BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PELANGGAN DALAM PEMBELIAN TEH DAN KELAPA SAWIT 6.1 Faktor Internal yang Berhubungan dengan Motivasi Rasional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Sebelum melakukan proses pembelian, terdapat faktor internal yang berhubungan dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan. Motivasi rasional pelanggan adalah dorongan pada pelanggan untuk melakukan pembelian yang didasarkan atas obyektivitas pelanggan terhadap keadaan yang ada. Motivasi emosional pelanggan adalah dorongan pada pelanggan untuk melakukan pembelian yang didasarkan atas subyektivitas pengambil keputusan berdasarkan keadaan yang diinginkan pengambil keputusan tersebut. Hubungan faktor internal dengan motivasi rasional dan motivasi emosional pelanggan teh dan kelap sawit akan dijelaskan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengujian Faktor Internal yang Berhubungan dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit rs Kelapa Sawit Faktor Internal rs Teh Motivasi Motivasi Motivasi Motivasi Rasional Emosional Rasional Emosional Kemampuan Pembelian 0.822* 0.825* 0.897* 0.850* Frekuensi Pembelian 0.899* 0.944* 0.928* 0.892* Modal Usaha 0.750* 0.794* 0.977* 0.795* Jumlah Tenaga Kerja 0.124 0.105 0.835* 0.828* Pengalaman Usaha -0.250 -0.360 0.897* 0.850* Fasilitas Pemasaran 0.000 -0.017 0.835* 0.828* Kompetitor Usaha -0.307 -0.316 0.863* 0.822* Hipotesis penelitian menduga adanya hubungan antara faktor internal dengan motivasi rasiondal dan emosional pelanggan komoditas teh dan kelapa sawit. Hasil analisis data antara variabel faktor internal dengan motivasi rasional dan motivasi emosional pelanggan komoditas teh menunjukan bahwa hipotesis tersebut tidak diterima sepenuhnya. Artinya, tidak keseluruhan variabel dapat menunjukkan adanya hubungan. Faktor internal seperti penggunaan media jumlah tenaga kerja, pengalaman usaha, fasilitas pemasaran, dan kompetitor usaha tidak berhubungan dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan komoditas teh. Hasil analisis data antara variabel faktor internal dengan motivasi rasional dan motivasi emosional pelanggan komoditas kelapa sawit menunjukan bahwa hipotesis tersebut diterima. Seluruh variabel menunjukkan adanya hubungan dengan motivasi pembelian komoditas kelapa sawit, baik motivasi rasional maupiun emosional pelanggan. 6.1.1 Hubungan Kemampuan Pembelian dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil pada Tabel 7, nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara kemampuan pembelian pelanggan dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan Kemampuan pembelian memiliki hubungan yang kuat atau langsung terhadap motivasi rasional pelanggan. Semakin tinggi kemampuan pembelian pelanggan, maka semakin tinggi pula motivasi rasional yang muncul pada pelanggan. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya komoditas yang dibeli menjadi dorongan bagi pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian komoditas teh berdasarkan keadaan yang obyektif. Kemampuan pembelian memiliki hubungan yang kuat atau langsung terhadap motivasi emosional pelanggan. Semakin tinggi kemampuan pembelian pelanggan, maka semakin tinggi pula motivasi emosional yang muncul pada pelanggan. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya komoditas yang dibeli menjadi alasan para pengambil keputusan dalam melakukan transaksi pembelian komoditas teh, sehingga memunculkan motivasi yang tinggi pula. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kemampuan pembelian dengan motivasi rasional pelanggan. Semakin tinggi kemampuan pembelian pelanggan, maka semakin tinggi pula motivasi rasional yang muncul pada pelanggan. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya komoditas yang dibeli menjadi dorongan bagi pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian komoditas kelapa sawit berdasarkan keadaan yang obyektif. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional ini menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kemampuan pembelian dengan motivasi emosional pelanggan. Semakin tinggi kemampuan pembelian pelanggan, maka semakin tinggi pula motivasi emosional yang muncul pada pelanggan. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya komoditas yang dibeli menjadi alasan bagi pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian komoditas kelapa sawit berdasarkan keadaan yang subyektif. Pelanggan yang memiliki kemampuan pembelian yang tinggi akan melakukan komunikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan yang memiliki kemampuan pembelian yang rendah. Hal ini disebabkan, pelanggan yang memiliki kemampuan pembelian yang tinggi akan sering melakukan transaksi pembelian sehingga komunikasi yang dilakukan antara pelanggan dan perusahaan akan lebih sering terjadi. Proses komunikasi yang terjadi adalah komunikasi antara perusahaan dengan pelanggan pada saat terjadinya pembelian komoditas. 