UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan disonansi kognitif dilakukan oleh Edwin
Japarianto (2006) dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif
Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza.
Kesimpulan yang diperoleh dari
analisis deskriptif adalah, bahwa sebagian besar konsumen dari sisi emotional,
wisdom of purchase, dan concern over the deal menyatakan telah melakukan
langkah yang tepat dan membuat pilihan yang tepat dalam membeli mobil Toyota
Avanza. Dan penelitian ini memunculkan 3 faktor utama pembentukan disonansi
yaitu: pilihan tepat, keputusan tepat, dan persetujuan tepat.
2.2 Defenisi Produk
Penawaran produk adalah jantung dari program pemasaran suatu
organisasi dan biasanya merupakan langkah awal dalam membentuk bauran
pemasaran.
Sebuah produk didefenisikan sebagai segala sesuatu,
baik
menguntungkan maupun tidak, yang diperoleh seseorang melalui pertukaran
(Lamb, Hair dan Carl, 2001:414).
Kebanyakan orang menganggap bahwa produk adalah barang yang dikenal
sehari-hari. Barang memang produk, akan tetapi produk lebih luas dari sekedar
barang. Menurut Simamora (2001:3), produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke dalam pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2001:346) produk sebagai
segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dibeli,
digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Senada dengan itu Profesor Theodore Levitt dari Harvard berpendapat:
“Sebuah produk bukanlah sebuah produk jika tidak dapat di jual. Atau sebenarya
barang itu hanyalah sebuah benda museum” (Kotler, 2003:159).
Dalam pemasaran, definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa
ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan
konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket
kepuasan yang didapat dari pembelian produk kepuasan tersebut merupakan
akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh
produsen.
Produk identik dengan barang. Dalam akuntansi, barang adalah obyek fisik
yang tersedia di pasar. Sedangkan produk yang tidak berwujud disebut jasa.
Dalam manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa yang
ditawarkan
kepada
konsumen.
Kata
produk
digunakan
untuk
tujuan
mempermudah pengujian pasar dan daya serap pasar, yang akan sangat berguna
bagi
tenaga
pemasaran,
manajer,
dan
bagian
pengendalian
kualitas
(Http://kopisusu.wordpress.com).
Jadi produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen
untuk diperhatikan, diminta dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk dibeli
oleh konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan tertentu atau memberi manfaat
tertentu. Karakteristik produk tidak hanya meliputi aspek fisik produk (tangible
Universitas Sumatera Utara
features), tetapi juga aspek non fisik (intangible features) seperti citra dan jasa
yang tidak dapat dilihat.
2.3 Atribut Produk
Atribut produk adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh pembelian
pada saat membeli produk, seperti harga, kualitas, kelengkapan fungsi (fitur),
desain, layanan purna jual, dan lain-lain. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
produk adalah kualitas, fitur dan desain (Simamora, 2001:147).
Menurut Mowen dan Michael (2002:312) atribut (attributes) adalah
karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki oleh objek. Attribut intrinsik adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat aktual produk, sedangkan attribut
ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh dari aspek eksternal produk,
seperti nama merek, kemasan dan label.
Perusahaan harus menyadari bahwa kepercayaan terhadap objek, atribut,
dan manfaat menunjukkan persepsi konsumen, dan karena itu, umumnya
kepercayaan seorang konsumen berbeda dengan konsumen lainnya. Mereka juga
harus mengingat bahwa kepercayaan mereka sendiri terhadap sebuah merek
tertentu sangat berbeda dari pasar target. Kepercayaan, yang kita katakan
mewakili asosiasi yang konsumen bentuk di antara objek, atribut, dan manfaat,
didasarkan atas proses pembelajaran kognitif. Seseorang membentuk tiga jenis
kepercayaan (lihat Gambar 1.2):
1. Kepercayaan atribut-objek (object-attribute belief).
Pengetahuaan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut
kepercayaan
atribut-objek.
Kepercayaan atribut-objek
menghubungkan
sebuah atribut dengan objek, seperti seseorang, barang, atau jasa. Jadi,
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan bahwa sebuah kendaraan roda empat dikendarai pada jalan
pedesaan merupakan kepercayaan atribut-objek. Melalui kepercayaan atributobjek, konsumen menyatakan apa yang mereka ketahui tentang sesuatu dalam
hal variasi atributnya.
2. Kepercayaan manfaat-atribut (attribute-benefit beliefs).
Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalahmasalah mereka dan memenuhi kebutuhan mereka dengan kata lain,memiliki
atribut yang akan memberikan manfaat yang dapat dikenal. Hubungan antara
atribut dan manfaat ini menggambarkan jenis kepercayaan kedua, yang
disebut
kepercayaan
atribut-manfaat.
