BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)
Pada state of the art ini, terdapat contoh-contoh penelitian sebelumnya
sebagai panduan atau contoh untuk penelitian yang akan dilakukan.
Tabel 2.1 State of The Art Nasional
Judul Penelitian
PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM TERHADAP
KOMITMEN ORGANISASI PNS PADA DINAS
PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KOTA MALANG
Peneliti
Hariyanti
Tahun
2013/(Kuantitatif)/Universitas Negeri Malang
Variabel yang
Terkait
Etika Kerja Islam & Komitmen Organisasi
Hasil
Penelitian
Para PNS di Dinas kesehatan Kota Malang mayoritas
beragama islam yang dimana dalam penelitian ini
mengidentifikasikan masalah para PNS yang dimana
mereka menerapkan etika bekeja mereka dengan nilainilai agama islam. Hasil dari penelitian ini menjelaskan
bahwa setiap PNS yang menerapkan etika bekerja islam
memiliki kontribusi bagi komitmen organisasi di Dinas
pendidikan dan kesehatan.
Persamaan
Mempelajari tinjauan etika karyawan
komitmen organisasi para karyawan.
Perbedaan
Pada penelitian ini membahas dasar etika kerja
seseorang yang dinilai dari etika kerja islam terhadap
komitmen organisasi, sedangkan dalam penelitian ini
membahas dasar etika yang lebih bersifat umum.
9
terhadap
10
Tabel 2.2 State of The Art Nasional
Judul Penelitian
PENGARUH PENGENDALIAN INTERN,
KEPATUHAN, DAN KOMPENSASI MANAJEMEN
TERHADAP PERILAKU ETIS KARYAWAN
Peneliti
Hesti arlich arifiyani
Tahun
2012/(Kuantitatif)/Universitas Negeri Yogyakarta
Variabel yang
Terkait
Pengendalian Intern, Kepatuhan, Kompensasi Manajemen
& Perilaku Etis Karyawan
Hasil
Penelitian
Dalam hasil penelitian jurnal tersebut, menjelaskan bahwa
pengendalian intern dalam diri seseorang dapat
memberikan efek dalam perilaku etis seorang karyawan.
Begitu juga dengan Kepatuhan serta Kompensasi
Manajemen berpengaruh positif dan signifikan.
Persamaan
Menjadikan dasar perilaku etika karyawan menurut
Robins dan Clouter tolak ukur variabel penelitian.
Perbedaan
Pada penelitian ini perilaku etika kerja karyawan menjadi
variabel terikat atau dependen.
Tabel 2.3 State of The Art Nasional
Judul Penelitian EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM
ORGANISASI
Peneliti
Hassa Nurohim dan Lina Anatan
Tahun
2011/(Kualitatif)/Universitas Kristen Maranatha
Variabel yang
Terkait
Effektivitas & Organisasi
11
Hasil
Penelitian
Dalam hasil penelitian jurnal ini menjelaskan bahwa
komunikasi tidak hanya terjadi antara atasan dengan
atasan atau bawahan dengan bawahan, melainkan harus
terjadi keefektivitasan komunikasi antara atasan dengan
bawahan sehingga bawahan juga ikut berperan aktif.
Persamaan
Meneliti sejauh mana peran efektivitas komunikasi dalam
sebuah anggota organisasi
Perbedaan
Bentuk penelitian ini melihat intervensi komunikasi yang
efektif dalam membantu organisasi mencapai tujuan
tanpa melihat adanya sebuah komitmen, namun sebuah
kinerja.
Tabel 2.4 State of The Art Internasional
Judul Penelitian WORK ETHICS, WORK SATISFACTION AND
ORGANIZATIONAL COMMITMENT AT THE SHARIA
BANK
Peneliti
Nurul Komari dan Fariastuti Djafar
Tahun
2012/Kuantitatif /University Of Sarawak Malaysia
Variabel yang
Terkait
Work Ethics, Work Satisfaction & Organizational
Commitment
Hasil
Penelitian
Dalam hasil penelitian jurnal ini menjelaskan bahwa
kepuasaan bekerja tidak sepenuhnya mempengaruhi
sebuah keputusan karyawan untuk berkomitmen
terhadap organisasinya, namun etika bekerja seorang
karyawan mempengaruhi sangat signifikan mengenai
komitmen terhadap organisasinya.
Persamaan
Meneliti Etika bekerja sebagai dasar dari variabel
independen serta menjadikan komitmen organisasi
sebagai variabel dependen. Selain itu juga penelitian ini
menggunakan dasar-dasar hubungan etika bekerja dalam
12
komitmen organisasi.
Perbedaan
Penelitian ini tidak hanya melihat penilaian etika
bekerja, namun juga kepuasaan bekerja sebagai variabel
dependen mempengaruhi komitmen organisasi pada
Bank Sharia.
