Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis ini merupakan teori, dalil dan pengetahuan
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan digunakan untuk
menjawab tujuan serta kondisi aktual selama penelitian dilakukan.
3.1.1. Pengertian, Konsep dan Strategi Pemasaran
Upaya untuk mengetahui promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang
Bogor yang tepat diperlukan pengetahuan tentang arti, konsep dan strategi
pemasaran karena promosi merupakan bagian dari aktivitas pemasaran. Berikut
ini dijelaskan tentang arti, konsep dan strategi pemasaran.
3.1.1.1. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pemasaran adalah proses dimana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang
kuat dengan pelanggan dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai
imbalannya. Jefkins (1997), pemasaran lebih dari sekedar mendistribusikan
barang dari para produsen pembuatannya, ke para konsumen pemakainya.
Pemasaran meliputi semua tahapan mulai dari penciptaan produk hingga ke
pelayanan purnajual setelah transaksi penjualannya terjadi.
Cutlip et al (2005), mendefinisikan pemasaran sebagai fungsi manajemen
yang mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan kemanusiaan, menawarkan
produk dan jasa untuk memenuhi permintaan dan menyebabkan transaksi yang
memberikan produk dan jasa untuk dipertukarkan dengan sesuatu yang bernilai
bagi penyedia. Menurut Boyd dan Harper (2000), pemasaran adalah suatu proses
sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu
dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
pertukaran dengan pihak lain untuk mengembangkan hubungan pertukaran.
Sehingga pengertian pemasaran berdasarkan pendapat para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan proses yang memiliki fungsi
manajemen untuk menciptakan nilai bagi pelanggan/konsumen dengan melibatkan
19
kegiatan-kegiatan penting mulai dari penciptaan produk/jasa hingga kepelayanan
purnajual setelah terjadi transaksi.
3.1.1.2. Konsep Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2008) konsep pemasaran dengan konsep
penjualan dibedakan berdasarkan pendekatannya. Konsep penjualan mempunyai
pendekatan dari dalam ke luar. Konsep penjualan ini dimulai dari pabrik dengan
menitikberatkan pada produk perusahaan yang sudah ada dan melakukan
penjualan
serta
promosi
besar-besaran
untuk
meraih
penjualan
yang
menguntungkan. Fokus utama dalam konsep ini adalah usaha untuk menaklukkan
pelanggan dengan melakukan penjualan jangka pendek tanpa perlu terlalu
memperhatikan siapa yang membeli atau mengapa ia membeli.
Selanjutnya, konsep pemasaran mempunyai pendekatan dari luar ke
dalam. Konsep ini dimulai dari pasar yang terdefinisi dengan baik, fokus pada
kebutuhan pelanggan dan mengintegrasikan semua kegiatan pemasaran yang
mempengaruhi pelanggan. Sebagai imbalannya, pemasaran mencapai keuntungan
dengan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang tepat,
berdasarkan nilai dan kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong 2008).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep
pemasaran merupakan suatu tindakan yang dapat menciptakan hubungan jangka
panjang dengan pelanggan, karena memperhatikan kebutuhannya dengan cermat
dan tepat. Tujuannya adalah untuk memperoleh nilai dan kepuasan pelanggan,
sehingga keuntungan perusahaan dapat semakin meningkat.
3.1.1.3. Strategi Pemasaran
Istilah strategi berasal dari kata Yunani Strategeia (Stratos : militer dan
ag : memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang Jendral.
Konsep strategi militer seringkali diadaptasi dan diterapkan dalam dunia bisnis,
misalnya konsep Sun Tzu, Hannibal, Carl Clausewitz dan lain sebagainya. Dalam
konteks bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan
yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumberdaya serta
usaha suatu organisasi (Tjiptono 2008).
20
Menurut Jain (2000) dalam Tjiptono dan Diana (2000) pada umumnya
suatu organisasi bisnis membutuhkan strategi apabila berada dalam beberapa
situasi : (1) sumberdaya (manusia, modal, bahan baku, teknologi, waktu dan lainlain) yang dimiliki terbatas; (2) ada ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing
organisasi; (3) komitmen terhadap sumberdaya tidak dapat diubah kembali; (4)
keputusan-keputusan harus dikoordinasikan antar bagian sepanjang waktu; dan (5)
ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.
Bennett (1998) dalam Tjiptono (2008), mengemukakan bahwa strategi
pemasaran merupakan pernyataan (baik secara implisit maupun eksplisit)
mengenai bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya.
Sementara itu, Tull dan Kahle (1990) dalam Tjiptono (2008), mendefinisikan
strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai
tujuan
perusahaan
dengan
mengembangkan
keunggulan
bersaing
yang
berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang
digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.
Pada dasarnya stategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya
dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran,
positioning, elemen bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran. Strategi
pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang memberikan arah
pada semua fungsi manajemen suatu organisasi (Tjiptono 2008). Dengan
demikian, disimpulkan bahwa strategi pemasaran merupakan metode yang
dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan suatu perusahaan dalam
memasarkan produknya melalui pendekatan segmentasi pasar, positioning, target
pasar dan penggunaan bauran pemasaran (marketing mix).
3.1.2. Komunikasi Pemasaran
Menurut Himstreet, William C dan Baty WM (1990) dalam Purwanto
(2003), komunikasi adalah suatu proses pertukaraan informasi antar individu
melalui sistem yang biasa (lazim) baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal
maupun perilaku atau tindakan. Pengertian komunikasi ini melibatkan dua orang
atau lebih dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan
oleh seseorang seperti melalui lisan, tulisan maupun sinyal-sinyal nonverbal.
21
Tjiptono (2008), mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai aktivitas
pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk
dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar
bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan
yang bersangkutan. komunikasi pemasaran merupakan aspek penting dalam
keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran.
Terdapat tiga unsur pokok komunikasi pemasaran yaitu pelaku
komunikasi, material komunikasi dan proses komunikasi. Pelaku komunikasi
terdiri dari pengirim (sender) atau komunikator yang menyampaikan pesan dari
penerima (receiver). Dalam hal ini komunikatornya adalah perusahaan sedangkan
komunikannya adalah khalayak (pasar pribadi, pasar organisasi dan masyarakat
umum). Material komunikasi pemasaran yang digunakan adalah gagasan (materi
pokok pengirim), pesan (message), pembawa pesan komunikasi, reaksi
pemahaman pesan oleh oleh penerima (respon), umpan balik (feedback) dan
hambatan dalam penyampaian pesan. Proses komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan (dari pengirim ke penerima) maupun pengiriman kembali
respon (dari penerima ke pengirim) yang memerlukan dua kegiatan yaitu
encoding (fungsi mengirim) dan decoding (fungsi penerima). Ketiga unsur pokok
tersebut menjadi unsur penting dalam pelaksanaan bauran promosi produk dari
suatu perusahaan (Tjiptono 2008).
