BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Aricha (2013), perdagangan internasional adalah perdagangan yang
dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan
(individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional, di antaranya sebagai berikut (Cahyono, 2015) :
1) Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2) Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3) Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam mengolah sumber daya ekonomi
4) Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual
produk tersebut.
5) Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6) Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7) Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara
lain.
8) Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup
sendiri.
Menurut Hady (2001:24), teori perdagangan internasional dapat digolongkan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Teori Praklasik Merkantilisme
Merkantilisme pada intinya merupakan suatu aliran ekonomi yang tumbuh dan
berkembang pada abad ke 16 dan 17 di Eropa Barat. Ide pokok kaum Merkantilisme
dalam perdagangan internasional adalah penumpukan logam mulia dan hasrat yang
kuat untuk mencapai dan mempertahankan kelebihan nilai ekspor atas nilai impornya.
Hal ini dilakukan untuk mencapai neraca perdagangan yang surplus. Kebijakan
perdagangan yang dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut adalah mendorong
ekspor sebesar-besarnya kecuali logam mulia dan melarang atau membatasi impor
dengan ketat kecuali logam mulia. Ide ini menunjukkan bahwa kaum merkantilisme
menyarankan agar pemerintah mengatur perdagangan internasional secara ketat demi
tercapainya negara nasional yang kuat dan makmur.
2) Teori Klasik
Teori Klasik muncul ketika adanya kritik David Hume atas teori Praklasik
Merkantilisme yang menyatakan bahwa perubahan dari negara kaya menjadi negara
yang miskin merupakan mekanisme otomatis, karena menganggap logam mulia
identik dengan kekayaan. Teori Klasik dimotori oleh Adam Smith dalam bukunya
yang berjudul “An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nation
(1776)” yang menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional (gains from trade) dan meningkatkan kemakmurannya,
bila terdapat perdagangan bebas (free trade) dan melakukan spesialisasi berdasarkan
keunggulan absolut (absolute advantage) yang dimiliki.
Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila
masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian,
bila hanya terdapat satu negara saja yang memiliki keunggulan absolut, maka tidak
akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Hal ini merupakan
kelemahan teori Adam Smith yang kemudian disempurnakan oleh David Ricardo
dengan teori keunggulan komparatif (comparative advantage). Teori ini menyatakan
bahwa sebaiknya suatu negara melakukan spesialisai dan mengekspor barang-barang
yang mana negara tersebut akan memperoleh keuntungan jika mengeskpor barangbarang yang produksinya relatif lebih rendah dibanding negara lain. Dengan kata lain
produktivitas relatif yang dimiliki oleh suatu negara tersebut dalam memproduksi
barang-barang yang diekspor adalah yang tertinggi. Kelemahan teori Klasik adalah
tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk b arang sejenis
walaupun fungsi faktor produksi sama di kedua negara. Adanya kelemahan teori ini
telah disempurnakan oleh teori Modern dari Heckscher-Ohlin atau teori H-O. (Hady,
2001:27-38).
3) Teori Modern
Teori modern yang dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (Teori H-O)
menyatakan bahwa perdagangan internasional terutama digerakkan oleh perbedaan
karunia sumber daya antar negara. Suatu negara cenderung untuk mengekspor barang
yang menggunakan lebih banyak faktor produksi yang relative melimpah di negara
tersebut (factor endorsement) dan dalam waktu yang sama negara tersebut juga akan
mengimpor barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif langka di negara
tersebut. Secara umum model H-O tersebut menunjukkan adanya keuntungan dari
perdagangan terutama bertumpu pada keuntungan statis yang berasal dari alokasi
sumber daya yang efisien. Sedangkan kemungkinan diperolehnya keuntungan dinamis
dari perdagangan kurang mendapat perhatian. Adanya kelemahan dari Teori H-O
disempurnakan oleh teori perdagangan baru tanpa mrnanggalkan secara seutuhnya
dari asumsi teori H-O.