6.1.2 Hubungan Frekuensi Pembelian dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Nilai koefisien korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 7, nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi. Semakin tingginya frekuensi pembelian yang dilakukan oleh pelanggan akan mendorong semakin tingginya motivasi rasional terhadap pembelian komoditas teh. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya frekuensi pembelian, berarti semakin tinggi pula kebutuhan pelanggan akan komoditas tersebut, sehingga motivasi untuk membeli juga semakin tinggi. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara frekuensi pembelian dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara frekuensi pembelian dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Semakin tingginya frekuensi pembelian yang dilakukan oleh pelanggan akan mendorong semakin tingginya motivasi rasional terhadap pembelian komoditas kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya frekuensi pembelian, berarti semakin tinggi pula kebutuhan pelanggan akan komoditas tersebut, sehingga motivasi untuk membeli juga semakin tinggi. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara frekuensi pembelian dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Semakin tingginya frekuensi pembelian menunjukkan bahwa baiknya persepsi perlanggan terhadap perusahaan tersebut. Para pengambil keputusan memiliki motivasi emosional yang tinggi terkait dengan frekuensi pembelian yang tinggi pula. Persepsi baik yang dimunculkan oleh perusahaan menimbulkan motivasi positif bagi subyektivitas pengambil keputusan pembelian pada pelanggan untuk melakukan pembelian. Semakin tingginya frekuensi pembelian yang dilakukan oleh pelanggan, maka proses komunikasi yang terjadi antara pelanggan dengan perusahaan akan semakin sering terjadi. Frekuensi yang tinggi terhadap perusahaan menunjukkan kesetiaan pelanggan terhadap PT. Perkebunan Nusantara IV sebagai penyedia komoditas. 6.1.3 Hubungan Modal Usaha dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil uji antara modal usaha dengan motivasi rasional pelanggan teh pada Tabel 7, didapatkan bahwa nilai koefisien korelasi ini menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara modal usaha dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Semakin tinggi modal usaha yang dimiliki pelanggan, maka motivasi pelanggan berdasarkan keadaan yang obyektif semakin besar terbentuk. Hal tersebut dikarenakan, pelanggan memiliki sumber daya yang besar untuk melakukan transaksi pembelian. Tersedianya modal yang besar menjadikan alasan bagi pelanggan untuk melakukan pembelian. Berdasarkan hasil uji antara modal usaha dengan motivasi emosional pelanggan, diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi ini menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara modal usaha dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Semakin tinggi modal usaha yang dimiliki pelanggan, maka motivasi pelanggan berdasarkan keadaan yang subyektif semakin besar terbentuk. Modal usaha yang besar menciptakan keadaan subyektif pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan dengan modal usaha yang lebih kecil. Modal usaha yang besar menyebabkan pelanggan memiliki motivasi rasional dan emosional yang tinggi untuk melakukan pembelian, sehingga proses pertukaran informasi antara pelanggan dan perusahaan akan semakin sering terjadi. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara modal usaha dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan komoditas kelapa sawit. Modal usaha memiliki hubungan yang kuat atau langsung terhadap motivasi rasional pelanggan. Semakin tinggi modal usaha yang dimiliki pelanggan, maka motivasi pelanggan berdasarkan keadaan yang obyektif semakin besar terbentuk. Hal tersebut dikarenakan, pelanggan memiliki sumber daya yang besar untuk melakukan transaksi pembelian. Modal usaha menjadi salah satu pertimbangan utama pelanggan sebelum melakukan pembelian. Bentuk transaksi yang disepakati antara pelanggan dan perusahaan dan cara pembayaran juga memiliki hubungan dengan munculnya motivasi rasional pelanggan karena merupakan salah satu bentuk modal usaha yang dikeluarkan oleh pelanggan. Berdasarkan Tabel 7, nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara modal usaha dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Modal usaha memiliki hubungan yang kuat atau langsung terhadap motivasi rasional pelanggan. Semakin tinggi modal usaha yang dimiliki pelanggan, maka motivasi pelanggan berdasarkan keadaan yang subyektif semakin besar terbentuk. Modal usaha yang besar menciptakan keadaan subyektif pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan dengan modal usaha yang lebih kecil. 