BAB I PENDAHULUAN Psoriasis adalah suatu penyakit autoimun. Penyakit ini bersifat kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilap serta transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (Shajeri dan AlFahaad, 2014). Kasus psoriasis semakin sering dijumpai. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, serta perjalanan penyakitnya kronik dan residif (Djuanda, 2009). Insidens psoriasis pada ras kulit putih lebih tinggi daripada kulit berwarna. Insidens pada pria lebih banyak daripada wanita. Psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa (Djuanda, 2009). Psoriasis gutata merupakan bentuk psoriasis yang sering muncul saat anakanak atau dewasa muda. Psoriasis gutata ditandai dengan papul kecil pada badan dan ekstremitas proksimal (Wolff et al, 2008). Psoriasis gutata biasanya terjadi setelah infeksi di saluran nafas bagian atas oleh Streptococcus sp, tonsilitis, stress, cedera pada kulit dan konsumsi obat tertentu, misalnya antimalaria (Shajeri dan Al-Fahaad, 2014). Namun, terapi psoriasis gutata dengan antibiotik tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Fototerapi merupakan pilihan terapi untuk psoriasis gutata yang dapat dilakukan (Wolff et al, 2008). 1 BAB II STATUS DERMATOVENEROLOGI 2.1 Identitas Pasien Nama : Ny. M Jenis kelamin : Perempuan Usia : 78 tahun Suku : Tionghoa Alamat : Jl. Tanjungpura no. 126 2.2 Anamnesis Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 29 November 2014. Keluhan utama: Lesi berwarna merah di kulit seluruh tubuh yang kadang gatal. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengeluhkan timbulnya lesi berwarna merah di kulit di seluruh tubuh sejak satu tahun yang lalu. Lesi tersebut ukurannya bervariasi. Lesi pertama kali muncul di bagian ekstremitas atas dan bawah, kemudian muncul juga di seluruh tubuhnya. Pasien kadang mengeluh gatal pada lesi tersebut. Pasien sebelumnya pernah mengobati lesi tersebut dengan salep namun tidak ada perbaikan. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat kebiasaan dan lingkungan: Pasien rutin mengganti pakaian dan mandi 2 kali sehari dengan air PDAM. Lingkungan rumah dirasakan cukup bersih dan tidak padat. Riwayat sosial ekonomi: Pasien sebelumnya tinggal di Surabaya namun saat ini di Pontianak tinggal di rumah anaknya dan mengeluhkan air yang kurang bersih. Resume Anamnesis: 2 Ny, M (78 tahun) datang dengan keluhan lesi berwarna merah di kulit pada seluruh tubuhnya sejak satu tahun yang lalu. Kadang lesi tersebut terasa gatal. Pasien dan keluarganya belum pernah mengalami hal tersebut sebelumnya. 2.3 Pemeriksaan Dermatologi Ujud kelainan kulit: Pada kepala, ekstremitas atas, leher, dada, perut, punggung, paha dan bokong terdapat papul eritematosa dan makula eritematosa yang ukurannya bervariasi dari miliar hingga lentikular. Makula berbatas tegas dengan skuama tipis di atasnya. Pada ekstremitas bawah terdapat makula eritematosa yang ukurannya bervariasi dari numular hingga plakat. Pada kuku pasien, warnanya kuning keruh, tebal, dan bagian distalnya terangkat. Gambar 1. Psoriasis gutata pada punggung 3 Gambar 2. Psoriasis Gambargutata 3. Psoriasis pada ekstremitas kuku bawah 2.4 Diagnosis Banding Pada tubuh: 1. Psoriasis gutata 2. Pitiriasis rosea 3. Sifilis sekunder Pada kuku: 1. Psoriasis kuku 2. Tinea unguium 3. Onikolisis 2.5 Pemeriksaan Penunjang Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang disarankan adalah pemeriksaan serologi serta melakukan uji tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. 2.6 Diagnosis Pada tubuh: Psoriasis gutata Pada kuku: 4 Psoriasis kuku 2.7 Tata Laksana a. Non Medikamentosa 1. Edukasi pasien mengenai penyakit psoriasis (etiologi, faktor risiko, pengobatan, dan prognosisnya) 2. Menghindari faktor pencetus, seperti stress 3. Istirahat yang cukup 4. Menjaga kebersihan lesi 5. Tidak menggaruk lesi b. Medikamentosa 1. Fototerapi menggunakan narrowband UVB. 2. Terapi topikal dan sistemik. R/ Cetirizin tab 10 mg No. X ʃ 1 dd tab 1 malam hari R/ Clobetasol propionate 0,05% ʃ u.e. 2 dd applic part dol m.et.v Pro : Ny. M Usia : 78 tahun 2.8 Komplikasi 1. Reaksi hipersensitifitas pada pemakaian antimikroba. 2. Perubahan pada kulit seperti atrofi, telangiektasis dan hipopigmentasi pada penggunaan kortikosteroid topikal potensi tinggi dalam waktu yang lama. 3. Efek samping dari fototerapi mungkin terjadi, seperti mual dan muntah. 