Tjiptono (2008) menambahkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang
diperhatikan
dalam
komunikasi
pemasaran,
antara
lain:
(1)
kesadaran
(awareness), yaitu konsumen mengetahui tentang adanya produk baru, tetapi tidak
mempunyai informasi mengenai produk tersebut; (2) perhatian (interest), yaitu
konsumen terdorong untuk mencari informasi mengenai produk baru tersebut; (3)
penilaian (evaluation), yaitu konsumen mempertimbangkan dan menilai untung
ruginya mencoba produk baru tersebut; (4) pencobaan (trial), yaitu konsumen
mencoba produk baru secara kecil-kecilan, untuk memperkirakan keguanaannya;
dan (5) adopsi, yaitu konsumen memutuskan untuk menggunakan produk baru
tersebut secara teratur.
22
Kesimpulannya, komunikasi pemasaran merupakan aktivitas yang saling
berhubungan antara pengirim pesan pemasaran kepada khalayak yaitu konsumen
sasarannya dengan menggunakan media yang tepat dan menghindari hambatan
dalam penyampaian pesan selama proses. Selanjutnya, akan berlangsung sehingga
diperoleh respon dan umpan balik yang baik dan sesuai dengan tujuan dari pelaku
komunikasi.
3.1.3. Definisi, Tujuan dan Bauran Promosi
Strategi promosi yang tepat berpengaruh terhadap peningkatan penjualan
suatu perusahaan. Hal ini diperlukan pengetahuan mengenai apa itu sesungguhnya
promosi. Berikut ini dijelaskan pengetahuan tentang definisi, tujuan dan bauran
promosi menurut teori para ahli pemasaran.
3.1.3.1. Definisi Promosi
Menurut Kotler dan Armstrong (1997) promosi adalah berbagai kegiatan
yang dilakukan oleh produsen untuk mengkomunikasikan manfaat dari
produknya, membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli
produk tersebut. Promosi merupakan penentu keberhasilan suatu strategi
pemasaran, selain produk, harga dan distribusi. Betapapun berkualitasnya suatu
produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya maka produk tersebut tidak
akan berguna bagi mereka dan tidak akan dibeli.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), promosi digunakan sebagai unsur
dalam pemasaran yang didayagunakan untuk memberitahukan, membujuk dan
mengingatkan tentang produk perusahaan. Beberapa faktor yang menyebabkan
perlunya pelaksanaan promosi adalah : (1) jumlah konsumen potensial yang
semakin meningkat; (2) persaingan antar perusahaan meningkat; (3) adanya
kelesuan-kelesuan ekonomi; dan (4) adanya perkembangan-perkembangan
ekonomi yang pesat dimana kegiatan pemasaran tidak hanya berhenti setelah
produk
dikembangkan,
ditentukan
harganya
dan
didistribusikan kepada
konsumen, tetapi lebih jauh lagi produk tersebut harus dikomunikasikan kepada
calon konsumen dengan cara promosi (Kotler dan Armstrong 2008). Dengan
demikan dapat disimpulkan bahwa promosi merupakan serangkaian aktivitas dari
23
pemasaran suatu produk untuk memperkenalkan,
menginformasikan dan
mengingatkan akan keberadaan produk yang ditawarkan perusahaan kepada
konsumen sasarannya.
3.1.3.2. Tujuan Promosi
Menurut Tjiptono (2008), terdapat tiga tujuan utama promosi yaitu : (1)
menginformasikan pasar, yakni mengenai keberadaan produk, memperkenalkan
cara pemakaian yang baru, menyampaikan perubahan harga, meluruskan kesan
yang keliru, mengurangi ketakutan atau kekhawatiran pembeli, membangun citra
perusahaan; (2) membujuk pelanggan sasaran, yaitu membentuk pilihan merek,
mengalihkan pilihan ke merek tertentu, mengubah persepsi pelanggan terhadap
atribut produk, mendorong pembeli untuk belanja saat itu juga; dan (3)
mengingatkan, yaitu mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutan
dibutuhkan dalam waktu dekat, mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang
menjual produk perusahaan, membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada
kampanye iklan.
Secara umum tujuan promosi berkaitan dengan upaya untuk mengarahkan
seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya, berubah
sikap, menyukai, yakin dan kemudian akhirnya membeli dan selalu ingat akan
produk tersebut.
3.1.3.3. Bauran Promosi
Menurut Tjiptono (2008), terdapat lima jenis bauran promosi yaitu :
1) Periklanan (Advertising)
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling banyak digunakan
perusahaan dalam mempromosikan produknya. Iklan adalah bentuk komunikasi
tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan
suatu produk yang disusun sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa
menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan
pembelian. Iklan mempunyai tiga fungsi utama yaitu : (1) menginformasikan
khalayak untuk membeli, (2) menyegarkan informasi yang telah diterima
khalayak, dan (3) menciptakan suasana yang menyenangkan sewaktu khalayak
24
menerima dan mencerna informasi. Periklanan adalah seluruh proses yang
meliputi penyediaan, perencanaan, dan pengawasan iklan (Tjiptono 2008).
Institut Praktisi Inggris dalam Jefkins (1997), mendifinisikan periklanan
merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada
calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan
biaya semurah-murahnya. Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus
komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Periklanan harus mampu
membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa, sesuai dengan
strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan.
Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang
telah dirancang sedemikian rupa oleh departemen pemasaran, sehingga diyakini
dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan pembeli. Intinya periklanan harus
dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins 1997).
Menurut Tjiptono (2008), iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan
berbagai aspek, diantaranya dari aspek : (1) isi pesan yaitu product advertising
(iklan yang berisi informasi produk barang atau jasa suatu perusahaan yang
memiliki efek permintaan dalam jangka pendek dan jangka panjang), institutional
advertising (iklan yang berisi informasi tentang usaha bisnis, membangun
goodwill, dan membangun image positif bagi perusahaan; (2) tujuan yaitu
pioneering advertising (iklan yang berupaya untuk menciptakan permintaan
awal), competitive advertising (iklan yang berupaya mengembangkan pilihan pada
merek tertentu dan menunjukkan kelebihan/keunggulan produk merek tertentu
dibandingkan produk merek lain), reminder advertising (iklan yang berupaya
melekatkan nama atau merek produk tertentu dibenak konsumen; dan (3) pemilik
iklan yaitu vertical cooperative advertising (iklan bersama para anggota saluran
distribusi) dan horizontal cooverative advertising (iklan bersama dari beberapa
perusahaan sejenis).