2.1.2 Teori Harga
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang
dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu
barang atau jasa (Tjiptono, 2001:151). Tujuan penetapan harga adalah harga bersifat
fleksibel, dimana bisa disesuaikan sebelum penenetapan harga perushaan harus
mengetahui tujuan dari penetapan harga itu sendiri apabila tujuannya sudah jelas
maka penetapan harga dapat dilakukan dengan mudah. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat harga (Nugraha, 2010) :
1) Kurva permintaan
Kurva yang menunjukkan tingkat pembelian pasar pada berbagai harga. Kurva
tersebut menjumlahkan reaksi berbagai individu yang memiliki kepekaan pasar
yang beragam. Langkah pertama dalam memperkirakan permintaan karena itu
adalah memahami faktor - faktor yang mempengaruhi harga pembeli.
2) Biaya
Biaya merupakan faktor penting dalam menentukan harga minimal yang
harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perasahaan ingin
menetapkan harga yang dapat menutup biaya produksi, distribusi, dan penjualan
produknya, termasuk pengembalian yang memadai atas usaha dan resikonya.
Untuk dapat menetapkan harga dengan tepat, manajemen perlu untuk mengetahui
bagaimana biaya bervariasi bila level produksinya berubah (Nugraha, 2010).
Jenis-jenis biaya antara lain :
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang tidak
berubah walaupun
ada perubahan volume produksi atau penjualan. Misalnya gaji bulanan,
asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain. Sifat-sifat biaya tersebut
sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam perencanaan usaha
pengembangan karena dengan demikian akan didapatkan suatu gambaran
klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan
(Budianas, 2013).
b. Biaya Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel
adalah
sejumlah
biaya yang ikut berubah untuk
mengikuti volume produksi atau penjualan. Misalnya atau bahan langsung
hanya yang ikut dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai
dalam proses produksi biaya tenaga kerja langsung (Budianas, 2013).
c. Biaya Rata-rata (Average Cost)
Menurut Widjajanta (2009), Biaya rata-rata/average cost (AC) adalah biaya
produksi per unit produk yang dihasilkan. Besarnya AC dapat dihitung dengan
cara membagi TC dengan Q. Jadi, AC dapat dirumuskan:
AC = TC : Q…………………………………………………………(2.1)
Keterangan :
AC = biaya rata-rata (average cost)
TC = biaya total (total cost)
Q = kuantitas barang dan jasa
d. Biaya Total (Total Cost)
Biaya total/Total cost adalah jumlah keseluruh biaya tetap dan biaya variabel
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan sejumlah produk dalam
suatu periode tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, biaya total dapat
dirumuskan sebagai berikut :
TC = FC + VC………………………………………………………..(2.2)
Keterangan:
TC= biaya total (total cost)
FC= biaya tetap (fixed cost)
VC= biaya variabel (variable cost)
3) Persaingan
Persaingan dalam suatu industri dapat dianalisis berdasarkan faktor-faktor
seperti berikut (Nugraha, 2010) :
•
Jumlah perusahaan dalam industri
•
Ukuran relatif setiap perasahaan dalam industri
•
Diferensiasi produk
•
Kemudahan untuk masuk (Ease ofentry) dalam industri
4) Pelanggan
Permintaan pelanggan didasarkan pada beberapa faktor yang saling terkait dan
bahkan seringkali sulit memperkirakan hubungan antar faktor secara akurat.
Berikut ini adalah teori harga dengan menggunakan grafik.
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar
Sumber: Mankiw, 2007
Beberapa faktor penentu terhadap perubahan jumlah permintaan adalah harga
barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan, pendapatan rumah tangga dan
pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita
rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ekspektasi tentang masa depan. Perubahan
harga dengan ceteris paribus akan menyebabkan garakan atau perubahan sepanjang
kurva permintaan. Sedangkan untuk faktor bukan harga, perubahannya akan
menyebabkan perpindahan atau pergeseran kurva permintaan.
2.1.3 Konsep Kurs Valuta Asing
Menurut Salvatore (1997), nilai tukar atau exchange rate diartikan sebagai
harga mata uang luar negeri dalam satuan mata uang domestik. Jadi valuta asing
merupakan pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Dengan
adanya perbandingan nilai antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara
lain yang menimbulkan suatu nilai, dapat disebut foreign exchange rate (kurs valuta
asing).
