BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini, kasus penyakit infeksi dan gizi buruk tidak semakin menurun, bahkan terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data Riskesdas tahun 2007 dan 2013, terdapat peningkatan prevalensi kasus gizi kurang, gizi buruk, anak pendek, dan penyakit infeksi seperti diare (Balitbangkes, 2014). Mobilitas masyarakat yang cukup tinggi dapat juga meningkatkan resiko penyebaran penyakit infeksi. Hal ini sebenarnya dapat dicegah dengan pola hidup yang sehat, salah satunya dengan mengkonsumsi makanan fungsional, terutama makanan fungsional yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu pengembangan makanan fungsional perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi berbagai kasus gizi dan kesehatan tersebut. Makanan fungsional, pertama kali dikenalkan di Jepang sekitar tahun 1980an, merupakan makanan yang dapat memberikan efek kesehatan bagi konsumennya (Anonim, 2007). Pada tahun 1991, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang membentuk Foods for Specified Health Use (FOSHU) yang mengatur dan menyetujui pelabelan makanan fungsional di Jepang yang mencantumkan klaim kesehatan. Salah satu klaim kesehatan yang telah disetujui oleh FOSHU yaitu probiotik dan prebiotik yang dapat memodifikasi saluran cerna yang terdiri dari komponen oligosakarida, bifidobakteria, dan bakteri asam laktat (Anonim, 2007). Sedangkan International Life Science Institute of North America mendefinisikan makanan fungsional sebagai makanan yang berdasarkan kandungan senyawa atau komponen aktifnya secara fisiologi dapat memberikan manfaat kesehatan di luar zat gizi dasarnya (Keservani et al., 2010). Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, pangan fungsional adalah “pangan yang mengandung 1 2 satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan”. Serat pangan (dietary fiber), oligosakarida, dan bakteri asam laktat termasuk dalam komponen makanan fungsional (Anonim, 2005). Probiotik, prebiotik, dan sinbiotik (gabungan antara probiotik dan prebiotik) merupakan komponen makanan fungsional. Menurut FAO/WHO Joint Group (2002), probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberikan efek kesehatan yang menguntungkan pada inangnya (Anonim, 2002). Prebiotik didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak tercerna yang memberikan efek kesehatan bagi host dan secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas satu atau beberapa bakteri tertentu pada kolon sehingga meningkatkan kesehatan host (Gibson dan Roberfroid, 1995). Sinbiotik didefinisikan sebagai produk yang mengandung probiotik dan prebiotik (Schrezenmeir dan de Vrese, 2001). Komponen makanan, mikrobiota saluran cerna, dan sistem imun saluran cerna saling berinteraksi satu sama lain dalam kondisi yang konstan. Interaksi yang berlangsung secara kontinyu ini dikenal dengan istilah “golden triangle”. Konsep “golden triangle” pertama kali dikenalkan oleh Savelkoul pada Old Herborn University Seminar (OHUS) pada tahun 2006. Interaksi dalam “golden triangle” sangat penting untuk kesehatan saluran cerna, pertahanan tubuh secara tepat dan efisien, serta kesehatan fisik pada umumnya. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan makanan yang dapat menstimulasi sistem imun saluran cerna serta peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif mikrobiota saluran cerna. Makanan tersebut antara lain prebiotik, probiotik, makanan fungsional, nutrasetikal. Di sisi lain, jika “golden triangle” ini tidak berfungsi dengan tepat, maka akan terjadi penyakit kronik dan persisten (Savelkoul, 2006). 3 Efek kesehatan probiotik dan prebiotik yang utama yaitu menyeimbangkan mikrobiota saluran cerna, memodulasi imun, dan efek kesehatan yang tidak langsung seperti menghambat patogen dan menghasilkan senyawa yang bersifat anti karsinogen. Bakteri probiotik dapat mempengaruhi sistem imun secara langsung atau tidak langsung sehingga mengubah komposisi dan aktivitas mikrobiota saluran cerna (Marteau et al., 1997). Kultur probiotik menstimulasi produksi IFN- oleh sel T dan sitokin yang lain seperti TNF-, IL-6, dan IL-10. Modulasi sistem imun oleh Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium terbukti dapat meningkatkan kadar IgA dan imunitas non spesifik. Konsumsi yogurt probiotik dapat menstimulasi produksi sitokin pada sel darah dan meningkatkan aktivitas makrofag (Shah, 2007). Penelitian mengenai kemampuan serat pangan dan prebiotik dalam memodulasi sistem imun termasuk sistem imun pada gut-associated lymphoid tissue (GALT) juga banyak berkembang. Perubahan mikrobiota saluran cerna yang dapat terjadi akibat konsumsi serat pangan dan prebiotik berpotensi dalam mediasi perubahan sistem imun melalui kontak langsung bakteri asam laktat atau produk metabolitnya (dinding sel atau komponen sitoplasmik) dengan sel-sel imun di saluran cerna, produksi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid – SCFA) dari fermentasi serat pangan dan prebiotik, atau dengan perubahan pada produksi mucin. Penelitian yang sudah ada mengindikasikan bahwa konsumsi prebiotik dapat memodulasi parameter imun di GALT, jaringan limfoid sekunder, dan sirkulasi perifer. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana perubahan yang terjadi, mekanisme untuk modulasi imun, dan bagaimana dampak yang paling baik pada sistem imun (Schley dan Field, 2002). Mekanisme aksi probiotik dan prebiotik dalam memodulasi respon imun sejauh ini belum konklusif dan dilaporkan dapat melalui berbagai jalur yaitu langsung dan tidak langsung. Takeda dan Akira (2005) melaporkan bahwa mekanisme aksi probiotik 4 bersifat langsung. Antigen berupa bakteri probiotik secara kontinyu diambil oleh sel epitel yang melapisi area kubah (dome area) pada folikel dan oleh sel dendritik. Sel-sel ini merupakan sel pada baris pertama sistem imun mukosa. Untuk dapat mengenali mikrobia pada saluran cerna, sel-sel epitel dan dendritik pada GALT mempunyai pattern recognition receptors (PRRs) yang dapat mengenali pola molekul spesifik pada patogen (Takeda dan Akira, 2005). Pola molekul ini tidak hanya ada pada patogen tetapi ada juga pada bakteri komensal dan virus. Menurut Corthesy et al. (2007), bakteri probiotik dapat memodulasi sistem imun secara tidak langsung. Probiotik dapat berkolonisasi di usus sehingga mengakibatkan adanya kompetisi dengan bakteri patogen untuk berkolonisasi di usus. Selain itu probiotik dapat memproduksi komponen bioaktif seperti SCFA dan mendegradasi komponen dinding selnya seperti degradasi peptidoglikan menjadi GM-tri-DAP yang dapat dikenali oleh NOD1 sehingga akan meningkatkan respon imun. Meskipun jarang dijumpai, translokasi bakteria pada lamina propia dapat mempengaruhi imunitas alami dan adaptif melalui aktivasi produksi sitokin oleh monosit/makrofag. Ambilan oleh sel M dan sel dendritik pada Plak Peyer berkontribusi pada presentasi antigen mikrobia kepada sel T naif di Plak Peyer dan kelenjar getah bening mesenterium. Hal ini akan mengakibatkan respon mukosa yang dimediasi antibodi IgA untuk mengambil alih peranan dalam melawan serangan bakteri patogen (Corthesy et al., 2007). Selanjutnya hal ini akan mempengaruhi sistem imun sistemik yaitu dengan masuknya sel T efektor, T memori, dan antibodi pada sirkulasi darah (Baratawijaya dan Rengganis, 2009). Mekanisme prebiotik dapat memodulasi respon imun adalah melalui peningkatan/penurunan yang selektif terhadap bakteri tertentu pada saluran cerna yang dapat memodulasi produksi sitokin dan antibodi lokal, peningkatan produksi SCFA pada saluran cerna dan mendorong pengikatan SCFA pada reseptor protein CpG pada leukosit, interaksi dengan reseptor karbohidrat pada sel epitel saluran cerna 5 dan sel-sel imun, dan absorpsi parsial oligosakarida yang menghasilkan kontak lokal dan sistemik dengan sistem imun (Seifert dan Watzl, 2007). Beberapa dugaan mekanisme di atas mendorong peneliti untuk mengetahui bagaimanakah peran L. plantarum Mut7 dan tepung ubi jalar kaya serat dalam memodulasi sistem imun dan apakah melalui mekanisme langsung ataukah tidak langsung. Selama ini produk komersial probiotik dan prebiotik yang beredar di Indonesia merupakan produk impor. Selama 10 tahun terakhir pun nilai impor inulin meningkat 10 kali lipat yaitu senilai US$ 1.474.614 dengan berat total 608.040 kg (2002) menjadi senilai US$ 14.143.850 dengan berat total 4.761.095 kg (Anonim, 2013a). Semakin tingginya nilai impor inulin ini menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku dari luar negeri. Di lain pihak, Indonesia kaya akan sumber lokal yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai prebiotik dan probiotik. Salah satu ubi yang berpotensi sebagai sumber prebiotik yaitu ubi jalar varietas Bestak. Komponen yang terkandung dalam ubi jalar varietas Bestak antara lain serat larut, serat tidak larut, dan oligosakarida. Namun jenis oligosakarida dalam ubi jalar ini belum diteliti lebih lanjut. Tepung ubi jalar kaya serat juga mampu meningkatkan populasi L. acidophilus pada media MRS dan hewan coba (Astuti et al., 2005) serta mampu meningkatkan respon imun in vitro dan in vivo (Harmayani et al, 2009). Salah satu isolat lokal yaitu Lactobacillus sp. Dad13 dapat meningkatkan sistem imun yang ditandai adanya peningkatan titer IgG dan IgA sirkulasi serta IgA sekresi (Harmayani, 2007). Namun demikian pada penelitian lain diketahui bahwa Lactobacillus plantarum Mut7 mempunyai kemampuan yang paling tinggi diantara strain lokal lain (Lactobacillus sp. Dad13, L. acidophilus D2, dan L. acidophilus N2). Kelemahan penelitian ini adalah sel probiotik yang diberikan telah dimatikan dengan pasteurisasi pada suhu 80 oC selama 10 menit (Lestari et al., 2010a). 