6.1.4 Hubungan Jumlah Tenaga Kerja dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 7, terlihat nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan teh. Hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh pelanggan relatif sedikit, dan dapat efisien dengan jumlah tenaga yang sedikit pula. Pada komoditas kelapa sawit, nilai koefisien korelasi motivasi rasional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh pelanggan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Jumlah tenaga kerja, dalam hal ini sangat memiliki hubungan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan dalam hal pembelian komoditas kelapa sawit. Jumlah tenaga kerja dipengaruhi oleh kebutuhan pelanggan akan sumber daya manusia yang dibutuhkan agar kegiatan pelanggan dapat berjalan dengan lancar. Pelanggan dengan tujuan yang berbeda memiliki jumlah tenaga kerja yang berbeda dengan pelanggan dengan tujuan lainnya. Dalam hal ini, pelanggan membeli komoditas berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, sehingga semakin besar tenaga kerja yang dimiliki maka akan meningkatkan motivasi rasional dalam pembelian. Tenaga kerja yang dimiliki oleh pelanggan komoditas kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja pelanggan komoditas teh, karena pada komoditas teh, pelanggan juga melakukan usaha pengolahan komoditas kelapa sawit tersebut. Selain itu, kuantitas komoditas kelapa sawit jauh lebih besar dibandingkan dengan kuantitas komoditas teh yang ditransaksikan. Tenaga kerja pelanggan komoditas ini berada pada bagian pengolahan komoditas dan berada pada bagian manajemen yang mengatur jalannya usaha. Berdasarkan Tabel 7, nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Dalam melakukan pembelian komoditas kelapa sawit, motivasi emosional pelanggan muncul dari besarnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh pelanggan tersebut. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki pelanggan mendorong keyakinan bagi para pengambil keputusan dalam transaksi pembelian komoditas kelapa sawit untuk melakukan pembelian. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki maka motivasi emosional pelanggan juga akan semakin tinggi. Semakin banyaknya jumlah tenaga kerja yang dimiliki menunjukkan semakin besarnya perusahaan pelanggan yang membutuhkan komoditas kelapa sawit sehingga kebutuhan akan komoditas semakin besar. 6.1.5 Hubungan Pengalamana Usaha dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil yang menunjukkan hubungan dengan motivasi rasional pelanggan teh, diperoleh nilai koefisien korelasi yang tidak erat, antara lama usaha pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Motivasi muncul karena adanya dorongan kebutuhan untuk melakukan pembelian yang tidak didasari oleh lamanya perlanggan telah melakukan pembelian, akan tetapi karena adanya kebutuhan untuk membeli, sedangkan lama usaha lebih menunjukkan pengalaman pelanggan dalam melakukan pembelian. Berdasarkan hasil yang menunjukkan hubungan dengan motivasi emosional, nilai koefisien korelasi ini menunjukkan tidak terdapatnya hubungan, antara lama usaha pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Lama usaha tidak berhubungan secara erat atau berhubungan rendah dengan motivasi rasional. Hal ini disebabkan lama usaha tidak membentuk persepsi negatif kepada perusahaan, sehingga pengambil keputusan tidak memiliki kesan buruk yang dapat memperngaruhi motivasi emosional pelanggan. Lama usaha hanya membentuk pengalaman bagi para pengambil keputusan untuk memutuskan melakukan pembelian. Semakin lama pengambil keputusan melakukan usaha tersebut, maka pengalaman yang dimiliki akan semakin besar. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara lama usaha pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Lama usaha memiliki hubungan yang sangat erat dengan terbentuknya motivasi pelanggan, hal tersebut disebabkan nilai transaksi komoditas yang besar membutuhkan pengalaman dalam melakukan pembelian. Pelanggan yang memiliki lama usaha lebih singkat, memiliki motivasi rasional pembelian yang lebih rendah. Perbedaan, juga dapat disebabkan oleh pelanggan yang memiliki lama usaha lebih lama, cenderung memiliki modal yang lebih besar dalam pembelian sehingga keberanian dalam membeli juga akan lebih besar. Semakin lama pelanggan menjalankan pembelian komoditas kelapa sawit, maka kemampuan untuk membaca harga pasar akan semakin baik. Pelanggan akan meningkatkan volume pembeliannya apabila merasa bahwa harga komoditas kelapa sawit tersebut akan mengalami kenaikan, sehingga pelanggan membeli dalam jumlah besar untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara lama usaha pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan Pengalaman usaha yang lebih besar menimbulkan kepercayaan bagi para pengambil keputusan dalam transaksi lebih berani dalam mengambil keputusan melakukan transaksi. Semakin lama seorang pelanggan melakukan pembelian, maka pelanggan tersebut sudah memiliki kepercayaan dan keberanian yang lebih besar karena terlah memiliki banyak pengalaman dan