Nilai tukar didasarkan pada dua konsep, yaitu Konsep nominal dan Konsep
riil. Konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang
yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain sedangkan Konsep riil, merupakan
konsep yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara
di pasaran internasional (Malik, 2014).
Hubungan antara kurs riil dan ekspor adalah positif (Salvatore, 1997:212). Hal
ini berarti bahwa melemahnya nilai tukar rupiah akan membuat komoditas ekspor
meningkat. Pelemahan nilai tukar akan berdampak meningkatkan daya saing
komoditas ekspor. Hal ini terjadi karena harga komoditas ekspor dinegara tujuan
seolah-olah akan mengalami penurunan harga akibat nilai tukar negara tersebut yang
menguat. Sedangkan bagi pihak yang melakukan ekspor, melemahnya nilai tikar akan
memberikan kesan seolah-olah harga ekspor barang mengalami kenaikan harga. Ada
beberapa sistem kurs yang dapat menjaga kestabilan nilai tukar, yaitu:
a. Sistem Kurs Tetap
Menurut sistem kurs tetap (fixed exchange rate), nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap mata uang negara lainnya ditetapkan oleh pemerintah.
Walaupun nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah, namun tidak berarti bahwa
tidak ada perubahan permintaan dan penawaran atas suatu mata uang di pasar
valuta asing. Dampak dari perubahan permintaan dan penawaran mata uang
asing di pasar valuta asing tersebut akan diredam oleh pemerintah. Jika terjadi
kelebihan penawaran, pemerintah akan membelinya. Sebaliknya, jika terjadi
kelebihan permintaan terhadap mata uang asing tertentu, pemerintah akan
menjual persediaan mata uang yang dimilikinya. Kelebihan sistem kurs tetap
adalah bahwa sistem ini mampu memberikan kepastian mengenai nilai tukar.
Namun, pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang besar untuk
berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk melakukan intervensi pasar.
b. Sistem Kurs Bebas
Kurs bebas adalah nilai kurs uang ditentukan oleh kekuatan pasar, yang biasa
juga disebut dengan kurs mengambang. Keuntungan dari sistem kurs bebas
adalah bahwa tingkat kurs yang berlaku selalu sama dengan tingkat kurs
keseimbangan. Dalam sistem kurs devisa yang murni mengambang, tidak ada
masalah surplus atau defisit neraca pembayaran, sebab bekerjanya pasar selalu
menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar.
c. Sistem Kurs Mengambang
Pada sistem kurs mengambang terkendali, nilai tukar pada dasarnya
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menghindari
gejolak yang terlalu perekonomian, pemerintah melakukan intervensi dengan
batas-batas yang telah ditentukan, misalnya 5 % di atas atau di bawah kurs
keseimbangan. Campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi nilai kurs ini
dapat dilakukan secara langsung yaitu membeli atau menjual valuta asing di
pasar atau pun secara tidak langsung melalui pengaturan tingkat bunga.
Apabila pemerintah melakukan campur tangan secara langsung maka sistem
kurs valuta asing yang dianut disebut mengambang kotor (dirty floating).
Sedangkan jika pemerintah melakukan campur tangan secara tidak langsung,
maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut mengambang bersih (clean
floating).
Posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan
oleh mekanisme pasar semenjak di berlakukannya sistem nilai tukar mengambang
penuh atau bebas (freely floating system) yang dimulai pada Agustus 1997 (Tri
Wibowo dan Hidayat Amir, 2005:1).