Klasifikasi iklan menurut Jefkins (1997), yaitu iklan lini atas (above the
line) dan iklan lini bawah (below the line). Iklan lini atas adalah iklan yang
mengharuskan adanya komisi, misalnya dengan pemanfaatan biro iklan. Media
iklan lini atas berupa media pers (surat kabar, majalah, jurnal, dan buku tahunan),
25
radio, televisi, televisi alternatif (televisi kabel, televisi satelit, video cassette
recorder, video game), bioskop serta media iklan luar ruang dan iklan transportasi
(poster-poster di tempat pemberhentian alat transportasi maupun pada alat
transportasi itu sendiri).
Iklan lini bawah adalah iklan yang tidak menggunakan pembayaran
komisi. Media iklan ini berupa literatur penjualan (leafleat, folder, brosur,
broadsheet, katalog, jadwal perjalanan atau timetable, kartu pos bergambar,
peralatan tulis menulis, sisipan atau stuffer, agenda, catatan nomor telepon, kartu
jaminan, kartu-kartu garansi, daftar harga dan formulir pemesanan serta formulir
sayembara), benda-benda pajangan ditempat penjualan, kalander, tas-tas iklan,
bendera dan media iklan buku (Jefkins 1997).
Pada dasarnya biaya iklan akan dibayar oleh para konsumen melalui harga
produk yang mereka beli, yang sama halnya dengan biaya-biaya dalam pengadaan
produksi mulai dari biaya riset dan penelitian, pembelian bahan baku serta proses
pengolahan/manufaktur dan distribusi, diluar sejumlah keuntungan yang akan
diperoleh bagi pihak perusahaan. Adanya, periklanan akan menyebabkan harga
suatu produk pada akhirnya menjadi lebih murah. Hal ini karena iklan akan
meningkatkan permintaan atas produk-produk yang dijual (Jefkins 1997).
Menurut tokoh periklanan, David Berstein dalam Jefkins (1997), perlu
adanya penerapan prinsip-prinsip VIPS dalam periklanan. Prinsip-prinsip VIPS
ini terdiri dari Visibility, Identity, Promise, and Singlemindedness (pikiran yang
terarah). Sebuah iklan haruslah visible, artinya mudah dilihat atau mudah memikat
perhatian. Identitas pengiklan, produk barang dan jasanya harus dibuat sejelas
mungkin dan tidak tertutup oleh hiasan atau rancangan yang serampangan. Janji
(promise) perusahaan pada konsumen juga harus dibuat sejelas mungkin. Untuk
mencapai semua itu, maka kegiatan periklanan harus berkonsentrasi sepenuhnya
pada tujuan utama dan tidak tergoda untuk mengemukakan hal-hal yang
sesuangguhnya tidak perlu. Dengan demikian, periklanan merupakan proses yang
memerlukan kreativitas untuk menarik dan memenangkan perhatian khalayak,
membangkitkan minat dan pilihan yang dapat mempengaruhi tindakan konsumen
dengan menggunakan media-media yang paling efektif dari segi biaya.
26
2) Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Tjiptono (2008), mendefinisikan promosi penjualan adalah bentuk persuasi
langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk
merangsang pembelian produk dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah
barang yang dibeli pelanggan. Melalui promosi penjualan ini perusahaan dapat
menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk
baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi
pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya),
atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer.
Alasan berkembangnya promosi penjualan menurut Jefkins (1997), adalah:
(1) hasrat memasang iklan yang sering dirisaukan oleh mahalnya media iklan
(misalnya televisi), yang meningkat jauh lebih pesat dari pada laju inflasi untuk
menemukan bentuk-bentuk promosi yang lebih hemat biaya; (2) berkembangnya
jaringan-jaringan supermarket raksasa dan toko-toko besar di daerah luar kota dan
daerah pinggiran, serta perlunya promosi-promosi yang agresif dan bersaing
ditingkat pedagang pengecer, baik untuk menjual produk mereka secara langsung
kepada pelanggan (sell in) maupun membujuk para konsumen untuk membeli
produk-produk tersebut dari para distributor (sell out); (3) meningkatnya
kebutuhan untuk mempercepat penjualan, baik untuk meraih cashflow yang
memuaskan para pengecer maupun untuk menyerap output produksi pabrik yang
bervolume tinggi; (4) di dalam promosi penjualan biasanya terdapat unsur
permainan dan hiburan yang dapat dinikmati oleh para pembeli; dan (5)
berkembangnya
teknik-teknik
pemasaran
direct
response
yang
sering
menggunakan teknik-teknik promosi penjualan sebagai penyisipan kupon atau
voucher bonus sebagai hadiah cuma-cuma untuk para pembeli.
Tujuan promosi penjualan menurut Tjiptono (2008) secara umum adalah
meningkatkan permintaan dari para pemakai industrial dan/atau konsumen akhir,
meningkatkan kinerja pemasaran perantara, mendukung dan mengkoordinasikan
kegiatan personal selling dan iklan. Sifat-sifat yang terkandung dalam promosi
penjualan diantaranya adalah komunikasi, insentif, dan undangan (invitation).
27
Sifat komunikasi mengandung arti bahwa promosi penjualan mampu menarik
perhatian dan memberi informasi yang memperkenalkan pelanggan pada produk.
Teknik-teknik promosi penjualan banyak sekali ragamnya. Teknik-teknik
yang umum digunakan adalah : (1) undian tanpa syarat dan sayembara seperti
kupon atau tanda terima yang dirobek dari kemasan untuk mengikuti sayembara
atau mendapat hadiah langsung; (2) penawaran harga cuci-gudang, yang
dimaksud cuci gudang bukanlah penjualan barang-barang pada persediaan lama
atau yang tidak diterima di pasar dengan harga murah, melainkan penjualan
barang-barang yang sengaja diproduksi secara khusus untuk dijual dengan harga
dibawah harga eceran biasa namun kualitasnya tidak sebaik dengan produk sejenis
yang dijual dengan harga normal; (3) hadiah dalam kemasan, umumnya langsung
ditempelkan pada kemasan produk, misalnya sikat gigi yang ditempelkan pada
sekotak pasta gigi; (4) kartu-kartu bergambar, penyisipan kartu-kartu bergambar
ini dimaksudkan untuk mendorong mereka membeli produk dalam jumlah lebih
banyak lagi agar kumpulan kartu koleksinya menjadi lebih lengkap; dan (5)
voucher atau kupon potongan harga, kupon-kupon ini dapat ditukarkan di
pengecer-pengecer untuk mendapat potongan harga (Jefkins 1997).