pertimbangan dibandingkan dengan pelanggan yang baru menggeluti usaha pembelian komoditas kelapa sawit 6.1.6 Hubungan Jumlah Sarana dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil uji antara jumlah sarana dengan motivasi rasional pelanggan teh pada Tabel7 didapatkan nilai koefisien korelasi yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara jumlah sarana pelanggan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Tidak terbentuk motivasi rasional komoditas teh dari jumlah sarana yang dimiliki. Sebagian besar dari pelanggan tidak mementingkan jumlah sarana yang dimiliki karena usaha yang digeluti tidak mementingkan banyaknya jumlah sarana yang dimiliki. Usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar dengan jumlah sarana yang tidak banyak. Perbedaan jenis usaha memiliki hubungan dengan jumlah sarana yang dimiliki. Pada pelanggan yang membutuhkan teh untuk dijual kembali, memiliki sarana yang lebih sedikit dari pada pelanggan yang membutuhkan teh untuk diolah menjadi teh kemasan, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa jumlah sarana memiliki hubungan dengan motivasi rasional pelanggan. Berdasarkan hasil uji antara lama usaha dengan motivasi pada Tabel 7, diperoleh nilai koefisien korelasi yang menunjukkan tidak adanya hubungan, antara jumlah sarana pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas teh menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlash sarana pelanggan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Jumlah sarana yang dimiliki menjadi salah satu faktor bagi pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian, sehingga apabila pelanggan memiliki jumlah sarana yang mendukung, maka semakin tinggi pula motivasi rasional pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah jumlah sarana dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Jumlah sarana yang mendukung menjadi pertimbangan utama bagi para pengambil keputusan karena pada umumnya transaksi komoditas ini dilakukan dalam jumlah yang sangat besar. Pertimbangan akan letak penyimpanan komoditas yang sudah dibeli dan sarana yang mendukung agar berat komoditas tidak berkurang dan tetap dalam kualitas yang diinginkan mendorong para pengambil keputusan sangat mempertimbangkan fasilitas pemasaran yang dimiliki sebelum melakukan pembelian komoditas kelapa sawit. 6.1.7 Hubungan Pesaing Usaha dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh Berdasarkan hasil uji antara pesaing usaha pada Tabel 7, nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang tidak erat, antara jumlah pesaing usaha dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Pelanggan telah memiliki perusahaan langganannya dalam melakukan transaksi, sehingga pelanggan lain yang memiliki jenis usaha yang sama tidak menjadi kendala dalam persaingan usaha, karena telah memiliki bagiannya masingmasing. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional, menunjukkan tidak adanya hubungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak erdapat hubungan antara jumlah pesaing usaha dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Pengambil keputusan memiliki pandangan bahwa masing-masing pelanggan telah memiliki bagiannya sendiri, sehingga tidak mengganggu pelanggan lain dalam melakukan pembelian. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat antara jumlah pesaing usaha dengan terbentuknya motivasi rasional. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah pesaing usaha dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Berbeda dengan komoditas teh, perusahaan yang menawarkan komoditas kelapa sawit lebih beragam, sehingga pengambil keputusan memiliki banyak pilihan untuk melakukan pembelian. Pelanggan mempertimbangkan banyak hal ketika akan melakukan pembelian, terutama motivasi subyektif para pengambil keputusan. Adanya pesaing yang merupakan pesaing tetap pelanggan dapat memiliki hubungan seorang pelanggan mencari perusahaan lain yang menawarkan komoditas serupa. 6.2 Faktor Eksternal yang Berhubungan dengan Motivasi Rasional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Sebelum melakukan proses pembelian, terdapat faktor eksternal yang berhubungan dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan. Motivasi rasional pelanggan adalah dorongan pada pelanggan untuk melakukan pembelian yang didasarkan atas obyektivitas pelanggan terhadap keadaan yang ada. Motivasi emosional pelanggan adalah dorongan pada pelanggan untuk melakukan pembelian yang didasarkan atas subyektivitas pengambil keputusan berdasarkan keadaan yang diinginkan pengambil keputusan tersebut. Hubungan faktor eksternal dengan motivasi rasional dan motivasi emosional pelanggan teh akan dijelaskan pada tabel berikut Tabel 8 Hasil Pengujian Faktor Eksternal yang Berhubungan dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Faktor Eksternal rs teh rs Kelapa sawit Motivasi Motivasi Motivasi Motivasi Rasional