9 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Kultur Primer Hepatosit T. Javanica Sel hati dari T. javanica telah berhasil dikulturkan in vitro. Secara umum sel hepatosit berbentuk poligonal memiliki satu atau lebih inti sel yang dapat diamati, namun kultur primer hepatosit yang didapatkan bermorfologi bulat (Gambar 3). Proses isolasi yang kurang optimum dapat menjadi penyebab kualitas kultur primer hepatosit kurang baik. Selain itu beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kultur primer antara lain ialah jenis spesies, umur dan status kesehatan hewan yang digunakan, tipe jaringan yang digunakan, metode disagregasi, jenis media, serta kondisi inkubasi dan pemeliharaan kultur primer (Bird & Forrester 1981). Selain itu penggunaan 6-well dish yang telah dilapisi dengan kolagen, menggantikan kolagen segar dapat menjadi salah satu kemungkinan penyebab kultur primer hepatosit tidak dapat berkembang dengan baik. Hasil pengamatan kultur primer hepatosit T. javanica memiliki viabilitas yang dapat dijaga >3 bulan menggunakan tupaia maintenance media. Kemampuan viabilitas kultur primer hepatosit >1 bulan juga terlah dilaporkan oleh Glebe et al. (2003) Gambar 3 Morfologi kultur primer hepatosit T. javanica (A) hari 6 perbesaran 10x8; (B) hari 15 perbesaran 10x8 Infeksi Virus Pada Kultur Primer Hepatosit Kultur primer hepatosit T. javanica diinfeksikan menggunakan koleksi VHB yang berasal dari owa dan manusia. Kuantifikasi VHB dilakukan dengan mengukur titer HBsAg pada masing-masing sampel VHB. Uji serologi dilakukan sebagai metode alternatif kuantifikasi VHB dikarenakan keterbatasan koleksi sampel yang dimiliki. Analisa dilakukan dengan mengirimkan sampel pada laboratorium Prodia. Pada sampel VHB asal satwa primata didapatkan titer HBsAg 60.789,04 IU/ml. Pada sampel VHB asal manusia titer HBsAg yang didapatkan berada dibawah ambang batas minimum deteksi (<0,05 IU/ml) namun hasil analisa molekuler membuktikan terdapat VHB pada sampel. HBsAg merupakan salah satu dari beberapa marka (anti-HBs, HBcAg, anti-Hbc, HBeAg, anti-HBe) yang digunakan dalam mendiagnosa pasien yang terinfeksi hepatitis B secara serologis. Keberadaan HBsAg pada pasien bergantung pada kondisi dan tahapan infeksi VHB (WHO 2002). Proses infeksi kultur primer hepatosit dilakukan dengan menambahkan 1 ml inokulan pada masing-masing perlakuan. Sebagai kontrol negatif, ditambahkan 10 tupaia infecton media. Perlakuan kontrol negatif dilabel dengan huruf K. Kultur primer hepatosit yang diinfeksikan dengan VHB asal owa dilabel dengan huruf J sedangkan kultur yang diinfeksikan dengan VHB asal manusia dilabel dengan huruf H. Tahapan pembilasan dengan tupaia maintenance media dilakukan untuk mencuci kultur primer hepatosit dari sisa-sisa virus yang tidak menginfeksi sel. Hasil pengamatan selama 15 hari pada kultur primer hepatosit yang terinfeksi tidak memperlihatkan perubahan morfologi (Gambar 4). Pengumpulan sampel dilakukan dengan menggumpulkan 500 µl supernatan media pada masingmasing perlakuan. Gambar 4 Morfologi kultur primer hepatosit T. javanica terinfeksi (A) Sebelum infeksi perbesaran 10x8; (B) hari ketujuh sesudah infeksi perbesaran 10x10 Deteksi Infeksi Dan Replikasi VHB Pada visualisasi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa, digunakan kontrol positif berupa DNA VHB asal owa dan manusia dari koleksi Pusat Studi Satwa Primata, IPB. Sekuen regio pre-S1 VHB menghasilkan amplikon berukuran 455 pasang basa. Pada Gambar 5 diamati perlakuan kontrol negatif sampel hari pertama (K1), ketujuh (K7), dan kelima belas (K15) tidak didapatkan pita DNA. Pada perlakuan infeksi dengan VHB owa (J) didapatkan pita DNA berukuran ±450 pasang basa yang tebal pada sampel hari pertama (J1), ketujuh (J7), dan kelima belas (J15). Hal ini menunjukkan bahwa VHB asal owa dapat menginfeksi dan bereplikasi pada kultur primer hepatosit T. javanica . Pada perlakuan infeksi dengan VHB manusia (H) didapatkan pita DNA tipis berukuran ±450 pasang basa pada sampel hari ketujuh (H7), namun tidak didapatkan pita DNA pada sampel hari pertama (H1) dan hari kelima belas (H15) (Gambar 5). Hasil positif berupa pita pada hari ketujuh (H7) menunjukkan bahwa VHB asal manusia dapat menginfeksi dan bereplikasi pada kultur primer hepatosit T. javanica. Analisa HBsAg yang dilakukan pada inokulan VHB H berada dibawah ambang batas deteksi (<0,05 IU/ml). Keberadaan HBsAg dalam seruma atau plasma mengindikasikan adanya infeksi VHB, namun deteksi HBsAg tidak memberikan secara nyata informasi aktivitas proses replikasi virus (Zaaijer HL et al. 1994). Selain