Secara keseluruhan teknik-teknik promosi penjualan merupakan taktik
pemasaran yang berdampak pada jangka sangat pendek. Promosi penjualan tidak
mampu meruntuhkan loyalitas pelanggan terhadap produk lain, bahkan promosi
penjualan yang terlalu sering dapat menurunkan citra kualitas barang/jasa
tersebut, karena pelanggan bisa menginterpretasikan bahwa barang/jasa tersebut
berkualitas rendah atau termasuk kategori murahan (Tjiptono 2008).
3) Hubungan Masyarakat (Public Relations)
Menurut Tjiptono (2008), public relations merupakan upaya komunikasi
menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini,
keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap suatu perusahaan. Kelompok
tersebut adalah mereka yang terlibat, mempunyai kepentingan dan dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuannya yang terdiri
dari karyawan dan keluarganya, pemegang saham, pelanggan, khalayak/orangorang yang tinggal di sekitar organisasi, pemasok, perantara, pemerintah serta
28
media massa. Dalam pelaksanaannya, public relations dapat dilakukan oleh
individu kunci dari suatu perusahaan dan dapat pula dilakukan oleh suatu lembaga
formal dalam bentuk biro, departemen maupun seksi public relations dalam
struktur organisasi.
Menurut Jefkins (1997), humas (public relations) adalah kegiatan-kegiatan
komunikasi yang bertujuan menciptakan pemahaman melalui pengetahuan
(understanding through knowlwdge) sehingga sasarannya adalah mendidik pasar.
Agar berhasil, maka semua informasi yang dikemukakannya harus sepenuhnya
faktual atau sesuai dengan kenyataan yang ada, bisa dipercaya dan imparsial atau
tidak memihak. Humas memberikan penekanan pada tiga aspek yaitu, (1) petugas
humas harus melaksanakan riset guna memahami situasi sebelum merumuskan
suatu program humas; (2) petugas humas harus memberikan masukan atau
pertimbangan kepada pimpinan organisasi; dan (3) humas harus senantiasa
memperhatikan kepentingan-kepentingan umum/khalayak, disamping kepentingan
organisasinya sendiri. Aspek ketiga ini menandakan bahwa pesan-pesan humas
harus senantiasa otentik, benar dan bisa dipercaya (Jefkins 1997).
Menurut Simandjuntak et al (2003), publik suatu perusahaan atau
organisasi dibagi menjadi dua yaitu publik internal dan eksternal. Publik internal
terdiri atas direktur, karyawan, komisaris, pemilik dan sebagainya. Sedangkan
publik eksternal terdiri atas pelanggan, para abdi negara, biro iklan, media massa
dan lain sebagainya. Tugas public relations yang pasti adalah bagaimana
merencanakan, mewujudkan dan memelihara relasi yang baik secara terusmenerus dengan semua pihak (publik) secara efektif dan berhasil mendapatkan
keuntungan atas bentuk-bentuk relasi yang dibangun.
4) Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang
terukur dan atau transaksi di sembanrang lokasi. Dalam direct marketing,
komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual dengan
tujuan agar pesan-pesan yang disampaikan dapat ditanggapi konsumen baik
melalui telepon, pos atau dengan datang langsung ke tempat pemasar. Teknik
29
berkembang sebagai respon terhadap demasifikasi (pengecilan pasar) dimana
semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan serta pilihan yang
sangar individual. Disamping itu dengan berkembangnya sarana transportasi dan
komunikasi mempermudah kontak dan transaksi dengan pasar, dimana perusahaan
relatif mudah mendatangi langsung calon pelanggan ataupun menghubungi via
telepon atau pos. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan direct marketing
adalah panjangnya antrian dikasir sehingga menyebabkan konsumen harus sabar
menunggu sekian lama baru dilayani, padahal konsumen tersebut sangat diburu
waktu (Tjiptono 2008).
Melalui direct marketing, para konsumen dapat memperoleh manfaat
berupa penghematan waktu dalam berbelanja dan bahkan dapat berbelanja secara
rahasia (diam-diam). Bagi para penjual, manfaat yang diperoleh adalah dapat
memilih calon pembeli secara selektif, dapat menjalin hubungan jangka panjang
dengan pelanggannya dan memperoleh peluang baru yang menguntungkan.
5) Penjualan Pribadi (Personal Selling)
Tjiptono (2008), mendifinisikan personal selling merupakan komunikasi
langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan
suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan
terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya.
Sifat-sifat personal selling antara lain : (1) personal confrontation, yaitu adanya
hubungan yang hidup, langsung dan interaktif antara dua orang atau lebih; (2)
cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam
hubungan, mulai dari sekedar hubungan jual beli sampai dengan suatu hubungan
yang lebih akrab; dan (3) response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan
pelanggan untuk mendengar, memperhatikan dan menanggapi.
Menurut Tjiptono (2008), aktivitas personal selling memiliki beberapa
fungsi yaitu : (1) prospecting (mencari pembeli dan menjalin hubungan dengan
mereka); (2) targeting (mengalokasikan kelangkaan waktu penjual demi pembeli);
(3) communicating (memberi informasi mengenai produk perusahaan kepada
pelanggan); (4) selling (mendekati, mempresentasikan dan mendemonstrasikan,
mengatasi penolakan serta menjual produk kepada pelanggan); (5) servicing
30
(memberikan berbagai jasa dan pelayanan kepada pelanggan); (6) information
gathering (melakukan riset dan intelijen pasar); dan (7) allocating (menentukan
pelanggan yang akan dituju).
Penjual yang ditugaskan untuk melakukan personal selling harus
memenuhi kriteria-kriteria: (1) salesmanship yaitu penjual harus memiliki
pengetahuan tentang produk dan menguasai seni menjual, seperti cara mendekati
pelanggan, memberikan presentasi dan demonstrasi, mengatasi penolakan
pelanggan dan mendorong pembelian; (2) negotiating yaitu penjual harus
mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi tentang syarat-syarat penjual; dan (3)
relationship marketing yaitu penjual harus tahu cara membina dan memelihara
hubungan baik dengan para pelanggan (Tjiptono 2008).
3.1.4. Pengertian Waralaba
Pengertian waralaba menurut peraturan pemerintah No. 16/1997 dan
keputusan menteri perindustrian dan perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997,
adalah perikatan dimana salah satu pihak memberikan hak untuk memanfaatkan
dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atas ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang jasa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba
pada Pasal 1, mendefinisikan waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh
orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas
usaha dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang telah terbuki berhasil dan
dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba (Hariyani dan Serfianto, 2011).
Pemberi waralaba (franchisor) adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan waralaba
yang dimilikinya kepada pemerintah waralaba. Sedangkan penerima waralaba
(Franchisee) atau dikenal sebagai jaringan waralaba adalah orang perseorangan
atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan
atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba (Hariyani dan
Serfianto, 2011).