Emosional Rasional Emosional Kredibilitas Komunikasi 0.559* 0.586* -0.225 -0.468 Pemasaran Sistem Pemasaran 0.373 0.452 -0.087 -0.104 Permintaan Komoditas 0.177 0.159 0.192 0.154 Kualitas Komoditas 0.775* 0.783* 0.891* 0.863* Biaya Pelayanan 0.775* 0.783* 0.905* 0.892* Sistem Antar Komoditas 0.206 0.260 0.153 -0.136 Keamanan Komoditas 0.732* 0.790* 0.850* 0.850 Moralitas Perusahaan 0.732* 0.773* 0.942* 0.888* Hipotesis penelitian menduga adanya hubungan antara faktor eksternal dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan komoditas teh dan kelapa sawit. Hasil analisis data antara variabel faktor eksternal dengan motivasi rasional dan motivasi emosional pelanggan komoditas teh menunjukan bahwa hipotesis tersebut tidak diterima sepenuhnya. Artinya, tidak keseluruhan variabel dapat menunjukkan adanya hubungan. Pada motivasi rasional dan emosional komoditas teh, faktor eksternal seperti sistem pemasaran, permintaan komoditas, dan sistem antar komoditas tidak berhubungan dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan komoditas teh. Hasil analisis data antara variabel faktor eksternal dengan motivasi rasional dan motivasi emosional pelanggan komoditas kelapa sawit menunjukan bahwa hipotesis tersebut tidak diterima sepenuhnya. Artinya, tidak keseluruhan variabel dapat menunjukkan adanya hubungan. Terlihat pada Motivasi rasional dan emosional, faktor eksternal seperti sistem komunikasi pemasaran, sistem pemasaran permintaan komoditas, permintaan komoditas dan sistem antar komoditas tidak berhubungan dengan motivasi rasional dan emosional pelanggan komoditas kelapa sawit, sedangkan kualitas komoditas tidak menunjukkan adanya hubungan dengan motivasi emosional pelanggan. 6.2.1 Hubungan Kredibilitas Komunikasi Pemasaran dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8, terlihat nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang sangat erat atau tinggi antara kredibilitas komunikasi pemasaran dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Kredibilitas komunikasi pemasaran memiliki hubungan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan teh, yang disebabkan dengan adanya kredibilitas komunikasi pemasaran yang baik oleh perusahaan kepada pelanggan, pelanggan dapat mengetahui bentuk pemasaran komoditas perusahaan. Perusahaan menggunakan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai media komunikasi pemasaran, sehingga pelanggan dapat mengetahui apa saja yang dipasarkan oleh perusahaan yang kemudian dapat dibeli oleh pelanggan. Atas dasar komunikasi pemasaran yang dirasa baik ini kemudian membuat motivasi rasional pelanggan terhadap komoditas teh ini juga menjadi tinggi. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kredibilitas komunikasi pemasaran dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Kredibilitas komunikasi pemasaran memiliki hubungan yang erat dengan motivasi emosional pelanggan, dimana pelanggan yang merasa perusahaan memiliki sistem komunikasi pemasaran yang baik akan meningkatkan motivasi emosional pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Komunikasi pemasaran yang baik membuat pelanggan mengetahui pemasaran yang dilakukan perusahaan sehingga pelanggan merasa percaya akan perusahaan tersebut untuk melakukan proses transaksi pembelian komoditas teh. Berbeda dengan komoditas teh, nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit tidak memiliki hubungan antara kredibilitas komunikasi pemasaran dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan pelanggan akan komoditas kelapa sawit, sehingga apapun bentuk komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV akan menjadi motivasi rasional bagi pelanggan untuk melakukan pembelian. Kredibilitas komunikasi pemasaran memiliki hubungan yang rendah atau tidak erat dengan motivasi emosional pelanggan, karena tingginya permintaan di pasar menyebabkan pelanggan harus memiliki motivasi yang tinggi dengan citra komunikasi pemasaran perusahaan yang bagaimana pun. Tingginya persaingan sesama pelanggan dalam memperoleh komoditas kelapa sawit menjadi salah satu alasan motivasi emosional tidak berhubungan erat dengan sistem komunikasi pemasaran perusahaan. 6.2.2 Hubungan Sistem Pemasaran dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8 terlihat nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang kurang erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat yang kurang erat hubungan antara sistem pemasaran dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Dengan sistem pemasaran yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV, yakni dengan menggunakan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, pelanggan sangat mempercayai pemasaran yang dilakukan. Pelanggan merasa tidak merasa bahwa bentuk pemasaran tidak berhubungan dengan motivasi rasional yang dibutuhkan untuk melakukan pembelian, Pembeli tetap akan melakukan pembelian akan komoditas teh karena