itu, viremia pada pasien bervariasi antar pasien dan DNA VHB pada serum pasien yang sama dapat berfluktuasi dari tidak terdeteksi hingga 10 log 10 IU/ml (Chu 2002). Dengan konsentrasi inokulan yang kecil, VHB asal manusia tidak dapat dideteksi pada sampel kultur primer hepatosit hari pertama 11 (H1). Sampel ini memerlukan waktu replikasi yang lebih lama untuk mencapai konsentrasi yang dapat dideteksi. Perbedaan ketebalan pita pada Gambar 5 menunjukkan korelasi antara konsentrasi VHB pada sampel awal sebelum diinfeksikan dengan hasil replikasi pada kultur primer hepatosit. Virus hepatitis B asal satwa primata dengan titer HBsAg 60.789,04 IU/ml memiliki konsentrasi akhir VHB yang lebih tinggi daripada VHB asal manusia. Pada sampel VHB asal manusia dengan konsentrasi awal HBsAg yang lebih rendah, didapatkan hasil PCR hari pertama negatif. Hal ini menunjukkan konsentrasi VHB awal yang rendah dan tidak dapat terdeteksi sebelum sampel bereplikasi pada kultur primer hepatosit sampai hari ketujuh. Dalam penelitiannya Tuaillon et al.(2012) juga menyatakan adanya korelasi yang lemah antara titer HBsAg dengan DNA VHB pada sampel. \ Gambar 5 Deteksi infeksi dan replikasi VHB. M : marker 1 kb ladder, K: kontrol negatif, J: VHB asal owa, H: VHB asal manusia Proses infeksi VHB pada kultur serta uji molekuler yang dilakukan dapat memberikan diagnosa yang lebih akurat dalam mendeteksi keberadaan VHB pada sampel dibandingkan dengan uji serologis yang umum digunakan pada diagnosa pasien terinfeksi VHB, yang diketahui memiliki variasi gejala klinis serta waktu inkubasi in vivo yang panjang. Akan tetapi pertimbangan biaya serta waktu yang diperlukan menjadi faktor kelemahan metode ini dibandingkan dengan uji serologis yang ada. Data semi kuantitatif konsentrasi DNA VHB pada kultur primer hepatosit T. javanica (Tabel 1) didapatkan dengan melakukan real time PCR. Pengumpulan data dilakukan secara duplo. Data berupa cycle treshold (CT) merupakan data semi kuantitatif yang mengindikasikan konsentrasi DNA VHB pada masingmasing tanpa membandingkan pada kurva standar konsentrasi DNA VHB. Nilai CT yang rendah mengindikasikan bahwa konsentrasi DNA yang dimiliki tinggi, sedangkan nilai CT yang tinggi mengindikasikan bahwa konsentrasi DNA pada sampel rendah. 12 Data CT yang diperoleh pada sampel owa menunjukkan penurunan CT seiring hari pengambilan sampel (Tabel 1 dan Gambar 6). Hari pertama didapatkan data pada 24,05 dan 22,08 sedangkan pada hari ketujuh 24,97 dan 24,61. Pada hari kelima belas pada 27,65 dan 28,19. Pada Kontrol positif owa didapatkan CT pada 13,58 dan 13,19. Pada sampel VHB asal manusia didapatkan nilai CT negatif di hari pertama, pada hari ketujuh 38,31 dan 38,40 serta pada hari kelima belas negatif. Untuk kontrol positif didapatkan data CT pada 17,79 dan 16,84 (Tabel 1 dan Gambar 7). Hasil ini menunjukkan terjadinya proses replikasi VHB pada kultur primer hepatosit T. javanica. Glebe et al. (2003) melaporkan infeksi kultur primer hepatosit T. belangeri peningkatan konsentrasi HBeAg dan HBsAg dimulai pada hari keenam, yang menandakan terjadinya replikasi VHB pada sel. Dalam penelitiannya Walter et al. (1996) juga mengemukakan infeksi in vitro menggunakan kultur primer hepatosit T. belangeri mensekresikan HBsAg sejak hari ketiga setelah infeksi dan HBeAg pada hari kelima setelah infeksi. Tabel 1 CT real time PCR kultur primer hepatosit Tupaia javanica Sampel 1 2 NTC K1 K7 K15 J+ 13,58 13,19 J1 24,05 22,08 J7 24,97 24,61 J15 27,65 28,19 H+ 17,79 16,84 H1 H7 38,31 38,40 H15 - 13 J+ J1 J1 J7 J7 J15 Gambar 6 Grafik CT sampel VHB asal owa. J+: kontrol positif, J1: sampel hari 1, J7: sampel hari 7, J15: sampel hari 15 H+H+ H1H7H15 Gambar 7 Grafik CT hasil real time PCR sampel VHB asal manusia. H+: kontrol positif, H1: sampel hari 1, H7: sampel hari 7, H15: sampel hari 15 Kemampuan VHB asal owa dan manusia dalam menginfeksi dan bereplikasi menunjukkan kesamaan situs pengenalan reseptor kedua virus tersebut pada kultur primer hepatosit T. javanica. Antigen pre-S1 VHB merupakan salah satu protein yang penting dalam proses infeksi, namun konfirmasi reseptor serta situs pengenalan spesifik pada sel hepatosit belum diverifikasi (Glebe et al. 2003; Xie et al. 2010). Selain itu analisa filogenetik yang dilakukan oleh Warren et al.(1999) menunjukkan bahwa HBV asal owa memiliki kekerabatan paling dengan VHB genotype C, yang terdistribusi di daerah Asia Tenggara, apabila dibandingkan dengan genotipe VHB lainnya. Hal ini diduga karena terjadi transmisi antar spesies oleh hepadnavirus pada satu daerah geografis.