6 Adanya gap antara banyaknya produk prebiotik dan probiotik impor yang telah dipasarkan di Indonesia sedangkan potensi sumber hayati Indonesia yang cukup tinggi mendorong dilakukannya penelitian ini. Selain itu jika potensi probiotik dan prebiotik lokal dapat dikonfirmasi dengan penelitian ilmiah, maka probiotik dan prebiotik lokal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia dan secara tidak langsung akan mengurangi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk pengobatan. B. Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang perlu dikaji melalui penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah karakteristik pola pertumbuhan L. plantarum Mut7 serta berapakah jumlah dan jenis prebiotik yang terkandung pada tepung ubi jalar kaya serat varietas Bestak? 2. Apakah tepung ubi jalar kaya serat varietas Bestak bersifat kompatibel dengan L. plantarum Mut7 sebagai sinbiotik? 3. Bagaimanakah efek pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap respon imun alami (non spesifik) dan adaptif (spesifik)? 4. Bagaimanakah efek pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap populasi mikrobiota digesta dan proporsi molar SCFA digesta? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji efek pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap respon imun alami dan adaptif, profil mikrobiota, serta proporsi molar SCFA digesta pada tikus 7 Sprague Dawley yang diinfeksi Salmonella typhimurium. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pola pertumbuhan L. plantarum Mut7 dan komponen prebiotik pada tepung ubi jalar kaya serat serta kompatibilitas kedua bahan tersebut 2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap respon imun alami (non spesifik) yaitu aktivitas fagositosis makrofag peritoneum tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium 3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap respon imun adaptif (spesifik) yaitu a. konsentrasi IgM, IgG, dan IgA total serum tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium b. proliferasi limfosit pada limpa tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium c. produksi IgA sekresi cairan usus tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium d. produksi sitokin IFN-, TGF-, dan IL-4 pada supernatan limfosit dari Plak Peyer usus tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium e. populasi sel T (CD4 dan CD8) dan sel B (CD45R) pada limfosit kelenjar getah bening mesenterium tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium 4. Untuk mengetahui pengaruh pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap profil mikrobiota (Lactobacilli, Bifidobacteria, E. coli, Clostridium dan Salmonella) digesta tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium 8 5. Untuk mengetahui pengaruh pemberian L. plantarum Mut7, tepung ubi jalar kaya serat, dan kombinasi keduanya terhadap proporsi molar SCFA digesta tikus Sprague Dawley yang diinfeksi S. typhimurium D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis penelitian yaitu adanya bukti ilmiah tentang kemampuan probiotik dan prebiotik lokal dalam memodulasi sistem imun dapat memberikan referensi dan tambahan pengetahuan bagi peneliti. Sedangkan manfaat praktis yaitu dapat memberikan nilai tambah bagi bahan pangan lokal sebagai bahan pangan fungsional khususnya ubi jalar yang pemanfaatannya masih kurang, memberikan advokasi kepada pemerintah agar mendukung pemanfaatan bahan baku lokal, serta dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah karena probiotik dan prebiotik lokal ini dapat mencegah terjadinya beberapa penyakit. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai potensi probiotik dan prebiotik lokal Indonesia sudah banyak diteliti, namun demikian terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan antara lain : 1. Astuti et al. (2005) meneliti kandungan serat pangan ubi jalar dan potensinya sebagai prebiotik. Dari 3 varietas yang diuji, Bestak mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi dibanding varietas lain (Genjah rante dan Cilembu). Kandungan serat tak larut, serat larut, dan serat total ubi jalar Bestak berturut-turut adalah 9,23 + 0,15 g/100g; 2,13 + 0,11 g/100g; 11,36 g. 9 2. Harmayani (2008) meneliti komposisi dan karakterisasi tepung ubi jalar varietas Bestak yang mengandung oligosakarida yaitu verbascosa di samping serat pangan yang dapat menyehatkan saluran cerna. 