2.1.4 Teori Produksi
Dalam aktivitas produksi, teori produksi mempunyai dua periode waktu. Yaitu
jangka pendek dan jangka panjang. Dimana pada periode waktu tersebut
memungkinkan perusahaan untuk menambah atau mengubah seluruh faktor produksi
(input). Menurut Sadono Sukirno (2005), fungsi produksi adalah hubungan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi
produksi. Faktor-faktor produksi seperti yang telah dijelaskan dapat dibedakan kepada
empat golongan yaitu :
a) Tenaga Kerja
Tenaga kerja manusia adalah segala kegiatan manusia baik jasmani maupun
rohani yang dicurahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa
maupun faedah suatu barang. Tenaga kerja manusia dapat diklasifikasikan menurut
tingkatannya (kualitasnya) yang terbagi atas tenaga kerja terdidik terdidik (skilled
labour), tenaga kerja terlatih (trained labour), tenaga kerja tak terdidik dan tak
terlatih (unskilled and untrained labour).
b) Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam yang
dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber daya alam di
sini meliputi segala sesuatu yang ada di dalam bumi, seperti tanah, tumbuhan, hewan,
udara, sinar matahari, hujan, bahan tambang, dan lain sebagainya.
c) Modal
Modal menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang
digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Misal, orang membuat jala untuk
mencari ikan. Dalam hal ini jala merupakan barang modal, karena jala merupakan
hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lain (ikan).
d) Kewirausahaan
Pengusaha berperan mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi
dalam rangka meningkatkan kegunaan barang atau jasa secara efektif dan efisien.
Sebagai pemicu proses produksi, pengusaha perlu memiliki kemampuan yang dapat
diandalkan. Untuk mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi,
pengusaha harus mempunyai kemampuan merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan dan mengendalikan usaha.
2.1.5 Teori Ekspor
Menurut Winardi (1992) pengertian ekspor adalah barang-barang (termasuk
jasa-jasa) yang dijual kepada penduduk Negara lain, nditambah dengan jasa-jasa yang
diselenggarakan kepada penduduk Negara tersebut berupa pengangkutan permodalan
dan hal-hal lain yang membantu ekspor tersebut.
Berdasarkan UU No 17 tahun 2006 eksportir adalah setiap orang perseorangan
atau badan usaha baik berbentuk badan hukum / bukan badan hukum yang melakukan
kegiatan ekspor dalam wilayah hukum RI. Sukirno (2000:19) mengatakan bahwa
terdapat tiga faktor yang menentukan tingkat ekspor suatu negara, yaitu :
1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain.
Dalam perdagangan internasional, kemampuan suatu negara menjual barang
ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang- barang yang
sejenis di pasar internasional. Besarnya pangsa pasar barang tersebut di luar negeri
ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara tujuan ekspor.
2) Proteksi negara lain
Adanya proteksi terhadap barang impor di negara lain akan berpengaruh
terhadap penurunan tingkat ekspor suatu negara.
3) Valuta asing
Meningkatnya kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara
pengekspor akan berpengaruh pada peningkatan daya beli negara.
2.1.6 Hubungan Harga dengan Ekspor
Dalam kegiatan ekspor, harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
jalannya ekspor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor di sektor
pertanian pada pendekatan penawaran adalah harga produk pertanian, kapasitas
produksi, kurs, impor bahan baku penolong serta harga bahan bakar minyak.
Pernyataan tersebut di dukung oleh Nuzula (2013) dalam thesis yang berjudul
Permintaan Ekspor Vanili Indonesia Ke Amerika Serikat dengan Pendekatan Error
Correction Model, Upaya peningkatan volume ekspor vanili Indonesia ke Amerika
Serikat dapat dilakukan dengan kebijakan yang berdampak menurunkan harga ekspor
vanili Indonesia ke Amerika Serikat dan perbaikan kualitas produksi vanili di
Indonesia. Selain itu, seiring dengan meningkatnya jumlah impor vanili di Amerika
Serikat dan/atau meningkatnya harga vanili di Madagaskar, dapat memberikan
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor vanili ke Amerika Serikat. Jika
harga vanili di negara pengimpor mengalami kenaikan harga maka berpengaruh
terhadap ekspor vanili Indonesia. Jika di lihat harga dari sudut pandang eksportir,
dimana ketika harga vanili naik di negara pengimpor akan menambah volume ekspor
vanili karena semakin tingginya harga vanili di negara pengimpor akan membuat nilai
ekspor vanili semakin bertambah. Hal ini menyimpulkan bahwa kenaikkan harga
vanili di negara pengimpor akan berdampak pada peningkatan volume ekspor vanili
di Indonesia khususnya Bali.