Tabel 2.5 State of The Art Internasional
Judul Penelitian ROLE OF EFFECTIVE COMMUNICATIONS FOR
ENHANCING LEADERSHIP AND
ENTREPRENEURIAL SKILLS AT UNIVERSITY
STUDENT
Peneliti
Attiya Siddiqi dan Rahat Ul Ain Azim
Tahun
2011/Kuantitatif /Institute of Information Technology
Islamabad
Variabel yang
Terkait
Effective communications, Enhancing Leadership &
Entrepreneurial Skills
Hasil
Penelitian
Dalam hasil penelitian jurnal ini menjelaskan bahwa
dengan membangun keefektifan komunikasi dalam
membangun hubungan sehari-hari dapat menimbulkan
kepercayaan diri dan kontrol diri untuk memberikan
persepsi positif kepada orang lain atau khalayak
Persamaan
Meneliti Komunikasi yang efektif dengan dimensi yang
sama yaitu motivasi sebagai tolak ukur untuk
membentuk komunikasi yang efektif kepada orang lain
atau diri sendiri
Perbedaan
Penelitian ini melihat pengaruh komunikasi yang efektif
terhadap gaya kepemimpinan serta kemampuan
berwirausaha melalui komunikasi yang efektif.
13
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Komunikasi
Menurut
Deddy
Mulyana
(2009:46):
Kata
komunikasi
atau
communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin Communis yang
berarti “sama,” communico, communication, atau communicare yang berarti
“membuat sama” (to make common). Komunikasi didefinisikan secara luas
sebagai “berbagai pengalaman. ”Sampai batas tertentu, setiap makhluk dapat
dikatakann melakukan komunikasi dalam pengertian berbagai pengalaman.
Dalam buku ini yang dimaksud dengan komunikasi adalah komunikasi manusia
yang dalam bahasa Inggrisnya adalah human communication. Sebagai manusia,
komunikasi merupakan seuah sarana untuk menyampaikan berbagai pesan
kepada lawan bicara mereka baik menggunakan bahasa ataupun simbol.
Menurut Richard dan Lynn (2009:5) komunikasi adalah proses sosial dimana
individu-individu
menggunakan
simbol-simbol
untuk
menciptakan
dan
menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Sedangkan Menurut
Robbins dan Coulter (2012:432) Komunikasi adalah penyampaian dan
pemahaman suatu maksud. Para ahli menyampaikan pengertian secara umum
komunikasi yang dimana komunikasi dibangun dalam sebuah proses individu
untuk menyampaikan sebuah pesan baik dalam bahasa maupun simbol.
Komunikasi adalah suatu penyampaian informasi kepada orang lain,
yang diharapkan dapat dimengerti dan dipahami apa yang diharapkan oleh si
penyampai informasi. Dengan adanya komunikasi dapat memudahkan seseorang
dalam menyampaikan dan mengerjakan sesuatu karena melalui komunikasi kita
dapat menginterpretasikan berbagai hal serta memberikan dan mendapatkan
informasi atau arahan dalam lingkungan pekerjaan maupun dalam masyarakat.
Komunikasi dilakukan oleh manusia pada umumnya, namun yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah komunikasi yang terjadi terhadap karyawan dalam
memberikan respon mereka dalam bentuk perilaku etika bekerja mereka serta
komunikasi efektif yang dibangun oleh karyawan tersebut dalam lingkungan
pekerjaan mereka.
14
2.2.1.1 Komunikasi Verbal
Menurut Deddy Mulyana (2009:260): Komunikasi verbal tidak
semudah yang kita bayangkan. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis
simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan
bicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja,
yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan
orang lain secara lisan. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan
pikiran, perasaan, dan maksud kita.
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan secara
langsung yang menggunakan percakapan langsung dari si penyampai
terhadap si penerima (pendengar) yang dapat dilakukan dengan tatap muka
langsung atau melalui alat bantuan yang berupa (telepon, video call, dan lain
sebagainya). Dalam proses terjadinya komunikasi verbal juga terjadi
keselarasan bahasa yang digunakan sehingga pesan yang tersampaikan dari
penyampai dimengerti oleh pendengar.
2.2.1.2 Komunikasi Non Verbal
Menurut Deddy Mulyana (2009:325): komunikasi nonverbal lebih
tua dari komunikasi verbal. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua
isyarat yang bukan kata-kata. Komunikasi nonverbal mencakup semua
rangsangan (kecuali tangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengiriman atau penerimaan. Jadi
definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai
bagian dari epristiwa komunikasi secara keseluruhan, karena kita banyak
mengirim banyak banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesanpesan tersebut bermakna bagi orang lain.