3. Harmayani et al. (2006) meneliti efek serat pangan ubi jalar dalam mencegah diare akibat S. typhimurium pada tikus Sprague Dawley. 4. Harmayani et al. (2007) meneliti efek Lactobacillus sp Dad13 terhadap sistem imun humoral mencit Balb/c yang diinfeksi S. typhimurium. 5. Harmayani et al. (2009) meneliti efek immunostimulatory beberapa umbi-umbian lokal secara in vitro pada sel HB4C5 dan in vivo pada mencit Balb/c. 6. Julia et al. (2009) meneliti peran beberapa pangan lokal (susu kambing, ubi garut) sebagai immunomodulator. 7. Lestari et al. (2010a) meneliti efek immunomodulatory dari 4 isolat probiotik yaitu L. plantarum Mut7, L. acidophilus Dad13, L. acidophilus D2 dan L. acidophilus N2 yang diberi perlakuan panas (heat-killed) telah terbukti mampu meningkatkan produksi IgM pada HB4C5 cell-line, TNF-, IFN- pada splenocyte, produksi IgM, IgG, IgA pada mencit Balb/c. 8. Kumalasari et al. (2013a dan 2013b) meneliti kemampuan ekstrak serat bengkoang dalam aktivitas sel macrophage-like J774.1 dan kemampuannya memodulasi sistem imun mencit Balb/c secara in vitro dan in vivo. Sedangkan penelitian aktivitas immunomodulator dari probiotik dan prebiotik yang telah dilakukan oleh peneliti dari luar negeri dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Penelitian respon imun probiotik pada hewan coba (secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1) Pemberian sel probiotik dan produk probiotik seperti yogurt dan kefir dapat meningkatkan level antibodi IgM serum dan IgA cairan usus serta ketahanan hidup pada hewan coba yang diinfeksi patogen (S. typhimurium atau Shigella sonnei) 10 (Vesely et al., 1985; Perdigon et al., 1988; Yasui et al., 1989; Perdigon et al., 1990; Furukawa et al., 1991; Yasui dan Ohwaki, 1991; Perdigon dan Alvarez, 1992; Nader de Marcia et al., 1992; Portier et al., 1993; Perdigon et al., 1995; dan De Petrino et al., 1995) 2. Penelitian respon imun probiotik pada manusia (secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 2) Subyek penelitian adalah anak-anak sampai dengan lansia. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan sel B darah perifer, antibodi IgA serum, % T helper; dan sel pensekresi IgM atau IgA (De Simone et al., 1991; Link Amster et al., 1994; Sawamura et al., 1994; Isolauri et al., 1995; Majamaa et al., 1995). 3. Penelitian efek probiotik pada produksi sitokin in vivo (secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 3) Subyek penelitian adalah manusia. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan IFN- serum dan IFN- sel darah perifer in vitro (De Simone et al., 1989 dan 1993; Kishi et al., 1996; Aattouri dan Lemmonnier, 1997) 4. Penelitian efek probiotik dan komponennya pada produksi sitokin oleh sel mononuclear hewan dan manusia in vitro (secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 4) Hasil penelitian menunjukkan efek yang berbeda-beda tergantung pada strain probiotik yang diberikan. Penelitian oleh De Simone et al. (1987) menunjukkan tidak ada efek pada produksi IFN-, sebaliknya penelitian Kitazawa et al., 1994 dan 1996; serta Aattouri dan Lemmonnier, 1997 menunjukkan peningkatan produksi IFN-. Sitokin lain yang diinduksi oleh probiotik adalah TNF- (Keller et al., 1994 dan Miettinen et al., 1996); IL-1β dan IL-6 (Aattouri dan Lemmonnier, 1997); IL-1 (Kitazawa et al., 1996); serta IL-6 dan IL-10 (Miettinen et al., 1996) 11 5. Penelitian efek prebiotik dan sinbiotik terhadap respon imun (secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 5) Pemberian oligofruktosa, inulin, FOS, dan GOS dapat meningkatkan produksi sitokin (IL-10), IgA sekresi feses dan Plak Peyer, presentasi sel NK dan proliferasi limfosit (Furrie et al., 2006; Roller et al., 2007; Bakker-Zierikzee et al., 2006; Guigoz et al., 2002; Nakamura et al., 2004; Hosono et al., 2003; Roller et al., 2004; Cerezuela, et al, 2008; dan Merendino et al., 2006) Penelitian yang sudah dilakukan di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan ini pada beberapa aspek : 1. Pengujian efek probiotik dan prebiotik secara individual pernah diteliti, namun demikian penggabungan antara probiotik dan prebiotik terutama yang bersumber dari bahan lokal Indonesia belum pernah dilakukan (strain probiotik dan jenis prebiotik yang diteliti berbeda), 2. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap parameter imunitas alami dan adaptif, sedangkan peneliti terdahulu hanya menguji salah satu parameter yaitu imunitas alami saja atau imunitas adaptif saja. Pengujian kedua macam parameter imunitas ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh respon imun tubuh yang terjadi.