Kepercayaan
atribut-manfaat
merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh sebuah atribut tertentu
menghasilkan, atau memberikan, manfaat tertentu. Persepsi bahwa sebuah
kendaraan yang dikendarai di tanah lapang memberikan pandangan yang lebih
baik tentang jalan merupakan kepercayaan atribut-manfaat.
3. Kepercayaan manfaat-objek (object-benefit beliefs).
Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan
menfaatnya. Kepercayaan objek-manfaat merupakan persepsi konsumen
tentang seberapa jauh produk, orang, atau jasa tertentu
yang akan
memberikan manfaat akan timbul karena dengan membeli sebuah Ford
Explorer atau Jeep Cherokee, saya akan memiliki pandangan yang sangat baik
tentang jalanan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
Pembentukan kepercayaan diantara objek, atribut, dan manfaat.
Atribut
Kepercayaan
Objek-manfaat
Kendaraan
Roda
Empat
Manfaat
Kendaraan
Jalan
Pedesaan
Kepercayaan
Objek-atribut
Kepercayaan
Objek-manfaat
Kendaraan
Sport Serba
Guna
Objek
Sumber: Mowen dan Michael (2002:312)
2.4 Pengembangan Produk
Penciptaan bauran pemasaran (marketing mix) meliputi inisiatif dan
koordinasi dari kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan produk,
promosinya, penetapan harganya, dan distribusinya.
Menurut Mowen dan Michael (2002:58) istilah produk cukup luas, yaitu
terdiri dari objek fisik, jasa, tempat (places), dan organisasi. Prinsip-prinsip
perilaku konsumen dapat diaplikasikan pada empat bidang dari proses
pengembangan produk baru: pembangkitan ide (idea generation), pengujian
konsep (concept testing), pengembangan produk (product development), dan
pengujian pasar (market testing).
Universitas Sumatera Utara
Pembangkitan (idea generation) dari pengembangan produk baru. Lima
bidang utama dari analisis perilaku konsumen yang berguna bagi para manajer
ketika mereka sedang menghimpun ide-ide untuk produk baru adalah: sikap
konsumen, perubahan gaya hidup, faktor-faktor situasional, budaya lainnya, dan
subbudaya.
Pengujian konsep (concept testing) meliputi pengujian awal tentang ide
produk. Konsep produk adalah “keinginan konsumen dimana perusahaan mencoba
untuk membentuknya menjadi sebuah ide produk”. Misalkan konsep produk
untuk komputer pribadi yang baru adalah membuat komputer yang diinginkan
konsumen sebagai produk yang mudah digunakan, mudah dibawa, IBMcompatible, kuat, dan murah harganya. Untuk menentukan apakah ada pasar untuk
konsep produk seperti itu, perusahaan harus melakukan analisis pemosisianproduk serta survei untuk mengidentifikasi setiap konsumen terhadap konsep
seperti ini.
Jika perusahaan menemukan bahwa apa yang dirasakan konsumen
terhadap konsep produk tersebut sesuai dengan maksud manajemen, maka
dimulailah proses pengembangan produk (product development), yang terdiri dari
pengembangan, pengujian, pemberian nama, pembuatan prototipe kemasan.
Berbagai konsep perilaku komsumen sangat penting pada fase ini. Sebagai
contoh, para peneliti harus berusaha mencari tahu bagaimana para konsumen
memproses informasi tentang produk. Apakah produk ini mudah dipergunakan
(misalnya, tidak terlalu kompleks bagi rata-rata konsumen pada umumnya),
apakah kemasan menarik perhatian, dan dapatkah konsumen mengingat nama
produk.
Universitas Sumatera Utara
Setelah fase pengembangan produk disimpulkan memuaskan, produk dapat
diuji untuk dipasarkan. Pengujian pasar (marketing testing) meliputi kegiatan
penempatan produk melalui distribusi terbatas kepada konsumen keseluruhan
bauran pemasaran (Mowen dan Michael, 2002:58).
Menurut Kotler dan Armstrong (2001:399) perusahaan dapat memperoleh
produk baru dalam dua cara. Pertama adalah melalui akuisisi-dengan membeli
seluruh perusahaan, sebuah paten, atau sebuah lisensi untuk menghasilkan produk
orang lain. Kedua adalah melalui pengembangan produk baru dalam departemen
penelitian dan pengembangan milik perusahaan. Produk baru yang dimaksudkan
adalah produk original, perbaikan produk, modifikasi produk, dan merek baru
yang dikembangkan perusahaan melalui berbagai upaya penelitian dan
pegembangannya sendiri.