31
Menurut Hariyani dan Serfianto (2011), terdapat enam kriteria yang harus
dimiliki sebuah usaha agar dapat digolongkan sebagai waralaba antara lain : (1)
waralaba harus memiliki ciri khas usaha, (2) waralaba harus terbukti sudah
memberikan keuntungan, (3) waralaba harus memiliki standar pelayanan dan
standar produk yang dibuat secara tertulis atau dikenal sebagai Standard
Operational Procedure (SOP), (4) sistem bisnis waralaba harus mudah diajarkan
dan diaplikasikan, (5) pemberi waralaba harus berkomitmen untuk memberikan
dukungan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba, dan (6) pemberi
waralaba harus memiliki HAKI yang telah terdaftar.
Dengan demikian, waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh
orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas
usaha dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang telah terbuki berhasil dan
dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan.
3.1.5. Evaluasi Aktivitas Promosi Mie Jogja
Penilaian konsumen terhadap aktivitas promosi yang dilakukan oleh
restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor penting untuk dipertimbangkan.
Pertimbangan tersebut merupakan salah satu solusi untuk membantu restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dalam memperkenalkan produk mienya kepada
masyarakat Kota Bogor. Untuk memperoleh penilaian konsumen tersebut
digunakan kuisioner evaluasi konsumen mie Jogja sebagai respondennya. Hasil
akhir dari evaluasi aktivitas adalah berupa kesimpulan secara umum atas jawaban
dari penilaian responden yang diajukan dalam kuisioner dengan menggunakan
perhitungan operasi statistik seperti rata-rata.
3.1.5.1. Skala Likert
Skala Likert ini dikembangkan oleh Rensis Likert untuk mengukur sikap
masyarakat pada tahun 1932. Menurut Hasan (2002), skala Likert merupakan jenis
skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian (fenomena sosial
spesifik) seperti sikap, pendapat, dan persepsi sosial seseorang atau sekelompok
orang. Variabel penelitian yang diukur dengan skala Likert ini dijabarkan menjadi
32
indikator variabel yang kemudian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan itemitem instrumen, bisa berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item
instrumen ini memiliki gradasi dari tertinggi (sangat positif) sampai pada terendah
(sangat negatif) yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata yaitu: sangat baik, cukup
baik, sedang, kurang baik dan ssangat tidak baik; bentuk kata-kata tersebut
disesuaikan dengan situasi yang sedang diteliti.
Skala yang digunakan dalam riset pemasaran adalah skala pembanding dan
skala bukan pembanding. Skala pembanding bertujuan untuk membandingkan
secara langsung terhadap pilihan suatu produk. Dalam penelitian evaluasi aktivitas
promosi ini tidak menggunakan skala pembanding karena hanya meneliti terhadap
satu merek perusahaan yaitu restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Skala
yang digunakan adalah skala bukan pembanding. Menurut Istijianto (2005), salah
satu jenis skala pembanding adalah skala Likert yang dapat mengahasilkan skala
interval dengan tingkat intensitas sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
Menurut Umar (1998) dalam Hasan (2002), untuk membuat skala Likert
dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah: (1) mengumpulkan sejumlah
yang sesuai dengan sikap yang akan diukur dan dapat diidentifikasikan dengan
jelas (positif atau tidak positif); (2) memberikan pernyataan-pernyataan kepada
sekelompok responden untuk diisi dengan benar; (3) merespon dari setiap
pernyataan yang dihitung dengan cara menjumlahkan angka-angka setiap
pernyataan sedemikian rupa, sehingga respon yang berada pada posisi yang sama
akan menerima secara konsisten nilai angka yang selalu sama; (4) mencari
pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dipakai dalam penelitian (tidak lengkap
dan tidak menunjukkan korelasi); (5) pernyataan-pernyataan berdasarkan hasil
saringan akhir akan membentuk skala Likert yang dapat dipakai untuk mengukur
skala sikap serta menjadi kuisioner untuk pengumpulan data berikutnya.
3.1.5.2. Karakteristik yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan
manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari perasaan kekurangan.
Kebutuhan sejalan dengan keinginan untuk memenuhinya. Keinginan merupakan
kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian. Manusia sebagai
33
konsumen pada umumnya menentukan berbagai pilihan pembelian. Pembelian
konsumen secara kuat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, dan
psikologis (Kotler 2001).
Faktor budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan
perilaku seseorang. Ketika tumbuh dalam suatu masyarakat, seseorang dapat
mempelajari nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, perilaku dari keluarga dan
institusi penting lainnya. Pengaruh budaya pada perilaku pembelian sangat
beraneka ragam di setiap wilayah. Kegagalan menyesuaikan pada perbedaanperbedaan ini dapat mengakibatkan pemasaran tidak efektif atau terdapat
kesalahan-kesalahan
yang
memalukan.
Setiap
kebudayaan
mengandung
subkebudayaan yang lebih kecil atau kelompok orang-orang yang mempunyai
sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama.
Subkebudayaan meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah
geografis. Banyak subkebudayaan yang membentuk segmen pasar penting dan
program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka (Kotler 2001).
Menurut Kotler (2001), faktor sosial terdiri dari kelompok kecil dan
keluarga. Kelompok kecil terdiri dari: kelompok primer yang memiliki interaksi
regular tetapi informal seperti keluarga, teman-teman, tetangga dan rekan sekerja;
dan kelompok skunder yang memiliki interaksi lebih formal atau organisasiorganisasi seperti kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat buruh.
Keluarga, yakni keterlibatan anggota keluarga sangat bervariasi menurut kategori
kategori produk dalam proses pembelian. Menurut Lury (1998) dalam Sisilia
(2010), secara tipikal, wanitalah yang melakukan pembelian sebagian besar
barang dan melakukan pekerjaan konsumsi. Hal ini didukung oleh peran
feminisme yang dimiliki oleh kaum wanita serta kepedulian yang tinggi terhadap
kesehatan.
Faktor psikologis terdiri atas motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan
dan sikap. Motivasi yang dikemukan dalam hirarki kebutuhan maslow memiliki
urutan kepentingan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling berpengaruh terhadap
34
pembelian untuk memenuhi kelangsungan hidup. Persepsi, adalah proses dimana
seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk
membentuk gambaran yang berarti. Seseorang dapat membentuk persepsipersepsi yang berbeda mengenai rangsangan yang sama karena memiliki tiga
macam proses penerimaan indera yaitu perhatian selektif, distorsi selektif dan
retensi selektif. Pengetahuan, ketika seseorang melakukan tindakan sebenarnya
seseorang tersebut sedang belajar. Pembelajaran menggambarkan perubahan
perilaku individu yang muncul karena pengalaman. Hampir semua perilaku
manusia berasal dari pembelajaran. Keyakinan dan sikap, keyakinan adalah
pemikiran
deskriptif
seseorang
mengenai
sesuatu,
sedangkan
sikap
menggambarkan penilaian, perasaan dan kecenderungan yang relatif konsisten
dari seseorang atas sebuah objek atau gagasan (Kotler 2001).