2.9 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanactionam : dubia ad bonam 5 BAB III PEMBAHASAN Pasien datang dengan keluhan adanya lesi berwarna merah di seluruh tubuhnya. Kemudian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien untuk menegakkan diagnosis. Dari hasil anamnesis, Ny. M (78 tahun) mengeluh adanya lesi berwarna merah di kulit hampir seluruh tubuhnya. Keluhan tersebut sudah muncul sejak hampir satu tahun yang lalu. Kadang pasien juga merasakan gatal pada daerah lesi. Pasien dan keluarganya belum pernah mengalami hal tersebut sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan fisik (ujud kelainan kulit), pada kepala, ekstremitas atas, leher, dada, perut, punggung, paha dan bokong terdapat papul eritematosa dan makula eritematosa yang ukurannya bervariasi dari miliar hingga lentikular. Makula berbatas tegas dengan skuama tipis di atasnya. Pada ekstremitas bawah terdapat makula eritematosa yang ukurannya bervariasi dari numular hingga plakat. Hasil tersebut yang menunjukkan diagnosis psoriasis gutata. Pada psoriasis gutata, terdapat bentuk lesi yang khas, yaitu seperti tetesan air, yang terutama muncul di ekstremitas. Gambar 1. Psoriasis Gutata 6 Pada kuku tangan pasien, warnanya kuning keruh, tebal, dan bagian distalnya terangkat. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada kuku yang biasa muncul pada pasien psoriasis, yaitu psoriasis kuku. Perubahan pada kuku adalah hal yang sering terjadi pada pasien psoriasis. Perubahan pada kuku ini meningkat seiring usia, sesuai dengan pasien di kasus ini yang berusia 78 tahun. Selain itu kejadian psoriasis pada kuku juga meningkat pada psoriasis yang lama dan luas. Pasien sudah menderita psoriasis selama hampir satu tahun dengan lesi yang luas di seluruh tubuhnya. Pitting nail adalah bentuk psoriasis kuku yang paling sering, yang lebih sering menyerang kuku tangan dari pada kuku kaki. Bentuk kelainan yang tidak khas adalah kuku keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya (hiperkeratosis subungual) dan onikolisis. Gambar 2. Psoriasis Kuku Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggoresnya adalah dengan menggunakan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Skuama yang berlapis-lapis dikerok hingga skuamanya habis, kemudian dikerok perlahan untuk melihat titik-titik perdarahan. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah tiga minggu. 7 Gambar 3. Fenomena Auspitz Gambar 4. Fenomena Kobner Pemeriksaan histopatologi biasanya tidak diperlukan, namun sangat berguna pada kasus yang sulit. Pemeriksaan laboratorium lainnya pada psoriasis biasanya tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua pasien. Pada pemeriksaan serologi, kadar antibody terhadap streptolysin O mungkin meningkat pada lebih dari separuh pasien psoriasis gutata. Dalam tatalaksana psoriasis gutata, manajemen stress dan emolien merupakan perawatan yang memadai. Pemberian cetirizin diperlukan sebagai pengurang rasa gatal, yang berfungsi sebagai anti-histamin. Pada kasus ini, terapi utama yang dilakukan sebagai tatalaksana adalah fototerapi. Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Pembersihan lesi psoriasis gutata dapat dipercepat dengan paparan sinar matahari atau dengan pemaparan jangka pendek UV broadband B (UVB) atau narrowband UVB. Pada kasus resisten penggunaan obat oral, psoralen dikombinasikan dengan paparan radiasi UVA (PUVA) lebih menguntungkan. Pengobatan dengan UVB dianggap lebih baik karena resiko kanker kulit yang lebih rendah daripada dengan PUVA. Narrowband UVB lebih aman untuk digunakan dalam waktu yang lama. UVB dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pada psoriasis gutata, dikombinasi dengan salap liquor karbonis detergen 5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum dilakukan penyinaran, 8 dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan 15% dari dosis sebelumnya. Penyinaran dilakukan seminggu tiga kali selama 2-3 bulan. Target pengobatan adalah pengurangan 75% skor PASI (psoriasis area and severity index). Beberapa pengobatan topikal dapat digunakan setelah penyinaran dengan UVB, misalnya anthralin, preparat ter, calcipotrione, calcitriol dan tazarotene. Obat tersebut efektif digunakan bersama dengan UVB, namun tidak boleh digunakan sebelum penyinaran. Pengobatan sistemik seperti methrotrexate, acitretin atau