Komunikasi nonverbal sendiri merupakan komunikasi yang terjadi
secara tidak langsung atau tidak lisan. Dimana komunikasi non verbal dapat
melalui beberapa cara, misalnya: tatapan mata, gerakan tubuh, intonasi suara,
cara menarik atau menghelah nafas, dan lain sebagainya. Banyak yang
mengganggap komunikasi non verbal lebih efektif dari komunikasi verbal,
15
karena pada saat melakukan komunikasi verbal maka seseorang masih
memiliki potensi untuk melakukan suatu kebohongan dan pada saat
komunikasi non verbal sulit untuk melakukan kebohongan. Bahkan ada
pepatah yang mengatakan dari mata turun ke hati, dimana dapat diartikan
bahwa tatapan mata dari seseorang sulit untuk berbohong dan cenderung
memberikan respon yang sebenarnya dari apa yang dirasakan.
Kedua jenis dasar dari komunikasi inilah yang hingga kini masih
menjadi acuan seperti apa komunikasi yang digunakan oleh manusia pada
umumnya, begitu juga dengan para professional dalam perusahaan mereka,
komunikasi verbal dan nonverbal merupakan sarana mereka untuk
membangun persepsi orang lain terhadap diri seseorang dalam bekerja serta
alur komunikasi dengan sesama kolega mereka.
2.2.2 Etika
Menurut Nurudin (2007:242): Etika berasal dari kata Latin Ethic,
sedangkan dalam bahasa Gerik Ethikos (a body of moral principle or values).
Dengan demikian, ethic berarti kebiasaan, habit, custom. Yang dimaksud dengan
baik atau buruk dalam hal ini yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat atau
tidak, meskipun kebiasaan masyarakat itu akan berubah sejalan dengan
perkembangan masyarakat. Etika dengan sendirinya bisa diartikan sebagai
bentuk komunikasi yang dimana memberikan gambaran diri tentang diri
seseorang seperti apa orang tersebut dan bagaimana karakter orang tersebut.
Dalam buku Manajemen (Robbins dan Coulter, 2007:44), memberikan
gambaran bahwa pada dasarnya katakan seorang manajer perlu memiliki sikap
etika yang tinggi sebagai sarana untuk menyampaikan komunikasi baik verbal
maupun nonverbal kepada para karyawannya untuk diinterprestasikan sebagai
pesan kepada mereka, jika terdapat penyalahgunaan etika yang tinggi maka
dalam hal ini menunjukkan suatu kebutuhan untuk “memperbarui” strandar
etika. Hal ini dijawab pada dua tingkatan, yaitu yang pertama adalah pendidikan
etika terutama ditekankan di kurikulum universitas. Dan kedua adalah
perusahaan itu sendiri mengambil peran yang lebih aktif dalam menciptakan dan
membentuk perilaku etika, menyediakan program etika, dan mempekerjakan
para petugas dengan etika yang diterapkan dalam perusahaan tersebut.
16
Etika adalah suatu pandangan yang mengungkap benar, salah baik, jahat,
dan sebagainya. Etika berawal dari tatanan dasar yang ada dalam masyarakat,
kemudian
dengan
seiring
berjalannya
waktu
perusahaan
juga
mulai
memperhatikan hal tersebut dan memperhitungkan keberadaan etika terebut
dalam cara karyawan mereka mengambil tindakan atau cara bekerja mereka.
Dengan adanya etika maka diharapkan karyawan dan masyarakat dapat
bertindak atau berperilaku dapat melewati suatu pertimbangan terdahulu,
sehingga terhindar dari tindakan atau perbuatan yang dia anggap ilegal atau
dapat merugikan pihak lain. Penelitian ini juga mengungkapkan pengetahuan
para karyawan terhadap etika yang ada di perusahaan, dan apakah etika dapat
memerngaruhi perilaku karyawan serta meningkatkan komitmen karyawan
terhadap perusahaan di tempat mereka bekerja. Dari hasil penelitian yang akan
dilakukan maka dapat menjawab dari beberapa pertanyaan yang berhubungan
dengan etika serta dampak yang akan terjadi ketika etika diabaikan atau tidak
dijalani dengan baik dan benar.
2.2.2.1 Dimensi Etika
Menurut Robbins dan Coulter (2007:133) Terdapat 4 sudut
pandang mengenai etika dalam dunia bekerja serta bisnis, yaitu sebagai
berikut:
1. Pandangan Etika Hak
Pandangan yang peduli terhadap penghormatan dan perlindungan hak
dan kebebasan pribadi individu, seperti hak terhadap kerahasiaan,
kebebasan suara hati, kemerdekaan berbicara, dan proses semestinya.