merupakan kebutuhan walaupun pemasaran tersebut tidak dilakukan melalui PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan tidak terdapat hubungan antara sistem pemasaran dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Sebagian besar pelanggan menjawab sangat mempercayai sistem pemasaran yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV atas komoditas teh, akan tetapi hal tersebut tidak memiliki hubungan dengan motivasi emosional pelanggan karena pembelian komoditas teh disebabkan adanya kebutuhan akan komoditas teh yang tidak dipengaruhi oleh sistem pemasaran yang diterapkan oleh perusahaan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan tidak adanya hubungan antara sistem pemasaran dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Dengan sistem pemasaran yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV, yakni dengan menggunakan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, dan pemasaran dengan menggunakan sistem pelelangan, pelanggan sangat mempercayai pemasaran yang dilakukan. Pelanggan merasa bahwa bentuk pemasaran tidak berhubungan motivasi rasional yang dibutuhkan untuk melakukan pembelian, Pembeli tetap akan melakukan pembelian akan komoditas kelapa sawit karena merupakan kebutuhan walaupun pemasaran tersebut tidak dilakukan melalui PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara atau tidak menggunakan sistem pelelangan. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang kurang erat antara sistem pemasaran dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Sebagian besar pelanggan menjawab sangat mempercayai sistem pemasaran yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV atas komoditas teh, akan tetapi hal tersebut tidak memiliki hubungan dengan motivasi emosional pelanggan karena pembelian akan komoditas teh disebabkan karana adanya kebutuhan akan komoditas teh yang tidak dipengaruhi oleh sistem pemasaran yang diterapkan oleh perusahaan. 6.2.3 Hubungan Permintaan Komoditas dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa permintaan komoditas tidak memiliki hubungan antara permintaan komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Kemampuan PT. Perkebunan Nusantara IV dalam memenuhi permintaan pelanggan tidak menjadi motivasi rasional pelanggan terhadap pembelian komoditas teh, karena pelanggan merasa bahwa PT. Perkebunan Nusantara IV sudah merupakan criteria untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, sehingga pelanggan merasa tidak dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan akan komoditas teh PT. Perkebunan Nusantara IV. Tidak terdapat hubungan antara sistem permintaan komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Kemampuan PT. Perkebunan Nusantara IV dalam memenuhi permintaan pelanggan akan komoditas tidak menjadi motivasi emosional bagi pelanggan karena pelanggan merasa bahwa sudah menjadi tugas dari PT. Perkebunan Nusantara IV untuk memenuhi permintaan pelanggan. Dalam melakukan proses pembelian, pelanggan tidak dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan, karena sebagian besar pelanggan merasa permintaan dari pelanggan dapat dipenuhi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV, sehingga tidak terbentuk motivasi emosional oleh pelanggan Terlihat bahwa tidak terdapat hubungan, antara permintaan komoditas kelapa sawit dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Kemampuan PT. Perkebunan Nusantara IV dalam memenuhi permintaan pelanggan tidak menjadi motivasi rasional pelanggan terhadap pembelian komoditas kelapa sawit, karena pelanggan merasa bahwa PT. Perkebunan Nusantara IV sudah merupakan kriteria untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, sehingga pelanggan merasa tidak dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan akan komoditas kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan tidak terdapatnya hubungan dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Kemampuan PT. Perkebunan Nusantara IV dalam memenuhi permintaan pelanggan akan komoditas tidak menjadi motivasi emosional bagi pelanggan karena pelanggan merasa bahwa sudah menjadi tugas dari PT. Perkebunan Nusantara IV untuk memenuhi permintaan pelanggan. Dalam melakukan proses pembelian, pelanggan tidak dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan, karena sebagian besar pelanggan merasa permintaan dari pelanggan dapat dipenuhi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV, sehingga tidak terbentuk motivasi emosional oleh pelanggan. 6.2.4 Hubungan Kualitas Komoditas dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa nlai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kualitas komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Pelanggan menyatakan semakin baiknya kualitas komoditas teh yang dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV, maka pembelian yang dilakukan akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan pelanggan ingin mencari kualitas yang baik pada saat melakukan transaksi pembelian. