impor 1 beras sebanyak 1,57 juta ton beras dari Vietnam (892,9 ribu ton), Thailand (665,8 ribu ton), Cina (1.869 ton), India (1.146 ton), Pakistan (3,2 ribu ton), dan beberapa negara lain (3,2 ribu ton). Impor beras dilakukan sebagai cadangan atau stok. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia hingga saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Untuk mengatasi kelangkaan pangan tersebut harus ada upaya untuk dapat meningkatkan laju produksi hasil-hasil pertanian secara signifikan dengan suatu terobosan upaya yang nyata. Negara-negara berkembang pada khususnya harus mengerahkan segala sumber dayanya untuk dapat memproduksi pangan yang cukup bagi rakyatnya. Untuk itu pertanian harus diusahakan secara “modern” dengan menyediakan bibit unggul, pestisida, pupuk kimia dan melakukan mekanisasi pertanian (Andreas. 2008). Salah satu bentuk dari mekanisasi pertanian yang terdapat di Indonesia adalah penggunaan peralatan mekanis dalam melakukan kegiatan pertanian. Peralatan mekanis tersebut digunakan dengan tujuan untuk mewujudkan pembaruan dan atau penyempurnaan teknologi kearah yang lebih produktif, efisien, efektif, berkualitas, bernilai tambah, murah dan mampu memberikan kesempatan peningkatan pendapatan bagi para petani. Salah satu tahap yang dilakukan dalam usaha pertanian adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah bertujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Untuk dapat berperan sebagai media yang baik bagi pertumbuhan tanaman, tanah harus menyimpan dan menyediakan air dan unsur hara serta bebas dari konsentrasi bahan beracun yang berlebihan. Selain itu, aerasi yang baik juga harus terpenuhi karena akar-akar tanaman harus bernapas terus. 2 Pada kenyataanya kebanyakan tanaman tidak mampu menyalurkan oksigen dari bagian tanaman yang berada di atas tanah kebagian perakaran dengan kecepatan yang mencukupi bagi pernapasan akar. Oleh sebab itu, pertukaran oksigen dan karbon dioksida harus terjadi secara terus menerus pada pori-pori tanah yang berisi udara dengan atmosfer luar. Untuk dapat memenuhi keadaan-keadaan tersebut maka dilakukan pengolahan tanah yaitu dengan mengubah struktur tanah dari keadaan gempal (padat) menjadi remah (Hilel, 1982). Pemadatan tanah dapat terjadi secara alami sebagai akibat komposisi tekstur tanah, besaran kadar air atau sifat terbentuknya tanah di lokasi. Pemadatan tanah pada permukaan dapat terjadi pada tanah terbuka oleh pukulan dan aksi pemecahan dari tetesan hujan dan pengeringan lapisan yang padat. Selain pemadatan secara alami, pemadatan tanah juga dapat terjadi akibat campur tangan manusia dengan cara memberikan gaya mekanis terhadap permukaan tanah. Pemadatan tanah tersebut terjadi baik pada pengolahan tanah dengan menggunakan traktor maupun hewan. Tekanan yang terjadi disepanjang lintasan roda traktor dan pijakan kaki hewan memberi gaya mekanis terhadap tanah yang akan menyebabkan ruang pori yang terdapat di dalam tanah berkurang. Berkurangnya ruang pori tersebut terjadi karena fraksi udara yang terdapat di dalam tanah terdesak keluar dan terisi oleh bagian yang padat (Hilel, 1982). Pengolahan tanah secara umum dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengolahan tanah pertama dan pengolahan tanah kedua. Pengolahan tanah pertama bertujuan untuk memotong dan membalik tanah pada kedalaman lebih dari 15 cm dan menggunakan alat berupa bajak. Pada umumnya pengolahan tanah 3 pertama yang dilakukan oleh para petani di Indonesia menggunakan bajak singkal. Bajak singkal merupakan bajak yang memiliki kemampuan pembalikan tanah paling baik diantara bajak lainnya. Pada umumnya hasil olahan tanah yang pertama masih dalam bentuk bongkahan-bongkahan yang besar. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengolahan tanah kedua. Pengolahan tanah kedua dilakukan pada kedalaman kurang dari 15 cm dan menggunakan alat berupa garu. Sumber daya utama yang digunakan untuk menarik dan menggerakkan peralatan mekanis dalam pengolahan tanah adalah traktor. Saat ini traktor sangat beragam jenis dan ukurannya. Untuk itu harus dilakukan pemilihan peralatan mekanis yang tepat agar pengolahan tanah dapat dilakukan secara optimum. Pemilihan traktor yang digunakan dalam melakukan usaha pertanian memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil olahan tanah yang didapat. Selain hasil olahan, pemilihan traktor juga berpengaruh terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan. Pemilihan traktor yang tepat dapat menekan biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan tanah. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan secara cermat agar traktor yang digunakan tepat secara teknis dan ekonomis. Dalam melakukan perhitungan tersebut terdapat beberapa faktor. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah keadaan tanah suatu lahan pertanian. Suatu jenis tanah akan membutuhkan peralatan yang belum tentu sama dengan jenis tanah lainnya. Hal ini terjadi karena sifat fisik tanah satu dengan lainnya berbeda. Salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan daya traktor adalah nilai draft spesifikasi pembajakan. Sampai saat ini dalam 4 melakukan perhitungan tersebut masih menggunakan data terdahulu. Nilai draft tersebut ditentukan dengan menggunakan Penetrometer SR2 dan hanya menampilkan tiga nilai untuk satu jenis tanah. Tiga nilai tersebut adalah nilai ketika tanah dalam keadaan kering, lembab dan basah. Dengan kata lain, nilai draft spesifikasi pembajakan terdahulu hanya mengacu pada kadar lengas tanah dengan selang harga yang besar. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian yang mengacu kepada nilai draft pembajakan yang terdapat pada tanah saat ini agar perhitungan daya traktor tidak mengalami kekeliruan. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mencari hubungan antara kepadatan tanah terhadap harga draft spesifik pembajakan untuk jenis rancangan bajak singkal tipe general purpose bottom pada tanah regosol (ringan), dengan menggunakan alat Soil Bin. C. Manfaat Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui nilai draft spesifik pembajakan untuk jenis rancangan bajak singkal tipe general purpose bottom pada tanah ringan yang dipengaruhi oleh kepadatan tanah. D. Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan harga draft spesifik pembajakan pada tanah ringan jenis regosol dengan menggunakan alat berupa miniatur bajak singkal tipe general purpose bottom. 5