Menurut Engel et al (1994), faktor demografi seringkali digunakan dalam
mengamati karakteristik konsumen. Karakteristik yang digunakan antara lain:
usia, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan dan pendidikan. Usia sering digunakan
karena dapat menentukan motivasi dan minat, serta setiap kelompok usia dapat
dijangkau secara tepat dan ekonomis dengan media massa yang ditargetkan secara
khusus untuk mereka. Pada umumnya mereka yang belum menikah memiliki
pendapatan bebas yang besar. Mereka cenderung mengikuti trend dan berorientasi
pada rekreasi.
3.1.5.3. Proses Keputusan Pembeli
Menurut Kotler (2001), proses keputusan pembeli terdiri dari lima tahap
yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
membeli dan perilaku pasca pembelian. Proses pembelian dimulai jauh sebelum
pembelian aktual dan terus berlangsung lama sesudahnya. Pemasar perlu
memusatkan perhatian pada proses pembelian bukan pada keputusan pembelian
saja.
Proses pembelian diawali dengan pengenalan kebutuhan. Pembeli
merasakan perbedaan atara keadaan nyata dengan keadaan yang diinginkan.
Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan
normal seseorang seperti rasa lapar, haus dan lainnya muncul pada tingkat yang
35
cukup tinggi untuk menjadi dorongan. Suatu keubutuhan juga dapat dipicu oleh
rangsangan eksternal seperti faktor lingkungan (Kotler 2001).
Pencarian informasi meliputi beberapa sumber antara lain berasal dari:
sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga dan kenalan); sumber komersial (iklan,
wiraniaga, dealer, kemasan, dan pajangan); sumber publik (media massa,
organisasi penilai pelanggan); dan sumber pengalaman (menangani, memeriksa,
dan menggunakan produk). Pengaruh relatif dari sumber-sumber informasi ini
bervariasi menurut produk dan pembeli. Biasanya, konsumen menerima hampir
semua informasi mengenai produk dari sumber komersial yang dikendalikan
orang pemasaran. Namun sumber yang paling efektif cenderung pada sumber
pribadi (Kotler 2001).
Evaluasi berbagai alternatif digunakan untuk mengetahui bagaimana
konsumen memproses informasi dalam mencapai pilihan merek. Konsep dasar
yang dapat membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen adalah melihat dari
atribut produk, memberikan tingkat kepentingan yang berbeda pada atribut
produk, posisi setiap merek pada setiap atribut dan harapan kepuasan produk total.
Perilaku pasca pembelian ini dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan
pembeli dimana konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli
berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan (Kotler 2001).
3.1.6. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Merumuskan Alternatif
Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam merumuskan alternatif strategi
promosi mie Jogja ini ditentukan berdasarkan keadaan restoran dengan
memperhatikan faktor internal dan eksternalnya. Faktor internal meliputi
sumberdaya yang dimiliki oleh restoran sedangkan faktor eksternal meliputi
ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan dan demografi. Faktor internal dan
eksternal
tersebut
mempengaruhi
keputusan
dalam
mempertimbangkan
perumusan alternatif strategi promosi mie Jogja yang meliputi :
1) Meningkatkan Image Positif Restoran
Image positif merupakan nilai lebih bagi restoran yang dipandang oleh
konsumennya. Konsumen menilai restoran tersebut memiliki keunggulan baik
36
dari segi produk, harga, promosi, dan tempatnya. Untuk memperoleh nilai tersebut
restoran harus dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen/pelanggannya.
2) Meningkatkan Penjualan
Penjualan merupakan keuntungan kotor dari hasil aktivitas usaha.
Keuntungan kotor ini akan dikurangi dengan pengeluaran seperti biaya produksi,
dan administrasi yang dikenal dengan keuntungan bersih (net benefit). Untuk
memperoleh keuntungan bersih yang besar, makan penjualannya harus meningkat.
Dengan demikian restoran akan memperoleh keuntungan bersih yang nantinya
dapat digunakan untuk investasi lainnya.
3) Memberi Informasi Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), produk adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, dibeli, digunakan, atau
dikonsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Karakteristik
produk mie Jogja ini dapat diketahui dari sifat, kualitas, harga, kemasan dan daur
hidupnya. Produk tersebut perlu dinformasikan kepada masyarakat, sehingga
dapat dikenal oleh masyarakat.
4) Memperluas Pangsa Pasar
Pasar adalah kumpulan semua pembeli aktual dan potensial dari suatu
produk dan jasa yang melakukan aktivitas transaksi antara pembeli dan
penjualnya. Saat ini pasar tidak hanya berupa interaksi fisik saja namun dapat
berupa interaksi nonfisik seperti adanya sarana komunikasi dan internet. Setiap
jenis pasar memiliki karakteristik khusus yang membutuhkan perilaku yang
berbeda. Pangsa pasar adalah bagian yang pasar yang dapat dikuasai oleh restoran
dalam menyalurkan penjualannya kepada konsumen. Semakin tinggi persentasi
pangsa pasarnya maka penjualannya akan semakin meningkat.
5) Menghadapi Pesaing
Persaingan dalam suatu usaha kerap akan muncul. Persaingan berdampak
pada penguasaan pasar. Semakin tinggi persaingan maka pangsa pasar akan
semakin mengecil yang menyebabkan penjualannya akan berkurang. Oleh sebab
itu, diperlukan upaya atau strategi agar mampu menghadapi pesaing, sehingga
penjualan tidak mengalami penurunan.
37
3.1.7. Proses Hirarki Analitik (PHA)
Proses Hirarki Analitik (PHA) atau yang biasa dikenal Analitycal
Hierarchy Process (AHP) merupakan teknik yang dikembangkan oleh Dr.
Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas of Pittsburg, Amerika
Serikat pada awal tahun 1970-an juga seorang profesor di Wharston School of
Business. Perangkat lunak Expert Choice 2000 yang dirancang untuk membantu
aplikasi PHA dibuat oleh Saaty dan Dr. Ernest Forman, profesor manajemen di
George Washington University pada tahun 1983. Teknik ini menyediakan
prosedur yang telah teruji efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan
prioritas dalam pengambilan keputusan yang kompleks. Dengan PHA, suatu
masalah dipandang dalam suatu kerangka berfikir yang terorganisir dan sederhana
sehingga memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif (Marimin dan
Maghfiroh 2010).
