Pemerintahan SBY-JK Dinilai Prosedural Dikirim oleh prasetya1 pada 18 Maret 2009 | Komentar : 0 | Dilihat : 3802 Kepemimpinan SBY-JK dalam kurun waktu 5 tahun terakhir belum mampu mewujudkan amanah rakyat yang sesungguhnya. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara yang tampak cenderung prosedural, belum bersifat substansial. Demikian terungkap dalam diskusi publik Brawijaya Social Thought bertema "Refleksi 5 Tahun Pemerintahan SBY-JK" yang berlangsung di gedung PPI, Rabu (18/03). Acara ini diselenggarakan oleh LabSosio Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial UB dalam rangka memperingati Lustrum I Fakultas Ilmu Sosial. Hadir sebagai pembicara dalam acara itu Airlangga Pribadi M Si (Dosen Pengajar Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga) serta Ahmad Imron Rozuli M Si (Dosen Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Brawijaya). Dalam acara yang dihadiri puluhan mahasiswa tersebut Imron menyoroti berbagai macam problem yang masih aktual dalam konteks sosial-ekonomi masyarakat Indonesia seperti distribusi pendapatan yang tidak merata, aksesibilitas informasi dan kinerja layanan publik yang lemah, utang luar negeri yang tinggi, kondisi primary sector seperti pertanian yang belum baik. Menurutnya, kondisi kerangka relasi tripartit (negara-civil society-privat) telah mendorong birokrasi banyak melakukan perselingkuhan dengan pemodal seperti yang tampak dalam kasus pilkada maupun pemilu. Hal tersebut juga mendorong tumbuh suburnya perilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Imron juga menyebutkan bahwa negara mengalami krisis legalitas terutama pada lembaga-lembaga tinggi negara. Peran lembaga-lembaga tersebut secara nyata tidak mampu memenuhi harapan rakyat. "Akibatnya peran negara makin mengkerut", sebutnya. Hal ini diamini oleh Airlangga yang mengatakan bahwa lembaga-lembaga penyelenggara negara lebih mengedepankan segala sesuatu yang bersifat prosedural. Oleh sebab itu, saat ini diperlukan banyak alternatif dan inisiatif dari gabungan masyarakat dan komponen lain seperti LSM atau media massa guna melakukan pengawasan terhadap penyelenggara negara. Ke depan, terutama menghadapi pemilihan kepala negara, masyarakat harus lebih jeli dan cermat dalam memilih pemimpin yang memiliki karakter yang kuat dan paling potensial untuk memenuhi kepentingan rakyat secara keseluruhan terutama dilihat dari rekam jejaknya.[fjr]