Dalam pandangan ini, setiap orang akan dikatakan memiliki nilai etika
yang baik apabila ia menghargai hak orang lain mengenai kebebasan
individu seseorang untuk melakukan apa yang menurut ia benar sesuai
dengan norma yang ada.
2. Pandangan Etika Utilitarian
Menurut Rakhmat (2004:54) utilitarian merupakan pandangan hidup
bukan teori tentang wacana moral yang dimana merupakan suatu paham
dalam falsafah moral yang menekankan prinsip manfaat atau kegunaan
dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar.
17
Dalam
teori
etika
utilitarian
menggunakan
pemikiran
yang
menghasilkan manfaat bagi orang banyak untuk membuat keputusankeputusan etika yang dibuat semata-mata berdasarkan hasil yang
mengarah pada kebahagian atau akibat keputusan menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi orang banyak. Salah satu contoh misalnya saja
ada seorang karyawan yang menjual pulsa elektrik di kantornya,
mungkin ini sangat bermanfaat bagi orang banyak, namun kembali
kepada dasar aturan etika yang mendasari perusahaan tersebut.
3. Pandangan Etika Teori Keadilan
Pandangan etika di mana para manajer memaksakan dan mendorong
peraturan secara adil dan tidak memihak ketika terjadi sebuah konflik,
manajer dalam perusahaan berusaha untuk bertindak berimbang dan
tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan
perundang-undangan di bidang hukum yang diakui oleh perusahaan
atau bahkan Negara. Seseorang akan dikatakan beretika apabila pola
pikirnya dan tindakan yang ia ambil berdasarkan dengan aturan-aturan
yang telah tertulis.
4. Pandangan Etika Kontrak Sosial Terpadu
Pandangan etika yang mengusulkan bahwa keputusan etika harus
didasarkan pada keberadaan norma-norma etika dalam industri dan
masyarakat sehingga menentukan apakah undang-undang benar atau
salah. Dalam Etika Kontrak Sosial Terpadu sikap beretika seseorang
dinilai berdasarkan norma yang memang diakui oleh industry atau
tempat dimana orang tersebut bekerja.
Keempat sudut pandang mengenai etika dalam bekerja atau bisnis
ini akan dijadikan sebagai dimensi etika, karena dari Pandangan Etika
Hak, Pandangan Etika Utilitarian, Pandangan Etika Teori Keadilan, dan
Pandangan Etika Kontrak Sosial memiliki hubungan yang dapat
memengaruhi etika dalam bekerja seseorang. Setiap penjelasannya
mengungkapkan suatu tindakan dan pandangan yang didasari dalam
bentuk verbal mapun nonverbal sehingga dapat terjadi atau dirasakan
seorang karyawan ketika bekerja dalam perusahaan. Keempat dimensi
18
etika ini juga menggambarkan bagaimana etika seseorang dalam
bekerja dideskripsikan secara umum.
2.2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etika Bekerja Karyawan
Robbins dan Coulter (2012:158) Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah individu berperilaku etis atau tidak etis, yaitu sebagai
berikut:
1. Tahap-tahap Perkembangan Moral
Penelitian ini membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan,
masing-masing memiliki dua tahap. Pada setiap tahapan, penilaian
moral individu menjadi kurang tergantung pada pengaruh luar dan lebih
diinternalisasi. Moral individu seseorang akan lebih mudah terpengaruh
dari lingkungan di dalam mereka berada, jika dari lingkungan tempat
mereka membangun hubungan memang kurang baik atau tidak sesuai
dengan masyarakat pada umumnya, maka tepat jika terbentuk individu
yang perkembangan moralnya kurang baik.
2. Karakteristik Individu
Setiap orang dalam memasuki suatu organisasi dengan serangkaian nilai
yang relatif tertanam. Nilai adalah keyakinan dasar tentang apa yang
benar dan yang salah. Dua variabel kepribadian juga telah ditemukan
untuk mempengaruhi tindakan individu menurut keyakinannya tentang
apa yang benar atau salah: kekuatan ego dan tempat kendali. Kekuatan
ego adalah ukuran kepribadian tentang kekuatan keyakinan seseorang.
Tempat kendali adalah sifat kepribadian yang mengukur derajat sampai
berapa seseorang yakin bahwa mereka mampu mengendalikan nasib
mereka sendiri. Dasar orang memiliki etika juga dapat didasari dengan
pikiran mereka sendiri yang memang berasal dari ego mereka sehingga
setiap orang yang beretika tidak dapat dikatakan salah sepihak.
3. Variabel-variabel Struktural
Desain struktural organisasi menolong membentuk perilaku etis para
pekerjanya. Beberapa struktur perusahaan memberikan bimbingan yang
kuat, sementara struktur lainnya hanya menciptakan ketidakjelasan dan
19
ketidakpastian. Desain strukural yang meminimalkan ketidakjelasan
dan terus-menerus mengingatkan para karyawan tentang apa yang etis
lebih cenderung mendorong perilaku etis. Struktur aturan dalam
perusahaan juga bisa menjadi dasar kuat untuk karyawan berperilaku
sesuai dengan etika yang ada pada lingkungan bekerja.