Menurut Saaty (1991), PHA merupakan suatu model yang fleksibel dan
memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun
gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi
mereka masing-masing serta memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
PHA merupakan alat analisis yang handal untuk mengatasi berbagai permasalahan
politik dan sosial ekonomi yang kompleks. PHA memasukkan pribadi secara
logis. Proses ini tergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk
menyusun hirarki suatu masalah serta pada logika, intuisi dan pengalaman untuk
memberikan pertimbangan. Secara ringkas tahapan pengolahan data dengan
metode PHA yaitu :
1. Penyusunan matriks perbandingan berpasangan antar faktor dan antar alternatif
keputusan dalam setiap faktor.
2. Penghitungan bobot (weight)
3. Penghitungan rasio kekonsistenan (consistency ratio)
Setelah
matriks
perbandingan
antar
elemen
dibuat,
dilakukan
perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada baris ke-i, dengan setiap
elemen pada kolom ke-j. Perbandingan berpasangan antar elemen tersebut
dilakukan dengan pernyataan “seberapa kuat elemen baris ke-i didomonasi atau
38
dipengaruhi, dipenuhi dan diuntungkan oleh fokus di puncak hirarki,
dibandingkan dengan kolom ke-j?”.
Metode pengolahan data dengan menggunakan PHA dilakukan dengan
mengikuti tujuh langkah kerja utama yaitu :
1. Mendifinisikan permasalahan dan merinci pemecahan permasalahan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan
masalah secara menadalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan
tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyusun struktur hirarki.
2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang pengambil kebijakan.
Hirarki merupakan abstraksi struktur sistem yang mempelajari interaksi
antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Abstraksi ini mempunyai
bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan,
faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut,
pelaku-pelaku yang member dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke
alternatif strategis atau skenario. Model struktur hirarki tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.
Tingkat 1
Fokus
G
Tingkat 2
Faktor
F1
F2
F3
F3
Tingkat 3
Pelaku
A1
A2
A3
A3
Tingkat 4
Tujuan
O1
O2
O3
O4
Tingkat 5
Skenario
S1
S2
S3
S4
Gambar 1. Model Struktur Proses Hirarki Analitik
(Sumber : Saaty 1991)
3. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil perbandingan.
Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu
peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah “seberapa lebih mungkin
39
suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j, sehubungan
dengan elemen di puncak hirarki?”. Skala banding digunakan untuk
menganalisis matriks berpasangan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Skala Banding Berpasangan
Intensitas
Kepentingan
Definisi
Penjelasan
1
Kedua
elemen
pentingnya.
3
Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan
lebih penting dari pada yang dengan kuat mendukung satu
lainnya.
elemen atas elemen lainnya.
5
Elemen yang satu sangat Pengalaman dan pertimbangan
penting dari pada elemen dengan kuat mendukung satu
yang lainnya.
elemen atas elemen lainnya.
7
Satu elemen jelas lebih
Satu elemen yang kuat didukung
penting dari pada elemen
dan didominasinya.
lainnya.
9
Bukti yang mendukung elemen
Satu elemen mutlak lebih
yang satu atas yang lainnya
penting dari pada elemen
memiliki tingkat yang mungkin
lainnya.
menguatkan.
2,4,6,8
Kebalikannya
Nilai-nilai
diantara
pertimbangan
berdekatan
sama Dua elemen menyumbang sama
besar pada sifat itu.
dua
Kompromi diperlukan diantara
yang
dua pertimbangan
Jika untuk aktivitas i mendapatkan satu angka bila dibandingkan
dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila
dibandingkan dengan i.
Sumber : Saaty (1991)
4. Memasukkan nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama.
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma
reciprocal artinya jika elemen i dinilai tiga kali lebih penting dibanding j,
maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i.
Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka
1, yang artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat dinilai sama
penting. Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau
40
mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (X), dibandingkan dengan Fj.
Sedangkan bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat fokus
puncak hirarki (X) dibandingkan dengan Fj maka digunakan angka
kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai
kebalikannya. Contoh : Bila F12 memiliki nilai 3 maka nilai F21 adalah 1/3.
5. Melaksanakan langkah 3,4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam
hirarki tersebut.
Matriks perbandingan dalam metode PHA dibedakan menjadi Matriks
Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah
matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki elemen
yang disimbolkan dengan Aij yaitu matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j.
contoh MPI dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks Pendapat Individu.
X
A1
A2
A3
…
An
A1
A11
A12
A13
…
A1n
A2
A21
A22
A23
…
A2n
A3
A31
A32
A33
…
A3n
…
…
…
…
…
…
An
An1
An2
An3
…
Ann
Sumber : Saaty (1991)
Matriks pendapat gabungan (MPG) adalah susunan matriks baru dengan
elemen Gij yang berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu. Rasio
inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen. Setiap elemen pada
baris dan kolom adalah sama, sehingga MPI yang satu dengan MPI yang alain
tidak terjadi konflik. Contoh MPG ini dapat dilihat pada Tabel 8.
41
Tabel 8. Matriks Pendapat Gabungan.
X
G1
G2
G3
…
Gn
G1
G11
G12
G13
…
G1n
G2
G21
G22
G23
…
G2n
G3
G31
G32
G33
…
G3n
…
…
…
…
…
…
Gn
Gn1
Gn2
Gn3
…
Gnn
Sumber : Saaty (1991)
6. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas.
Cara ini menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan
vektor-vektor prioritas, dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan
semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas, dari
tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Pengolahan Matriks Pendapat terdiri
dari dua tahap yaitu pengolahan horisontal dan pengolahan vertikal. MPI dan
MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi
persyaratan rasio inkonsistensi tinggi.
a. Perhitungan prioritas kepentingan setiap elemen pada level yang sama.
Perhitungan prioritas kepentingan setiap elemen pada level yang
sama dilakukan dengan metode pengolahan horizontal. Pengolahan ini
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu penentuan vektor prioritas (vector
eigen), uji konsistensi, dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio
inkonsistensi tinggi.
1) Perkalian baris (Z) dengan rumus :
Zi
=
; dengan i, j = 1, 2, 3, …, n
42
2) Perhitungan vektor prioritas (VP) atau vector eigen dengan rumus :
Vpi =
; VP = (Vpi) untuk i = 1, 2, 3, …, n
3) Perhitungan nilai eigen max ( λmaks ) dengan rumus :
VA = (aij) x VP
; dengan VA = (Vai)
VB =
; dengan VB = (Vbi)
; dengan i = 1, 2, 3, …, n
4) Perhitungan indeks inkonsistensi (CI) dengan rumus :
5) Perhitungan rasio inkonsistensi (CR) dengan rumus :
; RI = Indeks acak (random index)
Nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 10
persen merupkan nilai yang mempunyai tingkat inkonsistensi yang baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolok
ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan dalam suatu
matriks pendapat. RI merupakan nilai indeks acak yang berbeda sesuai
ordenya hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.