Volume ekspor vanili Indonesia meningkat ketika harga vanili naik dan juga
dipengaruhi oleh adanya excess demand di negara pengimpor, dimana adanya
permintaan tambahan untuk komoditi vanili di negara pengimpor meskipun harganya
meningkat. Ini menyebabkan supply vanili dari Indonesia juga akan meningkat yang
secara langsung dapat mempengaruhi keadaan ekspor vanili di Provinsi Bali. Maka
dapat di simpulkan bahwa harga memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor.
2.1.7 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Ekspor
Di pasar internasional besarnya suatu komoditi dalam perdagangan
internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang terjadi
pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan
dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia dan
perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia.
Menurut Timisela (2009), setiap kenaikan nilai tukar akan menurunkan daya
saing ekspor walaupun karena produk akan lebih mahal jika dijual ke luar negeri.
Untuk Indonesia ada 2 hal mengapa kenaikan nilai tukar Rupiah menyebabkan
kenaikan ekspor walaupun pengaruh itu tidak begitu besar. Pertama, struktur industri
yang menghasilkan barang ekspor didominasi dengan bahan baku supply dari barangbarang impor, sehingga setiap kenaikan nilai tukar justru akan meningkatkan daya
beli bahan baku dan membuat biaya produksi menjadi semakin murah sehingga
meningkatkan ekspor. Kedua adalah kenaikan ekspor Indonesia didorong oleh
kenaikan harga-harga komoditas di pasar internasional sehingga kenaikan nilai tukar
Rupiah tidak terlalu dirasakan karena secara keseluruhan harga pasaran internasional
juga meningkat lebih besar lagi.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai tukar merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi besarnya nilai ekspor Indonesia. Nilai ekspor dimasukkan dalam
fungsi ekspor karena jika nilai rupiah melemah terhadap dollar Amerika, maka hal ini
menambah keuntungan bagi eksportir sehingga merangsang eksportir tersebut untuk
melakukan kegiatan ekspor lebih banyak lagi akibatnya volume ekspor akan
meningkat, demikian sebaliknya apabila nilai tukar rupiah menguat terhadap dollar
maka eksportir akan memperoleh keuntungan yang relatif lebih kecil (Salvatore,
1997). Nilai Tukar Rupiah yang terus berfluktuasi akan berdampak pada jumlah
ekspor komoditi vanili. Jika kurs dollar mengalami apresiasi maka nilai tukar rupiah
akan mengalami depresiasi. Dimana jika harga ekspor vanili mengalami penurunan
maka dapat dipastikan permintaan akan vanili di luar negeri akan meningkat. Jadi
dapat dikatakan kurs valuta asing berpengaruh positif terhadap ekspor.
2.1.8 Hubungan Produksi dengan Ekspor
Ekspor berasal dari produksi dalam negeri dijual/dipakai oleh penduduk luar
negeri. Untuk memenuhi kenaikan ekspor, produsen harus menambah jumlah
produksi dengan cara menambah penggunaan faktor produksi (Nopirin, 2008).
Pernyataan tersebut didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsana
(2013) yang berjudul pengaruh jumlah produksi, harga, dan investasi terhadap volume
ekspor tembaga Indonesia pada tahun 1995-2010 bahwa jumlah produksi dan volume
ekspor mempunyai hubungan yang searah dan signifikan, dimana semakin banyak
produksi yang dilakukan, maka volume ekspor juga meningkat. Jadi, antara jumlah
produksi dengan ekspor memiliki hubungan yang positif.
2.2 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis dengan
pernyataan sebagai berikut :
1) Harga, kurs dollar Amerika Serikat dan produksi secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 1991-2013.
2) Harga, kurs dollar Amerika Serikat dan produksi secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 19912013.
Download