4. Budaya Organisasi
Jika budaya yang kuat dan mendukung standar etika yang tinggi,
memiliki pengaruh yang kuat dan positif pada keputusan untuk
bertindak etis atau tidak etis. Sebagai contoh, IBM memiliki budaya
yang kuat yang telah lama menekankan hubungan etika dengan
pelanggan, karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat. Untuk memperkuat
pentingnya perilaku etis, perusahaan mengembangkan satu seteksplisit
rinci tentang pedoman perilaku bisnis dan etika bagi karyawan IBM
sehingga mereka memiliki sebuah pendoman untuk bekerja dan
mengambil sikap baik didalam kantor maupun diluar kantor sebagai
karyawan dari IBM. Dari kasus IBM ini dapat diserap pola bekerja
mereka yang mengedepankan etika bekerja karyawan mereka yang
memberikan dampak kepada citra perusahaan mereka sendiri.
5. Intensitas Masalah
Pengaruh
intensitas
masalah
seseorang
yang
begitu
banyak
memperngaruhi pola pikir seseorang mengenai seberapa pentingnya
etika tersebut. Masalah yang dihadapi dengan berbagai penyelesaiannya
maka seseorang akan menyadari bahwa dengan beretika sesuai dengan
perilaku masyarakat pada umumnya akan memberikan sebuah efek
yang mempengaruhi etika seseorang terutama dalam bekerja.
Kelima faktor dasar inilah yang menggambarkan bahwa etika
dalam bekerja dapat dipengaruhi baik dari faktor internal serta eksternal
karyawan tersebut. Dengan dasar moral serta efek struktu aturan dari
perusahaan itu sendiri dapat membentuk sebuah etika bekerja seseorang
yang memiliki komitmen.
20
2.2.2.3 Prinsip Prinsip Etika Dalam Bekerja
Terdapat 4 prinsip-prinsip etika profesi (Modul Pratikum CB;
Universitas Bina Nusantara 2012:38-41), yaitu :
1. Prinsip Tanggung Jawab
a) Tanggung jawab
Tuntutan dasar dalam kehidupan manusia serta khusus dalam
menjalankan segenap profesi adalah agar pelaku profesi selalu
bertanggung jawab. Tanggung jawab mengandung tiga makna
sekaligus yakni; dapat membedakan yang baik dan yang buruk, dapat
memilih apa yang diketahuinya baik atau menolak apa yang
diketahuinya buruk dan mau menerima resiko atas pilihanya.
b) Bertanggung jawab meliputi dua arah:
1) Kita diharapkan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang kita
lakukan terhadap hasilnya.
2) Kita harus bertanggung jawab terhadap dampak pekerjaan kita
pada kehidupan orang lain, saat ini atau kemudian.
c) Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab
1) Tanggung jawab dimulai dari hal yang paling sederhana.
2) Manusia harus mencari bagaimana mencari hasil yang gemilang.
3) Pekerjaan yang bertanggung jawab terhadap cinta kasih antar
manusia.
4) Pekerjaan yang bertangung jawab karena panggilan dan cinta
terhadap Tuhan.
2. Hormat terhadap Hak Orang Lain
Prinsip ini tak lain adalah tuntutan keadilan. Keadilan menuntut agar
kita memberikan kepada siapa saja apa yang mejadi haknya. Dalam
rangka pelaksanaan sebuah profesi tuntutan keadilan itu berarti; di
dalam pelaksanaannya kita tidak boleh melanggar hak orang, atau
lembaga lain, ataupun hak negara.
3. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah prinsip yang menegaskan tentang independensi
seorang professional dalam menjalankan profesinya. Bahwa seorang
21
professional harus bebas dalam menjalankan profesinya. Artinya ia
tidak boleh terpengaruh kepentingan pihak luar yang hendak ikut
campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. Prinsip inilah yang
mendasari bahwa setiap professional mencegah dengan adanya
intervensi dalam bentuk apapun dalam menjalani profesinya.
4. Prinsip integritas
Prinsip integritas hendak menegaskan bahwa professional dalam
menjalankan profesinya memiliki komitmen pribadi yang kuat untuk
menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan
orang lain atau masyarakat.
Dalam prinsip-prinsip etika profesi yang disebutkan dan dijelaskan di atas
merupakan beberapa kewajiban yang harus dijaga dan dilakukan seseorang
yang sudah bekerja secara professional di profesinya sekarang. Prinsip
tersebut merupakan sikap dasar seseorang untuk memulai karir dengan
sebuah komitmen dengan perusahaan tempat dimana ia bekerja.