43
Tabel 9. Nilai Indeks Acak.
Orde (n)
Indeks Acak (RI)
Orde (n)
Indeks Acak RI
1
0,00
8
1,41
2
0,00
9
1,45
3
0,58
10
1,49
4
0,90
11
1,51
5
1,12
12
1,48
6
1,24
13
1,56
7
1,32
14
1,57
Sumber : Saaty (1991)
b. Perhitungan prioritas kepentingan setiap elemen terhadap fokus.
Perhitungan prioritas kepentingan setiap elemen terhadap fokus
dilakukan dengan metode pengolahan vertikal. Pengolahan ini merupakan
pengolahan lanjutan setelah MPI dan MPG yang diolah secara horisontal.
Pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan suatu prioritas pengaruh setiap
elemen, pada tingkat tertentu dalam satu tingkat hirarki terhadap fokus atau
tujuan utamanya. Prioritas-prioritas yang diperoleh dalam pengolahan
horisontal sebelumnya disebut prioritas lokal, karena hanya berkenaan
dengan sebuah kriteria pembanding, yang merupakan elemen-elemen
tingkat atasnya. Hasil akhir pengolahan vertikal adalah mendapatkan suatu
bobot prioritas setiap elemen, pada tingkat dalam suatu hirarki terhadap
sasarannya. Apabila Cvij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh
elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama maka :
dengan : i = 1, 2, 3, …, r; j = 1, 2, 3, …, s; t = 1, 2, 3, …, p
dimana :
CHij (t, i – 1)
= Nilai prioritas pengaruh elemen ke-I terhadap elemen ket pada tingkat di atasnya (i-1), yang diperoleh dari hasil
pengolahan horisontal.
44
VWt (i – 1)
= Prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke-(i-1)
terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil
penghitungan horisontal.
p
= Jumlah tingkat hirarki keputusan.
r
= Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i.
s
= Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-j.
7. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki.
Langkah ini dilakukan dengan mengembalikan setiap indeks konsistensi
dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil
kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan
konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Untuk
memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensinya harus bernilai kurang dari
atau sama dengan 10 persen. Jika lebih dari 10 persen maka diperbaiki dengan
mengajukan pertanyaan dan mengarahkan responden untuk mengisi kuesioner
dengan baik ketika melakukan pengisian ulang kuesioner.
Menurut Permadi (1992), PHA merupakan alat analisis yang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan PHA ini antara lain: (1) struktur yang
hirarkis sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai kepada sub-sub
kriteria yang paling dalam; (2) memperhitungkan validitas sampai pada batas
toleransi konsistensi berbagai kiteria dan alternatif yang dipilih oleh para
pengambil keputusan; (3) mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada
sistem sehingga orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan
mereka; dan (4) mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang
multikriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi atau kepentingan
dari setiap elemen hirarki.
Kelemahan dari metode PHA adalah ketergantungan model PHA pada
input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal
ini melibatkan subyektifitas sang ahli. Selain itu, model PHA dapat menjadi tidak
berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Hal ini dapat diatasi
dengan benar-benar memilih orang yang ahli atau pakar di bidang yang akan
diteliti (Permadi 1992).
45
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki wisata alam yang
banyak karena didukung dengan letak goegrafisnya. Panorama alam yang indah
dan udara yang sejuk menjadikan banyak pengunjung baik lokal maupun asing
senang untuk tinggal di Kota Bogor ini. Pemerintah Kota Bogor ini juga
mengeluarkan Peraturan Daerah untuk membangun infrastruktur yang baik dalam
upaya menjadikan Kota Bogor ini sebagai salah satu kota wisatawan. Selain itu,
Kota Bogor juga dikenal sebagai salah satu kota wisata kuliner karena banyaknya
aneka makanan khas tertentu yang dijual. Hal ini yang menyebabkan produk
makanan kuliner seperti mie Jogja mendirikan usahanya dalam bentuk restoran
waralaba. Padatnya jumlah penduduk di Kota Bogor dan letak yang strategis
terhadap jalur transportasi antar kota besar seperti Bandung, Sukabumi dan
Jakarta menjadi alasan juga bagi restoran waralaba Mie Jogja untuk
mengembangkan usahanya di kota ini karena pasarnya sangat potensial.
Banyaknya restoran di Kota Bogor ini mengakibatkan adanya tingkat
persaingan yang tinggi. Tingginya tingkat persaingan tersebut membuat restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini perlu melakukan strategi yang tepat untuk
meningkatkan omzet penjualannya. Salah satu strategi yang terus dikembangkan
adalah strategi pemasarannya karena saat ini target penjualnnya belum tercapai.
Bauran pemasaran yang paling penting dianalisis adalah promosinya karena
restoran ini belum cukup dikenal bagi masyarakat Kota Bogor dan merupakan
restoran yang belum lama berdiri. Untuk itu perlu adanya penelitian untuk
menentukan alternatif promosi yang sesuai bagi restoran Mie Jogja Cabang Bogor
ini.
Dalam menentukan alternatif promosi yang sesuai ini perlu mengkaji
evaluasi aktivitas promosi melalui kuisioner dan mengidentifikasi faktor-faktor
yang dipertimbangkan dalam perumusan alternatif strategi. Evaluasi aktivitas
promosi ini melibatkan sejumlah responden untuk mengisi kuisioner yang
selanjutnya dianalisis melalui pendekatan analisis deskriptif. Hasil interpretasi
analisis tersebut menjadi bahan rekomendasi bagi perusahaan untuk menentukan
alternatif strategi promosinya. Selanjutnya untuk menganalisis urutan prioritas
46
strategi promosi ini peneliti menggunakan metode Proses Analitik Hirarki (PHA).
Metode ini dipilih karena dinilai mampu memformulasikan alternatif strategi
promosi produk berdasarkan pertimbangan beberapa faktor pada tingkatan atau
level yang berbeda dalam sebuah hirarki. Keseluruhan proses tersebut
digambarkan secara sistematis dalam kerangka operasional penelitian pada
Gambar 2.
Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor yang memiliki
kendala target penjualannya belum tercapai
Strategi Pemasaran
Harga
Produk
Evaluasi aktivitas promosi mie
Jogja
Promosi
Tempat
Identifikasi faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam perumusan strategi
promosi dan bauran promosi
Perumusan dan penetapan alternatif strategi
promosi yang sesuai bagi restoran waralaba
Mie Jogja Cabang Bogor
Analisis Deskriptif
Proses Hirarki Analitik
Interpretasi Hasil
Interpretasi Hasil Perumusan Alternatif
Strategi Promosi
Rekomendasi bagi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional pada Strategi Promosi Restoran
Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.
47
Download