obat biologis digunakan bersamaan dengan terapi UVB dapat meningkatkan efektifitas terapi. Saat lesi sudah bersih, fototerapi dapat dihentikan. Pasien dapat melanjutkan terapi sebagai maintenance jika lesi mulai muncul lagi. Jika fototerapi UVB tetap dilanjutkan ketika lesi sudah bersih dapat memperpanjang masa remisi. Sebagian besar pasien membutuhkan terapi maintenance sebanyak 8 kali. Jika lesi kembali muncul, fototerapi harus diulang lagi seperti sebelumnya, yaitu seminggu tiga kali. Namun, untuk mengurangi efek samping yang dapat muncul, sebaiknya dilakukan pergantian terapi dulu mengistirahatkan kulit dari UVB. Kortikosteroid topikal sebenarnya efektif namun aplikasinya bias merepotkan pada erupsi yang luas, seperti pada sebagian besar kasus psoriasis gutata. Kortikosteroid topikal adalah tambahan yang pening untuk keberhasilan pengobatan psoriasis gutata, dengan efek anti-inflamasi, anti-proliferatif, imunosupresif dan efek vasokonstriksi. Kortikosteroid potensi rendah digunakan untuk wajah dan intertriginosa, daerah kulit yang tipis. Kortikosteroid dengan potensi yang lebih tinggi digunakan pada orang dewasa dengan lesi di tempat lain pada tubuh. Penelitian Dogan et al dan Owen et al menunjukkan tidak ada perbaikan yang signifikan pada psoriasis gutata streptokokus setelah pengobatan dengan antimikroba penisilin atau eritromisin atau tanpa pengobatan. Tetapi sefaleksin, amoksisilin dan azitromisin dapat digunakan. Pada pasien ini tidak diberikan antibiotik karena pasien tidak memiliki keluhan atau gejala yang disebabkan oleh adanya infeksi bakterial. 9 Komplikasi yang dapat muncul pada psoriasis gutata adalah dari pengobatan yang dilakukan. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi pada penggunaan antimikroba, misalnya penisilin. Jika hipersensitifitas dicurigai, obat harus segera dihentikan. Area kulit yang telah diberi kortikosteroid topikal potensi tinggi untuk waktu yang lama dapat menunjukkan adanya atrofi, telangiektasis dan hipopigmentasi. Mengganti preparat obat dengan potensi yang lebih rendah perlu dipertimbangkan. Pasien yang melakukan terapi PUVA mungkin mengalami efek samping seperti mual dan muntah. Efek ini dapat diperbaiki dengan mengonsumsi psoralen setelah makan. Fotosensitivitas yang diinduksi psoralen bertahan hingga 24 jam setelah pemberian obat. Untuk itu pasien perlu memakai lensa pelinding. Pasien harus diedukasi untuk meminimalkan segala bentuk trauma kulit, seperti menggaruk atau menggosok dengan kuat, yang dapat menyebabkan lesi psoriasis baru di area yang sebelumnya tidak terkena (fenomena Kobner). Psoriasis gutata dapat berkembang menjadi bentuk plak kronis pada 68% pasien. Psoriasis gutata cenderung membaik selama musim panas dan memburuk selama musim dingin. 10 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, dapat ditegakkan diagnosis psoriasis gutata. 2. Penyebab psoriasis gutata yang pasti belum diketahui, namun diduga karena adanya hubungan dengan infeksi dari Streptococcus sp., peranan limfosit T dalam tubuh dan peranan autoantibodi tubuh. 3. Diperlukan terapi topikal, sistemik dan fototerapi untuk mengatasi keluhan pada pasien. 5.2 Saran 1. Pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan untuk memperkuat diagnosis. 2. Pasien diedukasi untuk tidak menggaruk lesi dan menjaga kebersihan lesi. 3. Pasien sebaiknya mengenakan pelindung mata selama fototerapi dilakukan. 11 DAFTAR PUSTAKA Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 Dogan, B. et al. 2008. Antistreptococcal treatment of guttate psoriasis: a controlled study. Int J Dermatol. 47(9):950-2. Menter, A. et al. 2009. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis. J Am Acad Dermatol. 60(4):643-59. Owen, C.M. et al. 2001. A systematic review of antistreptococcal interventions for guttate and chronic plaque psoriasis. Br J Dermatol. 145(6):886-90. Shajeri, M.A. dan Al-Fahaad, H. 2014. Psoriais in children in the southern part of Saudi Arabia. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology. 21(1):347. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit ed 2. Jakarta. EGC. Thappa, D.M. et al. 2006. Suit PUVA as an effective and safe modality of treatment in guttate psoriasis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 20(9):11467. Wolff, K. et al. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh Edition. USA: McGrawHill. 12