2.2.3
Komunikasi Yang Efektif
Menurut Rakhmat (2004:89) menjelaskan bahwa komunikasi efektif
merupakan sebuah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan
yang dimana dalam proses komunikasi tersebut menghasilkan empat perspektif
sehingga komunikasi tersebut dapat dikatakan efektif, yaitu :
1. Pengertian
yaitu
adanya
pemahaman antara komunikator dan
komunikan sehingga pesan yang disampaikan selaras.
2. Perubahan sikap yaitu dengan adanya komunikasi antara komunikator
dengan komunikan yang dimana pesan komunikasi tersebut dapat
memberikan efek dengan perubahan sikap dalam komunikasi tersebut.
3. Membangun hubungan, komunikasi dapat dikatakan efektif jika dengan
berkomunikasi antara individu dengan individu yang lain dapat
menghasilkan sebuah hubungan.
4. Menciptakan
tindakan,
komunikasi
yang
efektif
tentu
dapat
memberikan sebuah persepsi yang menimbulkan sebuah tindakan bagi
salah satu individu akibat pesan yang dibicarakan antara komunikator
22
dan komunikan sehingga dalam komunikasi tersebut dapat dikatakan
maksud yang disampaikan jelas dan dipahami.
2.2.3.1 Fungsi Komunikasi Yang Efektif
Menurut Robbins dan Coulter (2012:433-434) Terdapat 4 fungsi
utama bentuk komunikasi yang efektif yang dimana akan menjadi dimensi
komunikasi yang efektif dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kontrol
Menurut Richard dan Lynn (2007:258) komunikasi bertindak sebagai
kontrol perilaku anggota dalam berbagai cara. Seperti, organisasi
mempunyai hierarki wewenang dan pedoman resmi yang harus diikuti
karyawan. Jalur komunikasi tersebut sebagai kontrol agar karyawan tahu
dan mengerti kemana ia harus menyampaikan pesan. Secara tidak langsung
komunikasi
memiliki
kontrol
bagi
masing-masing
anggota
untuk
membentuk sebuah alur komunikasi di organisasi. Dengan tersusunnya
secara baik dan teratur, maka para karyawan akan lebih mudah jika ingin
menyampaikan pendapat mereka, karena mereka tahu kemana mereka harus
menyampaikan pendapat mereka.
2. Motivasi
Komunikasi mendorong motivasi dengan menjelaskan pada karyawan apa
yang harus diselesaikan, seberapa baik mereka melakukannya, dan apa yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika tidak sederajat. Ketika
karyawan menetapkan tujuan tertentu, bekerja untuk tujuan itu, dan
menerima umpan balik dari perkembangan tujuan itu, maka komunikasi
diperlukan.
3. Ekspresi Emosional
Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama dari
interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok adalah
mekanisme fundamental di mana anggotanya berbagi rasa frustasi dan
perasaan puas. Oleh karena itu, komunikasi memberikan penyaluran
perasaan bagi ekspresi emosional dan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
23
4. Informasi
Individu dan kelompok memerlukan informasi untuk menyelesaikan sesuatu
dalam organisasi. Dengan adanya komunikasi yang dibangun dalam sebuah
komunitas tidak terkecuali juga tim dalam sebuah divisi di perusahaan,
informasi akan membantu mereka dalam bekerja dan menyampaikan setiap
permasalahan yang ada dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dengan
melakukan komunikasi dengan rekan, atasan di perusahaan akan sangat
membantu seorang indvidu dalam mendapatkan informasi. Oleh karena itu,
komunikasi menyediakan informasi tersebut.
Dalam komunikasi terdapat 4 fungsi yaitu: Kontrol, Motivasi,
Ekspresi Emosional, Informasi. Dengan adanya keempat fungsi tersebut
diharapkan dalam komunikasi dapat membawa keuntungan dan sisi positif
bagi diri sendiri, orang lain, serta berdampak bagi organisasi atau perusahaan
dimana karyawan berkerja. Jadi komunikasi yang terjadi dalam sebuah
interaksi antara karyawan serta kolega mereka perlu memiliki dasar
keefektifan agar membangun kepribadian karyawan tersebut. Dengan alur
komunikasi yang efektif dapat memberikan efek untuk membangun sebuah
komitmen dalam perusahaan.