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional komoditas teh menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kualitas komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kualitas komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Pelanggan menyatakan semakin baiknya kualitas komoditas teh yang dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV, maka pembelian yang dilakukan akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan pelanggan ingin mencari kualitas yang baik pada saat melakukan transaksi pembelian. Berdasarkan Tabel 8, nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kualitas komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Kualitas baik yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara IV memberikan persepsi yang baik bagi para pengambil keputusan pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Persepsi yang baik ini kemudian menjadi alasan semakin motivasi untuk melakukan pembelian terhadap komoditas kelapa sawit. Pelanggan cenderung mencari perusahaan yang memberikan persepsi baik bagi pelanggan. Banyaknya perusahaan yang menyediakan komoditas kelapa sawit menyebabkan pelanggan dapat berpindah ke perusahan lain, apabila persepsi yang muncul sudah tidak baik. Kualitas baik yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara IV memberikan persepsi yang baik bagi para pengambil keputusan pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Persepsi yang baik ini kemudian menjadi alasan semakin motivasi untuk melakukan pembelian terhadap komoditas teh. Persepsi yang baik ini akan mendorong terjadinya komunikasi yang lebih efektif antara pelanggan dan perusahaaan. 6.2.5 Hubungan Moralitas Perusahaan dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8, nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang sangat erat antara moralitas perusahaan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Moralitas perusahaan yang tinggi menjadi salah satu alasan bagi pelanggan untuk melakukan pembelian terhadap komoditas teh yang dipasarkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV. Pelanggan menginginkan perusahaan tidak hanya sekedar menjual komoditasnya, melainkan juga memiliki tanggung jawab atas komoditas yang dipasarkannya tersebut. Moralitas yang tinggi tersebut yang mendorong motivasi rasional pelanggan untuk melakukan pembelian. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kualitas komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit juga menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara moralitas perusahaan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Moralitas perusahaan yang tinggi menjadi salah satu alasan bagi pelanggan untuk melakukan pembelian terhadap komoditas teh yang dipasarkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV. Pelanggan menginginkan perusahaan tidak hanya sekedar menjual komoditasnya, melainkan juga memiliki tanggung jawab atas komoditas yang dipasarkannya tersebut. Moralitas yang tinggi tersebut yang mendorong motivasi rasional pelanggan untuk melakukan pembelian. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kualitas komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Tanggung jawab perusahaan yang besar atau moralitas yang tinggi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan para pelaku pengambil keputusan dalam transaksi penjualan untuk memutuskan pembelian. Pelanggan yang memiliki kesan tidak baik pada moralitas perusahaan cenderung untuk tidak melakukan pembelian. Tanggung jawab perusahaan yang besar atau moralitas yang tinggi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan para pelaku pengambil keputusan dalam transaksi penjualan untuk memutuskan pembelian. Pelanggan yang memiliki kesan tidak baik pada moralitas perusahaan cenderung untuk tidak melakukan pembelian. 6.2.6 Hubungan Biaya Pelayanan dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8, nilai koefisien korelasi motivasi rasional menunjukkan hubungan yang sangat erat., sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara biaya pelayanan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan dan nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara biaya komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat antara biaya pelayanan dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional juga menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara biaya komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Biaya pelayanan merupakan salah satu pertimbangan pelanggan untuk memutuskan melakukan transaksi pembelian. Biaya pelayanan terkait dengan modal yang tersedia oleh pelanggan. Semakin besar biaya pelayanan yang dikenakan oleh perusahaan, maka semakin sedikit komoditas yang mampu didapatkan oleh pelanggan. Hal tersebut yang menyebabkan biaya pelayanan sangat berhubungan dengan motivasi rasional yang terbentuk pada pelanggan. Biaya pelayanan yang dikenakan oleh perusahaan memiliki hubungan dengan bagaimana motivasi yang terbentuk oleh pelanggan, dimana semakin tingginya biaya pelayanan yang dianggap tidak sesuai dengan harapan maka akan menurunkan motivasi emosional yang terbentuk. Pengambil keputusan dalam pembelian akan memiliki persepsi yang kurang baik dan akan menurukan motivasi emosional yang terbentuk. 