Produk baru terhadap dunia, pasar, produsen, penjual, atau beberapa
kombinasi dari ini. Produk baru penting untuk mampu memperthankan tingkat
pertumbuhan dan keuntungan perusahaan serta untuk menggantikan produkproduk yang sudah kuno.
Seperti yang dikutip oleh Lamb, Hair dan Carl, (2001:446) Konsultan
manajemen dan teknologi Booz, Allen dan Halmiton telah mempelajari proses
pengembangan produk baru lebih dari tiga puluh tahun. Menganalisis lima
penelitian besar selama periode tersebut, berkesimpulan bahwa perusahaan yang
sukses dalam mengembangkan dan memperkenalkan produk baru umumnya
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Membuat komitmen jangka panjang yang diperlukan untuk mendukung
inovasi dan pengembangan produk baru.
Universitas Sumatera Utara
b. Menggunakan pendekatan khusus perusahaan, digerakkan oleh tujuan
korporasi dan strategi-strategi, yang telah ditegaskan sebagai strategi utama
mereka.
c. Menjadikan pengalaman sebagai modal untuk mencapai dan mempertahankan
keunggulan bersaing (Competitive advantage).
d. Membangun suatu lingkaran-gaya manajemen, struktur organisasi dan
dukungan manajemen puncak yang kondusif guna mencapai tujuan spesifik
produk baru serta tujuan korporasi.
Kebanyakan perusahaan mengikuti proses pengembangan produk baru
yang dilakukan secara formal, biasanya dengan menjalankan strategi produk baru.
2.5 Differensiasi Produk
Dalam pemasaran, diferensiasi produk adalah kegiatan memodifikasi
produk agar menjadi lebih menarik. Diferensiasi ini memerlukan penelitian pasar
yang cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan pengetahuan
tentang produk pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya hanya mengubah sedikit
karakter produk, antara lain kemasan dan tema promosi tanpa mengubah
spesifikasi fisik produk, meskipun itu diperbolehkan.
Tujuan dari strategi diferensiasi adalah mengembangkan positioning yang
tepat sesuai keinginan konsumen potensial yang ingin dituju. Jika pasar melihat
perbedaan produk anda dibanding produk pesaing, anda akan lebih mudah
mengembangkan marketing mix untuk produk tersebut.
Diferensiasi produk yang berhasil adalah diferensiasi yang mampu
mengalihkan basis persaingan dari harga ke faktor lain, seperti karakteristik
produk, strategi distribusi atau variabel-variabel promotif lainnya. Kelemahan dari
Universitas Sumatera Utara
diferensiasi adalah perlunya biaya produksi tambahan dan iklan besar-besaran
(Http://kopisusu.wordpress.com).
Menurut Kotler (2003:60) cara melakukan differensiasi adalah sebagai
berikut:
a. Produk (fitur, performa, kesesuaian, daya tahan, keandalan, kemampuan untuk
diperbaiki, gaya, desain).
b. Jasa (pengiriman, pemasangan, pelatihan bagi pelanggan, konsultasi,
perbaikan).
c. Tenaga kerja (kompentensi, keramahan, kredibilitas, keandalan, kecepatan,
dan kemapuan dalam memberikan respons, skill dalam berkomunikasi).
d. Citra (simbol, media tertulis dan audio/video, suasana, peristiwa).
Mowen dan Michael (2002:55), mengatakan differensiasi produk
(product differentiation) adalah proses memanipulasi bauran pemasaran untuk
menempatkan sebuah merek, sehingga para kosumen dapat merasakan perbedaan
yang berarti antara merek tersebut dengan pesaingnya.
2.6 Macam – macam Diferensiasi Produk
Menurut Kotler (2000:329–332), diferensiasi produk dapat dibedakan
menjadi:
a. Bentuk
b. Keistimewaan (Feature)
c. Mutu Kinerja
d. Mutu Kesesuaian
e. Daya Tahan (Durability)
f. Keandalan (Realibility)
Universitas Sumatera Utara
g. Mudah Diperbaiki
h. Gaya (Style)
i. Rancangan (Design)
2.7 Buying Behavior
Menurur Kotler (2003:201) definisi dari Buying Behavior adalah sebagai
berikut: “A Significant differences between brand few differences between
barand”. Kotler membagi Buying Behavior ke dalam empat tipe sebagai berikut:
a. Complex Decision Making
Complex buying behavior memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam
pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan–perbedaan yang jelas di
antara merek–merek yang ada. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak
tentang kategori produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga
pemasar harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada
konsumen tentang atribut produk, kepentingannya, tentang merek perusahaan,
dan atribut penting lainnya.
b. Dissonance–Reducing Buying Behavior
Dissonance-reducing buying behavior mempunyai keterlibatan yang tinggi
dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai
merek. Pembeli biasanya mempunyai respon terhadap harga atau yang
memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperhatikan informasi yang
mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
c. Habitual Buying Behavior
Dalam Habitual buying behavior, konsumen membeli suatu produk
berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Pemasar
Universitas Sumatera Utara
dapat membuat keterlibatan antara produk dan konsumennya, misalnya
dengan menciptakan produk yang melibatkan situasi atau emosi personal
melalui iklan. Misalnya dengan memberi tambahan vitamin pada minuman,
dan sebagainya.
d. Variety – Seeking Buying Behavior
Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat
perbedaan merek yang jelas. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk–
produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering mencoba
merek – merek baru.