2.2.3.2 Hambatan Dalam Komunikasi Efektif
Menurut Robbins dan Coulter (2012:437-438) Terdapat beberapa
hambatan-hambatan yang lebih termuka terhadap komunikasi yang efektif,
yaitu sebagai berikut:
1. Penyaringan
Penyaringan yang dimaskud mengacu pada pengirim yang memanipulasi
informasi sedemikian rupa sehingga akan tampak lebih menguntungkan di
mata si penerima. Yang dimaksud adalah dengan adanya penyaringan
informasi ini menyebabkan komunikasi tidak berjalan efektif dan cenderung
memiliki makna informasi yang tidak sebenernya. Sehingga jika nantinya
informasi tersebut tidak sesuai dengan yang disampaikan akan mengacu
pada konflik.
24
2. Emosi
Emosi menjelaskan bagaimana perasaan penerima ketika pesan diterima
bagaimana memengaruhi ia menafsirkannya. Emosi ekstrem yang paling
mungkin untuk menghambat komunikasi yang efektif, dalam contoh
tersebut, kita sering mengabaikan proses-proses rasional dan obyektif serta
mengganti pertimbangan emosional. Ketika perasaan emosi yang tidak
terkontrol, maka setiap informasi yang disampaikan cenderung mengikuti
perasaan dari si penerima informasi tersebut. Sebagai contoh katakanlah
seseorang yang sedang mengalami musibah, ketika rekan kerjanya
menyampaikan informasi terkait masalah pekerjaan, respon yang diberikan
terkadang menjadi negatif atau tidak diterima dengan baik karena perasaan
emosi tersebut.
3. Kelebihan Informasi
Terlalu banyak berbagai informasi menggambarkan suatu kondisi ketika
informasi mengalir masuk melebihi kemampuan pengolahan seorang
individu. Individu-individu memiliki suatu kapasitas terbatas untuk
mengolah data. Dengan arus informasi yang tidak dibatasi maka akan
memberikan dampak negatif bagi individu untuk memberikan hasil kerja
yang maksimal.
4. Defensif
Defensif menjelaskan bahwa ketika orang merasa terancam, mereka
cenderung bereaksi dengan cara yang mengurangi kemampuan mereka
untuk mencapai pemahaman timbal balik. Artinya, mereka menjadi
defensive-terlibat dalam perilaku seperti menyerang orang lain secara
verbal, ungkapan-ungkapan yang kasar, terlalu mengadili, menanyakan
motif-motif orang lain. Dengan demikian bila individu menafsirkan pesan
orang lain sebagai ancaman, mereka sering menanggapi dengan cara yang
negatif sehingga mengganggu proses komunikasi yang efektif antara
individu yang nantinya setiap individu memutuskan untuk tidak
membangun interaksi.
5. Bahasa
Kata-kata diartikan sesuatu yang berbeda pada orang yang berbeda pula.
Makna kata-kata tidaklah dalam kata-kata itu melainkan maknanya ada pada
25
diri kita. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya merupakan tiga
variabel yang jelas memengaruhi bahasa yang digunakan seseorang dan
didefinisi yang dia berikan kepada kata-kata itu. Dengan adanya
penyampaian bahasa didasari oleh ketiga variabel tersebut akan memberikan
hambatan untuk membangun sebuah proses komunikasi yang efektif.
6. Budaya Nasional
Dalam sebuah negara yang individualistis seperti Amerika Serikat,
komunikasi yang lebih formal dan jelas selalu wajib untuk dipaparkan.
Manajer sangat bergantung pada laporan, memo, dan bentuk formal lainnya
komunikasi. Sebagai individu yang bekerja secara professional, perlu untuk
memahami budaya nasional yang dimiliki oleh rekan atau atasan yang ada
di perusahaan.
Dalam komunikasi tidak selalu berjalan dengan mulus, pasti ada
hambatan di awal atau tengah atau akhir dari proses sebuah komunikasi.
Dengan adanya hambatan tersebut dapat mengakibatkan komunikasi tidak
berjalan dengan efektif, sehingga pada hasil akhirnya yang dapat berupa
kinerja atau output tidak sesuai dengan harapan karyawan tersebut atau
tujuan pencapaian perusahaan. Hambatan-habatan tersebut yang sudah
dijelaskan secara singkat di atas berupa: Penyaringan (filtering), Emosi
(emotion),
Kelebihan
Informasi
(information
overload),
Defensif
(defensiveness), Bahasa (language), dan Budaya Nasional (national
culture).
2.2.4 Komitmen Organisasi
Menurut Mathis dan Jackson (2006:122) Komitmen organisasi adalah
tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional,
serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Banyak studi yang
menunjukkan bahwa orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaan mereka
dan merasakan kenyamanan akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi
atau bahkan sepanjang karirnya ia hanya akan berkarir di perusahaan tersebut.
Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaanya atau tidak
berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
26
meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara
permanen. Hal seperti inilah yang menghambat perusahaan untuk mencapai
tujuan mereka.