6.2.7 Hubungan Sistem Antar Komoditas dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 8, nilai koefisien korelasi motivasi rasional menunjukkan tidak terdapat hubungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara biaya komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Sistem antar komoditas yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV tergolong lancar bagi pelanggan, tetapi berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian, sistem antar tersebut tidak memiliki hubungan pelanggan dalam memutuskan untuk membeli komoditas kelapa sawit. Sistem antar akan menjadi kesepakatan bersama antar kedua pihak sebelum dilakukan transaksi, akan tetapi pelanggan merasa tidak mempermasalahkan bentuk sistem antaran yang akan diterapkan oleh perusahaan. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara sistem antar komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan tidak terdapat hubungan antara biaya komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Sistem antar komoditas yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV tergolong lancar bagi pelanggan, tetapi berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian, sistem antar tersebut tidak memliki hubungan dengan pelanggan dalam memutuskan untuk membeli komoditas kelapa sawit. Sistem antar akan menjadi kesepakatan bersama antar kedua pihak sebelum dilakukan transaksi, akan tetapi pelanggan merasa tidak mempermasalahkan bentuk sistem antaran yang akan diterapkan oleh perusahaan. Menurut data yang diperoleh pada penelitian, pelanggan merasakan bahwa sistem antar komoditas teh yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV tergolong lancar atau sangat lancar, dan pelanggan menyatakan bahwa sistem antar komoditas yang diterapkan oleh perusahaan tidak menjadi masalah sehingga tidak berhubungan dengan motivasi rasional pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Berbeda halnya dengan motivasi emosional, pelanggan secara subyektif memperhatikan sistem antar yang dimiliki perusahaan sebagai pertimbangan dan dorongan ketika akan melakukan pembelian komoditas kelapa sawit. 6.2.8 Hubungan Keamanan Komoditas dengan Motivasi Rasional dan Emosional Pelanggan Komoditas Teh dan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil Tabel 8, nilai koefisien korelasi motivasi rasional pelanggan teh menunjukkan hubungan yang sangat erat, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara keamanan komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Pelanggan merasakan pentingnya keadaan dimana komoditas yang diterima sesuai dengan yang dijanjikan, sehingga pengalaman akan keamanan komoditas menjadi salah satu pertimbangan untuk membeli komoditas teh pada PT. Perkebunan Nusantara IV. Semakin terjaminnya komoditas teh sampai di tangan konsumen, maka semakin tinggi motivasi rasional pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Nilai koefisien korelasi motivasi emosional menunjukkan hubungan yang sangat erat antara keamanan komoditas dengan terbentuknya motivasi emosional pelanggan. Nilai koefisien korelasi motivasi rasional komoditas kelapa sawit menunjukkan hubungan yang sangat erat antara keamanan komoditas dengan terbentuknya motivasi rasional pelanggan. Pelanggan merasakan pentingnya keadaan dimana komoditas yang diterima sesuai dengan yang dijanjikan, sehingga pengalaman akan keamanan komoditas menjadi salah satu pertimbangan untuk membeli komoditas teh pada PT. Perkebunan Nusantara IV. Semakin terjaminnya komoditas teh sampai di tangan konsumen, maka semakin tinggi motivasi rasional pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian. Berbeda dengan komoditas teh, nilai koefisien korelasi motivasi emosional komoditas kelapa sawit menunjukkan tidak terdapatnya hubungan. Pelanggan merasa secara subyektf tidak mengkhwatirkan kemanan komoditas kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV karena perusahaan tersebut telah memiliki jaminan keamanan komoditas sebagai sebuah perusahaan yang besar. Keamanan komoditas yang sampai di tangan konsumen menciptakan citra yang baik tentang perusahaan tersebut. Citra tersebut menjadi salah satu alasan yang membentuk motivasi emosional pelanggan untuk melakukan pembelian berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian, semakin terjaminnya komoditas yang sampai di mata konsumen, menyebabkan motivasi emosional pelanggan untuk melakukan pembelian komoditas berikutnya semakin besar.