2.8 Cognitive Dissonance
Ketika orang menghadapi ketidak-konsistenan atau keraguan antara nilai
atau opini mereka dan perilaku mereka, mereka cenderung merasa adanya
ketegangan di dalam dirinya yang disebut ketidak sesuaian kognitif (cognitive
dissonancef) (Lamb, Hair dan Carl, 2001:195).
Menurut Solomon (Http://puslit.petra.ac.id), teori dissonansi cognitive
adalah salah satu dari pendekatan terhadap tingkah laku yang paling penting
berdasarkan pada prinsip konsistensi.
Solomon mengatakan, teori dissonansi
cognitive mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk mengurangi keadaan
negatif dengan cara membuat keadaan sesuai satu dengan yang lainnya. Elemen
kognitif adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang bisa berupa dirinya
sendiri, tingkah lakunya atau juga pengamatan terhadap sekelilingnya.
Pengurangan disonansi dapat timbul baik dengan menghilangkan, menambah,
atau mengganti elemen-elemen kognitif.
Universitas Sumatera Utara
Cognitive Dissonance dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang
membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak
sejalan bersama.
Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran,
perasaan, dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi
dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan
suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka
yang lainnya.
Senada dengan itu Festinger (Http://puslit.petra.ac.id) membagi Cognitive
Dissonance Theory dibentuk dalam tiga konsep yaitu:
a. Seseorang lebih suka untuk konsekuan dengan cognitions mereka dan tidak
suka menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan
sikap.
b. Disonansi
terbentuk
dari
ketidaksesuaian
psychological,
lebih
dari
ketidaksesuaian logical, dimana dengan meningkatkan ketidaksesuaian akan
meningkatkan disonansi yang lebih tinggi.
c. Disonansi adalah konsep psychological yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur.
2.9 Dimensi Cognitive Dissonance
Penelitian 22 item yang didesain oleh Sweeney, Hausknecht dan Soutar
(2000:369-385) menyatakan bahwa Cognitive Dissonance dapat diukur dengan
tiga dimensi yaitu: Emotional, Wisdhom of Purchase, dan Concern Over the Deal.
Emotional adalah ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang terhadap
keputusan pembelian. Wisdhom of Purchase adalah ketidaknyamanan yang
dialami seseorang setelah transaksi pembelian, dimana mereka bertanya – tanya
Universitas Sumatera Utara
apakah mereka sangat membutuhkan produk tersebut atau apakah mereka telah
memilih produk yang sesuai. Concern Over the Deal adalah ketidaknyamanan
yang dialami sesesorang setelah transaksi pembelian dimana mereka bertanya–
tanya apakah mereka telah dipengaruhi oleh tenaga penjual yang bertentangan
dengan kemauan atau kepercayaan mereka. Dimensi ini menghasilkan 22 item
yang dapat digunakan untuk mengukur Cognitive Dissonance. Tiga dimensi dari
22 item tersebut bukan hal yang baru untuk mengukur Cognitive Dissonance
karena sudah digunakan Soutar dan Sweeney (2003:227-247) untuk mengukur
Cognitive Dissonance pada penelitian sebelumnya.
2.10 Postpurchase Dissonance
Berdasarkan
Teori
Dissonace
Cognitive,
ketidaksenangan
atau
ketidaksesuaian muncul ketika seseorang konsumen memegang pemikiran yang
bertentangan mengenai suatu kepercayaan atau suatu sikap. Contohnya: ketika
konsumen telah membuat suatu komitmen memberi uang muka atau memesan
sebuah produk, terutama sekali untuk produk yang mahal seperti kendaraan
bermotor atau komputer. Mereka sering mulai merasa disonansi kognitif ketika
mereka berpikir tentang keunikannya, kualitas positif dari merek yang tidak
dipilih.
Disonansi cognitive yang timbul setelah terjadinya pembelian disebut
Postpurchase Dissonance. Dimana pada postpurchase dissonance, konsumen
memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan
yang cenderung untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai
dengan perilaku mereka (Http://puslit.petra.ac.id).
Universitas Sumatera Utara
Download