Komitmen organisasi merupakan suatu kesetiaan atau loyalitas yang
ditujukan pada organisasi atau perusahaan dimana karyawan bekerja. Ketika
karyawan sudah memiliki komitmen terhadap organisasi atau perusahaan
dimana dia bekerja maka cenderung bertahan lama dan memiliki keinginan yang
tinggi dalam pengembangan karir selama bekerja. Selain itu karyawan tersebut
juga memahami visi dan misi dalam perusahaan tersebut dan memiliki gairah
untuk mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.
Karyawan yang memiliki
komitmen organisasi pastinya sudah memiliki kepuasan dalam bekerja baik itu
di lingkungan maupun pada pekerjaan itu sendiri. Setiap organisasi atau
perusahaan sangat membutuhkan orang (karyawan) yang memiliki komitmen
yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaan.
2.2.4.1 Dimensi Komitmen Organisasi
Dalam penelitian ini akan menggunakan dimensi untuk Komitmen
Organisasi menurut Robbins dan Judge (2007:74) yang mengklasifikasikan
dasar komitmen organisasi ke dalam tiga dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Komitmen afektif
Keterlibatan emosi pekerja terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi
dan atau dikembangkan apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti
menjadi pengalaman yang memuaskan. Dengan pengalaman yang
memuaskan maka seorang individu akan mulai untuk memutuskan
berkomitmen dengan perusahaan tersebut.
2. Komitmen berkelanjutan
Komitmen ini dipengaruhi atau dikembangkan pada saat individu
melakukan investasi jasa terhadap organisasi tersebut, sehingga ia
merasakan kenyamanan dan perasaan yang bahagia ketika bekerja di dalam
perusahaan tersebut. Bentuk komitmen ini didasari adanya respon dari
perusahaan yang memberikan efek positif kepada para karyawan, begitu
juga dengan karyawan yang memberikan rasa investasi ketika mereka
27
bekerja dalam perusahaan tersebut sehingga melahirkan efek berkelanjutan
untuk bekerja di perusahaan tersebut.
3. Komitmen normatif
Komitmen normatif dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari
internalisasi tekanan normatif untuk melakukan tindakan
tertentu,
memutuskan sesuatu, dan menerima keuntungan yang menimbulkan
perasaan akan kewajiban yang harus dibalas. Sebagai seorang individu yang
telah dibayar, memiliki sebuah komunitas yang memberikan kenyamanan
serta diberikan berbagai keuntungan dari perusahaan, maka individu ini
memutuskan untuk berkomitmen terhadap perusahaan tersebut dengan apa
yang telah diberikan oleh perusahaan tersebut.
2.2.4.2 Meningkatkan Komitmen Organisasi
Karena komitmen organisasi sangat penting dan harus terus
dipertahankan maka terdapat beberapa cara dalam membantu untuk
meningkatkan komitmen organisasi. Menurut Luthans (2006:250) system
yang dapat diterapkan untuk meningkatkan komitmen organisasi yaitu :
1. Berkomitmen pada nilai utama manusia
Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang
baik dan tepat mempertahankan komunikasi dengan para karyawannya
sehingga membangun sebuah hubungan yang memiliki komitmen yang
sama.
2. Memperjelas dan mengomunikasikan misi
Memperjelas misi dan ideologi; kharisma; menggunakan praktik perekrutan
berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan
pelatihan; membentuk tradisi berdasarkan nilai; menekankan orientasi
berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi.
3. Menjamin keadilan organisasi
Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan
komunikasi dua arah yang ekstensif.
4. Menciptakan rasa komunitas
28
Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja
sama; saling mendukung; dan kerja tim; berkumpul bersama sehingga setiap
karyawan tidak merasakan kesenjangan jabatan melainkan merasakan
sebuah rasa persahabatan.
5. Mendukung perkembangan karyawan
Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahap
pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam;
menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada
karyawan yang dimana memberikan rasa nyaman, aman, serta ketenangan
akan masa depan mereka.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini meliputi variabel etika dalam bekerja, komunikasi yang efektif,
dan komitmen organisasi. Berdasarkan pada uraian mengenai variabel-variabel
tersebut yang telah dijelaskan secara teoritis sebelumnya, maka variabel-variabel
tersebut didefinisikan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
29
Garis besar dari gambar 2.1 menunjukan bahwa penelitian ini akan :
1. Dalam penelitian ini akan meneliti seberapa besar pengaruh etika bekerja dan
komunikasi yang efektif terhadap komitmen organisasi pada karyawan PT
Multi Nusantara Karya baik secara parsial maupun simultan
2. Dalam kerangka berpikir ini juga menggambarkan bahwa dalam penelitian ini
meneliti apakah ada hubungan antara etika dalam bekerja dan komunikasi
efektif terhadap komitmen organisasi pada karyawan PT Multi Multi
Nusantara Karya.
30
Download